BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih diprioritaskan mengingat sifat menularnya yang bisa menyebabkan wabah dan menimbulkan kerugian besar.1 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut juga Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dengan gejala demam dan pendarahan serta dapat menyebar dengan cepat di masyarakat karena vektornya tersedia, yaitu Aedes aegypti.2 Selama 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan yang tajam pada insidensi dan penyebaran DBD secara geografis dan di beberapa negara asia tenggara sekarang epidemik terjadi setiap tahun. Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit DBD yang mengakibatkan banyak kematian terjadi di sebagian besar negara asia tenggara, termasuk India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Sri Langka dan Thailand, juga di Singapura, Kamboja, China, Laos, Malaysia, Kaledonia Baru, Palau, Filipina, Tahiti dan Vietnam di Wilayah Pasifik Barat.3 Pakistan tahun 2010 melaporkan 1.500 kasus dengan 15 kematian (CFR=1%).4 WHO 2008 melaporkan kasus demam berdarah dengue di Brasil
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 647 kasus dengan 48 kematian (CFR = 7,41%), di Rio Janairo dilaporkan kasus demam berdarah dengue sebanyak 57.010 kasus dengan 125 kematian (CFR = 0,21%).5 WHO 28 Februari 2005 di Timor Leste melaporkan 336 kasus demam berdarah dengue dengan 22 kematian (CFR = 6,5%). 15 Februari 2005, 215 kasus dengan 20 kematian (CFR = 9,3%). 9 Februari 2005,178 kasus dengan 16 kematian (CFR= 8,9%).6Di Singapura terdapat sebanyak 8.826 kasus demam berdarah dengue dengan CFR 0,27% pada tahun 2007.7 Pada tahun 2010 terjadi penurunan kasus menjadi 5.364 kasus dengan CFR 0,11%.8 Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di Indonesia.Hampir setiap tahun terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) di beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan. Dewasa ini DBD telah tersebar di seluruh propinsi di Indonesia, program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlansung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87% pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya anakanak tetapi juga golongan umur lebih tua. Pada tahun 2011 sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (CFR : 0,8%).9 Pada tahun 2013, jumlah penderita DBD yang dilaporkan di Indonesia sebanyak 101,218 kasus dengan jumlah kematian 736 orang (IR=41,25 per 100.000 penduduk dan CFR = 0,7%). Angka insidens (IR) tertinggi terdapat di Provinsi Bali, yaitu 168,48 kasus per 100.000 penduduk dan terendah di Propinsi Papua yaitu 8,47 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan angka kematian (CFR)
Universitas Sumatera Utara
tertinggi adalah Provinsi Jambi sebesar 2,8% dan angka kematian terendah Provinsi Papua Barat dan Papua.10 Jumlah kasus DBD Provinsi Riau tahun 2010 dilaporkan sebanyak 1.003 kasus dengan angka kesakitan/Incidence Rate (IR= 18,1 per 100.000 penduduk) dan kematian sebanyak 26 orang (CFR = 2,6%). Angka CFR = 2,6%, di Propinsi Riau sudah melampau Indikator Nasional yaitu CFR akibat DBD kurang dari 1%.11 Propinsi Sumatera Utara memiliki 33 kabupaten/kota dimana jumlah kabupaten/kota yang terjangkit DBD di Sumatera Utara dari tahun 2011 sampai dengan 2013 mengalami kenaikan, tahun 2011 jumlah kabupaten/kota yang terjangkit DBD sebanyak 23 kabupaten/kota (69,70%). Tahun 2012 terjadi kenaikan, dimana jumlah kabupaten/kota yang terjangkit DBD mencapai 25 kabupaten/kota (75,76 %). Tahun 2013 semua kabupaten/kota di Sumatera Utara terjangkit DBD.12 Pada tahun 2008 dilaporkan terjadi 3 kali KLB DBD di 3 kota di Sumatera Utara yaitu Tanjung Balai terdapat 179 kasus dengan 5 orang meninggal (CFR=2,8%), Tebing Tinggi terdapat 62 kasus dengan 2 orang meninggal (CFR=3,2%) dan Pematang Siantar terdapat 28 kasus dengan 1 orang meninggal (CFR=3,6%). Total jumlah penderita sebanyak 269 kasus dan 8 orang diantaranya meninggal (CFR=2,87%).13 Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara dimana penemuan kasus dan angka kesakitan DBDuntuk Kota Tebing Tinggi mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2011 sebanyak 176 kasus dengan angka kesakitan 121/100.000 penduduk, pada tahun 2012 sebanyak 150 kasus dengan
