BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Tanpa diberitakan oleh media massa seperti surat kabar, bisa dipastikan sebuah peristiwa hanya menjadi sebuah cerita yang diketahui segelintir orang. Tetapi berkat kerja jurnalistik, maka sebuah peristiwa mampu tersebar dengan cepat setelah dirangkai (ditulis) menjadi teks-teks berita, bertujuan agar diketahui banyak pihak dan terlegitimasi. Sebagai sarana penyampai informasi surat kabar senantiasa menyajikan berita-berita hangat dan aktual kepada khalayak. 1 Dan informasi dari setiap berita yang dipilih untuk disajikan, merupakan isu yang diharapkan mampu mengelitik rasa keingintahuan masyarakat. 2 Hal tersebut bertujuan agar berita yang disampaikan menjadi sumber atau acuan dalam proses pembentukan pendapat masyarakat. Namun, banyak hal yang perlu diperhatikan dalam setiap sajian berita, dimana semua data dan fakta yang diperoleh tidak begitu saja disajikan sebenarbenarnya kepada masyarakat. Setiap surat kabar, memiliki frame (bingkai) masing-masing pada setiap penulisan beritanya, yang berpengaruh terhadap arah pemberitaan. Sehingga secara jelas, surat kabar memiliki kemampuan memilih
1
Setiap berita yang hangat dan aktual tersebut dapat ditulis dengan berbagai sudut pandang, antara lain politik, ekonomi, budaya, sosial, hukum, dan lain sebagainya. Selanjutnya berita yang telah disusun kemudian akan dirangkai menjadi sebuah laporan berupa berita utama atau headline, editorial, feature, atau dapat dijadikan sebagai liputan khusus. 2 Hanya peristiwa-peristiwa yang menarik dan memilki news value (nilai berita) yang akan diliput dan diberitakan oleh media kepada publik. Dalam Luwi Iswara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, Jakarta : Kompas, 2005, hal. 27
1
fakta, menyeleksi isu, menonjolkan dan menghilangkan sama sekali bagian berita, serta mengarahkan berita pada aspek tertentu kepada khalayak. 3 Tentu saja, hadirnya bingkai dari setiap penulisan dan pilihan berita surat kabar tidak bisa dilepaskan dari agenda surat kabar yang terkait langsung dengan kebijakan redaksional dan politik pemberitaan. Oleh karenanya, setiap berita-berita yang dikonstruksikan
harus
ditengarai
telah
dipengaruhi
oleh
serangkaian
pengetahuan wartawan dan perspektif ideologi media (surat kabar), berikut dengan berbagai kepentingan yang digunakan dalam memaknai suatu peristiwa. Beranjak dari pemahaman dan rasa penasaran penulis atas pandangan akademis terhadap kajian media, lantas penelitian ini muncul untuk menguak dan menjawab rasa penasaran tersebut dalam mengkaji sebuah isu yang sedang mengemuka di Aceh. Salah satu peristiwa yang menarik perhatian banyak pihak dalam ruang lingkup isu politik dan keamanan Aceh diakhir tahun 2015 adalah peristiwa menyerahnya kelompok bersenjata yang dipimpin oleh Nurdin Ismail Amat alias Din Minimi. Ia dan kelompoknya merupakan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sejak setahun terakhir menyatakan perlawanan terhadap Pemerintah Aceh. 4 Dan sosok Din Minimi mulai santer
3
Hal ini senada dengan apa yang telah disampaikan oleh Eriyanto, menurutnya perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh media dan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Dalam buku Erianto, Analisis Framing:Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: Lkis, 2011. Hal. 31 4 Perlawanan terhadap pemerintah Aceh di bawah pimpinan Zaini–Muzakir (ZIKIR). Alasan perlawanan karena merasa kecewa terhadap pemerintah Aceh yang tidak adil dalam memperhatikan nasib masyarakat, termasuk Din Minimi dan kelompoknya sebagai mantan kombatan GAM. Pemerintah selama ini dianggap abai dalam menjalankan amanah yang disepakati dalam butir-butir MoU Helsinki. Sehingga Din Minimi bersama kelompoknya melakukan perlawanan dengan mengangkat senjata atas ketidakadilan yang terjadi. Lihat berita surat kabar harian Serambi Indonesia, “Kelompok Bersenpi Unjuk Diri”, Sabtu 11 Oktober 2014,
2
dibicarakan media karena menampilkan diri bersama kelompoknya dengan bersenjata. Sebagai kelompok bersenjata Din Mimini menjadi orang yang paling dicari terkait serangkaian kasus kriminal di Aceh yang melibatkan kelompok bersenjata yang dipimpinnya. Tentu saja munculnya kelompok ini, menimbulkan kehebohan dan reaksi dari berbagai pihak, dan menjadi perbincangan hangat di berbagai media sosial, lokal dan nasional. Dari beberapa pemberitaan, banyak khalangan kuatir, munculnya kelompok Din Minimi sebagai kelompok bersenjata akan mengganggu keberlanjutan perdamaian serta keamanan yang sudah berjalan selama ini. Seharusnya negeri berjuluk Seramoe Mekkah sudah dinyatakan aman dari pemberontakan. Sehingga tidak perlu mengulang kisah kelam konflik masa lalu.5 Karena masyarakat Aceh sudah merasa lelah akan konflik, derita mereka belum benar-benar pulih, jika konflik harus hadir kembali. Namun setelah lama di buru dan menjadi DPO pihak kepolisian, episodik perlawanan eks kombatan GAM berakhir pada hari Senin, tanggal 28 Desember 2015. Din Minimi beserta anak buahnya akhirnya menyerahkan diri kepada Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN), Letjen (Purn) Sutiyoso. Peristiwa Din Minimi menyerahkan diri gaungnya menjadi trending topic di berbagai media lokal dan nasional. Seluruh media spontan memberitakan peristiwa menyerahnya Din Minimi beserta anak buahnya. Setelah sebelumnya Din Minimi menjadi seseorang yang paling dicari atas serangkaian kasus yang melibatkan
atau di akses melalui http://aceh.tribunnews.com/2014/10/11kelompok-bersenpi-unjuk-diri di akses pada 20 Oktober 2014 5 http://regional.kompas.com/read/2015/11/28/06452981/Kelompok.Din.Minimi.Rentan .Ganggu.Damai.Aceh, di akses pada 30 November 2015
