BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Keuangan perusahaan merupakan pilar yang sangat penting untuk kemajuan suatu usaha, sebab kebanyakan kasus kebangkrutan suatu usaha bermula dari adanya financial distress yang disebabkan oleh buruknya pengelolaan keuangan. Pentingnya pengelolaan keuangan sebagai aspek vital perusahaan harus benar-benar diperhatikan dan dikelola dengan baik jika perusahaan tetap dapat ingin terjaga kelangsungan hidup usahanya.
Dengan melihat bagaimana kondisi perusahaan berada pada kesulitan keuangan atau tidak, resiko kebangkrutan dapat dihindari. Selain itu dengan analisis tingkat kesehatan keuangan, juga akan dapat dinilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, struktur modal perusahaan, distribusi aktivanya, keefektivan penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai, beban-beban tetap yang harus dibayar, serta memprediksi seberapa besar resiko kebangkrutan yang mungkin akan dialami perusahaan.
Penilaian untuk mengetahui indikator financial distress yang mengarah pada resiko kebangkrutan yang mungkin akan dihadapi oleh perusahaan dapat dilakukan dengan melihat perbandingan rasio-rasio keuangan. Hal ini memungkinkan manajemen untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan
1
2
pokok pada tren jumlah, dan hubungan serta alasan perubahan tersebut, dan membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci serta kecendrungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan dimasa mendatang.
Menurut Batubara (2011, 1) tujuan didirikannya suatu perusahaan umumnya adalah untuk
memperoleh
laba,
meningkatkan penjualan,
memaksimalkan nilai saham dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Persaingan bisnis yang ketat seiring dengan perkembangan perekonomian mengakibatkan adanya tuntutan bagi perusahaan untuk terus mengembangkan inovasi, memperbaiki kinerjanya dan melakukan perluasan perusahaan agar terus dapat bertahan dan bersaing.
Kemampuan suatu perusahaan untuk dapat bersaing sangat ditentukan oleh kinerja perusahaan itu sendiri. Perusahaan yang tidak mampu bersaing untuk mempertahankan kinerjanya lambat laun akan tergusur dari lingkungan industrinya dan akan mengalami kebangkrutan. Agar kelangsungan hidup suatu perusahaan tetap terjaga, maka pihak manajemen harus dapat mempertahankan atau terlebih lagi meningkatkan kinerjanya. Secara umum kinerja suatu perusahaan ditunjukkan dalam laporan keuangan yang dipublikasikan.
3
TABEL 1.1 BANK YANG BERHENTI BEROPERASI TAHUN 2009-2013 No
Nama Bank
1 2 3 4
American Express Bank IFI Bank Ekspor Indonesia Bank Paribas BDB Indonesia 5 Bank Barclays Indonesia Sumber: Wikipedia
Tanggal Berhenti Beroperasi 24 Februari 2009 17 April 2009 1 September 2009 5 Februari 2011 7 Juli 2011
Dari tabel 1.1 terlihat bahwa dari tahun 2009-2013 terdapat 5 bank yang berhenti beroperasi hal ini dikarenakan bank tersebut tidak dapat memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia mengenai standar tingkat kesehatan bank. Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Tentang Sistem Penilaian Kesehatan Bank Umum yang menyebutkan bahwa kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait baik pemilik, pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, dan Bank Indonesia selaku otoritas pengawas bank. Bank wajib memelihara kesehatan bank sesuai ketentuan yang diperlukan Bank Indonesia (BI) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Menurut Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005) dalam memprediksi suatu kebangkrutan atau dalam keadaan bermasalah juga dapat dilihat dari kinerja perbankan tersebut. Kinerja bank dapat dilihat dari beberapa rasio keuangan yang menunjukkan perbandingan antara satu jumlah dengan yang lain yang dapat memberikan angka yang menunjukkan baik buruknya atau posisi keuangan suatu bank.