Universitas Sumatera Utara
angka kesakitan 102/100.000 penduduk, tahun 2013 sebanyak 153 kasus dengan angka kesakitan 102,6/100.000 penduduk.14 Kecamatan Bajenis berada di Kota Tebing Tinggi dimana Kecamatan Bajenis adalah salah satu kecamatan endemis DBD karena sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 selalu terdapat kasus DBD. Pada tahun 2011 sebanyak54 kasus, tahun 2012 sebanyak 40 kasus dan tahun 2013 sebanyak 41 kasus.Kasus DBD di Kecamatan Bajenis cenderung tetap setiap tahunnya namun yang menjadi permasalahan, distribusi kasus DBD yang telah menyebar hampir di seluruh kelurahan yang ada di Kecamatan Bajenis dimana pada tahun 2007 terdapat 4 orang penderita meninggal dunia, tahun 2008 sebanyak 1 orang meninggal dunia dan tahun 2010 sebanyak 4 orang meninggal dunia.14 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan angka kejadian DBD sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor kebiasaan keluarga.Penelitian Dahlia (2012) tentang pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian DBD di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012, menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan fisik seperti pencahayaan, kondisi tempat penampungan air dan keberadaan jentik. Selain faktor lingkungan fisik, faktor kebiasaan keluarga juga sangat mempengaruhi kejadian DBD seperti kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan menggunakan anti nyamuk, dan kebiasaan dalam PSN.15 Permasalahan utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah masih belum berhasilnya upaya penggerakan peran serta masyarakat dalam PSN DBD yaitu melakukan pengendalian jentik Aedes aegypti melalui cara fisik, kimia, biologi yang mulai diintensifkan sejak Tahun 1992.32
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amrul Hasan (2007) di Bandar Lampung yang menemukan adanya hubungan antara PSN dengan kejadian DBD.33 Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dengan penyakit DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2014. 1.2. Rumusan Masalah Belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi dengan penyakit DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2014. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dengan penyakit DBD di Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi tahun 2014. 1.3.2. Tujuan Khusus a. Untuk
mengetahui
distribusi
proporsi
responden
berdasarkan
sosiodemografi yang meliputi :pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga. b. Untuk
mengetahui
pengaruh
antara
karakteristik
responden
(pendidikan,pekerjaan, dan pendapatan keluarga) dengan terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). c. Untuk mengetahui pengaruh antara faktor perilaku (pengetahuan, upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur,
kebiasaan
menggantung pakaian bekas pakai, kebiasaan tidur siang, penggunaan kasa
Universitas Sumatera Utara
anti nyamuk) dengan terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). d. Untuk mengetahui pengaruh antara faktor lingkungan (keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah, keberadaan jentik nyamuk, kepadatan hunian dan kondisi rumah) dengan terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). e. Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terjadinya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). 1.4.Manfaat Penelitian a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Tebing Tinggi dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit DBD di masa yang akan datang. b. Bagi masyarakat dapat menjadi sumber informasi tentang penyakit DBD. c. Bagi ilmu pengetahuan dapat menjadi bahan rujukan dan pengembangan penelitian penyakit DBD selanjutnya. d. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam menganalisa suatu masalah kesehatan di masyarakat, serta merumuskan penyelesaiannya.
Universitas Sumatera Utara