1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha, tidak ada sesuatu yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri. Bila sesuatu perusahaan ingin tetap survive, perusahaan harus mampu bersaing. Salah satu instrumen yang bisa dimanfaatkan oleh dunia usaha untuk bersaing dan berkembang lebih besar adalah ekspansi. Ada berbagai alasan lain perusahaan dalam melakukan ekspansi diantaranya adalah alasan ekonomis dan pribadi
(psikologis).
Alasan
ekonomis
diantaranya
untuk
meningkatkan/mempertahankan posisi bersaing perusahaan dan mempertahankan serta meningkatkan keuntungan. Sedangkan alasan pribadi mendapatkan kekuasaan atau prestise. Beberapa penulis membedakan bentuk-bentuk ekspansi menjadi dua, yaitu ekspansi usaha (business expansion), dan ekspansi finansial (financial expansion).1 Ekspansi usaha dilakukan oleh perusahaan tanpa mengubah struktur modalnya. Perusahaan tidak menambah alat-alat produksi tahan lama, tapi hanya menambah aktiva lancarnya. Sedangkan ekspansi finansial dilakukan perusahaan dengan menambah alat produksi tahan lama, mendirikan pabrik baru, membeli
1
Lihat Murti Sumani dan Jhon Soeprianto, Pengantar Bisnis (Yogyakarta: Liberty, 1987): Basu Swasta dan Ibnu Sukoco, Pengantar Bisnis Modern (Yogyakarta: Liberty, 2002)
2
perusahaan atau pengambilalihan (akuisisi) dan sebagainya, sehingga akan mengubah struktur modal karena memerlukan dana jangka panjang. Berdasarkan hal tersebut, berkembanglah dunia usaha yang ditandai dengan munculnya perusahaan swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Indonesia meratifikasinya dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Pasal 7476, 103-104, juga Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1998,2 yang membahas kegiatan dan pengaturan akuisisi perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, yaitu badan hukum yang dapat melakukan kegiatan berupa penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dengan kekuatan-kekuatan yang diundangkan.3 Disamping itu, juga ketetapan dari Departemen Keuangan RI, Badan Pengawas Pasar
Modal,
yaitu
Keputusan
ketua
Bapepam
tentang akuisisi
atau
pangambilalihan dan transaksi yang lain. Untuk mencapai tujuan perusahaan, PT dapat melakukan berbagi cara dan perencanaan yang efektif. Ada kemungkinan memperluas usahanya, tetapi hal ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang lebih besar. Adakalanya suatu perusahaan membeli atau mengambilalih perusahaan dengan alasan keuangan dan operasional. Misalnya, diversifikasi (untuk pertumbuhan), perluasan penyempurnaan, komplementasi ciri produk, memperbaiki manajemen, dan sebagainya. Banyak sudah akuisisi perusahaan yang dilakukan
di Indonesia, baik
akuisisi internal maupun akuisisi eksternal, langsung maupun lewat pasar modal,
2
Peraturan Pemerintah Replublik Indonesia no 27 Tahun 1998 Tanggal 24 Februari 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. 3 Munir Fuadi, Hukum Tentang Akuisisi Take Over dan LBO, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2001, 225-230
3
bahkan, di Indonesia terdapat perusahaan yang telah melakukan beberapa kali akuisisi, misalnya:4 PT Indocement mengakuisisi pabrik semen; PT Tridaya Manunggal Perkasa di Cirebon tahun 1991 dengan nilai akuisisi seluruhnya mencapai Rp. 1,741 trilliun. PT Indocement juga mengakuisisi perusahaan dan kelompok Indofood dengan nilai Rp. 777 miliar. Perusahaan-perusahaan dalam kelompok Indofood yang diakuisisi adalah; PT Panganjaya Intikusuma (akuisisi 51 %); PT Samaru Manufakturer (akuisisi 51 %); PT Sarimi Asih Jaya (akuisisi 51 %); dan lain-lain. Dalam bulan juli 1992, PT Idocement mengakuisisi PT Perwick Agung sebanyak 100% saham dengan harga Rp. 108 miliar, kemudian mengakuisisi PT Bogasari Flour Mills dengan harga Rp. 829 miliar. Selain PT Indocement, masih banyak perusahaan lain yang melakukan akuisisi, bahkan lebih dari sekali. Akuisisi juga dilakukan oleh atau terhadap perusahan terbuka (lewat pasar modal). PT Cipendawa Fram Enterprise merupakan perusahaan terbuka yang pertama diakuisisi, yaitu oleh PT Tjilatjap Pletizing Factory dari Dharmala Group pada tahun 1993. saham yang diakuisisi sebanyak 10,4 juta lembar atau 52%..5 Di samping itu, banyak pula perusahaan yang mencari dana lewat pasar modal untuk melakukan akuisisi misalnya, dana yang didapat dari IPO atau rights issue yang digunakan untuk mengakuisisi perusahaan lain. Contohnya, 27% dari 4 5
Harian Bisnis Indinesia, 20 Februari 1995, 4 Munir Fuadi, op. Cit, 2-3
4
dana IPO PT Kalbe Farma pada tahun 1991 digunakan untuk mengakuisisi PT Dankos laboratories. Proses akuisisi tidak lepas dari pasar modal yang menjembatani lembagalembaga pemilik dana, dalam hal ini disebut emiten (perusahaan yang go public). Di samping itu, di pasar modal ada konsultan dan broker atau pialang yang menjembatani penjual dan pembeli saham. Pasar modal merupakan instrumen bagi dunia usaha untuk menjual sebagian saham perusahaan. Masuk bursa atau go public ini dipromosikan secara luas sebagai usaha untuk memperoleh dana modal dari masyarakat. Dalam akuisisi pada perusahaan yang go public, terdapat dua macam pemegang saham, yaitu pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas yang memperoleh sahamnya di pasar modal. Keduanya memiliki kedudukan dan hak yang kuat. Pengertian Perseroan Terbatas sebagai badan hukum mengakibatkan PT tersebut memiliki hak dan kewajiban, mempunyai harta kekayaan dan dapat melakukan perbuatan hukum seperti subyek hukum lainnya, yaitu manusia. Namun, terkadang manusia hanya mementingkan perolehan haknya tanpa mau melaksanakan kewajibannya. Mereka hanya bisa menikmati posisinya sebagai insan yang teratas tanpa
memikirkan orang lain di bawahnya, sehingga dia
bertindak seenaknya terhadap orang lain yang ada di bawah kekuasaanya. Artinya, pemegang saham minoritas sering memperoleh hak secara tidak adil.
5
Dalam konstalasi pemikiran fiqih (hukum Islam),6 memang belum ditemukan secara tegas istilah akuisisi perusahaan. Yang ada hanya beberapa kata kunci penting tentang jual beli, saham dan pengampuan (al-hajr). Ketiga kata kunci inilah yang akan mampu menjawab keabsahan dan perlindungan pemagang saham minoritas dari satu perusahaan yang diakuisisi. Tujuan pencarian kekayaan dalam konsepsi fiqih bukanlah semata-mata untuk menjadi alat pemuas kebutuhan dan kebanggaan, melainkan untuk menjalankan roda perekonomian secara menyeluruh sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT. Perilaku manusia muslim dalam persoalan-persoalan keduniaan tidak terlepas dari upaya pengabdian kepada Allah SWT. Seluruh tindakannya harus senantiasa mengandung nilai-nilai ketuhanan. Hal ini menunjukan bahwa apapun jenis muamalah yang dilakukan harus didasarkan pada sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an, as-Sunnah, kaidah-kaidah umum yang berlaku dalam syariat Islam, atau dasar hasil ijtihad yang diberikan oleh Islam.7 Al-Qur’an dan as-Sunnah lebih banyak membicarakan persoalan muamalah dalam bentuk yang global dan umum saja. Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan peluang bagi manusia untuk melakukan inovasi terhadap berbagai bentuk muamalah yang dibutuhkan dalam kehidupan mereka. Syaratnya, 6
Tanpa bermaksud menafikan berbagai pendapat pakar fiqih, peneliti dalam hal ini tidak membedakan antara hukum Islam dan fiqih. 7 Mayoritas ulama menyepakati bahwa metode ijtihad yang absah digunakan dalam proses pengalihan hukum dari kedua sumber yang tak tergoyahkan “Al-Quran dan as-Sunnah” adalah melalui metode ijma’, qiyas, istihsan, istihshab, syadz al-dzari’ dan maslahah mursalah.
6
bentuk muamalah hasil inovasi ini tidak keluar dari prinsp-prinsip yang telah ditentukan oleh Islam.8 Perkembangan jenis dan bentuk muamalah yang dilakukan oleh manusia sejak dulu sampai sekarang sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan pengetahuan manusia itu sendiri. Atas dasar itu, dijumpai jenis dan bentuk muamalah yang beragam dalam berbagai suku bangsa, yang esensinya adalah saling melakukan interaksi sosial dalam upaya memenuhi kebutuhan masingmasing. Salah satu jenis muamalah yang berkembang belakangan ini adalah akuisisi perusahaan. Hal inilah
yang mendorong penulis untuk mengunakan proses
pengambilalihan (akuisisi) pada perusahaan ditinjau dari persepektif fiqih. Di samping itu, penulis juga akan membahas kedudukan dan perlindungan pemegang saham pada parusahaan yang diakuisisi (pemegang saham minoritas). B. Penegasan istilah Secara konseptual judul skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Akuisisi Perusahaan adalah pembelian atau pengambilalihah perusahaan atau PT yang mengeluarkan dan mejual saham-sahamnya kepada masyarakat di pasar modal.9
8
Prinsip-prinsip ini secara lebih jelas telah dikupas oleh Nasroen Harun dalam Fikih Muamalah (Jakarta; Gaya Media Pratama, 2000), 12 9 Marcel Go Drs., Akuisisi Bisnis (Jakarta: PT. Rieneka Cipta,1992),10
7
2. Fiqih adalah hukum-hukum (aturan-aturan) yang diistimbathkan dari dalildalil/sumber-sumber yang terperinci (al-Qur’an dan as-Sunnah)10 Secara operasional “Akuisisi Perusahaan Dalam Perspektif Fiqih” adalah pengambilalihan atau pembelian perusahaan ditinjau dari konsepsi fiqih. C. Rumusan Masalah 1. Bagaimana akad akuisisi Perusahaan dalam perspektif fiqih? 2. Bagaimana perlindungan dan kedudukan pemegang saham minoritas (sebagai pihak yang diakuisisi) dalam perspektif fiqih? D. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai antara lain: 1. Untuk mengetahui akad akuisisi Perusahaan dalam perspektif fiqih. 2. Untuk mengetahui perlindungan dan kedudukan pemegang saham minoritas (sebagai pihak yang diakuisisi) dalam perspektif fiqih. E. Kegunaan Penelitian Penulis berharap penelitian ini berguna untuk: 1. Memberikan kontribusi di bidang keilmuan yaitu skripsi ini sebagai bahan penelitian lanjutan. 2. Memberikan kontribusi pada masyarakat dan pemerintah terkait dengan akuisisi yang Islami.
10
Aladin kato H., Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002)2
8
F. Metode Penelitian Dalam
penelitian
ini,
peneliti
mengunakan
metode
kepustakaan
(bibliographic research) melalui penjelasan berikut; 1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research) dalam arti menggunakan data yang bersifat kepustakaan. 2. Metode Pendekatan Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode pendekatan deskriptifverivikatif,11 yaitu dengan memaparkan data-data tentang akuisisi perusahaan secara umum menurut undang-undang dan peraturan yang berlaku untuk dianalisis dan disimpulkan, kemudian memaparkan konsepsi fiqih, khususnya fiqh muamalah tentang konsepsi jual beli, untuk meninjau keabsahan akad akuisisi perusahaan dan meninjau perlindungan dan kedudukan pemegang saham minoritas dalam perspektif fiqih. 3. Sumber Penelitian Dalam penelitian kepustakaan ini peneliti mengkalifikasikan sumber data penelitian menjadi tiga yaitu; a. Sumber data primer yaitu; sumber data utama yang menjadi objek penelitian meliputi; buku-buku dan undang-undang, artikel dan tulisan lepas dari internet tentang akuisisi perusahaan, diantaranya: 11
Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Reke Sarasin,1993), 84
9
1)
Pengantar Ekonomi Perusahan karya Manulang.
2)
Hukum Dagang Indonesia karya Sukandono.
3)
Pengantar Pengetahuan Pasar Modal karya Sunariyah.
4)
Hukum Tentang Akuisisi Take Over dan LBO karya Munir Fuadi.
5)
Merger dan akuisisi karya Michael A. Hitt.
b. Sumber data skunder yaitu sumber data tambahan yang menjadi pendukung objek penelitian meliputi: 1) Qur’an, hadith, buku-buku majalah, artikel dan tulisan lepas dari internet mengenai konsepsi jual beli dan konsepsi ekonomi Islam. 2) Buku-buku penelitian dan pedoman penulisan skripsi jurusan syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo tahun 2005. 4. Analisis Data Pola pikir yang digunakan dalam proses analisis data adalah sebagai berikut; a. Deduktif; yaitu berfikir dan berpijak pada konsepsi fiqih (khususnya muamalah) yang berkaitan dengan akuisisi , kemudian menarik kesimpulan yang bersifat umum, yaitu konsep akuisisi menurut hukum positif (undang-undang dan peraturan pemerintah). b. Induktif; yaitu pola pikir dengan berpijak pada konsep akuisisi secara khusus, untuk direalisasikan dengan kenyataan-kenyataan (dalam hal ini data-data ) objektif, kemudian ditarik kesimpulan secara khusus, yakni
10
pada pelaksanaan transaksi dan akad jual beli berikut perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dalam konsepsi fiqih. G. Sistematika pembahasan Untuk mensistematisasikan laporan penelitian ini, akan digunakan mapping konsep sebagai berikut: Bab I pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah; penegasan istilah; rumusan masalah, tujuan penelitian; metode penelitian; dan sistematika pembahasan. Bab II tinjauan pustaka yang membahas tentang pengertian jual beli; dasar hukum jual beli; akad jual beli; dan hak kepemilikan (huquq) jual beli. Bab III hakekat akuisisi yang membahas tentang pengertian akuisisi perusahaan; dasar hukum akuisisi perusahan; proses akuisisi perusahaan; Metode pembayaran akuisisi; proses pembayaran akuisisi dan hak pemegang saham minoritas. Bab IV analisa akuisisi dalam perspektif fiqih yang membahas tentang akad akuisisi perusahaan dalam perspektif fiqih dan perlingdungan dan kedudukan pemegang saham minoritas (pihak yang diakuisisi) perspektif fiqih. Bab V penutup yang membahas tentang kesimpulan dan saran-saran. Daftar pustaka. Lampiran-lampiran.