3
kelompok bersenjata yang dipimpinnya. Kini dengan menyudahi aktifitas bersenjata, kelompok eks kombatan GAM pimpinan Din Minimi menyerahkan seluruh persenjataan yang dimiliki. Namun inisiatif Din Minimi untuk menyerahkan diri memunculkan polemik dan beragam tanggapan atas pemberian amnesti yang bakal diterimanya. 6 Ada pihak mendukung dan ada pihak yang menganggap pemberian amnesti sebagai langkah yang salah, masing-masing pihak memiliki argumentasi tersendiri. Dalam beberapa isu yang kemudian menguat dan dikomentari oleh sejumlah kalangan di berbagai media massa adalah sebagian memandang Din Minimi dan kelompoknya sebagai kelompok kriminal yang mengganggu perdamaian Aceh selama ini, harus ditangkap dan penyelesaiannya melalui jalur hukum. Karena pasca perdamaian Aceh terwujud, setiap aktivitas sipil yang menggunakan senjata maka hal tersebut melanggar hukum. Sehingga menurut mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI Pusat, Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto akibat dari aktifitas kriminal yang dilakukan oleh kelompok Din Minimi dan diberikan amnesti dapat menimbulkan preseden buruk bagi keamanan di Aceh sehingga akan merusak reputasi Aceh. 7 Sementara sebagian lainnya menyebut Din Minimi merupakan pejuang yang mengganggu kemapanan penguasa untuk membela rakyat kecil, atas
6
Turun gunungnya Din Minimi yang fasilitasi Kepala BIN, letjen TNI (Purn) Sutiyoso, menjadi sorotan publik di Aceh. Terlebih saat Din Minimi beserta pengikutnya dikabarkan bakal mendapat dispensasi dari pemerintah Indonesia, berupa amnesti atas perbuatan pidananya selama ini menjalankan perlawanan bersenjata terhadap Pemerintah Aceh muncul polemik. diakses pada http://aceh.tribunnews.com/2016/01/01/amnesti-din-minimi-dipertanyakan tanggal 03 Januari 2016 7 Diakses dari portal berita http://aceh.tribunnews.com/2016/01/02/amnesti-untuk-dinminimi-hancurkan-reputasi -aceh 04 Januari 2016
4
ketidakadilan yang dirasakan, sehingga langkah-langkah yang ditafsirkan sebagai perbuatan kriminal yang dilakukan oleh Din Minimi dan kelompoknya, harus diringankan untuk diberikan amnesti, hal tersebut dianggap menjadi sebuah proses yang bijak untuk menyelesaikan persoalan demi tercipta perdamaian yang berkelanjutan.8 Hal positif terhadap Din Minimi disampaikan oleh Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin menganggap Din Minimi sebagai 'Robin Hood Eropa' di Aceh yang menjadi lokomotif untuk menuntut klaim yang belum diterapkan dalam 10 tahun perdamaian. 9 Argumentasi yang senada juga disampaikan oleh Rafli, anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Aceh, yang menilai Nurdin bin Ismail adalah seorang pahlawan dalam konteks ekonomi Aceh. 10 Terlepas pada kecenderungan mendukung atau menolak dari setiap tindakan yang Din Minimi dan kelompoknya lakukan selama ini, namun seperti yang telah penulis jelaskan diawal, memandang peristiwa ini merupakan isu yang menarik banyak pihak dan menjadi sorotan diberbagai media massa, maka yang menjadi titik ketertarikan pada studi ini adalah penulis ingin mengkaji persoalan bagaimana media, dalam hal ini surat kabar membingkai isu tersebut dalam teks atau konten berita yang disampaikan kepada khalayak. Untuk itu, di antara sekian banyak media yang rutin mengikuti perkembangan dan selalu update untuk memberitakan rentetan
8
Seperti pendapat Mawardi Ismail, pengamat politik dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh merespon positif penyerahan diri Din Minimi baik bagi perdamaian Aceh http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/12/151229_indonesia_dinminidi_signifik an di akses pada tanggal 03 Januari 2016 9 Berita diakses dari portal berita http://www.bbc.com/indonesia/majalah/ 2015/12/15 1230_trensosial_minimi_ dukungan diakses pada tanggal 03 Januari 2016 10 Dalam kabar berita dari http://portalsatu.com/berita/senator-aceh-din-minimi-tidaktahu-cara-eksis-4489. di akses pada tanggal 03 Januari 2016
5
kasus Din Minimi kepada khalayak adalah media cetak harian Serambi Indonesia sebagai media cetak lokal di Aceh. Alasan penulis memilih harian Serambi Indonesia sebagai subjek dalam penelitian ini, karena pertimbangan Serambi Indonesia merupakan surat kabar lokal yang fokus terhadap berbagai isu lokal di Aceh. Dikarenakan berita mengenai penyerahan diri Din Minimi mempunyai news values dan menarik bagi masyarakat Aceh, sehingga bisa dipastikan Serambi Indonesia menganggap penting untuk memberitakan hal tersebut. Selain itu, sebagai surat kabar terkemuka dan terbesar di Aceh, maka dalam konteks penyebaran informasi memiliki keunggulan komparatif, mengingat posisi Serambi Indonesia telah menjadi ikon surat kabar dengan persebaran dan cakupan yang menyeluruh disetiap penjuru propinsi Aceh, dan dijadikan rujukan utama oleh masyarakat dalam memperoleh informasi. Oleh karenanya, menjadi sebuah kepentingan akademis untuk memahami dan membedah suatu produksi teks berita yang di bingkai surat kabar harian Serambi Indonesia sebagai subjek penelitian, terkait dengan menemukan bagaimana pembentukan pesan oleh Serambi Indonesia dalam membingkai peristiwa berita penyerahan Din Minimi, serta hendak dibawa kemana arah beritanya. 11 Hal ini dirasa penting untuk dikaji, mengingat bahwa setiap berita yang disajikan bukanlah realitas yang sesungguhnya, karena dipastikan setiap berita yang disajikan telah melalui proses seleksi. Sehingga apa yang dimunculkan surat kabar melalui berita akan memperlihatkan penekanan terhadap suatu aspek 11
Hal ini terkait langsung untuk menemukan jawaban terhadap politik pemberitaan dan kebijakan redaksional Serambi Indonesia atas bagaimana isu diangkat.
