BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Desa Pamotan merupakan sebuah desa yang berada di sebelah selatan kabupaten Lamongan, dan berbatasan dengan kabupaten Mojokerto. Letaknya yang jauh dari Lamongan membuat masyarakat yang tinggal di desa ini sulit untuk ke mana-mana. Meski berbatasan dengan kabupaten Mojokerto, untuk sampai ke jalan rayanya pun harus melewati alas (hutan), areal persawahan, dan pemukiman penduduk yang jaraknya sekitar 10 km dari desa Pamotan. Warga masyarakat desa Pamotan mayoritas petani, ada diantaranya yang merantau, dan menjadi buruh pabrik. Sebagai penduduk desa yang mayoritas petani, maka salah satu cara untuk mengerahkan tenaga tambahan untuk pekerjaan bercocok tanam secara tradisional dalam komunitas pedesaan adalah sistem bantu membantu yang di Indonesia kita kenal dengan istilah gotong royong.1 Masyarakat desa ini senantiasa saling bergiliran membantu satu sama lain dalam mengerahkan tenaga waktu bercocok tanam disawah. Selain itu, ada juga diantaranya yang menggunakan sistem upah. Masyarakat biasa menyebut para pekerja itu dengan sebutan preman.
1
Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia, (Jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi Universitas Indonesia, 1984), hal. 7
1
Meskipun mata pencaharian warga mayoritas petani, sawah yang menjadi kantor keseharian tidak sepenuhnya bisa diharapkan. Hal itu tampak karena desa ini berada didataran tinggi. Oleh sebab itu, pengairan sawahnya pun tidak semudah desa yang terletak disebelah utara kecamatan Mantup. Selain sawah yang hanya mengandalkan tadah hujan yang kapan hujan turun tidak dapat diketahui dengan mudah, maka gagal panen juga bisa menjadi gejolak yang timbul dalam sektor pertanian. Sehingga pada akhirnya peranan pekerjaan di sektor non-pertanian menjadi sangat penting. Hal
itu
sejalan
dengan
meningkatnya
peranan
sektor
perdagangan, industri dan jasa dalam sistem perekonomian Indonesia, maka kesempatan tenaga kerja di sektor pertanian menunjukkan kecenderungan penurunan. Khususnya peralihan dari sektor pertanian ke non-pertanian yang terjadi dengan cepat pada periode 1970-an dan kemudian melambat pada tahun 1980-an.2 Dengan adanya kerajinan tikar pandan tersebut, maka bisa digunakan sebagai salah satu strategi untuk mengatasi gejolak yang timbul dalam sektor pertanian yang diantaranya meliputi antisipasi terjadinya gagal panen. Sebagai akibat dari gagalnya panen, maka lapangan pekerjaan dalam usaha tani akan berkurang. Pada akhirnya kaum perempuan mencari pekerjaan di luar sektor pertanian, sebagaimana yang ada di desa Pamotan. Kaum perempuan disana, sangat tekun membuat 2
http://72.14.235.132/search, Kontribusi wanita dalam aktivitas ekonomi dan aktivitas rumah tagga, di akses pada tanggal 02 april 2009
2
anyaman tikar yang terbuat dari pandan yang di ambil dilahan sekitar mereka. Anyaman tikar yang terbuat dari pandan jowo (pandan berduri) di desa Pamotan, merupakan salah satu jenis usaha kerajinan yang sebagian besar di lakukan kaum perempuan. Kaum perempuan yang ada di Pamotan bukan hanya menjalankan tugasnya sebagai sebagai penanggung jawab urusan rumah tangga semata, sekarang sudah ikut serta mencari nafkah keluarga. Pada beberapa penelitian tentang keluarga inti yang pernah dilakukan, diungkapkan bahwa dalam keluarga dan rumah tangga, perempuan pada dasarnya seringkali berperan ganda. Hal ini dicerminkan pertama-tama oleh peranan sebagai seorang ibu rumah tangga, yang melakukan pekerjaan rumah tangga (masak, mengasuh anak, dsb), suatu pekerjaan yang tidak langsung menghasilkan pendapatan, karena pekerjaan itu memungkinkan anggota keluarga lainnya untuk mendapatkan penghasilan secara langsung (pencari nafkah). Peran kedua adalah sebagai pencari nafkah (pokok ataupun tambahan).3 Selain menjadi seorang petani, perempuan didesa tersebut juga menjadi seorang pengrajin, yakni pengrajin anyaman tikar yang terbuat dari pandan. Sebelum adanya tikar pandan kondisi perekonomian masyarakat bisa dibilang tidak bisa mencukupi kehidupan sehari-hari mereka. Sebagaimana penuturan nenik (09 mei 2009) "walah dik, umpomo 3 Tapi Omas Ihromi, Para Ibu Yang Berperan Tunggal dan Yang Berperan Ganda: kelompok studi wanita fisip – UI, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990), hal. 79
3
gak anam-anam ngono yo bingung di gae nyukupi butuan. Lek anamanam ngene yo onok ae seng di gae ubetan". Dari itulah perempuan yang ada di desa Pamotan menekuni kerajinan tersebut. Meski sekarang hampir semua masyarakat membuat anyaman tikar pandan. Hal tersebut tidak begitu saja menyebar keseluruh lapisan masyarakat, akan tetapi ada yang memulai sampai pada akhirnya berkembang dan terbentuk menjadi sebuah cluster. Dan yang menjadi instrumen dalam pengembangan masyarakat tersebut adalah pandan. Dari itulah, penelitian ini ingin mengetahui bagaimana sejarah awal mula tikar pandan menjadi sebuah instrumen pengembangan masyarakat dan bagaimana proses-proses pengembangan yang terjadi.
B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : a. Bagaimana sejarah awal mula tikar pandan menjadi sebuah instrumen pengembangan masyarakat? b. Bagaimana proses-proses pengembangan yang terjadi?
C. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan:
4
a. Untuk mengetahui sejarah awal mula tikar pandan menjadi sebuah instrumen pengembangan masyarakat. b. Untuk mengetahui proses-proses pengembangan yang terjadi.
E. Manfaat penelitian Dengan adanya penelitian tersebut diharapkan dapat bermanfaat : a. Untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan mengenai perempuan dan tikar pandan (sebuah analisis proses pengembangan masyarakat). b. Untuk penelitian lebih lanjut tentang perempuan dan tikar pandan (sebuah analisis proses pengembangan masyarakat).
F. Fokus Penelitian Judul skripsi ini adalah PEREMPUAN DAN TIKAR PANDAN (Sebuah
Analisis
Proses
Pengembangan
Masyarakat)
DI
DESA
PAMOTAN KECAMATAN SAMBENG LAMONGAN dalam judul ini dapat dipahami bahwa didalamnya mengenai perempuan dan tikar pandan (sebuah analisis proses pengembangan masyarakat). Untuk menghindari kesalahan dalam pemahaman terhadap pengertian yang dimaksud, maka akan di jelaskan beberapa kata atau kalimat yang terangkai dalam judul tersebut. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan bersifat kodrati. Meskipun demikian, mereka mempunyai kewajiban yang sama untuk memberikan kepeduliannya pada kondisi lingkungan dimana ia berada,
5
mengontrol kehidupan mereka sendiri, dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka bersama.4 Selain itu, suatu perasaan subyektif tentang keberadaan dirinya sebagai perempuan atau laki-laki, dan merupakan bagian penting dari konsep diri seseorang yang di sebut generized identity. Artinya, suatu gambaran yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan 'siapa saya'.5 Dengan demikian keberadaan bahwa 'saya' adalah seorang perempuan sudah dapat disadari dari sifat kodrati serta tentang keberadaan diri mereka. Tikar pandan merupakan sebuah kerajinan anyaman tikar yang terbuat dari daun pandan dengan panjang sekitar 2 meter dan lebar 1 ½ meter. Tikar tersebut terdapat dua lapis, lapisan yang atas yang di sebut reni'an memiliki motif yang lebih kecil sedangkan lapisan yang bawah di sebut lambaran memiliki motif yang lebih besar. Selain rapih, tikar pandan yang ada di desa Pamotan tidak kalah kualitasnya dengan dengan tikar pandan yang lain. Meskipun memiliki kualitas yang sama, harga tikar pandan di desa ini harganya lebih murah di banding dengan tempat lain. Walaupun demikian, kerajinan anyaman tikar pandan tersebut mampu membawa perubahan perekonomian dalam masyarakat. Jika di lihat dari arti kata kerajinan secara umum, kerajinan merupakan suatu
4
Rr. Suhartini Pemberdayaan Perempuan dalam Dakwah Pemberdayaan Masyarakat paradigma aksi metodologi (ed). (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), hal. 195 5 Saparinah Sadli dan Soemarti Patmonodewo Identitas Gender dan Peranan Gender dalam Kajian Wanita Dalam Pembangunan, T. O. Ihromi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), hal. 71
6
keterampilan yang di hubungkan dengan suatu pembuatan barang yang harus dikerjakan secara rajin dan teliti, biasanya oleh tangan.6 Hal ini yang dilakukan oleh perempuan yang ada di desa pamotan, dimana dalam menganyam mereka terlihat cekatan dan sangat teliti. Selain daripada itu, meski mereka pulang dari sawah, lelah bukanlah soal, mereka tetap saja rajin menganyam tiap hari. Selain itu, perlu diketahui sejarah pengembangan masyarakat yang ada di sana. Dimana sejarah sebagai ilmu yang mempelajari masa lalu sangat penting dikembangkan sebagai dasar dalam rangka memahami dan mengetahui secara ilmiah dinamika dan perubahan masyarakat yang terjadi dalam dimensi waktu dan tempat.7 Sedangkan pengembangan masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu "pengembangan" dan "masyarakat". Secara singkat, pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Diantaranya ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya. Sementara itu, masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu: a) Masyarakat sebagai sebuah "tempat bersama", yakni sebuah wilayah geografi yang sama.
6 Prof. Dr. Mubyarto, Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan (Yogyakarta; BPFE, 1993), hal. 360 7 http://fib.ugm.ac.id, Ilmu Sejarah, di akses pada tanggal 08 mei 2009
7
b) Masyarakat
sebagai
"kepentingan
bersama",
yakni
kesamaan
kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas.8 Dari itu dapat dikatakan bahwa sejarah pengembangan masyarakat merupakan ilmu yang mempelajari masa lalu untuk memahami dan mengetahui secara ilmiah dinamika dan perubahan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kehidupan mereka yang terjadi dalam dimensi waktu dan tempat. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis mengenai perempuan dan tikar pandan (sebuah analisis proses pengembangan masyarakat) yang ada di desa Pamotan kecamatan Sambeng, kabupaten Lamongan.
G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Untuk menghasilkan pembahasan yang sistematis, maka perlu menguraikan sistematika penulisan yang terdiri dari 5 bab. Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini adalah: BAB I
: Dalam bab ini memberikan gambaran awal yang tertera dalam latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II
: Bab ini memberikan gambaran mengenai kerangka teori yang diantaranya perempuan perajut, tikar pandan pamotan,
8
Edi Suharto. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung; Refika Aditama, 2005), hal. 39
8
ragam tikar pandan, lembaran daun menjadi tikar, lembaran daun yang menjadi uang. BAB III
: Mengenai bab ini, berisikan tentang metode penelitian kualitatif dengan pendekatan kualitatif deskriptif yang di gunakan dalam penelitian skripsi selama dilapangan sampai dalam pengerjaan skripsi tersebut.
BAB IV
: Bab ini berisi tentang gambaran umum desa Pamotan. Dan tentang penyajian data yang meliputi, sejarah awal mula pandan menjadi instrumen pengembangan masyarakat dan proses-proses pengembangan yang terjadi, dan selanjutnya dilengkapi dengan analisis
BAB V
: Untuk bab terakhir ini, berisi tentang kesimpulan dan penutup.