11
BAB II JUAL BELI
A. Pengertian Jual Beli Jual beli dalam istilah fiqih disebut al-Bai’ (JKLM )اyang berarti menjual, menganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafaz al-Bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk peringatan, lawan katanya, yaitu ashShira’ ) اءPQM )اyang berarti beli. Dengan demikian, kata al-Bai’ berarti jual sekaligus berarti beli, juga berarti berdagang atau berniaga. Secara
terminologis,
terdapat
beberapa
definisi
jual
beli
yang
dikemukakan ulama fiqih, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama. Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan: صSTUV WX وZ[\ ^ل `_^لV aM^دLV ......12 … saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu. Atau 13
صSTUV iKjV WX وZ[\ gh_` WKf ءde aM^دLV.....
… tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Menurut Imam Nawawi dalam al-Majmu,: 14
12 13
^kK[_l ^ل `_^لV a[`^jV......
Alaudin Al-kasani, Bada’ as-Sana’I Tartib as-Syara’I, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), 133 Ibn ‘Abidin, Raad al-Mukhtar ‘ala ad-Dar al-Mukhtar, Juz IV (Mesir: al-Amiriyah,) t.t.), 3
12
… pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan. Menurut Ibn Qudamah: 15
^k[_l ^kK[_l _^لM^` _^لM اaM^دLV......
… pertukaran harta dengan harta untuk saling menjadikan milik. Menurut Sayyid Sabiq: 16
WKf _^ءدونM اWXSM اZ[\ دSt` s[V gjr اوdpاPqM اgKLn^ل `_^ل \[ىV aM^دLV ......
… tukar-menukar harta dengan harta yang lain atas dasar kerelaan, atau memindahkan hak milik dengan mendapatkan ganti menurut cara yang diizinkan oleh shara’. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa jual beli adalah suatu aktivitas penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli setelah ada kesepakatan harga pada barang itu. Kemudian, pembeli menyerahkan sejumlah uang sebagai imbalan atas barang yang diterimanya. Proses penyerahan yang dilakukan oleh kedua belah pihak didasarkan atas rela sama rela. Dalam hal ini, yang ditekankan adalah kata milik dan kepemilikan, karena ada juga tukar-menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewamenyewa (ijarah).
14
Muhammad asy-Syarbani, Mughni al-Muhtaj, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), 2 Ibn Qudamah, al-Mugni juzIII (Riyadh: al-Hadisah, t.t.,) 559 16 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III, (Beirut: Dar ats-Tsaqofah Islamiyah, 1972)133 15
13
B. Dasar Hukum Jual Beli Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Serta atas dasar ijma’ atau kesepakatan ulama. 1. Dasar hukum dari al-Qur’an (
: ةPjLM( ) ا#4θt/Ìh9$# tΠ§ymuρ yìø‹t7ø9$# ª!$# ¨≅ymr&uρ
Allah telah menghalalkan Jual beli dan mengharamkan riba. (QS alBaqarah/2 ;275)17 (
:^ءnwM )اöΝä3ΖÏiΒ <Ú#ts? tã ¸οt≈pgÏB šχθä3s? βr& HωÎ)
Kecuali dengan jalan perniagaan (perdagangan) yang didasari suka sama suka. (QS an-Nisa’/4:29)18 2. Dasar hukum dari hadith Rasulullah saw.
iK` ءP_M اg_\: ؟ }^لK اnkMل ا اي اS~|^ر: gK} Wr |{ اiz x` Jf راx\ (P_\ x` x\ drاPLM واi_)رو ا.ورPLV JK` g وآ Hadith dari Rafi’ bin Khudaij, Rasulullah SAW. Ditanya oleh seorang sahabat, “Pekerjaan (profesi) apa yang paling baik?” Rasulullah ketika itu menjawab, “Usaha seorang dengan tanganya sendiri dan setiap
17
Departemen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Gema Risalah Press,
1992), 69
18
Sayyid Sabiq, op.cit, 88
14
Jual beli yang mabrur (Maksudnya, Jual beli yang jujur, yang tidak diiringi dengan kecurangan).(HR. Ahmad dan Thabrani dari Umar).19 3. Dasar hukum berupa ijma’ Ulama fiqih telah sepakat bahwa Jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan orang lain. Namun, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkanya itu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.20 Dari kandungan ayat al-Qur’an dan hadith tersebut, para ulama fiqih mengatakan bahwa hukum asal dari Jual beli itu adalah mubah (boleh). Tetapi pada situasi-situasi tertentu, menurut Imam ash-Shatibi (w. 790 H), pakar fiqih Maliki, hukumnya bisa berubah menjadi wajib. Ia memberikan contoh ketika terjadi praktik ihtikar (penimbunan barang sehinga stok hilang dari pasar dan harga melonjak). Bila seseorang melakukan ihtikar dan mengakibatkan melonjaknya harga barang yang ditimbun dan disimpan itu, menurutnya, pihak pemerintah boleh memaksa pedagang untuk menjual barangnya itu sesuai dengan harga sebelum terjadinya pelonjakan harga. Dalam hal ini, menurutnya, pedagang itu wajib menjual barangnya sesuai dengan ketentuan pemerintah.21 Hal ini sesuai dengan prinsip ash-Shatibi bahwa yang mubah itu bila ditinggalkan secara total, hukumnya bisa menjadi wajib. Bila sekelompok
19
Al-Kasani, Subulus Salam jus 3, (Semarang, Toha Putra), 45 Rahmat Syafi’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 75 21 Abu Ishaq ash-Shatibi, Almuwafaqat fi Ushul ash-Shariah, Juz II, (Dar al-Ma’rifah, 1975), 20
56
15
pedagang beras melakukan boikot tidak mau menjual beras lagi, pihak pemerintah boleh memaksa mereka untuk berdagang beras, dan para pedagang beras ini wajib melaksanakannya. C. Akad Jual Beli 1. Akad dalam Jual beli Lafal akad berasal dari bahasa Arab: al-‘aqd (ijtM)ا. Dalam ensiklopedi dinyatakan bahwa akad adalah simpulan, perkataan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifaq), pertalian ijab (penyerahan) dengan qobul (ucapan penerimaan) menurut bentuk yang ditetapkan dengan shari’at yang berpengaruh pada obyek yang dijanjikan.22 Secara terminologi fiqih, akad didefinisikan: 23
..... W[V df P اLh| وعPQV WX وZ[\ لSLj| ^ط ا|^ بLlار....…
perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuan sara’ yang berdampak pada obyeknya. Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwa akad menurut fiqih mempunyai dua pengertian, yaitu pengertian umum dan khusus. Adapun pengertian umum dekat dengan pengertian bahasa, yakni segala sesuatu yang dikehendaki seseorang untuk dikerjakan, baik dilakukan atas kehendak seseorang seperti wasiat, talak, dan sumpah; atau atas kehendak dua orang seperti jual beli, sewa-menyewa, dan taukil gadai. Sedangkan pengertian khusus adalah
22 23
Ensiklopedi Islam jilid I (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1994), 95 Ibn ‘Abidin, op. cit., Juz II, 355
16
perikatan ijab dan qabul yang dishariatkan agama yang tetap bekasnya pada yang diakadkan itu.24 Lebih lanjut, az-Zarqa’ menyatakan bahwa dalam pandangan shara’, satu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Karena itu, kehendak masing-masing harus diungkapkan dalam satu pernyataan. Pernyataan pihak-pihak yang berakad itu disebut ijab dan qabul.25 Dengan demikian, ijab dan qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad di antara dua orang atau lebih, sehinga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan shara’. Karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syari’at Islam. Pembentukan akad harus memenuhi unsur-unsur: a.
Sighat al-‘aqd, yaitu pernyataan untuk mengikatkan diri;
b.
Al-muta’aqidain atau pihak-pihak yang berakad;
c.
Al-ma’qud ‘alaih atau obyek akad.26
24
80
25
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuh III, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arobi, 1989),
Mustafa Ahmad az-Zarqa’, al-Madhakhal al-Fiqh al-‘Am al-Islami fi Tanbih al-Jadid, I (Beirut: Dar al-Fikr, 1968), 329 26 Ad-Dir, asy-Syarh al-Kabir ‘ala Hasybiyah ad-Dasuki, III (Beirut: Dar al-Fikr), 2
17
2. Rukun dan Syarat Jual beli Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh shara’. Menurut ulama Hanafiyah, rukun diartikan dengan sesuatu yang tertanggung atasnya suatu yang lain, dan ia berada dalam esensi sesuatu tersebut. Sedangkan menurut jumhur ulama fiqih, rukun adalah suatu yang tertanggung sesuatu yang lain atasnya, tetapi tidak harus berada pada esensi sesuatu tersebut.27 Rukun jual beli menurut Sayyid Sabiq yaitu ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli hanyalah kerelaan (rida/taradi) kedua belah pihak melakukan transaksi jual beli. Tetapi karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindera, diperlukan indikasi yang menujukan kerelaan itu dari kedua belah pihak: dari pihak pembeli merasa telah memiliki, dari pihak penjual telah melepaskan kepemilikannya kepada pembeli. Misalnya, ungkapan penjual, “Saya jual atau saya serahkan.” Ungkapan pembeli, “Saya beli atau saya terima.” Juga ungkapan-ungkapan semakna dengannya yang pada tradisi sekarang dimodofikasi dengan bentuk besarnya harga dengan tulisan (bandrol) dan adanya unsur saling rida atau kerelaan atas transaksi tersebut, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga (ta’ati).28 27 28
Nasroen Haroen, Ushul Fiqh (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), 263 Sayyid Sabiq, op. cit., 90
18
Tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu: a. Adanya orang yang berakad ( x|i}^tq_M) ا, yaitu penjual dan pembeli; b. Adanya sighat ( aKp), yaitu lafad ijab dan qabul; c. Adanya barang yang dibeli ( ij_M اWK[\ ); d. Adanya harga ( x_hM)ا, yaitu nilai tukar pengganti barang.29 Menurut ulama Hanafiyah, al-muta’aqidain, al-ma’qud ‘alaih, dan harga adalah termasuk syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli. Namun, jika ditelaah lebih luas, adanya sighat (ijab dan qabul) sudah otomatis melibatkan al-muta’aq idain, al-ma’qud ‘alaih, dan harga. Jadi, tidak ada perbedaan yang prinsipil. Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur ulama adalah sebagai berikut.30 a. Syarat orang yang berakad (x|i}^tq_M)ا Ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus memenuhi syarat: 1) Berakal Menurut ulama Hanafiyah, seorang anak yang berakal dan mumayyiz (berumur tujuh tahun, tetapi belum baligh) dapat menjadi ahli akad. Ulama Malikiyah dan Hanafilah berpendapat bahwa akad anak mumayyiz bergantung pada izin walinya. Adapun menurut ulama 29 30
Muhammad as-Syarbani, op. cit., 3 Wahbah az-Zuhaili, op. cit., IV, 354
19
Syafi’iyah, anak mumayyiz yang belum baligh tidak dibolehkan melakukan akad sebab ia belum bisa menjaga agama dan hartanya.31 Adapun jamhur ulama berpendapat bahwa orang yang melakukan akad Jual beli itu harus telah baligh dan berakal.32 2) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli. b. Syarat yang terkait dengan ijab dan qabul Ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari Jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan itu dapat dilihat dari ijab dan qabul yamg dilangsungkan. Menurut mereka, ijab dan qabul perlu dilakukan secara jelas dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Sayyid Sabiq menyabutkan syarat sebagai berikut. 1) Ijab dan qabul itu dilakukan dalam suatu majelis. Artinya, kedua belah pihak yang melakukan akad Jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama. 2) Ada kesesuaian antara ijab dan qabul dalam barang dan harganya, disertai unsur kerelaan antara kedua belah pihak. 3) Mengunakan lafaz bentuk madi (telah/sudah), seperti, “Telah aku jual.” (bagi penjual), “Telah aku beli.” (bagi pembeli). Jika 31 32
Rahmat Syafi’i, op. cit., 77 Nasroen Haroen, op. cit., 115
20
mengunakan betuk lafaz yang akan datang, harus disertai perjanjian tertentu.33 c. Syarat barang yang dijual belikan Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjual belikan adalah sebagai berikut:34 1) Barangnya suci 2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia 3) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh dijual belikan, seperti ikan di laut atau emas dalam tanah, karena ikan dan emas itu belum dimiliki penjual. Tetapi, boleh juga barang itu milik orang, kemudian diwakilkan untuk dijual atas izinnya. Jual beli semacam ini disebut bai’ al-Fudali.35 4) Dapat diserahkan saat akad berlangsung, atau waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung. 5) Barangnya itu ada, atau tidak ada ditempat (dapat diketahui jenis, bentuk
dan
ciri-cirinya),
tetapi
pihak
penjual
menyatakan
kesangupanya untuk mengadakan barang itu. Contoh, karena toko tidak muat untuk memajang barang daganganya, digunakan gudang sebagai tempat penyimpanan. Penjual yakin dapat menghadirkan barang tersebut kepada pembeli dengan sesuatu persetujuan, maka 33
Sayyid Sabiq, op. cit., 90 Ibid., 91. Lihat juga Wahbah az-Zuhaili, op. cit., IV, 356 35 Ibid., 94 34
21
barang tersebut dihukumi ada. Dengan demikian, adanya barang tersebut dapat diketahui (ditentukan). d. Syarat nilai tukar (harga barang) Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang atau nilai tukar yang lain seperti valuta asing, saham, dan sebagainya yang mempunyai nilai yang sama dengan uang). Ulama fiqih megemukakan syarat-syarat harga (x_hM )اsebagai berikut. 1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya. 2) Boleh diserahkan waktu akad, sekalipun secara hukum, seperti pembayaran dengan cek, kartu kredit atau semisalnya. Bila harga barang itu dibayar kemudian (berhutang), waktu pembayaranya harus jelas. D. Hak kepemilikan (huquq). Kepemilikan terhadap suatu zat (haqq al-‘aini) tidak terlepas dari hak pribadi (haqq asy-Syakhsi), para ulama fiqh mengemukakan beberapa keistimewaan masing-masing, antara lain sebagai berikut :36 1. Hak ‘aini bersifat permanen dan mengikat bagi pemiliknya, sekalipun benda itu berada di tangan orang lain. Misalnya, sebuah saham itu dijual tanpa sepengetahuan si pemegang, maka ia berhak menuntut agar saham yang 36
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) 35
22
menjadi miliknya itu dikembalikan. Sedangkan hak syakhsi, benda itu melekat pada dirinya, tidak boleh berpindah tangan. Perbedaan kedua, haqq ‘aini terkait langsung dengan materi, sedangkan haqq syakhsi merupakan hak yang berkaitan dengan tanggungjawab sesoerang yang telah mukallaf. 2. Hak ‘aini gugur bila materinya punah atau telah terjual, sedangkan hak syakhsi tidak dapat digugurkan karena hal itu terdapat dalam diri seseorang, kecuali pemilik hal itu telah wafat. Misalnya, saham milik seseorang dipakai oleh orang lain. Sekalipun saham itu punah atau dijual oleh orang lain, hak syakhsi yang mempunyai saham itu tetap utuh, tidak gugur dengan punahnya saham tersebut. Hal ini disebabkan pemakaian saham itu berkaitan dengan tanggungjawab seseorang untuk membayarnya, tidak berkaitan langsung dengan saham pemakaian. Tanggungjawab tidak boleh digugurkan. Menurut Mustofa Ahmad az-Zarqa’, kebebasan seseorang dalam bertindak terhadap milik pribadinya dibatasi oleh hal-hal yang terkait dengan kepentingan umum. Menurutnya, setiap orang bebas mencari harta sebanyakbanyaknya, tetapi cara mendapatkan harta itu tidak boleh melanggar aturan shara’ dan merugikan kepentingan orang lain, baik pribadi maupun masyarakat. Karena itu, cara bermuamalah dengan riba, ihtikar, penipuan, dan penyelundupan diharamkan shara’. Disamping bertentangan dengan kehendak shara’, perbuatan-perbuatan itu juga merugikan orang lain dan masyarakat.37
37
Mustofa Ahmad az-Zarqa’, al-Madhakhal al-Fiqh al-‘Am al-Islami fi Tanbih al-Jadid, IV (Beirut: Dar al-Fikr, 1968), 286
23
Ada beberapa hal yang dikemukakan para ulama fiqh tentang milik pribadi, di antaranya adalah: a. Tidak memberikan mudarat kepada orang lain dan semestinya pemanfaatan milik itu juga dinikmati orang lain; b. Untuk kepentingan masyarakat dan pemerintah.38 Perbuatan yang menimbulkan mudarat pada orang lain, sengaja atau tidak, dalam fiqh disebut ta’assuf fi isti’mal al-haqq (sewenang-wenang dalam menggunakan hak). Ini dilarang oleh shara’. Sedangkan seseorang yang menggunakan bukan haknya disebut ta’addi.39 Keharaman ta’assuf fi isti’mal al-haqq menurut para ulama fiqh disebabkan dua hal. a. Setiap orang tidak boleh menggunakan haknya dengan sewenang-wenang, sehingga membawa mudarat bagi orang lain. Karena itu, penggunaan hak itu dalam shariat Islam tidak bersifat mutlak, tetapi dibatasi. Batasannya adalah menimbulkan mudarat pada orang lain, baik perorangan maupun masyarakat. Dengan demikian, pemegang saham masing-masing hanya berhak menguasai dan menggunakan hak suaranya sendiri dalam RUPS. b. Menggunakan hak-hak pribadi tidak hanya untuk kepentingan pribadi belaka, tetapi juga harus mendukung hak-hak masyarakat. Kekayaan yang dimiliki seseorang merupakan bagian dari kekayaan seluruh manusia.
