BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pergerakan penduduk secara individu tidak efisien, disebabkan tingginya
penggunaan kendaraan pribadi sehingga timbul pemborosan energi. Keadaan akan semakin parah ketika perkembangan kota besar tidak menyediakan perencanaan yang baik berdasarkan karakteristik struktur ruangnya dan penyediaan transportasi massal yang kurang representatif dan kurang memadahi pergerakan sehingga timbul masalah kemacetan. Struktur ruang dapat mempengaruhi jaringan transportasi, hal tersebut juga berpengaruh pada perilaku masyarakat dalam melakukan pergerakan dalam kegiatannya. Pemerintah Kota Surakarta dan Perum Damri mengadakan kerjasama terkait transportasi massal yang berkiblat pada sistem bus rapid transit. Pengadaan transportasi massal tersebut bertujuan untuk mengatasi permasalahan kemacetan yang mulai timbul di perkotaan, khususnya di Kota Surakarta. Batik Solo Trans merupakan proyek dari Dishubkopinfo Kota Surakarta dengan Perum Damri terkait sistem transportasi massal yang menekankan pada aspek: kenyamanan, keselamatan/ keamanan, kemudahan mendapatkan pelayanan dan tarif terjangkau. Struktur ruang di Kota Surakarta cenderung linier, sehingga jaringan transportasinya juga memanjang. Daerah disepanjang rute transportasi utama tersebut lebih pesat perkembangannya karena muncul berbagai pusat kegiatan baru di sepanjang jalan utama, seperti blok perkantoran, perbelanjaan, permukiman, pendidikan dan lainnya. Batik Solo Trans memiliki rute perjalanan
1
yang melewati jalan utama. Sehingga Batik Solo Trans selain ditujukan untuk mengurangi masalah kemacetan juga dapat digunakan sebagai alternatif terbaik bagi penumpang karena jalur transportasinya melewati jalan utama. Saat ini industri transportasi terus melakukan inovasi baru guna peningkatan kualitas transportasi. Salah satu inovasi yang sangat potensial untuk dikembangkan saat ini adalah sistem pembayaran secara e-ticketing. Teknologi eticketing pertama kali diadobsi oleh industri pesawat terbang dengan sistem pemesanan tiket secara online. Seiring dengan kemajuan teknologi, e-ticketing dikembangkan pada model transportasi lainnya, seperti kereta, bus, MRT, BRT, dan lainnya (Iwuagwu, 2009). Dewasa ini, sistem pembayaran sudah mulai bergeser menjadi sistem pembayaran secara elektronik, seperti melalui kartu kredit, ATM, hingga kartu debit. Bahkan beberapa tahun terakhir, masyarakat mulai menggunakan e-money atau uang elektronik untuk sistem pembayaran bersifat mikro. Dikutip dari beritasatu.com, uang elektronik berkembang di Indonesia sejak tahun 2007 dengan volume sebesar 165.193 transaksi perhari. Sementara pada tahun 2011 transaksi uang elektronik mencapai 11,7 juta perhari. Menurut Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution, sektor transportasi adalah sektor yang paling potensial untuk transaksi uang elektronik dengan sistem pembayaran e-ticketing. Meskipun bersifat kecil, namun dilakukan secara berulang-ulang (Antara, 2011). Selain menyuguhkan kemudahan dalam melakukan transaksi tingkat mikro, e-ticketing juga bertujuan untuk mengurangi pemanfaatan kertas pada tiket transportasi massal. Penghematan kertas tersebut mampu memotong anggaran
2
biaya pada operasional dan manajerial industri transportasi. Keuntungan lainnya, proses penghitungan secara cepat mampu meminimalkan tindak korupsi atau penggelapan dana operasional, karena sistem perhitungan yang langsung terkoneksi dengan komputer dan internet. Selain itu mengurangi pergerakan penyetoran uang ke bank karena pihak bank sendiri yang langsung menyetorkan uang ke rekening industri transportasi yang bersangkutan. Pembayaran tiket Batik Solo Trans secara e-ticketing pertama kali di Kota Surakarta adalah pada bulan Februari 2012, sejalan dengan peluncuran e-ticket pertama dari produk BNI, yaitu Intermoda Card. Disusul oleh E-Money (Indomart Card dan Gaz Card) dari Bank Mandiri kemudian dilanjutkan peluncuran kartu elektronik Brizzi dari BRI dan terakhir adalah Flazz dari BCA. Sasaran produk eticketing selain untuk transaksi perbelanjaan juga sebagai cara pembayaran tiket transportasi massal, yaitu untuk penumpang aktual Batik Solo Trans. Dengan dilewatinya blok permukiman, perkantoran, pusat ekonomi, dan pusat kegiatan lainnya oleh Batik Solo Trans, maka pengguna pun cenderung memilih Batik Solo Trans untuk pergerakannya hal tersebut tercermin dari daerah asal dan daerah tujuan yang sering dilewati Batik Solo Trans. Oleh karenanya, perilaku penggunaan e-ticketing lebih pada segmen penumpang yang memiliki keteraturan dan kerutinan dalam menggunakan Batik Solo Trans. Program e-ticketing bertujuan untuk memberikan kemudahan pembayaran bagi penumpang melalui implementasi e-ticketing. Inovasi baru pada industri transportasi massal ditujukan untuk meningkatkan pelayanannya agar semakin
3
banyak masyarakat yang menggunakan transportasi massal dan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dalam melakukan aktifitas pergerakannya.
