BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Selama ini masyarakat beranggapan bahwa orang-orang yang mempunyai IQ (Intelectual Quotient) tinggi akan meraih kesuksesan dalam hidup. Ketika seorang anak dapat memecahkan soal matematika dalam waktu yang relatif singkat, maka orang akan menganggap itu anak yang cerdas. Jika Anton, misalnya, mendapat rangking satu di kelasnya, Anton adalah anak yang cerdas. Begitu juga halnya, ketika anak balita yang belum genap berusia dua tahun, tetapi telah lancar bercakap-cakap, orang akan menyebutnya dengan balita yang cerdas.1Padahal dalam realitas kehidupan banyak ditemukan bahwa IQ tinggi tidak bisa menjadi barometer terhadap kesuksesan atau kebahagiaan hidup seseorang. Dari hasil tes IQ, kebanyakan orang yang memiliki IQ tinggi menunjukkan kinerja buruk dalam pekerjaan, sementara yang memiliki IQ sedang justru sangat berprestasi.2 Para ahli menjelaskan bahwa kesuksesan hidup seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh tingginya IQ, tapi justru faktor EQ memegang peranan lebih besar dengan perbandingan 80 :20.3 Sementara itu menurut Toto Tasmara bahwa manajemen yang hanya mengandalkan otak, mungkin saja memberikan hasil optimal, tetapi juga akan memunculkan 1
Suharsono, melejitkan IQ, IE & IS (Jakarta:Inisiasi press, 2004), 81. Ary Ginanjar Agustian, Emoional Spiritual Quotient (Jakarta: Arga, 2002), 56. 3 Irawati Istiadi, Istimewakan Setiap Anak (Jakarta: Pustaka Inti, 2004), 164. 2
2
kegelisahan, berbeda dengan manajemen yang berdasarkan pada spiritual (ruhani), selain memberikan hasil optimal juga membawa pada ketenangan dan kedamaian.4 Masih menurut Toto Tasmara kecerdasan spiritual (kecerdasan ruhani) ialah kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya atau bisikan kebenaran yang meng-Ilahi dalam cara dirinya mengambil keputusan, atau melakukan pilihan-pilihan, berempati dan beradaptasi.5 IQ sebenarnya penting kehadirannya dalam kehidupan yaitu agar manusia bisa memanfaatkan teknologi demi efisiensi dan efektivitas. Juga peran EQ yang memegang begitu penting dalam membangun hubungan antar manusia yang efektif sekaligus perannya dalam meningkatkan kinerja, namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran, maka keberhasilan itu hanyalah akan menghasilkan Hitler-Hitler baru atau Firaun-Firaun kecil di muka bumi.6 Menurut K.H. Habib Adnan, agama Islam adalah agama fitrah sesuai dengan kebutuhan dan dibutuhkan manusia, kebenaran islam senantiasa selaras dengan suara hati manusia Menurut K.H. Habib Adnan, agama Islam adalah agama fitrah sesuai dengan kebutuhan dan dibutuhkan manusia, kebenaran Islam senantiasa selaras dengan suara hati manusia.7 Sesuai dengan temuan baru ternyata EQ dan SQ yang dominan menentukan tingkat kebahagiaan atau kesuksesan hidup seseorang. Sebab dengan kedua kecerdasan tersebut manusia bisa menyeimbangkan antara 4
Tirmidzi, ”Membangun Bisnis Berbasis Nurani”, Manajemen, 7-12 September 2001,38,
kolom 1-2. 5
K.H. Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhani (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 47. Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power (Jakarta: arga, 2003), 168. 7 K.H. Habib Adnan, Agama Masyarakat dan Reformasi Kehidupan (Denpasar: PT.BP Denpasar, 1998), 28. 6
3
kehidupan dunia dan akhirat (menyeimbangkan kekuatan dzikir dengan kekuatan fikirnya). Oleh karena itu penulis ingin membahas apakah dalam pendidikan Islam ada EQ dan SQ, kalau ada bagaimana kedua hal itu diaktualisasikan. Sesuai dengan paparan di atas, maka penulis ingin melakukan kajian pustaka dengan judul : ”KONSEP KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Telaah berdasarkan pemikiran Ary Ginanjar Agustian)”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep kecerdasan emosional dan spiritual menurut Ary Ginanjar Agustian? 2. Bagaimana konsep kecerdasan emosional dan spiritual dalam pendidikan Islam? 3. Bagaimana pelaksanaan kecerdasan emosional dan spiritual dalam praktik pendidikan Islam? C. Tujuan 1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan konsep kecerdasan emosional dan spiritual menurut Ary Ginanjar Agustian. 2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan konsep kecerdasan emosional dan spiritual dalam Pendidikan Islam. 4. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan kecerdasan Emosional dan spiritual dalam praktik Pendidikan Islam.
4
D. Kegunaan 1. Manfaat secara teoritis Secara tertulis kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berharga terhadap pengembangan konsep IQ, EQ dan SQ dalam Pendidikan Islam terutama pada aspek mental dan spiritual 2. Manfaat secara praktis a. Hasil kajian ini diharapkan memudahkan pendidik dalam proses pembelajaran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam penerapan metode pendidikan Islam yang nantinya dapat meningkatkan kualitas pendidikan. b. Sebagai informasi kepada khalayak dalam upaya membangun manusia seutuhnya agar tercapai keseimbangan hidup dunia akhirat. E. Metode Kajian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Kajian
ini
merupakan
jenis
kajian
pustaka.
Noeng
Muhadjir
mengidentikkan istilah ini dengan studi teks.8 Dalam kajian ini memilih kajian pustaka yang lebih memerlukan olahan filosofis dan teoritis dari pada uji empirik. Dengan demikian pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis mengarah kepada pemahaman konsep kecerdasan emosional dan spiritual dalam pendidikan Islam (telaah berdasarkan pemikiran Ary Ginanjar Agustian). 8
Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Rakesarasin, 1998), 159.
5
2. Data dan Sumber Data Data yang penulis pergunakan dalam kajian ini berupa perkataan, pendapat, dan tingkah laku yang diambil dari buku-buku yang ada di kepustakaan. Dalam rangka
kajian ini sumber data yang penulis gunakan adalah
sebagai berikut: a. Sumber Data Primer 1) Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghozali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998. 2) Abdul Aziz Bin Muhammad Bin Abdullaah As-Sadhan, Ensiklopedi mini Muslim Panduan Praktis Jurun Dakwah dan Para Aktivis, Pustaka Arafah, Solo, 2006. 3) Abdul Mujib, Yusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2001. 4) Ary Ginanjar Agustian, Emotional Spiritual Quotient Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Arga, Jakarta, 2002. 5) Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Melejitkan ESQ Power, Arga, Jakarta, 2003. 6) Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai prestasi, terj: Alex Tri Kantjono Widodo, Gramedia, Jakarta, 2001.
6
7) Departemen Agama Republik Indonesia, Al – Qur’an dan Terjamah, 1992. 8) Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005. 9) Haya Binti Mubarok Al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah, Daarul Falah, Jakarta, 2005. 10) Ibnul Qayyim Al-Zauji, Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Rekreasi Orang-orang Dimabuk Rindu, terj: Bahrun Abubakar (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006) 13. 11) Ibnu Rajab Al-Hambali, et al., Tazkiyatun Nafs, terj: Imtihan As-Syafi’i Pustaka Arafah, Solo, 2004. 12) Jalaludin Rahmat, Membuka Tirai Kegaiban: Renungan-Renungan Sufistik, Mizan, Bandung, 2000. 13) Javad Nurbachsy, Psikologi Sufi, Fajar, Yogyakarta, 1998. 14) Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, terj: Ary Nilandari, Kaifa, Bandung, 2003. 15) “Kendaraan Yang Tekendali”, Ar-Risalah, Juni 2006. 16) Mohammad Iskak, Kapita Selekta Upaya Mewujudkan Pendidikan Yang Berkualitas Menjadi Realitas Di Era Pasar Bebas, Sinar Mulia, Kartasura, 2007. 17) Muhammad Albani, Selamat! Anak Anda Luar Biasa, Pustaka Iltizam, Solo, 2007.
7
18) Muhammad Said Al-Qahthani, et al., Memurnikan Laa Ilaaha Illa Allah, Gema Insani Press, Jakarta, 1991. 19) Mulyasa, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003. 20) M. Athiyah al- Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1987. 21) Nurchalis Majid, Pintu-pintu Menuju Tuhan, Paramadina, Jakarta, 2002. 22) Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1996. 23) Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2002. 24) Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001. 25) Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah: Membentuk Kepribadian Yang Bertanggung Jawab, Profesional, dan Berakhlak, Gema Insani Press, Jakarta. 26) Yahya Jaya, spiritualisasi Islam dalam menumbuhkan kepribadian dan kesehatan mental, Ruhama, Jakarta, 1994. b. Sumber Data Sekunder 1) Anton Bakker, Metode Penelitian Filsafat, Kanisius, Jogyakarta, 1990. 2) Irawati Istiadi, Istimewakan Setiap Anak, Pustaka Inti, Jakarta, 2004.
8
3) Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, Buku Pedoman Penulisan Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2007. 4) K.H. Habib Adnan, Agama Masyarakat dan Reformasi Kehidupan, PT.BP Denpasar, Denpasar, 1998. 5) Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmiah STAIN Ponorogo, Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Tarbiyah, STAIN, Ponorogo, 2002. 6) Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,2000. 7) Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rakesarasin, Yogyakarta, 1996. 8) Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 1997. 9) Suharsono, Melejitkan IQ, IE & IS, Inisiasi press, Jakarta, 2004. 10) Tirmidzi, ”Membangun Bisnis Berbasis Nurani”, Manajemen, 7-12 September 2001. 11) Winarno
Surachmad,
Dasar-dasar
Tecknik
Research,
Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1987. 3.Teknik pengumpulan data Penelitian ini termasuk kategori penelitian kepustakaan (Library Research). Juga disebut dengan kajian pustaka yaitu telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada
9
penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Telaah pustaka semacam ini biasanya dilakukan dengan cara memgumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang kemudian disajikan dengan cara baru dan atau untuk keperluan baru. 9 Karena jenis kajian ini adalah kajian pustaka maka kajian ini dimulai dengan mengumpulkan kepustakaan. Pertama-tama dicari segala buku yang ada mengenai tema yang dijadikan objek kajian. Kemudian dikonsultasikan kepada kepustakaan yang umum dan khusus.10 4. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kajian pustaka adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari pustaka, sehingga mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan menorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain. 11 Content analisis adalah penelitian yang akan menghasilkan suatu kesimpulan tentang gaya bahasa buku, kecenderungan isi buku, tata tulis, lay out, ilustrasi dan sebagainya.12 Moloeng mengidentikkan istilah ini dengan
9
Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, Buku Pedoman Penulisan Skripsi (Ponorogo: STAIN,
2007) 47. 10
Anton Bakker, Metodologi Penelitian Filsafat (Jogyakarta: Kanisius, 1990), hal.68. Jurusan Tarbiyah STAIN Ponorogo, 51. 12 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 11
1997) 8.
10
kajian isi.13 Juga metode analisa komparatif yaitu mengadakan perbandingan dari beberapa pendapat yang ada kemudian diambil kesimpulan.14 Dan analisa interpretative hermeneutic adalah penafsiran terhadap data literature apabila data tersebut dianggap perlu mendapat penafsiran tertentu dengan berlandaskan konteks pemikiran yang dikehendaki oleh data atau fakta.15 F. Sistematika Pembahasan Dalam bab ini penulis akan memberikan gambaran pokok yang akan diuraikan secara rinci pada bab berikutnya. Adapun hasil dari kajian ini, dituangkan dalam bentuk karya tulis ilmiah, dengan sistematika pembahasan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan kajian, manfaat kajian, landasan teori, metode kajian, dan sistematika pembahasan. Bab II. Konsep Kecerdasan Emosional dan Spiritual menurut Ary Ginanjar Agustian, yang berisikan tentang tahap – tahap kecerdasan emosional dan spiritual. Bab III Konsep Kecerdasan Emosional dan Spiritual dalam Pendidikan Islam, yang berisikan konsep kecerdasan emosional dalam pendidikan Islam,
13
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Rakesarasin, 2000), hal.
14
Winarno Surachmad, Dasar-dasar Tecknik Research (Bandung: Remaja Rosdakarya,
163. 1987), 105. 15
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmiah STAIN Ponorogo, Pedoman Penulisan Skripsi Jurusan Tarbiyah (Ponoroga: STAIN, 2002), 34.
11
konsep kecerdasan spiritual dalam pendidikan Islam serta pelaksanaan kedua kecerdasan itu dalam praktik pendidikan Islam. Bab IV Analisis, yang berisikan analisa terhadap kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual serta pelaksanaannya dalam praktik pendidikan Islam. Bab V Penutup, yang merupakan akhir dari kajian ini, berisikan tentang kesimpulan dan saran.
12
DAFTAS ISI DAFTAR TABEL (Kalau ada) DAFTAR GAMBAR (Kalau ada) DAFTAR LAMPIRAN PEDOMAN TRANSLITERASI BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Kajian D. Manfaat Kajian E. Landasan Teori Dan Atau Tela’ah Pustaka F. Metodologi Kajian 1. Pendekatan Dan Jenis Kajian 2. Sumber Data a. Sumber Data Primer b. Sumber Data Sekunder 3. Teknik Pengumpulan Data 4. Teknik Analisis data G. Sistematika pembahasan
BAB
II
KONSEP
KECERDASAN
EMOSIONAL
MENURUT ARY GINANJAR AGUSTIAN. A. Biografi Ary Ginanjar Agustian
DAN
SPIRITUAL
13
B. Konsep Kecerdasan Emosional dan Spiritual 1. Zero Mind Process (Proses Penjernihan Emosi) a. Kekuatan Prinsip b. Anggukan Universal c. Faktor Yang Menutupi Fitrah d. Hasil Akhir Zero Mind Process 2. Mental Building (Membangun mental) a. Star Principle (Prinsip Bintang) b. Angel Principle (Prinsip Malaikat) c. Leadership principle (Prinsip Kepemimpinan) d. Learning Principle (Prinsip Pembelajaran) e. Vision Principle (Prinsip Masa Depan) f. Well Organization Principle (Prinsip Keteraturan) 3. Personal Strenght (Ketangguhan pribadi) a. Mission Statement (Penetapan Misi) b. Character Building (Pembangunan Karaktrer) c. Self Controling (Pengendalian Diri) 4. Social strength (Ketangguhan social) a. Strategic Collaboration ( Sinergi ) b. Total Action (Aplikasi Total) BAB III
KONSEP KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM.
14
A. Konsep Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Emosional 2. Konsep Kecerdasan Emosional dalam Pendidikan Islam. B. Konsep Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual 2. Konsep Kecerdasan Spiritual dalam Pendidikan Islam. C. Aktualisasi Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual dalam Konteks Pendidikan Islam BAB IV
ANALISA TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL
SERTA
KONTEKSTUALISASINYA
DALAM
PENDIDIKAN ISLAM. BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan. B. Penutup.
G.
Daftar Pustaka Sementara Abdul Mujib, Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2001.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, Remaja Rosda Karya, Jakarta, 1984. Anton Bakker, Metode-metode Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1984.
15
Ary Ginanjar Agustian, Emotional Spiritual Quotient, Arga, Jakarta, 2002. Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Melejitkan ESQ Power, Arga, Jakarta, 2003. Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, Jakarta, 1992. Habib Adnan, Agama Masyarakat dan Reformasi Kehidupan, PT. BP Denpasar, Denpasar, 1998. Irawati Istiadi, Istimewakan Setiap Anak, Pustaka Inti, Jakarta, 2004. Jamaluddin, Abdullah Aly, Kapita Selekta Islam, Selekta, Bandung, 1997. Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Bandung, 1998. Majalah Harkat, The Mathematical Financial Planning, Vol 1-No 4/7-20 September 2001. Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Bandung, 1996. Suharsono, Melejitkan IQ, IE & IS, Inisiasi Press, Jakarta, 2004. Syayid Muhammad Nuh, Manhaj Rasul, Pustaka Amanah, Solo, 1996. Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, Gema Insani Press, Jakarta, 2001. Zakiah Drajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1984. Zuhairini, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
16
BAB II KONSEP KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL MENURUT ARY GINANJAR AGUSTIAN A Biografi Ary Ginanjar Agustian Ary Ginanjar Agustian (Pak Ary) adalah seorang pengusaha muda sekaligus praktisi sejati yagn terjun langsung ke kancah persaingan dunia usaha. Ia mulai usahanya dari bawah. Ia adalah tipikal pengusaha muslim yang pemikirannya sangat kritis, yang didadanya bergolak rasa keingintahuan yang tinggi akan hal-hal baru. Kemampuannya dalam bidang pelatihan sumber dara manusia telah sangat teruji pada berbagai seminar dimana ia tampil sebagai pembicara utamanya. Ia bukanlah jebolan pesantren ataupun seorang psikolog, namun 2 (dua) bidang itu dipelajarinya dengan mandiri, didukung dengan semangat belajarnya yang tinggi dan sifat tawadlu’nya terhadap ilmu pengetahuan. Pernah menjadi pengajar tetap di Politeknik Universitas Udayana, Jimbaran Bali, selama lima tahun. Kuliah di Universitas Udayana Bali dan di Tafe College, Adelaide, South Australia, dan juga STP Bandung. Mendalami bidang keagamaan melalui metode “Kemerdekaan berfikir” selama sepuluh tahun atas tuntunan KH. Habib Adnan, ketua Majlis Ulama Bali pada saat itu. Kini, ia yagn lahir pada 24 Maret 1965 adalah presiden direktur PT. Arga Wijaya Persada dan komisaris utama PT. Arsa Dwi Nirmala yang berkedudukan di Jakarta. Ia juga sebagai vice presiden di JPC (Jakarta profesional chapter) pada junior chamber international. Di HIPMI Jaya (Himpunan pengusaha muda Indonesia) ia adalah ketua kompartemen Diklat dan Litbang.
17
B Konsep kecerdasan Emosional Dan Spiritual Menurut Ary Ginanjar Agustian. 1. Zero Mind Process ( Penjernihan Emosi ) Zero Mind Process yaitu sebuah proses yang bertujuan untuk membersihkan hati dari belenggu yang menutupinya, seperti persepsi dan paradigma. 16 Juga diartikan sebagai langkah pengenalan hama dan pembersihan God Spot, atau pembentukan hati dan pikiran yang jernih dan suci. Emosi yang jernih akan siap untuk menghadapi berbagai rintangan karena mampu bersikap positif dan akan tanggap terhadap suatu peluang serta bias menerima pemikiran baru tanpa dipengaruhi dogma yang membelenggu. Merdeka dalam berfikir, dan hasilnya akan tercipta pribadi- pribadi yang kreatif, berwawasan luas, terbuka atau fleksibel, mampu berfikir jernih, dan God Spot akan kembali bercahaya.17 a. Kekuatan Prinsip. Lingkungan bisa berubah – ubah dalam hitungan detik tanpa bisa diduga. Namun prinsip adalah abadi. Prinsip tidak berubah. Disanalah terletak pusat rasa aman yang hakiki. Rasa aman yang tercipta dari dalam, bukan dari luar. Prinsip yang benar bukanlah sekedar sikap proaktif yang selama ini dikenal di barat, yaitu melihat dan berespon dengan cara yang berbeda tanmpa prinsip dasar yang jelas. Prinsip dasar adalah suatu kesadaran fitrah, berpegang kepada pencita yang abadi. Prinsip yang Esa, Laa Ilaaha Illalloh. 16
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power (Jakarta: Arga, 2003),
28. 17
Ary Ginanjar Agustian, Emotional Spiritual Quotient (Jakarta: Arga, 2001), 47.
18
Kemampuan untuk mengendalikan sukma ketika suatu permasalahan terjadi atas diri kita ( proaktif ) adalah sangat sulit dilakukan tanpa adanya kekuatan
prinsip
yang
bisa
dipegang
teguh.
Kemampuan
untuk
mengendalikan sukma melalui prinsip Alloh yang Esa dinamakan kekuatan prinsip. Kekuatan prinsip selanjutnya akan menentukan tindakan apa yang akan diambil, jalan yang fitrah atau jalan non fitrah. Jalan non fitrah cenderung menyesatkan dan merugikan. Sedangkan jalan fitrah membimbing kearah tindakan yang positif. Jalan fitrah adalah suatu tindakan yang dibimbing oleh suara hati. Suara hati ini berasal dari God Spot. Ini sesuai dengan pendapat Kjalaludin Rumi, Danah Zohar, Ian marshal, VS. Ramachandran. Atau hasil riset syaraf Austria, Wolf Singer. Mereka pakar dibidang SQ.18 b. Anggukan Universal. Luangkan waktu sejenak untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan dibawah ini dengan suara hati: 1) Anda sedang makan dipinggir jalan, tiba-tiba ada seorang anak kecil berusia lima tahun berdiri tepat didepan anda, menatap makanan yang anda pegang dengan penuh harap, suara hati apa yang muncul pada saat itu?
18
Ibid, 7.
19
2) Bayangkan pada saat anda sedang berjalan sendiri ditengah taman di suatu kota. Melihat sebuah keluarga, yang terdiri dari ayah, I bu, dan dua orang anak yang masih kecil dan lucu sedang bercengkerama. Suara hati apa yang muncul pada saat itu? 3) Coba bayangkan situasi ini! Salah seorang teman sekantor anda dikirim oleh perusahaan untuk training manajemen selama dua minggu. Sementara anda sendiri tidak dipilih. Apa yang anda rasakan? 4) Kemudian setelah satu minggu, dia pulang kembali ke kantor dengan wajah berseri- seri, dengan menunjukkan sertifikatnya kepada anda. Suara hati apa yang timbul? 5) Anda berada di suatu ruangan yang bersih dengan lantai marmer berkilat. Tiba- tiba anda melihat sebuah kertas kotor di dekat kaki anda. Suara hati apa yang anda rasakan? 6) Kemudian ada seorang yang membuang puntung rokok seenaknya disana. Suara hati apa yang timbul di hati anda? 7) Didalam suatu perjalanan, anda melihat seorang pemuda sedang berusaha menjambret tas seorang wanita tua. Perasaan apa yang muncul saat itu? 8) Namun ketika anda sadari bahwa penjambret tersebut membawa sepucuk pistol. Apa yang anda rasakan? 9) Anda berada di tengah kebun yang hijau tiba- tiba melihat sekuntum bunga berwarna merah, jingga dan ungu. Apa yang anda rasakan?