38 39
Nasroen Haroen, op. cit., 34 Ibid.,10
24
Bahkan dalam keadaan-keadaan tertentu, hak-hak pribadi boleh diambil atau dikurangi untuk membantu hak-hak masyarakat, seperti pengambilan zakat, sedekah, pajak, dan lain-lain. Dalam sebuah hadith, Rasulullah SAW, menyatakan : 40
(يVPqM)روا ا. آ^ةMى اS~ _^لM اdf إن
Dalam setiap harta seseorang itu terdapat hak-hak masyarakat (orang lain) selain zakat. (HR. At-Tirmidzi)
40
Ibid, 11
25
BAB III HAKEKAT AKUISISI
A. Pengertian Akuisisi Perusahaan 1. Akuisisi Akuisisi berasal dari bahasa inggris: acquisition yang diambil dari kata acquire yang berarti mendapatkan sesuatu dengan usaha atau perbuatannya. Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 mengunakan istilah pengambilalihan perusahaan. Akuisisi juga berarti pembelian, satu perusahaan membeli aset atau saham perusahaan lain, dan para pemegang saham dari perusahaan yang menjadi sasaran akuisisi (perusahaan target) berarti menjadi pemilik perusahaan secara utuh, tidak lebih dari 50% saham yang diakuisisi, kemudian perusahaan target menjadi tambahan atau cabang dari perusahaan yang mengakuisisi. Dengan demikian, eksistensi perusahaan tetap ada.41 Akuisisi merupakan satu cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan. Cara ini hampir sama dengan istilah merger, yang merupakan alternatif lain untuk melalui investasi modal pertumbuhan secara internal atau organis dan eksternal. Akuisisi cenderung mengikuti pola gelombang sejarah dengan periode yang sangat diramaikan oleh aktivitas pengambilalihan.
41
P.S. Sudarsanam, The Essence of Merger and Acquisitions, (Yogyakarta: Andi, 1999), 2
26
Akuisisi pertama dilakukan di Inggris pada tahun 1964, kemudian pada periode yang sama dilakukan di negara lain, terutama Amerika. Di Indonesia, dewasa ini sering dilakukan akuisisi antar perusahaan. Akuisisi secara tidak langsung menyatakan bahwa perusahaan yang mengakuisisi lebih besar dari pada perusahaan target. Bila perusahaan target lebih besar dari pada perusahaan yang mengakuisisi, akuisisi semacam ini disebut perusahaan terbalik (reserve take over). Misalnya, proyek litbang (penelitian dan pengembangan) yang besar, atau perusahaan pabrik yang berskala besar. Akuisisi adalah suatu keputusan yang menyangkut capital budgating (perusahaan modal). Jika dikupas sampai intinya, akuisisi adalah pembelian aset dan teknologi. Tetapi, pengakuisisi sering harus membayar suatu premium atas nilai pasar aset dan teknologi tersebut secara terpisah. Mereka harus membayar premium untuk sesuatu yang disebut sinergi. Sinergi adalah kemampuan dua atau lebih unit atau perusahaan untukencuptakan nilai yang lebih besar melalui kerjasam dari pada yang bisa mereka capai dengan kerja sendiri-sendiri.42 Dalam istilah manajemen, sinergi diberi arti bersaing dengan lebih baik dari pada yang diharapkan orang. Ini berarti meraih keunggulan
42
Michael A. Hitt, Merger Dan Akuisisi, (Jakarta: PT Raja Grafindo perkasa,2002)67
27
kompetitif (competitive advantage) melebihi keperluan perusahaan untuk melangsungkan hidup perusahaan dalam pasar yang kompetitif. Akuisisi merupakan pintu gerbang tercepat untuk memasuki pasar baru, dan memberikan keuntungan strategis ketika momentum untuk memasuki pasar menjadi suatu hal yang penting. Akuisisi juga tidak mungkin terjadi jika perusahaan target yang sesuai tidak bersedia. Karena itu, pilihan cara masuk ke pasar didasarkan atas evaluasi yang seksama terhadap alternatif-alternatif yang lain. Pilihan strategis yang dibuat oleh perusahaan untuk menentukan jenis akuisisi yang dipakai dan figur perusahaan target. Strategi penetrasi pasar menyerahkan akuisisi perusahaan target yang menjual produk yang sama, yaitu merger horizontal. Dengan perluasan pasar, perusahaan target bertindak sebagai saluran distribusi produk perusahaan yang sekarang, sebagaimana pada akuisisi lintas batas. Dalam perusahaan produk melalui akuisisi, perusahaan target menjual produk pelengkap, sehingga memperluas range produk yang dapat dijual oleh entitas gabungan tersebut di pasar mereka yang baru. Dalam strategi diversifikasi, perusahaan target berada dalam bisnis yang tidak berkaitan dengan merger konglomerat. Ada 3 bentuk akuisisi yang berkaitan dengan aspek pemasaran. a. Akuisisi dalam bentuk integrasi horizontal.
28
Akuisisi ini ditujukan untuk mengakuisisi pesaing langsung atau disebut “head to head to competitor” pesaing yang dimaksud adalah berupa pesaing yang memiliki produk dan jasa yang sama atau pesaing yang memiliki daerah pemasaran yang sama. Tindakan akuisisi ini biasanya bertujuan untuk perluasan pasar. b. Akuisisi dalam bentuk integrasi vertical. Akuisisi ini bertujuan untuk menguasai sejumlah mata rantai produksi dan distribusi dari hulu sampai ke hilir. c. Akuisisi dalam bentik konglomerasi Akuisisi ini ditujukan untuk mengakuisisi perusahaan lain yang tidak mempunyai kaitan langsung dengan bisnis akuisator.43 Pada akuisisi, keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan tercipta ketika ada ketidaksesuaian di antara sumber daya, kemampuan, dan kesempatan yang tersedia bagi kedua perusahaan. Sumber daya meliputi pemasaran yang baik, jaringan distribusi, penelitian dan pengembangan, serta kelebihan kapasitas operasi. Kemampuan perusahaan meliputi arsitektur perusahaan, kemampuan untuk berenovasi, serta reputasi perusahaan. Arsitektur perusahaan miliputi gaya manajemen perusahaan serta reputasi yang diperlihatkan reputasi produknya.
43
Marcel Go Drs., Akuisisi Bisnis (Jakarta: PT. Rieneka Cipta,1992),24
29
Nilai yang diciptakan dalam akuisisi dapat dibedakan dari sumber nilai tersebut. Ada tiga model dari penciptaan nilai akuisisi. a. Model Donor Penerima Dalam model ini, terjadi transfer sumber daya atau kemampuan dari pengakuisisi kepada perusahaan target. Nilai diciptakan ketika transfer semacam ini memperbaiki kinerja strategis dan keuangan perusahaan target. Contoh, akuisisi suatu perusahaan yang memiliki manajemen yang lebih serta memiliki reputasi yang baik. b. Model Partisipatif Dalam model ini, terjadi penggabungan sumber daya dan kemampuan kedua perusahaan. Pengabungan tersebut merupakan satu proses pertukaran dua arah, dan satu interaksi yang berbobot dengan terjadinya saling belajar di antara keduanya. Penggabungan ini membuat pemakaian
sumber
daya
perusahaan
menjadi
lebih
efektif
dan
memperbesar kemampuan keduanya. Melalui penggabungan, dapat dicapai ruang lingkup dan skala ekonomis. c. Model kolusif. Model ini melibatkan penggabungan aset strategis perusahaan. Dalam model ini, bergabungnya kedua perusahaan dalam akuisisi menciptakan atau memperkuat aset strategis tersebut. Pembesaran aset
30
strategis merupakan sumber keunggulan kompetitif dan nilai tambah yang dapat diandalkan. Kriteria utama yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan target: a. Perusahaan target harus menjadi salah satu pemimpin pasar di pasar-pasar yang telah mapan. b. Perusahaan target harus menjual produk-produk bertehnologi rendah setiap hari. c. Perusahaan target harus memiliki aset yang mencukupi (misalnya, harga pembelian diperkuat oleh aset dari perusahaan target). d. Perusahaan target harus memiliki potensi menghasilkan uang. e. Kinerja perusahaan target relatif di bawah standar industri pengakuisisi. f. Perusahaan target dalam catatan sejarahnya mengalami kekurangan modal. 2. Perusahaan Perusahaan merupakan salah satu istilah dalam bidang ekonomi dan juga dalam hukum perdata, khususnya dalam lapangan hukum dagang. Perusahaan mempunyai dua pengertian.44 a. Onderneming yang berarti suatu bentuk badan hukum (rechvorm) dari suatu perusahaan resmi seperti PT, Firma (NV) dan persekutuan komanditer (CV). Jadi, yang dimaksud Onderneming adalah menunjuk pada bentuk badan hukumnya dan ini dapat berbentuk dua macam, yaitu badan hukum dan bukan badan hukum. 44
R. Sukandono, Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Dian Rakyat, 1981), 19
31
b. Bedrif yang berarti kesatuan teknik untuk memproduksi, seperti husvlick (home industry), nijverheld (suatu keterampilan khusus), dan fabric (pabrik). Menurut ilmuwan, perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara tidak terputus-putus dengan terang-terangan dalam kedudukan tertentu dan mencari laba. 3. Pengertian Saham Definisi saham menurut C.S.T. Kansil yaitu tanda masuk ikut serta dalam modal Perseroan.45 Sedangkan pemegang saham atau pemiliknya adalah mereka yang ikut serta dalam Perseroan dagang membeli satu atau lebih saham. Sedangkan menurut R.T. Setantyo, saham adalah sesuatu istilah abstrak yang menunjukan adanya suatu hak dan dapat diartikan sebagai tanda keikutsertaan dalam modal perusahaan. 46 Sedangkan pemegang saham adalah pengusaha dan pemilik Perseroan. Dalam Perseroan Terbatas, pengusaha baru terbentuk dengan perkumpulan para pemegang saham di dalam RUPS. RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) adalah suatu wadah tempat pemegang saham (pengusaha) Perseroan Terbatas berkumpul, sehingga terbentuk suatu organisasi atau lembaga yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan.
45
C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta: Aksara Baru,
1985), 56
46
R.T. Setantyo. Tentang Pengertian Pokok-Pokok Hukum Perusahaan, ( Jakarta: Rajawali Press, 1992), 56
32
Dengan demikian, kepemilikan saham berarti merupakan batas-batas bagi seorang atau badan hukum diperbolehkan membeli atau menguasai saham dalam suatu perseroan. Saham merupakan bagian dari instrumen pasar modal yang diperdagangkan di bursa efek. Saham merupakan tanda bukti modal atas Perseroan Terbatas . Saham terbagi menjadi dua jenis, yaitu saham preferen dan saham biasa. Saham preferen adalah hibrida (campuran) yang dalam beberapa hal mirip dengan obligasi (surat tanda hutang yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan) dan dalam beberapa hal mirip dengan saham biasa. Deviden saham preferen mirip dengan pembayaran bunga obligasi karena jumlahnya tetap dan umumnya harus dibayar terlebih dahulu. Sebelum pembayaran deviden saham biasa. Tetapi seperti halnya saham biasa, deviden saham preferen dapat diabaikan tanpa membangkrutkan perusahaan. Selain itu, saham preferen mirip saham biasa dalam hal tidak mempunyai jatuh tempo dan tidak bisa ditebus, karena bersifat abadi atau perpetuitas. Sebagian besar saham preferen mamberikan hak kepada pemiliknya untuk memperoleh pembayaran deviden yang tetap. Saham biasa adalah saham yang menunjukkan kepemilikan dalam suatu perusahaan Perseroan Terbatas. Tetapi bagi investor tertentu, selembar saham biasa hanyalah selembar kertas yang dibedakan oleh dua ciri, yaitu:
33
a. Memberikan hak kepada pemiliknya atas deviden, tetapi hanya jika perusahaan memiliki laba yang merupakan sumber dana bagi pembayaran deviden dari pada menahan seluruh laba. b. Saham dapat dijual pada suatu saat di kemudian hari dengan harapan harga lebih tinggi dari pada harga belinya.47 Pada setiap surat saham, disertakan segi tanda deviden dan talon. Tanda deviden digunakan untuk mengambil bagian keuntungan dari saham tersebut pada Perseroan Terbatas yang bersangkutan. Talon merupakan segi terakhir dari tanda deviden untuk bukti memperoleh tanda-tanda deviden baru. Surat saham dapat dikeluarkan “apari” yang berarti harga saham itu sama dengan harga nominalnya. Sebaliknya, ada pula dikeluarkan “di atas apari” yang berarti harganya lebih tinggi dari pada harga nominalnya. Sebaliknya, ada pula yang dikeluarkan “di bawah apari” yang berarti harganya lebih rendah dari pada harga nominalnya.48 Saham-saham dari perusahaan terbuka itu dapat diperoleh di pasar modal atau lembaga saham. Pasar modal yaitu suatu tempat bertemunya pihak yang bersedia menawarkan modal tersebut. Tujuan terciptanya pasar modal adalah agar pendirian PT dapat berlansung terus-menerus. Artinya, bila ada pemegang saham ingin melepaskan diri, tidak perlu bubar. Hal ini disebabkan saham tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain dengan hak dan kewajiban yang sama tanpa 47 48
Saud Husnan, Manajemen Keuangan, Edisi IV, (Yokyakarta: BPFE, 1996), 102 Manulang, Pengertian Ekonomi Perusahaan, (Yokyakarta: Liberty , 1991), 28
34
membubarkan Perseroan Terbatas. Keunggulan pasar modal inilah yang menjadikan PT membentuk badan usaha yang paling banyak dipilih oleh perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Jual beli saham melalui pasar modal hanya dilakukan oleh PT yang telah memasarkan saham kepada masyarakat (go public). Dipandang dari sudut perusahaan, ada dua tahap proses pemasaran saham kepada masyarakat (go public), yaitu: a. Proses intern perusahaan; b. Proses ekstern perusahaan; Proses intern perusahaan yang juga merupakan proses ekstern Bapepam (Badan Pelaksana Pasar Modal) meliputi seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh calon emiten, antara lain: a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS); b. Penunjukan perjanjian emisi; c. Laporan keuangan yang diaudit oleh akuntan public; d. Penunjukan perusahaan penilai; e. Perusahaan anggaran dasar; f.