9
BAB II KERANGKA TEORITIK
A. Perempuan Perajut Kata perempuan agaknya penggunaannya lebih luas di banding kata ibu atau wanita Ibu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, adalah orang perempuan yang telah melahirkan seseorang, sebutan untuk wanita yang telah bersuami, atau, panggilan yang takzim kepada wanita yang sudah atau belum bersuami. Wanita menurut kamus yang sama, adalah perempuan dewasa. Wanita karier berarti wanita yang berkecimpung dalam kegiatan profesi (usaha, perkantoran, dan sebagainya). Yang agak seru adalah definisi tentang perempuan. Kamus itu menyebutkan, perempuan adalah "Orang (manusia) yang dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui".9 Dapat terlihat bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan bersifat kodrati. Meskipun demikian, mereka mempunyai kewajiban yang sama untuk memberikan kepeduliannya pada kondisi lingkungan dimana ia berada, mengontrol kehidupan mereka sendiri, dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka bersama.10 Selain itu, suatu perasaan subyektif tentang keberadaan dirinya sebagai perempuan atau laki-laki, dan merupakan bagian penting dari 9
http://www.chaidir.com/?m, Hari Perempuan, di akses pada tanggal 13 mei 2009 Rr. Suhartini, Pemberdayaan Perempuan dalam Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Paradigma Aksi Metodologi (ed). (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), hal. 195 10
10
konsep diri seseorang yang di sebut generized identity. Artinya, suatu gambaran yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan 'siapa saya'.11 Dengan demikian keberadaan bahwa 'saya' adalah seorang perempuan sudah dapat disadari dari sifat kodrati serta tentang keberadaan diri mereka. Ketika keberadaan bahwa ’saya’ adalah seorang perempuan sudah dapat disadari. Tentunya tiap individu dalam diri mereka yang menekuni kerajinan tersebut juga memiliki minat untuk berkecimpung didalamnya. Dimana Winkel menegaskan bahwa minat adalah suatu kecenderungan yang agak menetap dalam suatu obyek untuk merasa tertarik pada suatu hal atau bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam hal tersebut. Sedang menurut Bimowalgito, minat merupakan suatu keadaan dimana seseorang menaruh perhatian kepada sesuatu dan disertai keadaan dan keinginan untuk mengetahui, mempelajari, dan membuktikan lebih lanjut. Yang mana proses timbulnya sebelum seseorang terlibat dalam suatu aktifitas diawali oleh perhatian. Adanya perhatian menimbulkan keinginan untuk terlibat didalam aktivitas, minat kemudian mulai berkembang. Karena keterlibatan dalam aktivitas tersebut, memberikan daya tarik yang kuat atau ada pengalaman yang menyenangkan dengan hal-hal tersebut.12 Perempuan desa Pamotan juga demikian, menjadi seorang perempuan yang terlahir didesa yang letaknya jauh dari keramaian bukan menyurutkan niat dan minat untuk berada pada lingkup keluarga dan menjalankan tugas sebagai seorang istri dan ibu yang baik saja. Niat dan 11
Saparinah Sadli dan Soemarti Patmonodewo Identitas Gender dan Peranan Gender dalam Kajian Wanita Dalam Pembangunan, T. O. Ihromi (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995), hal. 71 12 Sri Emi Yuli Suprihatin, Menggagas Pendidikan Entrepreneur Dan perempuan Mandiri, (Musawa vol.6, no 1 Januari, 2008), hal. 92
11
minat yang mereka miliki tertanam pada individu yang selanjutnya mampu menjadi pelopor orang lain sehingga dapat membawa kesejahteraan bersama. Tapi, mereka juga dapat membantu suami dalam mencari nafkah keluarga. Menurut S. C Utami Munandar dimana perempuan bekerja dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya: 1.Untuk menambah penghasilan keluarga, 2.Untuk ekonomi agar tidak tergantung pada suami, 3.Untuk menghindari rasa bosan, yakni untuk mengisi waktu luang, 4.Karena kegagalan dalam perkawinan, 5.Karena ingin memanfaatkan keahlian dan pengalaman, 6.Untuk mendapatkan status yang lebih baik, dan 7.Untuk mengembangkan diri.13 Sedangkan hakekat kerja dipandang oleh E. F. Schumacher dalam buku kecil itu indah adalah: 1. Memberi kesempatan kepada orang lain untuk menggunakan dan mengembangkan bakatnya. 2. Agar supaya dapat mengatasi egoismenya dengan jalan bergabung dengan orang lain untuk melaksanakan tugas bersama. 3. Dan menghasilkan barang dan jasanya untuk kehidupan yang layak.14 Oleh sebab itu, dengan kesempatan yang ada dan sebagai perempuan desa yang memiliki kelebihan dalam keterampilan menganyam terutama dalam membuat anyaman tikar yang terbuat dari pandan dapat mereka manfaatkan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagaimana tidak, sambil ngemong (menunggu anaknya bermain) jari-jari lentik mereka dengan lincah tetap berkreasi merajut helai demi helai daun pandan yang warnannya sudah tidak hijau lagi. Dan 13 http://72.14.235.132/search, Perempuan dan Pembatasan Kiprahnya, diakses pada tanggal 02 April 2009 14 Mubyarto, Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan, hal. 390
12
sesekali, anaknya yang tengah asyik bermain juga tidak luput dari pengawasannya. Bukan hanya itu saja, memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah dan merawat anak juga menjadi tugas keseharian. Selain itu mereka juga membantu dalam bercocok tanam disawah. Butir-butir peluh yang menetes dan senantiasa membasahi lengan baju serta jilbab kecil yang terikat dikepala tak pernah mereka hiraukan. Hal yang demikian tidak pernah menjadikan para perempuan perajut patah semangat. Jika letih sudah mulai mengusik, sesekali diantaranya bercanda dengan sang buah hati yang tengah asyik bermain, melihat canda tawa dari sang buah hati tercinta menjadikan rasa letih yang menyerang segera pergi. Dengan semangat seorang perempuan yang menginginkan kebaikan untuk semua menjadikan mereka tetap tersenyum. Meski langit mulai gelap, anak-anak mereka tengah tertidur pulas di atas lembaran tikar yang setengah jadi, dan suami mereka tengah bermimpi indah diantara kelambu tempat tidur, jari-jari lentik itu terus saja menari diantara rajutan tikar pandan yang hampir jadi. Gelapnya malam bukanlah hambatan untuk tetap berkarya dan berusaha mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Karena mentari pagi akan datang dengan membawa kebenaran yang abadi demi kesejahteraan bersama.
13
B. Tikar Pandan desa Pamotan Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan keanekaragaman tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri karajinan, antara lain kerajinan untuk menghasilkan produk anyaman dari bahan tumbuhan diperlukan pengetahuan dan pengalaman dalam mengenal tumbuhan yang memiliki serat yang panjang dan kuat. Salah satu ragam tumbuhan yang memenuhi kedua persyaratan tersebut adalah pandan, yaitu salah satu anggota suku pandan-pandanan (Pandanaceae), terutama dari marga Pandanus.15 Pandan yang ditemukan terdiri dari dua marga yaitu Freycinetia dan pandanus. Menurut Hyene kedua marga tersebut memiliki ciri masingmasing. Diantaranya: 1. Freycinetia:Batang memanjang, tidak mempunyai akar penyangga. 2. Pandanus:Batang tidak memanjang, semak atau pohon sering dilengkapi dengan akar penyangga atau akar udara, atau kadang keduaduanya. Sedangkan spesies yang keberadaannya paling banyak adalah Pandanus tectorius. Jenis pandan ini digunakan sebagai bahan baku kerajinan tangan seperti tikar, dan perkakas rumah tangga lainnya.16 Selain pandan, juga ada bahan lain yang sering dijadikan bahan kerajinan, diantaranya: a) Eceng gondok. Eceng gondok termasuk dalam gulma perairan. Tumbuhan ini banyak ditemukan di telaga ataupun belumbang (kolam sederhana yang 15
http://www.unsjournals.com, Kajian Etnobotani Pandan Samak (Pandanus Odoratissimus): Pemanfaatan dan Peranannya dalam Usaha Menunjang Penghasilan Keluarga di Ujung Kulon Banten, di akses pada tanggal 27 mei 2009 16 http://74.125.153.132/search?q, Penyebaran Pandan di Jawa timur, di akses pada tanggal 27 mei 2009
14
hanya bertepikan tanah). Ada diantaranya yang memanfaatkannya sebagai hiasan yang ditanam di dalam pot-pot besar yang biasanya di letakkan di pojok ataupun teras rumah. Eceng gondok ini daunnya berbentuk bulat telur dengan tangkai berbetuk silinder memanjang hingga 1 meter, dengan diameter 1-2 cm. Tangkai daunnya berisi serat kuat dan lemas serta mengandung banyak air. b) Pelepah pisang. Pelepah pisang yang dikeringkan melalui proses pengepresan, dapat dibuat menjadi berbagai produk kerajinan. Pelepah terdapat dua jenis, yaitu pelepah hitam dan pelepah putih. Perpaduan warna tersebut digunakan sebagai motif pada produk. Lembaran-lembaran tipis pelepah, dapat langsung diolah menjadi produk kerajinan. c) Mendong. Mendong adalah jenis rerumputan. Umur mendong yang paling baik di arit (disiangi) saat berumur 5 bulan. Batang-batang yang baik, lalu dijemur selama 2 atau 3 jam dalam cuaca yang baik. Seusai dikumpulkan sesuai panjangnya, lalu diikat dan dijemur kembali selama 2 atau 3 jam. Setelah itu, mendong disimpan didalam rumah selama satu hari, agar tidak mudah patah. Selanjutnya mendong di celup untuk pewarnaan dan dijemur kembali. Kebanyakan mendong diproses menjadi tikar dengan cara di anyam, pada saat penganyaman mendong harus dibasahkan dahulu agar tidak mudah putus.
15
d) Angel atau raffia. Angel atau raffia berasal dari daun-daun palma. Daun muda pohon ini dipanen sebelum berwarna hijau; kulit tembus pandang yang membungkus daun dikelupas dan dikeringkan sehingga menjadi lembaran benang tipis yang liat. Kelemasan dan kekuatan angel, dapat menjadi bahan baku yang baik. e) Bambu. Bambu yang digunakan biasanya bambu jenis awi tali. Bambu tersebut harus berumur cukup, tidak terlalu tua juga tidak terlalu muda. Untuk membuat kerajinan bambu halus, bambu tersebut dipotong-potong kira-kira berukuran 1 meter. Bambu tersebut dikerik dahulu bagian luarnya, dan dibelah. Kemudian dijemur sampai eumeul-eumeul (kering tidak basah tidak). Setelah itu, bambu tersebut di buat serpihan lembaran
tipis
dengan menggunakan pisau tajam untuk meraut, yang menjadikan lembaran-lembaran tipis. Setelah itu diberi warna sesuai dengan yang diinginkan, lalu digunakan menjadi anyaman yang diinginkan. Di beberapa daerah yang ada di Lamongan, jenis kerajinan ini di gunakan membuat kukusan (alat untuk menanak nasi), sesek (alas untuk menjemur padi), boranan (berbentuk segi empat/seperti balok di bawahnya ada diantaranya yang menggunakan kaki penyangga dari bambu).
16
f) Serat nanas. Serat daun nanas masih jarang digunakan, karena keterbatasan bahan didaerah perajin, dan sedikitnya produk yang di hasilkan dari material dari bahan ini. Dalam proses pengolahannya menjadi bahan baku, daun-daun nanas dipotong kemudian direbus untuk pembuangan getahnya. Setelah itu lalu dikeringkan, pada hasilnya akan menghasilkan serat nanas yang berupa lembaran-lembaran benang, yang biasanya lebih sering diolah menjadi tambang.17 Sesuai dengan ciri-ciri pandanus menurut Hyene, maka jenis pandan yang ada di desa Pamotan dan spesies yang keberadaannya paling banyak adalah pandanus tectorius. Akan tetapi masyarakat sekitar menyebutnya dengan pandan jowo. Perlu diketahui pula, jenis pandan yang di gunakan sebagai penyedap masakan merupakan pandan wangi. Pandan wangi bentuknya relatif lebih kecil, daunnya pun tidak seberapa lebar dan dibagian tepi daun tidak ada durinya. Budidaya pandan di jawa timur sekarang ini hanya terbatas pada jenis pandanus tectorius. Karena dapat digunakan sebagai bahan mentah kerajinan, sedangkan jenis yang lain belum dibudidayakan. Walaupun pandanus labyrinthicus di kabupaten Malang digunakan sebagai tali. Pengrajin pun belum pernah menggunakan jenis pandan lain selain pandanus tectorius dan pandanus labyrinthicus (yang hanya digunakan di kabupaten Malang) karena dari turun temurun yang dikenalkan oleh orang 17
http://kreasitha.blogspot.com, Bahan Material Yang Sering Dijadikan Morres atau Bahan Baku Kerajinan, diakses pada tanggal 20 mei 2009
17
tua sebelumnya dan hanya pandanus tectorius, sedangkan pandanus labyrinthicus hanya digunakan dikabupaten Malang. Dan itu pun sedikit sekali orang yang menggunakannya.18 Tikar pandan sendiri merupakan sebuah kerajinan anyaman tikar yang terbuat dari daun pandan dengan panjang sekitar 2 meter dan lebar 1 ½ meter. Tikar tersebut terdapat dua lapis, lapisan yang atas yang di sebut reni'an memiliki motif kotak-kotak yang lebih kecil sedangkan lapisan yang bawah di sebut lambaran memiliki motif kotak-kotak yang lebih besar. Ada diantaranya yang di jual per lembar. Selain rapih, tikar pandan yang ada di desa Pamotan tidak kalah kualitasnya dengan tikar pandan yang lain. Meskipun memiliki kualitas yang sama, harga tikar pandan di desa ini harganya lebih murah di bandingkan dengan tempat lain. Walaupun demikian, kerajinan anyaman tikar pandan tersebut mampu membawa perubahan perekonomian dan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat. Dengan adanya kerajinan tersebut mereka mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Selain itu juga dapat membantu keuangan untuk biaya sekolah anak mereka. Jika di lihat dari arti kata kerajinan secara umum, kerajinan merupakan suatu keterampilan yang di hubungkan dengan suatu pembuatan barang yang harus dikerjakan secara rajin dan teliti, biasanya oleh tangan.19
18
http://74.125.153.132/search?q, Penyebaran pandan di jawa timur, di akses pada tanggal 27 mei 2009 19 Mubyarto, Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan (Yogyakarta; BPFE, 1993), hal. 360
18
Hal ini yang dilakukan oleh perempuan yang ada di desa pamotan, dalam menganyam mereka terlihat cekatan dan sangat teliti. Selain daripada itu, meski mereka pulang dari sawah, lelah bukanlah soal, mereka tetap saja rajin menganyam tiap hari. Dengan ketelatenan yang dimiliki oleh para perempuan tersebut, maka kerajinan menganyam tikar pandan itupun ada sampai sekarang. Tangan-tangan ringan itu senantiasa membantu sang suami untuk meringankan beban keluarga bersama. Sehingga segala yang di jalani serasa ringan sama di jinjing, berat sama dipikul.
C.
