BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Korea (한국어/조선말) adalah bahasa yang paling luas digunakan di Korea, dan merupakan bahasa resmi Korea Selatan. Secara keseluruhan terdapat sekitar 78 juta penutur bahasa Korea di seluruh dunia termasuk kelompok-kelompok besar di Uni Soviet, AS, Kanada dan Jepang. Di Korea Selatan, bahasa yang paling sering disebut Hangungmal (한국말; 韩国 말), atau lebih formal, Hangugeo (한국어; 韩国 语) atau Gugeo (국어; 国语, harfiah "bahasa nasional"). Bangsa korea merupakan bangsa yang menjunjung tinggi asas kesopanan dan etika dalam berkomunikasi, terutama tehadap orang yang lebih tua. Masyarakat korea masih dipengaruhi oleh sistem hierarki sosial konfusianisme yang menciptakan hubungan vertikal antara satu dengan yang lain. Dalam kaitannya dengan cara bertindak dan berbahasa, hubungan antarperorangan dalam interaksi sosial di korea masih mementingkan masalah posisi dan jabatan. Hal itu tampak jelas ketika mereka berkomunikasi. Hubungan yang erat antara bahasa dan kebudayaan ini tidak jarang menjadi perdebatan di kalangan para linguis yang mempersoalkan hubungan bahasa dan kebudayaan sebagai hubungan subordinatif, yaitu bahasa berada di bawah ruang lingkup kebudayaan atau hubungan koordinatif, yaitu bahasa dan kebudayaan memiliki hubungan yang sederajat. Tanpa mempersoalkan apakah hubungan bahasa dan kebudayaan itu subordinatif atau hubungan koordinatif, tetapi satu hal
1
2
yang tidak dapat dipungkiri bahwa antara bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang identik dengan manusia. Kebudayaan mengatur hubungan sosial dan interaksi manusia dalam bermasyarakat dan bahasa menjadi sarana yang digunakan di dalam berlangsungnya hubungan sosial dan interaksi tersebut. Cara paling mudah untuk mengamati proses kebahasaan dan kebudayaan dari bangsa Korea selain dengan mengamati secara langsung ialah melalui film korea maupun drama korea. Dalam film atau drama korea penonton dapat secara langsung melihat dan mengamati tutur bahasa, penggunaan bentuk-bentuk sapaan, penggunaan intonasi, kapan giliran berbicara, serta bagaimana gerakan tubuh/mimik tokoh-tokoh tersebut. Drama Korea (한국드라마) merupakan drama yang mengacu pada drama televisi yang diproduksi dalam bahasa Korea. Dewasa ini drama Korea semakin populer di seluruh Asia dan telah memberi kontribusi pada fenomena umum gelombang Korea , yang dikenal sebagai "Hallyu", dan juga "Demam Drama" di beberapa negara. Drama Korea juga populer di bagian lain dunia seperti Amerika Latin dan Timur Tengah.
Secara umum, ada dua genre utama drama Korea. Genre pertama menyerupai opera sabun barat. Drama ini biasanya melibatkan konflik terkait dengan hubungan, tawar-menawar uang, hubungan antara mertua (biasanya antara ibu dan anak/menantu perempuan). Selain itu, mereka sering termasuk rumit cinta segitiga dimana pahlawan wanita biasanya jatuh cinta dengan seorang "anak nakal" karakter utama yang menganiaya dirinya. Drama ini berlangsung dari 16 episode ke lebih dari 100 (paling sering tidak melebihi 200).
3
Genre utama lainnya adalah drama sejarah Korea (juga dikenal sebagai sa geuk), yang merupakan dramatisasi fiksi sejarah Korea. Drama sejarah Korea biasanya melibatkan alur cerita yang sangat kompleks dengan kostum yang rumit, set dan efek khusus. Seni bela diri, pertarungan pedang dan kuda sering komponen besar dari drama sejarah Korea juga. Drama Korea, drama sejarah atau drama modern, biasanya ditandai dengan kualitas produksi yang sangat baik, pendalaman karakter yang baik dan naskah yang cerdas, tetapi sebagian besar bergantung pada penggunaan karakter pola dasar. Namun seiring dengan perkembangannya drama korea mulai merambah ke genre lainnya, salah satunya ialah drama yang bertemakan misteri dan kriminalitas. Drama God’s Quiz merupakan drama yang bertemakan misteri kejahatan medis. Kejahatan Medis adalah sebuah tindakan ilegal dalam bidang hukum medis. Drama ini menceritakan tentang seorang dokter muda jenius (Han Jin Woo) yang dipindah tugaskan ke bagian Kantor pemeriksa bagian forensik yang khusus menangani penyakit-penyakit yang langka. Tema mengenai kejahatan medis merupakan hal yang baru dalam dunia drama di korea. Drama ini ditayangkan di saluran TV baru yang bernama OCN yang khusus menayangkan serial-serial misteri, detektif layaknya Fox Crime di Amerika.