Pengajuan pernyataan kehendak (letter of intent). Pelaksanaan go public pada suatu perusahaan hanya mungkin terjadi
bila ada kehendak dari para pemegang saham untuk menjual sebagian sahamnya kepada masyarakat. Untuk memastikan arus dana yang akan masuk
35
harus mudah dan pasti, diperlukan penjamin emisi yang menjamin bahwa dana tersebut akan diperoleh perusahaan dengan tidak tergantung pada lakutidaknya saham yang dijual. Di samping itu, laporan harus telah diaudit oleh akuntan publik minimal dua tahun berturut-turut dan harus disertai pendapat tak bersarat (un-qualified opinion). Selain itu, calon emiten harus pula melakukan perubahan anggaran dasar bila perusahaan tersebut sebelumnya merupakan perusahaan tertutup dan belum memenuhi salah satu syarat untuk go public. Bila sudah terpenuhi, PT tersebut tidak perlu mengadakan perubahan anggaran dasar. Setelah keuangan untuk go public disepakati oleh RUPS, perusahaan dapat mengajukan surat pernyataan kehendak kepada Bapepam. Dalam surat tersebut, disampaikan data-data umum mengenai perusahaan, besarnya jumlah saham yang akan dijual, rencana penggunaan dana yamg masuk, serta bila ada masalah-masalah yang akan dihadapi perusahaan saat ini, yang dimaksud agar Bapepam dapat memberikan bantuan yang diperlukan. Proses ekstern perusahaan yang merupakan proses intern Bapepam, yaitu serangkaian kegiatan yang dilaksanakan Bapepam, antara lain: a. letter of intent; b. Pernyataan pendaftaran (registration statement); c. Daftar pernyataan Bapepam; d. Evaluasi dan penelitian setempat;
36
e. Penelaahan dokumen lain; f. Dengar pendapat akhir; g. Pasar perdana; h. Saat pencatatan (listing) di bursa; i. monitoring. Dengan diterimanya surat pernyataan kehendak (letter of intent) tersebut, dimulailah proses go public yang dilakukam Bapepam terhadap emiten. Ini berarti Bapepam secara formal sudah melalui proses evaluasi dan penelitian-penelitianya. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat modal dari kemungkinan yang tidak diinginkan. Bila hasil evaluasi Bapepam menyimpulkan banwa perusahaan memenuhi syarat untuk go public, proses akhir evaluasi dan penelitian akan dilakukan dengan pendapat akhir yang bersifat terbuka. Di sini Bapepam akan mengajukan pernyataan-pernyataan yang mencakup aspek-aspek hukum manajemen dan tenaga kerja produksi, pemasaran, dan lain-lain. Di Indonesia, perusahaan yang akan menjual sahamnya ke pasar modal diistilahkan go public yang harus dinilai lebih dulu oleh Bapepam. Penilaian ini untuk menjamin bahwa perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat umum adalah perusahaan yang benar-benar baik dan bersedia membaca kondisinya (full disclosure). Meskipun demikian, tidak setiap perusahaan bisa mengajukan permohonan kepada Bapepam untuk dinilai. Perusahaan harus memenuhi syarat:
37
a. Badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT) bertempat di Indonesia. b. Mempunyai modal dasar sekurang-kurangnya Rp 100.00.000,- dan telah disetor penuh sekurang-kurangnya Rp 25.000.000.c. Dalam dua tahun terakir secara berturut-turut memperoleh laba dengan ketentuan perbandingan antara laba bersih tahun terakhir dengan modal sendiri sekurang-kurangnya 10%. d. Laporan keuangan sudah diperiksa oleh akuntan publik untuk dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat setuju (unqualified opinion) untuk tahun buku terakhir. e. Surat berharga (efek) yang ditawarkan dinyatakan dalam rupiah, meliputi nilai nominal sekurang-kurangnya Rp 25.000.000,- yang terdiri atas sekurang-kurangnya seribu lembar. Pecahan terkecil harus sekurangkurangya bernilai nominal Rp 1.000,-. f. Mengajukan surat prmohonan pendaftaran emisi melalui under writer dengan melampirkan pernyataan pendaftaran, prospektus, dan laporan keuangan perusahaan.49 Jadi, perusahaan yang akan menjual sahamnya ke pasar modal adalah perusahaan yang baik, berbentuk PT dan besar. Untuk menilai baik-tidaknya perusahaan tersebut, dibentuklah oleh pemerintah Bapepam yang bertindak sebagai penilai. Under writer adalah suatu lembaga keuangan yang bertindak sebagai penjamin dalam mengeluarkan saham tersebut. Karena hanya sekali49
Suad Husnan, op. cit, 37
38
kali mengeluarkan saham, perusahaan biasanya tidak punya pengalaman dalam pengeluaran saham. Penentuan harga jual kepada under writer bisa dilakukan dengan dua cara. a. Competitive bidding, perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut menawarkan kepada berbagai lembaga keuangan (under writer). Pihak yang menawarkan harga tertingilah yang akan diambil. b. Negotiated offering, perusahaan memilih lembaga-lembaga keuangan yang akan bertindak sebagai penjaminnya, kemudian bekerja sama dengan penjamin tersebut untuk menentukan hal-hal yang dipandang perlu, seperti harga saham waktu pertama ditawarkan ke pasar (primary market), kapan akan ditawarkan, dan sebagainya. Biasanya, cara ini yang dipakai oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia yang akan go public. Lembagalembaga keuangan yang bertindak sebagai penjamin diantaranya adalah PT Danareksa dan PT Merincorp.50 Jadi, bila perusahaan akan go public, mula-mula harus dinilai oleh Bapepam dan bersedia membuka laporan keuanganya kepada publik. Bila Bapepam menyatakan baik, perusahaan menghubungi penjamin (under writer) yang membantu dalam pengeluaran saham. Bila penjaminnya PT Danarekasa, saham tersebut bisa diubah menjadi sertifikat. Setelah itu, saham atau 50
Ibid, 338
39
sertifikat dijual pertama ke pasar modal (primary market). Bila kemudian saham-saham ini dijual lagi, penjualan ini disebut secondary market. Dari definisi dan beberapa penjelasan yang telah penulis kemukakan tentang akuisisi perusahaan, dapat disimpulkan bahwa akuisisi adalah jual beli perusahaan yang berupa sebagian besar saham. Dalam hal ini, perusahaan diwakili oleh Direksi atau pemimpin karena merupakan bagian dari keputusan manajerial. Perusahaan yang membeli disebut pengakuisisi, sedangkan perusahaan yang dibeli disebut perusahaan target. Karena sifat perusahaan itu telah go public, artinya perusahaan itu harus besar dan berbentuk Perseroan Terbatas, jual belinya harus melalui pasar modal,yaitu suatu tempat bertemunya pihak yang memerlukan modal jangka panjang dan pihak yang bersedia menawarkan modal tersebut. Dengan demikian, pada hakikinya yang dibeli dalam transaksi akuisisi ini adalah saham, yaitu bukti kepemilikan dalam suatu perusahaan Perseroan Terbatas, dengan mengambil bagian dari saham dalam portepel atau sahamsaham yang baru diterbitkan oleh Perseroan target akuisisi. Agar terhindar dari kesalahan dalam pembagian keputusan dalam melakukan jual beli di pasar modal, disediakan broker (makelar), yaitu tenaga ahli yang menjembatani proses jual beli di pasar modal, biasa disebut pialang. Yang mewakili pihak pembeli disebut pialang beli dan yang mewakili penjual disebut pialang jual. Mereka sangat profesional dan berbadan hukum.
40
B. Dasar Hukum Akuisisi Akuisisi perusahaan yang
go public mempunyai dasar hukum dalam
berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut. 1. Undang-Undang Perseroan Terbatas. 2. Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Perseroan Terbatas. 3. Perundang-undangan tertentu menurut jenis Perseroan yang terlibat dalam proses akuisisi. Berikut ini adalah ketentuan-ketentuan penting yang menjadi dasar hukum tersebut.51 1. Dasar Hukum Berupa Undang-Undang Perseroan Terbatas Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) Nomor 1 Tahun 1995,disebut istilah pengambilalihan. Pasal 103 (1) Pengambilalihan Perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan . (2) Pengambilalihan dapat dilakukan melalui pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut. (3) Dalam hal ini pengambilalihan dilakukan oleh perseroan. Maka berlaku ketantuan: a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam rancangan pengambilalihan yang disusun oleh Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih yang memuat sekurang-kurangnya: 1) Nama perseroan yang mengambil alih dan yang diambil alih: 2) Alasan serta penjelasan Direksi masing-masing perseroan mengenai persyaratan serta tata cara pengambil alihan saham perseroan yang diambilalih.
51
Munir faudy, hokum Tentang Akuisisi Take Over dan LBO, (Bandung: Citra Aditya Bakti, ,2001), 73-85
41
b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan rapat umum pemegang saham masing-masing atas rancangan pengambilalihan yang diajukan oleh Direksi masing-masing perseroan. Pasal 106: 4 Rancangan pengambilalihan perseroan yang telah mendapat pesetujuan dari rapat umum pemegang saham dilaporkan kepada menteri keuangan. Sedangkan pasal-pasal dari UUPT Nomor 1/1995 yang mengatur akuisisi secara bersama-sama dengan pengaturan tentang merger dan konsolidasi adalah sebagai berikut. Pasal 104 (1) Perbuatan hukum penggabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan harus memperhatikan: a. kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas,dan karyawan perseroan; dan b. kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. (2) Pengabungan, peleburan dan pengambilalihan perseroan tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yan wajar. Pasal 74 (1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Apabila dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak bisa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali undang-undang ini dan anggaran dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih dasar daripada suara terbanyak. Penjelasan pasal 74 - Suara terbanyak biasa yaitu jumlah suara yang lebih banyak dari kelopok suara lain tanpa harus mencapai lebih dari setengah keseluruhan suara dalam pemungutan suara tersebut. - Suara terbanyak mutlak yaitu suara terbanyak yang lebih dari 1/2 dari seluruh jumlah dalam pemungutan suara tersebut. - Suara terbanyak khusus adalah suara terbanyak yang ditentukan secara pasti jumlahnya, seperti 2/3, 3/4, dan 3/5 Pasal 76 Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambilalihan, kepailitan, dan pembubaran perseroan, keputusan rapat umum pemegang saham sah
42
apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah suara tesebut. 2. Dasar hukum berupa peraturan pelaksanaan Undang-Undang Perseroan Terbatas Selain UUPT Nomor 1 Tahun 1995, terdapat juga peraturan pelaksanaan UUPT tersebut yang mengatur akuisisi perseroan terbatas, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Pasal 26 (1) Pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi perseroan yang akan diambilalih. (2) Direksi perseroan yang akan diambil alih dan pihak yang akan mengambil alih masing-masing menyusun usulan rencana pengambilalihan. (3) Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) masing-masing mendapat persetujuan komisaris perseroan yang akan diambilalih atau lembaga serupa dari pihak yang akan mengambil alih, dengan memuat sekurang-kurangnya. a. Nama dan tempat kedudukan perseroan serta badan hukum lain atau identitas orang perseorangan yang melakukan pengambilalihan; b. Alasan serta penjelasan masing-masing Direksi perseroan, pengurus badan hukum atau orag perseorangan yang melakukan pengambilalihan; c. Laporan tahunan, tertama perhitungan tahun buku terakir dari perseroan dan badan hukum lain yang melakukan pengambilalihan; d. Tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan yang melakukan pengambilalihan denagan saham; e. Rancangan perubahan angaran dasar perseroan hasil pengambilalihan; f. Jumlah saham yang akan diambilalih; g. Kesiapan pendanaan; h. Neraca pengubahan proforman perseroan setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan setadar akuntansi keuangan, serta perkiraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan dan
43
kerugian serta masa depan perseroan tersebut berdasarkan hasil penilaian ahli yang independent; i. Cara penyelesaian hak-hak pemagang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan perusahaan; j. Cara penyelesaian setatus karyawan dari perseroan yang akan diambil alih; k. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan. Pasal 30 Rancangan pengambilalihan wajib mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham perseroan yang akan diambil alih dan yang akan mengambil alih atau mlembaga serupa dari pihak yang akan mengambil alih. 3. Dasar hukum akuisisi berupa peraturan tertentu menurut jenis perseroan yang terlibat dalam proses akuisisi Selain ketentuan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas nomor 1 Tahu 1995 serta pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998
tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan
Perseroan Terbatas, terdapat juga berbagai ketentuan lain yang mengatur akuisisi, khusus untuk perseroan terbatas tertentu, yaitu: a. Ketentuan akuisisi untuk bank; b. Ketentuan akuisisi untuk PT terbuka; c. Ketentuan akuisisi untuk BUMN. C. Proses Akuisisi Perusahaan. Proses akuisisi perusahaan terdiri atas lima tahap.52 1. Penilaian pendahuluan terhadap perusahaan target, pada umumnya berawal dari pengumpulan dan analisi informasi yang tersedia. Hal-hal yang perlu di perhatikan proses akuisisi pada tahap awal ini adalah: 52
Marcel go, Drs.,op.cit,,18
44
a. Mengkaji kondisi pasar. b. Mengidentifikasi synergy yang potensial dan dianggap menguntungkan. c. Mempertimbangkan beberapa aspek penting seperti aspek perpajakan, aspek hukum dan aspek lingkumgan. d. Penentuan sumber dan struktur pembiayaan (funding). e. Membuat etimasi terhadap beberapa faktor-faktor yang berpengaruh pada nilai EPS dan indikator-indikator keuangan lainnya. f. Penentuan parameter-parameter yang berkaitan erat dengan negoisasi akuisisi. g. Perencanaan negoisasi akuisisi secara lebih matang. 2. Negosiasi pendeahuluan, hal-hal yang perlu diperhatikan proses akuisisi pada tahap kedua ini adalah: a. Mempelajari dan memastikan asumsi-asumsi pokok untuk penetapan harga akuisisi. b. Membuat kesepakatan terhadap kesepakatan kerja transaksi akuisisi yang mencakup dasar penetapan harga akuisisi. c. Mengadakan negoisasi dan menandatangani leter of intens yang mencakup kondisi-kondisi yang telah di sepakati bersama. d. Menetapkan skop dan skedul untuk dilaksanakan investigasisecara rinci. 3. investigasi secara rinci, hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses akuisisi tahap ketiga adalah:
45
a. Mengadakan infestigasi tehnik, legal, bisnis dan akuntansi serta infestgasi lingkungan. b. Mengkaji tentang sejauh mana kemampuan memperoleh keuntungan synergy. c. Mengembangkan strategi penutupan transaksi akuisisi. d. Menyiapkan suatu negoisasi akhir. 4. Negoisasi akhir, hal-hal yamg perlu diperhatikan proses akuisisi pada tahap keempat adalah: a. Pemahaman atas struktur kaputusan yang optimal. b. Menegoisasikan kembali mengenai harga akuisisi dan persyaratan dan persyaratannya dianggap layak. c. Menegoisasikan tentang berbagai jaminan yang relavan. d. Mengkaji kembali kesesuaian transaksi akuisisi dengan peraturanperaturan yang berlaku. e. Menuntaskan berbagai kontrak atau perjanjian yang masih berlaku. 5. Penutupan transaksi, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses akuisisi pada tahap akhir ini adalah: a. Menyiapkan penutupan laporan neraca yang menyajikan secara transparan mengenai kekayaan bersih dan posisi keuangan perusahaan target. b. Mengimplementasikan strategi penutupan transaksi akuisisi.