6
tertentu, dan menyamarkan hal lain yang tidak dikehendaki oleh media (surat kabar). Karena pada banyak kasus, media terkadang tidak menyadari telah membangun sebuah realitas baru dari fakta yang disajikan dalam berita Berdasarkan pemikiran diatas, salah satu cara yang bisa dipakai untuk melihat strategi media (surat kabar) dalam membangun sebuah realitas adalah dengan framing analisis. Karena analisis framing merupakan suatu pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Untuk itu ada dua esensi utama dari analisis framing. Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai, ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta itu ditulis, aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan. Cara pandang ini pada akhirnya dapat menemukan frame (bingkai) apa yang digunakan oleh sebuah media dalam memaknai realitas.
I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya dalam kajian ini adalah sebagai berikut: Bagaimana Serambi Indonesia memframing berita penyerahan diri Din Minimi pada berita utama edisi 30 Desember 2015 s/d 06 Januari 2016?
I.3. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah dijabarkan dalam bagian sebelumnya, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana
7
Serambi Indonesia membingkai berita terkait peristiwa penyerahan diri Din Minimi dalam teks pemberitaannya. Kemudian melalui pengetahuan tersebut, peneliti bisa memahami kebijakan redaksional dan politik pemberitaan yang digunakan Serambi Indonesia dalam konteks peristiwa tersebut.
I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua mangfaat. Pertama dalam tataran teoritis dan akademis, penelitian dapat digunakan sebagai literatur bagi mereka yang berminat untuk mengadakan studi atau penelitian lain, baik yang sifatnya baru maupun lanjutan yang berhubungan dengan kajian teks media khususnya analisis framing. Merupakan bagian sumbangsih bagi pengembangan ilmu komunikasi, terutama minat kajian media. Kedua, secara praktis penelitian ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada pembaca, tidak terkecuali insan media, mengenai kebijakan redaksional dan politik pemberitaan Serambi Indonesia dalam berita, terutama yang berkenaan dengan potret sosial politik dan keamanan di Aceh yang berkaitan dengan Eks Kombatan GAM.
I.5. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini, hanya terfokus pada berita utama (headline) Serambi Indonesia selama serangkaian peristiwa terkait penyerahan diri Din Minimi hangat dibicarakan. Alasan pemilihan objek kajian hanya pada berita utama saja, hal ini didasari atas dua pertimbangan, yakni pertama, berita utama merupakan berita yang menurut penilaian setiap redaksi surat kabar adalah berita terpenting dan dinilai paling menarik. Kedua, berita utama selalu merupakan isu
8
hangat yang sedang berkembang di suatu daerah, sehingga surat kabar selalu menempatkan berita utama dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan disekitar media tersebut berada. Berkaitan dengan kajian ini, perkembangan terbaru kondisi sosial, politik dan keamanan di Aceh pasca sepuluh tahun perdamaian Aceh adalah perihal munculnya eks kombatan GAM di bawah pimpinan Nurdin Ismail Amat alias Din Minimi. Berita utama yang dipilih adalah berita yang saling terhubung satu sama lain berdasarkan kesamaan tema. Setelah di pantau, maka terdapat 4 berita utama yang dimuat oleh Serambi Indonesia dengan tema yang sama. Berita tersebut terdapat pada edisi tanggal 30 Desember, 31 Desember 2015 dan tanggal 02 januari, serta 06 Januari 2016. Periode ini dipilih karena menandai masa updating terhagat peristiwa tersebut pada berita Serambi Indonesia. Dalam penelitian ini berupa data bahasa secara tertulis dalam bentuk wacana di surat kabar. Media massa yang dipilih adalah Serambi Indonesia. Seperti telah dijelaskan sebelumnya surat kabar tersebut dipilih karena merupakan surat kabar yang bersifat lokal yang sudah terkemuka di Aceh dan memiliki fokus utama terhadap isu-isu daerah dan perkembangan kondisi Aceh. Adapun pertimbangan menjadikan berita tentang frame eks kombatan GAM sebagai objek penelitian karena berita yang tersebut berkaitan langsung dengan perkembangan politik dan keamanan di Aceh. Bahan penelitian adalah teks berita tentang “Penyerahan diri Din Minimi”, yang dipublikasikan oleh harian Serambi Indonesia pada tanggal seperti penjelasan sebelumnya. Waktu yang telah dibatasi dalam melakukan
9
pengumpulan data ini dilakukan atas pertimbangan yang didasarkan pada fenomena-fenomena yang biasa terjadi dikalangan masyarakat. Sebuah berita akan mencapai puncak pemberitaan pada minggu-minggu pertama berita itu mencuat. Oleh karena itu, suatu berita akan menjadi topik utama yang akan sering dibicarakan masyarakat pada minggu-minggu pertama, sedangkan mingguminggu berikutnya berita tersebut lambat laun akan menghilang karena munculnya pemberitaan-pemberitaan baru. Selama edisi tersebut, terdapat ada 4 berita utama yang dimuat terkait berita penyerahan diri Din Minimi. Adapun berita-berita yang termasuk dalam kategori tema diatas, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Tabel Berita Objek Penelitian No
Tanggal
Halaman
01.
30-12-2015
Di halaman pertama
Din Minimi Diampuni
02.
31-12-2015
Di halaman pertama
Din Minimi Jamu 300 Yatim
03.
02 -01-2016 Di halaman pertama
Zaini Apresiasi BIN
04.
06-01-2016
Presiden Ampuni Din Minimi
I.6.
Di halaman pertama
Judul Berrita
Kerangka Pemikiran Sebagai jembatan informasi dalam masyarakat, media massa seperti
halnya surat kabar, dalam menghadirkan konten berita tentunya menggunakan “frame” atau kerangka tertentu untuk menerjemahkan sebuah realitas. Dan setiap media, memiliki frame berita masing-masing pada setiap penulisan beritanya,
10
yang nantinya akan berpengaruh terhadap arah pemberitaan. Karena surat kabar memiliki dampak yang luas bagi setiap pemberitaannya. Tidak jarang, pemberitaan di sebuah surat kabar dapat menggiring opini publik, sama seperti apa yang dikonstruksikan. Dan frame (bingkai) yang digunakan, bertujuan agar sebuah peristiwa sosial menjadi lebih riil dan masuk akal bagi khalayaknya. Sehingga dalam memproduksi sebuah isu berita, setiap surat kabar akan melibatkan sebuah proses aktivitas kognitif dari pekerja media (wartawan) atau jurnalis, yang secara sosiologis proses tersebut disebut sebagai sebuah kegiatan membentuk realitas sosial atau konstruksi realitas sosial.12 Tentunya, sebagai sebuah kegiatan menciptakan realitas sosial, media dan wartawan menggunakan nilai atau ide yang mereka miliki sebagai materi dasar untuk menentukan frame dari sebuah berita. Dengan demikian, sebuah frame selalu sarat dengan nilai yang dimiliki wartawan, frame tidak pernah kosong dari sebuah ide, karena tanpa ide maka tidak akan ada cerita. Lantas sebuah ide ditransformasikan lewat berita akan menimbulkan persepsi atau pemahaman yang berbeda-beda bagi khalayak yang menerimanya. Walaupun berita yang disajikan oleh media memang berdasarkan fakta atau peristiwa yang telah terjadi, namun kata-kata yang disampaikan didalam media sebenarnya telah dibingkai berdasarkan ideologi atau pemahaman dari wartawan itu sendiri, berdasarkan pengalaman yang dialami ketika bersentuhan langsung dalam peristiwa.