1.2
Perumusan Masalah Inovasi baru dalam industri transportasi massal terus digalakkan diberbagai
negara
dengan
tujuan
untuk
meningkatkan
kualitas
pelayanan
dalam
bertransportasi. Inovasi baru yang berpotensi untuk terus dikembangkan adalah sistem pembayaran tiket. Sistem pembayaran masyarakat Indonesia saat ini mulai bergeser dari pembayaran secara konvensional dengan uang tunai menjadi secara elektonik dengan menggunakan uang elekrtonik atau e-money. Industri transportasi massal mengadopsi budaya pembayaran secara elektronik dengan meluncurkan sistem e-ticketing. Sistem ini pertama kali dilakukan oleh industri transportasi penerbangan dengan cara pembelian tiket secara online. Selanjutnya e-ticketing mulai digunakan untuk sistem pembayaran tiket kereta, bus, MRT, dan BRT. E-ticketing pertama di Kota Surakarta pada bulan Februari 2012 dengan produk e-ticket antara lain: Intermoda Card, EMoney, Brizzi, dan Flazz. Pengguna e-ticketing dimudahkan dalam pembayaran tiket Batik Solo Trans dari efisiensi waktu serta kepraktisan karena tidak perlu menggunakan uang tunai. Pembelian secara e-ticketing tersebut masih tergolong baru, dan sebagian masyarakat belum mampu langsung percaya untuk menggunakan produk tersebut. Menurut
Sulaiman
et
al.
(2008)
konsumen
e-ticketing
biasanya
mempertimbangkan empat mutu website, yaitu usefulness, persepsi resiko, kepercayaan, dan kemudahan diakses. Selain itu menurut Puspasari (2008), 4
perilaku konsumen perlu dikaji untuk mengetahui dasar pertimbangan konsumen menilai kualitas suatu produk atau jasa berdasarkan petunjuk atau informasi yang berkaitan langsung dengan produk atau jasa yang bersangkutan. Sulaiman et al. (2008) meneliti tentang perspektif masyarakat dalam kajiannya adalah masyarakat Malaysia terkait cara baru dalam pembelian tiket secara online (e-ticketing). Hasil kajiannya menekankan pada persepsi pengguna e-ticketing dari sisi
kegunaan, kepercayaan, keamanan, waktu, dan efisiensi.
Sulaiman et al. (2008) juga menyatakan bahwa pengguna e-ticket adalah berusia produktif, berwawasan, dan memiliki penghasilan yang tinggi. Kinanti dan Baridwan (2012) meneliti tentang pengaruh informasi e-ticketing terhadap penumpang pesawat yang menunjukkan bahwa minat pengguna e-ticket dipengaruhi oleh sikap, dan kontrol perilaku persepsian. Iwuagwu (2009) meneliti e-ticketing sebagai sistem transportasi yang memerlukan penstandaran. Menurutnya, tanpa adanya penstandaran dalam sistem e-ticketing maka akan terjadi difusi pada teknologi tersebut. Standar dari sistem eticketing dari hasil kajiannya adalah keamanan dalam bertransaksi, kesesuaian dengan beberapa aplikasi yang disediakan, kualitas, pengorganisasian, privasi pengguna,
legalitas,
marketing,
dan
anonymoity
atau
pengguna
tidak
diperkenankan menggunakan bila tidak menyertakan identitas. Penelitian terkait Batik Solo Trans salah satunya dilakukan oleh Kurniasari (2012) tentang karakteristik penumpang dan persepsi pelayanan Batik Solo Trans. Menurutnya, penumpang Batik Solo Trans didominasi oleh penumpang berusia 20
5
tahun dengan pekerjaan sebagai pelajar/ mahasiswa dan menrut hasil penelitiannya bahwa pelayanan Batik Solo Trans sudah memuaskan. Penelitian e-ticketing oleh Sulaiman et al. (2008) dan Kinanti dan Baridwan (2012) lebih fokus mengkaji e-ticketing dalam pembayaran tiket pesawat terbang. Sedangkan Iwuagwu (2009) meneliti e-ticketing pada sistem pembayaran transportasi massal di benua Eropa. Fokus pada penelitian ini adalah tingkat efektivitas penggunaan e-ticketing yang digunakan pada sistem pembayaran transportasi bus rapid transit, khususnya sistem pembayaran tiket Batik Solo Trans di Kota Surakarta. Efektivitas pada sistem e-ticketing mampu mempengaruhi tingkat keberhasilan pengembangan teknologi pembayaran pada industri transportasi. Pengguna e-ticketing menjadi penting karena sebagai pelaku pada sistem pembayaran transportasi massal dan memiliki potensi yang besar untuk terus dikembangkan. Melalui struktur ruang, dapat terlihat segmen pemasaran produk eticketing karena berpengaruh pada perilaku pengguna apakah dari kalangan pelajar/ mahasiswa, pekerja, maupun masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, perumusan masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1) Siapa sajakah yang memanfaatan e-ticketing sebagai cara pembayaran tiket bus Batik Solo Trans di Kota Surakarta dan sekitarnya? 2) Bagaimana tingkat kepuasan pengguna e-ticketing di Kota Surakarta dan sekitarnya?
6
3) Seberapa besar tingkat efektivitas penggunaan e-ticketing terhadap pelayanan transportasi Batik Solo Trans di Kota Surakarta dan sekitarnya? 4) Bagaimana implikasi kebijakan perbaikan sistem terkait e-ticketing di Kota Surakarta dan sekitarnya?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan karakteristik pengguna e-ticketing di Kota Surakarta dan sekitarnya. 2) Mengukur tingkat kepuasan pengguna e-ticketing di Kota Surakarta dan sekitarnya. 3) Menganalisis
tingkat
efektivitas
penggunaan
e-ticketing
terhadap
pelayanan transportasi Batik Solo Trans di Kota Surakarta dan sekitarnya. 4) Menyusun implikasi kebijakan perbaikan sistem terkait e-ticketing di Kota Surakarta dan sekitarnya.