20
10) Tiba- tiba ada seorang pemuda yang memetik bunga itu dengan kasar. Apa yang anda rasakan? Pertanyaan- pertanyaan diatas sebenarnya adalah satu materi dalam sebuah perlombaan pidato internasional, yang pernah diadakan di Bali tahun 1999. saat itu para juri internasional dan peserta terlihat menganggukangguk tanpa sadar. Begitu pula jawaban- jawaban yang dirasakan itu akan sama di seluruh dunia. Apakah seorang kaya, miskin, ras apa saja, agama apa saja, berbagai suku apapun namanya, akan merasakan suara hati yang sama, apabila dalam kondisi fitrah. Itulah makna dan bukti pngakuan manusia, sesuai dengan perjanjian jiwa antara manusia dengan Tuhan, sebelum manusia dilahirkan. Ketika itu jiwa manusia menjawab dan mengakui “betul engkau Tuhan kami”, jiwa manusia itu mengangguk. Inilah Anggukan Universal.19 c. Faktor Yang Menutupi Fitrah Adakalanya suara hati itu tertutup, buta. Manusia sering mengabaikan pengakuan ini, yang justru mengakibatkan dirinya terjerumus kedalam kejahatan, kecurangan, kekerasan, kerusakan, kehancuran (non fitrah ) dan lain hal yang pada akhirnya mengakibatkan kegagalan, atau tidak efektif, serta tidak maksimalnya suatu usaha. Ada tujuh factor yang menutupi fitrah (God Spot), yang tanpa disadari membuat manusia menjadi buta. Ini mengakibatkan dirinya memiliki kecerdasan hati yang rendah, serta tidak 19
Ibid, 9-10.
21
memiliki radar hati sebagai pembimbing. Suara hati sebagai pemberi informasi. Tujuh factor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Prasangka Tindakan seseorang sangat bergantung dengan alam fikirannya masing- masing. Stiap orang diberi kebebasan untuk memilih responnya sendiri- sendiri. Ia bertanggung jawab penuh atas sikap yang ditimbulkan oleh fikirannya sendiri. Manusia adalah rja dari fikirannya. Bukan lingkungan sekelilingannya. Namun lingkungan ikut serta dalam mempengaruhi cara berfikir. Apabila lingkungannya pahit, maka iapun menjadi pahit, selalu curiga, dan seringkali berprasangka negatif kepada orang lain. Prasangka negatif ini mengakibatkan orang menjadi bersikap defensif dan tertutup, karena beranggapan bahwa orang lain musuh berbahaya. Cenderung menahan informasi dan tidak mau bekerja sama. Baginya orang lain adalah musuh berbahaya. Padahal sebensrnya fikirannyalah musuh yang lebih berbahaya. Sebaliknya orang yang memiliki prinsip akan lebih mampu melindungi fikirannya. Ia mampu memilih respon positif di tengah lingkungan paling buruk sekalipun. Ia akan tetap berfikir positif dn selalu berprasangka baik orang lain. Ia mendorong dan menciptakan lingkungan untuk saling percaya, saling mendukung, bersikap terbuka dan kooperatif.20 2) Prinsip- prinsip hidup 20
Ibid, 16-17.
22
Beberapa dekade ini kita melihat berbagai prinsip hidup yang menghasilkan berbagai tindakan manusia yang begitu beragam. Prinsip hidup yang dianut dan diyakini itu telah menciptakan berbagai tipe pemikiran dengan tujuannya masing- masing. Setiap orang terbentuk sesuai dengan prinsip yang dianutnya. Hasilnya bisa dianggap hebat, mengerikan bahkan menyedihkan. Paham Peter Drucker dalam bukunya “ Manajement of objective”, ternyata hanya menghasilkan budak- budak materialis dibidang ekonomi, efisiensi dan teknologi, tetapi hatinya kekeingan dan tidak memiliki ketenteraman batin, tetapi menghasilkan manusiamanusia yang lari dari tanggung jawab ekonomi. Pemikiran Dale Charnagie yang sangat mementingkan arti sebuah penghargaan, begitu mempengaruhi jutaan orang di dunia dalam bertingkahlaku, namun masih belum menyentuh sisi terdalam dari inti pemikiran, dan hasilnya adalah mendewakan penghargaan. Prinsip- prinsip yang tidak fitrah pada umumnya akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriyah maupun kegagalan batiniyah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati atau
mengabaikan
hati
nurani,
terbukti
kesengsaraan atau bahkan kehancuran.21 3) Pengalaman 21
Ibid, 20-21.
hanya
mengakibatkan
23
Pengalaman- pengalaman hidup, kejadian- kejadian yang dialami juga sangat berperan dalam menciptakn pemikiran seseorang, sehingga membentuk suatu paradigma yang melekat dalam fikirannya. Seingkali paradigma itu dijadikan sebagai suatu kaca mata dan sebagai tolok ukur bagi dirinya sendiri atau untuk menilai lingkungannya. Hal ini jelas akan sangat merugikan dirinya sendiri atu bahkan orang lain. Inui akan sangat membatasi cakrawala berfikir, akibatnya ia akan melihat segala sesuatu dengn cara subyektif, ia akan menilai segalanya berdasarkan frame berfikirnya sendiri, atau melihat berdasarkan bayangan ciptaannya sendiri. Bukan melihat sesuatu secara riil dan obyektif. Ia akan menjadi produk dari fikirannya. Ia akan terkungkung oleh dirinya sendiri. Kadang ia tidak menyadari sama sekali bahwa alam fikirannya itu sudah terbelenggu. Prinsip yang benarlah yang akan melindungi diri dari pengaruh pengalaman hidup, bukan proaktif, karena proaktif barulah sebuah metode untuk melihat sesuatu secara berbeda. Melihat sesuatu secara proaktif tanpa dilandasi suatu prinsip yang benar hanya akan menjebloskan diri pada paradigma keliru lainnya, yang tidak kalah menyesatkan.22 4) Kepentingan Dan Prioritas
22
Ibid, 24-25.
24
Sebuah prinsip akan melahirkan kepentingan, dan kepentingan akan menentukn prioritas apa yang akan didahulukan. Orang yang berprinsip pada politik akan memikirkan sesuatu yang bisa langsung memberikan keuntungan secara politik. Mereka yang berprinsip pada penghargaan pribadi akan memiliki dan memprioritaskan sebuah keputusan yang akan mengangkat nama dirinya secara pribadi. Mereka yang berprinsip pada perkawanan, akan memprioritaskan sesuatu yang bisa melanggengkan persahabatan. Orang yang berprinsip pada persaingan antar teman, akan memorioritaskan sesuatu yang bisa menjatuhkan pesaingnya dan sekaligus bisa mengangkat dirinya. Orang yang berprinsip pada kemenangan kelompok akan mementingkan dan mendahulukan kemenangan team. Pada intinya kepentingan akan melahirkan prioritas. Dan orang yang bijaksana akan mengambil suatu keputusan yang mempertimbangkan semua aspek sebagai satu kesatuan Tauhid atau prinsip keEsaan. Seringkali suara hati turut berbicara memberikan informasi yang maha penting dalam menentukan sebuah prioritas. Tetapi seringkali suara hati itu diabaikan oleh kepentingan dan nafsu sesaat atau kepentingan untuk memperoleh kepentingan jangka pendek, yang justru
25
akan mengakibatkan kerugian jangka panjang. Bisikan suara hati akan mengendalikan prioritas.23 5) Sudut Pandang Seorang karyawan teladan disuatu perusahaan meninggal dunia. Karyawan teladan sebuah julukan yang menjadi idaman stiap pegawai. Menjadi terhormat dimata atasan, dimata perusahaan, dimata masyarakat dan dimata keluarga. Ia mengorbankan banyak hal untuk mendapatkan julukan tersebut. Ketika sakit ia menyembunyikan sakitnya, agar tidak terlihat oleh atasan dan teman kerjanya, ia terus bertahan hingga maut menjemput dirinya. Ia memandang julukan karyawan teladan dari satu sisi saja, yaitu sisi kehormatan dimata perusahaan. Tidak memandang sisi lainnya, ksehatan dirinya dan bahkan keselamatan dirinya. Ia tidak mencari kehormatan dimata Alloh yang maha adil dan bijaksana. Alloh selalu mempertimbangkan semua aspek dari segala sudut pandang, agar menghasilkan keputusan yang Esa ( terintegrasi ). Sang karyawan yang malang itu telah menjadi korban berhala kecilnya.24 6) Pengaruh Pembanding Paradigma penilaian didalam fikiran begitu mudah berubah, hanya dalam hitungan sepersekian detik saja. Betapa lingkungan dengan cepatnya menciptakan dan mengubah fikiran setiap saat. Akhirnya
23 24
Ibid, 27-28. Ibid, 36.
26
menjadi korban hasil bentukan lingkungan. Inilah yang harus dijaga, keteguhan fikiran dan prinsip sebagai tolok ukur, bukan lingkungan. Disinilah prinsip yang kuat harus dimiliki. Prinsip ini haruslah prinsip yang benar- benar teruji kehandalannya. Dengan demikian manusia akan menjadi sosok yang tidak saja pekerja keras dan berprestasi, mampu menilai sesuatu, mengambil keputusan secara objektif berdasarkan prinsip fitrah abadi, bukan karena pengaruh dan tuntutan lingkungan semata.25 7) Pengaruh Literatur Kebanyakan literatur yang pada umumnya dibaca begitu saja menekankan pentingnya skill pembentuk kepribadian sebagai penuntun kesuksesan. Bahwa keberhasilan seseorang banyk ditentukan oleh teknik luar. Seperti teknik membuat orang lain senang dengan cara memberi senyuman; orientasi pada minat orang lain; pura- pura mendengar pada saat orang lain bicara; sering menyebut dan mengingat nama orang lain, dan masih banyak lagi. Pada prinsipnya itu semua hanya sebatas teori yang menyentuh permukaan yang tidak mampu menerobos keakarnya, hanya sebatas kulit dan cenderung basa- basi. Akibatnya, menghasilkan orang yang berprinsip pada penghargaan semata namun pada saat kehilangan penghargaan itu, menjadi rapuh.26
25 26
Ibid, 36. Ibid, 40.
27
d. Hasil Akhir Zero Mind Process Ketujuh belenggu di atas, yakni prasangka, prinsip, pengalaman, prioritas dan kepentingan, sudut pandang, pembanding, dan literaturliteratur merupakan hal yang sangat mempengaruhi cara berfikir seseorang, oleh karena itu kemampuan melihat sesuatu secara jernih dan obyektif harus didahulukan
oleh
kemampuan
mengenali
faktor
–
faktor
yang
mempengaruhinya itu caranya adalah dengan mengembalikan manusia kepada fitrah hatinya (God Spot). Sehingga manusia akan mampu melihat dengan mata hati, mampu melihat dengan tepat, memprioritaskan dengan benar. Dari cara melihat yang obyektif ini maka keputusan yang diambil akan benar dan dengan cara yang adil dan bijaksana sesuai dengan fitrah dan suara hati. 27 Ketika manusia mengalami proses ZMP (Zero Mind Process) maka semua belenggu kesombongan, kepentingan, prasangka, dan pradigma mengalami proses pelunturan, dan yang kemudian muncul adalah sebuah kepasrahan spiritual. Dan ketika kepasrahan itu muncul kepermukaan, maka alam bawah sadar akan melahirkan kembali potensi spiritual yang selama ini terpendam dan tertutupi oleh belenggu.28 Dan hasil dari Zero Mind Process ini juga akan memunculkan kemerdekaan berfikir. Sehingga akan menghasilkan sesuatu yang baru, dan karya – karya yang baru.
27 28
Ibid, 46. Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, 128.
28
BAB II KONSEP KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL MENURUT ARY GINANJAR AGUSTIAN
A. Biografi Ary Ginanjar Agustian Ary Ginanjar Agustian (Pak Ary) adalah seorang pengusaha muda sekaligus praktisi sejati yang terjun langsung ke kancah persaingan dunia usaha. Ia mulai usahanya dari bawah. Ia adalah tipikal pengusaha muslim yang pemikirannya sangat kritis. Didadanya bergolak rasa keingintahuan yang tinggi akan hal-hal baru. Kemampuannya dalam bidang pelatihan sumber daya manusia telah teruji dalam berbagai seminar dimana ia tampil sebagai pembicara utamanya. Ia bukanlah jebolan pesantren ataupun seorang psikolog, namun 2 (dua) bidang itu dipelajarinya dengan mandiri, didukung dengan semangat belajarnya yang tinggi dan sifat tawadlu’nya terhadap ilmu pengetahuan. Pernah menjadi pengajar tetap di Politeknik Universitas Udayana, Jimbaran Bali, selama lima tahun. Kuliah di Universitas Udayana Bali dan di Tafe College, Adelaide, South Australia, dan juga STP Bandung. Mendalami bidang keagamaan melalui metode “Kemerdekaan berfikir” selama sepuluh tahun atas tuntunan KH. Habib Adnan, ketua Majlis Ulama Bali pada saat itu. Kini, ia yang lahir pada 24 Maret 1965 adalah presiden direktur PT. Arga Wijaya Persada dan komisaris utama PT. Arsa Dwi Nirmala yang berkedudukan di Jakarta. Ia juga sebagai vice presiden di JPC (Jakarta profesional chapter) pada junior chamber international. Di HIPMI
29
Jaya (Himpunan pengusaha muda Indonesia) ia adalah ketua kompartemen Diklat dan Litbang. B. Konsep Kecerdasan Emosional Dan Spiritual Menurut Ary Ginanjar Agustian. 2. Zero Mind Process ( Penjernihan Emosi ) Zero Mind Process yaitu sebuah proses yang bertujuan untuk membersihkan hati dari belenggu yang menutupinya, seperti persepsi dan paradigma.
29
Juga diartikan sebagai langkah pengenalan hama dan
pembersihan God Spot, atau pembentukan hati dan pikiran yang jernih dan suci. Emosi yang jernih akan siap untuk menghadapi berbagai rintangan karena mampu bersikap positif dan akan tanggap terhadap suatu peluang serta bias menerima pemikiran baru tanpa dipengaruhi dogma yang membelenggu. Merdeka dalam berfikir, dan hasilnya akan tercipta pribadi- pribadi yang kreatif, berwawasan luas, terbuka atau fleksibel, mampu berfikir jernih, dan God Spot akan kembali bercahaya.30 a. Kekuatan Prinsip. Lingkungan bisa berubah – ubah dalam hitungan detik tanpa bisa diduga. Namun prinsip adalah abadi. Prinsip tidak berubah. Disanalah terletak pusat rasa aman yang hakiki. Rasa aman yang tercipta dari 29
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power (Jakarta: Arga,
2003), 28. 30
Ary Ginanjar Agustian, Emotional Spiritual Quotient (Jakarta: Arga, 2001), 47.
30
dalam, bukan dari luar. Prinsip yang benar bukanlah sekedar sikap proaktif yang selama ini dikenal di barat, yaitu melihat dan berespon dengan cara yang berbeda tanpa prinsip dasar yang jelas. Prinsip dasar adalah suatu kesadaran fitrah, berpegang kepada pencita yang abadi. Prinsip yang Esa, Laa Ilaaha Illallah. Kemampuan
untuk
mengendalikan
sukma
ketika
suatu
permasalahan terjadi atas diri kita ( proaktif ) adalah sangat sulit dilakukan tanpa adanya kekuatan prinsip yang bisa dipegang teguh. Kemampuan untuk mengendalikan sukma melalui prinsip Allah yang Esa dinamakan kekuatan prinsip. Kekuatan prinsip selanjutnya akan menentukan tindakan apa yang akan diambil, jalan yang fitrah atau jalan non fitrah. Jalan non fitrah cenderung
menyesatkan
dan
merugikan.
Sedangkan
jalan
fitrah
membimbing kearah tindakan yang positif. Jalan fitrah adalah suatu tindakan yang dibimbing oleh suara hati. Suara hati ini berasal dari God Spot. Ini sesuai dengan pendapat Jalaludin Rumi, Danah Zohar, Ian marshal, VS. Ramachandran, atau hasil riset syaraf Austria, Wolf Singer. Mereka pakar dibidang SQ.31 b. Anggukan Universal. Luangkan waktu sejenak untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan dibawah ini dengan suara hati: 31
Ibid, 7.
31
1) Anda sedang makan di pinggir jalan, tiba-tiba ada seorang anak kecil berusia lima tahun berdiri tepat di depan anda, menatap makanan yang anda pegang dengan penuh harap, suara hati apa yang muncul pada saat itu? 2) Bayangkan pada saat anda sedang berjalan sendiri ditengah taman di suatu kota. Melihat sebuah keluarga, yang terdiri dari ayah, Ibu, dan dua orang anak yang masih kecil dan lucu sedang bercengkerama. Suara hati apa yang muncul pada saat itu? 3) Coba bayangkan situasi ini! Salah seorang teman sekantor anda dikirim oleh perusahaan untuk training manajemen selama dua minggu. Sementara anda sendiri tidak dipilih. Apa yang anda rasakan? 4) Kemudian setelah satu minggu, dia pulang kembali ke kantor dengan wajah berseri-seri, dengan menunjukkan sertifikatnya kepada anda. Suara hati apa yang timbul? 5) Anda berada di suatu ruangan yang bersih dengan lantai marmer berkilat. Tiba-tiba anda melihat sebuah kertas kotor di dekat kaki anda. Suara hati apa yang anda rasakan? 6) Kemudian ada seorang yang membuang puntung rokok seenaknya di sana. Suara hati apa yang timbul di hati anda? 7) Didalam suatu perjalanan, anda melihat seorang pemuda sedang berusaha menjambret tas seorang wanita tua. Perasaan apa yang muncul saat itu?
32
8) Namun ketika anda sadari bahwa penjambret tersebut membawa sepucuk pistol. Apa yang anda rasakan? 9) Anda berada di tengah kebun yang hijau tiba-tiba melihat sekuntum bunga berwarna merah, jingga dan ungu. Apa yang anda rasakan? 10) Tiba-tiba ada seorang pemuda yang memetik bunga itu dengan kasar. Apa yang anda rasakan? Pertanyaan- pertanyaan di atas sebenarnya adalah satu materi dalam sebuah perlombaan pidato internasional, yang pernah diadakan di Bali tahun 1999. Saat itu para juri internasional dan peserta terlihat mengangguk-angguk tanpa sadar. Begitu pula jawaban-jawaban yang dirasakan itu akan sama di seluruh dunia. Apakah seorang kaya, miskin, ras apa saja, agama apa saja, berbagai suku apapun namanya, akan merasakan suara hati yang sama, apabila dalam kondisi fitrah. Itulah makna dan bukti pngakuan manusia, sesuai dengan perjanjian jiwa antara manusia dengan Tuhan, sebelum manusia dilahirkan. Ketika itu jiwa manusia menjawab dan mengakui “betul engkau Tuhan kami”, jiwa manusia itu mengangguk. Inilah Anggukan Universal.32 c. Faktor Yang Menutupi Fitrah Adakalanya suara hati itu tertutup, buta. Manusia sering mengabaikan pengakuan ini, yang justru mengakibatkan dirinya 32
Ibid, 9-10.
33
terjerumus kedalam kejahatan, kecurangan, kekerasan, kerusakan, kehancuran (non fitrah ) dan lain hal yang pada akhirnya mengakibatkan kegagalan, atau tidak efektif, serta tidak maksimalnya suatu usaha. Ada tujuh faktor yang menutupi fitrah (God Spot), yang tanpa disadari membuat manusia menjadi buta. Ini mengakibatkan dirinya memiliki kecerdasan hati yang rendah, serta tidak memiliki radar hati sebagai pembimbing. Suara hati sebagai pemberi informasi. Tujuh faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Prasangka Tindakan seseorang sangat bergantung dengan alam fikirannya masing-masing. Setiap orang diberi kebebasan untuk memilih responnya sendiri-sendiri. Ia bertanggung jawab penuh atas sikap yang ditimbulkan oleh fikirannya sendiri. Manusia adalah raja dari fikirannya. Bukan lingkungan sekelilingannya. Namun lingkungan ikut serta dalam mempengaruhi cara berfikir. Apabila lingkungannya pahit, maka iapun menjadi pahit, selalu curiga, dan seringkali berprasangka negatif kepada orang lain. Prasangka negatif ini mengakibatkan orang menjadi bersikap defensif dan tertutup, karena beranggapan bahwa orang lain musuh berbahaya. Cenderung menahan informasi dan tidak mau bekerja sama. Baginya orang lain adalah musuh berbahaya. Padahal sebensrnya fikirannyalah musuh yang lebih berbahaya. Sebaliknya orang yang memiliki prinsip akan lebih mampu
34
melindungi fikirannya. Ia mampu memilih respon positif di tengah lingkungan paling buruk sekalipun. Ia akan tetap berfikir positif dan selalu berprasangka baik orang lain. Ia mendorong dan menciptakan lingkungan untuk saling percaya, saling mendukung, bersikap terbuka dan kooperatif.33 2) Prinsip-prinsip hidup Beberapa dekade ini kita melihat berbagai prinsip hidup yang menghasilkan berbagai tindakan manusia yang begitu beragam. Prinsip hidup yang dianut dan diyakini itu telah menciptakan berbagai tipe pemikiran dengan tujuannya masing-masing. Setiap orang terbentuk sesuai dengan prinsip yang dianutnya. Hasilnya bisa dianggap hebat, mengerikan bahkan menyedihkan. Paham Peter Drucker dalam bukunya “ Manajement of objective”, ternyata hanya menghasilkan budak-budak materialis di bidang ekonomi, efisiensi dan teknologi, tetapi hatinya kekeingan dan tidak memiliki ketenteraman batin, tetapi menghasilkan manusiamanusia yang lari dari tanggung jawab ekonomi. Pemikiran Dale Charnagie yang sangat mementingkan arti sebuah penghargaan, begitu mempengaruhi jutaan orang di dunia dalam bertingkahlaku, namun masih belum menyentuh sisi terdalam dari inti pemikiran, dan hasilnya adalah mendewakan penghargaan. 33
Ibid, 16-17.