Ragam Tikar Pandan Keragaman akan menciptakan sebuah nuansa yang tidak menjenuhkan. Dan dari sebuah keragaman tersebut akan dapat ditemukan segala sesuatu yang sangat bervariasi, dan baru. Dari keragaman itu pula akan tercipta segala sesuatu yang begitu unik dan menakjubkan untuk sekedar dilihat ataupun di rasakan. Keragaman, bukan hanya dari suku, budaya, atupun bahasa masing-masing daerah. Namun, di sini penulis hanya akan membahas mengenai keragaman tikar yang terbuat dari daun pandan. Tikar pandan merupakan alas untuk tempat tidur atau sekedar duduk-duduk santai. Tikar pandan ini termasuk dari jenis kerajinan yang dikerjakan dengan tangan, dilakukan dengan cermat dan teliti. Tikar tersebut menjadi andalan ditiap daerah sebagai tambahan untuk ekonomi
19
dan senantiasa dicari orang. Selain itu, tikar pandan juga memiliki keunikan, yaitu ketika musim panas, tikar menjadi dingin dan nyaman. Begitu juga sebaliknya, ketika musim dingin, tikar menjadi hangat dan nyaman. Selain memiliki keunikan, tikar ini juga terdapat beberapa jenis, diantaranya: Pertama, tikar pandan yang warnanya coklat terang. Tikar jenis ini hanya melalui proses penjemuran sampai kering. Selain itu juga ada beberapa tahapan-tahapan yang dilewati. Dan setelah semua tahapan telah dirasa selesai, maka saatnya proses menganyam dilakukan sampai selesai yang pada akhirnya tikar yang sudah jadi di jemur. Sedangkan yang kedua, warnanya lebih cerah atau agak putih. Hal ini karena pandannya direbus terlebih dahulu hingga hasilnya bisa demikian. Dalam proses pembuatannya pun tidak jauh berbeda dengan yang pertama. Letak perbedaan pada jenis tikar yang kedua hanya ketika perebusannya saja. Pertama tidak usah memalui proses perebusan sedangkan yang ini daun pandan yang sudah dibelah direbus hanya dicelub ketika air sudah mendidih. Setelah itu proses selanjutnya tidak jauh beda dengan yang pertama. Kedua tikar tersebut bukan hanya berbeda dari segi warna dan sedikit proses pembuatannya saja. Akan tetapi harga yang ditawarkan juga sangat bervariasi. Harga tikar reni’an per lembar lima ribu rupiah, lambaran empat ribu rupiah. sedangkan harga tikar reni’an yang direbus seharga tujuh ribu rupiah per lembar, untuk lambaran di patok harga lima
20
ribu rupiah jika tikar tersebut sudah jadi harganya berkisar sepuluh ribu rupiah sampai dua belas ribu rupiah sedangkan untuk tikar yang warnanya agak putih harganya sedikit mahal, sekitar tiga belas ribu rupiah sampai lima belas ribu rupiah. Selain daripada itu, ukuran tikar pandan yang ada di beberapa pasar yang ada di Lamongan terbagai menjadi tiga. Diantaranya di pasar Babatan, pasar Kalipang, pasar Kembangbahu, dan beberapa pasar lainnya yang ada di Lamongan. Ketiga ukuran tersebut di sesuaikan dengan bayange (tempat tidurnya) yakni kecil, sedang, dan besar. Sebagaimana dengan penuturan Khusnul ”kloso pandan ngeneki yo di padakno ambek bayange mbak, pean sawang dewe (sambil menunjuk pada gulungan tikar yang ada di depannya) onok seng cilik, tanggung, iku seng paling gede”20 (tikar pandan ini di samakan dengan tempat tidurnya mbak, anda liat sendiri (sambil menunjuk pada gulungan tikar yang ada didepannya) ada yang kecil, sedang, dan itu yang paling besar). Untuk kategori yang kecil lebarnya sekitar setengah meter dengan panjang satu setengah meter, sedangkan untuk ukuran sedang lebarnya sekitar satu setengah meter, panjangnya dua setengah meter. Dan untuk ukuran besar, lebarnya dua meter, panjangnya tiga meter. Perempuan desa Pamotan hanya membuat anyaman tikar yang berukuran sedang. Sedangkan ukuran yang kecil dan besar biasanya berasal dari daerah lain, ada yang berasal dari daerah sukobendu, yang
20
Wawancara dengan Khusnul di pasar kembangbahu pada tanggal 11 Mei 2009
21
berada di kecamatan kembangbahu, dan masih termasuk kabupaten Lamongan. D.
Lembaran Daun Menjadi Sebuah Tikar Tikar pandan berbeda dengan tikar-tikar yang lain, dimana bahan dasar yang digunakan adalah daun pandan. Daun pandan yang dimaksud juga berbeda dengan daun pandan yang biasa digunakan sebagai penyedap masakan. Daun pandan yang dimaksud ukurannya pun lebih besar, selain itu juga di bagian tepi daunnya ada durinya. Oleh sebab itu, untuk membuat tikar pandan tidak semudah orang menempatinya untuk alas tempat tidur, atau pun sekedar alas untuk duduk santai. Dalam pembuatan tikar pandan dengan panjang 2 meter dan lebar 1½ meter tersebut. Terlebih dahulu daun pandan di dere (bagian tepi daun durinya diambil) Yateni (50 th) sambil memperlihatkan sebuah alat yang terbuat dari benang nilon dimana di setiap bagian ujungnya sudah dikaitkan satu sama lain sehingga bentuknya menyerupai bulatan karet. Bulatan benang tersebut dikaitkan pada jari telunjuk dan jempol, setelah itu dere dimulai dari pangkal sampai ke ujung. Setelah semua duri-duri dibersihkan, tentu saja proses dere sudah dirasa berakhir. Maka, daun pandan dibelah sekitar 1½ cm. Itu untuk lambaran, jadi motifnya agak besar. Sedangkan untuk reni’an (bagian tikar yang bawah) motifnya lebih kecil. Jika semua daun pandan sudah dibelah, maka daun pandan di kerok (dihaluskan dan biar getahnya juga bersih) dengan menggunakan sebuah lempengan kayu kecil yang terbuat
22
dari bambu. Jika sudah selesai, daun pandan diikat dan di jemur sampai agak kering. Baru setelah itu dimulailah proses menganyam. Sedangkan untuk daun yang direbus, proses pembuatannya tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Hanya saja, setelah daun pandan selesai dibelah, daun pandan di celub kedalam air yang mendidih setelah itu di balik sekitar kurang lebih 1 menit, atau sampai terlihat layu. Jika sudah terlihat layu, daun diangkat dan ditiriskan sampai airnya menetes habis. Jika sudah kering, daun pandan tersebut di kerok, dari sinilah proses menganyam dimulai. Mengenai durasi waktu dalam menganyam tersebut, sekitar 2½ jam untuk menyelesaikan satu lembar lambaran, sedangkan untuk reni’an membutuhkan waktu sekitar 4½ jam. Untuk menjahit bagian tepi tikar biasanya dikerjakan bakul (orang yang membeli tikar). Jika diserahkan ke orang lain, per lembarnya dikenakan biaya Rp 800 jika lembaran tikar sudah jadi, para bakul langsung datang mengambil tikar ke rumah mereka masing-masing. Jika tikar-tikar itu selesai dirajut, maka tikar dibiarkan sampai terkadang beberapa hari. Sampai terkadang terkumpul berlembar-lembar. Jika sudah demikian biasanya bakul (orang yang membeli tikar) akan datang ketiap-tiap rumah dan menghitung berapa lembar tikar yang akan dia bawa, setelah itu bakul memberikan pengganti pada perempuan tersebut dengan beberapa lembar uang.
23
E.
Lembaran Daun Yang Menjadi Uang Masyarakat desa Pamotan mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Selain bercocok tanam, mereka juga mencari kayu bakar untuk di jual, dan biasanya di waktu senggang mereka menggembala sapi di hutan rajak wesi yang berjarak ± 2 meter dari pemukiman penduduk. Sedangkan untuk memasak, mereka menggunakan kayu bakar yang mereka bawa dari hutan rajak wesi. Desa Pamotan terletak didataran tinggi, sehingga sistem pengairan mereka juga sering terhambat. Hujan yang senantiasa di harapkan juga tidak tentu kapan datangnya. Apalagi jika waktu untuk mengairi sawah sudah tiba, sedangkan air yang di harapkan tidak kunjung ada. Maka, pertanian mereka juga terancam bisa gagal panen. Tanah pertanian yang ada didesa ini dalam setahun hanya menanam padi sekali tanam, setelah itu mereka menanam jagung dan kedelai. Banyak diantaranya yang menanam tebu dan singkong. Kondisi yang demikian menjadikan masyarakat untuk berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga mereka. Oleh sebab itu kerajinan tikar pandan yang di tekuni oleh hampir seluruh masyarakat bisa dikatakan sebagai tumpuan harapan agar perekonomian mereka lambat laun kian membaik. Dan anak-anak mereka tetap terlihat semangat untuk bangun pagi berangkat ke sekolah. Secangkir susu pun tidak akan tergantikan dengan sebotol air gula.
24
Selain kondisi yang demikian, pola hubungan masyarakat desa menurut Ferdinand Tonies bahwa: Lebih cenderung kepada Gemeinschaft yang bersumber pada wese willen (kehendak bersama) yang mengutamakan kepentingan kolektif, bercorak tradisional, homogen, sepontan dan akrab. Hal ini berbeda dengan kehidupan masyarakat kota, pola hubungannya cenderung gessellschaft yang bersumber pada kurwillen (kehendak pribadi), yang bersifat subyektif, rasional, dinamis, heterogen dan tidak terikat pada kekeluargaan.21 Dengan adanya kecenderungan masyarakat desa yang yang senantiasa mengutamakan kepentingan bersama. Menjadikan masyarakat dapat mewujudkan kesejahteraan bersama atas minat serta niat yang mereka miliki untuk dapat menggapai tujuan bersama. Sehingga dengan terampil perempuan-perempuan Pamotan merajut helaian demi helaian daun untuk menjadi selembar uang yang siap untuk memenuhi kebutuhan tiap anggota kelompok masyarakat. Kerajinan tersebut sudah mereka lakukan secara turun temurun. Bahkan anak mereka yang duduk dibangku SMP, dan ada diantaranya yang masih SD juga pandai menganyam. Itu mereka lakukan sepulang dari sekolah, jari-jari mereka juga tampak cekatan dalam menganyam. Bukan hanya pandai menulis, mereka juga pandai merajut helaian daun yang sudah mengering. Jika ibu-ibu mereka menganyam tikar sambil ngemong, usia anak sekolah itu sambil santai menikmati acara televisi. Dari ini juga perlu diketahui bahwa terdapat beberapa alasan mengenai industri kecil pedesaan atau rumah tangga. Diantaranya: 21
Sapari Imam Asy’ari, SOSIOLOGI, (Sidoarjo, Muhammadiyah University Press, 2004),
hal. 60
25
1. Karena letaknya didaerah pedesaan maka tidak akan menambah migrasi ke kota atau dengan kata lain mengurangi atau menghentikan laju urbanisasi. 2. Sifatnya yang padat tenaga kerja akan memberikan kemampuan serap lebih besar per unit yang diinvestasikan. 3. Masih di mungkinkannya bagi tenaga kerja yang terserap dengan letak yang berdekatan, untuk kembali berburuh tani dalam usaha tani khusus menjelang dan di saat-saat sibuk dan 4. Penggunaan
teknologi
yang
sederhana
mudah
dipelajari
dan
dilaksanakan.22 Dari beberapa alasaan tersebut sudah dapat diketahui, bahwa diantaranya merupakan alasan para perempuan yang ada didesa Pamotan tetap menjadi perempuan yang mampu menjalankan segala aktifitasnya. Sehingga kerajinan tikar pandan tersebut sampai sekarang masih di tekuni oleh masyarakat. Jika dihitung sesuai dengan rata-rata keluarga, dari hasil menganyam tikar pandan per bulan sebanyak Rp 315.000 dalam sehari rata-rata per keluarga menyelesaikan dua lembar anyaman yang sudah di bekuk (jahitan yang hanya sementara). Jika dua lembar anyaman dikalikan tigapuluh hari jumlahnya enampuluh, angka enampuluh tersebut di bagi jadi empat, maka angka yang di temukan limabelas. Dari sini mulai dihitung dengan harga yang ada. Reni’an/lembar Rp 5000 x 15 = Rp 75.000, lambaran/lembar Rp 22
Hadi Prayitno, Pembangunan Ekonomi Desa, edisi kedua (Yogyakarta: BPFE, 1987),
hal. 54
26
4000 x 15 = Rp 60.000, sedangkan untuk yang di rebus reni’an/lembar Rp 7000 x 15 = 105.000 dan lambaran/lembar Rp 5000 x 15 = Rp 75.000 jika semua di jumlahkan, hasilnya Rp 315.000 uang dari hasil kerajinan tersebut biasanya digunakan untuk keperluan sehari-hari dan uang jajan anak mereka. Hal itu jika penghasilan yang di hitung perbulan. Jika penghasilan yang didapat oleh perkk (kepala keluarga) dalam sehari. Maka, tikar yang sudah di bekuk seharga Rp 9000 x 801=Rp 7.209.000 hal ini berbeda lagi dengan tikar yang sudah direbus. Apabila perkk menyelesaikan tikar yang di rebus dan sudah di bekuk di beli oleh bakul seharga Rp 12.000 x 801=Rp 9.612.000 jadi, jika warga masyarakat perhari bisa menyelesaikan 1 tikar yang sudah di bekuk maka hasil yang diperoleh oleh satu desa adalah Rp 7.209.000 dan perkk memperoleh pemasukan Rp 9000 sedangkan untuk yang direbus, satu desa menghasilkan
Rp
9.209.000
dengan
pemasukan/kk
sebesar
Rp
12.000/hari. Dengan demikian, kerajinan anyaman tikar pandan tersebut dapat membantu perekonomian warga masyarakat yang ada di Pamotan. Dengan adanya anyaman tikar pandan tersebut masyarakat juga tetap bercocok tanam disawah yang mereka miliki walaupun hasil yang diperoleh tidak bisa diperkirakan. Oleh dari itulah lembaran-lembaran daun tersebut akan berubah menjadi lembaran-lembaran uang jika daun tersebut sudah diubah menjadi
27
hamparan tikar yang bisa digunakan untuk alas bagi mereka yang membutuhkan. Meskipun hampir semuanya dikerjakan oleh tangan-tangan seorang perempuan, bukan berarti kerajinan tersebut tidak bisa berkembang luas. Justru dengan ketelatenan yang dimiliki menjadikannya berkembang semakin luas.