1.4
Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini antara lain: 1) Pengembangan ilmu dalam bidang pembangunan wilayah untuk kedepannya. 2) Memberi informasi kepada masyarakat umum tentang penggunaan eticketing sebagai alternatif baru dalam melakukan pembayaran tiket bus Batik Solo Trans di Kota Surakarta dan sekitarnya.
7
3) Sebagai sumbang pemikiran bagi Pemerintah Kota Surakarta dan instansi terkait dalam pemanfaatan e-ticketing yang lebih efektif.
1.5
Keaslian Penelitian Penelitian yang mengkaji masalah transportasi sangat banyak dengan
berbagai
masalah
turunannya.
Pengkaitan
masalah
transportasi
dengan
perkembangan perkotaan pun tidak luput dari penelitian terdahulu. Inovasi terbaru untuk keberlangsungan dan peningkatan kualitas fasilitas pelayanan terus diteliti dan dikaji lebih dalam. Hal tersebut membuktikan bahwa bidang transportasi berperan penting dalam membantu pergerakan penduduk untuk melakukan aktivitas sosial dan ekonomi sehingga terjadi hubungan antar wilayah dan berakibat pertumbuhan disuatu wilayah. Telaah penelitian sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1.1.
8
Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Sebelumnya No Nama Peneliti 1
Iwuagwu O. F
Jenis Penelitian Master’s Thesis
Judul dan Tahun Electronic Ticketing in Public Transportation Sistems: the need for Standardization (2009)
Tujuan/ Hipotesis
Metode
Analisis
Hasil
1. To provide the reader with a general understanding of the fundamentals of electronic ticketing.
Exploratory Case Study Research
European Interoperability Framework as baseline and theoretical framework
1. Standardization is important in the domain of electronic ticketing and that policy initiative such as e-Europe 2005 Action Plan, are useful in standardization endeavours. 2. There some important technical and techno – economic qualities that successful electronic ticketing 9ontrol should have. These include Security, Compatibility, Quality, Scalability and Anonymity. 3. The four standards (CALYPSO, ITSO, CFMS, and VDV), are useful in the geographical areas where they operate.
2. To contribute to the general understanding of electronic ticketing as a fascinating domain for academic research. 3.To contribute to existing knowledge (Haneberg 2008, Blythe 2004) regarding the importance of standardization in electronic ticketing, using the European Interoperability Framework as baseline and theoretical framework.
9
No Nama Peneliti 2
Firsty Kinanti & Zaki Baridwan
Jenis Penelitian Jurnal Ilmiah
Judul dan Tahun Analisis Determinan Sistem Informasi Eticketing: Pendekatan Extended Theory of Planned Behaviour (2012)
Tujuan/ Hipotesis
Metode
Analisis
Hasil
1. Sikap (attitude) berpengaruh terhadap minat penggunaan sistem informasi eticketing. 2. Norma subjektif (subjective norm) berpengaruh terhadap minat penggunaan sistem informasi eticketing.
Survei
Partial Least Squares (PLS)
Minat dipengaruhi oleh sikap (attitude) dan 10ontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control). Kedua variabel tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara 10ontrol perilaku persepsian dan sikap terhadap minat penggunaan sistem eticketing. Dalam penelitian ini sikap mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap minat penggunaan sistem e-ticketing. Norma subjektif (Subjective Norm) dan kepercayaan (Trust) tidak berpengaruh terhadap minat.
3.Perilaku persepsian (perceived behavioral control) berpengaruh terhadap minat penggunaan sistem informasi eticketing. 4.Faktor kepercayaan (Trust) berpengaruh terhadap minat penggunaan sistem informasi e-ticketing.
10
No Nama Peneliti 3
4
Resti Candra Kurniasari
Veranita Yulia M. S
Jenis Judul dan Penelitian Tahun Skripsi Analisis Karakteristik Penumpang dan Persepsi Penumpang Terhadap Tingkat Pelayanan Batik Solo Trans di Surakarta (2012)
Skripsi
Kajian Tingkat Efektivitas Penggunaan Eticketing oleh Penumpang Batik Solo Trans di Kota Surakarta dan Sekitarnya (2013)
Tujuan/ Hipotesis
Metode
Analisis
Hasil
1. Mengetahui karakteristik penumpang Batik Solo Trans di Kota Surakarta. 2. Mengetahui jarak perjalanan penumpang Batik Solo Trans di Kota Surakarta. 3. Mengetahui persepsi penumpang terhadap pelayanan Batik Solo Trans di Kota Surakarta. 1. Mendeskripsikan karakteristik pengguna e-ticketing di Kota Surakarta dan sekitarnya.
Analisis – Deskriptif
Importance Performance Analysis (IPA)
1. Karakteristik penumpang BST 73% adalah perempuan, usia dominan adalah 20 tahun, jenis pekerjaan dominan adalah pelajar/ mahasiswa. 2. Penumpang melakukan perjalanan dengan jarak 3,51 – 10,50 km.
Customer Satisfaction Index (CSI) Deskriptif – Kuantitatif
3. Kinerja BST berdasarkan analisis CSI telah berhasil memuaskan penumpang sebesar 73,81%.
Kualitatif dan Analisis Statistik 1.Karakteristik pengguna eKuantitatif Deskriptif ticketing didominasi oleh dengan uji perempuan, usia < 23 tahun, Crosstab dan uji mata pencaharian sebagai Chi-Square. mahasiswa, memiliki pendapatan < Rp. 1.000.000,00, dan sebagian besar pengguna eticketing memakai BST > 3 kali dalam satu minggu.