46
c. Penentuan biaya-biaya yang telah dan akan dikeluarkan dalam proses akuisisi. d. Mengkaji ulang tentang berbagai bentuk perjanjian yang telah disepakati bersama antara penjual dan pembeli Tahap ke-2 adalah tahap yang bersifat transaksi dan teknis, yang melibatkan perusahaan target, penasehat, dan ahli keuangan dari pihak pengambilalih. Karena itu, tahap ini sangat eksternal bagi organisasi pihak pengambilalih yang akan dikaji dalam pembahasan ini. D. Metode Pembayaran Akuisisi Dalam pembayaran akuisisi, ada beberapa prinsip metode. Bentuk tunai merupakan metode yang paling umum dalam pembayaran akusisi, diikuti oleh penawaran pertukaran saham, sebagai mana ditunjukkan pola histori pembayaran. Tabel 3.1 Prinsip Metode Pembayaran Akuisisi Penawaran Pihak Penawar
Yang Diterima Pemegang Saham Perusahaan Target Tunai Uang tunai dalam pertukaran bagi saham mereka Pertukaran saham Sejumlah saham tertentu dari pihak penawar untuk setiap saham perusahaan target Cas under written share offer Saham pihak penawar yang (vender Placing) kemudian dijual ke bank dagang untuk mendapatkan uang tunai Loan stock Loan stok/debenture dalam pertukaran saham mereka Convertible loan atau preferred Loan stock atau preferred share
47
yang dapat diatur menjadi saham biasa pada rata-rata konversi yang telah ditentukan sebelumnya dalam kurun waktu tetentu Deferred payment Bagian dari konsiderasi sesudah kurun waktu tertentu, tergantung pada kriteria kinerja Sumber: P.S. Sudarsanam, The Essence of Merger and Acquisitions, (Yogyakarta: Andi, 1999), 204 shares
Pada perusahaan yang telah go public, metode pembayaran akuisisi adalah menggunakan saham dan harus melalui pasar modal, seperti yang telah diatur dalam UUPT No. 1 Tahun 1995 Pasal 27 Tentang kegiatan perusahaan go public. E. Proses Pembayaran Akuisisi Membuat
saham
pra
penawaran
di
perusahaan
target.
Setelah
mengidentifikasi perusahaan target secara khusus, pengakuisisi sebagai penawar potensial dapat diciptakan saham yang bernilai di perusahaan target (sebagai saham pra penawaran). Semua pembelian pra penawaran (premium) yang harus diselesaikan tunduk pada peraturan perundang-undangan secara khusus. Ada akuisisi yang menghasilkan penguasaan sebesar 15% atau lebih dan ada juga yang mencapai 30%, sehinga harus dibuat penawaran mandatory dan peraturan pengumuman, penciptaan saham pra penawaran tidak dapat dilakukan dengan diam-diam, dan juga tidak dapat dikerjakan dengan tipuan mengunakan kandidat, karena perusahaan target dapat memberi tahu kandidat untuk mengunkap pemilik yang diuntungkan atau yang mengeluarkan saham.
48
Saham pra penawaran memungkinkan penawar menikmati akumulasi nilai penciptaan pasca akuisisi dari saham terkait, dan berarti menyediakan insentif untuk melakukan penawaran pengambilalihan. Bagi penawar, semakin besar saham pra penawaran, semakin besar nilai tambah akumulasi akuisisi. F. Hak Pemegang Saham Minoritas Suatu badan usaha di Indonesia baru diakui keberadaannya setelah disetujui dengan suatu piagam pendirian sebagai produk hukum formal yang berlaku di indonesia yang diberikan oleh pemerintah dan disyahkan sebagai produk hukum negara dalam bentuk lembaran negara republik indonesia. ini berarti, suatu perseroan terbatas yang mempunyai hak-hak dan kewajiban seperti dinyatakan dalam undang-undang perseroan telah disahkan secara hukum oleh negara. Dalam undang-undang perseroan yang berlaku di Indonesia, diatur hak dan kewajiban hukum para pemegang saham dalam bentuk saham biasa. Berdasarkan undang-undang tersebut, saham adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut Emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan tersebut. Dengan demikian apabila seorang investor membeli saham, maka iapun menjadi pemilik dan disebut penegang saham perusahaan.53
53
Sunariyah, SE. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, (Yokyakarta: Akademi Manajemen Perusahaan YKPN), 126
49
Para pemegang saham pada suatu perusahaan mempunyai hak-hak yang melekat pada pemilikan saham biasa yang dijamin oleh undang-undang, seperti jual-beli sekuritas lainnya, maka dalam membeli saham selalu ada hak yang terjadi secara otomatis.saham merupakan bentuk rekayasa sistim yang dijamin oleh undang-undang di Indonrsia, serta di dukung oleh pelaku pasar modal. Hak tersebut antaralein di uraikan sebagai berikut:54 1.
Sebagai pemegang saham mempunyai hak suara pada rapat umum pemegang saham(RUPS) dan rapat umum luar biasa (RULBS).
2.
Sebagai pemegang saham, mempunyai wewenang untuk memilih direktur perusahaan, memilih menejemen seperti komisaris dan direkse perusahaan.
3.
Mempunyai hak terlebih dahulu untuk membeli saham pada perusahaan yang bersangkutan sebelum di beli oleh investor baru.
4.
Pemegang saham di beri hak atas laba bersih perusahaan sebagai hasil atas dana yang diinvestasikan.
5.
Pada saat likuidasi pemegang saha biasa bertanggung jawab sebesar jumlah saham yang dimiliki atas kewajiban-kewajiban perusahaan.
6.
Pemegang saham biasa mempunyai hak melihat atau mengetahui hasil rapat umum pemegang saham dan daftar pemegang saham suatu perusahaan.
54
ibid,128
50
7.
pemegang saham biasa mempunyai akses tidak terbatas atau bebas sepenuhnya untuk akses pembukuan keuangan, kecuali dibatasi oleh keadaan tertentu.
8.
resiko pemegang saham terbatasu sesuai dengan modal yang ditanam dalam perusahaan tersebut.
51
BAB IV ANALISA AKUISISI PERUSAHAAN DALAM PERSPEKTIF FIQIH
A. Akad Akuisisi Perusahaan Dalam Perspektif Fiqih 1. Ditinjau Dari Segi Akad Jual Beli Jual beli yang seserius akuisisi perusahaan tidak dapat hanya dibuat dengan dokumen seadanya, tetapi memerlukan suatu dokumen yang complicated dengan materi yang cukup komprehensif. Hal ini untuk mempersiapkan deal-deal yang terjadi, supaya terhindar dari penipuan dan ketidakbenaran suatu transaksi. Pada akuisisi perusahaan, telah disiapkan beberapa dokumen yang formatnya telah disiapkan terlebih dahulu. Setelah ada kesepakatan untuk melakukan transaksi, masing-masing pihak antara pengakuisisi dan pihak perusahaan target dapat menandatangi dan menyatakan kehendaknya ke bursa efek untuk membeli saham yang diperdagangkan, kemudian diumumkan di media masa secara luas agar diketahui pindahnya kepemilikan. Di dalam Islam, setelah adanya kesepakatan terhadap suatu transaksi, harus dipenuhi, seperti firman Allah:
4 ÏŠθà)ãèø9$$Î/ (#θèù÷ρr& (#þθãΨtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ
52
Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. (QS alMa’idah/5:1)55 Dokumen-dokumen yang telah dipersiapkan antara lain sebagai berikut. a. Dokumen persiapan yang meliputi: 1) MoU (Memorandum of Understanding) yang barisikan nama dan alamat para pihak, tanggal dan tempat penandatanganan MoU, saham perusahaan yang akan dibeli, kuantintas dan jenis saham yang akan diakuisisi; 2) Checklist bisnis akuisisi; 3) Checklist hukum akuisisi; b. Dokumen pelaksanaan akuisisi yang meliputi: 1) Legal audit; 2) Laporan keuangan; 3) Laporan penilai dari appraiser; 4) Rancangan akuisisi; 5) Akad akuisisi; c. Dokumen setelah akuisisi, untuk diperiksa apakah dokumen di perusahaan ada yang perlu direvisi untuk disesuaikan dengan visi, perkembangan, dan kegiatan perusahaan target setelah diakuisisi. d. Dokumen khusus untuk PT, seperti: 1) Rencana dan rancangan akuisisi; 55
1992), 156
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: Gema Risalah Press,
53
2) Circular letter kepada penegang saham; 3) Dokumen tender; 4) Pengumuman-pengumuman di Koran;56 Jika dilihat prosesnya dari persiapan sampai pembayaran, transaksi akuisisi dinyatakan berjalan dan sah setalah mendapat kejelasan tentang halhal yang lazim dan hal-hal yang khusus dalam akuisisi. a. Hal-hal yang lazim dalam akuisisi misalnya: 1) Tentang identitas para pihak; 2) Tentang hukum yang berlaku; 3) Tentang pengadilan yang berwenang; dan lain-lain. b. Hal-hal yang khusus misalnya: 1) Tentang saham yang diakuisisi (saham dari perusahan mana, jumlahnya berapa, berapa nilai nominalnya, jenis sahamnya apa); 2) Tentang jenis transaksi saham; 3) Tentang jaminan bahwa saham-saham tersebut adalah milik sempurna; 4) Tentang harga saham, bagaimana pembayaranya, berapa harganya, kapan pembayarannya; 5) Tentang mends president, apakah perlu persetujuan pihak ketiga; 6) Tentang persetujuan komisaris, RUPS, lights of first refusal, preemptive rights, dan lain-lain;
56
Munir Fuadi, Hukum Tentang Akuisisi Take Over dan LBO, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2001), 175-182
54
7) Tanggal saat mulainya untung, rugi, atau deviden menjadi milik yang mengakuisisi; Dan lain-lain.57 Dalam Islam, yang dinamakan akad adalah suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang berdasarkan persetujuan masing-masing dan megikat pihak-pihak dengan berdasarkan hukum shara’. Artinya tidak dibenarkan adanya perikatan (akad) yang bertentangan dengan hukum Islam. Ini adalah salah satu perbedaan antara akad menurut hukum Islam dan hukum non-Islam. Mustofa Ahmad az-Zarqa’, pakar fiqih Yordania asal Syria, menyatakan bahwa tindakan (action) hukum yang dilakukan manusia terdiri dari dua bentuk. a. Tindakan yang berupa perbuatan. b. Tindakan yang berupa perkataan.58 Tindakan yang berupa perkataan pun terbagi menjadi dua, yaitu yang bersifat akad dan yang tidak bersifat akad. Tindakan berupa perkataan yang bersifat akad terdiri atas dua atau beberapa pihak yang megikatkan diri untuk melakukan suatu perjanjian. Sedangkan tindakan berupa perkataan yang tidak bersifat akad terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Yang
mengandung
kehendak
pemilik
untuk
menetapkan
(melimpahkan) hak, membatalkanya, atau menggugurkanya; 57
Ibid,. 101 Mustofa Ahmad az-Zarqa’, al-Madkhal al-fiqih al-‘Am al-Islami fi saubih al-Jadid, I, (Beirut: Dar al-fikr, 1968), 329 58
55
2) Yang tidak mengandung kehendak pihak yang menetapkan atau menggugurkan satu hak, tapi perkataan itu memunculkan suatu tindakan hukum. Berdasarkan pembagian tindakan hukum manusia tersebut, menurut Mustafa az-Zarqa’, suatu tindakan hukum lebih umum dari pada akad. Setiap akad dikatakan sebagai tindakan hukum dari dua atau beberapa pihak. Sebaliknya, tidak setiap tindakan hukum bisa dikatakan akad. Dalam pandangan shara’, suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeiginan untuk megikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang megikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Karena itu, untuk menyatakan kehendak masing-masing, harus diungkapkan dalam suatu pernyataan. Pernyataan pihak-pihak yang berakad itu disebut ijab dan qabul. Pada kenyataanya, akuisisi dilakukan tanpa ijab-qabul secara perkataan, tapi memakai dokumen-dokumen akuisisi, dari persiapan, kemudian ada deal-deal akuisisi, hingga terjadi kesepakatan. Maka, beralihlah kepemilikan itu dari perusahaan target ke pengakuisisi. Ini sudah berjalan sebagaimana kebiasaan sesuai dengan proses dan telah mendapat legalitas hukum. Dengan demikian, ijab-qabul yang dipakai dalam akuisisi memakai bentuk tulisan dan perbuatan. Para ulama membuat suatu kaidah fiqih yang menyatakan:
56
Tulisan sama dengan ungkapan lisan.59 Dalam menentukan rukun suatu akad, para ulama fiqih berbeda pendapat, tetapi jumhur menyatakan bahwa rukun akad terdiri atas: a. Pernyataan untuk mengikatkan diri (sighat al-‘aqd); b. Pihak-pihak yang berakad (al-muta’aqidain); c. Obyek akad (al-ma’qid ‘alaih). Sighat al-‘aqd merupakan rukun akad yang penting. Melalui pernyataan inilah, diketahui maksud setiap pihak yang melakukan akad. Sighat al-‘aqd ini diwujudkan melalui ijab dan qabul. Selanjutnya, ijab dan qabul ini disyaratkan sebagai berikut. a. Tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas sehingga dapat difahami jenis akad yang dikehendaki, karena akad-akad itu sendiri berbeda dengan sasaran hukumnya. b. Antara ijab-qabul terdapat kesesuaian. c. Pernyataan ijab dan qabul itu mengacu pada suatu kehendak masingmasing pihak secara pasti, tidak ragu-ragu. Ijab dan qabul bisa berbentuk perkataan, tulisan, perbuatan dan isyarat. Di samping itu, unsur kerelaan adanya transaksi itu menjadi prioritas utama, seperti firman Allah: 59