F. Proses Pengembangan Masyarakat Selain kerajinan tikar pandan, perlu diketahui juga mengenai sejarah dan proses pengembangan masyarakat yang ada di desa Pamotan. Sejarah sebagai ilmu yang mempelajari masa lalu sangat penting dikembangkan sebagai dasar dalam rangka memahami dan mengetahui secara ilmiah dinamika dan perubahan masyarakat yang terjadi dalam dimensi waktu dan tempat.23 Dengan adanya ilmu sejarah tersebut, maka kita akan dapat mengetahui kejadian ataupun peristiwa di masa lalu, serta proses-proses pengembangannya juga dapat diketahui. Dari itu dapat membedakannya dengan keadaan di masa yang sekarang. Selain itu, seseorang yang pada awalnya tidak tahu apa-apa mengenai kejadian dimasa lalu sekarang menjadi mengerti. Bahwa sebelum perubahan yang nampak seperti sekarang ini adalah karena adanya masa lalu. Sedangkan pengembangan masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu "pengembangan" dan "masyarakat". Secara singkat, pengembangan
23
http://fib.ugm.ac.id, Ilmu Sejarah, di akses pada tanggal 08 mei 2009
28
atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Diantaranya ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya. Sementara itu, masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu: A) Masyarakat sebagai sebuah "tempat bersama", yakni sebuah wilayah geografi yang sama. B) Masyarakat
sebagai
"kepentingan
bersama",
yakni
kesamaan
kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas.24 Selain itu, pengembangan masyarakat (community development) juga bisa didefinisikan sebagai pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan masyarakat lingkungan dalam aspek material dan spiritual tanpa merombak keutuhan komunitas dalam proses perubahannya. Keutuhan komunitas dipandang sebagai persekutuan hidup atas sekelompok manusia dengan karakteristik: terikat pada interaksi sosial, mempunyai rasa kebersamaan berdasarkan genealogis dan kepentingan bersama, bergabung dalam satu identitas tertentu, taat pada norma-norma kebersamaan, menghormati hak dan tanggung jawab berdasarkan kepentingan bersama, memiliki kohesi yang kuat, dan menempati lingkungan hidup yang terbatas.25
24
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung; Refika Aditama, 2005), hal. 39 25 http/islamkuno.com, Sepotong tentang Pengembangan Masyarakat, diakses pada tanggal 08 mei 2009
29
Sebagaimana dikemukakan Midgley bahwa terdapat 3 strategi dalam pembangunan sosial, yaitu: 1. Melalui individu (tanpa menunjuk jenis kelamin). Individu-individu dalam masyarakat secara swadaya membentuk usaha pelayanan masyarakat untuk memberdayakan masyarakat. 2. Melalui komunitas. Kelompok masyarakat secara bersama-sama berupaya mengembangkan komunitas lokalnya. 3. Melalui pemerintah. Pembangunan sosial dilakukan oleh lembagalembaga didalam organisasi pemerintah.26 Melalui komunitas tersebut kelompok masyarakat secara bersama berupaya mengembangkan komunitas lokalnya untuk peningkatan perekonomian mereka. Dengan semangat yang ada, maka sebuah komunitas akan dengan mudah untuk melangkah bersama. Selain itu mereka juga menjadikan pandan sebagai instrumen pengembangan masyarakat, karena dari pandan itulah mereka mampu membawa perubahan pada tingkat perekonomian. Dalam hal ini yang berperan dalam komunitas lokal tersebut adalah perempuan yang merupakan individu-individu dalam masyarakat dan secara swadaya mampu membentuk usaha untuk meningkatkan perekonomian bersama. Sehingga menjadikan komunitas lokal yang mereka miliki semakin berkembang sampai sekarang. Dengan demikian sejarah dan proses pengembangan masyarakat merupakan ilmu yang mempelajari masa lalu untuk memahami dan mengetahui secara ilmiah dinamika, proses perubahan, dan pengembangan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kehidupan mereka yang terjadi 26 26 Rr. Suhartini, Pemberdayaan Perempuan, dalam akwah Pemberdayaan masyarakat Paradigma Aksi MetodologI, Moh. Ali Aziz, (ed). (Yogyakarta; PT LKiS pelangi Aksara, 2005), hal. 194
30
dalam dimensi waktu dan tempat. Dalam proses pengembangan itupun tidak harus seorang laki-laki yang menjadi pelopor, akan tetapi perempuan juga ikut andil dalam sebuah perkembangan tersebut. Sebagaimana dalam firman Allah Qs. Al Hujuraat ayat 13 :
ن َا ْآ َﺮ َﻣ ُﻜ ْﻢ ﻞ ِﻟ َﺘﻌَﺎ َرﻓُﻮا ِا ﱠ َ ﺷ ُﻌ ْﻮﺑًﺎ َو َﻗﺒَﺎ ِﺋ ُ ﺟ َﻌﻠْﻨ ُﻜ ْﻢ َ ﻦ َذ َآ ٍﺮ َو ُا ْﻧﺜَﻰ َو ْ ﺧَﻠﻘْﻨ ُﻜ ْﻢ ِﻣ َ س ِاﻧﱠﺎ ُ ﻳﺎَا ﱡﻳﻬَﺎ اﻟﻨﱠﺎ ﺧ ِﺒ ْﻴ ٌﺮ َ ﻋِﻠ ْﻴ ٌﻢ َ ﷲ َ نا ﷲ َا ْﺗ َﻘ ُﻜ ْﻢ ِا ﱠ ِ ﻋ ْﻨ َﺪ ا ِ “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi maha mengenal”.27 Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, yang membedakan hanyalah tingkat ketaqwaannya saja di hadapan Allah SWT. Dari ini perempuan juga memiliki sebuah kebebasan lain selain menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dan ibu dalam keluarga untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik lagi, yakni dengan ikut bekerja agar dapat menambah perekonomian keluarga mereka.
27
Al-Qur’an dan terjemah, (Bandung: PT. Syamiil Cipta Media, 2005), hal. 517
31
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif yang meliputi perencanaan penelitian, pelaksanaan penelitian, dan tahapan penelitian. Metode penelitian kualitatif tersebut merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.28 Selain itu, peneliti kualitatif juga mulai dengan mendefinisikan konsep-konsep yang sangat umum, yang karena kemajuan-kemajuan peneliti mengubah definisi mereka. Bagi yang pertama, ubahan adalah sarana atau alat analisis, sementara bagi yang terakhir ubahan bisa merupakan produk atau hasil.29 Dengan adanya data deskriptif yang di hasilkan dari penelitian tersebut maka akan mempermudah peneliti untuk memahami tiap-tiap data yang sudah di peroleh. Sehingga dalam menyusun data yang diperoleh dengan teori yang ada akan menjadi sebuah hasil akhir yang berangkai atau saling melengkapi. Oleh jarena itu, dalam melakukan penelitian tersebut peneliti harus membuat perencanaan agar penelitian yang akan dilakukan berjalan
28
Lexy J. Moeleong, Metode penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hal. 3 29 Julia Branen, Memadu metode penelitian kualitatif dan kuantitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal. 11
32
sesuai dengan keinginan. Diantara perencanaan penelitian tersebut diantaranya: 1. Peneliti merancang dan membuat draf rencana penelitian, 2. Berkonsultasi dengan penasehat akademik, dosen, peneliti senior, maupun berdiskusi dengan teman sejawat, 3. Menyusun rencana penelitian yang utuh, termasuk proposal penelitian, 4. Mengajukan rencana dan proposal penelitian, 5. Melengkapi dengan surat izin penelitian (terutama jika jenis penelitiannya adalah penelitian lapangan) dari instansi terkait.30 Dengan adanya perencananaan penelitian tersebut maka akan memudahkan dalam pelaksanaan penelitian, dan selanjutnya peneliti melakukan pengamatan untuk mengumpulkan data kemudian membuat tabulating dan coding, reduksi data, penyajian data, pengambilan data, kesimpulan dan verification. Sedangkan tahapan penelitian merupakan proses dalam penelitian sampai pada akhirnya proses penulisan laporan.
B. Pendekatan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif , maka pendekatan yang dilakukan peneliti akan dapat memandu peneliti untuk mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan mendalam.31
30
Rachman Assegaf, Desain Riset Sosial-Keagamaan, pendekatan integrativeinterkonektif, (Yogyakarta: Gramedia, 2007), hal. 168 31 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung; IKAPI, 2008), hal. 209
33
Karena penelian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, maka data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angkaangka.32 Selain daripada itu, penelitian ini akan dapat dilakukan secara intens, peneliti juga ikut berpartisipasi lama di lapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis terhadap berbagai dokumen yang ditemukan di lapangan, dengan demikian akan menjadikan penelitian secara mendetail.
C. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian skripsi ini dilaksanakan di Desa Pamotan kecamatan Sambeng kabupaten Lamongan. Desa Pamotan kecamatan Sambeng tersebut terletak di sebelah selatan kabupaten Lamongan, tepat disebelah selatannya kecamatan Mantup, dan berbatasan dengan kabupaten Mojokerto. Dimana desa Pamotan berada disebelah barat perbatasan dari kabupaten Mojokerto.
D. Subyek Penelitian Subyek yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ada di desa Pamotan. Diantaranya aparatur desa, warga masyarakat sekitar, dan perempuan yang berkecimpung atau terlibat pada
32
Lexy J. Moeleong, Metode penelitian Kualitatif, hal. 6
34
kegiatan menganyam tikar pandan. Dengan adanya subyek penelitian tersebut akan dapat mempermudah peneliti dalam penggalian data.
E. Teknik pengumpulan data Dalam teknik pengumpulan data ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang utama, yakni melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.33 Observasi yang peneliti lakukan di desa pamotan meliputi pengamatan terhadap wilayah, mata pencaharian masyarakat, dan proses pembuatan anyaman tikar pandan. Dengan adanya pengamatan tersebut akan menjadikan peneliti semakin memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian. Observasi tidak terbatas pada orang saja, tetapi juga pada obyek-obyek alam yang ada. Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam yakni peneliti terus melakukan wawancara sampai peneliti menemui titik kejenuhan. Jadi data-data yang didapat oleh peneliti hampir semua sama. Karena wawancara tersebut memiliki maksud tertentu untuk mendapatkan informasi atas apa yang ingin diketahui dalam sebuah penelitian. Sedangkan untuk dokumentasi, selain peneliti menggunakan catatan lapangan, peneliti juga menggunakan beberapa foto-foto untuk menunjang kelengkapan data dalam penelitian ini. Dimana dengan adanya dokumentasi tersebut akan dapat dijadikan sebagai sumber data.
33
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hal. 293
35
E. Teknik validitas data (teknik triangulasi data) Dalam teknik ini, peneliti menggunakan teknik validitas data agar data yang peneliti peroleh benar-benar valid yakni dengan menggunakan cara berpikir induksi-deduksi. Berpikir induksi dapat membentuk pengetahuan umum yang dapat dijadikan sebagai dasar deduksi. Meskipun demikian, metode induksi ini pun dijumpai kelemahan, yang mana untuk menutupi kelemahan tersebut diperlukan metode berpikir deduksi sehingga keduanya saling melengkapi. Selain itu, peneliti juga melakukan : 1. Perpanjangan pengamatan. Perpanjangan pengamatan ini berarti peneliti kembali ke lapangan untuk melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dari ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin akrab, semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Dengan begitu, maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian, diamana kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang dipelajari. 2. Triangulasi data Triangulasi data merupakan pengecekan dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian, terdapat triangulasi sumber, triangulasi pengumpulan data, dan triangulasi
36
waktu. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Diantaranya, bisa pada aparatur desa setempat, warga sekitar, dan tentunya orang yang terlibat dalam pembuatan anyaman tikar pandan. Dari ini peneliti melanjutkan pada triangulasi teknik pengumpulan data, triangulasi ini dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi. Jika dari ketiga teknik tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melanjutkan penelitian untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Selanjutnya triangulasi waktu. Triangulasi waktu tersebut untuk pengujian kredibilitas data yang dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Jika masih mendapatan hasil yang berbeda, maka penelitian dilakukan secara berulang-ulang sampai ditemukan kepastian datanya.34
F. Teknik analisis data Teknik analisis data dalam penelitian skripsi ini peneliti menggunakan analisis sejarah agar dapat mengetahui alur perubahan
34
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hal. 274
37
masyarakat desa Pamotan dari waktu ke waktu. Untuk menganalisa data dalam penelitian tersebut peneliti melakukannya sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.35 Untuk menganalisis data tersebut peneliti melakukan tabulating dan coding yakni data-data yang sudah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan kategori dan tiap kategori di beri kode masing-masing. Diantaranya mata pencaharian masyarakat, perekonomian, perubahan yang ada di desa, seperti pembangunan jalan desa, masjid, dan sebagainya. Selain itu, peneliti juga menggunakan time line dan trend and change. Time line ini digunakan untuk mengetahui kejadian-kejadian dari suatu waktu sampai keadaan sekarang dengan persepsi orang setempat. Dengan adanya time line maka akan dapat diketahui peristiwa-peristiwa yang terjadi di desa pamotan pada yang terjadi di zaman dahulu. Sedangkan trend and change merupakan bagan perubahan dan kecenderungan berbagai keadaan, kejadian serta kegiatan masyarakat dari waktu ke waktu.36 Dengan menggunakan time line dan trend and change ini peneliti akan mengetahui gambaran alur sejarah yang ada di masyarakat dan kearah mana kecenderungan masyarakat dari waktu ke waktu. Dengan adanya trend and change tersebut akan nampak perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dari waktu ke waktu. Karena dalam trend and change tersebut masyarakat akan membuat 35
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hal. 245 Sustainable Development Education Center SUSDEC, Belajar Bersama Masyarakat, (Surakarta: LPTP, 2004), hal. 10 36
38
kesepakatan seperti simbol-simbol seperti apa yang akan digunakan untuk menggambarkan kecenderungan perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Jika memang sudah sepakat, maka anggota masyarakat yang ditunjuk akan menuangkannya pada lembaran kertas yang sudah di berikan oleh peneliti. Setelah semua data dikelompokkan sesuai dengan kategori masing-masing, maka dilakukan reduksi data yakni data yang tidak sesuai dengan tema, hal-hal pokok, pola, dan fokus, direduksi. Jadi, selain penggalian data, peneliti peneliti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila di perlukan.37 Jika reduksi data selesai dilakukan, langkah selanjutnya adalah penyajian data. Untuk penyajian data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.38 Dengan penyajian data teks yang bersifat naratif, maka akan mempermudah peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang dipahami tersebut.
