1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan
ekonomi
masyarakat
Indonesia
memengaruhi
perubahan banyak hal. Tingkat konsumsi masyarakat juga berubah mengingat daya beli masyarakat meningkat. Hal yang sama terjadi pada sektor transportasi dan logistik. Di era sekarang, masyarakat semakin dituntut
untuk
memiliki
mobilitas
tinggi.
Berbagai
penyedia
jasa
transportasi telah mencatat perkembangan yang cukup besar dalam beberapa tahun terakhir. Penumpang transportasi udara, tercatat mengalami kenaikan sebesar lebih dari 20% dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Seperti dikutip dari White Paper (Sigit Kurniawan, 2013) yang dikeluarkan
MarkPlus
TRANSPORTATION
Insight AND
berjudul
LOGISTIC
" INNOVATION SECTOR:Could
It
IN be
Managed?" jasa pengangkutan barang, atau logistik, pun mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Menurut Sigit (2013) Pelindo III mencatatkan 10% kenaikan pengangkutan barang yang melewati pelabuhannya . Perkembangan logistik ini tentunya akan terus berkembang seiring dengan berkembangnya sektor perdagangan. Hampir semua jenis transaksi, online maupun offline, internasional maupun domestik, pastilah memerlukan jasa transportasi dan logistik. Perdagangan online yang saat ini sudah dilengkapi dengan metode 1
2
pembayaran yang juga online; tetap tidak dapat menghilangkan kebutuhan akan transportasi dan logistic. Dapat dikatakan bahwa transportasi dan logistik adalah bisnis yang permintaannya tidak akan terusik dengan adanya perubahan di dunia digital. Dailysocial.net menyebutkan bahwa pada tahun 2012, transaksi online di Indonesia sudah mencapai 266 juta USD dan diprediksikan akan menyentuh angka 736 juta USD di tahun 2014. Hal ini jelas merupakan kabar yang baik bagi pemain di bidang transportasi dan logistik. Volume transaksi offline yang diperkaya dengan transaksi online membawa harapan baru untuk perkembangan bisnisnya di masa yang akan datang.
Angkutan udara Indonesia memulai babak baru di tahun 1999 setelah pemerintah membuka izin seluas-luasnya kepada pihak swasta untuk mendirikan perusahaan penerbangan. Namun, jumlah penumpang pesawat domestik menunjukkan laju pertumbuhan yang terus melambat. Perlambatan pertumbuhan penumpang pesawat domestik dipengaruhi oleh kenaikan tarif pesawat akibat kenaikan harga avtur dan daya beli masyarakat yang menurun (Bank Indonesia, 2006). Melihat tantangan yang sangat besar ini, Kementerian Perhubungan harus memastikan banyak hal sebelum memberikan izin operasi kepada perusahaan penerbangan baru. ”Kami harus mampu memastikan faktor keamanan, rencana bisnis, rasio awak, jumlah pesawat, dan sebagainya,” jelasnya. Dalam praktiknya, tantangan ini cukup berat. Banyak perusahaan yang berguguran karena tidak mempunyai manajemen yang kuat. Salah satu contoh ialah PT Metro Batavia (Batavia Air) yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus), setelah mengabulkan permohonan pailit yang diajukan International Lease Finance Corporation (IFLC). Dengan adanya putusan
3
pailit dari pengadilan, seluruh aktivitas operasional maskapai penerbangan Batavia Air berhenti beroperasi sejak 31 Januari 2013. Adapun data utang Batavia Air mencapai Rp 1,25 triliun, antara lain Rp 95 miliar utang pada penumpang dan agen pemegang tiket, Rp 230 miliar utang bank, Rp 60 miliar utang pajak, Rp 140 miliar utang karyawan, dan Rp 500 miliar utang sewa pesawat.
Pengamat penerbangan, (Alvin Lie, 2013), menilai а а banyak hа
уаn
menyebabkan banyak maskapai nasional bertumbangan. Inі tеrја і meski industri penerbangan nasional ѕе аn
tumbuh, υјаr
іа, ѕереrtі dikutip
аrі suara
pengusaha.com.