35
Prinsip-prinsip yang tidak fitrah pada umumnya akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriyah maupun kegagalan batiniyah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati atau mengabaikan hati nurani, terbukti hanya mengakibatkan kesengsaraan atau bahkan kehancuran.34 3) Pengalaman Pengalaman-pengalaman hidup, kejadian-kejadian yang dialami juga sangat berperan dalam menciptakn pemikiran seseorang, sehingga membentuk suatu paradigma yang melekat dalam fikirannya. Seingkali paradigma itu dijadikan sebagai suatu kaca mata dan sebagai tolok ukur bagi dirinya sendiri atau untuk menilai lingkungannya. Hal ini jelas akan sangat merugikan dirinya sendiri atu bahkan orang lain. Ini akan sangat membatasi cakrawala berfikir, akibatnya ia akan melihat segala sesuatu dengn cara subyektif, ia akan menilai segalanya berdasarkan frame berfikirnya sendiri, atau melihat berdasarkan bayangan ciptaannya sendiri. Bukan melihat sesuatu secara riil dan obyektif. Ia akan menjadi produk dari fikirannya. Ia akan terkungkung oleh dirinya sendiri. Kadang ia tidak menyadari sama sekali bahwa alam fikirannya itu sudah terbelenggu. Prinsip yang benarlah yang akan melindungi diri dari pengaruh pengalaman hidup, bukan proaktif, karena proaktif barulah sebuah 34
Ibid, 20-21.
36
metode untuk melihat sesuatu secara berbeda. Melihat sesuatu secara proaktif tanpa dilandasi suatu prinsip yang benar hanya akan menjebloskan diri pada paradigma keliru lainnya, yang tidak kalah menyesatkan.35 4) Kepentingan dan Prioritas Sebuah prinsip akan melahirkan kepentingan, dan kepentingan akan menentukn prioritas apa yang akan didahulukan. Orang yang berprinsip pada politik akan memikirkan sesuatu yang bisa langsung memberikan keuntungan secara politik. Mereka yang berprinsip pada penghargaan pribadi akan memiliki dan memprioritaskan sebuah keputusan yang akan mengangkat nama dirinya secara pribadi. Mereka yang berprinsip pada perkawanan, akan memprioritaskan sesuatu yang bisa melanggengkan persahabatan. Orang yang berprinsip pada persaingan antar teman, akan memorioritaskan sesuatu yang bisa menjatuhkan pesaingnya dan sekaligus bisa mengangkat dirinya. Orang
yang
berprinsip
pada
kemenangan
kelompok
akan
mementingkan dan mendahulukan kemenangan team. Pada intinya kepentingan akan melahirkan prioritas dan orang yang bijaksana akan mengambil suatu keputusan yang mempertimbangkan semua aspek sebagai satu kesatuan Tauhid atau prinsip keEsaan.
35
Ibid, 24-25.
37
Seringkali suara hati turut berbicara memberikan informasi yang maha penting dalam menentukan sebuah prioritas. Tetapi seringkali suara hati itu diabaikan oleh kepentingan dan nafsu sesaat atau kepentingan untuk memperoleh kepentingan jangka pendek, yang justru akan mengakibatkan kerugian jangka panjang. Bisikan suara hati akan mengendalikan prioritas.36 5) Sudut Pandang Seorang karyawan teladan di suatu perusahaan meninggal dunia. Karyawan teladan sebuah julukan yang menjadi idaman setiap pegawai. Menjadi terhormat dimata atasan, di mata perusahaan, di mata masyarakat dan dimata keluarga. Ia mengorbankan banyak hal untuk mendapatkan julukan tersebut. Ketika sakit ia menyembunyikan sakitnya, agar tidak terlihat oleh atasan dan teman kerjanya, ia terus bertahan hingga maut menjemput dirinya. Ia memandang julukan karyawan teladan dari satu sisi saja, yaitu sisi kehormatan di mata perusahaan. Tidak memandang sisi lainnya, kesehatan dirinya dan bahkan keselamatan dirinya. Ia tidak mencari kehormatan dimata Alloh yang maha adil dan bijaksana. Allah selalu mempertimbangkan semua aspek dari segala sudut pandang, agar menghasilkan keputusan
36
Ibid, 27-28.
38
yang Esa (terintegrasi). Sang karyawan yang malang itu telah menjadi korban berhala kecilnya.37 6) Pengaruh Pembanding Paradigma penilaian didalam fikiran begitu mudah berubah, hanya dalam hitungan sepersekian detik saja. Betapa lingkungan dengan cepatnya menciptakan dan mengubah fikiran setiap saat. Akhirnya menjadi korban hasil bentukan lingkungan. Inilah yang harus dijaga, keteguhan fikiran dan prinsip sebagai tolok ukur, bukan lingkungan. Di sinilah prinsip yang kuat harus dimiliki. Prinsip ini haruslah prinsip yang benar-benar teruji kehandalannya. Dengan demikian manusia akan menjadi sosok yang tidak saja pekerja keras dan berprestasi, mampu menilai sesuatu, mengambil keputusan secara objektif berdasarkan prinsip fitrah abadi, bukan karena pengaruh dan tuntutan lingkungan semata.38 7) Pengaruh Literatur Kebanyakan literatur yang pada umumnya dibaca begitu saja menekankan
pentingnya
skill
pembentuk
kepribadian
sebagai
penuntun kesuksesan. Bahwa keberhasilan seseorang banyk ditentukan oleh teknik luar. Seperti teknik membuat orang lain senang dengan
37 38
Ibid, 36. Ibid, 36.
39
cara memberi senyuman, orientasi pada minat orang lain, pura-pura mendengar pada saat orang lain bicara, sering menyebut dan mengingat nama orang lain, dan masih banyak lagi. Pada prinsipnya itu semua hanya sebatas teori yang menyentuh permukaan yang tidak mampu menerobos keakarnya, hanya sebatas kulit dan cenderung basa-basi. Akibatnya, menghasilkan orang yang berprinsip pada penghargaan semata namun pada saat kehilangan penghargaan itu, menjadi rapuh.39 d.
Hasil Akhir Zero Mind Process Ketujuh belenggu di atas, yakni prasangka, prinsip, pengalaman, prioritas dan kepentingan, sudut pandang, pembanding, dan literaturliteratur merupakan hal yang sangat mempengaruhi cara berfikir seseorang, oleh karena itu kemampuan melihat sesuatu secara jernih dan obyektif harus didahulukan oleh kemampuan mengenali faktor-faktor yang mempengaruhinya itu caranya adalah dengan mengembalikan manusia kepada fitrah hatinya (God Spot), sehingga manusia akan mampu melihat dengan mata hati, mampu melihat dengan tepat, memprioritaskan dengan benar. Dari cara melihat yang obyektif ini maka keputusan yang diambil akan benar dan dengan cara yang adil dan bijaksana sesuai dengan fitrah dan suara hati. 40
39 40
Ibid, 40. Ibid, 46.
40
Ketika manusia mengalami proses ZMP (Zero Mind Process) maka semua belenggu kesombongan, kepentingan, prasangka, dan pradigma mengalami proses pelunturan, dan yang kemudian muncul adalah sebuah kepasrahan spiritual, dan ketika kepasrahan itu muncul kepermukaan, maka alam bawah sadar akan melahirkan kembali potensi spiritual yang selama ini terpendam dan tertutupi oleh belenggu.41 Hasil dari Zero Mind Process ini juga akan memunculkan kemerdekaan berfikir, sehingga akan menghasilkan sesuatu yang baru, dan karya-karya yang baru. 3. Mental Building (Membangun Mental) Hasil dari ZMP (Zero Mind Process), maka hati akan menjadi jernih. Kemudian hati yang jernih itu akan diisi dan dibangun melalui enam prinsip yang didasarkan atas rukun iman, yang meliputi: membangun prinsip bintang sebagai pedoman pegangan hidup, prinsip malaikat, prinsip kepemimpinan, prinsip pembelajaran, prinsip masa depan, dan prinsip keteraturan. Setelah melalui pemahaman keenam prinsip ini, akan terbentuklah manusia yang memiliki suatu landasan yang kokoh, suatu pegangan yang pasti, berupa sebuah prnsip yang kuat dan tidak akan berubah meskipun menghadapi berbagai rintangan dan permasalahan yang sangat berat sekalipun, prinsip ini akan abadi selamanya. Inilah sumber kebahagiaan dan ketentraman dalam hidup, dan pintu gerbang menuju suatu keberhasilan baik lahir maupun batin. Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk mengendalikan emosi manusia agar selalu dalam kondisi stabil, karena kecerdasan spiritual (SQ) di dalamnya 41
Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, 128.
41
hanya bisa bekeja ketika emosi dalam keadaan stabil.42 Keenam azas atau prinsip ini juga berfungsi untuk melindungi fitrah (God Spot), menjaga agar fitrah dipusat tetap utuh terpelihara. Karakteristik dari keenam azas ini adalah sesuai dengan sifat dasar manusia (Human Nature) yang sejalan dengan kehendak hati nurani, kehendak alam, sebagai cerminan dari kehendak Allah Yang Maha Kuasa. Enam azas ini adalah metode ringkas untuk membangun mental hanif, sehingga seseorang akan mampu mendengar bisikan suara hati Ilahiah sebagai bimbingan dari Sang Maha Sempurna.43 a. Star Principle (Prinsip Bintang) Jika dibandingkan dengan literatur-literatur barat yang menjelaskan tentang kecerdasan emosi, maka dapat diketahui dan dirasakan bahwa suara hati itu adalah dorongan dari sifat-sifat Allah yang terdapat dalam al-Qur’an atau disebut dengan Asma’ul Husna (99 nama baik bagi Allah). Sifat-sifat Allah ini merupakan sumber dari segala suara hati manusia. Sifat-sifat inilah yang sering muncul sebagai suatu dorongan yang dirasakan diberbagai situasi berbeda. Bisa berupa larangan, peringatan, atau sebaliknya, sebuah keinginan, bahkan juga bimbingan. Seringkali dapat berupa penyesalan apabila dorongan itu diabaikan. 1). Bijaksana Untuk memahami suara hati, perlu disadari secara sungguhsungguh, bahwa semua sifat-sifat itu dirancang melalui satu kesatuan tauhid yang tidak dapat berdiri sendiri secara terpisah, namun bersifat esa atau satu. Semua dilakaksanakan dengan seimbang, itulah pencerminan dari Allah sang Maha Bijaksana. Sifat Allah Yang Maha Bijaksana, pemahamannya haruslah melalui suatu mekanisme berfikir dan pelatihan yang terarah melalui rukun Iman dan rukun Islam. Tidak bisa pula hanya difahami melalui otak atau sarana logis, tetapi harus melalui pencernaan hati yang suci bersih.
42 43
Ibid, 29. Ary Ginanjar, 66.
42
Pada hakikatnya segala keputusan yang akan diambil, jika dilandasi oleh dan karena Allah, maka aka menemukan sebuah kebijaksana mulia dengan penuh percaya diri. 2). Integritas. Orang yang bertindak atau bekerja dengan dilandasi kesetiaan, rela berkorban, militan dan heroik akan membuat orang yang memusuhinya gentar. Mereka bekerja sungguh-sungguh layaknya mengerjakan tugas suci. Mereka telah bekerja dengan hatinya. Inilah sebuah integritas, bekerja secara total, sepenuh hati dan dengan semangat tinggi berapi-api. Orang yang terdorong kebutuhan untuk meraih prestasi selalu mencari jalan untuk menemukan sukses. 3). Rasa Aman Di masyarakat begitu nampak kesenjangan sosialnya. Banyak orang yang melebihi seseorang dengan yang lainnya. Baik dari segi kasta, simbol, penghormatan, jabatan dan tingkat sosial. Hal ini sering menjadikan sebagian orang menjadi rendah diri, bahkan kehilangan kepercayaan diri. Tidak ada sebuah pegangan yang mampu memberikan kekuatan diri sejati, tidak ada satupun pedoman atau pegangan yang dapat menandingi keyakinan akan Allah Yang Agung, yang dengannya seseorang mampu membangun kepercayaan diri yang mumpuni. Berprinsip pada sesuatu yang abadi adalah jawaban semua permasalahan di atas. Konsep ini didukung oleh Stephen R. Covey: “ rasa aman itu berasal dari pengetahuan bahwa, prinsip itu berbeda dengan pusat-pusat lain yang didasari pada orang atau sesuatu yang selalu dan seketika berubah, prinsip yang benar tidaklah berubah.”44
4). Kepercayaan Diri Seorang muslim yang mengetahui makna Taukid niscaya akan sangat bangga dan percaya diri menjadikan Islam sebagai agamanya. Kandungan pengertian dari “kalimah thayibah” (laa Ilaaha Illallah) merupakan proklamasi kemerdekaan martabat kemanusiaan yang nilainya jauh melebihi Declaration of Human Right yang diagungkan negeri barat. 5). Motivasi Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang sempurna dan mulia. Di dalam diri semua manusia sudah memiliki sifat ingin selalu indah dan mulia. Itulah jiwa yang diberikan Allah, yang menjadi modal dasar keberhasilan. Dari situlah akan menghasilkan sebuah 44
Ibid,
43
kekuatan dan motivasi yang maha dahsyat. Keberhasilan tidak memerlukan kecerdasan yang luar biasa, tapi keberhasilan ditentukan oleh ukuran dari keyakinan untuk meraih kemenangan. Singkatnya bahwa prinsip bintang ini akan menghasilkan manusia yang memiliki rasa aman, intrisik, kepercayaan diri yang tinggi, interegritas yang kuat, bersikap bijaksana, dan memiliki tingkat motivasi tinggi yang semuanya dilandasi dan dibangun karena iman kepada Allah swt. b. Angel Principle (Prinsip Malaikat) Malaikat adalah makhluk mulia mereka sangat dipercaya oleh Tuhan untuk menjalankan segala perintah-Nya. Semua pekerjaan dilakukan sebaik-baiknya. Prinsipnya tunggal, yaitu hanya berpegang pada Allah swt. Memiliki kesetiaan yang tiada tara dan bekerja tanpa kenal lelah. Semua sistem yang berda di bawahya berjalan dengan sangat sempurna, tanpa cacat sedikitpun. Inilah intregritas yang sesungguhnya, suatu intregritas total yang telah menghasilkan suatu kepercayan yang maha tinggi. Kepercayaan yang diberikan langsung oleh Tuhan, dan malaikat secara sungguh-sungguh, mampu menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya., sehingga menjadi sesuatu kepercayaan yang abadi. Keteladanan yang bisa diambil dari sifat malaikat secara umum adalah, kepercayaan yang dimilikinya, loyalitas yang sangat mengagumkan.45 Angel Principle (Prinsip Malaikat) yaitu beriman dengan adanya malaikat, sehingga dengan keimanan yang benar kepada malaikat Allah, maka akan terbentuklah seseorang yang memiliki tingkat loyalitas tinggi, komitmen yang kuat, memiliki kebiasaan untuk mengawali dan memberi, suka menolong dan memiliki sikap saling percaya.