37 38
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hal. 247 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, hal. 249
39
Langkah selanjutnya yakni pengambilan kesimpulan dan verification.
Dengan
adanya
kesimpulan
dan
verivikasi
tersebut
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, dan didukung oleh buktibukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dan dalam verifikasi tersebut peneliti menggunakan cara berpikir induksi-deduksi agar data yang disimpulkan bisa saling melengkapi satu sama lain.
40
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 1. Letak Geografis Desa Pamotan merupakan desa yang berada disebelah selatan Kabupaten Lamongan, berbatasan dengan Kecamatan Mantup dan Kabupaten Mojokerto. Lebih tepatnya berada disebelah barat Kabupaten Mojokerto, dan melewati perempatan pasar babadan kecamatan Mantup. Jaraknya sekitar 10 km dari desa untuk sampai ke pasar babatan yang berada disebelah jalan raya mantup. Desa ini terletak jauh dari jalan raya karena letaknya yang berada disekitar hutan, hutan rajak wesi ini hanya sekitar kurang lebih 3 m dari pemukiman penduduk. Adapun luas desa Pamotan kurang lebih 320,14 ha, yang terbagi menjadi sawah tanah hujan 187,67 ha, tegal atau ladang 88,26 ha, pemukiman 30,20 ha, tanah perkebunan rakyat 6,05 ha, kas desa 7,110 ha, lapangan 0,45 ha, perkantoran pemerintah 0,4 ha. Selain itu juga memiliki areal hutan dengan tanaman pohon jati dan diantaranya berjajar tanaman pandan seluas 210.10 ha. Dengan jarak ke kabupaten terdekat 33 km, dan lama tempuhnya sekitar 1 jam.
41
2. Kondisi Kependudukan Pertumbuhan dan perkembangan penduduk sangat penting untuk diperhatikan, karena secara tidak langsung hal ini dapat menentukan
dalam
peningkatan
sumber
daya
manusia
bagi
pembangunan yang ada didesa Pamotan pada umumnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari arsip desa Pamotan mempunyai jumlah penduduk 3135 orang, yang terdiri dari laki-laki yang berjumlah 1570 orang, perempuan 1565 orang, sedangkan jumlah kepala keluarga sebanyak 890 kk. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk antara laki-laki dan perempuan hampir seimbang, sedangkan dalam golongan umur dapat dilihat sesuai dengan daftar di bawah ini.
Tabel 1 Jumlah penduduk desa Pamotan menurut jenis kelamin NO JENIS KELAMIN
JIWA
1.
Laki-laki
1570
2.
Perempuan
1565
jumlah
3135
KK
890
Sumber data: Buku arsip desa Pamotan tahun 2008
Untuk dapat mengetahui jumlah penduduk berdasarkan usianya, maka dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
42
Tabel 2 Jumlah penduduk desa Pamotan berdasarkan umur 0-12 bulan 28 orang
30 tahun 53 orang
1 tahun 38 orang
31 tahun 48 orang
2 tahun 55 orang
32 tahun 55 orang
3 tahun 59 orang
33 tahun 46 orang
4 tahun 45 orang
34 tahun 58 orang
5 tahun 47 orang
35 tahun 35 orang
6 tahun 45 orang
36 tahun 46 orang
7 tahun 33 orang
37 tahun 31 orang
8 tahun 93 orang
38 tahun 50 orang
9 tahun 36 orang
39 tahun 49 orang
10 tahun 39 orang
40 tahun 46 orang
11 tahun 31 orang
41 tahun 36 orang
12 tahun 49 orang
42 tahun 47 orang
13 tahun 54 orang
43 tahun 54 orang
14 tahun 60 orang
44 tahun 49 orang
15 tahun 43 orang
45 tahun 49 orang
16 tahun 31 orang
46 tahun 99 orang
17 tahun 40 orang
47 tahun 54 orang
18 tahun 30 orang
48 tahun 65 orang
19 tahun 47 orang
49 tahun 45 orang
43
20 tahun 33 orang
50 tahun 56 orang
21 tahun 45 orang
51 tahun 53 orang
22 tahun 37 orang
52 tahun 62 orang
23 tahun 55 orang
53 tahun 40 orang
24 tahun 45 orang
54 tahun 43 orang
25 tahun 54 orang
55 tahun 53 orang
26 tahun 44 orang
56 tahun 44 orang
27 tahun 50 orang
57 tahun 103 orang
28 tahun 54 orang
58 tahun 149 orang
29 tahun 47 orang
Lebih dari 59 tahun 154 orang
Total
3135 orang Sumber data: Buku arsip desa Pamotan pada tahun 2008
3. Kondisi Pendidikan Masyarakat desa pamotan rata-rata pernah mengenyam pendidikan, baik itu yang bersifat formal maupun pendidikan yang non formal. Hal ini karena para orang tua mereka mementingkan pendidikan untuk masa depan anak mereka selanjutnya. Walaupun desa ini begitu jauh dari mana-mana dan hanya memiliki gedung tingkat kanak-kanak dan SD (sekolah dasar). Sedangkan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi harus keluar dari desa Pamotan.
44
Untuk mengetahui jumlah tingkat pendidikan yang ada didesa Pamotan, dan sarana pendidikan yang ada. Maka, dapat dilihat pada daftar dibawah ini.
Tabel 3 Tingkat pendidikan dan sarana yang ada di desa Pamotan Belum sekolah 376 orang Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 0 orang Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 1 orang Tamat SD atau sederajat 600 orang SLTP atau sederajat 370 orang SLTA atau sederajat 290 orang Perguruan tinggi 14 orang Sumber data: Buku arsip desa Pamotan pada tahun 2008
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai data lembaga pendidikan yang ada di desa Pamotan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
45
Tabel 4 Lembaga pendidikan yang ada di desa Pamotan TK 1 unit Jumlah guru 5 orang SD atau sederajat 2 unit Jumlah murid 315 orang Jumlah guru 14 orang SLTP 1 unit Jumlah murid 88 orang Jumlah guru 14 orang Sumber data: Buku arsip desa Pamotan pada tahun 2008
4. Kondisi Perekonomian Dari luas keseluruhan desa Pamotan, penduduk desa Pamotan yang bermata pencaharian sebagai petani, buruh tani, pengrajin, swasta dan yang lain. Untuk mengatahui jumlah mata pencaharian tersebut, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
46
Tabel 5 Tabel jumlah mata pencaharian masyarakat Mata pencaharian
Jumlah
Petani
515 orang
Buruh tani
555 orang
Buruh/swasta
75 orang
Pegawai negeri
18 orang
Pedagang
5 orang
Dokter
1 orang
Pengrajin anyaman tikar 801 kk (kepala keluarga) pandan Sumber data: Buku arsip desa Pamotan pada tahun 2008
Berdasarkan data tersebut, maka mata pencaharian penduduk desa Pamotan adalah petani dan buruh swasta. Di samping sebagai petani, penduduk desa ini juga memiliki hewan piaraan seperti sapi, kambing, ayam kampung, bebek, dan lain-lain. Selain itu, perempuan di desa ini juga memiliki kesibukan tersendiri selain menjadi seorang petani, yakni menjadi perempuan perajut. Mereka selalu mengisi tiap waktu luang yang ada untuk membuat anyaman tikar yang terbuat dari pandan. Entah ketika itu pada waktu siang, tentu saja sepulangnya mereka dari sawah, Atau pada saat malam, sekitar abiz isya’, ada juga yang diantaranya yang menunggu sampai sang buah hati tertidur.
47
5. Kondisi Keagamaan Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk desa Pamotan beragama Islam. Dengan prasarana peribadatan yang mencukupi. Hal ini nampak pada tersedianya masjid 2 buah, sedangkan musholla sebanyak 2 buah. Dan pada waktu ba’da maghrib anak-anak sampai usia remaja mengisi waktu luang mereka di masjid untuk mengaji.
6. Sekilas Tentang Pamotan Mengenai Pamotan sesuai dengan penuturan beberapa warga masyarakat, bahwa Pamotan berawal dari kata emot yang dalam bahasa Indonesia berarti memuat. Awal mula pemberian nama tersebut rata-rata warga masyarakat memiliki pemahaman yang sama. Jadi tidak begitu mengundang perbedaan mengenai pemberian nama yang di pakai sampai sekarang. Ketika itu nenik menuturkan ”pamotan iku yo opo-opo di emot, wong kene akeh seng tekok endi-endi, tapi roto-roto kerasan. Lagian lek duwe karep lek pancen tenanan iku podo berhasil kabeh. Mangkane opo ae iso di momot”39 (Pamotan itu segala apa yang ada bisa di muat, orang sini juga banyak pendatang, tapi semua betah hidup disini. Lagian, kalau sudah punya niatan yang baik itu bisa berhasil. Mangkanya segala sesuatu bisa dimuat di sini).
39
Wawancara dengan Nenik pada tanggal 16 Juni 2009
48
Dari itulah mengapa desa ini di beri nama desa Pamotan. Apa yang ada didesa ini segala sesuatunya bisa di muat. Entah itu dari orang-orang dari pendatang yang betah tinggal di desa yang bisa di bilang terpencil, warga masyarakatnya pun memiliki kesibukan lain selain sebagi petani. Oleh sebab itu jika segala sesuatu bisa di muat menjadi satu, maka akan terlihat banyak.
7. Kondisi Sosial Budaya Kondisi sosial budaya masyarakat desa Pamotan sangat terlihat guyub dan harmonis. Sebagaimana kehidupan didaerah pedesaan pada umumnya, sehingga rasa kekeluargaan dan kekerabatan masih nampak dalam aktivitas kehidupan masyarakat. Hal itu menjadikan masyarakat desa Pamotan mempunyai jiwa sosial yang tinggi, hidup rukun, dan guyub sesama tetangga. Selain itu, mereka juga tidak segan saling membantu dalam bercocok tanam disawah, sebagai contoh katakanlah pak Andi sedang panen atau musim tandur (menanam tunas padi) maka pak Rudy membantu sampai selesai tanpa diberi upah. Cukup dengan makanan ala kadarnya dan camilan seperti pisang goreng, puli (makanan yang terbuat dari nasi yang ditumbuk dengan di campur obat puli setelah itu di potong-potong dan digoreng) atau bisa juga yang lain, terserah pada pemilik sawah. Akan tetapi jika pak Rudy yang butuh bantuan, maka dengan siap sedia pak Andi akan membantu juga.
49
Kerukunan dan keharmonisan tersebut senantiasa tercermin dalam keseharian mereka yang selalu gotong royong dan saling membantu satu sama lain dalam segala hal. Bukan hanya dalam urusan bercocok tanam saja, jika ada tetangga yang sedang ada hajatan, maka dengan segala kerelaan mereka saling membantu. Kebiasaan ini ada sejak lama, meskipun sudah demikian sampai saat ini mereka tetap memiliki solidaritas yang tinggi. Keberadaan desa Pamotan yang terletak jauh dari kota nampak tidak dipengaruhi dengan kehidupan sosial pada umumnya. Hanya saja para remajanya yang mulai terpengaruh dalam budaya berpakaian, tingkah laku, maupun cara bergaul mereka. Tingkat solidaritas masyarakat desa Pamotan tetap terpelihara sampai sekarang. Diantaranya tercermin melalui kegiatan pengajian, seperti jam’iyah tahlil atau yasinan, pengajian, upacara mendo’akan jenazah yang baru meningggal, dan selamatan bayi yang masih dalam kandungan (tingkepan). Hal ini dilakukan mulai 1 hari sampai 7 hari, empat puluh harinya, seratus harinya, dan pada hari keseribu. Ada juga diantaranya yang melakukan pendak (upacara mendo’akan pada pertengahan malam keseribu harinya). Selain itu juga ada acara tingkepan (selamatan jabang bayi yang masih ada dalam kandungan) acara ini biasanya dilakukan pada usia empat bulan atau tujuh bulan si jabang bayi yang di kandung oleh ibu.
50
Dari beberapa upacara tersebut, masyarakat desa pamotan juga memiliki upacara yang lain. Yakni, ketika musim hujan yang diharapkan tidak kunjung datang. Maka para warga masyarakat akan berbondong-bondong membawakan sesaji ke punden yang terletak di sebelah timur desa Pamotan. Di punden tersebut terdapat 2 batu, dimana masyarakat sekitar mempercayai bahwa batu yang ada di punden tersebut laki-laki dan perempuan. Menurut cerita para warga, batu tersebut dahulu pernah dicuri oleh enam orang pencuri. Ternyata lima orang dari pencuri tersebut meninggal dunia, hanya satu yang hidup. Selang beberapa waktu kemudian, seusai di jual oleh si pencuri yang masih hidup tadi, batu tersebut kembali ke punden dengan sendirinya. Kepercayaan tersebut sampai sekarang masih melekat pada kehidupan masyarakat. Ketika hujan yang diharapkan tidak kunjung datang. Maka warga masyarakat ada langsung berduyun-duyun ke bangunan yang seperti rumah dengan empat penyangga dari kayu, dan untuk sampai ke atas menggunakan anak tangga yang terbuat dari kayu. Walaupun pada generasi muda yang sekarang juga ada diantaranya yang tidak mempercayainya, hal itu mereka lakukan karena menurut mereka. Tempat meminta sepenuhnya hanyalah pada Allah SWT semata, bukan pada selain makhluk lain selain Allah SWT. Sejauh pengamatan peneliti, masyarakat desa Pamotan tidak ada yang dinamakan stratifikasi sosial (hubungan masyarakat yang
51
berkelas atau strata) dan dalam status kehidupan ekonominya masyarakat desa pamotan berjalan biasa-biasa saja. Hubungan kekeluargaan antar penduduk saling menghormati dan menghargai kepentingan bersama. Demikian sekilas tentang kondisi sosial budaya masyarakat yang ada di desa Pamotan pada saat peneliti baca dan amati.