11
No Nama Peneliti
Jenis Judul dan Penelitian Tahun
Tujuan/ Hipotesis 2. Mengukur tingkat kepuasan pengguna eticketing di Kota Surakarta dan sekitarnya.
3. Menganalisis tingkat efektivitas penggunaan e-ticketing terhadap pelayanan transportasi Batik Solo Trans di Kota Surakarta dan sekitarnya. 4. Menyususn implikasi kebijakan perbaikan sistem terkait e-ticketing di Kota Surakarta dan sekitarnya.
Metode
Analisis
Hasil 2.Tingkat kepuasan pengguna eticketing dari sisi harga, kemudahan mendapatkan eticket, kemudahan penggunaan e-ticketing, dan kemudahan isi ulang sudah merasa puas, namun untuk fasilitas e-ticketing tidak puas. 3.Penggunaan e-ticketing efektif dari segi keunggulan dan efisiensi waktu, sedangkan dari segi produktivitas, efisensi biaya, dan kemampuan bulum efektif. 4.Terdapat temuan hasil observasi di lapangan yang berbeda dari teori pembayaran e-ticketing di BST, yaitu proses pembayaran, dan fasilitas mesin tab. Sehingga perlunya kajian lebih lanjut dan perbaikan fasilitas secara berkala.
12
Penelitian terkait dengan sistem e-ticketing sebagai inovasi baru dalam pelayanan transportasi pernah diteliti oleh Iwuagwu (2009) dengan judul Electronic
Ticketing
in
Public
Transportation
Sistems:
the
need
for
Standardization. Penelitian tersebut bermaksud untuk menekankan bahwa penstandaran e-ticketing sangat penting saat ini. Kajian e-ticketing tersebut dilakukan di Eropa. Metode yang digunakan adalah Exploratory Case Study Research
dengan
analisisnya
menggunakan
European
Interoperability
Framework as baseline and theoretical framework. Dari penelitian thesis tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa penstandaran e-ticketing agar dapat berjalan dengan baik diukur dari security, compatibility, quality, scalability and anonymity. Ditemukan bahwa terdapat empat standar e-ticketing yang dapat dimanfaatkan di cakupan area geografi, antara lain: CALYPSO, ITSO, CFMS, and VDV. Penstandaran e-ticketing menurut Iwuagwu diperlukan bagi masyarakat di benua Eropa karena e-ticketing yang saling berhubungan. Tidak hanya sebagai alat pembayaran transportasi massal, namun juga sebagai alat pembayaran lainnya, misal pembayaran di toko buku, bioskop, café, dan lainnya. Sebenarnya di Indonesia sudah mulai mengacu ke arah itu, namun dalam kajian penelitian ini hanya sebatas sebagai alat pembayaran transportasi saja. Penstandaran e-ticketing di Indonesia masih dari Bank Indonesia saja, yaitu terdapat batas maksimum saldo di dalam kartu sebesar Rp 1.000.000,00 dan tidak disertakan identitas pemilik kartu. Sehingga bila kartu e-ticket tersebut hilang tidak dapat diproses atau diganti.
13
Penelitian Kinanti dan Baridwan (2012) tentang analisis determain sistem e-ticketing. Metode yang digunakan adalah survei dengan analisis Partial Least Squares (PLS) yang menggambarkan adanya pengaruh sikap, norma subyektif, perilaku persepsian, dan faktor kepercaayaan terhadap minat penggunaan eticketing bagi penumpang pesawat terbang di Bandara Internasional Juanda Surabaya. Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa minat dipengaruhi oleh faktor sikap dan perilaku persepsian, dengan sikap lebih mendominasi pengaruh terhadap minat. Penelitian Kinanti dan Baridwan (2012) menunjukkan bahwa perilaku pengguna e-ticketing sangat penting untuk diteliti karena mempengaruhi minat, sedangkan minat sendiri dapat dicerminkan melalui kepuasan. Dalam penelitian ini mengkaji kepuasan sebagai ukuran tingkat efektivitas e-ticketing itu sendiri. Resti Candra Kurniasari (2012) melakukan penelitian dengan judul Analisis Karakteristik Penumpang dan Persepsi Penumpang Terhadap Tingkat Pelayanan Batik Solo Trans di Surakarta. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui karakteristik penumpang, jarak perjalanan, dan persepsi penumpang terhadap pelayanan Batik Solo Trans. Metode yang digunakan oleh Kurniasari (2012) adalah metode analisis – deskriptif dan deskriptif – kuantitatif dengan menggunakan analisis uji Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Hasil dari penelitian tersebut adalah Karakteristik penumpang BST 73% adalah perempuan, usia dominan adalah 20 tahun, jenis pekerjaan dominan adalah pelajar/ mahasiswa; penumpang melakukan perjalanan dengan jarak 3,51 - 10,50 km; dan kinerja BST berdasarkan analisis
14
CSI telah berhasil memuaskan penumpang sebesar 73,81%. Dari penelitian Kurniasari (2012) kinerja secara umum oleh Batik Solo Trans sudah memuaskan, namun belum dikaji secara mendalam kinerja yang bagaimana dan seperti apa. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji dari sisi sistem pembayarannya yang secara e-ticketing.