Nasroen Haroen, Ushul Fiqh (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), 100
57
(
:^ءnwM )اöΝä3ΖÏiΒ <Ú#ts? tã ¸οt≈pgÏB šχθä3s? βr& HωÎ)
… kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu… (an-Nisa’ 29)60 Dalam akad, terkadang tidak digunakan ucapan, tapi cukup dengan perbuatan, kemudian diadakan penandatanganan yang menunjukan saling meridhai. Misalnya dalam akuisisi, perusahaan target memberikan sejumlah saham atau menyerahkan kepemilikan kepada pengakuisisi, tetapi tidak mulalui tangan mereka (
) melainkan melalui dokumen akuisisi yang
telah mendapat legalitas hukum dan tercatat di bursa efek. Dalam menanggapi persoalan ini, para ulama berbeda pendapat. a. Ulama Hanafiyah dan Hanabilah memperolehkan akad dengan perbuatan pada barang-barang yang sudah sangat diketahui secara umum oleh manusia. b. Mazhab Imam Maliki dan pendapat Imam Ahmad memperolehkan akad dengan perbuatan jika jelas menunjukkan dengan kerelaan, baik barang tersebut diketahui secara umum maupun tidak. c. Ulama Syafi’i Syi’ah, dan Zahiriyah berpendapat bahwa akad dengan perbuatan tidak dibenarkan, karena tidak ada petunjuk yang kuat tentang akad tersebut, selain itu, keridhaan adalah sesuatu yang samar, yang tidak 60
Departemen Agama RI, op. cit., 122
58
dapat diketahui, kecuali dengan ucapan. Tetapi jika terpaksa, boleh dengan isyarat atau tulisan.61 Untuk memperoleh keridhaan dari seseorang tidak mudah karena hal tersebut ada pada hati seseorang. Oleh karena itu, keridhaan harus mengetahui unsur-unsur sebagai berikut: a. Tidak ada pemaksaan; b. Tidak terjadi kesalahan; c. Tidak ada penipuan.62 Dengan demikian, bila terjadi unsur pemaksaan, kesalahan, dan penipuan, maka dapat diajukan iqalah atau pembatalan suatu transaksi. Berhubung masalah keinginan untuk mengadakan akad (al-iradah al‘aqdiyyah) itu harus ada kesesuaian antara keinginan batin (niat) dan keinginan zahir. Keinginan batin terwujud dengan adanya kerelaan dan pilihan (ikhtiyar). Sedangkan keinginan zahir adalah sighat (lafz), baik berupa ucapan, tulisan, perbuatan, maupun isyarat. Transaksi akuisisi itu benar (sahih) atau tidak benar (tidak sahih) bisa diketahui berdasarkan ketentuan shara’. Bila akuisisi itu telah memenuhi unsur dan syarat yang telah ditetapkan oleh shara’ pada asalnya dan sifatnya, transaksinya sah. Bila akuisisi itu tidak memenuhi unsur dan syaratnya
61 62
Rahmad Syafi’I, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 50 Ibid. 64
59
akuisisinya batal. Jika transaksi itu telah memenuhi rukun dan persyaratan, tetapi dilarang shara’, seperti menjual saham yang tidak diketahui (fiktif) sehinga dapat menimbulkan percekcokan, maka hukumnya adalah fasid. Menurut analisis penulis, transaksi (akad) pada akuisisi perusahaan nyata dan benar-benar transparan. Jika dilihat dari sighat akad, di samping memakai tulisan yang berupa dokumen yang telah disiapkan, juga memakai perbuatan dengan bukti penyerahan saham yang telah diJual belikan. Itu dapat diketahui oleh para pemegang saham dan masyarakat umum sebelum pembukaan sesi pertama perdagangan saham di bursa efek. Pada saat dibuka, kepemilikan saham tersebut sudah berpindah nama. Sedangkan pelaku transaksi (almuta’aqidain) dan obyek akad (al-ma’qud ‘alaih) telah memenuhi syarat akad Jual beli dalam Islam. 2. Ditinjau Dari Segi Rukun Jual beli Dari beberapa unsur yang terlibat dalam akuisisi tersebut, jika ditinjau dari segi rukun dan syarat Jual beli dalam Islam yang dikemukakan oleh ulama fiqih, ada kesesuaianya. Namun karena proses akuisisi sangat rumit dan unik, maka dibutuhkan penjelasan yang mendalam supaya bisa menjadi akuisisi yang Islami dan terlepas dari unsur garar. Menurut Sayyid Sabiq dan pendapat ulama Hanafiyah, rukun Jual beli adalah ijab-qabul yang menunjukan pertukaran barang secara ridha, baik dengan ucapan, tulisan, maupun perbuatan.63
63
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III, (Beirut: Dar ats-Tsaqofah Islamiyah, 1972) 90
60
Adapun rukun Jual beli menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut.64 a. Adanya penjual dan pembeli Di dalam akuisisi, yang bertindak sebagai penjual adalah perusahaan target. Direksi atas nama segenap pemegang saham dalam perusahaan tersebut, setelah mengadakan RUPS dan meyatakan setuju untuk diambil alih dan mendapat izin dari komisaris, maka menyatakan menjual sahamnya di bursa efek. Pembelinya adalah pengakuisisi yang juga diwakili oleh Direksi perusahaan yang bersangkutan. b. Adanya sighat ijab dan qabul Di dalam akuisisi, karena perusahaan telah go public, Jual beli sahamnya dilakukan di bursa efek. Perusahaan target telah menyatakan menjual
sahamnya,
senentara
pihak
pengakuisisi
setuju
untuk
membelinya, secara otomatis tercatat bahwa kepemilikan perusahaaan yang dilambangkan dengan banyaknya saham dan nilai (value) yang ada dalam saham tersebut telah terjual dan menjadi pemilik pengakuisisi. Dalam proses ijab dan qabul tersebut, menurut Sayyid Sabiq, diperbolehkan, karena ijab dan qabul dalam Jual beli bisa dilakukan dengan lisan dan tulisan atau dengan utusan.65 c. Adanya barang yang dibeli
64 65
Muhammad asy-Syarbini Al-Khatib, Mughni il-Muhtaj, II, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1978), 3 Sayyid Sabiq, Op. cit. 90
61
Akuisisi pada hakekatnya adalah Jual beli saham yang berupa asetaset perusahaan, baik aset yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dinyatakan dalam bentuk saham untuk megikuti pola globalisasi dan undang-undang serta peraturan yang berlaku dalam kebijakan ekonomi, agar mudah diaudit dan diketahui masyarakat umum, sehinga terhindar dari unsur manipulasi. d. Adanya nilai tukar penganti barang Obyek dalam akuisisi adalah saham. Saham adalah bukti keikutsertaan dalam modal suatu perusahaan, yang dilambangkan dalam bentuk kertas (surat berharga), dapat dinilai dengan rupiah dan valuta asing lainnya yang telah ditentukan, dan dapat digunakan sebagai tukarmenukar sebagai uang atau barang. 3. Ditinjau dari syarat Jual beli Akuisisi bukanlah suatu permintaan atau kegiatan yang berdasarkan spekulasi, tetapi suatu keputusan yang membutuhkan proses yang sangat jeli dan teliti. Walaupun telah mendapat persetujuan dari pemegang saham, Direksi masih mengunakan tenaga ahli berupa konsultan perusahaan maupun pialang di bursa efek. Dengan demikian, tingkat kedewasaan dan pengetahuan pihak pengakuisisi maupun yang diakuisisi merupakan syarat mutlak yang dibutuhkan dalam kegiatan semacam ini. a. Syarat-syarat penjual dan pembeli
62
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli adalah berakal dan mumayyiz, dewasa (baligh), dan dalam keadaan sadar, disertai unsur yang terpenting, yaitu ridha atau kerelaan antara kedua belah pihak, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Hal ini sesuai dengan jumhur ulama. 1) Ulama mazhab Maliki menambahkan syarat penjual dan pembeli, keduanya merupakan pemilik barang atau yang dijadikan wakil.66 2) Menurut ulama Hanafiyah, seorang anak yang berakal dan munayyiz (berumur 7 tahun tetapi belum baligh) dapat menjadi penjual atau pembeli. Sedangkan menurut ulama Malikiyah dan Hanabilah, akadnya anak mumayyiz itu tergantung pada izin walinya. 3) Adapun menurut ulama Syafi’iyah, anak yang belum baligh tidak dibolehkan melakukan akad atau menjadi penjual dan pembeli, sebab ia belum dapat menjaga agama dan hartanya (masih bodoh).67 Dasarnya adalah firman Allah:
$Vϑ≈uŠÏ% ö/ä3s9 ª!$# Ÿ≅yèy_ ÉL©9$# ãΝä3s9≡uθøΒr& u!$yγx¡9$# (#θè?÷σè? Ÿωuρ
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. (QS an-Nisa’/4:5)
66
Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid, II, ( Semarang: Toha Putra, 1978), 125-127 67 Al-Kasani, Bada’ as-sana’I fi Tartib asy-Syarra’i., juz V.( Beirut, t.t) 135
63
(١١ : ^ءnwM¸ )اξ‹Î6y™ tÏΖÏΒ÷σçRùQ$# ’n?tã tÌÏ≈s3ù=Ï9 ª!$# Ÿ≅yèøgs† 3s9uρ
Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (Qs. An Nisa/4: 141)68 Memang ada baiknya kekhawatiran itu disampaikan dan itupun sebagai motivasi terhadap muslimin untuk selalu bisa berkreasi dalam sistem perdagangan yang Islami. Dalam hal ini, diupayakan agar kaum muslimin bisa membentuk perusahaan dengan mekanisme perdagangan yang Islami dengan tujuan kesejahteraan umat dan kepentingan agamanya. Permasalahan selanjutnya adalah bahwa yang bertindak sebagai penjual dan pembeli di sini bukan pemilik sepenuhnya atas saham yang diperjualbelikan, tetapi diwakili oleh masing-masing Direksi perusahaan, dalam wacana Islam biasa disebut wakalah. Di dalam Islam, wakalah diperbolehkan oleh shara’ berdasarkan firman Allah: .gKآSM اtr^ا وLn Cukuplah Allah sandaran kami, Dialah sebaik-baik Dzat yang di serahi69
68 69
Ibid, 146 Ibid, 146
64
Juga disebutkan oleh Allah, ketika nabi Yusuf berkata kepada rajanya: ÒΟŠÎ=tæ îáŠÏym ’ÎoΤÎ) ( ÇÚö‘F{$# ÈÉ!#t“yz 4’n?tã Í_ù=yèô_$# t
Jadikanlah aku bendaharawan Negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan. (Qs. Yusuf/11: 55)70 Sedangkan prinsip yang dibenarkan dalam wakalah adalah tolong menolong dalam kebaikan. Èβ≡uρô‰ãèø9$#uρ ÉΟøOM}$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès? Ÿωuρ ( 3“uθø)−G9$#uρ ÎhÉ9ø9$# ’n?tã (#θçΡuρ$yès?uρ ¢ Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Qs.alMaidah/5: 2)71 Sementara itu, persyaratan bagi yang mewakilkan adalah pemilik barang yang akan diwakilkan, sudah baligh, dan tidak gila. Sedangkan yang menjadi wakil harus baligh, berakal, dan adil. Adapun syarat untuk sesuatu yang menjadi obyek wakalah adalah dimengerti oleh wakilnya. Wakil dalam Jual beli ada kalanya diberi kuasa secara mutlak, yaitu wakil diserahi sepenuhnya untuk menjual atau membeli barang dengan tidak menentukan harga dan teknisnya (kredit atau tunai), tetapi menurut harga yang berlaku di pasaran (harga misl). Jika tidak didapati, 70 71
Ibid, 357 Ibid, 157
65
minta kerelaan yang mewakilkan, supaya keputusannya bermanfaat baginya. Ada kalanya secara muqayyad. Ini mengharuskan wakil bertindak sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh yang mewakilkan, tetapi unsur kerelaan tetap menjadi ukuran sah-tidaknya perwakilan dalam Jual beli.72 Dalam akuisisi, proses perwakilannya sudah benar, baik menurut Undang-Undang maupun Shara’, karena Direksi, Komisaris, dan lembaga lainnya dalam perusahaan di bentuk berdasarakan RUPS. Sering terjadi bahwa Direksi juga mempunyai (menanam) saham cukup besar di perusahaan tersebut. Ini untuk mengantisipasi tanggung jawabnya atas berlangsungnya dan tumbuh kembangnya suatu perusahaan. Dilihat dari kedudukan, Direksi bisa menjadi wakil mutlak, tetapi dalam masalah-masalah tertentu muqayyad (dibatasi) oleh keputusan RUPS, dengan tujuan kemaslahatan bagi pemegang saham, pekerja (karyawan), dan kepentingan perusahaan itu sendiri. Perwakilan seperti ini pernah dipraktikkan pada zaman Rasulullah SAW. Suatu ketika, nabi Muhammad memberikan satu dirham kepada Urwah al Barqi supaya membeli satu binatang sembelihan (seekor kambing). Urwah membelikannya dua ekor kambing. Kemudian, dijualnya salah satu kambing tersebut seharga satu dirham dan 72
Sayyid Sabiq, Op. cit. 160
66
menyerahkannya kepada nabi seekor kambing dan uang satu dirham dari hasil penjualan kambing yang satunya. Karena Jual beli yang dilakukan Urwah tersebut menguntungkan, Nabi mendoakan agar Jual beli tersebut mendapat berkah. Dengan demikian, Jual beli yang menggunakan jasa perantara seperti halnya akuisisi dilihat dari syarat penjual dan pembeli diperbolehkan dalam Islam, dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut. 1) Mendapat persetujuan kedua belah pihak, sesuai dengan firman Allah:
βr& HωÎ) È≅ÏÜ≈t6ø9$$Î/ Μà6oΨ÷t/ Νä3s9≡uθøΒr& (#þθè=à2ù's? Ÿω (#θãΨtΒ#u šÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ öΝä3ΖÏiΒ <Ú#ts? tã ¸οt≈pgÏB šχθä3s? Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu (Qs. An Nisa’ 4/29)73 2) Pialang harus bersikap jujur, terbuka, dan tidak melakukan penipuan dan bisnis yang haram maupun yang syubhad subhat (tidak jelas halal dan haramnya). Ia berhak menerima imbalan setelah berhasil memenuhi akadnya. Sedangkan pihak yang menggunakan jasa makelar harus segera memberikan imbalannya, sesuai dengan hadish nabi:
73