12
Shoemaker and Reese, (1996). Mediating the Message: Theories of Influences on Mass Media Content. New York: Longman Publishing.
11
Sehingga analisis isi media dengan menggunakan prespektif frame dapat memberikan kontribusi kepada kita tentang bagaimana sebuah isu yang dipilih, dikemas oleh wartawan dan disebarkan oleh media. Kemudian kita juga dapat melihat efek yang terjadi kepada khalayak. Efek tersebut contohnya adalah gerakan sosial atau tindakan sosial. Efektifitas sebuah frame terhadap tindakan sosial bukan dilihat dari apakah aktor atau kelompok kepentingan sosial mampu memobilisasi publik dan memanfaatkannya untuk tujuan politik tertentu, tetapi dilihat dari kemampuan untuk memilih isu yang mendapatkan dukungan dari publik. Dan penelitian ini diharapkan dapat memberikan signifikansi akademik dan sosial, mengenai bagaimana frame media mampu untuk mempengaruhi persepsi khalayak yang kemudian dapat memunculkan suatu tindakan sosial. Bingkai yang sudah ditentukan (framing) dapat pula diartikan sebagai suatu usaha untuk mereprentasikan sebuah fakta melalui perspektif wartawan. Kemudian dalam proses mengkonstruksi realitas, sesungguhnya surat kabar menggunakan politik pemberitaan yang dirumuskan dalam kebijakan redaksi. Setiap
surat kabar tentu
memiliki
kebijakan
redaksi
dalam
mengkonstruksi realitas dan menyajikannya sesuai dengan ideologinya masingmasing. Ideologi suatu media tercermin dari setiap produknya, berupa produksi berita. Selanjutnya, terkait dengan posisi surat kabar sebagai salah satu bagian dari sarana komunikasi massa, ada dua pandangan umum yang ditinjau. Penelitian dalam level produksi teks berita, sering kali dipusatkan pada proses pembentukan berita. Alasannya, karena apa yang disajikan media, pada dasarnya adalah akumulasi dari pengaruh yang beragam. Sehingga beragam kepentingan
12
yang ada, kemudian dianggap membentuk bagaimana realitas dihadirkan dalam konten media. Jadi isi media tidak hadir begitu saja melainkan melalui mekanisme tarik menarik kepentingan internal dan eksternal. Oleh sebab itu, apa yang tersaji di media bukanlah realitas yang sesungguhnya melainkan formulasi kerja redaksional untuk menghadirkan kembali realitas dalam wajah yang lain. Dan kedua formulasi tersebut menghadirkan realitas baru yang telah mengalami penambahan, pengurangan, perbaikan, penghapusan atau bahkan distorsi dari realitas sesungguhnya. Sehingga keseluruhan kepentingan-kepentingan yang ada seperti ideologis, ekonomi, politik sosial, budaya dan kontestasi kepentingan lainnya akan sangat menentukan bagaimana corak dan warna isi dari pemberitaan surat kabar. 13 Hal ini sudah banyak disimpulkan dari beberapa kajian tentang produksi teks berita, dimana terlihat hasilnya bahwa setiap surat kabar ketika melihat fakta yang sama bisa dimaknai dan dihadirkan berbeda kepada audiens sesuai dengan tarik ulur yang melingkupinya. Disini kelihatan bahwa media (surat kabar) merupakan agen pendefenisi realitas yang secara aktif menentukan defenisi terhadap suatu realitas tertentu. Sedangkan kerangka surat kabar merupakan alat untuk membantu pekerjaan jurnalis yang memungkinkan para wartawan cepat dalam mengidentifikasi, mengelompokkan dan pengemasan informasi seefisien mungkin untuk presentasi dengan audiens. Oleh karena itu, kerangka yang dipakai mengacu pada format media yang menggambarkan unit ide dari dominasi dan bentuk representasi. 13
Mubarok dan Muna Madrah, 2012, Stigma Media dan Terorisme. Bandar Publishing : Banda Aceh. Hal. 5
13
Untuk itu, penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran yang mengelaborasi empat teori. Teori pertama, memaparkan agenda koran dalam proses konstruksi realitas sosial. Teori kedua, menjelaskan tentang agenda publik. Dilanjutkan dengan uraian ketiga, tentang frame wartawan, dan bagian keempat tentang teori framing sebagai sebagai perpanjangan dari agenda setting. Framing yang ingin dilihat dan didefinisikan sebagai proses membuat pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain, sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. 14
I.6.1. Agenda Surat Kabar Media massa seperti surat kabar adalah corong yang tanpanya suatu peristiwa hanya menjadi sebuah cerita yang diketahui segelintir orang. Berkat kehadiran surat kabar sebuah peristiwa menjadi diketahui banyak pihak dan terlegetimasi. Dalam strategi menjaga ikatan dengan para pembacanya, surat kabar senantiasa menyajikan berita-berita yang hangat dan aktual dari setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitarnya. Namun tidak semua peristiwa yang terjadi dalam masyarakat akan diberitakan. Hanya peristiwa-peristiwa yang menarik dan memiliki news value (nilai berita) yang akan diliput dan diberitakan oleh surat kabar kepada publik. 15 Kemudian surat kabar dalam tugasnya mengumpulkan fakta, menulis, menyunting, serta menyiarkan berita, bukanlah entitas pasif yang hanya mendistribusikan pesan semata, tetapi dalam rutinitasnya selalu aktif, selektif, dan 14 15
Eriyanto, 2012. Ibid. hal. 290-291. Luwi Iswara, 2005, Catatan Cataatn Jurnalisme Dasar, (Jakarta : Kompas), hal. 27.