1.6
Tinjauan Pustaka
1.6.1
Pendekatan Geografi Geografi menurut Bintarto (1979) adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari kaitan sesama antra manusia, ruang, ekologi, kawasan, dan perubahan yang terjadi akibat dari kaitan tersebut. Dalam ilmu geografi terdapat tiga pendekatan utama, yaiu pendekatan keruangan, ekologi, dan kompleks wilayah. Pendekatan keruangan berhubungan dengan pola ruang yang terbentuk serta persebaran dari pola ruang tersebut. Analisa keruangan harus memperhatikan penyebaran penggunaan ruang yang ada dan penyediaan ruangnya untuk berbagai kegunaan. Persebaran keruangan dapat dilihat melalui daerah asal dan daerah tujuan pelaku kegiatan, sehingga mampu membentuk pola keruangan tertentu. Pada analisa Hagerstrand oleh Bintarto (1979), pola penyebaran ruang akan membentuk tipe difusi keruangan yang terdapat enam unsur pembentuknya. Unsur pertama adalah daerah atau lingkungan difusi tersebut terjadi, unsur kedua adalah waktu yang dihitung terus menerus atau terpisah. Unsur yang ketiga adalah item yang di-difusi-kan, yaitu material seperti penduduk atau barang, ataupun non
15
material seperti kebiasaan manusia. Unsur yang lainnya adalah tempat asal, tempat tujuan, dan jalur perpindahan yang dilakukan oleh item yang di-difusikan. Pendekatan ekologi berhubungan dengan lingkungan dan makhluk hidup didalamnya yang saling berinteraksi. Lingkungan hidup manusia dapat digolongkan menjadi lingkungan fisik, lingkungan biologis, dan lingkungan sosial. Kombinasi dari pendekatan keruangan dan ekologikal adalah pendekatan kompleks wilayah, lingkungan serta makhluk hidup di dalamnya yang berinteraksi secara korelasi maupun berasosiasi (Bintarto, 1979). Penelitian ini menggunakan pendekatan kompleks wilayah. Penelitian ini mengkaji tingkat efektivitas sistem e-ticketing sebagai cara baru dalam pembayaran tiket Batik Solo Trans di Kota Surakarta dan sekitarnya. Obyek yang dikaji adalah pengguna e-ticketing yang melakukan perpindahan menggunakan Batik Solo Trans, sehingga membentuk suatu pola keruangan. Pengguna eticketing berinteraksi di dalam lingkungan sosial yang mana lingkungan tersebut menyediakan fasilitas untuk mendukung efektivitas sistem e-ticketing.
1.6.2
Geografi Transportasi Transportasi sebagai dasar pembangunan ekonomi dan perkembangan
masyarakat
serta
pertumbuhan
industrialisasi.
Dengan
dikembangkannya
transportasi maka dimungkinkan penyaluran tenaga kerja dengan bidang dan keahlian yang sesuai dengan budaya dan adat istiadat suatu bangsa (Salim, 1993). Transportasi sebagai penghubung antar daerah satu dengan daerah yang lain sehingga terbentuk suatu interaksi dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Menurut Miro (1997) transportasi dapat didefinisikan sebagai 16
usaha pemindahan atau pergerakan orang atau barang dari suatu lokasi yang disebut lokasi asal ke lokasi lain atau lokasi tujuan. Sedangkan menurut Gibson et al. (2000) menjelaskan bahwa geografi transportasi adalah hubungan antara karakter fasilitas transportasi dengan aliran perjalannanya. Aliran yang dimaksud tidak hanya orang ataupun barang, melainkan hal yang tidak dapat dihitung, seperti ide, inovasi, uang, dan kredit. Dari pengertian tersebut, maka transportasi memiliki beberapa dimensi, yaitu lokasi (asal dan tujuan), alat (teknologi) dan kegiatan (ekonomi, sosial, dan kegiatan lainnya). Menheim (1979 dalam Miro, 1997) menambahkan 3 komponen utama transportasi yaitu: jalan dan terminal, kendaraan, dan sistem pengelolaan. Secara geografis, transportasi memiliki jangkauan pelayanan yang dibatasi oleh batas-batas geografis. Batasan tersebut disebut juga dengan wilayah operasi atau sistem transportasi. Dilihat dari geografisnya, pelayanan transportasi menjangkau pedesaan, seperti angkutan mini bus, kemudian perkotaan, antar kota, maupun antar propinsi, hingga antar benua. Perilaku
konsumen
dalam
melakukan
perjalanan
secara
umum
menekankan pada alternatif pilihan seperti pilihan moda angkutan apa yang akan digunakan untuk melakukan perpindahan. Berdasarkan alasan yang mendasari pemilihan moda transportasi, terdapat dua alasan, yaitu: captive and choice user. Adapun captive user adalah pengguna transportasi yang tidak memiliki pilihan sebagai pertimbangan dalam melakukan perpindahan. Sedangkan choice user lebih pada pengguna yang memiliki alternatif lain sebagai pilihan dalam melakukan perpindahan. Perilaku perjalanan membedakan dua elemen sebagai
17
pengaruh dalam melakukan perpindahan, yaitu elemen yang bersifat eksternal, seperti atribut dari perjalanan alternatif dan batasan situasional. Dan elemen yang besifat internal, seperti persepsi, sikap, dan preferensi pengguna (Rahsajati, 2012). Penelitian ini fokus pada pengguna e-ticketing yang melakukan pergerakan dari daerah asal ke daerah tujuan. Pergerakan oleh pengguna e-ticketing tersebut dilakukan secara rutin dan berkala sehingga timbul interaksi keruangan. Efektivitas e-ticketing ditujukan untuk meningkatkan pelayanan transportasi massal agar dapat mengurangi penggunaan transportasi pribadi, sehingga dapat membantu mengurangi konsumsi bahan bakar. Selain itu e-ticketing bagi industri transportasi
mampu
menghemat
pergerakan
karena
mampu
mereduksi
perpindahan untuk penyetoran uang operasional. Dari sisi lingkungan, e-ticketing mampu mengurangi global warming karena penghematan kertas tiket yang ramah lingkungan.