4
Menurut Sugiarto (2009) kebangkrutan sebuah bank bisa dipicu oleh berbagai faktor, baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Bank bisa bangkrut dan harus ditutup kalau kinerjanya buruk akibatnya kredit macet atau aset bermasalah secara signifkan. Penyebab lain adalah bank tersebut kesulitan likuiditas karena adanya penarikan dana secara besar-besaran dalam waktu bersamaan karena terjadinya krisis bersifat sistemik, bank run, maupun ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Kesulitan likuiditas bisa juga terjadi akibat mismatch dari struktur pendanaan yang lebih bersifat jangka pendek.
Menurut Almilia dan Kristijadi (2003) financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada kebangkrutan. Adapun kondisi memburuknya kesehatan suatu bank, menyebabkan suatu bank tersebut termasuk dalam golongan bermasalah.
Sebagai contoh kasus yang terjadi pada Bank Sumut pada bulan Oktober 2014, mengalami financial distress. Terjadinya penurunan kinerja keuangan pada Bank Sumut tersebut dapat dilihat dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang ternyata lebih besar dari 5% yang berarti Direktur Bank Sumut tidak mampu mengelola kredit dengan baik dan semakin banyak kredit bermasalah. Tetapi oleh pihak OJK (Otorisasi Jasa Keuangan) kondisi tersebut
5
dianggap wajar padahal OJK merupakan pengawas bank yang berkepentingan menjaga kesehatan dan ketahanan kelembagaan bank.
Kondisi financial distress sebenarnya sudah diketahui dari tahun-tahun sebelumnya tetapi Komisaris Utama mengatakan bahwa Non Performing Loan (NPL) yang buruk diakibatkan salah pilih pejabat di cabang dan akan mencopot jabatan pejabat tersebut jika tidak bisa memperbaiki Non Performing Loan (NPL). Tetapi kenyataannya sampai mengganti direksi sebanyak 3 kali yang dikatakan profesional dan mengganti pejabat-pejabat lama justru Non Performing Loan (NPL) makin lama makin memburuk. Akibat hal tersebut terjadinya pemecatan karyawan secara sepihak yang dilakukan oleh Direksi Bank Sumut terhadap karyawan yang melakukan unjuk rasa. (www.waspada.co.id)
Secara umum kinerja perbankan diukur dari rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Return On Assets (ROA) dan Loan to Deposit Ratio (LDR). Akan tetapi tidak semua bank menunjukkan kinerja yang sama melalui pengukuran rasio keuangan tersebut. Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva di bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari model sendiri disamping memperoleh dana-dana dari sumber diluar bank.
6
Pada penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Winny (2005) bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh negatif dan signifikan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sektor perbankan tetapi menurut Latifa Martharini (2012) Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh negatif tidak signifikan untuk memprediksi kondisi financial distress perbankan di Indonesia.
Non Performing Loan (NPL) menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah di berikan oleh bank. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suharman (2007) menyimpulkan bahwa Non Performing Loan (NPL)
berpengaruh negatif dan signifikan. Tetapi
menurut Reny Sri Harjanty (2011) Non Performing Loan (NPL) tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress perbankan di Indonesia.
Biaya
Operasional
terhadap
Pendapatan
Operasional
(BOPO)
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam
mengendalikan
biaya
operasional
terhadap
pendapatan
operasional. Pada penelitian Almilia dan Winny (2005) menyatakan bahwa Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) secara statistik berpengaruh positif dan signifikan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sektor perbankan. Tetapi menurut Aji Nugroho (2011) menyimpulkan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) tidak berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah perusahaan perbankan di Indonesia.
7
Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Pada penelitian Almilia dan Winny (2005) menyatakan bahwa Loan to Deposit Ratio (LDR) secara statistik positif dan signifikan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sektor perbankan. Tetapi menurut Aji Nugroho (2011) menyimpulkan bahwa rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) tidak berpengaruh signifikan terhadap prediksi kondisi bermasalah perusahaan perbankan di Indonesia.
Berikut adalah tabel perkembangan Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Assets (ROA), Non Performing Loan (NPL), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Bank Konvensional tahun 2009-2013.