Tema kejahatan medis merupakan tema yang jarang sekali dipakai dalam suatu drama. Drama ini juga memberi banyak informasi mengenai penyakitpenyakit yang tidak lumrah, langka sekaligus aneh sehingga dapat menjadi pengetahuan bagi para penontonnya. Selain itu, adanya berbagai komunitas sosial
4
yang muncul di dalam drama ini membuat objek-objek yang dapat diteliti semakin bervariasi. Fenomena kebahasaan ini tentu saja menarik untuk diteliti karena dapat menambah wawasan keilmuan linguistik saat ini. Hal ini yang kemudian memotivasi peneliti untuk mengkaji tentang kesantunan berbahasa dalam serial drama korea God’s Quiz dengan mengangkat judul Kesantunan Berbahasa TokohTokoh dalam Serial Drama God’s Quiz.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pematuhan prinsip kesantunan yang dilakukan oleh tokohtokoh dalam serial drama God’s Quiz? 2. Bagaimanakah pelanggaran prinsip kesantunan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Menguraikan maksim-maksim prinsip kesantunan yang dipatuhi oleh tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz. 2. Menguraikan maksim-maksim prinsip kesantunan yang dilanggar oleh tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Untuk kajian linguistik, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data tentang penelitian bahasa-bahasa honorifik dalam bahasa Korea.
5
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendokumetasikan nilai-nilai kesantunan yang dituturkan dalam Drama God’s Quiz sebagai cerminan dari kesantunan Masyarakat Korea.
1.5 Tinjauan Pustaka Kesantunan kalimat perintah bahasa perancis dalam novel La Bete Humaine karya Emile Zola oleh Yessi Fitri Lia. Memaparkan bentuk ungkapan kesantunan kalimat perintah (imperatif) Bahasa perancis yang tedapat dalam novel La Bete Hamaine karya Emile Zola, kemudian menjelaskan fungsi kesantunan kalimat perintah (imperatif) Bahasa Perancis dalam novel yang sama. Mendeskripsikan serta menjelaskan tingkatan kesantunan kalimat perintah (imperatif) Bahasa perancis yang masih terdapat dalam novel yang sama. Kesimpulan yang dapat di ambil dari penelitian yang di lakukan oleh Yessi Fitri Lia ialah 1). Dalam novel La Bete Humaine terdapat tiga bentuk kesantunan kalimat perintah (imperatif) Bahasa Perancis. 2). Beberapa fungsi bahasa ditemukan dalam penggunaan kesantunan tuturan negatif. 3). Terdapat tiga tingkatan kesantunan kalimat perintah (imperatif) Bahasa Perancis dalam novel La Bete Humaine karya Emile Zola.
1.6 Ruang Lingkup Masalah Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini hanya terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
6
1. Tuturan tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz yang mengandung kesantunan. 2. Tuturan tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz yang mengandung pelanggaran dari prinsip kesantunan.
1.7 Landasan Teori Sosiopragmatik merupakan telaah mengenai kondisi-kondisi atau kondisikondisi „lokal‟ yang lebih khusus ini jelas terlihat bahwa Prinsip Kerjasama dan Prinsip Kesopanan berlangsung secara berubah-ubah dalam kebudayaan yang berbeda-beda, dalam situasi sosial yang berbeda-beda dan sebagainya. Dengan perkataan lain, sosiopragmatik merupakan tapal batas sosiologis pragmatik. Jadi, jelas disini betapa erat hubungan antara
sosiopragmatik dengan sosiologi
(Tarigan, 1990:26). Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan bahasa itu digunakan di dalam komunikasi. Pragmatik yang menjadi latar kajian ini adalah pragmatik tradisi kontinental. Dasar pertimbangannya adalah bahwa analisis pragmatik kontinental, sebagaimana ditunjukkan, misalnya, oleh Schiffrin (1994) memiliki jangkauan kajian, yakni mencakup tindakan dan konteks (Ruhendi, 2003 dalam artikel artikulasi). Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan/laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain merupakan telaah mengenai kemampuan berbahasa yang menghubungkan serta
7
menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat (Levinson dalam Tarigan, 1990:33).