Dіа menilai kondisi і Indonesia juga tеrја і і negara lain, bahkan negara maju sebesar Amerika Serikat (AS). Khusus і Indonesia, іа memiliki penilaian ѕеn іrі sebagai faktor раrа maskapai tеrѕеbυt bіѕа bangkrut: Pertama, іа menilai pertumbuhan industri penerbangan tі аk merata. Banyak rute penerbangan уаn pertumbuhannya pesat sekali і satu daerah, ѕеmеntаrа а а уаn rendah sekali. Pаrа maskapai kυrаn pandai mе аkυkаn subsidi silang pendapatan аrі rute-rute tеrѕеbυt. Kedua, banyak maskapai уаn fokus pada segmen penerbangan bertarif murah (low cost carrier/LCC) аn meninggalkan kelas atas (premium) аn menengah. Hasilnya, persaingan і segmen LCC kian ketat kаrеnа terlalu banyak pemain. Padahal, а а kelas lain уаn bіѕа mеrеkа garap ѕереrtі hа уаn dilakukan PT Garuda Indonesia Tbk уаn fokus kеmbа і kе segmen premium аn ternyata berhasil. Ketiga, іа menilai maskapai LCC hаnуа fokus pada pemasaran ѕереrtі menawarkan tarif tiket murah semata. Padahal, mеrеkа seharusnya juga mengembangkan efisiensi pada berbagai hа еn аn kοnѕер LCC tеrѕеbυt ѕереrtі pada perputaran uang atau masalah manajemen internal. Menurut іа, langkah efisiensi berlaku pada ѕеmυа sektor, tі аk sebatas pemasaran аn pemberian tiket.Hа іnі уаn mеmbυаt mеrеkа keteteran, lanjut іа. Keempat, раrа maskapai hаrυѕ pandai menambah pendapatan. Mеrеkа diminta mencari sumber pemasukan еn аn cara lain. Dіа mencontohkan, еn аn menawarkan konsumsi tambahan і а аm pesawat atau suvenir.
4
Berdasarkan pernyataan Ketua INACA (Indonesia National Air Carrier Association), Rusdi Kirana, dalam koran Surya edisi 23 Mei 2008, akan ada penurunan pertumbuhan penumpang pesawat pada tahun 2008 karena harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang terus meningkat sehingga membuat tarif pesawat semakin tinggi. Harga tiket pesawat yang tinggi merupakan dampak dari kenaikan harga minyak dunia sehingga maskapai menaikkan tarif fuel surcharge (biaya tambahan atas BBM). Avtur (aviation turbine fuel) yang dikenal juga sebagai Jet A-1, adalah bahan bakar khusus pesawat jet atau turbo jet. Setiap kenaikan harga minyak 1 dollar AS per barrel, industri penerbangan harus menanggung biaya tambahan 1,6 miliar dollar AS. Industri penerbangan di Indonesia diprediksi menanggung tambahan biaya sekitar Rp 300 milliar per bulan atau Rp 3,6 triliun per tahun dari setiap kenaikan harga bahan bakar pesawat Rp 1.000 per liter. Perkiraan tersebut didasarkan pada konsumsi bahan bakar maskapai nasional sekitar 250 juta liter per bulan dan biaya tersebut diyakini jauh lebih besar mengingat harga minyak dunia sudah menembus US$ 135 per barel. Lonjakan harga avtur pasti terasa sangat memberatkan karena biaya bahan bakar pesawat jet mencapai 45-55 persen dari seluruh ongkos penerbangan. Pada industri penerbangan, salah satu langkah jitu agar tetap terbang adalah menaikkan biaya tambahan bahan bakar atau fuel surcharge. Sejak Maret hingga Mei 2008 maskapai dunia telah beberapa kali menyesuaikan fuel surcharge, yang akan terus terjadi jika harga bahan bakar terus merangkak naik (Transmedia, 2008). Salah satu masalah terbesar yang muncul dari dinaikkannya harga BBM adalah kekhawatiran akan terhambatnya pertumbuhan ekonomi karena dampak kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi akibat komponen biaya yang naik. Inflasi tidak mungkin dihindari karena BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang, kata peneliti dan direktur lembaga kajian migas Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto. Tetapi menaikkan harga BBM juga tak bisa dihindari karena beban subsidi membuat negara sulit melakukan investasi bidang lain untuk mendorong tumbuhnya ekonomi. Momok kenaikan harga lain
5
muncul dari sektor transportasi, yang selalu menaikkan tarif saat kenaikan harga BBM terjadi. Menurut Dewi Safitri (2012) Kami tidak punya pilihan karena harga BBM itu merupakan 30% komponen biaya industri transportasi, paling besar dibanding komponen suku cadang atau lainnya," kata Ketua Organisasai Angkutan Darat, Organda DKI, Soedirman. Dengan harga BBM naik 33%, menurut Soedirman, kenaikan tarif angkutan yang masuk akal adalah 35%, tuntutan yang menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa "terlalu besar dan harus dirundingkan kembali'.Menurut Hatta, kenaikan tarif angkutan masuk akal bila tak lebih dari 10-20%. Tetapi menurut Soedirman, hitungan itu justru tak bernalar. "Itulah kalau tak paham soal angkutan tapi berkomentar. Bagaimana pengusaha (angkutan) dituntut peremajaan, memberi layanan yang safety dan nyaman, kalau tarifnya selalu murah?" kritik Soedirman pedas. Sampai kini, tarif angkutan menyesuaikan dengan penaikan harga BBM baru, belum lagi dibicarakan antara Organda dengan pemerintah. Adapun beberapa perusahaan maskapai penerbangan yang mengalami kebangkrutan diantaranya yaitu Sempati Air, Bouroq Indonesia Airlines, Star Air, Linus Airways, Adam Air, Awair, Indonesia Airlines, Mandala Airlines, Jatayu Airlines, dan Batavia Airlines Dalam penelitian ini akan diteliti return saham industri transportasi dipengaruhi oleh CR, DER, Z- Score dan DOL. Saham adalah surat berharga yang menunjukkan kepemilikan perusahaan sehingga pemegang saham memiliki hak klaim atas dividen atau distribusi lain yang dilakukan perusahaan kepada pemegang saham lainnya. Menurut Husnan (2005;29) saham merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak pemodal (yaitu pihak yang memiliki kertas tersebut) untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan organisasi yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang memungkinkan