Departemen Agama RI, op. cit., 122
67
.74W}P\ | أنgK} PX أPKX اS\ا Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering keringatnya. ( HR. Ibn Majah dari Ibn Umar, Abu Ya’la dari Abu Hurairah, dan at-Tabrani dari Anas) 3) Jumlah imbalan yang harus diberikan kepada pialang adalah menurut perjanjian, atau berdasarkan ketentuan (kebiasaan) yang berlaku di bursa efek, yaitu antar 2,5 % sampai 5%. b. Syarat dalam sighat (ijab-qabul) Transaksi pada akusisi perusahaan dilakukan di bursa efek atau pasar modal, suatu tempat yang telah mendapat pengesahan dari undangundang pemerintah. Proses perdagangan di bursa efek telah menggunakan perlalatan berupa komputer yang bisa disaksikan dan diakses oleh publik, baik masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Akusisisi perusahaan di bursa efek pada hakekatnya adalah perdagangan saham. Di Indonesia, saham yang diperdagangkan berupa saham atas nama, yaitu saham yang nama pemiliknya (nama perusahaan) tertera pada saham tersebut. Bila saham tersebut ditawarkan untuk dijual, ketika saham itu dibeli, beralihlah kepemilikan pada pihak pembeli. Pembeli tersebut merupakan pemilik baru pada saham yang telah diperdagangkan. Hasil
74
As-Syuyuti, al-Jami’ as-Sagir, ( Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladuh) 46
68
Jual beli tersebut dicatat di bursa efek dan diumumkan ke publik lewat media massa. Dalam pembahasan fiqh muamalah, beberapa ulama berpendapat mengenai syarat-syarat dalam sighat Jual beli: Mazhab Maliki menyebutkan: 1) Tempat harus bersatu 2) Antar pengucapan ijab dan qabul tidak boleh ada pemisah yang mengandung unsur penolakan dari salah satu Aqid secara adat. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh mazhab Hambali dengan menambahkan syarat tidak dikaitkan dengan sesuatu. Artinya, akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak berhubungan dengan akad. Begitu juga menurut ulama Hanafiah, qabul harus sesuai dengan ijab dan harus bersatu, yakni berhubungan antara ijab dan qabul walaupun tempatnya tidak bersatu. Sedangkan mazhab Syafi’i menyatakan bahwa syarat dalam sighat adalah sebagai berikut: 1) Berhadap-hadapan 2) Ditujukan kepada seluruh badan yang akad 3) Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab 4) Menyebutkan barang dan harga 5) Disertai niat
69
6) Pengucapan ijab dan qabul harus sempurna dan tidak terpisah oleh waktu yang lama yang mengggambarkan penolakan. 7) Tidak berubah lafadz dan dikaitkan dengan sesuatu serta waktu75 Dengan demikian, secara garis besar ulama fiqh sepakat bahwa sahnya Jual beli didasarkan pada: 1) Keridhaan diantara pihak-pihak yang melakukan ijab-qabul 2) Keberadan disatu tempat 3) Adanya kesesuaian dalam ijab-qabul 4) Tidak adanya pemisah Pada
proses
akuisisi
di
bursa
efek,
sighat
transaksinya
menggunakan tulisan dan perbuatan, yaitu dengan mengoperasikan komputer. Pihak pembeli (pengakuisisi) yang berupa perseroan yang diwakili oleh Direksi dengan menggunakan jasa pialang dan beberapa administrator, menyatakan setuju dan membeli saham yang dijual oleh perseroan yang lain (perusahaan target). Seketika itu juga diadakan pencatatan sebagai tanda transaksi Jual beli bahwa saham tersebut telah terjual dan beralih kepemilikan. Hasilnya diekpos di media massa. Pada proses selanjutnya, baik perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan target mengadakan RUPS kembali dengan mendata dan membagi dividen yang diperoleh kepada para pemegang saham, setelah
75
Rahmad Syafi’i, Op. Cit. 77-84
70
proses pembiayaan akuisisi yang memakai jasa pialang, akuntan publik, konsultan, dan biaya operasional di bursa efek lainnya. Akuisisi semacam ini hampir mirip dengan Jual beli mu’atah, yaitu Jual beli yang telah disepakati oleh pihak ‘aqid berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak memakai ijab-qabul. Namun, ini masih diperdebatkan oleh ulama fiqh. Jumhur ulama menyatakan sahih bila ada ijab dari salah satunya. Begitu pula diperbolehkan ijab qobul dengan isyarat, perbuatan, atau ciriciri lain yang menunjukkan keridhaan dari penjual dan pembeli. c. Syarat adanya barang Akuisisi yang dilaksanakan oleh perusahaan yang go public harus mengacu pada undang-undang yang telah ditetapkan, baik UUPT nomor 1 tahun 1995, PP Nomor 27 Tahun 1998 (tentang akuisisi/pengambilalihan), UU Pasar Modal 8 Tahun 1995 di Indonesia. Dengan demikian, hakekat akuisisi perusahaan yang go public adalah akuisisi berupa saham, yaitu surat berharga (efek) yang dapat diperdagangkan, sebagai tanda pemegangnya turut memiliki perusahaan yang mengeluarkan saham itu. Saham sebagai obyek akuisisi harus menggambarkan produktivitas yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Hal tersebut dianggap sah jika memenuhi syarat obyek Jual beli dalam Islam, yaitu meliputi hal-hal berikut. 1) Suci barangnya (bukan benda najis)
71
Menurut
jumhur ulama, Jual beli benda najis tidak boleh
berdasarkan hadith Nabi yang disampaikan oleh Jabir: .76^مw واP|wM واWqK_M واP_UM اJK` مP إن ا Sesungguhnya Allah mengharamkan menJual belikan khamr, bangkai, babi, dan patung-patung. ‘Illat mengharamkan Jual beli tiga barang tersebut (khamr, bangkai, dan babi) adalah karena najis. Menurut ulama Hanafi dan Mazhab Zahiri, boleh Jual beli barang yang ada manfaatnya, termasuk benda najis, seperti kotoran hewan untuk pupuk tanaman dan minyak yang kena najis untuk penerangan. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Nabi yang menemukan kambing milik Maimunah
mati tergeletak, lalu Nabi
bersabda, “Mengapa tidak kamu ambil kulitnya, kemudian kamu samak dan memanfaatkannya?” Mereka (sahabat) menjawab bahwa kambingnya telah menjadi bangkai. Maka, Nabi bersabda bahwa yang dilarang itu memakannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa memanfaatkan benda najis selain untuk makanan itu boleh menurut Islam. Jika terdapat perusahaan besar yang memproduksi kotoran hewan atau tinja, kemudian menghasilkan produksi tertentu, entah 76
Sayyid Sabiq, Op. cit. 91
72
untuk pupuk tanaman atau untuk penerangan yang memakai tenaga uap ataupun pemanfaatan lainnya, selagi tidak untuk dikonsumsi (dimakan), bila diperjualbelikan, menurut pendapat yang dikemukakan tersebut, tidak akan membatalkan pelaksanaan Jual beli. Jika aset perusahaan dan produk yang dihasilkan itu sudah berupa saham, karena proses akuisisi dan go public, akuisisinya sudah sah dilihat dari syarat obyek Jual beli. 2) Dapat
dimanfaatkan
(telah
jelas
banyak
kemanfaatan
untuk
masyarakat). 3) Barang itu milik sendiri atau diberi kuasa oleh pemiliknya. Tetapi, ba’i al-fudul, yaitu Jual beli yang akadnya dilaksanakan oleh orang lain sebelum ada izin dari pemiliknya, misalnya suami menjual milik istrinya tanpa izin si istri, diperbolehkan. Jual beli semacam ini dianggap sah dan valid, hanya mulai masa berlakunya tergantung pada izin si pemilik atau walinya. Jika pemilik membolehkan, baru dilaksanakan. Jika tidak, Jual belinya menjadi batal. 4) Dapat diserahterimakan barangnya secara nyata. Tidak diperbolehkan Jual beli ikan yang masih dalam air atau semisalnya, berdasarkan hadith Nabi: .77رP Wrf _^ءM اdf s_nMوا اPqQl
77
Ibid, 94
73
Janganlah kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya Jual beli yang demikian itu mengandung unsur penipuan. (H.R Ahmad ibn Hanbal dari Ibn Mas’ud). Dalam akuisisi, saham yang dijualbelikan tidak secara simbolis diserahterimakan dengan tangan. Tetapi pada hakekatnya, kepemilikan itu telah berpindah setelah adanya kesepakatan dengan dicatat di bursa efek dan disaksikan oleh berbagai elemen masyarakat lewat media dan internet. Hal ini sesuai dengan firman Allah :
4 Ó‰‹Îγx© Ÿωuρ Ò=Ï?%x. §‘!$ŸÒムŸωuρ 4 óΟçF÷ètƒ$t6s? #sŒÎ) (#ÿρ߉Îγô©r&uρ 3
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan (Q.S al-Baqarah/2: 282).78 5) Dapat diketahui barang dan harganya dengan jelas. Jual beli barang yang tidak ada di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciricirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, sahlah Jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai, pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan Jual belinya. Proses akuisisi yang melibatkan tenaga ahli berupa konsultan, pialang, akuntan, disamping pendapat para pemegang saham, sudah semestinya mampu menilai kualitas dan kuantitas barang atau aset 78
Dapartemen agama RI, Op. cit., 70
74
suatu perusahaan, sehingga akuisisinya bisa mendapatkan keuntungan dan manfaat. 6) Barangnya sudah berada di tangan pemiliknya. Hal ini berdasarkan hadith Nabi Muhammad SAW. 79
£¤Kjl Zq WtLl¢f ^¡Ke |Pqeإذا ا
Jika engkau membeli sesuatu, jangan engkau jual sehingga engkau menerimanya (menguasainya). Saham yang diperdagangkan di bursa efek adalah saham atas nama sehingga bila kepemilikan itu sudah berpindah nama, sama halnya dengan kepemilikan penuh yang bisa bebas untuk men-tasarufkan hartanya. 7) Syarat adanya harga (nilai tukar pengganti barang). Dalam akuisisi perusahaan, yang diakuisisi (dibeli) adalah saham perusahaan target, baik dibayar dengan uang tunia maupun dengan saham perusahaan pengakuisisi.
B. Perlindungan Dan Kedudukan Pemegang Saham Minoritas (Sebagai Pihak Yang Diakuisisi) Dalam Perspektif Fiqih 1. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas Perlindungan pemegang saham minoritas memang sangat diperlukan, terutama jika ada tindakan Direksi atau komisaris yang mengatasnamakan 79
Sayyid Sabiq, Op. cit. 97
75
perusahaan yang dianggap merugikan pemegang saham. Perlindungan tersebut dimaksudkan agar pemegang saham minoritas tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pemegang saham mayoritas, terutama dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), karena pemegang saham mayoritas dapat memanfaatkan suaranya untuk memaksakan kehendaknya. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam upaya melindungi pemegang saham minoritas. Di satu pihak, Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) sebagai regulator pasar modal melindungi kepentingan pemegang saham minoritas. Selain itu diperlukan pula partisipasi aktif dari perusahaan publik untuk berlaku keterbukaan informasi. Beberapa peraturan
yang
telah
dikeluarkan
Bapepam, untuk
melindungi pemegang saham minoritas, sebagai berikut: a. Shara’, seperti adanya perintah dan larangan; b. Akad, seperti akad Jual beli; c. Kehendak pribadi, seperti janji; d. Perbuatan yang bermanfaat, seperti melunasi hutang; e. Perbuatan yang menimbulkan kemudaratan orang lain, seperti mewajibkan membayar ganti rugi.80 Kepemilikan terhadap suatu zat (haqq al-‘aini) tidak terlepas dari hak pribadi (haqq asy-Syakhsi). Karena kepemilikan saham dalam suatu
80
354
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh al-Islam wa Adillatuh IV, (Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arobi, 1989),,
76
perusahaan bersifat otomatis, pemegang saham mempunyai kewenangan atau hak suara dalam mengambil suatu keputusan dalam RUPS. Berkaitan dengan haqq asy-Syakhsi dan haqq al-‘aini, para ulama fiqh mengemukakan beberapa keistimewaan masing-masing, antara lain sebagai berikut : a. Hak ‘aini bersifat permanen dan mengikat bagi pemiliknya, sekalipun benda itu berada di tangan orang lain. Misalnya, saham itu dijual tanpa sepengetahuan pemegang saham, maka ia berhak menuntut agar saham yang menjadi miliknya itu dikembalikan. Sedangkan hak syakhsi, benda itu melekat pada dirinya, tidak boleh berpindah tangan. Perbedaan kedua, haqq ‘aini terkait langsung dengan materi, sedangkan haqq syakhsi merupakan hak yang berkaitan dengan tanggung jawab seseorang yang telah mukallaf. b. Hak ‘aini gugur bila materinya punah atau telah terjual, sedangkan hak syakhsi tidak dapat digugurkan karena hal itu terdapat dalam diri seseorang, kecuali pemilik hal itu telah wafat. Misalnya, saham milik seseorang dipakai oleh orang lain. Sekalipun saham itu punah atau dijual oleh orang lain, hak syakhsi yang mempunyai saham itu tetap utuh, tidak gugur dengan punahnya saham tersebut. Hal ini disebabkan pemakaian saham
itu
berkaitan
dengan
tanggung
jawab
seseorang
untuk
membayarnya, tidak berkaitan langsung dengan saham pemakaian. Tanggung jawab tidak boleh digugurkan.