c. Leadership Principle (Prinsip Kepemimpinan) Ribuan orang mengharap dirinya untuk menjadi seorang pemimpin. Mereka tidak pernah merasa bahwa sebenarnya dirinya adalah seorang pemimpin. Ketidaksadaran inilah yang mengakibatkan orang tidak mau mengembangkan ilmu kepemimpinannya, ditambah slogan-slogan seperti, “ saya ini rakyat kecil.” Tidak ada istilah orang kecil, semua sama di mata Tuhan, sebagai seorang khalifah di muka bumi.46 Nabi Muhammad dengan keteladananya yang sangat baik yaitu hak setiap orang masing-masing ditunaikan, perhatiannya kepada kaum lemah, mengantarkan beliau menjadi seorang peserta yang dicintai. Dengan prinsipnya yang kokoh, beliau mendapat julukan al-Amin (dapat 45 46
Ibid , Ibid,
44
dipercaya). Rasulullah juga sering memberikan nasehat, petunjuk, kepada para sahabatnya untuk membimbing mereka guna mencapai kebahagiaan. Beliau juga seorang pemimpin yang berkepribadiaan terbukti mampu mendahulukan dan mendukung pendapat salah seorang sahabat di muka para sahabat lainnya. Rasulullah adalah pemimpin sejati. Karena berhasil memimpin dunia dengan suara hatinya, dan diikuti pula oleh suara hati pengikutnya. Bukan hanya pemimpin manusia tetapi pemimpin segenap hati manusia. Inilah pemimpin yang abadi. Dengan beriman kepada Nabi dan Rasul (Leader Principle), akan terwujudlah sosok pemimpin yang sejati yaitu seseorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian pada orang lain, sehingga ia dicintai, memiliki integritas yang kuat sehingga dipercaya, selalu membimbing dan mengajari pengikutnya, memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten serta memimpin berlandaskan suara hati fitrah. d. Learning Principle (Prinsip Pembelajaran) Ayat yang pertama kali turun kepada Rasulullah adalah Iqra’ (bacalah). Ini mengandung arti bahwa Allah menghendaki Beliau bersama umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut “ Bismi rabbika”, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Perintah untuk membaca adalah langsung diturunkan oleh Tuhan. Membaca adalah awal mulanya suatu ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan keberhasilan manusia. Manusia tidak hanya diminta untuk membaca alam fisika saja, tetapi juga tentang manusia, dan hubungan sosialnya, bahkan tentang Tuhan sekalipun. Namun setelah membaca, manusia harus senantiasa berfikir, dan kembali serta menyadari semua itu sebagai ciptaan Tuhan. Dengan berfikir maka manusia mengetahui kekurangan yang ada. Kemudian mengevaluasi diri, mengambil tindakan untuk menuju suatu kesempurnaan. Pada akhirnya akan menuai keberhasilan. Al-Qur’an memberikan langkah–langkah untuk suatu penyempurnaan, pembangunan hati dan pikiran serta terus menerus (kaizen) beserta langkah-langkah pelatihannya, baik mental maupun pikiran bahkan secara fisik. Pada dasarnya, isi al-Qur’an adalah tuntutan pembangunan alam pikiran atau yang dinamakan Iman. Petunjuk pelaksanaanya disebut Islam. Dan langkah penyempurnaanya adalah Ihsan. 47 Hasil dari Learning Principle (Prinsip Pembelajaran) atau beriman kepada kitab-kitab Allah, maka akan terwujud insane yang memiliki kebiasaan membaca buku dan situasi, selalu berfikir kritis dan mendalam, selalu mengevaluasi pemikirannya kembali, bersikap terbuka untuk menghadapi penyempurnaan, memiliki pedoman untuk belajar, yaitu berpegang hanya kepada Allah swt. 47
Ibid
45
e. Vision Principle (Prinsip Masa Depan) Pada prinsip kelima ini (vision principle), yaitu pembangunan visi, tahap pembentukannya akan sangat tergantung pada kualitas kecerdasan hati yang terbentuk pad tahap sebelumnya. Visi yang akan dibangun sulit untuk berjalan dengan baik, sekiranya star principle yang dianut sudah salah jalan sejak awal, maka pada angel principle tidak akan berhasil membangun suatu kepercayaan dan tidak akan berhasil menjadi pemimpin yang semestinya. Tidak ada yang ajaib di dalam meraih suatu keberhasilan, atau sebaliknya keterjerumusan dalam suatu kegagalan. Semua itu melalui proses. Visi tidak hanya berlaku untuk hal-hal yang berkaitan dengan harapan atau cita-cita jangka panjang saja, tetapi juga untuk hal-hal yang berkenaan dengan tindakan sehari-hari. Begitu banyak orang yang hanya berorientasi menyelesaikan pekerjaan semata-mata, bukan tujuan akhir. Hasilnya tidak akan efektif. Banyak orang yang sudah mencapai cita-cita atau mencapai puncak kesuksesan baik karier maupun materi, tetapi merasakan sesuatu yang hampa atau kosong. Umumnya, mereka baru menyadari bahwa mereka telah menaiki tangga yang salah, justru setelah mencapai puncak tertinggi anak tangga kariernya. Ternyata pada akhirnya, uang, harta, kehormatan, dan kedudukan bukanlah sesuatu yang mereka cari selama ini. Kiasan tersebut menggambarkan seorang manusia yang tidak mengetahui tujuan hidupnya secara jelas, mengapa ia harus terus bekerja sepanjang tahun secara terus-menerus. Ia pun tidak mengetahui pusat orbit yang dikelilingi sepanjang hidupnya. Kesadaran akan hari kemudian adalah pusat dari segala interegritas sekaligus pemenuhan akan dahaga batiniah. Suatu kesadaran bahwa segala tindakan dan hasilnya kelak dirancang untuk tidak berhenti hingga di dunia saja, tetapi juga hingga hari keadilan tiba. Kesadaran ini juga merupakan suatu alat kendali dan pengawasan yang bersumber dari dalam yang akan memberikan suatu sistem pengawasan melekat yang mandiri, agar manusia selalu berada di jalan terbaiknya, serta terhindar dari kesalahan yang dibuatnya. Kesadaran ini merupakan pusat rasa aman yang sesungguhnya, dimana setiap orang selalu menghadapi tekanan dari kondisi lingkungan yang terus berubah dengan cepat tanpa bisa dikendali. Pergunakanlah suatu metode historis untuk membuat suatu prediksi akan masa depan. Seperti layaknya sebuah proyeksi, data masa lalu dikumpulkan dan dianalisa kebenarannya berdasarkan data masa lalu dan kondisi saat ini. Kemudian, bandingkan kebenarannya dengan al-Qur’an, niscaya akan terkesima dengan kebenaran sejarah dan kondisi saat ini. Semua terbukti benar adanya. Maka hasil akhir dari vision principle adalah selalu berorientasi pada tujuan akhir dalam setiap langkah yang dibuat, melakukan setiap langkah
46
secara optimal dan sungguh-sungguh, memiliki kendali diri dan social, karena telah memiliki kesadaran akan adanya hari kemudian. Memiliki kepastian akan masa depan dan memiliki ketenangan batiniah yang tinggi, yang tercipta oleh keyakinanya akan adanya hari pembalasan. f. Well Organized Principle (Prinsip Keteraturan) Untuk menuju suatu keberhasilan maka visi (mental creation) harus lebih didahulukan dari pada manajemen. Manajemen adalah mengerjakan segalanya secara benar (do the things right), sedangkan kepemimpinan adalah mengerjakan hal-hal yang benar ( do the right things). Manajemen, melakukan efesiensi dalam menaiki tangga keberhasilan, kepemimpinan, menentukan apakah tangganya bersandar pada dinding yang benar. Sang pemimpin bagaikan seseorang yang memanjat pohon yang tertinggi, mempelajari seluruh isi situasinya, dan berseru : “ Hutan yang salah !” itulah bukti kebenaran urutan rukun iman kelima dan keenam, yang urutannya adalah prinsip masa depan terletak terlebih dahulu, baru disusul prinsip takdir atau prinsip keteraturan di belakangnya. Selama ini banyak orang yang memahami takdir secara sepotongsepotong dengan beranggapan bahwa keberhasilan atau kegagalan seseorang semata-mata takdir Tuhan. Itulah anggapan yang salah, sebenarnya sebelum mencapai suatu keberhasilan atau mengalami kegagalan ada suatu proses yang mesti dilalui satu persatu. Di mana setiap proses yang dilalui itu juga memiliki takdir atau ketetapan sendiri-sendiri. Itulah yang seharusnya dibaca, yaitu suatu takdir antara-takdir antara, sebelum mencapai takdir keberhasilan atau takdir kegagalan sesungguhnya.48 Sunatullah (ketetapan Allah) itu adalah suara-suara hati, dorongandorongan mendasar yang berasal dari sifat-sifat Allah (Asmaul Husna). Namun harus diingat bahwa setiap orang memiliki prioritas-prioritas yang berbeda untuk menetukan tindakan dan pemikiran seperti apa yang akan dilakukan. Setiap dorongan fitrah itu pastilah bersumber dari salah satu sifat Allah atau lebih, yang dipilih secara bebas oleh manusia. Di sanalah letak perbedaan-perbedaan manusia yang sesungguhnya, yaitu sebuah kepentingan. Umat manusia terus berlomba-lomba mencapai tujuan hidupnya masing-masing, didorong oleh suara hati ingin maju, ingin selalu mencipta, ingin selalu berkuasa, dan ingin selalu kaya serta terhormat. Dorongan-dorongan ciptaan Allah itulah yang membuat manusia terus bekerja siang dan malam, semua di dalam program Allah Yang Maha Pencipta. Begitu pula dorongan biologis manusia yang mendorong manusia untuk terus melakukan regenarasi. Kemudian generasi selanjutnya, melanjutkan pekerjaan generasi sebelumnya, dan begitulah 48
Ari Ginanjar, ESQ, 153 - 154
47
seterusnya, hingga dunia seharusnya menjadi lebih berkembang dan maju.49 Pemahaman bahwa setiap orang memiliki peran yang sangat besar dan memiliki konsenkuensi terhadap maju mundurnya suatu perusahaan, adalah suatu alasan yang kuat, logis dan mendasar, sehingga akan memberikan suatu legitimasi dan otoritas untuk membuat suatu tindakan yang tegas dalam rangka memelihara sistem perusahaan secara keseluruhan. Pemimpin tidak perlu ragu-ragu untuk bertindak dan berani mengatakan “tidak” dengan tegas dan pasti. Ketegasan harus pula didukung oleh kematangan empati, yaitu mempelajari sifat-sifat ke- Esa-an Allah swt, sebagai landasan. Karena Dia tidak hanya tegas, tetapi juga selalu bersikap rahman dan rahim, juga adil dan bijaksana. Pemimpin harus mampu melihat sisi-sisi lain secara menyeluruh dan befikir secara melingkar (komperehensif) dengan mengacu pada sifat-sifat Allah secara keseluruhan.50 Dorongan berlebihan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, dengan mengabaikan keseimbangan ketetapan Tuhan, terbukti hanay akan menghasilkan kegagalan bahkan suatu kehancuran. Dorongan untuk menjadi yang terbesar tanpa memperdulikan faktor yang lainnya (suara hati) akan mengakibatkan seluruh sistem terganggu. Maka hasil akhir dari Well Organized Principle (prinsip keteraturan) adalah terbentuknya manusia yang memiliki kesadaran, ketenangan dan keyakinan dalam berusaha, karena pengetahuan akan kepastian hokum alam dan hokum social. Sangat memahami akan arti penting sebuah proses yang harus dilalui. Selalu berorientasi pada pembetukan sistem (sinergi), dan selalu berupaya menjaga sistem 4. Personal Strength ( ketangguhan pribadi) Ketangguhan pribadi adalah ketika seseorang berada pada posisi atau dalam keadaan telah memiliki pegangan prinsip hidup yang kokoh dan jelas. Seseorang bisa dikatakan tangguh apabila ia telah memiliki prinsip yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan yang terus berubah dengan cepat. Seseorang boleh dikatakan tangguh apabila sudah merdeka dari berbagai belenggu yang bisa menyesatkan penglihata dan fikiran. Ia mampu untuk terus menjaga fikiran untuk tetap jernih dan dalam kondisi fitrah, sehingga segala kebijaksanaan yang dibuatnya terbebas dari paradigma yang menutup mata dan telinga dari kebenaran. Ia akan mampu menikmati hidup, meskipun orang lain melihat bahwa bahwa ia sedang dalam kesengsaraan menurut ukuran mata telanjang. Itulah ketangguhan pribadi yang dihasilkan apabila seseorang hanya berpegang kepada Allah Yang Esa, dan tidak ada Ilah lain baginya kecuali Allah swt yang menjadi gantungan hidup. Ia hanya 49 50
ibid, 160 ibid, 165
48
bisa menderita apabila Allah meninggalkannya, tetapi ia tau persis selama ia berpegang teguh pada syahadat (janjinya) kepada Allah maka Allah tidak akan pernah meninggalkannya. Ia pun tau dengan pasti bahwa pegangannya itu adalah Allah swt yang bersifat Maha Pengasih dan Penyayang terhadap dirinya. Laa mahbuba illa huwa Allah, tidak ada yang dicintai kecuali Dia Allah. Selanjutnya dalam pelaksanaanya ia memiliki tiga langkah sukses, pertama memiliki mission statement yang jelas yaitu “Dua Kalimat Syahadat”, kedua memiliki sebuah metode pembangunan karakter sekaligus simbol kehidupan yaitu “shalat lima waktu”, dan ketiga ia memiliki kemampuan pengendalian diri yang dilatih dan disimbolkan dengan “puasa”. Prinsip dan langkah ini teramat penting karena akan menghasilkan suatu kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) yang sangat tinggi (akhlakul karimah ).
i. Mission statement ( penetapan misi ) Begitu banyak cotoh-contoh penetapan misi ( mission statement ) yang dibuat manusi yang akhirnya berujung pada kehancuran. Seperi misi Nazi Jerman yang ingin menguasai seluruh daratan Eropa, misi Jepang yang ingin menguasai seluruh Benua Asia, atau misi Stelin dan Lenin yang berambisi mengkomuniskan Uni Soviet, semua berakhir dengan sangat menyedihkan, dan misi itu sekaligus telah menjerumuskan puluhan bahkan ratusan juta umat manusia kedalam jurang kesengsaraan. Penetapan misi saat ini umumnya dibentuk berdasarkan logika saja tetapi seringkali mengabaikan suara hati yang fitrah, akibatnya yang terjadi adalah suatu doktrin yang menghasilkan langkah-langkah yang sering tidak manusiawi, seperti Hitler contohnya , atau juga dajjal-dajjal kecil yang ada di Indonesia yang telah begitu menyengsarakan rakyat banyak. Meskipun akhirnya hukum keseimbangan alam milik Tuhan telah menghempaskan mereka kembali. Menurut Frankl dalam Ary Ginanjar bahwa; “ akhirnya manusia tidak perlu menanyakan apa makna dari hidupnya, tetapi ia harus sadar bahwa dialah yang ditanya. Singkatnya, tiap orang ditanyai oleh kehidupan; dan ia dapat menjawab kehidupan melalui kehidupannya sendiri; kepada kehidupan ia hanya dapat memberi respon dengan bertanggung jawab.” Inilah bukti ilniah modern saat ini akan kebenaran perintah Allah untuk mengucapkan mission statement, “dua kalimat syahadat “. Inilah misi kehidupan yang sesungguhnya. Misi ini kemudian diikrarkan dalam bentuk syahadat, sehingga membentuk sebuah tekad dan komitmen yang bulat, berupa perjanjian yang mengikat antara seorang manusia dengan Tuhannya. Inilah sumber kekuatan yang tak terperikan bagi orang yang beriman dan bertakwa. Ini
49
akan memunculkan suatu keberanian sekaligus keyakinan, optimisme dan ketenangan batin. Penetapan misi “ dua kalimat syahadat “ adalah suatu langkah pertama yang telah terbukti kebenarannya secara ilmiah dan secara langsung atau tidak langsung telah didukung oleh ilmuwan Barat, karena langkah ini merupakan suatu pembangunan wawasan dan persepsi tentang tujuan akhir atau visi. Syahadat adalah membangun persepsi tentang Tuhan Yang Maha Tinggi yang ditransformasikan melalui Muhammad saw sebagai seorang manusia biasa yang pernah hidup dipermukaan bumi ini. Dengan doktrin ‘ Laa ilaaha illallah ‘, Allah ingin memuliakan dan sekaligus membaskan manusia dari segala bentuk penghambaan serta keyakinin semu yang akan meruntuhkan martabat diri sebagai makhluk yang mulia. Mengambil ‘ilah’ atau sesembahan lain selain Allah seperti kehormatan diri, kepentingan, ataupun harta. Kesemuanya itu bersifat fana. Namun sebaliknya, apabila semuanya dilakukan berdasarkan pijakan ilah pada Allah, mka jawabannya sudah pasti yaitu melahirkan ketenanagan, kepercayaan diri, integritas, motivasi dan kebijaksanaan yang semuanya bersifat abadi dari Allah swt. Nabi Muhammad saw adalah seorang manusia biasa yang mampu dan berhasil meneraokanprinsip pemikiran 6 rukun iman dan 5 rukun Islam secara konsekuen dimuka bumi ini.hal ini terlihat dari integritas, komitmen, kepercayaan dirinya serta sikap kesehariannya dalam menjalanklan misi untuk mengubah kultur masyarakat dunia dan pada akhirnya ia menjadi searang pemimpin kelas satu dunia yang sangat disegani, dihormati dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan sejarah dunia sampai akhir jaman kelak. “ Aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah “, adalah suatu bentuk transformasi visi untuk membumikan sifat-sifat Allah yang serba mulia diatas permukaan bumi. Ini akan membantu manusia untuk bisa menterjemahka Asmaul Husna ini kedalamm keseharian manusia dalam menghadapi berbagai tantangan. Bahkan Rasulullah telah membeikan contoh-contoh secara nyata atas pelaksanaan sifat-sifat Allah yang telah diabadikan dalam al-Qur’an dan al-Hadits secara sangat nyata dan jelas. Ini diharapkan bisa membangkitkan keyakinan diri manusia bahwa Asmaul Husna dalam tingkatan dunia tidak mustahil dan memiliki kemampuan yang masuk akal untuk diaplikasikan, dengan cara mencontoh sikap dan tingkahlaku keseharian Rasulullah yang begitu sangat manusiawi. Pengakuan kepada Allah swt berupa pengucapan ikrar kalimat syahadat, secara umum meruopakan pernyataan pengakuan resmi atas keseluruhan prinsip (6 prinsip) dalam pembangunan mental yang berdasarkan atas rukun iman. Bersyahadat kepada Allah swt artinya
50
berjanji untuk patuh dan taat pada seluruh perintahnya dan menjahui segala larangannya. Jadi berikrar kepada Allah swt melalui syahadat, artinya adalah komitmen total untuk patuh dan taat pada seluruh isi rukun Iman danrukun Islam, sekaligus penjabaran dari isi perjanjian atau syahadat antara manusia dengan Allah Yang Maha Kuasa. Dengan demikian hasil dari penetapan misi adalah bahwa syahadat akan membangun suatu keyaknan dalam berusaha, menciptakan suatu daya dorong dalam upaya mencapai tujuan, membangkitkan suatu keberanian dan optimisme, sekaligus menciptakan ketenangan batiniah dalam menjalankan misi hidup. b. Character Building ( Pembangunan Karaktrer ) Manusia perlu mengistirahatkan pikirannya. Relaksasi sejenak dengan melakukan shalat, untuk mendengarkan lagi suara-suara hati yang acapkali memberikan bisikan- bisikan ilahiyah, sehingga akan menjadi peka kembali. Tetapi sebaliknya, jarang sekali manusia mau menyediakan sedikit waktu untuk memberikan kesempatan itu, dan akibatnya hati menjadi tuli, dan tidak mampu lagi bekerja dengan hati dan pikiran yang jernih. Umunya kalau emosi sudah mencapai titik maksimal atau ketika sudah meledak mencapai titik jenuh, barulah manusia menyadari kesalahan tersebut dengan sebuah penyesalan. Keesokan harinya kesalahan untuk tidak memberikan ruang relaksasi itu akan kembali diulanginya lagi. Banyak orang bingung dengan perasaannya sendiri, dan tidak mengenal lagi siapa dirinya, bagi dirinya lingkungan luar lebih jelas dibandingkan dirinya sendiri. Ia tidak mampu lagi memahami wawasan batiniah didalam dirinya sendiri. Akhirnya ia menjadi buta dan tuli. Ia tidak mampu lagi menjabarkan kawasan batinnya sendiri, akibatnya ia hanya dikemudikan oleh logika dan insting hewaninya saja (penyakit aleksitimea). Melalui shalat, maka kesadaran diri tentang kawasan batin tersebut akan bisa dibangkitkan kembali, sehingga ia mampu mengenal kembali siapa dirinya dan bagaimana suara hatinya. Radar batinnya akan dibangkitkan kembali, dan ia kembali menjadi peka, hatinya kembali terbuka, dan yang terpenting ia akan memiliki suatu pegangan hidup, yang akan menimbulkan rasa tentram di hatinya, sehingga ia terlindung dari pengaruh lingkungan luar. Shalat merupakan suatu kekuatan afirmasi atau penegasan kembali yang dapat membantu seseorang untuk lebih menyelaraskan nilai-nilai keimanan dengan realitas kehidupan. Menurut Covey, bahwa afirmasi memiliki lima dasar yaitu: pribadi, positif, masa sekarang, visual dan emosi. Shalat berisi tentang pokok- pokok pikiran dan bacaan suara hati itu sendiri. Contoh, ucapan “ Maha Suci Allah, Maha Besar Allah, Maha Tinggi Allah, Maha Mendengar Allah, dan Maha Pengasih dan Penyayang.” Ini akan menjadi suatu “ reinforcement” atau penguatan
51
kembali akan pentingnya suara-suara hati mulia itu yang sesungguhnya jua telah dimiliki di dalam setiap dada manusia, sehingga sumber-sumber ESQ itu akan hidup untuk mencerdaskan emosi dan spiritual, sekaligus kepekaan jiwa. Suatu kegiatan fisik akan lebih mudah diingat, dibandingkan dengan hanya kegiatan pikiran, apalagi kegiatan fisik itu dilakukan secara berulang-ulang, maka hal ini akan menciptakan suatu pengalaman yang nyaris tak terlupakan. Ketika secara fisik seorang melakukan ruku’ atau sujud maka kegiatan itu akan membekas pada ingatan. Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang akan menciptakan suatu kebiasaan, dan kebiasaan rutin itu akan menghasilkan suatu pengalaman yang berujung pada pembentukan karakter. Sujud adalah meletakkan kening diatas lantai. Ini merupakan pengakuan yang tidak hanya dilakukan secara pikiran tetapi juga dilaksanakan secara fisik, bahwa kita hanya menyembah kepada Allah swt dan tidak ada yang lain yang patut disembah. Shalat adalah asalah satu cara untuk menampung dorongan tersebut di atas sehingga manusia akan memperoleh suatu keseimbangan antara pemikiran dan alam nyata, shalat juga merupakan suatu mekanisme yang bisa menambah energi baru yang terakumulasi sehingga menjadi suatu kumpulan dorongan-dorongan dahsyat untuk segera, berkarya (beribadah) dan mengaplikasikan pemikirannya kedalam realita. Energi ini akan berubah menjadim suatu perjuangan nyata dalam menjalankan misi sebagai rahmatan lil ‘alamin. Shalat akan menghasilkan suatu sumber daya manusia yang diilhami “Cahaya Tuhan” yang akan turut berperan untuk menerangi bumi. c. Self Controlling (Pengendalian diri) Tujuan akhir dari pengendalian diri yang dilatih dan dilambangkan dengan puasa sebenarnya adalah mencapai sebuah keberhasilan, bukan merupakan sebuah pelarian diri dari kenyataan hidup di dunia yang seharusnya dihadapi. Selama ini, begitu banyak orang yang menganggap bahwa puasa adalah “menihilkan” dunia nyata, yang akhirnya menghasilkan orang–orang yang mengabaikan realitas kehidupan atau lari dari tanggung jawab pribadi dan tnaggung jawab sosialnya, tanpa melakukan suatu perjuangan sebagai rahmatan lil alamin, yaitu suatu tugas yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia sehingga ia dijuluki sebagai “khalifah” oleh Tuhan. Tujuan puasa yang sebenarnya adalah “menahan diri”, dalam arti yang sangat luas. Menahan diri dari belenggu nafsu duniawi yang berlebihan dan tidak terkendali, atau nafsu batiniah yang tidak seimbang. Di mana kesemuanya itu, apabila tidak diletakkan pada porsi yang benar akan mengakibatkan suatu ketidakseimbangan hidup yang akan berakhir pada kegagalan.