14
kritis untuk menyajikan produk informasi kepada khalayak. Surat kabar juga tidak sekedar menghadirkan berita-berita secara hangat dan aktual semata, namun surat kabar sebagai institusi sosial memiliki kepentingan sendiri, bahkan memiliki pemikiran dan idealisme sendiri secara independen yang menjadi kerangka acuan dalam melakukan kegiatannya mengenai dukungan atau penolakan atas sebuah isu atau peristiwa. Dalam memilih dan menampilkan berita, editor, staf ruang berita, memainkan peranan penting dalam membentuk realitas. Pembaca belajar tidak hanya tentang suatu masalah, tetapi juga seberapa penting untuk melampirkan masalah bahwa dari jumlah informasi dalam berita dan posisinya. Untuk merefleksikan suatu isu atau peristiwa yang telah terseleksi dan dianggap penting oleh media, akan ditonjolkan oleh media tersebut dengan cara memberitakannya secara terus-menerus sehingga dapat mengarahkan pemikiran atau pendapat publik. Hal inilah yang disebut dengan agenda media. Agenda media merupakan bagian dari agenda setting, dimana konsep agenda setting adalah apa yang dianggap penting oleh media penting juga bagi khalayak. 16 Dan setiap agenda media selalu berpegang pada pemberitaan yang aktual dan faktual. Aktual berarti memiliki nilai kebaruan atau merupakan peristiwa yang baru. Sedangkan faktual adalah peristiwa diceritakan sesuai fakta yang terjadi, apa adanya dan tanpa ditambah-tambahkan. Namun sayangnya terdapat permasalahan berkaitan dengan berita yang dilansir oleh surat kabar. Tidak jarang pemberitaan masih kurang objektif dari realitas sebenarnya, selain itu keterbatasan pengupasan data dan fakta yang
16
15
disajikan dalam suatu berita menjadikannya friksi. Dalam artian fakta telah terkontaminasi oleh opini dan subyektivitas penulis berita atau bahkan fakta dimanipulasi oleh sebagaian pihak demi kehendak tertentu. Hal ini kemudian mengakibatkan gelombang opini publik yang akhirnya muncul kuat terhadap suatu persoalan yang diberitakan. Untuk itu banyak hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan sebuah berita, karena setiap surat kabar memiliki frame berita masing-masing pada penulisan beritanya. Sehingga kemudian surat kabar memiliki kemampuan memilih fakta, menyeleksi isu, menonjolkan dan menghilangkan bagian berita, serta mengarahkan berita sehingga membentuk citra pada aspek tertentu kepada khalayak atau publik. 17
I.6.2
Agenda Khalayak Kemampuan media massa untuk mmpengaruhi apa yang dianggap
penting oleh masyarakat disebut agenda setting. Sedikit menyingggung apa yang disampaikan oleh Ibnu Hamad bahwa opini publik terbentuk akibat dari agenda setting media adalah terkait dengan asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif, “gatekeepers” seperti penyunting, redaksi, bahkan wartawan sendiri menentukan mana yang pantas diberitakan dan mana yang harus disembunyikan. Setiap kejadian memiliki bobot tertentu yang akhirnya menentukan wujud penyajianya. Proses bagaimana media massa menyajikan peristiwa inilah yang disebut sebagai
17 Pawito (2009). Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan. (Yogyakarta: Jalasutra), hal. 104.
16
agenda media. Pembaca, pemirsa, dan pendengar memperoleh banyak informasi melalui media massa, maka agenda media ini berkaitan dengan agenda masyarakat (public agenda). Agenda masyarakat ini dapat diketahui dengan menanyakan apa yang merka pikirkan, apa yang mereka bicarakan dengan orang lain, atau apa yang mereka anggap sebagai masalah yang tengah menarik perhatian masyarakat (community salience). Dari sinilah peneliti menarik kesimpulan bahwa preferensi opini publik terhadap keberadaan Din Minimi dapat dilihat dari bagaimana Serambi Indonesia menggambarkannya, serta melihat keterkaitannya dengan agenda masyarakat. Agenda masyarakat ini dapat dilihat dari dinamika komunikasi yang terjadi dalam ruang public.
I.6.3
Teori Framing Konsep framing adalah terkait dengan tradisi agenda-setting tapi penelitian
dapat juga diperluas dengan berfokus pada esensi dari masalah yang dihadapi bukan pada topik tertentu. Dasar framing teori adalah bahwa media memfokuskan perhatian pada peristiwa-peristiwa tertentu dan kemudian menempatkan mereka dalam bidang makna. Framing merupakan topik penting karena dapat memiliki pengaruh besar dan karena itu konsep framing yang diperluas untuk kajian-kajian lainnya. Pada intinya, membingkai teori menunjukkan bahwa bagaimana sesuatu disajikan kepada penonton (disebut "bingkai") mempengaruhi pilihan orang membuat tentang cara untuk memproses informasi tersebut. Sedangkan frame adalah abstraksi yang bekerja untuk mengatur atau makna pesan struktur. Penggunaan paling umum dari frame adalah dalam hal 17
frame berita atau media tempat informasi yang mereka sampaikan. Teori framing biasa digunakan untuk mencermati proses produksi pesan berita dalam area mikro untuk melihat proses kontruksi pesan. Kemudian yang membedakan pendekatan teori dalam kajian teks lainnya adalah bahwa framing untuk menjelaskan proses produksi pesan. Dalam beberarapa pandangan ahli seperti Gamson dan Modiglini, perspektif framing lebih menyadari adanya tekanan-tekanan sosial dalam upaya membentuk wacana publik mengenai suatu isu dengan lebel lebel tertentu (entman, 2007). Teori framing mampu membuat para peneliti untuk berhati-hati dalam mengidentifikasi ada tidaknya makna dominan dalam teks maupun pada audiens sekaligus tidak dengan gegabah menganggap bahwa ketika teks mengatakan “gelas adalah setengah penuh” audienspun akan mencernanya demikian sebab proses framing terjadi lagi pada ranah audiens. (Enmant,2007) Pada elemen audien, pendekatan kritis akan tertarik pada otonomi audiens, yaitu apakah audiens mencerna (decode) teks secara independendan bebas dari makna-makna dominan dalam teks. Konsep framing telah banyak digunakan untuk memahami peran media dalam kehidupan politik dan sosial. Sebuah peristiwa dapat dengan mudah diterima masyarakat dan diingat sedemikian rupa dengan cara menekankan aspek tertentu dan menghilangkan aspek lainnya. Masyarakat dapat bertindak dan berfikir berdasar pada bagaimana wacana hadir di hadapan mereka. Konsep framing dapat bekerja pada dua ranah; media dan khalayak. Melalui mekanisme produksi berita, media menghadirkan gambaran realitas melalui teks. Teks ini dibentuk sedemikian rupa melalui pemilihan aspek