TABEL 1.2 PERKEMBANGAN RATA-RATA CAR, ROA, BOPO, LDR DAN NPL PADA BANK KONVENSIONAL YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2009-2013 Ratio 2009 2010 17,42% 17,18% CAR 2,60% 2,86% ROA 86,63% 86,14% BOPO 72,13% 75,21% LDR 3,31% 2,56% NPL Sumber: Statistik Perbankan Indonesia
2011 16,05% 3,03% 85,42% 78,72% 2,17%
2012 15,60% 3,11% 74,10% 83,58% 2,93%
2013 18,13% 3,08% 74,08% 89,70% 1,02%
8
Berdasarkan tabel 1.2 terjadi perubahan-perubahan yang fluktuatif pada rasio-rasio keuangan pada tiap tahunnya. Misalnya pada Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami kenaikan dari tahun 2012-2013 dan pada rasio Return On Asset (ROA), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan Non Performing Loan (NPL) mengalami penurunan pada tahun 2012-2013. Tetapi kenaikan dan penuruan dari rasio-rasio tersebut masih dalam batas wajar, karena rasiorasio tersebut masih sesuai dengan batas standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Berbagai macam penelitian telah dilakukan untuk mengetahui manfaat informasi analisis keuangan yang menggunakan rasio-rasio keuangan. Penelitian tersebut dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana rasiorasio keuangan dapat menjelaskan fenomena-fenomena antara lain meneliti tentang penggunaan rasio-rasio keuangan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Luciana Spica Almila dan Winny Herdiningtyas (2005) menunjukkan bahwa rasio CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM, dan BOPO hanya rasio keuangan CAR, dan BOPO yang secara signifikan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan. Penelitian yang dilakukan oleh Latifa Martharini (2012) menunjukkan bahwa CAR, NIM, ROA, LDR berpengaruh negatif tidak signifikan sedangkan NPL
9
berpengaruh positif signifikan dan BOPO, SIZE berpengaruh positif tidak signifikan.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk menggunakan kembali rasio-rasio tersebut. Yang bertujuan untuk mengetahui probabilitas kondisi bermasalah yang dialami oleh sektor perbankan di Indonesia dimana suatu bank dikatakan bermasalah jika mengalami net income negatif minimal 2 tahun berturut-turut.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada periode penelitian dan sample yang digunakan, penelitian ini menggunakan tahun 2010-2013 sebagai periode pengamatan sample yang digunakan adalah bank-bank yang terdaftar di BEI pada tahun 2010-2013, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), dan Loan to Deposit Ratio (LDR).
Berdasarkan gambaran diatas mendorong penulis untuk memilih judul penelitian ini: “PENGARUH CAPITAL ADEQUACY RATIO (CAR), NON
PERFORMING
LOAN
(NPL),
BIAYA
OPERASIONAL
TERHADAP PENDAPATAN OPERASIONAL (BOPO) DAN LOAN TO DEPOSIT
RATIO
(LDR)
TERHADAP
FINANCIAL
DISTRESS
PERBANKAN INDONESIA YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”
10
B. Rumusan dan Masalah Penelitian
1. Apakah Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress? 2. Apakah Non Performing Loan (NPL) berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress? 3. Apakah Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress? 4. Apakah Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian
1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk membuktikan studi empiris Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap financial distress. b. Untuk membuktikan studi empiris Non Performing Loan (NPL) terhadap financial distress. c. Untuk membuktikan studi empiris Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap financial distress. d. Untuk membuktikan studi empiris Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap financial distress.
11
2. Kontribusi Penelitian Adapun kontribusi penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Kontribusi praktik Penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki lebih baik lagi rasiorasio
keuangan
perusahaan
perbankan
di
Indonesia
baik
perusahaan perbankan yang sudah go public maupun perusahaan perbankan yang belum go public sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia sehingga perusahaan-perusahaan tersebut dapat menghindari atau meminimalkan resiko financial distress.
b. Kontribusi kebijakan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat informasi terutama bagi Bank Indonesia untuk lebih memperhatikan kesehatan perusahaan-perusahaan perbankan di Indonesia baik perusahaan yang sudah go public maupun perusahaan perbankan yang belum go public.