1.7.1
Prinsip Kesantunan Berbahasa
1. Definisi Kesantunan Dalam KBBI edisi ketiga (1990) dijelaskan yang dimaksud dengan kesantunan adalah kehalusan dan baik (budi bahasanya, tingkah lakunya). Kesantunan merupakan aturan perilaku yang ditetapkan dan disepakati bersama oleh suatu masyarakat tertentu sehingga kesantunan sekaligus menjadi prasyarat yang disepakati oleh perilaku sosial. Oleh karena itu, kesantunan ini biasa disebut "tatakrama". Kesantunan bersifat relatif di dalam masyarakat. Ujaran tertentu bisa dikatakan santun di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu, akan tetapi dikelompok masyarakat lain bisa dikatakan tidak santun. Menurut Zamzani,dkk. (2010: 2) kesantunan (politeness) merupakan perilaku yang diekspresikan dengan cara yang baik atau beretika. Kesantunan merupakan fenomena kultural, sehingga apa yang dianggap santun oleh suatu kultur mungkin tidak demikian halnya dengan kultur yang lain. Tujuan kesantunan, termasuk kesantunan berbahasa, adalah membuat suasana berinteraksi menyenangkan, tidak mengancam muka dan efektif.
2. Kesantunan Berbahasa Kesantunan berbahasa tercermin dalam tatacara berkomunikasi lewat tanda verbal atau tatacara berbahasa. Ketika berkomunikasi, kita tunduk pada norma -
8
norma budaya, tidak hanya sekedar menyampaikan ide yang kita pikirkan. Tatacara berbahasa harus sesuai dengan unsur-unsur budaya yang ada dalam masyarakat
tempat
hidup
dan
dipergunakannya
suatu
bahasa
dalam
berkomunikasi. Apabila tatacara berbahasa seseorang tidak sesuai dengan normanorma budaya, maka ia akan mendapatkan nilai negatif, misalnya dituduh sebagai orang yang sombong, angkuh, tak acuh, egois, tidak beradat, bahkan tidak berbudaya. Kesantunan berbahasa dapat dilakukan dengan cara pelaku tutur mematuhi prinsip sopan santun berbahasa yang berlaku di masyarakat pemakai bahasa itu. Jadi, diharapkan pelaku tutur dalam bertutur dengan mitra tuturnya untuk tidak mengabaikan prinsip sopan santun. Hal ini untuk menjaga hubungan baik dengan mitra tuturnya. 3. Prinsip Kesantunan Leech Prinsip kesantunan menurut Leech (1993) menyangkut hubungan antara peserta komunikasi, yaitu penutur dan pendengar. Oleh sebab itulah mereka menggunakan strategi dalam mengajarkan suatu tuturan dengan tujuan agar kalimat yang dituturkan santun tanpa menyinggung pendengar. Prinsip kesantunan adalah peraturan dalam percakapan yang mengatur penutur (penyapa) dan petutur (pesapa) untuk memperhatikan sopan santun dalam percakapan. Leech (1993) membahas teori kesantunan dengan menitikberatkan atas dasar nosi, (1) biaya/cost dan keuntungan/benefit, (2) kesetujuan/agreement, (3) pujian/approbation, (4) simpati/antipati. Leech (1993) sendiri mendefinisikan
9
prinsip kesantunan yaitu dengan cara meminimalkan ungkapan yang kita yakini tidak santun. Ada enam maksim menurut Leech (1993) yakni: 1) Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) Rahardi (2005: 60) mengungkapkan gagasan dasar dalam maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. Orang bertutur yang berpegang dan melaksanakan maksim kebijaksanaan akan dapat dikatakan sebagai orang santun. Wijana (1996: 56) menambahkan bahwa semakin panjang tuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang itu untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Demikian pula tuturan yang diutarakan secara tidak langsung lazimnya lebih sopan dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara langsung. Dalam maksim kebijaksanaan ini, Leech (1993: 206) menggunakan istilah maksim kearifan. 2) Maksim Penerimaan (Approbation Maxim) Menurut Wijana (1996: 57) maksim penerimaan ini diutarakan dengan kalimat ekspresif dan kalimat asertif. Nadar (2009:30) memberikan contoh tuturan ekspresif yakni mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, memuji, dan mengungkapkan bela sungkawa. Dalam maksim ini menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain. Rahardi (2005:63) menambahkan, dalam maksim penerimaan dijelaskan bahwa orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan
10
kepada pihak lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak lain. 3) Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) Menurut Leech (1993: 209) maksud dari maksim kedermawanan ini adalah buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. Rahardi (2005: 61) mengatakan bahwa dengan maksim kedermawanan atau maksim kemurahan hati, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya
sendiri dan
memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. 4) Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) Rahardi (2005: 63) mengatakan bahwa di dalam maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia, kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. Wijana (1996: 58) mengatakan maksim kerendahan hati ini diungkapkan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Bila maksim kemurahan atau penghargaan berpusat pada orang lain, maksim kerendahan hati berpusat pada diri sendiri. Maksim ini menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. 5) Maksim Kesepakatan/Kecocokan (Agreement Maxim)
11
Menurut Rahardi (2005: 64) dalam maksim ini, ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kesepakatan atau kecocokan antara diri penutur dan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka akan dapat dikatakan bersikap santun. Wijana (1996: 59) menggunakan istilah maksim kecocokan dalam maksim kesepakatan ini. Maksim kesepakatan ini diungkapkan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Maksim kesepakatan menggariskan setiap penutur dan lawan tutur untuk memaksimalkan kecocokan di antara mereka, dan meminimalkan ketidakcocokan di antara mereka. 6) Maksim Kesimpatian (Sympath Maxim) Leech (1993: 207) mengatakan di dalam maksim ini diharapkan agar para peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak lainnya. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Orang yang bersikap antipati terhadap orang lain, apalagi sampai bersikap sinis terhadap pihak lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun di dalam masyarakat (Rahardi, 2005:65). Menurut Wijana (1996: 60), jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur mendapatkan kesusahan, atau musibah, penutur layak turut berduka, atau mengutarakan ucapan bela sungkawa sebagai tanda kesimpatian. Maksim
yang
berskala
dua
kutub
karena
berhubungan
keuntungan/kerugian diri sendiri dan orang lain (Wijana, 1996: 55-60). 1. Maksim yang berpusat pada orang lain.
dengan
12
a. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) b. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) 2. Maksim yang berpusat pada diri sendiri. a. Maksim Penerimaan (Approbation Maxim) b. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim). Maksim yang berskala satu kutub karena berhubungan dengan penilaian buruk bagi penutur terhadap dirinya sendiri/orang lain. 1. Maksim Penerimaan (Approbation Maxim) 2. Maksim Kesimpatian (Sympath Maxim) Beberapa contoh pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan dapat dilihat sebagai berikut 1. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) Setiap peserta pertuturan meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Contoh pematuhan: + : Mari saya bawakan buku Anda. - : Jangan tidak usah (Wijana, 1996: 56) Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, kesantunan dalam bertutur dapat dilakukan apabila maksim kebijaksanaan dilaksanakan dengan baik. 2. Maksim Penerimaan (Approbation Maxim)
13
Diutarakan dengan kalimat ekspresif dan asertif agar setiap penutur sedapat mungkin menghindari mengatakan sesuatu yang tidak mengenakan orang lain, terutama kepada orang yang diajak bicara (lawan tutur). Contoh pematuhan : + : Penampilannya bagus sekali! - : Ya, memang! (Leech, 1993:212)
Dengan perkataan lain, menurut maksim ini, bahwa orang dianggap santun dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada orang lain. Dengan maksim ini, diharapkan agar peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci, atau saling merendahkan pihak yang lain. 3. Maksim Kedermawanan (Generosity Maxim) Dengan maksim kedermawanan ini, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan ini akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Tidak hanya dalam menyuruh dan menawarkan sesuatu seseorang harus berlaku santun, tetapi di dalam mengungkapkan perasaan, dan menyatakan pendapat ia tetap diwajibkan berperilaku demikian (Wijana, 1996: 55-60). Contoh Pematuhan : + : Kamu harus datang dan makan malam di rumah kami - : Ah, terima kasih. (Leech, 1993: 209)
14
4. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim) Diungkapkan dengan kalimat ekspresif dan asertif. Bila kemurahan hati berpusat pada orang lain, maksim ini berpusat pada diri sendiri. Maksim ini menuntut setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri, dan meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri. Contoh Pelanggaran : + : Kau sangat pandai. - : Ya, saya memang pandai.