18
tertentu dan pengabaian aspek lain sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan pada khalayak. Di titik ini, media melakukan frame yang mewujud dalam teks. Di titik selanjutnya, khalayak menerima teks media tersebut dan ditafsirkan berdasarkan berbagai latar pengalaman, pengetahuan, ideologi, kepercayaan, dan lain sebagainya. Melalui berbagai latar tersebut, khalayak menafsirkan teks sedemikian rupa menjadi realitas yang bermakna. Dengan demikian, cara penekanan realitas melalui teks oleh media belum tentu ditafsirkan sama oleh khalayak. Khalayak memiliki cara penafsiran tersendiri yang dibingkai berbagai latar pengetahuan dibelakangnya. Tradisi penelitian framing di level psikologi khalayak ini setidaknya pernah dilakukan Goffman. Framing didefinisikan Goffman (1986: 21) sebagai skemata cara pandang tertentu yang dapat mendorong individu untuk menempatkan, merasa, mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa dengan cara pandang tertentu. Teori analisis frame yang dikembangkan Goffman dalam kurun 1960-1970 ini merupakan teori level mikro yang berfokus pada bagaimana individu belajar secara rutin memaknai dunia sosial mereka (Baran, SJ. & Davis DK.: 397). Berdasarkan pendekatan sosio-psikologi sini, kita dapat memahami bagaimana masyarakat menggantungkan pengharapannya untuk mendapatkan perasaan (sense) tentang kehidupan harian mereka (Reese, 2008: 7). Melalui penempatan informasi dalam konteks tertentu, Pan & Kosicki (1993) menilai framing mampu mengarahkan perhatian khalayak terhadap isu tertentu. Akibatnya, aspek- aspek tertentu yang ditonjolkan melalui teks media mendapatkan perhatian lebih besar daripada aspek lain.
19
Meskipun framing juga digunakan di level psikologi khalayak, Entman (1993)
menilai
konsep
framing
secara
konsisten
menawarkan
cara
mendeskripsikan power melalui teks media. Teks media ini dapat memengaruhi kesadaran masyarakat untuk merespon, bertindak, dan bersikap dengan cara tertentu sesuai cara media menyajikan pada masyarakat. Untuk itu, sebelum jauh memahami bagaimana framing bekerja di level khalayak, teks menjadi faktor krusial untuk diungkap mengenai bagaimana bentuk teks tersebut dibentuk digunakan dengan teknik sedemikian rupa. Setidaknya, studi tentang framing ini telah banyak dilakukan berbagai akademisi. Beberapa konsep mengenai framing dapat dipahami melalui: “To frame is to select some aspects of a perceived reality and make them more salient in a communicating text, in such a way as to promote a particular problem definition, causal interpretation, moral evaluation, and/or treatment recommendation” (Entman, 1993: 52). “Central organizing idea… for making sense of relevant events, suggesting what is at issue” (Gamson dan Modigliani, 1989: 3). Secara mendasar, framing mencakup seleksi (selection) dan penonjolan (salience) terhadap aspek tertentu dan selanjutnya disajikan melalui cara tertentu dalam teks media. Entman (1993) mendefinisikan Salience sebagai pembentukan potongan informasi agar menjadi lebih mudah diingat, bermakna, dan berkesan pada khalayak. Melalui seleksi dan eliminasi aspek tertentu, suntingan angle, cara penekanan narasi dan dukungan visualisasi yang menarik, dapat menghadirkan rasa (sense) tertentu ke hadapan khalayak (Hall, 2005: 65). Dapat dikatakan,
20
framing adalah sebuah cara untuk menghadirkan teks melalui teknik tertentu. Frame media mampu mendorong masyarakat untuk berfikir sesuai dengan keinginan pemilik kepentingan di dalam teks media. Kemampuan membentuk cara masyarakat berfikir ini menjadikan framing sebagai alat penting yang digunakan elit politik. Entman (1993: 55) menuliskan “framing in this light plays a major role in the exertion of political power”. Dengan demikian, frame yang terkandung dalam teks media mengandung kekuatan politik tertentu. Untuk menghasilkan teks dengan pemaknaan kuat, Hall (2005: 64) mensyaratkan, teks harus didasarkan pada praktik sosial. teks merupakan sebuah produk kultural yang dihasilkan dari tarik menarik kepentingan di dalam tubuh media sendiri. Melalui mekanisme produksi berita dalam media secara sistematis - mulai dari rapat redaksi, liputan, editing, sampai naik cetak/siar-, teks
dapat
hadir
dan bermakna sesuai wacana yang dimaksudkan pemilik
kepentingan. Kemampuan mengorganisasi teks media merupakan cara dalam mengkonstruksi informasi media (output) sebelum sampai di masyarakat. Dapat dikatakan, praktik pengelolaan informasi merupakan usaha konstruksi melalui teknik tertentu; mekanisme redaksi, kebijakan, aturan, maupun bentuk dan format berita itu sendiri. Media
massa,
seperti
dikemukan
sebelumnya,
mengubah
citra
khalayaknya tentang lingkungan mereka. Jelaslah bahwa media memberikan perincian, gambaran, analisis, dan tinjauan mendalam tentang berbagai persitiwa. Penjelasan tersebut tidak mengubah tetapi menjernihkan citra seseorang tentang lingkungan. Dalam fungsinya mengurangi ketidakpastian, media massa dalam hal
21
ini juga berkaitan dengan pemilihan kepentingan isu atau peristiwa yang disajikannya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi framing. Pertama adalah nilai atau orientasi politik dan ekonomi. Faktor ini akan menentukan karakteristik media. Faktor kedua dalah, kebijakan organisasi. Perusahaan media adalah sebuah organisasi. Arah atau gagasan dalam membuat berita sangat dipengaruhi oleh bagaimana kebijakan organisasi. Aturan dan kebiasaan di dalam organisasi akan menentukan informasi apa yang harus disampaikan kepada khalayak (Shoemaker dan Reese, 1996). Ketiga, adalah seperangkat sistem nilai profesional yang dianut oleh wartawan. Sistem nilai ini akan menentukan bagaimana isi media dikonstruksi. Oleh karena isi berita tidak lepas dari penilaian wartawan dalam membuat berita, maka objektivitas isi berita menjadi sulit untuk dipenuhi Lebih rinci lagi, apa yang dikonstruk oleh media, secara manifes terlihat dalam teks isi suratkabar. Dalam teks isi suratkabar, framing yang digunakan oleh media diterjemahkan ke dalam bentuk kalimat kunci yang sering digunakan oleh media.