52
Puasa tanpa didahului dengan tujuan (niat), hanya akan menghasilkan kesia-siaan. Ia hanya menahan nafsu (makan dan minum) tanpa tujuan yang jelas, untuk apa puasa itu dilakukan. Puasa adalah Rukun Islam ke-tiga, artinya puasa harus didahului dengan syahadat kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian dilanjutkan dengan shalat, barulah melakukan ibadah puasa. Artinya harus memahami dahulu perintah Allah dan Rasul-Nya serta makna shalat, sebelum melakukan puasa. Salah satu tugas manusia di muka bumi adalah menjadi “khalifah” untuk menjalankan misi rahmatan lil alamin, dengan tetap berprinsip dan bersujud hanya kepada Allah Yang Maha Esa. Apabila seseorang sudah memahami makna hidup yang sesungguhny, yaitu menjalankan misi Tuhan, dan telah mendalami tujuan hidup berdasarkan al-Qur’an, maka niscaya manusia akan menyadari bahwa salah satu tujuan puasa adalah pembebasan diri dari belenggu, untuk menjaga dan memelihara fitrah dalam rangka memakmurkan bumi di jalan Allah. Salah satu manfaat puasa adalah sebagai sebuah bentuk pelatihan untuk mengendalikan suasana hati. Suasana hati bisa sangat berkuasa atas wawasan, pikiran dan tindakan seseorang. Bila sedang marah, kita paling mudah untuk mengingat hal-hal atau kejadian-kejadian yang memunculkan dendam. Diri kita berusaha untuk mencari obyek-obyek untuk melampiaskan kemarahan kita, mudah tersinggung dan mencari-cari alasan yang logis sebagai’pembenaran’ dan rasionalisasi penumpahan kebencian. Puasa adalah suatu pelatihan untuk menolak serta menyingkirkan pikiran jahat seperti ini, agar bisa tetap berfikir jernih dan bertindak secar positif dan produktif. Daniel Goleman seorang ahli dan peneliti tentang kecerdasan emosi pernah melakukan sebuah penelitian yang menggunakan anak-anak umur 4 tahun sebagai obyeknya. Mereka dihadapkan pada sebuah marshmallow di sebuah ruangan tertutup, anak boleh memakan marshamallow di tempat tetapi jika anak memakan marshmallow setelah ia kembali akan mendapatkan sepotong lagi. Empat belas tahum kemudian anak yang memakan marshmallow ditempat memiliki sifat lebih mudah tersinggung, tidak tahan menghadapi strees,dan lebih mudah berkelahi dibandingkan dengan anak yang memakan marshmallow setelah ia kembali. Kisah anak dan marshmallow mengandung pelajaran yang lebih mendalam tentang kerugian akibat ketidakmampuan mengendalikan emaosi. Bila kita berada di bawah kekuasaan impuls, agitasi, dan emosionalitas, kemampuan berfikir dan bekerja kemampuan kita merosot sekali. Uji marshmallow ini membuktikan pentingnya ibadah puasa yang diperintahkan oleh Tuhan melalui Nabi Muhammad yang kurang lebih seribu empat ratus tahun yang lalu dicetuskan, ketika ilmu psikologi dan
53
penelitian imiah sama sekali belum dikenal. Sungguh suatu mukzizat Rasulullah yang kini terbukti kebenarannya secar ilmiah, yaitu meningkatkan kecakapan emosi dan spiritual. Puasa tidak hanya berfungsi untuk menahan dan mengendalikan hawa nafsu seperti mkan dan minum atau nafsu amarah saja, tetapi juga pengendalian pikiran dan hati agar tetap berada pada jalur yang telah “digariskan” di dalam prinsip berpikir berdasarkan Rukun Iman. Disinilah sesungguhnya letak keuggulan puasa yang tertinggi, yaitu pengndalian diri agar selalu berada pada jalur fitrah, supaya selalu memiliki tingkat kecerdasan emosi yang tinggi. 5. Social Strenght ( Ketangguhan Sosial ) Zakat adalah suatu bentuk “pertahanan aktif” dari dalam keluar. Prinsip zakat adalah “memberi”. Memberi kepada lingkungan social adalah salah satu modal awal untuk membentuk suatu sinergi dalam rangka membagun “ketangguhan social”. Zakat adalah bentuk pelatihan dan aplikasi konkrit dari “prinsip dan keseimbangan Bismillah”. Prinsip ‘memberi’, atau mendahulukan untuk memberi, akan menghasilkan suatu peningkatan produktifitas secara luar biasa. Jadi zakat adalah suatu upaya untuk memanggil dan mengangkat kepermukaan, suara-suara hati untuk memberi, untuk menjadi dermawan, dan untuk memberi rezeki kepada orang lain. Ini adalah bukti ilmiah psikologis yang berfungsi tidak hanya untuk memberikan keseimbangan batiniah tetapi juga untuk mencerdskan ESQ. Perintah zakat telah diberikan oleh Rasulullah kurang lebih 1400 tahun yang silam, sebelum adanya penelitian tentang EQ. Zakat pada prinsipnya adalah memelihara lingkungan social dengan prinsip ‘memberi’ sehingga tercipta suatu sinergi. Sinergi, adalah kerja sama antara seseorang atau sekelompok orang, dengan orang lain, atau dengan kelompok lainnya dengan menghargai berbagai perbedaan yang ada. Keinginan untuk berkelomok atau bersinergi sebenarnya juga adalah merupakan suatu dorongan suara hati nurani manusia yang juga merupakan suatu kebutuhan. Manusia selalu berusaha membentuk kelompoknya masingmasing melalui berbagai organisasi atau perkumpulan. a. Strategi Collaboration (sinergi) “Use all resources” (pergunakan semua sumber daya) adalah suatu tekhnik dasar untuk melakukan sinergi dalam rangka mencapai suatu tujuan secara efektif. Lingkungan social adalah sebuah sumber daya yang penting untuk mendukung sebuah keberhasilan. Di dalam hubungan sosial, begitu banyak permasalahan yang dihadapi oleh orang lain disekitar kita, di mana kita bisa melakukan berbagai hal untuk mengisi kekosongan mereka melalui prinsip zakat atau prinsip memberi. Prinsip zakat yang dimaksudkan, bukan hanya sebatas memberi dua setengah
54
persen dari penghasilan bersih yang dimiliki, tetapi prinsip zakat atau prinsip memberi dalam arti yang sangat luas, seperti memberi perhatian dan penghargaan kepada orang, memahami perasaan orang lain, memberikan jnaji yang sudah diberikan, bersikap toleran, mau mendengar orang lain, bersikap empati, menunjukkan integritas, menunjukkan sikap rahman dan rahim kepada orang lain, atau suka menolong orang. Semua harus dipahami dalam arti yang sangat luas berdasarkan prinsip “Bismillah”. Hal di atas, akan menciptakan suatu hubungan di mana investasi kepercayaan akan tercipta dari kedua belah pihak. Zakat akan mencairka sekaligus menghapus segala prasangka negatif yang terjadi akibat perbedaan sudut pandang dan persepsi dari kedua belah pihak, dan berubah menjadi suatu hubungan saling percaya dan membentuk investasi komitmen dua arah secara mendalam. Di sini akan terbangun dan tercipta suatu landasan kooperatif yang sangat positif, dan terfokus pada suatu sinergi. Melalui prinsip zakat, selain menghilangkan energi negatif, maka zakat akan membangun suatu investasi kredibilitas yang dibutuhkan sebagai sebuah batu loncatan untuk melakukan langkah aliansi dengan orang lain. Prinsip zakat akan menghasilkan rasa percaya yang akan menciptakan investasi keterbukaan dari kedua belah pihak. Zakat akan menghasilkan sikap kompromi, sehingga masing-masing pihak akan mampu merasakan apa yang diinginkan dari pihak lainnya (empati), sehingga terjadi suatu penyelarasan keinginan yang menghasilkan sebuah pengertian dan kesepakatan baru. Keterbukaan ini, akan terjadi apabila salah satu pihak mau memulai untuk bersikap memberi kepada pihak lainnya, sehingga tercipta suatu keterbukaan. Tanpa ada yang mau memulai untuk memberi, maka keterbukaan tidak akan pernah terlaksana. Prinsip zakat adalah langkah pembuka untuk “memulai” dengan sikap memberi secara konkrit. Zakat adalah suatu metode pembelajaran agar seseorang memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah salah satu bagian dari lingkungan sosial yang memiliki tugas untuk menjalankan misi-Nya sebagai rahmatan lil ‘alamin. Di samping ,tujuannya sebagai sebuah tanggung jawab sosial, zakat mengajarkan manusia untuk selalu melakukan suatu kolaborasi dengan lingkungan, sehingga tugas sebagai khalifah bisa berjalan lebih efektif dan efesien. Di samping itu, hal ini telah dilatih melalui shalat berjama’ah. Begitu banyak kolaborasi atau sinergi yang rapuh, atau sebaliknya “kuat” tapi membawa kehancuran. Hitler dan Mussolini misalnya, sinergi mereka tidak lagi beredar pada garis orbit yang seharusnya, karena pusat orbit yang keliru. Sinergi di dalam ESQ Model haruslah berpusat kepada
55
titik Tuhan, dan konsisten bergerak pada garis edar. Apabila keluar dari garis ini, niscaya keseimbangan alam akan menghempaskanannya. b. Total Action (Aplikasi Total) Haji merupakan suatu lambing dari puncak “Ketangguhan Pribadi” dan puncak “Ketangguhan Sosial”. Haji adalah sublimasi dari shalat dan keseluruhan Rukun Iman. Dan haji merupakan lambang perwujudan akhir dari langkah-langkah yang telah dibahas sebelumnya, yaitu Rukun Islam, Haji merupakan suatu langkah penyelarasan nyata antara alam pikiran, dengan praktek. Haji adalah suatu simbol praktek yang sempurna, transformasi dari suatu pemikiran yang ideal (fitrah), ke alam nyata secara sempurna. Singkatnya, haji adalah suatu wujud keselarasan antara idealisme dan praktek, keselarasan antara Iman dan Islam. Inilah simbol dari pemikiran yang fitrah dan kegiatan yang fitrah, serta simbol keberhasilan dari impian manusia. Dorongan suara hati untuk menjadi sempurna lahir dan batin, secara pikiran dan tindakan. Segala langkah pada saat ibadah haji merupakan perwujudan suara hati manusia yang fitrah, di mana setiap gerak, setiap tindakan, setiap nafas, dan setiap degup jantung semua berpusat kepada Allah Yang Maha Pencipta. Di sinilah sebenarnya perwujudan kedekatan (taqarrub), antara manusia dan penciptanya. Di sinilah letak pelatihan sesungguhnya, yaitu melepas “hijab fisik manusia”, sehingga terjadi pertemuan anatara ruh manusia yang fitrah dan ruh Tuhan Yang Maha Mulia. Semua Rukun Haji yang dilaksanakan, merupakan simbol-simbol dari perwujudan fitrah manusia, keimanan manusia, dan langkah keislamanan manusia (praktek) yang diakhiri dengan tujuan akhir manusia, yaitu “pertemuaan di Padang Mahsyar” kelak. Pakaian Ihram memiliki arti dari sisi mentalitas pribadi, dan hubungan sosial. Dari sisi mentalitas, pakaian Ihram adalah simbol dari fitrah. Ihram, melambangkan kemerdekaan dan pembebasan dari belenggu-belenggu. Seperti belenggu prasangka negatif, belenggu prinsip hidup selain dari Allah, belenggu yang terbentuk dari pengalamanpengalaman, belenggu kepentingan (vested interest), belenggu sudut pandang yang subyektif, belenggu pembanding yang tidak obyektif, dan belenggu “buku bacaan”, literatur-literatur terkini yang terbatas. Apabila seseorang sudah mengenakan pakaian Ihram, artinya ia telah merdeka, sehingga telah memiliki kembali fitrahnya. Ia mampu mendengar kembali suara-suara hati dengan jelas, karena “telinga hatinya” telah terbebas dari berbagai belenggu yang telah menutup telinganya selama ini. Thawaf, merupakan suatu langkah fisik untuk mengelilingi ka’bah. Mengelilingi ka’bah melambangkan kegiatan manusia yang tiada henti.
56
Berpusat pada ka’bah melambangkan segala kegiatan hanya berprinsip kepada Allah semata-mata, tiada yang lain. Inilah pusat prinsip, Laa illaha Illallah. Berputar tujuh kali, melambangkan jumlah hari dalam satu minggu, atau suatu upaya yang tiada kenal henti untuk berjuang. Namun perjuangan itu harus tetap berpusat pada prinsip, apapun yang terjadi. Allah-lah pusat kekuatan prinsip kita. Hal ini tidak hanya diwujudkan dalam perkataan, atau disimpan dalam batin saja, tetapi harus diaplikasikan secara total. Thawaf, adalah perwujudan dari langkah itu. Inilah pelatihan integritas yang sesugguhnya. Thawaf, adalah suatu bentuk pelatihan untuk mempertajam prinsip keimanan yang dibangun melalui pelatihan fisik. Pelatihan dari sebuah “Prinsip Bintang” yang berpusat kepada Allah swt. Siti Hajar adalah istri Nabi Ibrahim as. Saat itu, ia berjalan bolakbalik, berkali-kali di tengah gurun yang tandus mencari air bagi anaknya. Shafa, arti harfiahnya adalah “kesucian dan ketegaran”. Siti Hajar ketika itu belari bolak-blalik dari Shafa ke Marwa untuk mencari air. Ia tidak hanya berlari satu kali lalu berhenti ketika tidak menemukan air yang diperlukannya. Ia kembali lagi, dan berupaya lagi. Ketika ia gagal, maka ia berusaha lagi untuk mencari air yang sangat dibutuhkannya itu. Ketika gagal lagi, ia masih terus berusaha mencari sambil berlari-lari. Dalam hatinya yang suci dan teguh, ia hanya ingin menyelamatkan anaknya, karena Allah swt. Ia terus berupaya tanpa kenal putus asa. Meskipun sekian kali berusaha dan belum juga memperoleh air itu, ia masih terus berupaya dengan hati yang tegar tanpa kenal lelah. Setelah sekian kali berupaya, barulah ia menemukan mata air yang dibutuhkannya itu, atas pertolongan Allah Yang Maha Pemberi. Ini melambangkan suatu persistensi (ketetapan hati), atau upaya tiada kenal lelah dan tiada kenal henti. Teladan dari sikap Siti Hajar, kemudian diabadikan oleh Allah swt untuk mengajarka manusia tentang pentinya suatu sikap “istiqomah”, atau upaya yang tiada kenal henti. Dorongan suara hati dari al Muhaimin atau Yang Maha Memelihara atau Merawat telah menolong dirinya untuk berupaya memelihara dan melindungi anaknya, serta dorongan dari suara hati al Matin atau Yang Maha Menggengam Kekuatan telah meneguhkan hatinya untuk kuat menghadapi berbagai rintangan. Inilah teladan yang harus diambil dari orang-orang yang melakukan Sa’i dari Shafa ke Marwah, sebuah konsistensi dan persistensi dalam rangka menjalankan misi Tuhan sebagai Rahmatan lil ‘alamin. Di padang Arafah, seluruh jama’ah melakukan wuquf. Wuquf artinya berhenti. Berheti disini artinya berhenti secara fisik, namun bergerak secara pikiran. Bergerak pikiran, maksudnya adalah pikiran bergeak kearah netral, atau bergerak kearah fitrah. Fitrah maksudnya,
57
merasakan dan mendengarkan seluruh suara hati yang berjumlah 99 (Asmaul Husna). Metode ini disebut dengan barometer suara hati. Metode ini akan menghasilkan suatu kesadaran diri akan arti fitrah. Ukurannya terletak pada 99 dorongan suara hati. Barometer suara hati ini berfungsi untuk mengetahui apakah setiap yang dilakukan berada pada titk fitrah atau tidak. Setelah melakukan evaluasi pada saat wuquf, maka langkah selanjutnya adalah visualisasi. Evaluasi pada saat wuquf adalah pikiran bergerak mundur kebelakang, untuk melakukan perbandingan antara idalisme fitrah dengan pola pikir masa lalu, di mana pada saat wuquf manusia akan mengetahui kesenjangan-kesenjangan yang telah terjadi. Yaitu rasa bersalah, malu, keraguan, atau penyesalan. Visualisasi adalah pikiran bergerak maju kedepan. Visualisasi di dalam wuquf adalah pembentukan visi yang luar biasa, karena visualisasi dillakukan di tanah suci yaitu di padang arafah. Hal ini dilakukan setelah melakukan evaluasi, sehingga visualisasi ini akan berlandaskan pada pemikiran yang bersih dan dibangun diatas landasan fitrah yang kokoh. Langkah selanjutnya adalah melontar jumroh. Melontar jumroh mengandung arti suatu strategi untuk mempelajari pola musuh menyerang, dan sekaligus menyerang balik secara aktif terhadap musuh yang sejatinya bersemayam di dalam diri manusia. Tujuan dari langkah ini adalah untuk memelihara dan melindungi keimanan dari tipu daya setan. Haji adalah transformasi tertinggi dari keseluruhan fitrah manusia, ketangguhan pribadi dan ketangguhan sosial untuk menjalani tugas kehidupan sebagai rahmatan lil’alamin. Sinergi haji akan menciptakan suatu pemikiran baru. Sinergi haji mengajarkan manusia untuk selalu bersikap husnudzan kepada orang lain, terbuka, jujur, dan berusaha saling mempercayai. Pada saat haji semua orang mengekspresikan prinsipnya yang sama yaitu berpusat pada Allah Yang Maha Esa.
58
BAB III KONSEP
KECERDASAN
EMOSIONAL
DAN
SPIRITUAL
DALAM
PENDIDIKAN ISLAM.
A. Konsep Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Teori Kecerdasan Emosional (EQ) Goleman sebenarnya berpijak pada jalur saraf emosi yang ditemukan oleh ahli saraf dari New York University, Josep De Loux yang mengungkapkan bahwa pusat emosi berada di Amigdala, yaitu sel yang bertumpu di bawah otak. Amigdala ini memproses hal-hal yang berkaitan dengan emosi, seperti sedih, marah, nafsu dan kasih sayang. Rusaknya Amigdala dalam tubuh dapat mengakibatkan hilangnya emosi dalam kehidupan manusia. Dari segi etimologi, istilah kecerdasan emosi terdiri dari dua kata, kecerdasan dan emosi. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, cerdas berarti sempurna perkembangan akal budinya untuk berfikir, mengerti dan sebagainya. Sedangkan kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi, seperti kepandaian dan ketajaman pikiran.51
51
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), 209.
59
Mengenai pengertian emosi dapat kita ketahui dari : a. Kamus Besar Bahasa Indonesia, emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut diwaktu singkat, timbul akibat keadaan dan reaksi psikologis dan fisiolagis, seperti kegembiraan, kesedihan, dan kecintaan.52 Sedangkan emosional adalah derajat kepekaan rasa dalam menghayati sesuatu yang menyentuh perasaan sehingga mudah dipengaruhi pesan dari luar. b. Menurut English and English, emosi adalah suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang luas (mendalam).53 c. Crow dan Crow mendefinisikan emosi sebagai penyesuaian di dalam diri secara umum, kedaan yang merupakan penggerak mental dan fisik bagi individu yang dapat dilihat melalui tingkah laku.54 Dari uraian di atas, emosi merupakan reaksi komplek yang disertai perubahan-perubahan secara mendalam diikuti dengan perasaan (Feeling). Emosi kadang-kadang dibangkitkan oleh motivasi, sehingga antara emosi dan 52
Ibid, 298. Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 114-115. 54 Abdul Mujid dan Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 321. 53
60
motivasi terjadi hubungan interaktif. Emosi ada dua yaitu emosi positif, seperti perasaan senang atau gembira. Sedang emosi negatif meliputi perasaan takut, sedih, cemas, marah dan sebagainya. Pengertian kecerdasan emosi menurut Goleman adalah kemampuan untuk mengenali diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri dan mengelola motivasi yang baik pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain. 55 Sedangkan pengertian kecerdasan emosi (EQ) dalam wacana psikologi Islam adalah kecerdasan yang berkaitan dengan pengendalian nafsu-nafsu impulsif dan agresif. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada, tenang, sabar dan tabah ketika mendapat musibah, dan berterima kasih ketika mendapat kenikmatan.
56
Dengan penataan
emosinya yang terkendali dari kalbu, diharapkan seseorang tidak terjerumus untuk mengikuti keinginan hawa nafsu. Menurut hasil penelitian diungkapakan bahwa IQ menentukan sukses seseorang sebesar 20 %, sedangkan kecerdsan emosi (EQ) memberi kontribusi 80 %. Hal ini menujukkan, kecerdasan emosi mempunyai kelebihan dibanding kecerdasan intelektual, yaitu kecerdasan emosi tidak terbatas pada
55
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai prestasi, terj: Alex Tri Kantjono Widodo (Jakarta: Gramedia, 2001), 513. 56 Abdul Mujib danJusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 328.
61
keberhasilan siswa di kelas saja namun menyangkut kesuksesan dalam kehidupan nyata. Menurut Karen Stone MC. Cown penyusun kurikulum sain. Baik fungsi-fungsi kepribadian yang jasmaniyah maupun yang kejiwaan, keduanya mempengaruhi sikap mentaldan aktivitas belajar anak. Perubahan fungsi-fungsi fisiologis (jasmaniah) seperti otak dan system saraf menghasilkan pertumbuhan kapasitas intelektual atau kecakapan melakukan sesuatu.57 Kelebihan lain dari kecerdsan emosi adalah dapat dikembangkan lebih baik, lebih menantang, dan lebih prospek dibanding kecerdasan IQ yang cenderung statis. Kecerdasan emosi dapat diterapkan secara luas untuk bekerja, belajar, mengajar, mengasuh anak, persahabatan dan dalam rumah tangga. Dari uraian diatas dapat disimpulkan, kecerdasan emosi itu menyangkut kemampuan-kemampuan yang berbeda yaitu kemampuan pribadi dan sosial, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan-kemampuan kognitif yang yang diukur dengan IQ. 2. Konsep Kecerdasan Emosional dalam Pendidikan Islam. a. Emosi dalam pandangan Islam. Emosi (rasa) yang pada suatu waktu dirasakan manusia berkaitan erat dengan nafsunya (al- Nafs). Al-nafs mempunyai dua pengertian, yang pertama 57
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 88.
62
nafs adalah kekuatan hawa nafsu dalam diri manusia yang merupakan sumber timbulnya akhlak tercela.58 Pengertian yang kedua nafs adalah perasaan halus (lathifah) dan merupakan hakikat manusia yang senantiasa mengajak manusia kepada an-nafsul muthmainnah (jiwa yang tenang). “Yaitu jiwa yang memperoleh ketenangan dan ketemtraman dari Allah. Merasa kedamaian dengan mengingat Allah, ber-inabah kepada-Nya, merindukan perjumpaan dengan-nya, serta berbahagia berdekatan dengan-Nya.59 Sebagaimana firman Allah yang menjelaskan bahwa orang-orang yang memiliki jiwa yang tenang (keimanan yang sempurna) akan mendapatkan keridhaan dari Allah dan dimasukkan ke dalam surga.60 Kata an-nafs kadang-kadang dinisbahkan pada pada tindakan nafsu syahwat dan ke-aku-an (al-ta’ashshub,egoisme) manusia. Dalam kehidupan manusia, dua kekuatan nafsu merupakan hasrat (hawa nafsu) yang sangat mempengaruhi kondisi kalbu seseorang, sehingga kadang-kadang terjadi pertentengan antara kalbu dengan nafsu, atau akal dengan nafsu. Sebagaimana dijelaskan oleh Sahal al-Isfahani: Akal dan hasrat saling bertentangan satu dengan lainnya. Keberhasilan spiritual (kalbu) adalah buah tangan dari akal. Sedangkan kegagalan spiritual adalah buah tangan dari hasrat. Nafsu terletak diantara keduanya, tunduk kepada siapa yang memenangkan pertentangan antara keduanya.61 58
Yahya Jaya, spiritualisasi Islam dalam menumbuhkan kepribadian dan kesehatan mental (Jakarta: Ruhama, 1994), 27. 59 “Kendaraan Yang Tekendali”, Ar-Risalah, Juni 2006, 47, 2. 60 Lihat QS: 89: 27-30 61 Javad Nurbachsy, Psikologi Sufi (Yogyakarta: Fajar, 1998), 45.