77
Dengan demikian, seseorang menjadi pemilik harta (saham) yang telah ia usahakan dan kuasai. Tetapi, apakah pemilikan saham itu bersifat mutlak? Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa ajaran Islam sangat menghormati kemerdekaan seseorang untuk memiliki sesuatu, selama pemilikan itu sejalan dengan cara-cara yang digariskan shara’. Ia bebas mengembangkan hartanya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara yang jujur. Namun, pemilik harta secara hakiki adalah Allah Swt. Seseorang dikatakan memiliki harta hanya secara majazi dan harta itu merupakan amanah di tangan seseorang yang harus ia gunakan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain. Islam menganggap seorang pribadi sebagai bagian tak terpisahkan dari masyarakat. Karena itu, pada setiap hartanya seseorang, banyak atau sedikit, ada hak-hak lain yang harus ditunaikan, seperti zakat, sedekah, dan lain-lain. Menurut Mustofa Ahmad az-Zarqa’, kebebasan seseorang dalam bertindak terhadap milik pribadinya dibatasi oleh hal-hal yang terkait dengan kepentingan umum. Menurutnya, setiap orang bebas mencari harta sebanyakbanyaknya, tetapi cara mendapatkan harta itu tidak boleh melanggar aturan shara’ dan merugikan kepentingan orang lain, baik pribadi maupun masyarakat. Karena itu, cara bermuamalah dengan riba, ihtikar, penipuan, dan penyelundupan diharamkan shara’. Disamping bertentangan dengan kehendak shara’, perbuatan-perbuatan itu juga merugikan orang lain dan masyarakat.81
81
Mustofa Ahmad az-Zarqa’, al-Madhakhal al-Fiqh al-‘Am al-Islami fi Tanbih al-Jadid, IV (Beirut: Dar al-Fikr, 1968), 286
78
Ada beberapa hal yang dikemukakan para ulama fiqh tentang milik pribadi, di antaranya adalah: c. Tidak memberikan mudarat kepada orang lain dan semestinya pemanfaatan milik itu juga dinikmati orang lain; d. Untuk kepentingan masyarakat dan pemerintah.82 Agar mendapat perlindungan baik dari shara’ akibat akad, kehendak pribadi, dan perbuatan lainnya, kepemilikan saham tersebut harus bersifat sempurna dengan ciri-ciri yang khusus. a. Sejak awal, kepemilikan saham dan nilainya itu bersifat sempurna. b. Kepemilikan tidak didahului oleh sesuatu yang dimiliki sebelumnya. Artinya, saham dan nilai manfaatnya itu sudah ada sejak dimiliki. c. Kepemilikannya tidak dibatasi waktu. d. Kepemilikannya tidak boleh digugurkan karena ada pada perusahaan yang telah go public. e. Jika saham itu kepunyaan bersama, masing-masing orang dianggap bebas menggunakan sahamnya itu sebagaimana milik mereka masing-masing menurut jumlah saham yang dimiliki. Ia bebas menjual dan memberikan saham itu kepada orang lain, tetapi harus juga mempertimbangkan keputusan yang diambil dalam RUPS, jika RUPS dan Direksi sepakat melakukan akuisisi. 2. Kedudukan Pemegang Saham Minoritas 82
Nasroen Haroen, op. cit., 34
79
Pada perusahaan yang telah go public, teradapat dua macam pemegang saham, yaitu mayoritas dan minoritas. Kedudukan mereka pada dasarnya sama kuat. Yang membedakan hanyalah besarnya prosentase kepemilikan sahamnya. Tetapi, ini tidak berarti pemagang saham minoritas tidak dapat memberikan usulan atau pertanyaan dalam RUPS. Kedua-duanya mempunyai hak dan kewajiban terhadap PT yang bersangkutan, antara lain sebagai berikut. a. Setiap pemegang saham mempunyai hak suara pada Rapat Umum Pemegang Saham tahunan. Ketentuannya adalah satu saham satu suara. Jadi, besar-kecilnya hak suara ditentukan oleh jumlah saham yang dimiliki. b. Mempunyai wewenang untuk memilih direktur perusahaan. Direktur perusahaan bertanggungjawab memilih manajer perusahaan. c. Mempunyai hak terlebih dulu untuk membeli saham pada perusahaan yang bersangkutan sebelum dibeli oleh investor baru yang biasa dikenal bukti right (bukti hak) memesan saham terlebih dahulu. d. Mendapatkan hal pembagian laba, baik berbentuk deviden tunai maupun deviden saham, berdasarkan jumlah lembar saham yang dikuasainya. e. Mempunyai hal melihat atau mengetahui hasil RUPS dan daftar para pemegang saham suatu perusahaan, untuk mencegah manipulasi data. f. Mempunyai akses tidak terbatas, untuk mengetahui pembukuan keuangan.
80
g. Jika terjadi likuidasi, berhak mendapatkan distribusi yang adil berdasarkan proporsi dan sesuai dengan prosentase saham yang dimilikinya. h. Tanggung jawab pemegang saham atas kewajiban perusahaan hanya sebesar saham yang dimilikinya atau modal yang ditanam, jika terjadi likuiditas. Selebihnya menjadi tanggung jawab manajemen perusahaan.83 Kepemilikan saham berarti kepemilikan harta, karena disamping mempunyai nilai nominal, juga mempunyai manfaat. Harta di dalam Islam termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan dunia. Para ulama fiqh memasukkan persoalan harta ke dalam salah satu addaruriyyah al-khamsah (lima keperluan pokok) yang terdiri atas agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Atas dasar itulah, mempertahankan harta dari segala upaya yang dilakukan orang lain dengan cara yang tidak sah termasuk hal yang mendasar dalam Islam. Namun, sekalipun ditakdirkan memiliki harta, yang kadang banyak atau sedikit, seseorang tidak boleh berlaku sewenang-wenang dalam menggunakan hartanya itu. Kebebasan seseorang untuk memiliki dan memanfaatkan hartanya adalah sebatas yang direstui oleh shara’, harus dapat memberikan manfaat dan kemaslahatan orang lain, disamping senantiasa dalam pengabdian kepada Allah.
83
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, (Yogyakarta: Akademi Menejemen Perusahaan YKPN, 2000) 129-130
81
Dalam kaitan kedudukan antara pemegang saham yang mayoritas dan minoritas, Islam juga menganut asas kesamaan. Yang berbeda hanya nilai nominalnya, sedang pemilik saham mempunyai hak dan kedudukan yang sama. Perbuatan yang menimbulkan mudarat pada orang lain, sengaja atau tidak, dalam fiqh disebut ta’assuf fi isti’mal al-haqq (sewenang-wenang dalam menggunakan hak). Ini dilarang oleh shara’. Sedangkan seseorang yang menggunakan bukan haknya disebut ta’addi.84 Keharaman ta’assuf fi isti’mal al-haqq menurut para ulama fiqh disebabkan dua hal. c. Setiap orang tidak boleh menggunakan haknya dengan sewenang-wenang, sehingga membawa mudarat bagi orang lain. Karena itu, penggunaan hak itu dalam shariat Islam tidak bersifat mutlak, tetapi dibatasi. Batasannya adalah menimbulkan mudarat pada orang lain, baik perorangan maupun masyarakat. Dengan demikian, pemegang saham masing-masing hanya berhak menguasai dan menggunakan hak suaranya sendiri dalam RUPS. d. Menggunakan hak-hak pribadi tidak hanya untuk kepentingan pribadi belaka, tetapi juga harus mendukung hak-hak masyarakat. Kekayaan yang dimiliki seseorang merupakan bagian dari kekayaan seluruh manusia. Bahkan dalam keadaan-keadaan tertentu, hak-hak pribadi boleh diambil atau dikurangi untuk membantu hak-hak masyarakat, seperti pengambilan 84
Nasroen Haroen, op. cit., 10
82
zakat, sedekah, pajak, dan lain-lain. Dalam sebuah hadith, Rasulullah SAW, menyatakan : 85
(يVPqM)روا ا. آ^ةMى اS~ _^لM اdf إن
Dalam setiap harta seseorang itu terdapat hak-hak masyarakat (orang lain) selain zakat. (HR. At-Tirmidzi) Penggunaan hak seperti ini, jika dilihat dari latar belakang diambilnya keputusan suatu akuisisi dari hasil RUPS, secara konsep ada kesamaan penilaian.
Akuisisi
harus
mempertahankan
kepentingan
perusahaan,
pemegang saham, karyawan, kreditur, dan sebagainya. Namun, harus diselaraskan antara pengembangan di bidang muamalah (ekonomi) dengan nilai ibadah, sehingga bisa menjadi akuisisi yang Islami. Atas dasar itulah, para ulama fiqh menetapkan beberapa kaidah fiqh yang terkait dengan penggunaan hak itu. Kaidah-kaidah itu antara lain sebagai berikut: a. Bermaksud membuat kemudaratan. Jika seseorang dalam menggunakan haknya berakibat mudarat pada orang lain, perbuatan itu merupakan perbuatan sewenang-wenang dan hukumnya haram. Sebagaimana jika pemegang saham mayoritas sudah tidak lagi mempertimbangkan usulan dan pertanyaan pemegang saham minoritas.
85
Ibid, 11
83
b. Melaksanakan suatu tindakan yang tidak disyaratkan. Bila pemegang saham mayoritas melaksanakan perbuatan yang tidak diatur oleh undangundang dan peraturan lainnya, dan juga tidak sesuai dengan kemaslahatan yang ingin dicapai dalam penggunaan hak itu, maka tindakan itu harus dicegah. Jika dilakukan juga, hukumnya haram. Demikian juga halnya memanipulasi transaksi akuisisi untuk tujuan keuntungan yang riba atau tidak jelas, sebagaimana sabda Rasulullah saw yang menyatakan.
x`i_ )روا أJKLM^` ^`PMن اS¨[qn| ^نV^س زwM اZ[\ dl¥| (P_\ x` اiL\ داودS` واgLw Suatu saat akan datang suatu zaman manusia menghalalkan riba dengan kedok Jual beli. (HR. Ahmad ibn hanbal dan Abu Dawud dari Abdillah ibn Umar) c. Munculnya kemudaratan yang lebih besar ketika menggunakan hak untuk mencapai
suatu
kemaslahatan.
Jika
pemegang
saham
mayoritas
menggunakan haknya untuk memperoleh kemaslahatan pribadinya, tetapi akibatnya menimbulkan kemudaratan yang besar pada pihak lain, tindakan ini harus dicegah, sebagaimana sabda Rasulullah saw.
(dw}ارiM واWX^V x`روا ا. ) ارPpر وPp Tidak boleh memudaratkan (orang lain) dan tidak boleh juga dimudaratkan (orang lain). (HR. Ibn Majar dan ad-Daryqutni) d. Penggunaan
hak
tidak
pada
tempatnya,
sehingga
menimbulkan
kemudaratan bagi orang lain. Jika antara pemegang saham mayoritas dan
84
minoritas sepakat untuk melakukan transaksi akuisisi, (perusahaan) yang memproduksi barang-barang yang haram harus dicegah. e. Menggunakan hak dengan tindakan yang lalai atau salah sehingga merugikan perusahaan, karyawan, dan pemegang saham yang lain, maka tindakan itu termasuk ta’assuf fi isti’mal al-haqq yang dilarang shara’. Kemudaratan
yang
diakibatkan
ketidak
hati-hatian
harus
dipertanggungjawabkan. Karena itu, segala bentuk tindakan dalam menggunakan hak yang menimbulkan kerugian orang lain termasuk ta’assuf isti mal al-haqq yang dilarang oleh shara’. Namun, ada dua keadaan dimana seseorang tidak dinamakan ta’assuf isti’mal al-haqq. a. Jika dalam menggunakan hak itu, menurut kebiasaan tidak mungkin menghindarkan kemudaratan bagi pihak lain, misalnya melaksanakan keputusan RUPS mengakuisisi perusahaan lain, ternyata situasi politik memanas dan terjadilah peperangan, akhirnya harga saham anjlok dan mengalami kerugian. Maka, tindakan Direksi tersebut dapat dituntut ganti rugi. b. Jika menggunakan hak itu telah dilakukan secara hati-hati, tetapi menimbulkan mudarat bagi pihak lain, misalnya mengakuisisi perusahaan lain setelah terjadi, kemudian perusahaan target terbakar dan habis aset yang dimilikinya, maka Direksi tidak dapat dituntut di pengadilan.
85
Dengan demikian, agar para pemegang saham terlindungi (terutama pemegang saham minoritas) dan tidak melanggar hak dan kedudukan yang pada hakekatnya mempunyai kesamaan,. Maka diperlukan sarana : a. Keterbukaan informasi (full disclosure) atau menghilangkan praktik garar dan maisir; b. Bisa pasti mengetahui keadaan perusahaan yang go public. Dalam butir 2 peraturan Nomor IX.C.1 Keputusan Bapepam Nomor 22/PM/1991 tentang Keterbukaan Informasi (full disclosure), informasi harus segera diumumkan kepada publik, yaitu keterangan yang diperkirakan dapat mempengaruhi nilai efek atau keputusan para pemodal. Informasi itu meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Uraian mengenai transaksi sekurang-kurangnya meliputi: 1) Kekayaan atau jasa yang bersangkutan; 2) Nilai transaksi yang bersangkutan; 3) Nama pihak-pihak yang mengadakan transaksi dan hubungan mereka dengan perusahaan yang bersangkutan; 4) Benturan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan dalam transaksi tersebut. b. Ringkasan laporan pihak independen yang ditunjuk. c. Tanggal waktu, dan tempat diselenggarakan RUPS dan pernyataan cara dan persyaratan pemberian suara dalam masalah tersebut.
86
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Akuisisi perusahaan dalam perspektif fiqih muamalah (menurut peneliti) syah/halal, dengan menganalogikannya pada hukum Jual beli saham. Transaksi akuisisi telah memenuhi unsur akad, rukun, dan syarat Jual beli dalam Islam, diantaranya: a. Adanya ijab-qabul yang ditandai dengan cash and carry. b. Kedua belah pihak memiliki wewenang yang penuh dalam melakukan tindakan hukum. c. Saham, juga telah memenuhi unsur dan syarat untuk dijadikan obyek transaksi 2. Dalam konsep fiqih muamalah, para pemegang saham (mayoritas maupun minoritas) memiliki hak yang sama dalam melakukan tindakan hukum dan mengembangkan sahmnya. Kode etik Ta’assuf fi isti’mal alhaq (sewenang-wenang dalam menggunakan hak), menjadi batasan dan aturan yang mengikat bagi para pemegang saham. B. Saran-Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
87
1. Bagi lembaga fatwa MUI, diharapkan segera mengeluarkan fatwa tentang keabsahan akuisisi perusahaan 2. Untuk mendorong pengembangan ijtihad, khususnya di Indonesia, maka perguruan-perguruan tinggi Islam dan organisasi-organisasi sosial keagamaan yang memiliki lembaga pengkajian hukum Islam harus terus meningkatkan aktifitas dan mengembangkan daya kritisnya dalam memecahkan berbagai persoalan umat Islam yang timbul.
88
RIWAYAT HIDUP
JAFAR SHODIQ di lahirkan pada tanggal 30 Maret 1984 di desa Podorejo kecamatan Sumbergempol kabupaten Tulungagung, putra ke delapan dari Bapak H. Yunus Suhaimi dan Ibunda Hj. Umi Taslimatin, semoga alloh slalu melindunginya dunia akhirat, amien…. Pendidikan pertama masa kanak kanak di RA RADEN FATAH pada tahun 1990. kemudian se tahun lagi menginjak pendidikan dasar di MI PODOREJO selesai tahun 1996. Pendidikan berikutnya dijalaninnya di tingkat Tsanawiyah masuk ankatan 1996/1997 di MTSN Tunggangri Tulungagung selesai tahun 1999. Pendidikan berikutnya tingkat aliyah masuk angkatan 1999/2000 di MAU Mayak Ponorogo selesai tahun 2002, pada tahun yang sama masuk di pendidikan diniyah MMH miftahul huda Mayak Ponorogo selesai tahun 2004 selam 5 tahun alhamdulilah tamat kelas enam wa;upun penuh perjuangan, kemudian di lanjutkan pendidikan takhasus selama 2 tahun. Dan pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan ke sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo. Dengan mengambil program studi muamalah jurusan syariah. Alhamdulilah dapat menyelesaikannya dengan tugas akhir berjudul Akuisisi Perusahaan Dalam Perspektif Fiqh