I.6.4
Frame Wartawan Berita dalam media massa (surat kabar) tidak bisa disamakan dengan
fotokopi dari realitas, ianya harus dipandang sebagai hasil konstruksi dari realitas. Dan realitas adalah produk interaksi antara wartawan dan fakta. Dalam proses menyajikan berita, wartawan atau jurnalis bisa jadi mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa atau kejadian (fakta) yang akan diwujudkan dalam teks berita. Wartawan yang 22
berperan sebagai eksekutor akan memilih salah satu sudut pandang dalam menyajikan fakta tersebut. Isi media selalu menggunakan bingkai atau frame. Frame (bingkai) yang digunakan agar sebuah peristiwa sosial menjadi lebih riil dan masuk akal bagi khalayaknya. Dalam memproduksi sebuah isu berita, tentunya melibatkan sebuah proses aktivitas kognitif dari pekerja media atau jurnalis, yang secara sosiologis, proses tersebut disebut sebagai sebuah kegiatan membentuk realitas sosial atau konstruksi realitas sosial (Berger dan Luckmann, 1966; Shoemaker dan Reese, 1996). Sebagai sebuah kegiatan menciptakan realitas sosial, pekerja media atau wartawan menggunakan nilai atau ide yang mereka miliki sebagai materi dasar untuk menentukan frame berita (Wicks, 2005). Dengan demikian, sebuah frame selalu sarat dengan nilai yang dimiliki wartawan, frame tidak pernah kosong dari sebuah ide. Tanpa ide, tidak akan ada cerita. Bingkai yang sudah ditentukan (framing) dapat pula diartikan sebagai suatu usaha untuk mereprentasikan sebuah fakta melalui perspektif wartawan. ketika mengkonstruksi realitas itu seorang wartawan tidak hanya menggunakan apa yang ada dalam pikirannya saat itu. Akan tetapi terdapat beberapa hal yang ikut mempengaruhinya diantaranya adalah nilai sosial yang melekat dalam diri seorang wartawan. Nilai-nilai sosial ini mempengaruhi bagaimana cara seorang wartawan memahami realitas. Hal kedua adalah nilainilai sosial yang ada di masyarakat yang ikut andil dalam mengkostruksi sebuah realitas. Seorang wartawan tetap mempertimbangkan khalayak saat menulis dan menyusun sebuah peristiwa, karena seorang wartawan tidak berhadapan dengan
23
publik kosong. Proses konstruksi tersebut juga tentunya dipengaruhi oleh standar kerja, profesi jurnalistik, dan standar profesional wartawan dalam sebuah proses produksi (dalam Eriyanto, 2005: 254). Frame berhubungan dengan makna, berarti bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa dilihat dari perangkat tanda yang muncul dalam teks. Karena seorang wartawan memiliki kemampuan untuk menonjolkan pemaknaan atau penafsiran mereka atas suatu peristiwa. Yakni dengan pemakaian kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, grafik, dan perangkat lain secara strategis (dalam Eriyanto, 2005: 254-255).
I.7. Metodologi Penelitian Dalam penulisan suatu karya ilmiah, metode merupakan cara bertindak dalam upaya agar suatu penelitian dapat terlaksana secara rasional, terarah, objektif dan tercapai hasil yang optimal. Hal tersebut merupakan bagian terpenting dalam penelitian guna menghasilkan sebuah penelitian yang komprehensif.18
I.7.1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana peneliti mencoba mengintepretasikan dan memaknai teks-teks berita terkait wacana media dalam membingkai berita Eks Kombatan GAM di harian Serambi Indonesia edisi 30 Desember 2015 s/d 06 Januari 2016 dan kemudian menyimpulkan hasil temuan dari analisis tersebut. Hasil temuan tersebut berisfat deskriptif, yaitu memberi gambaran terkait bingkai berita tentang wacana citra Eks Kombatan GAM di 18
Bakker Anton dan Ahmad Charis Zubair. 1992, Metode Penelitian Filsafat, Yogyakarta : Kanisius, hal.14
24
harian Serambi Indonesia. Metode deskriptif ini menurut Isaac and Michael, sebagaimana dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, bertujuan untuk memaparkan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. 19 Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif-kualitatif. Metode penelitian adalah suatu cara atau jalan yang dilakukan secara teratur dan sistematis untuk melakukan pengumpulan data, menganalisis data, dan menginterpretasikan data sesuai fakta-fakta yang ada. Metode deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk dapat melakukan pendeskripsian terhadap data yang diperoleh secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta yang terdapat dalam suatu teks pemberitaan oleh surat kabar Serambi Indonesia tentang peristiwa menyerahnya Din Minimi yang dipublikasikan pada berita utama sejak tanggal 30 Desember 2015 s/d 06 januari 2016. Selanjutnya, peneliti sebagai instrumen penelitian melakukan penelitian secara kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data yang deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.20 Jadi, metode penelitian deskriptif-kualitatif yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk melakukan pendeskripsian secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta berupa kata-kata tertulis yang terdapat dalam suatu teks berita. 19
Jalaluddin Rakhmat, 2007. Metode Penelitian Komunikasi, cet. Ke-13, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya. Hal.22 20 (dalam Setiawati, 2009), hal. 50.