63
Nafsu dalam kalbu manusia memiliki nature terendah yaitu kehewanan (hayawan) dan memiliki daya tarik yang kuat sekali dibanding kedua sistem fitrah nafsaniyang lain. Prinsip karjanya hanya mengejar kenikmatan (pleasure) duniawi dan ingin mengumbar nafsu-nafsu impulsifnya. Para penempuh jalan menuju Allah, dengan beragam cara dan metode bersepakat bahwa nafsu adalah factor yang menghalangi hati untuk sampai kepada Allah swt. Mereka juga bersepakat tidak ada seorangpun yang dapat masuk dan sampai kepada Allah kecuali jika sudah membunuh nafsu tersebut, menyelisihi, memerangi atasnya. 62 Oleh karena itu, sangat diperlukan sebuah sistem kendali dalam setiap aktualisasi manusia sehingga kalbunya tidak akan tunduk kepada an-nafs. Sistem kendali yang dimaksud adalah dhamir (hati nurani) yang dibimbing oleh fitrah munazzalah (seperti al-Qur’an dan as-Sunnah). Dhamir adalah daya fitrahyang mampu mengendalikan yang benar dari yang salah dan yang baik dari yang buruk. Apabila dhamir yang berperan sebagai sistem kendali kalbu ini melemah, dengan diikuti tidak berfungsinya akal sehat manusia, maka nafsu mampu mengaktualisasikan natur hayawaniahnya, yaitu dengan nafsu syahwatnya. Tetapi apabila sistem kendali kalbu dan akal tetap berfungsi maka daya nafsu melemah. Walaupun nature asli nafsu mengarah pada 62
Ibnu Rajab Al-Hambali, et al., Tazkiyatun Nafs, terj: Imtihan As-Syafi’I (Solo: Pustaka Arafah, 2004), 79.
64
amarah yang buruk, namun apabila ia diberi rahmat oleh Allah maka ia menjadi daya positif. Nafsu yang telah mendapat rahmat ini dapat melahirkan akhlak yang terpuji (akhlaqul karimah). Dengan tertanamanya budi pekerti yang luhur, diharapkan seseorang dapat mengendalikan emosi dalam dirinya dalam situasi apapun. Hal ini sangat penting karena emosi yang keluar berhubungan dengan nafsu amarah manusia ynag melahirkan perilaku amoral dalam kehidupan manusia. Namun apabila manusia berhasil memberdayakan akalnya serta mampu mengendalikan nafsunya, maka manusia akan meraih tingkat tertinggi Malakyan Rabbaniyah (kemalaikataan dan ketuhanan). Sebaliknya kegagalan manusia mengendalikan nafsunya, menjadikan manusia turun ketingkat yang terendah bahimiyah (kehewanan). Jadi, bahwa perasaan-perasaan (emosi) sebagai akibat dari adanya daya pendorong jiwa manusia dinilai terpuji apabila ia tetap berada pada fungsi
naturalnya
dalam
memenuhi
tuntutan
kebutuhan
badaniyah
(kebahagiaan badan) yang dapat mengantarkan seseorang meraih sa’adah nafsiyah (kebahgiaan diri) dan sa’adah ukhrowiyah (kebahagiaan akhirat). Sebaliknya, syahwat dinilai tercela bila ia tidak berada dalam fungsi naturalnya. Dengan bentuk syahwat ini manusia berada pada hayawaniah (hewan), dan pada akhirnya terjerumus pada hal-hal yang amoral.
65
Keberhasilan kalbu untuk mengendalikan nafsu dalam diri seseorang akan mencapai sebuah keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikannya. Emosi berperan penting dalam kehidupan. Menurut banyak bukti, perasaan adalah sumber daya terampuh yang kita miliki. Emosi adalah penyambung hidup bagi kesadaran diri dan kelangsungan diri yang secara mendalam menghubungkan kita dengan diri kita sendiri dan dengan orang lain, serta dengan alam dan kosmos. 63 Nafsu apabila dilatih dengan baik, akan memiliki kebijaksanaan / nafsu membimbing pemikiran ini, dan kelangsungan hidup seseorang, dan kondisi seperti inilah yang disebut dengan jiwa yang luhur atau mental hanif. “Jiwa yang mempunyai karakter luhur lagi tinggi; kesenangannya menjurus pada hal-hal yang bersifat pengetahuan, meraih keutamaan, kesempurnaan yang dapat digapai oleh kemampuan manusia, dan jauh dari sifat-sifat yang bersifat rendah.”64 b. Konsep Kecerdasan Emosional dalam Pendidikan Islam. Di lingkungan banyak sekali ditemukan anak-anak yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi, namun tidak pandai mengelola emosinya. Tidak memiliki kehalusan budi dan kepekaan perasaan, bila gagal meraih prestasi gampang prustasi dan putus asa, sinis dan memandang rendah orang
63
Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, terj: Ary Nilandari (Bandung: Kaifa, 2003),
19. 64
Ibnul Qayyim Al-Zauji, Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Rekreasi Orang-orang Dimabuk Rindu, terj: Bahrun Abubakar (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006), 13.
66
lain, mudah marah selalu, merasa iri, dan tidak memiliki kepedulian terhadap orang lain. Anak seperti ini cerdas secara intelektual, namun bodoh secara emosi. 65 Selama ini dunia pendidikan, hanya mengajarkan kepintaran dan melupakan peranan perasaan dalam proses pendidikan seperti kesadaran diri, pengendalian diri, empati, seni mendengarkan, menyelesaikan pertentangan dan kerjasama yang sebenarnya sangat diperlukan anak didik dalam menempuh masa depannya kelak. Menggunakan istilah yang muncul saat ini, kecerdasan emosional dipandang sebagai aspek yang tidak penting dalam proses pendidikan anak karena tidak memenuhi unsur-unsur ilmiah yang biasa digunakan sebagai parameter dalam dunia pendidikan. Tinjauan pendidikan Islam tentang pembinaan dan pengarahan emosi anak didik yang kemudian melahirkan sebuah kecerdasan
emosional
berkaitan erat dengan penbinaan aspek ruhani anak didik agar mereka memiliki jiwa yang penuh takwa kepada Allah sehingga memunculkan perilaku yang terpuji (akhlaqul-karimah). Dengan tertanamnya pendidikan tentang akhlaq yang terpuji dalam diri anak didik, diharapkan ia akan memiliki kesadaran diri, tidak hanya mengikuti hawa nafsu yang merugikan manusia. Konotasi hawa nafsu
65
Muhammad Albani, Selamat! Anak Anda Luar Biasa (Solo: Pustaka Iltizam, 2007), 23.
67
selamanya buruk adalah karena keinginan diri sendiri itu memang selamanya tidak selalu baik. Islam sendiri mengajarkan agar manusia memerangi hawa nafsu. Literatur kesufian penuh dengan pembahasan mengenai masalah ini. Firman Alloh berkenaan dengan hawa nafsu menjelaskan bahwa nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan kecuali yang dirahmati oleh Allah.66 Berdasarkan firman tersebut, peran pendidikan Islam adalah membimbing keinginan (hawa nafsu) anak didik dibawah cahaya takwa kepada Tuhan melalui pembinaan akhlaq mereka. Dalam bahasa sekarang hawa nafsu dapat dibandingkan dengan motivasi diri (self motivation).67 Keberhasilan suatu pekerjan, apalagi yang besar dan berat, sebagian tergantung kepada seberapa kuat motivasi dalam ditri manusia. jadi dengan nafsu yang mendapat rahmat dari Allah dapat memiliki motivasi yang kuat untuk berbuat baik. Konsepsi pembinaan akhlak dalam ajaran Islam mempunyai tingkatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan teori kecerdasan emosional. Teori kecerdasan emosional hanya didasarkan pada nilai-nilai kebaikan yang ditemukan manusia itu sendiri, dalam arti hanya menyentuh hubungan manusia dengan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sedangkan konsepsi pendidikan akhlaq dalam ajaran Islam bersumber dari ajaran agama yang sarat
66 67
Lihat Q.S. 12: 53 Nurchalis Majid, Pintu-pintu Menuju Tuhan (Jakarta: Paramadina, 2002), 124.
68
berisi kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-wahyu-Nya kepada Rasulullah. Pendidikan akhlak tidak hanya mengajarkan bagaimana seseorang harus bersikap kepada sesamanya atau makhluq hidup lainnya, tetapi juga aspek ruhani dengan meneguhkan akar-akar iman kedalam hati manusia sebagai seorang hamba Allah dengan jalan taqarrub dan ibadah kepada Allah. Sehingga terbina sebuah hubungan yang harmonis antara sesama manusia (horizontal) dan juga dalam Tuhan Sang Pencipta (vertical). Dari sinilah akan lahir sosok pribadi muslim yang bertakwa dan istiqomah dalam berperilaku. Dalam jiwa yang penuh takwa ini seseorang tidak akan mudah dikuasai oleh emosi dirinya. Karena seperti halnya perbuatan jahat bersumber dari keinginan diri sendiri, demikian juga perbuatan baik bersumber dari diri sendiri. Jika keinginan diri itu dibimbing oleh keinsyafan Ilahi atau takwa akan membawa seseorang kepada kebaikan. Ketakwaan seseorang akan melahirkan kepribadian yang tenang, tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam hidupnya, tidak mengenal takut keculi hanya kepada-Nya. Namun hal ini tidak akan mungkin dapat tercapai apabila sejak dini anak didik tidak diperkenalkan dengan nilainilai agama yang menjadi sumber pegangan dalam kehidupan. Dengan nilai-nilai agama yang telah tertanam di dalam hati anak didik sejak dini, maka akan terwujudlah insan yang lebih siap secara lahir dan batin dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan.
69
Dalam wacana pendidikan Isalam, takwa seperti ini menjadi energi yang membimbing manusia untuk berperilaku lebih baik dan meninggalkan perilaku buruk yang menyimpang. Jadi takwa merupakan salah satu faktor penting dalam kematangan, kesempurnaan, keseimbangan pribadi, dan dalam mencapai predikat insan kamil serta meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Menurut Drs. Ahmad D. Marimba bahwa tujuan akhir dari Pendidikan Islam dalam aspek kejiwaan adalah aspek-aspek yang tidak segera dapat dilihat dan ketahanan dari luar, misalnya: cara berpikir, sikap (berupa pendirian atau pandangan seseorang dalam menghadapi seseorang atau sesuatu hal) dan minat. 68 Disinilah peran pendidikan Islam dalam mengarahkan emosi anak didik agar dapat menjadi pribadi yang mempunyai format kepribadian seperti Rasulullah saw, sehingga tercermin kepribadian yang terwujud di dalamnya sikap istiqomah dalam berperilaku serta terkumpul di dalamnya sifat-sifat terpuji. B. Konsep Kecerdasan Spiritual 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual Spiritual Quontient atau kecerdasan spiritual baru dibicarakan pada awal tahun 2000, dipelopori oleh Danah Zohar dan Ian Marshal, pasangan suami istri dari Harvard dan Oxford University. Di dalam kamus besar Bahasa 68
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1996), 30.
70
Indonesia, Spiritual mempunyai arti sesuatu yang berhubungan dengan kejiwaan, ruhani, batin, mental, dan moral. Sedangkan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang berkaitan dengan hati dan kepedulian antar sesama manusia, makhluk lain dan alam sekitar berdasarkan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa. 69 Dalam bahasa yang mudah, kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan seseorang untuk mengenal Allah (ma’rifatullah). Dengan mengenal Allah manusia akan sukses dalam hidupnya, bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat. Sebab akan mengawali segala sesuatunya dengan nama Allah, menjalaninya sesuai perintah Allah, dan mengembalikan apa pun hasilnya kepada Allah. 70 Menurut Sineter, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektifitas yang terinspirasi, theis-ness atau Penghayatan Ketuhanan yang di dalamnya manusia menjadi bagian. Sedangkan
Muhammad Zuhri menyatakan bahwa SQ adalah kecerdasan
manusia yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Menurutnya potensi SQ setiap orang sangat besar, dan tidak dibatasi oleh faktor keturunan, lingkungan, atau materi lainnya.
69
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), 209. 70 Muhammad Albani, Kapita Selekta Upaya Mewujudkan Pendidikan Yang Berkualitas Menjadi Realitas di Era Pasar Bebas (Kartasura: Sinar Mulia, 2007), 23.
71
Psikologi Islam sendiri mendefinisikan kecerdasan spiritual (SQ) sebagai kecerdasan yang berhubungan dengan kualitas batin seseorang.71 Oleh karena itu, kecerdasan dalam diri seseorang mendorong teraktualisasinya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, yang semata-mata tidak mengutamakan kebutuhan material,
melainkan merupakan
pengembangan kebutuhan
spiritualis. Pemikiran teori SQ dari Zohar ini dikembangkan dengan melihat bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk spiritual karena selalu terdorong oleh kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan yang mendasar atau pokok. Seperti adanya pertanyaan tentang mengapa manusia itu dilahirkan ke dunia, apakah makna dari hidup atau apakah yang membuat semua hal itu menjadi berharga. Dari pertanyaan-pertanyaan semacam ini, manusia diarahkan dan ditentukan oleh suatu kerinduan yang sangat manusiawi untuk menemukan makna dan nilai dari apa yang dilakukan dan dialaminya. Selanjutnya, Zohar meyatakan bahwa SQ tidak selalu berhubungan dengan agama. Bagi sebagian orang, SQ mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal. Alasan Zohar dalah banyak orang humanis dan atheis yang memiliki SQ sangat tinggi. Sebaliknya, banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ rendah.
71
Abdul Murjib dan Yusuf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 329.
72
Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan psikolog Gorden Allport kurang lebih lima puluh tahun yang silam, di mana hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang memiliki pengalaman keagamaan, lebih banyak di luar batas-batas arus utama lembaga keagamaan dari pada di dalamnya. Orang yang memiliki SQ tinggi mungkin menjalankan agama tertentu, namun mungkin juga seseorang yang ber-SQ tinggi dapat memiliki kualitas spiritual tanpa beragama sama sekali. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya orang barat yang ingin melepasakan rasa dahaga dan kemiskinan spiritual dengan memasuki dunia kearifan yang berasal dari dunia timur.72 Mereka melihat nilai-nilai spiritual tersebut dalam perspektif budaya bukan agama. Konsepsi kecerdasan spiritual ilmuwan barat ini bisa dikatakan bertentangan dengan konsepsi dalam ajaran Islam di mana kecerdasan spiritual terkait erat dengan bagaimana seseorang membina dan mengarahkan mental-spiritualnya, pembentukan jiwanya, dan juga penjiwaan hidupnya dengan nilai-nilai agama. Pengembangan kecerdasan spiritual yang dilakukan Zohar sebenarnya didasarkan pada penemuan Rudolfo Linas, Ramachandra, dan Michael Persinger tentang osilasi (gelombang) 40 Hz. Mereka berpendapat bahwa
72
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniyah : Membentuk Kepribadian yang Bertanggung jawab, Profesional, dan Berakhlak (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), ix.
73
kesadaran manusia sesungguhnya merupakan fungsi internal otak manusia. tanpa rangsangan dari luar sekalipun, kesadaran diri itu tetap ada. Secara sederhana, SQ beroperasi dari pusat otak, yaitu dari fungsifungsi penyatu otak. Kemudian SQ mengintegrasikan semua kecerdasan manusia dan menjadikannya makhluk yang benar-benar utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Dengan ditemukannya bukti ilmiah mengenai kecerdasan spiritual, maka jelas sekali bahwa tidak ada manusia yang tidak “bertuhan”. Ketuhanan manusia itu adalah religiusitas manusia. Tidak peduli dengan agama apa yang dianutnya sikap ber-Tuhan itu senantiasa ada pada diri manusia. 2. Spiritual (Al-Qalbu) dalam Pandangan Islam Berbicara tentang SQ dalam Islam tidak lepas dari pendapat Toto Tasmara yang menyebutnya sebagai kecerdasan secara ruhaniah. Kecerdasan Spiritual (keruhaniahan) berhubungan erat dengan daya kalbu manusia. karena dengan perantara kalbunya manusia tidak sekedar mengenal lingkungan fisik dan sosial, tetapi juga mampu mengenal lingkungan spiritual, ke-Tuhan-an, dan keagamaan. Menurut Al-Ghazali, kalbu (al-qalb) memiliki dua arti yaitu arti khusus dan arti umum.73 Arti yang pertama adalah al-qalb al-jasmani yaitu kalbu yang berbentuk seperti jantung pisang yang terletak di dalam dada sebelah kiri. Alqalb dalam pengertian ini berhubungan dengan ilmu kedokteran, dan tidak 73
Yahya Jaya, 26.
74
banyak menyangkut maksud-maksud agama serta kemanusiaan. Sedangkan pengertian al-qalb yang kedua menyangkut jiwa yang bersifat lathif, ruhaniah dan rabbani. Al-qalb dalam pengertian yang kedua inilah yang merupakan hakikat manusia karena sifat dan keadaannya yang bisa menerima, berkemauan, berfikir, mengenali dan beramal. Al-Ghazali berpendapat bahwa kalbu memiliki insting yang disebut dengan an-nur al-ilahy (cahaya illahi). Pembahasan tentang kalbu lebih banyak dibahas oleh para sufi. Bagi para sufi kalbu adalah sesuatu yang bersifat halus dan rabbani yang mampu mencapai hakikat sesuatu. Kalbu mampu memperoleh pengetahuan (ma’rifah) melalui daya cipta rasa (al zawqiyah). Kalbu akan mencapai puncak pengetahuan apabila manusia telah mensucikan darinya (tazkiyah nafs) dan menghasilkan ilham (bisikan suci dari Allah) dan kasyf (terbukanya dinding yang mengahalangi kalbu). Pengetahuan qalbiyah jauh lebih halus daripada pengetahuan aqliyah. Akal tidak mampu memperoleh pengetahuan yang sebenarnya mengenai Tuhan, sedangkan kalbu dapat mengetahui hakikat semua yang ada. Aktivitas daya kalbu tidak terbatas pada pencapaian kesadaran, tetapi mampu mencapai tingkat supra kesadaran. Kalbu mampu mengatarkan manusia pada tingkat intelektual (intituitif), moralitas, spiritualitas, kegamaan atau ke-Tuhan-an. Semua tingakat itu merupakan tingkat atas kesadaran atau
75
supra kesdaran manusia sebab kedudukannya lebih tinggi daripada kemampuan akal (rasio) manusia. Manusia
dengan
potensi
kalbunya
mampu
menerima
dan
membenarkan wahyu, ilham, dan firasat dari Allah (pengetahuan Ilahiyah) yang tidak disapat secara kasbi (daya upaya) melainkan secara wabbiyah (anugerah), meskipun daya rasioanlitasnya menolak. Kebenaran wahyu, ilham, dan firasat ada yang bersifat rasional dan supra rasional. Sifat rasional dapat ditangkap oleh daya akal manusia, sedang sifat supra rasional hanya dapat ditangkap oleh kalbunya. Dengan begitu fungsi kalbu tidak sekedar merasakan sesuatu, melainkan juga berfungsi untuk memikirkan sesuatu yang bersifat intuitif dan supra rasional. Kalbu memiliki daya-daya emosi ( al infi’aly) yang menimbulkan daya rasa ( al syu’ur). Al-Thabathabai dalam al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an mengemukakan bahwa fungsi kalbu selain berdaya emosi juga berdaya kognisi (intuitif). 74 Hal ini menunjukkan bahwa kalbu memiliki dua daya yaitu daya kognisi dan daya emosi. Namun daya emosi kalbu lebih banyak diungkap dari pada daya kognisinya, sehingga para ahli menganggap kalbu sebagai aspek nafsani yang berdaya emosi. Apabila ada penyebutan kalbu sebagai daya kognisi itupun terbatas pada kognisi yang diperoleh melalui pendekatan cita rasa (zawq), bukan pada nalar. 74
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 327.
76
Ma’an Ziyadah lebih lanjut menegaskan bahwa kalbu berfungsi sebagai alat untuk menangkap hal-hal yang doktriner (al I’tiqodiyah), memperoleh hidayah, ketakwaan dan rahmah serta mampu memikirkan dan merenungkan
sesuatu.
Sedangkan
dari
sudut
fungsinya,
al-Qur’an
menyebutkan fungsi kalbu sebagai; (a) emosi yang menimbulkan daya rasa; (b) fungsi kognisi yang menimbulkan daya cipta; dan (c) fungsi kognisi yang menimbullkan daya karsa. Dari uraian di atas, dapat kita memahami bahwa dalam psikologi Islam kalbu dipandang mempunyai “kecardasan” yang bersifat teosentris. Dalam arti kriteria cerdas tidaknya seseorang bukan semata-mata berdasarkan criteria manusiawi yang bersifat relatif dan temporal, tetapi juga menggunakan kriteria dari Tuhan yang bersifat mutlak dan abadi. 3. Kecerdasan Spiritual dalam Pendidikan Islam. Rasulullah dalam menyebarkan misi Islamnya selalu memperhatikan keseimbangan antara mental dan fisik, khususnya para sahabat yang menyertainya. Dalam masalah mental Rasulullah menjadikan iman sebagai energi ruhani yang tidak pernah habis dan kelelahan. Lebih dari itu, energi ruhani ini dalam prosesnya menjadi stimulus bagi kehandalan fisik para sahabat. Pendidikan mental memang penting untuk meluruskan perilaku dan menghindarkan diri dari guncangan kejiwaan yang menyebabkan timbulnya perilaku yang menyimpang.