B. Penyajian Data 1. Sejarah Awal Mula tikar Pandan Menjadi Sebuah Instrumen Pengembangan Masyarakat Sejarah merupakan bagian dari masa lalu yang tidak begitu saja dilupakan dengan mudah. Lihat saja di deretan rak-rak buku yang ada ditoko buku yang ada. Disana pasti dengan mudah akan didapati buku-buku yang berkaitan tentang sejarah, dimulai dari pendidikan dasar bahkan sampai pada tingkat perguruan tinggi. Sejarah itupun tidak dengan mudah di dapati lantas mencetaknya menjadi lembaranlembaran buku begitu saja. Semua butuh usaha keras untuk mengungkapkan peristiwa demi peristiwa dimasa lampau. Awal mula tikar pandan menjadi sebuah instrumen pengembangan masyarakat dimulai pada tahun 1974 dimana ketika itu kondisi perekonomian masyarakat desa Pamotan tidak menentu, sangat jauh dengan yang ada sekarang. Sampai-sampai untuk urusan makan pun penduduk tidak bisa mengkonsumsi nasi dengan nikmatnya.
52
Sebagaimana penuturan Nenik ”lumayan mbak lek anam-anam ngeneki yo onok ae seng di gae ubetan”.40 Begitu sulitnya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sampai pada akhirnya mereka memanfaatkan pandan untuk menambah perekonomian bagi kehidupan mereka. Ketika itu, penduduk seringkali mengisi perutnya yang lapar dengan makan gaplek (ubi kayu yang sudah di buang kulitnya, setelah itu di potong-potong dan di jemur sampai kering) biasanya disebut dengan nasi tiwul (ubi kayu yang sudah kering di tumbuk setelah itu di kukus). Tak jarang ada diantaranya yang memakan debok (bongkahan pohon pisang yang paling bawah).41 Sebagai masyarakat desa yang mayoritas sebagai petani, tiap pagi mereka tetap rajin berangkat kesawah untuk merawat tanaman yang telah mereka tanam. Apalagi sampai ke areal persawahan, penduduk sekitar akan melewati hamparan hutan yang ditanami pohon jati, dimana penduduk sekitar menyebut hutan tersebut sebagai hutan rajak wesi. Selain pohon jati, disekitar hutan tersebut banyak ditumbuhi tumbuhan yang memiliki akar penyangga, daun yang memanjang dengan duri yang menempel ditepi dan masyarakat biasa menyebutnya dengan pandan jowo. Pandan jowo ini sebenarnya memiliki nama lain, yakni pandanus tectorius. Daerah-daerah yang membudidayakan pandan 40 41
Wawancara dengan nenik, pada tanggal 09 mei 2009 Wawancara dengan Gunarseh, pada tanggal 09 juni 2009
53
tersebut adalah Lamongan, Nganjuk, Jombang, Trenggalek, dan Malang. Budidaya pandan dijawa timur sekarang ini hanya terbatas pada jenis pandanus tectorius karena bisa dijadikan sebagai bahan mentah kerajinan. Sedangkan jenis lain yang di budidayakan adalah pandanus labyrinthicus. Pandanus labyrinthicus hanya di budidayakan di malang, pandan ini biasanya digunakan untuk membuat tali. Para pengrajin pun belum pernah menggunakan jenis pandan yang lain selain pandanus tectorius, dan pandanus labyrinthicus karena dari turun temurun yang dikenalkan oleh orang tua sebelumnya.42 Banyaknya tumbuhan pandan yang tumbuh di hutan rajak wesi dan sekitar areal persawahan. Pada awalnya masyarakat hanya menebang lantas membuangnya begitu saja, hal itu dilakukan untuk menjaga kebersihan disawah agar tidak tampak semrawut, dan tumbuhan padi yang mereka miliki dapat menikmati matahari pagi yang begitu indahnya agar pertumbuhan padi tersebut dapat tumbuh dengan subur dan tidak terhambat. Sebagai seorang petani, bagaiamana pun keadaannya senantiasa memerlukan tanah (lahan) garapan untuk bercocok tanam dalam upaya mereka memenuhi kebutuhan hidupnya. Perhatiannya tertuju pada bagaimana lahan tersebut bisa diproduksi. Hal ini sering tergantung
pada
pengetahuan
42
dan
keterampilan
para
petani
http://74.125.153.132/search?q, Penyebaran Pandan di Jawa Timur, di akses pada tanggal 27 mei 2009
54
bersangkutan tentang tegnologi pengelolaan lahan, dan loyalitas mereka pada kebiasaan dan adat istiadat yang berlaku didalam lingkungan sosialnya. Sedangkan hal lain yang menjadi perhatian utama petani dimanapun mereka berada, ialah bagaimana mereka membuat keputusan untuk memanfaatkan lahan. Artinya tanaman apa yang sebaiknya ditanam, kapan harus mulai ditanam, atau hewan ternak apa yang harus dipelihara, dan sebagainya. Selain itu, air merupakan kebutuhan petani yang vital yang hanya mungkin diperoleh dari tadah hujan, atau sumber air lain, seperti sungai, danau, dan susmur buatan atau sumur pompa. Tanaman, dan hewan ternak bagaimanapun memerlukan air setiap saat. Karena itu, kemampuan mengendalikan air amat vital bagi usaha dan upaya pertanian.43 Dalam hal ini masyarakat desa Pamotan yang terletak didaerah dataran tinggi, harus benar-benar mampu mengatur tanaman yang mereka tanam pada musim-musim tertentu. Karena letaknya yang berada pada dataran tinggi, para petani disana sering kali kesulitan untuk mendapatkan hasil panen dari lahan yang dimiliki, dengan kata lain terancam akan gagal panen. Dari kondisi yang demikian, menjadikan penduduk untuk senantiasa berusaha bisa memanfaatkan segala sesuatu yang ada di 43
Bahreint Sugihen, MA, Sosiologi Pedesaan (suatu pengantar), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 109-111
55
sekitar mereka untuk di jadikan sebagai penyambung hidup. Tumbuhan yang banyak tumbuh didaerah sekitar tempat tinggal mereka adalah pandan, dan tegak berdiri kokoh diantara semak tumbuhan tersebut adalah pohon jati. Tumbuhan bambu hanya ada di beberapa desa yang jaraknya sekitar 2 km dari desa Pamotan. Banyaknya tumbuhan pandan yang ada, membuat masyarakat untuk dapat memanfaatkannya menjadi bahan baku kerajinan, yakni digunakan sebagai bahan baku dalam membuat kerajinan anyaman tikar yang terbuat dari pandan. Selain mudah didapat, dalam pembuatannya pun tidak begitu menyita waktu. Mereka bisa melakukannya sambil ngemong (mengajak/menunggu anak-anak yang sedang bermain), atau mereka kerjakan ketika waktu santai sepulangnya membantu suami bekerja di sawah. Hubungan kekerabatan yang kuat menjadikan masyarakat saling membantu, meskipun ketika itu kondisi mereka sama-sama sulit. Dengan adanya pandan tersebut menjadikan mereka memiliki kesibukan baru yang bisa di jadikan sebagai sebuah instrumen untuk meningkatkan kondisi perekonomian bersama. Penduduk desa merupakan orang-orang yang senantiasa menjaga kerukunan demi kebaikan bersama dan terciptanya sebuah kondisi yang senantiasa penuh kedamaian. Apalagi di dukung dengan pemandangan yang hijau membuat semua serasa tentram.
56
Dengan banyaknya pandan yang tumbuh menjadikan kemudahan bagi penduduk untuk terus menekuni bidang kerajinan tersebut. Mereka tidak perlu bersusah payah untuk menukarnya dengan uang, cukup berbekal sabit ke sawah atau hutan rajak wesi, mereka sudah dapat membawa pulang seikat pandan jawa ke rumah. Terkadang ada diantaranya yang di bonceng di belakang sepeda, ada juga
yang
menggendongnya
di
belakang
punggung
dengan
menggunakan sewek (selendang yang biasanya untuk menggendong bayi). Dari inilah mengapa penduduk desa Pamotan memilih tikar pandan sebagai instrumen untuk menambah perekonomian keluarga mereka. Sebagai masyarakat desa yang terletak jauh dari perkotaan, sedang disekitar mereka banyak berjejar tumbuh pandan jawa yang bisa dijadikan sebagai komoditi kerajinan. Sehingga mereka tak perlu bersusah payah dalam mencari bahan baku dalam membuat kerajinan. Bahkan terkadang ada diantaranya yang sesekali bergantian meminta pandan pada tetangganya untuk di buat anyaman sendiri, walaupun demikian mereka dengan suka rela membantu satu sama lain.
2. Proses-proses Pengembangan yang Terjadi Berawal dari sulitnya kondisi perekonomian membuat masyarakat untuk terus berusaha memperoleh yang terbaik. Dari itupun senantiasa muncul ide-ide kreatif yang mereka miliki untuk
57
mencipatakan sebuah perubahan. Entah itu muncul dari kemauan yang ada dalam diri pribadi mereka sendiri, atau bisa juga karena termotifasi oleh orang yang ada disekitarnya. Hal inilah yang terjadi desa Pamotan. Sebuah desa yang terletak jauh dari kota, dengan kehidupan yang sederhana, seadanya dan senantiasa saling membantu satu sama lain. Berawal dari mbah Darni kerajinan anyaman tikar ini menyebar kehampir seluruh penduduk desa Pamotan. Ketika itu kondisi perekonomian yang mereka miliki benar-benar sulit. Pada awalnya mbah Darni yang akrab dipanggil mbah Ni ini sering sekali diminta para penduduk setempat untuk membuatkan tikar sebagai alas bagi mereka untuk tidur ataupun sekedar duduk-duduk santai di luar rumah pada saat matahari mulai gelap. Hal itu di mulai sekitar tahun 1959 Ketika itu masih banyak sekali para penduduk desa khususnya tidur dengan beralaskan tikar yang terbuat dari pandan tersebut dengan berselimutkan langit di malam yang sunyi. Kebiasaan itu juga ada diantara beberapa orang yang masih mengikutinya, akan tetapi ketika kondisi mereka sudah benar-benar tidak dapat menahan kantuk, mereka akan pindah ke dalam. Kulit yang mulai terlihat keriput itu tidak selincah ketika dimasa muda yang sebelumnya. Kondisi yang demikian menjadikan mbah Darni agak lamban dalam menganyam, walaupun demikian mbah Darni terlihat begitu menikmati ketika merajut lembaran-
58
lembaran daun pandan yang warnanya mulai memudar itu untuk diselesaikannya menjadi hamparan tikar yang dibutuhkan oleh semua orang. Selain membuat anyaman, mbah Darni juga ikut bercocok tanam di sawah. Keseharian mbah Darni tidak jauh berbeda dengan perempuan yang lain. Hanya saja mbah Darni memiliki keahlian yang tidak dimiliki oleh perempuan lain yang ada di sana. Dengan kondisinya yang semakin renta, mbah darni mulai mengajarkan keterampilan tersebut pada putrinya yang bernama Tatik. Ketika itu usia Tatik terbilang masih remaja, dengan usia yang masih terbilang muda membuat teman-temannya ingin belajar agar sama-sama bisa. Kasri dan Runi’ah yang terbiasa main kerumahnya mulai belajar dari Tatik, selain itu ibunya Kasri yang bernama Supiyah juga ikut belajar bersama putrinya. Dari itu merambah pada tetangga sekitar rumahnya Supiyah, yakni Maning, Wiji, siti, dan Dasemi. Sampai pada akhirnya teman-teman yang sebaya dengan Tatik pun mulai bisa membuat rajutan kecil yang digunakan untuk sekedar mainan. Melihat anak-anak yang mulai pandai tersebut para ibu-ibu juga ikut belajar, sampai pada akhirnya berkembang hampir seluruh penduduk menekuni jenis kerajinan tersebut sampai sekarang ini. Semua itu merupakan perubahan yang nampak pada perempuan desa Pamotan. Sepulangnya mereka membantu suami bekerja di sawah mereka dengan santai berkumpul dengan para
59
tetangga dan sesekali membicarakan orang lain sambil berpetualang mencari kutu yang bersembunyi dibalik rambut, masyarakat sekitar biasa menyebutnya dengan petan. Hal itu terkadang sampai beruntut, terkadang sampai ada tiga orang yang berderet di belakang. Maka dengan adanya kerajinan anyaman tersebut para perempuan tersebut mampu memanfaatkan tiap waktu luang yang ada untuk menghasilkan sebuah kerajinan tangan yang terbuat dari pandan untuk di jadikan lembaran tikar yang dapat bermanfaat bagi perekonomian mereka. Hidup di dalam lingkungan masyarakat akan senantiasa menemui perubahan-perubahan yang terkadang tidak kita sadari. Hal itu tak lain karena kehidupan sosial bukan merupakan barang cetakan yang langsung bisa dilihat hasilnya, melainkan suatu proses berkesinambungan yang selalu membaharu, bertumbuh kembang, dan berubah.44 Perubahan yang ada senantiasa terjadi di tiap kehidupan masyarakat, meskipun segala perubahan tersebut tidak senantiasa disadari oleh masyarakat. Semua berjalan seiring waktu yang bergulir. Hal tersebut terlihat pada tahun 1974 dimana pada tahun ini warga masyarakat mulai menekuni kerajinan anyaman tikar yang terbuat dari pandan. Walaupun pada tingkat penyebarannya pun masih relatif kecil. Dan harga tikar dengan lebar 1½ M dan panjangnya 2½ M ketika itu masih Rp 300,00 sampai Rp 500,00 per lembar. 44
Mudjia Rahardjo, Sosiologi Pedesaan Study Perubahan Sosial, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hal. 25
60
Seiring dengan bergulirnya waktu, dan kondisi perekonomian yang masih sulit membuat warga mempunyai keinginan untuk berusaha dapat menambah kebutuhan sehari-hari. Oleh sebab itu, tingkat perkembangan perempuan perajut mulai merambah pada anakanak yang berusia sekitar kurang lebih 10 tahun, hal ini terjadi pada tahun 1979 sampai pada tahun 1980. Di usia yang masih belia tersebut putri mereka sudah dibekali keterampilan tangan, yakni membuat anyaman tikar yang terbuat dari pandan. Sehingga sepulang dari sekolah ada diantaranya yang tengah asyik bermain dengan teman sebayanya, ada juga yang tengah asyik memainkan jari lentik mereka diantara lembaran daun pandan yang dirajut untuk menjadi sebuah lembaran tikar yang nantinya akan dapat mereka gunakan untuk sekedar uang saku ataupun membayar kebutuhan sekolah. Dengan demikian, walaupun masih sekolah mereka bisa membantu pekerjaan yang ada di rumah. Ketika itu, perkembangan warga yang menekuni karajinan anyaman tikar masih tergolong sedikit. Hanya para tetangga-tetangga yang berdekatan saja yang rajin, dan sesekali anak mereka pun membantu ketika pulang dari sekolah. Selain daripada itu, meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk juga mempengaruhi pada tingkat perekonomian warga masyarakat. Dari waktu ke waktu perkembangannya sudah mulai merambah dari rumah ke rumah. Hingga pada akhirnya akan mudah
61
dijumpai para perempuan yang tengah asyik menganyam tikar di teras rumah sambil ngemong, ada juga diantaranya yang bergerombol sambil ngerumpi. Akan tetapi mereka tatap asyik memainkan jemarinya untuk menyelesaikan lembaran-lembaran tikar yang ada ditangan mereka. Ketika itu, tingkat perkembangan penduduk yang menekuni kerajinan tersebut sedikit ada peningkatan. Namun sayang, penyebaran dan perekonomian yang mulai membaik harus tertimpa musibah pada tahun 1984, yakni pohon jati yang berdiri di hutan rajak wesi roboh dan mengenai pemukiman penduduk. Sampai diantaranya yang membuat pemukiman penduduk rusak parah. Dari musibah tersebut, jumlah perempuan pengrajin yang pada awalnya ada peningkatan, ketika itu mereka disibukkan untuk membantu mengatasi menyelesaikan masalah tersebut. Walaupun ada diantaranya yang tidak tertimpa musibah, kehidupan mereka yang terjalin rasa kekeluargaan yang tinggi menjadikan mereka semua senasib dan seperjuangan. Sampai pada akhirnya mereka saling bantu membantu satu sama lain. Dari kesibukan tersebut, aktifitas yang biasa dilakukan seusai bercocok tanam di sawah juga mulai terbengkelai. Secara tidak langsung pembuatan anyaman tikar pandan tersebut mulai terhambat. Pada waktu senggang disibukkan dengan berteman pandan, ternyata harus membantu warga yang tengah di timpa musibah.