1.6.3
Bus Rapid Transit (BRT) Bus Rapid Transit (BRT) merupakan bus dengan kualitas tinggi yang
menawarkan kenyamanan, keamanan, tepat waktu dengan infrastruktur dan kendaraan yang terjadwal. Memiliki tingkat servis yang lebih baik dan cepat dibandingkan kendaraan publik lainnya. Menurut Leal dan Bertini (2002) Bus Rapid Transit adalah moda transportasi cepat yang mengkombinasikan kualitas transportasi kereta dan fleksibilitas bus. BRT memiliki kesamaan dengan sistem transportasi berbasis rel, yaitu dengan memiliki jalur sendiri dan beroperasi pada rute jalan yang telah diterapkan. BRT memiliki tempat pemberhentian yang dinamakan shelter bus. 18
Bus Rapid Transit (BRT) merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengurangi permasalahan kemacetan khususnya di wilayah perkotaan. BRT yang telah beroperasi di Indonesia sudah ada beberapa, salah satunya adalah Batik Solo Trans di Kota Surakarta yang memiliki satu koridor jalan dengan rute bus tertentu dan beroperasi di jalan raya namun memiliki lajur sendiri dengan pemberian batas berupa marka jalan untuk membedakan dengan lintasan kendaraan lainnya. Terdapat 45 shelter untuk rute Terminal Palur – Bandar Adi Soemarmo, dan 42 shelter untuk rute Bandara Adi Soemarmo – Terminal Palur.
1.6.4
Definisi Efektivitas dan Ukuran Efektivitas 1.6.4.1 Pengertian Efektivitas Efektivitas dapat diartikan sebagai sebuah ukuran berhasil, tepat guna, atau
tepat sasaran. Menurut Effendy (1989 dalam Irfan, 2009) efektivitas diartikan sebagai sebuah komunikasi dimana sudah ada ukuran yang ditetapkan, seperti biaya, waktu, dan personilnya. Efektivitas di atas dijelaskan bahwa untuk mencapai efektivitas sebelumnya sudah menentukan batasan atau target untuk mendukung tercapainya efektivitas tersebut. Miller menjelaskan bahwa efektivitas berbeda dengan efisiensi. Efektivitas dihubungkan secara langsung dengan pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi membandingkan antara biaya dan hasil. Efisiensi sering dikaitkan dalam memanfaatkan sumberdaya (Tangkilisan, 2005). Pengertian lain dari efektivitas menurut Hidayat (1986 dalam Irfan, 2009) adalah sebuah ukuran dari pencapaian target dihitung dari kuantitas, kualitas, dan waktu, dimana semakin besar presentasenya, maka semakin efektif. Dari definisi 19
tersebut, efektivitas mampu diukur dari target-target yang ditentukan, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Target-target tersebut dapat diukur dengan jelas, sehingga mampu dihitung secara presentase.
1.6.4.2 Ukuran Efektivitas Menurut Gibson et al. (1996) menyebutkan bahwa ukuran efektivitas organisasi dapat dihitung dari segi produksi, efisiensi, kepuasan, keunggulan, dan pengembangan. Yang dimaksud produksi di sini adalah kemampuan organisasi dalam memproduksi jumlah dan mutu output sesuai dengan permintaan. Efesiensi merupakan perbandingan (ratio) antara output dengan input. Kemudian kepuasaan merupakan ukuran untuk menunjukan tingkat dimana organisasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Keunggulan adalah tingkat dimana organisasi dapat dan benar-benar
tanggap
terhadap
perubahan
internal
dan
eksternal.
Dan
pengembangan merupakan ukuran kemampuan organisasi untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi tuntutan masyarakat dari waktu ke waktu. Sedangkan menurut Steers dalam Tangkilisan (2005), terdapat lima kriteria dalam pengukuran efektivitas organisasi, yaitu: produktivitas, keampuan adaptasi, kepuasan kerja, kemampuan berlaba, dan pencarian sumberdaya. Dari pernyataan diatas, bahwa ukuran efektivitas merupakan standar dari tercapainya sebuah tujuan, dan seberapa jauh tujuan tersebut dapat dicapai, sehingga program-program dapat terlaksana sesuai fungsinya dengan optimal. Pada penelitian ini, ukuran efektivitas yang digunakan antara lain: keunggulan kepuasan, produktivitas, efisiensi, dan kemampuan.