77
Dalam Islam, manusia tidak dipandang sebagai makhluk yang berdimensi jasmani saja tetapi juga sebagai makhluk yang berdimensi ruhani.75
Oleh karena itu pembinaan spiritual yang menjadi kebutuhan
dimensi ruhani pun harus diperhatikan karena di dalam ruhani manusia terletak jiwa-jiwa manusia yang merupakan esensi atau hakikat manusia. Apabila jiwa manusia ini tidak mendapat bimbingan yang benar sesuai ajaran agama maka manusia tidak akan mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan hakikat penciptaan manusia. Jiwa sebagai hakikat dari manusia berkaitan erat dengan soal spiritual dan akhlak. Kei’tidalan dan keikhlasan akhlak adalah kekuatan spiritual dan kesehatan jiwa. Kualitas jiwa dan kekuatan spiritual manusia secara moral dapat dilihat dari akhlaknya dalam hidup. Orang yang jiwa dan akhlaknya dekat dengan Allah adalah orang yang paling mulia di sisi-Nya dan sehat jiwanya, begitupun sebaliknya. Untuk melahirkan manusia dengan jiwa dan akhlaknya yang mulia ini, maka pendidikan spiritual sangat penting. Dalam wacana pendidikan Islam, pendidikan spiritual sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini agar anak didik nantinya dapat menjadi pribadi yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu membentuk masyarakat muslim yang berilmu dan bertaqwa kepada Allah, serta mampu meraih kebahagiaan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, politik, agama, dan lingkungan.
75
1998), 32.
. Abidin Ibn Rusn, Pemikiran Al-ghazali Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
78
Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa orang mulia akhlaknya adalah orang yang mempunyai rasa iman disanubarinya. Islam memandang iman sebagai sesuatu yang tidak terpisah dari amal shalih.76 Bahkan disebutkan dalam al-Qur’an bahwa sungguh beruntung orang- orang yang beriman yaitu orang yang khusuk dalam shalatnya.77 Ayat diatas menjelaskan bagaimana orang-orang yang beriman itu memahami hidupnya dengan amal salih yang sarat dengan ajaran agama, sehingga kita dapat mengetahui bahwa kebutuhan manusia terhadap makna dan nilai itu sangat besar. Manusia membutuhkan “alasan” untuk berjuang atau menjalani hidup, bangkit dari kehancuran, berusaha keras mencapai cita-cita atau sabar dalam penderitaan. Tanpa “alasan” bisa jadi tidak ada seorangpun yang mau bekerja keras atau bertahan dalam menghadapi kesulitan. Jika kecerdasan intelektual dan emosional lebih berdimensi duniawi, maka SQ merupakan kecerdasan yang lebih bersifat ukhrowi, karena erat dengan masalah perasaan keagamaan. IQ dan EQ penerapannya lebih pada hablun minannas (hubungan dengan sesama manusia), sedangkan SQ mengarah pada jalinan hablun minallah (hubungan dengan Allah) dengan baik. 78
76
. Jalaludin Rahmat, Membuka Tirai Kegaiban: Renungan-Renungan Sufistik (Bandung, Mizan, 2000), 256. 77 Lihat Q.S. 23: 1-2. 78 Muhammad Albani, 23.
79
SQ mempertanyakan kekuatan yang Maha Besar yang mengatur alam semesta ini, kekuatan yang harus diikuti dan dilaksanakan semua perintahNya. Memahami SQ dalam bingkai seperti ini, membuat seseorang dengan mudah menanamkan nilai dan makna dari setiap aktivitas yang dilakukannya, dimana semua aktivitas yang dilakukan dalam kerangka pengabdia kepada Allah swt. Dalam upaya pengembangan kecerdasan spiritual anak didik, tazkiyah al-nafs merupakan inti dari pendidikan spiritual. Tazkiyah al-nafs adalah usaha penyesuaian diri melalui pengosongan diri dari sifat-sifat tercela, dan takhliyah al-nafs merupakan penghiasan diri dengan akhlak dan sifat-sifat terpuji. Dari jiwa-jiwa seperti inlah anak didik diharapkan menjadi manusia yang mampu mencapai kecerdasan spiritual, yaitu kecerdasan yang tidak hanya menghubungkan antara manusia dengan manusia dan lingkungannya, tetapi yang lebih pokok adalah proses yang menghubungkan makhluk dengan khalik dan dunia dengan akhirat. SQ adalah produk yang dilahirkan oleh suatu proses yang panjang dan bertahap, karena itulah kecerdasan spiritual seseorang berkaitan erat dengan pendidikan spiritualnya. Dalam pendidikan Islam, pendidikan spiritual adalah pembinaan jiwa dan pendidikan akhlak manusia karena pokok ajarannya adalah al- Qur’an dan al- Hadits.
80
Metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual anak didik adalah dengan metode pembentukan kebisaan dan metode spiritualisasi Islam. Metode pertama ditekankan penyampainya pada pendidikan akhlak dan pembinaan jiwa untuk anak-anak. Sedangkan metode kedua lebih ditekankan pada orang dewasa. Dengan demikian pendidikan spiritual itu berhubungan erat dengan pendidikan akhlak dan pembinaan jiwa bagi orang dewasa karena misi dari spiritualisasi Islam itu sendiri adalah ditujukan kepada orang yang sudah akil baligh. Pendidikan
spiritual
dalam
pelaksanaan
dan
keberhasilannya
menekankan usaha dan aktif manusia itu sendiri dalam mengenali dan mengembangkan potensi jiwa (fitrah) manusia yang dapat membawa pada hidayah Tuhan. Fitrah adalah ilahiyah (original road) yang Allah berikan sejak ditiupkannya ruh kedalam rahim ibu. Kecerdasan spiritual menyangkut kemampuan seseorang untuk mengenali Tuhannya yang telah menciptakannya, dengan mengenali Tuhannya seorang manusia niscaya akan mengalami sukses dalam hidupnya. Tidak hanya didunia tapi juga di akhirat nanti. Sebab ia akan mengawali segala sesuatunya dengan nama Allah dan menjalaninya sesuai dengan perintah-Nya, dan mengembalikan apapun hasilnya kepada Allah. Kemampuan untuk mentransendenkan yang fisik dan material, serta kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak merupakan dua komponen inti kecerdasan spiritual seseorang yang mengalami
81
transendensi senantiasa menyadari kehadiran Allah dalam setiap gerak tubuhnya, bahkan dalam setiap tarikan nafasnya. Kecerdasan spiritual seperti ini akan memberikan kesadaran yang membantu seseorang untuk mengangkat aktivitas keseharian yang biasa-biasa saja menjadi sesuatu yang luar biasa atau mengangkatnya kedataran yang lebih tinggi. Secara fitriah, anak-anak dilahirkan dengan potensi SQ yang tinggi. Namun perlakuan yan kurang tepat dari keluarga atau sekolah sering merusak potensi diri. Di sinilah peran pendidikan Islam dalam menjaga kemurnian dan mengembangkan potensi anak, sehingga akan terbentuk manusia yang bermental khalifah, senantiasa bekerja keras dan tidak putus asa dalam menghadapi berbagai tantangan hidupnya, namun tetap menempatkan diri dalam posisi sebagai hamba yang tunduk dan patuh kepada Tuhannya. C. Pelaksanaa Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual dalam Konteks Pendidikan Islam Islam adalah agama yang sempurna, universal dan rahmatan lil ‘alamin. Di dalam Islam diajarkan tentang konsep keseimbangan dalam pendidikan agar terbentuk insan yang muttaqin (insan yang bertaqwa), sehingga dalam pendidikan Islam tidak dikenal istilah dikotomi pendidikan, baik pendidikan yang bersifat duniawi maupun ukhrowi. Karena tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah tercapainya keseimbangan hidup (kebahagian) di dunia dan akhirat. Pendidikan agama Islam bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu berbicara pendidikan Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai juga dalam rangka menuai
82
keberhasilan hidup (hasanah) di dunia yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak. Menurut Hasbi As-Siddiqi lapangan pendidikan agama Islam meliputi beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tarbiyah Jismiyah yaitu segala rupa pendidikan yang wujudnya menyuburkan dan menyehatkan tubuh serta menegakkannya, supaya dapat merintangi kesukaran yang dihadapi dalam pengalamannya. 2. Tarbiyah Aqliyah, yaitu sebagaimana rupa pendidikan dan pelajaran yang akibatnya mencerdaskan akal menajamkan otak, semisal ilmu hitung. 3. Tarbiyah adabiyah, yaitu segala rupa praktik maupun berupa teori wujudnya meningkatkan budi dan meningkatkan perangai. Tarbiyah adabiyah atau pendidikan akhlak dalam ajaran Islam merupakan salah satu ajaran pokok yang mesti diajarkan agar umatnya memiliki/ melaksanakan akhlak yang mulia yang telah dicontohkan oleh Rasululloh.79 Demikian pula dalam ajaran Islam akhlak merupakan ukuran/ barometer yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai kadar iman seseorang. Seseorang baru bisa dikatakan memiliki kesempurnaan iman apabila dia memiliki budi pekerti/ akhlak yang mulia. Oleh karenam itu, masalah akhlak merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus diutamakan dalam pendidikan agama Islam untuk ditanamkan/ diajarkan kepada peserta didik. Dalam pendidikan Islam antara kecerdasan emosional (akhlakul karimah) dan kecerdasan spiritual (kecerdasan ruhani) tidak dapat dipisahkan, karena kecerdasan spiritual (kecerdasan ruhani) merupakan landasan bagi terbentuknya kecerdasan emosional (akhlakul karimah). Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan kecerdasan emosinal dan kecerdasan spiritual dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Kecerdasan Emosional Tujuan utama dari pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, laki-laki 79
Abdul Mujib dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 138.
83
maupun wanita, jiwa yang bersih, kemauan yang keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi, tahu arti kewajiban dan pelaksanaannya, menghormati hak-hak manusia, tahu membedakan buruk dengan baik, memilih suatu fadhilah karena cinta pada fadhilah, menghindari suatu perbuatan yang tercela karena ia tercela dan mengingat Tuhan dalam setiap pekerjaan yang dilakukan.80 Tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam Islam ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas jujur dan suci.81 Banyak kegiatan-kegiatan dalam pendidikan Islam dalam rangka untuk meningkatkan kecerdasan emosional, diantaranya adalah: a. Kegiatan Qurban kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka untuk membina mental peserta didik agar memiliki kebiasaan untuk berlaku sabar dan ikhlas dalam melaksanakan aktivitas apapun, seperti yang telah diajarkan dalam al-Qur’an terutama kisah Nabi Ibrahim as dengan putranya yaitu Ismail as. Kegiatan ini juga bertujuan untuk menanamkan sikap rela berkorban untuk mencari ilmu, mengamalkan serta menda’wahkannya. b. Melaksanakan Ibadah Puasa Kegiatan ini lebih mengarah pada pembentukan kecerdasan emosional. Karena dengan berpuasa dapat membentuk karakter yang baik diantaranya; terbentuknya pengendalian diri, kesabaran, keikhlasan dan juga mengajarkan kedisiplinan. c. Pelaksanaan Zakat Kegiatan ini mengajarkan akan arti pentingnya memiliki sikap sosial. Zakat fitrah bagi pesrta didik khususnya akan meningkatkan rasa empati yang tinggi terhadap sesama, mengajarkan untuk memiliki kepedulian sosial, dan juga akan meningkatkan rasa persaudaraan yang kokoh, sehingga kegiatan ini lebih mengarah pada kecerdasan emosional. 2. Pelaksanaan Kecerdasan Spiritual Persoalan yang paling mendasar dalam Islam adalah perkara aqidah (keyakinan), karena baik dan tidaknya suatu amal tergantung pada aqidah seseorang. Manakala aqidah seseorang baik/lurus maka semua amal akan menjadi baik, sehingga Rasulullah saw pada awal da’wahnya yang di 80
. M. Athiyah al- Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), 103. 81 . Ibid, 104.
84
utamakan adalah keimanan. Dengan keimanan yang mantap maka seseorang akan tergerak untuk melakukan kebajikan yang didasari dengan iman. a. Kegiatan KeIslaman (majlis ta’lim) Kegiatan ini biasanya masuk dalam kegiatan extrakurikuler (kegiatan diluar jam sekolah). Di dalamnya diajarkan mengenai aqidah, sehingga kebanyakan siswa yang mengikuti kegiatan ini memiliki keimanan yang bagus dibanding dengan siswa yang tidak mengikutinya. Mereka memiliki ke-Islaman yang matang buah dari kekuatan iman yang dimiliki, Sehingga secara tidak langsung acara ini turut mendukung terhadap kegiatan intrakurikuler Pendidikan Agama Islam. b. Pondok Ramadhan Pondok ramadhan/pesantren kilat dilaksanakan sekali setiap tahunnya. Di dalamnya diajarkan amal-amal ke-Islaman dari bangun tidur sampai akan tidur kembali. Siswa akan semakin bertambah wawasannya terutama wawasan tentang keimanan, karena inti dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. c. Kegiatan Shalat Di sekolahan sekarang ini siswa sudah dibiasakan untuk melaksanakan shalat secara jama’ah (khususnya shalat dhuhur) dan juga shalat dhuha setiap kali ada jam pelajaran Pendidikan Islam. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mengingatkan siswa untuk selalu ingat kepada Allah (dzikrullah), sehingga kegiatan ini lebih mengarah pada pembentkan kecerdasan spiritual. d. Membaca Al-Qur’an Setiap ada jam pelajaran Pendidikan Islam biasanya diawali dengan kegiatan tadarrus al-Qur’an. Siswa ditekankan untuk menghafal ayat sedikit demi sedikit dan diperintahkan untuk meresapi/memahami kandungannya. Dengan demikian siswa akan semakin tebal keimanannya, sehingga akan lebih mendekatkan diri kepada Allah.
85
BAB IV ANALISIS TERHADAP KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL SERTA PELAKSANAANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Analisis Terhadap Kecerdasan Emosional Pengertian kecerdasan emosi (EQ) dalam wacana psikologi Islam adalah kecerdasan yang berkaitan dengan pengendalian nafsunafsu impulsif dan agresif. Kecerdasan ini mengarahkan seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada, tenang, sabar dan tabah ketika mendapat musibah, dan berterima kasih ketika mendapat kenikmatan. dengan penataan emosinya yang terkendali dari kalbu, diharapkan seseorang tidak terjerumus untuk mengikuti keinginan hawa nafsu. Emosi (rasa) yang pada suatu waktu dirasakan manusia berkaitan erat dengan nafsunya (al-Nafs). Al-nafs mempunyai dua pengertian, yang pertama nafs adalah kekuatan hawa nafsu dalam diri manusia yang merupakan sumber timbulnya akhlak tercela. Pengertian yang kedua nafs adalah perasaan halus (lathifah) dan merupakan hakikat manusia yang senantiasa mengajak manusia kepada an-nafsul muthmainnah (jiwa yang tenang). Sebagaimana firman Allah yang menjelaskan bahwa orang-orang yang memiliki jiwa yang tenang (keimanan yang sempurna) akan mendapatkan keridhaan dari Allah dan dimasukkan ke dalam surga.
86
Nafsu dalam kalbu manusia memiliki natur terendah yaitu kehewanan (hayawan) dan memiliki daya tarik yang kuat sekali dibanding kedua sistem fitrah nafsani yang lain. Prinsip kerjanya hanya mengejar kenikmatan (pleasure) duniawi dan ingin mengumbar nafsu-nafsu impulsifnya. Oleh karena itu, sangat diperlukan sebuah sistem kendali dalam setiap aktualisasi manusia sehingga kalbunya tidak akan tunduk kepada an-nafs. Sistem kendali yang dimaksud adalah dhamir (hati nurani) yang dibimbing oleh fitrah munazzalah (al- Qur’an dan as-Sunnah). Dhamir adalah daya fitrah yang mampu mengendalikan yang benar dari yang salah dan yang baik dari yang buruk. Apabila dhamir yang berperan sebagai sistem kendali kalbu ini melemah, dengan diikuti tidak berfungsinya akal sehat manusia, maka nafsu mampu mengaktualisasikan sifat kehewanannya (natur hayawaniah), yaitu dengan nafsu syahwatnya. Tetapi apabila sistem kendali kalbu dan akal tetap berfungsi maka daya nafsu melemah. Walaupun natur asli nafsu mengarah pada amarah yang buruk, namun apabila ia diberi rahmat oleh Allah maka ia menjadi daya positif. Nafsu yang telah mendapat rahmat ini dapat melahirkan akhlak yang terpuji (akhlaqul karimah). Dengan tertanamanya budi pekerti yang luhur, diharapkan seseorang dapat mengendalikan emosi dalam dirinya dalam situasi apapun. Hal ini sangat penting karena emosi yang keluar berhubungan dengan nafsu amarah manusia yang melahirkan perilaku amoral dalam kehidupan manusia.
87
Namun apabila manusia berhasil memberdayakan akalnya serta mampu mengendalikan nafsunya, maka manusia akan meraih tingkat tertinggi: Malakyan Rabbaniyah (kemalaikataan dan keTuhanan). Sebaliknya kegagalan manusia mengendalikan nafsunya, menjadikan manusia turun ketingkat yang terendah: bahimiyah (kehewanan). Dari uraian di atas dapat dijelaskan, bahwa perasaan-perasaan (emosi) sebagai akibat dari adanya daya pendorong jiwa manusia dinilai terpuji apabila ia tetap berada pada fungsi naturalnya dalam memenuhi tuntutan kebutuhan badaniyah (kebahagiaan badan) yang dapat mengantarkan seseorang meraih sa’adah nafsiyah (kebahgiaan diri) dan sa’adah ukhrowiyah (kebahagiaan akhirat). Sebaliknya, syahwat dinilai tercela bila ia tidak berada dalam fungsi naturalnya. Dengan bentuk syahwat ini manusia berada pada hayawaniah (hewan), dan pada akhirnya terjerumus pada hal-hal yang amoral. Keberhasilan kalbu untuk mengendalikan nafsu dalam diri seseorang akan mencapai sebuah keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikannya. Tinjauan Pendidikan Islam tentang pembinaan dan pengarahan emosi anak didik yang kemudian melahirkan sebuah kecerdasan emosional berkaitan erat dengan penbinaan aspek ruhani anak didik agar mereka memiliki jiwa yang penuh takwa kepada Allah sehingga memunculkan perilaku yang terpuji (akhlaqulkarimah). Dengan tertanamnya pendidikan tentang akhlaq yang terpuji dalam diri
88
anak didik, diharapkan ia akan memiliki kesadaran diri, tidak hanya mengikuti hawa nafsu yang merugikan manusia.
Pendidikan akhlaq tidak hanya mengajarkan bagaimana seseorang harus bersikap kepada sesamanya atau makhluq hidup lainnya, tetapi juga aspek ruhani dengan meneguhkan akar-akar iman kedalam hati manusia sebagai seorang hamba Allah dengan jalan taqarrub dan ibadah kepada Allah. Terbina sebuah hubungan yang harmonis antara sesama manusia (horizontal) dan juga dalam Tuhan Sang Pencipta (vertical). Dari sinilah akan lahir sosok pribadi muslim yang bertakwa dan istiqomah dalam berperilaku. Dalam jiwa yang penuh takwa ini seseorang tidak akan mudah dikuasai oleh emosi dirinya. Karena seperti halnya perbuatan jahat bersumber dari keinginan diri sendiri, demikian juga perbuatan baik bersumber dari diri sendiri. Maka jika keinginan diri itu dibimbing oleh keinsyafan Ilahi atau takwa akan membawa seseorang kepada kebaikan. Ketakwaan seseorang akan melahirkan kepribadian yang tenang, tabah dan sabar dalam menghadapi berbagai permasalahan dalam hidupnya, tidak mengenal takut kecuali hanya kepada-Nya. Namun hal ini tidak akan mungkin dapat tercapai apabila sejak dini anak didik tidak diperkenalkan dengan nilai-nilai agama yang menjadi sumber pegangan dalam kehidupan.
89
Dengan nilai-nilai agama yang telah tertanam didalam hati anak didik sejak dini, maka akan terwujudlah insan yang lebih siap secara lahir dan batin dalam menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Dalam wacana pendidikan Islam, takwa seperti ini menjadi energi yang membimbing manusia untuk berperilaku lebih baik dan meninggalkan perilaku buruk yang menyimpang. Jadi takwa merupakan salah satu faktor penting dalam kematangan, kesempurnaan, keseimbangan pribadi, dan dalam mencapai predikat insan kamil serta meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Disinilah peran pendidikan Islam dalam mengarahkan emosi anak didik agar dapat menjadi pribadi yang mempunyai format kepribadian seperti Rasulullah SAW sehingga tercermin kepribadian yang terwujud didalamnya sikap istiqomah dalam berperilaku serta terkumpul di dalamnya sifat-sifat terpuji. Sedangkan menurut Ary Ginanjar Agustian bahwa agar manusia bisa berfikir secara jernih, melihat dengan tepat (dengan mata hati), atau melihat secara objektif dan akhirnya keputusan yang diambil akan benar dan dengan cara yang adil dan bijaksana sesuai dengan fitrah dan suara hati. Maka beliau mengawali konsep ESQ Modelnya dengan Zero mind process (menjernihkan emosi), hasil dari ZMP (Zero Mind Process), maka hati akan menjadi jernih. Kemudian hati yang jernih itu akan diisi dan dibangun melalui enam prinsip yang didasarkan atas rukun iman, yang beliau namakan Mental Building (membangun mental). Setelah melalui pemahaman keenam prinsip ini, akan terbentuklah manusia yang memiliki suatu landasan yang kokoh, suatu pegangan yang pasti, berupa sebuah prinsip yang kuat dan tidak akan berubah meskipun menghadapi berbagai rintangan dan permasalahan yang sangat berat sekalipun, prinsip ini akan abadi selamanya. Inilah sumber kebahagiaan dan ketentraman dalam hidup, dan pintu gerbang menuju suatu keberhasilan baik lahir maupun batin.