62
Kondisi yang demikian membawa dampak yang sangat panjang bagi kehidupan warga masyarakat desa Pamotan. Sampai dibangunnya fasilitas infrastruktur jalan pada tahun 2000. Seiring dengan mudahnya jalur transportasi yang dilalui menjadikan masyarakat semakin bersemangat untuk terus membuat tikar. Penyebarannya pun berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Apalagi ketika melihat perubahannya pada tahun 2009 ini, dimana
sudah
hampir
seluruh
warga
masyarakat
memiliki
keterampilan menganyam. Selain itu, para perempuan tersebut sudah mampu tersenyum dengan uang yang ada di tangan. Hal itu menandai tikat yang mereka buat sudah terbeli dengan harga Rp 9000 sampai Rp 15.000 per lembar. Keberhasilan pengembangan masyarakat tersebut dapat dilihat dari keberdayaan dan kesawadayaan masyarakat yang menyangkut kemampuan mereka dalam mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga, kemampuan mengakses kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Berangkat dari kemampuan ekonomi tersebut masyarakat desa pamotan telah mampu menunjukkan perubahan dan kemampuan mereka miliki untuk tetap bergelut dengan lembaran-lembaran daun pandan. Motivasi yang dimiliki seakan menjadikan segala kemudahan bagi yang menjalani. Karena dengan adanya motifasi merupakan sebagai pondasi dalam bertindak, sehingga untuk melanjutkannya
63
hanya di butuhkan sebuah kemauan dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk mencapai apa yang diinginkan. Dari tersedianya bahan baku yang mudah di dapat dan berbekal kemampuan motifasi ekonomi yang mereka miliki begitu melekat dalam kehidupan mereka. Sehingga semangat tersebut senantiasa menyala. Dan dari itu juga yang nantinya akan mengantar para warga masyarakat di desa Pamotan untuk dapat mengakses kesejahteraan bagi kehidupan bersama.
C. Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yang menghasilkan data deskriptif. Untuk itu analisa yang digunakan juga deskriptif dengan pola pikir induksi deduksi. Dimana setelah peneliti melihat dan mengamati peristiwa yang ada didesa Pamotan ataupun datadata yang peneliti peroleh dari sana, baru setelah itu disimpulkan. Dan dari kesimpulan tersebut, peneliti juga kembali melihat peristiwa yang ada di desa Pamotan. Hal itu agar data yang di peroleh bisa saling melengkapi. Jika data yang diperoleh sudah dideskripsikan, maka hasil temuan dalam penelitian ini di cari relevansinya dengan teori yang sudah ada. Sehingga sebagai langkah selanjutnya dalam penulisan skripsi ini adalah membandingkan antara beberapa pertemuan yang diperoleh di lapangan dengan teori-teori yang ada relevansinya atau kesesuaiannya.
64
1. Sejarah awal mula tikar pandan menjadi sebuah instrumen pengembangan masyarakat Awal
mula
tikar
pandan
menjadi
sebuah
instrumen
pengembangan masyarakat, yakni berawal dari sulitnya kondisi perekonomian masyarakat menjadikan masyarakat beralih pada non pertanian khususnya pada komoditi kerajinan. Selain menjadi seorang petani, di waktu senggang mereka mengerjakan kerajinan tersebut. Bukan hanya kondisi perekonomian yang sulit, banyaknya tumbuhan pandan yang nantinya akan sia-sia menjadikan masyarakat berinisiatif untuk memanfaatkannya. Perubahan pada perekonomian masyarakat sudah bisa di rasakan dengan tercukupinya kebutuhan sehari-hari. Para warga mulai bisa merasakan makan dengan menggunakan nasi putih, ada juga diantaranya yang di campur dengan serubuk (jagung yang sudah kering di giling agak kasar) masyarakat biasa menyebutnya dengan nasi jagung. Meskipun dengan lauk yang ala kadarnya membuat masyarakat pada masa sekarang tetap mengingat bagaimana kehidupan mereka sebelum kerajinan tersebut merambah sedemikian luasnya. Sebagaimana yang tertera pada bagan time line berikut :
65
Time line (alur sejarah) Pada hari jum’at, tanggal 19 juni 2009 Dengan partisipan : Tatik, Andik, Nenik, Ida
Kejadian No 1. Dimulai pembuatan anyaman tikar pandan di
Tahun 1974
tahun ini, harga tikar sangatlah sedikit. 1 lembar seharga Rp 300,00.- sampai dengan Rp 500,00.2.
Ditahun ini harga mulai naik dan orang-orang
1979
bertambah banyak yang membuat tikar. Dari nenek-nenek hingga anak-anak yang berumur ± 10 tahun. 3.
Pertumbuhan penduduk tahun ini semakin
1980
bertambah banyak, hingga membawa dampak pada perekonomian dengan adanya anyaman tikar. 4.
Pada tahun ini perkembangan mulai menurun,
1984
karena adanya bencana robohnya kayu yang menimpa pemukiman penduduk. 5.
Pada saat inilah perkembangan penduduk disini
2000
sangatlah berkembang pesat. Perekonomian semakin
meningkat,
karena
mulai
ada
pembangunan jalan. 6.
Penduduk disini sangatlah tenteram, karena harga tikar semakin meningkat dari Rp 9000 sampai dengan Rp 15.000
66
2007 - 2009
Perkembangan yang nampak pada time line tersebut tidak mudah melaju begitu saja, semua itu tidak terlepas dengan adanya perjuangan masa lalu. Pengembangan masyarakat yang terjadi merupakan sebuah usaha bersama untuk meningkatkan kehidupan manusia.
Selain
development)
itu,
juga
pengembangan
bisa
masyarakat
didefinisikan
sebagai
(community pertumbuhan,
perkembangan, dan kemajuan masyarakat lingkungan dalam aspek material dan spiritual tanpa merombak keutuhan komunitas dalam proses perubahannya. Aspek material yang nampak yakni pada perekonomian yang di capai, sedangkan spiritual yang ada yakni dengan menjalankan kebebasan beragama dan senantiasa saling mengingatkan dalam beribadah sebagai wujud rasa syukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya. Keutuhan komunitas di pandang sebagai persekutuan hidup atas sekelompok manusia dengan karakteristik terikat pada interaksi sosial, mempunyai rasa kebersamaan berdasarkan genelaogis dan kepentingan bersama, bergabung dalam satu identitas tertentu, taat pada norma-norma kebersamaan, menghormati hak dan tanggung jawab berdasarkan kepentingan bersama, memiliki kohesi yang kuat, dan menempati lingkungan hidup yang terbatas. Dengan demikian, segala perubahan yang ada di desa Pamotan pada
sekarang
merupakan
akibat
dari
adanya
masa
lalu.
Pengembangan itupun tidak akan terjadi jika tidak adanya kesadaran
67
yang dapat memunculkan sebuah keinginan untuk berubah ataupun mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sedangkan keutuhan komunitas yang ada, adalah wujud dari sebuah kebersamaan masyarakat yang miliki sebuah keinginan yang kuat demi tanggung jawab bersama untuk memikul beban berat keluarga agar sesama warga masyarakat saling memberikan semangat dan dorongan yang kuat hingga terciptalah sebuah perubahan. Segala sesuatu memang berawal dari yang terkecil untuk menjadi sesuatu yang lebih besar nantinya.
2. Proses-proses pengembangan yang terjadi Proses pengembangan merupakan sebuah proses yang sangat panjang hingga sampai pada akhirnya menuju pada sebuah perubahan ataupun pada perkembangan masyarakat seutuhnya. Diawali dengan sebuah proses, berarti segala sesuatu dimulai dari hal yang terkecil dahulu dan biasanya dilakukan secara bertahap. Begitupun yang terjadi dengan perkembangan yang terjadi di desa Pamotan. Perkembangan kerajinan tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan, ataupun disamakan dengan sekedar pembuatan sebuah roti kering yang ringan sampai pada tahap menunggu matang. Sebagaimana yang nampak pada bagan trend and change maka akan dapat dilihat mengenai alur kecenderungan perubahan masyarakat dari waktu ke waktu.
68
Trend and Change (Bagan Perubahan dan Kecenderungan) Pada hari jum’at, tanggal 19 juni 2009 Dengan partisipan : Tatik, Andik, Nenik, Ida
1974 Pembuatan tikar pandan
o
1979 1984 1989 1994 1999 2004 2009 ooo
ooo
oo
oo
oo
ooo
oooo
oo
oo
oo
oo
ooo
oooo oo
Berdasarkan
kesepakatan
warga
untuk
memberi
tanda
lingkaran kecil pada tiap kolom. Semakin banyak lingkaran yang ada menunjukkan pada tingkat perubahan yang terjadi di masyarakat. Jadi, semakin banyak kolom yang tertulis menunjukkan perubahan bahwa semakin banyak orang yang membuat anyaman tikar. Jika kolom yang diisi dengan jumlah lingkaran yang sama, berarti dari tahun ke tahun tingkat perubahannya tidak jauh beda, yakni orang yang menekuni kerajinan tersebut bisa di bilang labil. Semakin sedikit jumlah lingkaran yang ada pada kolom, berarti tingkat perubahannya masih minim atau kecil, yakni pengrajin tikar tidak terlalu banyak. Sebuah proses yang berawal dari seorang Mbah Darni hingga sampai pada akhirnya berkembang hampir seluruh warga masyarakat Pamotan. Ketika itu mbah Darni juga sama seperti perempuan lain pada umumnya. Mbah Darni juga berkeluarga, tentu saja tidak bisa
69
lepas dari apa yang disebut sebagai tugas menjadi seorang ataupun menjadi seorang istri yang baik bagi suaminya. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Midgley bahwa terdapat 3 strategi dalam pembangunan sosial, yang beberapa diantaranya yakni melalui individu (tanpa menunjuk jenis kelamin). Individu-individu dalam masyarakat secara swadaya membentuk usaha pelayanan masyarakat untuk memberdayakan masyarakat. Sosok Mbah Darni sebagai seorang individu yang dapat menjadikan masyarakat secara
swadaya
mampu
mencukupi
kebutuhannya
dengan
mengandalkan keterampilan yang telah di miliki. Dengan bekal keterampilan yang ditularkan oleh Mbah Darni kepada putrinya yang bernama Tatik, dan temannya Kasri dan Runi’ah yang terbiasa main kerumahnya mulai belajar dari Tatik, selain itu ibunya Kasri yang bernama Supiyah juga ikut belajar bersama putrinya. Dari itu merambah pada tetangga sekitar rumahnya Supiyah, yakni Maning, Wiji, Siti, dan Dasemi mulai ikut bergabung. Sampai pada akhirnya teman-teman yang sebaya dengan Tatik pun mulai bisa membuat rajutan kecil yang digunakan untuk sekedar mainan. Melihat anak-anak yang mulai pandai tersebut para ibu-ibu juga ikut belajar, sampai pada akhirnya berkembang hampir seluruh penduduk menekuni jenis kerajinan tersebut sampai terbentuk menjadi kelompok, yakni hampir seluruhnya warga masyarakat menekuni kerajinan anyaman tikar yang terbuat dari daun pandan tersebut.