5. Maksim Kesepakatan/Kecocokan (Agreement Maxim) Maksim
kesepakatan
diungkapkan
dengan
ilokusi
asertif
yang
mengusahakan agar ketaksepakatan antara diri sendiri dan orang lain terjadi sesedikit mungkin. Contoh pelanggaran : +: Pamerannya menarik bukan? -: Tidak, pamerannya sangat tidak menarik.
6. Maksim Kesimpatian (Sympath Maxim) Jika lawan tutur mendapatkan kesuksesan atau kebahagiaan, penutur wajib memberikan ucapan selamat. Bila lawan tutur mendapatkan kesusahan atau musibah, penutur layak berduka cita, atau mengutarakan ucapan belasungkawa sebagai tanda kesimpatian, yakni memaksimalkan rasa simpati kepada lawan tuturnya yang mendapatkan kebahagiaan dan kedudukan. Contoh Pelanggaran :
15
+ : Kemarin motorku hilang. - : Oh, kasian deh lu (Wijana, 1996:61)
1.8 Metodelogi Penelitian Objek penelitian ini terdiri dari objek formal dan objek material. Objek formal penelitian ini ialah mendeskripsikan ragam bahasa santun masyarakat Korea. Objek material yang digunakan adalah percakapan tokoh-tokoh dari serial drama God’s Quiz. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak bebas libat cakap dan metode pengumpulan data kualitatif, yaitu kepustakaan. Metode simak bebas libat cakap ialah metode yang peneliti tidak terlibat langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan muncul dari peristiwa kebahasaan yang berada di luar dirinya (Kesuma, 2007:46). Metode analisis data yang digunakan adalah metode padan pragmatik. Metode padan pragmatik adalah metode analisis data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan atau yang diteliti (Sudaryanto, 1993:13 dalam Kesuma, 2007:49). Penulis menggunakan metode ini untuk mendeskripsikan isi dari percakapan tokoh-tokoh dari serial drama God’s Quiz dalam bentuk kata-kata. Adapun langkah kerja dan tahap analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1. Menentukan tema yang akan digunakan di dalam penelitian.
16
2. Menentukan objek material yang akan digunakan di dalam penelitian yaitu drama God’s Quiz 3. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Pengumpulan data ini menggunakan teknik catat, yaitu dengan mencatat fenomena kebahasaan yang terjadi dalam drama, lalu dari hasil transkripsi telah diperoleh data tulis yang selanjutnya dapat diidentifikasi. Proses identifikasi dari setiap data yang dilakukan untuk memisahkan kalimat mana yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan lagi. 4. Melakukan identifikasi dan mengelompokkan ragam bahasa santun tokohtokoh yang terdapat dalam serial drama God’s Quiz. Berdasarkan hasil transkripsi diperoleh data tertulis yang selanjutnya siap untuk diidentifikasi. Proses identifikasi berarti mengenali/menandai data untuk memisahkan kalimat mana yang dibutuhkan untuk tahap selanjutnya, dan mana yang tidak dibutuhkan. 5. Menganalisis data, data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan tuturan santun dan ketidaksantunan serta teori pragmatik dengan prinsip kesopanan Leech. Dari analisis tersebut akan tergambar kesantunan berbahasa tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz. 6. Menarik kesimpulan. 7. Mengolah data dan menyajikan hasil analisis.
17
1.9 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah script percakapan tokoh-tokoh dalam drama God’s Quiz, khususnya pada kalimat percakapan yang mengandung pematuhan maupun pelanggaran dari prinsip kesantunan.
1.10
Sistematika Penyajian Pertama, Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup masalah, tinjauan pustaka yang berisi daftar buku yang dapat dijadikan acuan dalam penulisan dan berisi daftar karya dari penulis yang pernah meneliti tentang objek formal yang sama dan penelitian yang menggunakan teori yang sama, landasan teori yang digunakan dalam penelitian, metodelogi penelitian, sumber data, dan sistematika penyajian. Kedua, Bab II merupakan bagian analisis dari pematuhan prinsip kesantunan yang dituturkan oleh tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz. Serta Bab III merupakan bagian analisis dari pelanggaran prinsip kesantunan yang dituturkan oleh tokoh-tokoh dalam serial drama God’s Quiz. Terakhir, Bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan. Hal-hal yang dikemukakan adalah pernyataan-pernyataan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang dikemukakan dalam pendahuluan dan saran yang diberikan penulis.