90
Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk mengendalikan emosi manusia agar selalu dalam kondisi stabil, juga berfungsi untuk melindungi fitrah (God Spot), menjaga agar fitrah dipusat tetap utuh terpelihara. Karakteristik dari keenam azas ini adalah sesuai dengan sifat dasar manusia (Human Nature) yang sejalan dengan kehendak hati nurani, kehendak alam, sebagai cerminan dari kehendak Alloh Yang Maha Kuasa. Enam azas ini adalah metode ringkas untuk membangun mental hanif, sehingga seseorang akan mampu mendengar bisikan suara hati Ilahiah sebagai bimbingan dari Sang Maha Sempurna. Jadi antara konsep kecerdasan Emosional dalam Pendidikan Islam dengan konsepnya Ary Ginanjar Agustian pada dasarnya sama, yaitu sama-sama berdasarkan pada fitrah (suara hati). Hanya saja konsep beliau banyak meminjam istilah asing (non-Arab) dan juga untuk mewujudkan suatu kecerdasan emosional beliau menyusun dalam beberapa langkah, sehingga mudah untuk difahami sekaligus diamalkan dalam kehidupan. B. Analisis Terhadap Kecerdasan Spiritual Spiritual Quotient (kecerdasan spiritual) atau kecerdasan Ruhani menurut Toto Tasmara, adalah suatu kecerdasan yang berhubungan dengan kualitas batin seseorang, sehingga pembahasannya tidak lepas dari jiwa atau ruhani (Al-qalbu). Kecerdasan Spiritual (keruhaniahan) berhubungan erat dengan daya kalbu manusia. karena dengan perantara kalbunya manusia tidak sekedar mengenal lingkungan fisik dan sosial, tetapi juga mampu mengenal lingkungan spiritual,
91
keTuhanan, dan keagamaan. Menurut Al-Ghazali, kalbu (al-qalb) menyangkut jiwa yang bersifat lathif, ruhaniah dan rabbani, juga memiliki insting yang disebut dengan an-nur al-ilahy (cahaya illahi). Kalbu mampu memperoleh pengetahuan (ma’rifah) melalui daya cipta rasa (al zawqiyah). Kalbu akan mencapai puncak pengetahuan apabila manusia telah mensucikan darinya (tazkiyah nafs) dan menghasilkan ilham (bisikan suci dari Allah) dan kasyf (terbukanya dinding yang mengahalangi kalbu). Kalbu memiliki daya-daya emosi (al infi’aly) yang menimbulkan daya rasa (al syu’ur). Al-Thabathabai dalam al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an mengemukakan bahwa fungsi kalbu selain berdaya emosi juga berdaya kognitif intuitif. Hal ini menunjukkan bahwa kalbu memiliki dua daya yaitu daya kognisi dan daya emosi. Namun daya emosi kalbu lebih banyak diungkap dari pada daya kognisinya, sehingga para ahli menganggap kalbu sebagai aspek nafsani yang berdaya emosi. Apabila ada penyebutan kalbu sebagai daya kognisi itupun terbatas pada kognisi yang diperoleh melalui pendekatan cita rasa (zawq), bukan pada nalar. Rasulullah dalam menyebarkan misi Islamnya selalu memperhatikan keseimbangan antara mental dan fisik, khususnya para sahabat yang menyertainya. Dalam masalah mental Rasulullah menjadikan iman sebagai energi ruhani yang tidak pernah habis dan kelelahan. Lebih dari itu, energi ruhani ini dalam prosesnya menjadi stimulus bagi kehandalan fisik para sahabat. Pendidikan
92
mental memang penting untuk meluruskan perilaku dan menghindarkan diri dari guncangan kejiwaan yang menyebabkan timbulnya perilaku yang menyimpang. Apabila jiwa manusia ini tidak mendapat bimbingan yang benar sesuai ajaran agama maka manusia tidak akan mampu melaksanakan tugasnya sesuai dengan hakikat penciptaan manusia. jiwa sebagai hakikat dari manusia berkaitan erat dengan soal spiritual dan akhlak. Kei’tidalan dan keikhlasan akhlak adalah kekuatan spiritual dan kesehatan jiwa. Kualitas jiwa dan kekuatan spiritual manusia secara moral dapat dilihat dari akhlaknya dalam hidup. Orang yang jiwa dan akhlaknya dekat dengan Allah adalah orang yang paling mulia di sisi-Nya dan sehat jiwanya, begitupun sebaliknya. Dalam wacana pendidikan Islam, pendidikan spiritual sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini agar anak didik nantinya dapat menjadi pribadi yang sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu membentuk masyarakat muslim yang berilmu dan bertaqwa kepada Allah, serta mampu meraih kebahagiaan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, politik, agama, dan lingkungan. SQ sebagai Hablum minallah, hubungan manusia dengan Allah. SQ merupakan kekuatan yang Maha Besar yang mengatur alam semesta ini, kekuatan yang harus diikuti dan dilaksanakan semua perintah-Nya. Memahami SQ dalam bingkai seperti ini, membuat seseorang denan mudah menanamkan nilai dan makna dari setiap aktivitas yang dilakukannya, dimana semua aktivitas yang dilakukan dalam kerangka pengabdia kepada Allah swt.
93
Dalam upaya pengembangan kecerdasan spiritual anak didik, Tazkiyah alnafs merupakan inti dari pendidikan spiritual. Tazkiyah al- nafs adalah usaha penyesuaian diri melalui pengosongan diri dari sifat- sifat tercela, dan takhliyah al- nafs merupakan penghiasan diri dengan akhlak dan sifat-sifat terpuji. Maka nantinya diharapkan, anak didik menjadi manusia yang mampu mencapai
kecerdasan
spiritual,
yaitu
kecerdasan
yang
tidak
hanya
menghubungkan antara manusia dengan manusia dan lingkungannya, tetapi yang lebih pokok adalah proses yang menghubungkan makhluk dengan khalik dan dunia dengan akhirat. Metode yang dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual anak didik adalah dengan metode pembentukan kebisaan dan metode spiritualisasi Islam. Metode pertama ditekankan penyampainya pada pendidikan akhlak dan pembinaan jiwa untuk anak-anak. Sedangkan metode kedua lebih ditekankan pada orang dewasa. Dengan demikian pendidikan spiritual itu berhubungan erat dengan pendidikan akhlak dan pembinaan jiwa bagi orang dewasa karena misi dari spiritualisasi Islam itu sendiri adalah ditujukan kepada orang yang sudah akil baligh. Pendidikan spiritual dalam pelaksanaan dan keberhasilannya menekankan usaha dan aktif manusia itu sendiri dalam mengenali dan mengembangkan potensi jiwa (fitrah) manusia yang dapat membawa pada hidayah Tuhan. Fitrah adalah ilahiyah (original road) yang Allah berikan sejak ditiupkannya ruh kedalam rahim ibu.
94
Kecerdasan spiritual menyangkut kemampuan seseorang untuk mengenali Tuhannya yang telah menciptakannya, dengan mengenali Tuhannya seorang manusia niscaya akan mengalami sukses dalam hidupnya. Tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat nanti. Sebab ia akan mengawali segala sesuatunya dengan nama Allah dan menjalaninya sesuai dengan perintah-Nya, dan mengembalikan apapun hasilnya kepada Allah. Kemampuan untuk mentransendenkan yang fisik dan material, serta kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak merupakan dua komponen inti kecerdasan spiritual seseorang yang mengalami transendensi senantiasa menyadari kehadiran Allah dalam setiap gerak tubuhnya, bahkan dalam setiap tarikan nafasnya. Secara fitriah, anak-anak dilahirkan dengan potensi SQ yang tinggi. Namun perlakuan yan kurang tepat dari keluarga atau sekolah sering merusak potensi diri. Disinilah peran pendidikan Islam dalam menjaga kemurnian dan mengembangkan potensi anak, sehingga akan terbentuk manusia yang bermental khalifah, senantiasa bekerja keras dan tidak putus asa dalam menghadapi berbagai tantangan hidupnya, namun tetap menempatkan diri dalam posisi sebagai hamba yang tunduk dan patuh kepada Tuhannya. Seangkan kecerdasan spiritual menurut Ary Ginanjar Agustian adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia
95
yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik), serta berprinsip “hanya karena Allah”. Oleh karena itu, dalamm konsepnya, kecerdasan spiritual ini dikaitkan dengan ihsan yaitu beribadah seolah-olah melihat Tuhan, atau merasa diklihat oleh-Nya. ihsan menghendaki bahwa manusia harus menyadari akan kehadiran Allah dan berperilaku dengan sebaik-baiknya, bahkan ihsan juga menuntut agar berfikir, merasa, dan berniat secara baik pula. Ihsan tidak cukup hanya dengan perbuatan baik lahiriyah, tetapi harus ada keselarasan antara pikiran, sikap bertindak dengan perbuatan lahiriyah. Harmonitas kejadian ini disebut dengan ikhlas (ketulusan) dan selanjutnya ihsan ini akan menjadi value dan drive manusia dalam kehidupan. Konsep ESQ Modelnya setelah langkah Zero Mind Process dan Mental Building adalah Personal Strength (Ketangguhan pribadi) adalah ketika seseorang berada pada posisi atau dalam keadaan telah memiliki pegangan prinsip hidup yang kokoh dan jelas. Seseorang bisa dikatakan tangguh apabila ia telah memiliki prinsip yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan yang terus berubah dengan cepat. Seseorang boleh dikatakan tangguh apabila sudah merdeka dari berbagai belenggu yang bisa menyesatkan penglihatan dan fikiran. Ia mampu untuk terus menjaga fikiran untuk tetap jernih dan dalam kondisi fitrah, sehingga segala kebijaksanaan yang dibuatnya terbebas dari paradigma yang menutup mata dan telinga dari kebenaran. Ia akan mampu menikmati hidup, meskipun orang lain melihat bahwa bahwa ia sedang dalam kesengsaraan menurut ukuran mata
96
telanjang. Itulah ketangguhan pribadi yang dihasilkan apabila seseorang hanya berpegang kepada Allah Yang Esa, dan tidak ada Illah lain baginya kecuali Allah swt yang menjadi gantungan hidup. Jadi konsep kecerdasan spiritual dalam pendidikan Islam merupakan kecerdasan yang akan menjadi motivasi (drive) bagi keerdasan emosional, bahkan juga terhadap kecerdasan intelektual. Karena Kalbu memiliki daya-daya emosi ( al infi’aly) yang menimbulkan daya rasa (al syu’ur). Sedangkan menurut Ary Ginanjar Agustian bahwa Tauhid akan mampu menstabilkan tekanan pada amygdala (sistem saraf emosi), sehingga emosi terkendali (EQ). Pada saat seperti ini maka suara hati Ilahiyah akan muncul yang akan menjadi penunjuk terhadap keputusan yang diambil, yang berdasarkan fitrah dan perhitungan yang logis, sehingga intelektualitas bergerak pada manzilah, atau garis edar yang mengorbit kepada Allah Yang Esa (SQ). C. Analisis Terhadap Pelaksanaan Kecerdasan Emosional dan Spiritual dalam Pendidikan Islam. Pendidikan agama Islam bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Oleh karena itu berbicara pendidikan Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacu pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial. Penanaman nilai-nilai juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup (hasanah) di dunia yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan (hasanah) di akhirat kelak. Dalam ajaran Islam akhlak merupakan ukuran/ barometer yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai kadar iman seseorang. Seseorang baru bisa
97
dikatakan memiliki kesempurnaan iman apabila dia memiliki budi pekerti/ akhlak yang mulia, sehingga dalam pendidikan Islam antara kecerdasan emosional (akhlakul karimah) dan kecerdasan spiritual (kecerdasan ruhani) tidak dapat dipisahkan, karena kecerdasan spiritual (kecerdasan ruhani) merupakan landasan bagi terbentuknya kecerdasan emosional (akhlakul karimah). Tujuan dari pendidikan moral dan akhlak dalam Islam ialah untuk membentuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas jujur dan suci. Dalam praktiknya banyak dijumpai kegiatan-kegiatan yang merupakan realisasi dari kecerdasan emosional dan spiritual, di antaranya adalah: 1. Kegiatan Qurban Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka untuk membina mental peserta didik agar memiliki kebiasaan untuk berlaku sabar dan ikhlas dalam melaksanakan aktivitas apapun, seperti yang telah diajarkan dalam al-Qur’an terutama kisahnya Nabi Ibrahim as dengan putranya yaitu Ismail as. Kegiatan ini juga bertujuan untuk menanamkan sikap rela berkorban untuk mencari ilmu, mengamalkan serta menda’wahkannya. 2. Melaksanakan Ibadah Puasa Kegiatan ini selain diwajibkan ternyata mengandung banyak hikmah, karena dengan berpuasa dapat membentuk karakter yang baik di antaranya; terbentuknya pengendalian diri, kesabaran, keikhlasan dan juga mengajarkan kedisiplinan. Fathi Yakan mengatakan bahwa Iman bukanlah sekedar konsepsi atau mengenai tarbiyah rabbaniyah saja tanpa pelaksanaannya secara nyata. Iman harus terwujud dalam bentuk amaliyah yang dapat membersihkan noda-noda jiwa dan dapat mengangkat kita pada kesempurnaan. Sedangkan shaum merupakan salah satu latihan spiritual yang dapat memperkuat iradah dan menjadikan iman dan takwa sebagai kendali jasad fisik dan menundukkan tuntutan
jasad
rohani.
Shaum
juga
dapat
memperhalus
perasaan,
98
mengembangkan kecenderungann kearah yang luhur, serta membersihkan fikrah dan memjernihkan hati. 82 3. Pelaksanaan Zakat Kegiatan ini mengajarkan akan arti pentingnya memiliki sikap sosial. Zakat fitrah bagi pesrta didik khususnya akan meningkatkan rasa empati yang tinggi terhadap sesama, mengajarkan untuk memiliki kepedulian sosial, dan juga akan meningkatkan rasa persaudaraan yang kokoh. Tujuan zakat dalam Islam yaitu: bentuk ketaatan untuk melaksanakan kewajiban dari Allah, wujud solidaritas sosial antara orang yang kaya dan miskin, mensucikan harta, mensucikan jiwa dari kebakhilan, sebab-sebab tertolaknya bencana dan penyakit. 83 4. Kegiatan KeIslaman (majlis ta’lim) Hal ini bertujuan untuk mempertebal keimanan peserta didik, sehingga secara tidak langsung mendukung tercapainya tujuan pendidikan Islam, karena di dalamnya diajarkan tentang aqidah Islamiyah. 5. Pondok Ramadhan Biasa disebut dengan pesanren kilat. Di dalamnya diajarkan tentang keimanan, fikih, sejarah dan cerita-cerita Islami dalam rangka untuk meningkatkan keimanan dan wawasan ke-Islaman. 6. Kegiatan Shalat Berjama’ah Baik shalat sunah khususnya Shalat dhuha maupun shalat dhuhur. Dengan kegiatan ini diharapkan agar peserta didik selalu ingat kepada Allah (dzikrullah), juga mampu menerapkan makna shalat dalam kehidupan, sehingga selain meningkatkan keimanan juga akhlaqul karimah. 7. Tadarrus al-Qur’an (membaca dan memahami al-Qur’an) Peserta didik dibiasakan untuk membaca dan memahami ayat alQur’an terkait materi yang diajarkan, sehingga hal ini akan semakin mempertebal keimanan dan pada akhirnya akan semakin mendekatkan diri kepada Allah. 8. Ibadah Haji 82
. Muhammad Said Al-Qahthani, et al., Memurnikan Laa Ilaaha Illa Allah (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), 109. 83 . Abdul Aziz Bin Muhammad Bin Abdullaah As-Sadhan, Ensiklopedi mini Muslim Panduan Praktis Jurun Dakwah dan Para Aktivis (Solo: Pustaka Arafah, 2006), 79.
99
Dalam Islam ini merupakan amalan yang akan memberikan kesempurnaan terhadap lahir dan batin, meningkatkan keimanan dan ukhuwah Islamiyah. Ibadah haji juga sangat besar hukmahnya diantaranya: untuk menanamkan keimanan dan memantapkan keyakinan tentang kebesaran agama Islam, menumbuhkan rasa persaudaraan diantara sesama manusia dari berbagai suku bangsa dan warna kulit, yang dilambangkan dengan pakaian serba putih tidak berjahit, membangkitkan rasa persaudaraan dan persatuan di antara umat Islam di seluruh dunia, hingga tercapailah solidaritas dan tercipta ukhuwah Islamiyah terhindar sengketa dan perselisihan, dan pertemuan di musim haji merupakankesempatan yang amat baik sekali bagi umat Islam di seluruh dunia buat bertukar pengalaman dan pengetahuan tentang kemajuankemajuan yang diperoleh oleh suatu negara, baik dalam bidang ekonomim, politik, kebudayaan dan lain-lain, serta mengadakan kerjasama yang erat dalam masalah-masalah tersebut.84 Di dalam konsep ESQ Ary Ginanjar Agustian juga terdapat pelaksanaan terhadap kecerdasan emosional dan spiritual. Dalam hal kecerdasan spiritual beliau banyak memberikan contoh-contoh peristiwa nyata yang berhubungan dengan pengalaman spiritual, kemudian beliau hubungkan dengan suara hati yang meng-Ilahi (fitrah). Shalat menurutnya merupakan sarana uintuk relaksasi, untuk mendengar lagi suara hati yang meng-Ilahi, agar menjadi peka kembali, sehingga dengan shalat akan semakin mencerdaskan spiritual dan sekaligus emosional seseorang. Selain shalat sebagai sarana membangun karakter (character building), di dalam Personal Strength, juga terdapat Self Controlling (pengendalian diri) yang dilambangkan dengan puasa. Salah satu manfaat puasa adalah sebagai sebuah bentuk pelatihan untuk mengendalikan suasana hati. Setelah Personal Strength, langkah berikutnya adalah Sosial Strength yang beliau lambangkan dengan Zakat, yang pada prinsipnya adalah memelihara lingkungan sosial dengan prinsip memberi sehingga tercipta suatu sinergi. Kemudian beliau mengakhiri konsepnya dengan langkah Total action (aplikasi total) yang dilambangkan dengan Haji yang merupakan suatu wujud keselarasan antara Iman dan Islam. Dorongan suara hati untuk menjadi sempurna lahir dan batin, secara pikiran dan tindakan.
84
2005), 97.
. Haya Binti Mubarok Al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah (Jakarta: Daarul Falah,
100
BAB V PENUTUP
A. A. Kesimpulan Dari berbagai penjelasan dalam karya ilmiah ini, tentang Konsep Kecerdasan Emosional dan Spiritual dalam Pendidikan Islam (telaah berdasarkan pemikiran Ary Ginanjar Agustian), secara garis besar dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Konsep Kecerdasan Emosional dan spiritual menurut Ary Ginanjar Agustian adalah suatu perangkat kerja dalam hal pengembangan karakter dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai Rukun Iman dan Rukun Islam, yang pada akhirnya akan menghasilkan manusia unggul disektor emosi dan spiritual, yang mampu mengeksplorasi dan menginternalisasi kekayaan ruhiyah dan jasadiyah dalam hidupnya. Dalam hal ini beliau membangun ESQ dengan beberapa konsep diantaranya Zero mind process (proses penjernihan emosi), mental building (membangun mental), personal strength (ketangguhan pribadi), dan social strength (ketangguhan sosial). Konsep Kecerdasan Emosianal dan Spiritual dalam Pendidikan Islam adalah suatu bentuk pembinaan dan pengarahan emosi dan spiritual, sehingga terbentuklah manusia yang memiliki jiwa penuh takwa dalam menghadapi tantangan hidup dan terkumpul didalamnya sifat-sifat terpuji, serta menjadikan manusia yang bermental khalifah namun tetap tunduk kepada
101
Tuhannya. Dalam hal ini pendidikan Islam memberikan konsep berupa ajaran Aqidah, al-Qur’an, fiqih, syariah dan akhlak. Pelaksanaan kecerdasan emosional dan spiritual dalam pendidikan Islam adalah terealisasinya konsep
ESQ dalam
kehidupan,
dalam
rangka
untuk
mewujudkan insan yang penuh takwa, berakhlak mulia, dan bermental khalifah. Diantara pelaksanaan adalah: kegiatan kurban, ibadah puasa, pelaksanaan zakat, pelaksanaan salat, membaca al-Qur’an, ibadah haji, majlis taklim, dan pondok ramadhan.
SARAN-SARAN Bila mengamati perkembangan saat ini, nampaknya telah muncul kesadaran baru dikalangan praktisi pendidikan bahwasanya IQ bukanlah satu-satunya ukuran kecerdasan anak didik, namun ada kecerdasan yang jauh lebih penting yaitu EQ dan SQ. untuk itulah secara operasional hendaknya pendidikan Islam dalam proses pendidikan dan pengajaran mengupayakan : 1. Generasi baru harus dididik aspek mental dan spiritualnya untuk memiliki keyakinan yang kuat dan bertauhid, menyembah hanya kepada Allah dan selalu bersikap tegas dalam mentaati tuntunan hidup secara Islami. 2. Generasi baru harus dididik aspek sosialnya, dapat hidup di masyarakat secara sehat, memahami prinsip persamaan persaudaraan, dan kerjasama untuk dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dalam masyarakat.
102
3. Generasi baru selain dikembangkan aspek intelektualnya harus dikembangkan aspek emosional dan spiritualnya, sehingga ia mampu dan mau menjalankan syariat dan memikul amanah secara bertanggung jawab. 4. Generasi baru dalam aspek individunya harus dididik mempunyai sikap yang terbuka dan menjauhi sikap inklusif, untuk saling menerima dan memberi dalam membangun peradaban ilmu pengetahuan dengan akhlak Islami.