20
1.6.5
Electronic Ticketing (E-ticketing) Hasil dari seminar Indonesia Workshop & Forum Transit di Palembang,
smart card dapat dibedakan menjadi 3 jenis, antara lain: 1. Tiket seperti tiket bus rapid transit, tiket kereta api, tiket pesawat terbang. Biasanya disebut sebagai e-ticket 2. Identitas seperti KTP, katru mahasiswa, kartu pegawai. Untuk KTP biasanya disebut e-KTP 3. Micro Payment sebagai alat pembayaran berskala mikro seperti ATM, kartu kredit, kartu debit. Penggunaannya untuk pembayaran belanja secara ritel, makanan, atau isi bensin. Sedangkan menurut Mohamed Mezghani (2008) dalam penelitiannya Study on Electronic Ticketing in Publik Transport, mengemukakan bahwa e-ticketing bukan hanya sebagai sistem pembayaran saja, melainkan dapat digunakan untuk mempermudah penggunaan transportasi publik serta mempermudah dalam manajemen dan kontrol operasionalnya. E-ticketing dalam konteks artian studi di biro perjalanan menurut Hopkin (2005, dalam Sulaiman et al., 2008) merupakan peluang dalam hal penghematan biaya serta pengoptimalan kenyamanan konsumen. Selain itu, e-ticketing juga mampu mengurangi biaya proses tiket, penghematan kertas tiket, serta fleksibelitas pelanggan dan agen perjalanan dalam hal penentuan jadwal dan transaksi dimana ketika terjadi perubahan jadwal. Electronic Ticketing menurut Iwuagwu (2009) seperti dokumen digital yang digunakan dalam proses transaksi tiket transportasi massal, seperti bus rapid
21
transit, kereta, ferries, tramways, dan lainnya. E-ticketing memiliki kelebihan dibandingkan dengan tiket manual atau tiket kertas. Tiket elektronik dapat memangkas biaya operasional dan biaya marketing dengan penghematan kertas. Keuntungan lainnya dari segi operasional adalah mampu mempermudah sistem kontrol serta mengurangi tingkat korupsi. Dan yang terpenting, keuntungan sistem e-ticketing dari segi penggunaannya, mampu melayani berbagai macam transaksi, tidak hanya sekedar sebagai sistem pembayaran tiket saja. Dewasa ini, berbagai negara sudah berlomba melakukan inovasi tentang teknologi e-ticketing untuk meningkatkan kinerja transportasi massalnya. Seperti produk SUICA dari Jepang, Octopus milik Hong Kong, EZ-Link milik Singapura, T-Money dari Korea Selatan, SmarTrip milik USA, Oyster dari London, NAVIGO dari Prancis, bagan regional Schwäbisch Hall dan area Rhein-Ruhr (Jerman), hingga OV-Chip Kaart milik Belanda (Iwuagwu, 2009). Sistem e-ticketing di Indonesia masih tergolong baru dan merupakan produk dari berbagai bank, sehingga di Indonesia masih terdapat banyak jenis eticketing. E-ticket dapat dikatakan sebagai pengganti uang tunai karena sistemnya adalah kartu prabayar yang dapat diisi ulang atau Top Up. Adapun produk e-ticketing di Indonesia antara lain: Intermoda Card, EMoney, Brizzi, dan Flazz. Sistem kerja dari keempat e-ticket tersebut sama dengan sistem kerja e-ticket dari berbagai negara, misalnya Ez-Link dari Singapura. Ez-Link memudahkan masyarakatnya maupun para turis dalam melakukan pembayaran tiket transportasi secara cepat dan mudah tanpa harus
22
menghitung tarif tiap perjalanan, karena pembayarannya hanya dengan menempelkan kartu pada mesin reader (Travel Singapura, 2012). Perbedaan Ez-Link dengan e-ticket di Indonesia adalah cara Top Up sera masa berlakunya. Untuk produk e-ticketing di Indonesia masa berlaku seumur hidup dan dapat digunakan kapan saja selama kartu tersebut memiliki saldo yang cukup untuk melakukan transaksi. Cara Top Up-nya pun tergantung dari produk eticketing tersebut berasal, misalnya e-ticket Intermoda Card berarti melakukan Top Up di kantor BNI, di ATM, dan di mesin repaid yang biasanya disediakan di stasiun kereta atau di shelter bus dengan menggunakan kartu ATM dari BNI. Sedangkan Ez-Link memiliki masa berlaku selama 5 tahun dan untuk melakukan Top Up dapat dilakukan di mesin tiket dengan memasukkan uang tunai ke dalam mesin untuk ditransfer ke e-ticketing tersebut. Selain di mesin tiket, Top Up EzLink juga dapat dilakukan di ATM, stasiun MRT, atau di 7 Eleven.
1.7
Kerangka Penelitian Struktur ruang Kota Surakarta adalah linier dengan jaringan transportasi
yang memanjang menjadikan perkembangan perkotaan lebih cenderung mengikuti jaringan transportasi. Kawasan pusat kegiatan dan kawasan permukiman berada disekitar jalan utama di Kota Surakarta. Struktur ruang dapat mempengaruhi pola pergerakan penduduk perkotaan. Saat ini pergerakan penduduk masih didominasi oleh pergerakan yang menggunakan transportasi pribadi. Pergerakan yang semakin sering dan kurang efektif serta perencanaan kota yang kurang baik dapat menyebabkan kemacetan. Oleh karena itu, pemerintah Kota Surakarta menyediakan transportasi massal 23
yaitu Batik Solo Trans dengan rute yang mengikuti jaringan transportasi utama di Kota Surakarta. Pemerintah bekerjasama dengan Perum Damri dan perbankan mengupayakan agar pelayanan transportasi terus ditingkatkan agar masyarakat dapat beralih dari menggunakan transportasi pribadi ke transportasi massal, sehingga pergerakan penduduk lebih efisien. Inovasi terbaru untuk meningkatkan pelayanan transportasi tersebut salah satunya adalah pada cara pembayarannya, yaitu secara e-ticketing. Penumpang Batik Solo Trans dari cara pembayarannya dibedakan menjadi e-ticketing dengan manual. Segmentasi penumpang Batik Solo Trans dapat terlihat dari struktur ruang yang terdiri dari kawasan pusat kegiatan dan kawasan permukiman. Kawasan permukiman diasumsikan sebagai daerah asal penumpang, sedangkan kawasan pusat kegiatan merupakan daerah tujuan penumpang. Dengan asumsi tersebut, dapat terlihat segmentasi penumpang seperti pelajar/ mahasiswa, pekerja, maupun masyarakat umum lainnya. Perilaku penumpang dapat tercermin dari rutinitas dalam menggunakan Batik Solo Trans untuk melakukan pergerakan. Fokus penelitian ini adalah efektivitas cara pembayaran tiket di Batik Solo Trans secara e-ticketing. Efektivitas dapat diperoleh dengan membandingkan antara cara pembayaran e-ticketing dan manual dengan menggunakan beberapa indikator yang telah ditentukan. Adapun kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1.