70
Melalui komunitas, kelompok masyarakat secara bersama-sama berupaya mengembangkan komunitas lokalnya. Sebagai warga desa yang sangat tinggi akan tingkat solidaritasnya menjadikan warga saling bahu membahu untuk mengajarkan pada para perempuan yang belum memiliki bekal keterampilan tersebut sampai rata-rata perempuan yang ada di sana dapat membuat anyaman tikar yang terbuat dari pandan. Sehingga komunitas lokal yang ada di masyarakat dapat berkembang sampai sedemikian pesatnya. Komunitas lokal yang di dalamnya adalah individu-individu yang secara swadaya mengajarkan pada para perempuan atau pun para generasi penerus selanjutnya untuk menjadikan mereka berdaya atas kemampuan yang mereka miliki. Yakni dengan mengajarkan keterampilan membuat anyaman tikar pandan pada mereka. Proses pengembangan masyarakat yang terjadi di Desa Pamotan berawal dari seorang individu yang mengajarkan pada masyarakat agar secara swadaya mereka percaya bahwa kemmpuan keterampilan yang mereka miliki dapat di gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang sangat mereka cintai. Dari kecil perempuan yang ada di Pamotan sudah di bekali keterampilan menganyam, selain untuk bekal ketika anak mereka dewasa nanti. Dari bekal keterampilan yang di dapat akan menjadikan anak-anak tersebut secara tidak langsung belajar untuk bekerja, yakni sekedar untuk tambahan uang saku sekolah.
71
Mbah Darni tidak seperti perempuan desa Pamotan pada umumnya. Jika perempuan desa Pamotan yang lain tengah bergerombol untuk membicarakan aib tetangga mereka, dan sesekali ada diantaranya sedang duduk santai berderet sambil mencari kutu yang ada di rambut, warga biasa menyebutnya dengan petan ataupun sekedar beristirahat di rumah untuk mengusir lelah yang menyerang. Mbah
Darni
dengan
terampil
memainkan
jemarinya
untuk
menyelesaikan lembaran tikar yang akan di jual. Seiring dengan berjalannya waktu, warga yang rumahnya berdekatan Mbah Darni mulai belajar membuat anyaman tikar yang berbahan dasar dari pandan. Karena letaknya yang tidak jauh dari hutan dan tempat tumbuhnya pandan tersebut, maka warga tidak harus bersusah payah untuk mencari bahan komoditi kerajinan tersebut. Untuk memudahkan dalam memahami tingkat perubahan yang terjadi, sebagimana trend and change yang telah tertera sebelumnya. Maka dapat
pula
di
lihat
pada
sebuah
piramida
terbalik
untuk
menggambarkan pengembangan masyarakat yang terjadi dari individuindividu yang secara swadaya mampu menjadikan menjadikan komunitasnya lokal yang dimiliki semakin berdaya dan berkembang ke masyarakat.
72
Masyarakat Wiji,Siti,Dasemi Supiyah,Maning Kasri & Runi’ah Tatik Darni
Dari piramida terbalik tersebut dapat diketahui dengan jelas, bahwa proses pengembangan masyarakat yang terjadi berawal dari seorang individu yang di kenal dengan sebutan Mbah Darni secara swadaya mampu mengajarkan keterampilan yang dimiliki sampai membentuk sebuah komunitas lokal yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal itu dilakukan secara bertahap sampai membentuk sebuah komunitas lokal yang dimiliki semakin berkembang dan terbentuk menjadi sebuah cluster. Sebagai seorang perempuan yang memiliki tugas ganda, yakni selain menjadi seorang ibu, dan istri yang baik. Juga dapat membantu suami mencari pendapatan keluarga. Hal tersebut lantas tidak harus menjadikan para perempuan memiliki kebebasan yang sepenuhnya. Hal ini nampak pada keseharian perempuan yang ada di desa Pamotan. Mereka bisa dengan leluasa mengembangkan minat dan bakat mereka
73
untuk menganyam tikar, yang nantinya akan mampu membawa pada perekonomian keluarga. Pengembangan masyarakat dalam menekuni kerajinan yang terjadi didesa Pamotan tidak menjadikan para perempuan untuk memiliki kebebasan dalam segala hal. Para perempuan tersebut tetap beraktifitas seperti perempuan pada umumnya, akan tetapi mereka memiliki sebuah ruang gerak atau dapat membantu suami dalam mencari nafkah untuk keluarga, tanpa meninggalkan kewajiban mereka sebagai seorang ibu dan istri yang bagi kehidupan rumah tangganya. Sehingga dari itu akan semakin memahami segala yang menjadi kebutuhan bersama dan mana yang harus di dahulukan. Antara kebebasan yang seutuhnya untuk tetap berkarya ataukah menjadi perempuan yang bebas tetapi masih senantiasa berada pada lingkungan keluarga. Sehingga jam aktifitas untuk kepentingan pekerjaan dapat selaras dengan tanggung jawab yang dipikul sebagai ibu dan istri yang baik. Perempuan desa Pamotan merupakan seorang perempuan yang memiliki ruang gerak untuk tetap berkarya menjadi pengrajin tikar dari pandan sebagai wujud kebebasan yang mereka miliki untuk membantu sang suami mencari nafkah, dan pada akhirnya digunakan dalam kepentingan bersama. Semangat yang mereka miliki akan mampu membawa pada pengembangan masyarakat seutuhnya. Perkembanganperkembangan yang ada dimulai dengan adanya bahan baku yang
74
tersedia, yakni pandan yang banyak tumbuh dan di tanam oleh masyarakat. Dapat menjadikan tikar pandan tersebut sebagai sebuah instrumen pengembangan masyarakat. Pandan di gunakan sebagai instrumen pengembangan masyarakat yang ada di sana karena banyak tersedianya tumbuhan pandan, dan untuk membuatnya menjadi sebuah tikar, masyarakat tidak begitu kesulitan. Hanya minat dan kemauan yang mendorong untuk tetap bersemangat mencari pengahasilan lain selain menjadi seorang petani. Pengembangan masyarakat yang terjadi merupakan usaha bersama yang mereka bina dengan segala keteguhan hati sebagai warga
masyarakat
desa
yang
mempunyai
rasa
senasib
sepenanggungan. Karena pada dasarnya manusia itu bersaudara. Selain itu perintah agama untuk saling membantu sesama dalam hal kebaikan akan dapat menuju pada perubahan kehidupan yang lebih baik. Allah SWT tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, dimana yang berbeda dari keduanya hanyalah pada tingkat ketaqwaannya saja. Dengan demikian, tujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat hidup lebih baik dalam arti mutu dan kualitas akan dapat tercapai. Sehingga kehidupan duniawi bisa selaras dengan kehidupan akhirat, walaupun sama-sama bekerja, tetapi untuk ibadah juga tidak di tinggalkan. Dengan tercapainya sebuah kesejahteraan masyarakat, akan mewujudkan sebuah komunitas warga masyarakat pedesaan yang
75
senantiasa terjaga nilai-nilai persaudaraannya. Selain itu, komunitas lokal yang mereka miliki akan dapat berkembang menjadi sebuah perubahan pada pengembangan masyarakat yang memiliki sebuah keinginan untuk kebahagiaan dan kesejahteraan bersama.
76
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan Dari seluruh uraian dalam penelitian skripsi ini, maka peneliti mencoba memberikan kesimpulan sebagai intisari dari penelitian tentang sejarah awal mula tikar pandan menjadi sebuah instrumen pengembangan masyarakat, dan proses-proses pengembangan yang terjadi di desa Pamotan, kecamatan Sambeng, kabupaten Lamongan. Awal pengembangan
mula
tikar
masyarakat
pandan dilakukan
menjadi karena
sebuah sulitnya
instrumen kondisi
perekonomian masyarakat. Mereka berusaha memperoleh kehidupan yang lebih baik dan kesejahteraan bersama dengan memanfaatkan segala yang telah tersedia di kampung halamannya sendiri. Tumbuhan pandan tersebut banyak tumbuh di sekitar hutan dan areal persawahan yang mereka miliki. Didorong dengan adanya motifasi untuk terus berusaha mendapatkan hidup lebih baik lagi yang menjadikan mereka semua tetap bertahan menjadi pengrajin anyaman tikar pandan sampai sekarang. Selain itu, proses-proses pengembangan yang terjadi bermula dari bekal keterampilan yang ditularkan oleh Mbah Darni kepada putrinya yang bernama Tatik, dan temannya Kasri dan Runi’ah yang terbiasa main kerumahnya mulai belajar dari Tatik, selain itu ibunya Kasri yang bernama Supiyah juga ikut belajar bersama putrinya. Dari itu merambah pada
77
tetangga sekitar rumahnya Supiyah, yakni Maning, Wiji, Siti, dan Dasemi mulai ikut bergabung. Sampai pada akhirnya teman-teman yang sebaya dengan Tatik pun mulai bisa membuat rajutan kecil yang digunakan untuk sekedar mainan. Melihat anak-anak yang mulai pandai tersebut para ibuibu juga ikut belajar, sampai pada akhirnya berkembang hampir seluruh warga masyarakat menekuni jenis kerajinan tersebut sampai terbentuk menjadi kelompok, yakni hampir seluruhnya warga masyarakat menekuni kerajinan anyaman tikar yang terbuat dari daun pandan tersebut. Para perempuan tersebut selain menjadi pengrajin, mereka juga bertani dan mengerjakan tugas mereka sebagai seorang ibu serta istri yang baik bagi keluarga. Para perempuan tersebut tergolong pada para perempuan yang tangguh, walaupun tetap bebas akan tetapi tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai ibu dan istri yang baik bagi keluarga mereka. Sehingga semuanya senantiasa berjalan berdampingan dan beriringan.
B. Penutup Alhamdulillah, dengan segala rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas taufiq dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan pada diri penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam penyusunan skripsi yang sederhana ini tepat pada waktunya. Penulis mengakui dan menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Hal ini
78
dikarenakan keterbatasan, dan sangat dangkalnya ilmu pengetahuan yang ada pada diri penulis. Untuk itu, sumbangsih dari pembaca sekalian akan menjadikan kesempurnaan untuk penelitian di masa yang akan datang. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri penulis khususnya, dan bagi pada para pembaca pada umumnya, serta senantiasa mendapatkan ridho Allah SWT, dan syafa’at Rasulullah SAW. Amin ya Robbal alamin.
79
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemah, Bandung: PT Syamiil Cipta Media, 2005 Assegaf, Abd. Rachman, Desain Riset Sosial-Keagamaan pendekatan integrative-interkonektif, Yogyakarta: Gramedia, 2007 Asy’ari, Sapari Imam, Sosiologi, Sidoarjo: Muhammadiyah University Press, 2004 Branen, Julia. Memadu Metode Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif, Yogyakarta: pustaka pelajar, 1999 Ihromi, T. O, Kajian Wanita Dalam Pembangunan, Jakarta: Obor Indonesia, 1995 Ihromi,Tapi, Omas, Para Ibu Yang Berperan Tunggal dan Yang Berperan Ganda: kelompok studi wanita fisip – UI, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1990 Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia, Jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi Universitas Indonesia, 1984 Moeleong, Lexy J. Metode penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001 Mubyarto, Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan Yogyakarta: BPFE, 1993 Prayitno, Hadi, Pembangunan Ekonomi Desa, Yogyakarta: BPFE, 1987 Rahardjo, Mudjia, Sosiologi Pedesaan Study Perubahan Sosial, Malang: UIN Malang Press, 2007 Rohmaniyah, Inayah, Meninjau Ulang Wacana Spiritualitas dan Perempuan, Musawa, vol. 6 no. 2 juli, 2008 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D Bandung: IKAPI, 2008 Suhartini. Rr, Pemberdayaan Perempuan, dalam Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Paradigma Aksi Metodologi, Moh. Ali Aziz, (ed) Yogyakarta: PT LKiS pelangi Aksara, 2005
80
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Bandung: Refika Aditama, 2005 Suprihatin, Sri Emi Yuli, Menggagas Pendidikan Entrepeneurr dan Perempuan Mandiri, Musawa vol.6, no 1 Januari 2008. Sugihen, Bahreint, Sosiologi Pedesaan suatu pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997 Sustainable Development Education Center SUSDEC, Belajar Bersama Masyarakat, Surakarta: LPTP, 2004 http://72.14.235.132/search, Kontribusi wanita dalam aktivitas ekonomi dan aktivitas rumah tagga, di akses pada tanggal 02 april 2009 http://fib.ugm.ac.id, Ilmu Sejarah, di akses pada tanggal 08 mei 2009 http://72.14.235.132/search, Perempuan dan Pembatasan Kiprahnya, diakses pada tanggal 02 April 2009 http://www.chaidir.com, Hari Perempuan, di akses pada tanggal 13 mei 2009 http://www.unsjournals.com, Kajian Etnobotani Pandan Samak (Pandanus Odoratissimus): Pemanfaatan dan Peranannya dalam Usaha Menunjang Penghasilan Keluarga di Ujung Kulon Banten, di akses pada tanggal 27 mei 2009 http://kreasitha.blogspot.com, Bahan Material yang sering diJadikan Mores atau Bahan Baku Kerajinan Anyaman, diakses pada tanggal 20 mei 2009 http://74.125.153.132/search?q, Penyebaran pandan di jawa timur, di akses pada tanggal 27 mei 2009 http/islamkuno.com, Sepotong tentang Pengembangan Masyarakat, diakses pada tanggal 08 mei 2009
81