25
I.7.2. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan dan medokumentasikan berita SKH Serambi Indonesia yang masuk dalam unit analisis, yakni edisi 30 Desember 2015, 31 Desember 2015, 2 Januari 2016 dan 06 Januari 2016. Sehingga alur penelitian ini adalah studi literatur, yang diperkuat dengan analsis teks dengan menggunakan analisis framing. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan mengumpulkan berita utama tentang penyerahan diri Din Minimi pada berita utama dalam periode 30 Desember 2015 s/d 06 Januari 2016. Kliping berita yang telah dipilih tersebut kemudian dianalisis oleh peneliti dimana berita tersebut sudah memenuhi kriteria perangkat framing dan penalaran berdasarkan metode analisis framing model Pan dan Kosicki. Oleh sebab itu, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang sesuai dengan penelitian tesis, yaitu : 1.
Library research, yaitu penelitian kepustakaan, di mana di dalam penelitian peneliti menggunakan data dari litelatur dan mempelajari buku-buku petunjuk teknis serta teori-teori yang dapat di gunakan sebagai bahan penelitian skripsi.
2.
Field work research, yaitu penelitian langsung ke lapangan dengan cara: a. Observasi Penelitian, observasi di lakukan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data-data yang valid untuk melengkapi data primer maupun sekunder yang di lakukan baik secara formal maupun nonformal b. Dokumentasi
26
Dokumentasi merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapat data sekunder berupa arsip atau dokumen, dan karya ilmiah yang relevan dengan penelitian.
I.7.3. Teknik Pengolahan Data Berita sebagai sumber utama penelitian ini diolah dengan menggunakan kerangka analisis formula framing Pan dan Kosicki, karena perangkat framing ini meneliti media melalui struktur bahasa yang digunakan dalam mengkontruksi realitas. Model analisis dipakai karena dianggap sesuai untuk memperoleh jawaban dari rumusan masalah yang akan menghasilkan sebuah simpulan penelitian yang diharapkan. Setiap berita utama yang sudah terpilih sebanyak empat buah berita yang sesuai dengan topik yang diangkat dalam berita Serambi Indonesia nantinya akan diformulasikan dalam sebuah tabel berdasarkan perangkat framing yang Pan dan Kosicki. Berupa struktur analisis sintaksis, skrip, tematik dan retoris.
I.7.4. Teknik Penyajian Data Berbeda dengan penelitian yang bersifat kuantitatif, penelitian ini akan menyajikan data hasil amatan berupa kata-kata, dan proposisi dari dokumentasi data yang telah didapatkan. Simbul-simbul bermakna dalam berita Serambi Indonesia akan dideskkripsikan secara sistematik. Melalui kata dan kalimat, interpretasi penulis terhadap bingkai wacana penelitian akan lebih dinamis dan tidak kaku. Teknik Penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tabel data yang terdiri dari perangkat framing Pan dan Kosicki. Tabel data tersebut dapat dilihat seperti
27
berikut ini. Tabel Perangkat Struktur Sintaksis, Edisi … No. 1. 2. 3. 4. 5.
Elemen Struktur Headline Lead Latar Informasi Kutipan Sumber Penutup
Data
Tabel Perangkat Struktur Skrip, Edisi … No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Elemen Struktur What Who When Where Why How
Data
Tabel Data Struktur Tematik, Edisi … No. 1. 2. 3. 4.
Elemen Detail Koherensi Bentuk Kalimat Kata Ganti
Data
Tabel Data Struktur Retoris, Edisi … No. Elemen 1. Leksikon 2. Grafis Metafora
Data
1.1.1 Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan oleh peneliti yaitu menggunakan analisis Framing metode Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Konsep framing dalam metode ini adalah strategi kontruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi
28
yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita. (Eriyanto, 2012:289). Model tersebut salah satu model yang paling popular dan banyak digunakan yang memfokuskan pada cara wartawan dalam memaknai suatu peristiwa. Sehingga perangkat wacana yang digunakan oleh wartawan menjadi perhatiannya. Melalui perangkat wacana seperti kata, kalimat, lead, foto atau gambar, merupakan alat untuk memahami media dalam mengemas berita. Model analisis bingkai yang dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki ini terbagi berdasarkan struktur analisis yang terbagi dalam beberapa bagian sebagai berikut.
1. Struktur sintaksis merupakan penyusunan fakta atau peristiwa dalam teks berita yang berupa pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa, disusun dalam bentuk susunan umum berita. Perangkat framing adalah skema berita, dan unit yang diamati adalah headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan dan penutup. Struktur sintaksis dapat memberikan petunjuk yang berguna untuk wartawan dalam memaknai peristiwa dan hendak kemana berita itu akan diarahkan.(Nugroho, 1999: 31). 2. Struktur skrip merupakan pengisahan fakta dalam teks berita. Struktur ini melihat strategi dan cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa ke dalam bentuk berita. Perangkat
29
framing adalah kelengkapan berita dan unit yang diamati melalui 5W+1H. untuk itu, unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda framing yang penting, namun jika salah satu unsur kelengkapan berita yang dimiliki wartawan tidak dimunculkan maka akan memperlihatkan penekanan atau penonjolan dan penyamaran terhadap fakta yang ada. 3. Struktur tematik merupakan penulisan fakta atau menuangkan pandangan dalam teks berita terhadap suatu peristiwa berdasarkan proposisi, kalimat atau hubungan kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Perangkat framing dari struktur tematik ini terdiri dari detail, maksud, nominalisasi, koherensi, bentuk kalimat, dan hubungan kalimat. Struktur tematik sebenarnya merupakan alat analisis untuk melihat bagaimana fakta ditulis, kalimat yang dipakai, serta menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan. 4. Struktur retoris merupakan penekanan fakta dalam teks berita. Perangkat framing yang digunakan adalah leksikon, grafis, metafora, penandaan dengan unit analisis kata, idiom, gambar, foto, dan grafik. Disamping itu unsur leksikon menunjukan pilihan kata dalam suatu kalimat tertentu. Ketika menulis berita dan menekankan makna atas peristiwa, wartawan akan memakai semua strategi wacana itu untuk meyakinkan khalayak pembaca bahwa berita yang dia tulis adalah benar.
30
Tabel 2. Perangkat Framing Model Pan dan Konsicki Struktur Sintaksis
Perangkat Framing 1. Skema berita
Unit yang Dianalisis Headline (atau judul), lead, latar informasi, kutipan narasumber,
Skrip
2. Kelengkapan berita
5W+1H (who, what, when, where, why, dan how)
Tematik
3. Detail 4. Maksud
Paragraf, proposisi, kalimat, hubungan antar kalimat
5. Nominalisasi 6. Koherensi Retoris
9. Leksikon
Kata, idiom, gambar foto, grafik
10. Grafis 11. Metafora
31