24
Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta
Arahan Pengembangan Transportasi Massal
Pergerakan Penduduk Perkotaan
Sistem Pembayaran
Kawasan Pusat Kegiatan
Moda Transportasi
Transportasi Publik
Perbankan
Struktur Ruang
Transportas i Pribadi
Kawasan Permukiman
Pendidikan, Perkantoran, Industri, Jasa, Perekonomian,dl l Pengguna Layanan
Batik Solo Trans
Penumpang
E-Ticketing
Manual
Efektivitas Penggunaan E-ticketing oleh Penumpang Batik Solo Trans
Gambar 1.1 Kerangka Penelitian 25
1.8
Pertanyaan Penlitian (Research Quaestions) Pertanyaan penelitian sebagai media untuk menggali informasi sesuai
dengan sasaran penelitian hingga mendalam dan sebagai panduan untuk menjawab permasalahan penelitian. Pertanyaan penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan mayor (induk) dan pertanyaan minor (anak) (Yunus, 2010). Penggunaan e-ticketing ditujukan pada penumpang Batik Solo Trans untuk melakukan pembayaran tiket. Penumpang yang melakukan e-ticketing akan memberikan respon terhadap kepuasan dari fasilitas tersebut. Kepuasan tersebut dapat dicerminkan dari sisi harga, kemudahan, dan fasilitas. Efektivitas penggunaan e-ticketing dapat diukur dari kepuasan, produktivitas, efisiensi, keunggulan, dan kemampuan. Selain itu, pencapaian tujuan oleh suatu organisasi (pada kajian ini adalah industri transportasi) dan terdapat kecocokan antara teori dengan hasil yang dilakukan di lapangan dapat dikatakan sudah efektif. Maka muncul sebuah pertanyaan besar: Sejauh mana ukuran efektivitas dalam penggunaan e-ticketing mampu meningkatkan pelayanan Batik Solo Trans khususnya pada sistem pembayaran tiketnya? Berdasarkan pertanyaan penelitian mayor tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan minor sebagai berikut: 1) Bagaimana karakteristik penumpang Batik Solo Trans sebagai pengguna eticketing dan bukan pengguna e-ticketing? Variabel pengaruh (VP) adalah karakteristik penumpang (jenis kelamin, pekerjaan, usia, pendapatan) dan variabel terpengaruh (VT) adalah sistem pembayaran tiket secara e-ticketing atau manual.
26
2) Bagaimana tingkat kepuasan pengguna e-ticketing ketika melakukan proses pembayaran secara e-ticketing? Variabel pengaruh (VP) adalah faktor – faktor kepuasan pengguna (harga, kemudahan, fasilitas) dan variabel terpengaruh (VT) adalah kepuasan pengguna 3) Bagaimana efektivitas e-ticketing dalam meningkatkan pelayanan transportasi Batik Solo Trans? Variabel pengaruh (VP) adalah ukuran efektivitas dan variabel terpengaruh (VT) adalah efektivitas e-ticketing di Batik Solo Trans. 4) Bagaimanakah implikasi kebijakan terkait efektivitas penggunaan e-ticketing sebagai cara pembayaran tiket bus Batik Solo Trans? Variabel pengaruh (VP) efektivitas penggunaan e-ticketing dan variabel terpengaruh (VT) adalah implikasi kebijakan yang akan disusun.
1.9
Batasan Operasional 1) Batik Solo Trans merupakan proyek Pemerintah Kota Surakarta yang bertujuan untuk peningkatan sarana angkutan umum massal yang menekankan pada aspek: kenyamanan, keselamatan/ keamanan, kemudahan mendapatkan pelayanan dan tarif terjangkau. Batik Solo Trans memiliki satu koridor jalan yaitu rute A. Rute keberangkatan mulai dari Terminal Palur – Bandara Adi Soemarmo dan rute kepulangan dari Bandara Adi Soemarmo – Terminal Palur. 2) Penumpang adalah orang yang berada di kendaraan selain pengemudi dan awak kendaraan. Penumpang yang menjadi fokus penelitian adalah 27
penumpang aktual Batik Solo Trans, baik yang pengguna e-ticketing maupun bukan pengguna e-ticketing. 3) E-ticket merupakan kartu elektronik yang mampu dimanfaatkan untuk pembayaran tiket bus maupun pembayaran di merchant-merchant tertentu. Adapun produk e-ticketing yang digunakan sebagai batasan penelitian antara lain: Intermoda Card dari BNI, E-Money dari Bank Mandiri, Brizzi dari BRI, dan Flazz dari BCA. 4) Ukuran efektivitas merupakan tolak ukur dari tujuan yang ingin dicapai dengan hasil yang dicapai suatu organisasi. Pada penelitian ini, ukuran efektivitas yang digunakan adalah: keunggulan, kepuasan, produktivitas, efisiensi, dan kemampuan. Keunggulan diperoleh dari kelebihan yang dimiliki e-ticketing, kepuasan diperoleh dari kepuasan pengguna e-ticketing, efisiensi diperoleh dari biaya dan waktu. Ukuran produktivitas diperoleh dari jumlah penumpang yang menggunakan eticketing dan segmentasi penumpang, serta kemampuan diperoleh dari kemampuan fasilitas dan pelayanan di Batik Solo Trans dalam menunjang e-ticketing sebagai cara pembayaran.
28