6
pemodal tersebut menjalankan haknya. Saham merupakan salah satu dari beberapa alternatif yang dapat dipilih untuk berinvestasi. Investasi dengan membeli saham suatu perusahaan, berarti investor telah menginvestasikan dana dengan harapan akan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan kembali saham tersebut. Sifat dasar investasi saham adalah memberikan peran bagi investor dalam memperoleh laba perusahaan. Setiap pemegang saham merupakan sebagian pemilik perusahaan, sehingga mereka berhak atas sebagian dari laba perusahaan. Namun hak tersebut terbatas karena pemegang saham berhak atas bagian penghasilan perusahaan hanya setelah seluruh kewajiban perusahaan dipenuhi. Salah satu tujuan investor berinvestasi adalah untuk mendapatkan return. Menurut Samsul (2006;291) return adalah pendapatan yang dinyatakan dalam persentase dari modal awal investasi. Pendapatan investasi dalam saham ini merupakan keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham, dimana jika untung disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss. Menurut Jogiyanto (2009;199) return saham dibedakan menjadi dua yaitu return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi merupakan return yang sudah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar penentuan return dan risiko dimasa mendatang. Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan di masa mendatang dan masih bersifat tidak pasti. Dalam melakukan investasi investor dihadapkan pada ketidakpastian (uncertainty) antara return yang akan diperoleh dengan risiko yang akan
7
dihadapinya. Semakin besar return yang diharapkan akan diperoleh dari investasi, semakin besar pula risikonya, sehingga dikatakan bahwa return ekspektasi memiliki hubungan positif dengan risiko. Risiko yang lebih tinggi biasanya dikorelasikan dengan peluang untuk mendapatkan return yang lebih tinggi pula (high risk high return, low risk low return). Tetapi return yang tinggi tidak selalu harus disertai dengan investasi yang berisiko. Hal ini bisa saja terjadi pada pasar yang tidak rasional. Bermain saham tanpa mengetahui analisa berarti kita melakukan perjudian didalamnya. Pada umumnya, dengan perjudian akan berujung pada kerugian. Apabila mengalami keuntungan merupakan faktor luck, dan biasanya tidak bertahan lama. Karena itu, kemampuan melakukan analisis sangatlah penting dalam bermain saham. Pendekatan yang paling banyak digunakan untukmenilai harga suatu saham adalah pendekatan tradisional. Model analisis saham ada dua, yaitu model analisis fundamental dan model analisis teknikal. Model analisis fundamental merupakan model analisis harga saham yang paling sering digunakan. Untuk dapat melakukan analisis fundamental ini maka diperlukan laporan keuangan emiten yang menunjukkan kinerja perusahaan tersebut. Sedangkan analisis teknikal digunakan untuk memprediksi harga saham berdasarkan data masa lalu dari perusahaan itu sendiri. (Kasmir.2010:129). Rasio Likuiditas. Rasio ini merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek (Fred Weston). Fungsi lain rasio likuiditas adalah untuk menunnjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang
8
jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan maupun didalam perusahaan. Pengertian lain adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan harta lancarnya. Rasio ini antara lain Rasio Kas (cash ratio), Rasio Cepat (quick ratio), Rasio Lancar (current ratio). (Kasmir.2010:151) Rasio Leverage atau solvabilitas. Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya, berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Beberapa rasio ini antara lain Debt to Asset Ratio (Debt Ratio), Debt to Equity Ratio (DER), Long Term Debt to Equity Ratio, Time Interest Earned (TIE), Fixed Charge Coverage Menurut Toto (2011;332), kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kondisi ini biasanya tidak muncul begitu saja di perusahaan, ada indikasi awal dari perusahaan tersebut yang biasanya dapat dikenali lebih dini kalau laporan keuangan dianalisis secara lebih cermat dengan suatu cara tertentu.
Rasio
keuangan dapat digunakan sebagai indikasi adanya kebangkrutan di perusahaan. Menurut Lukman Syamsuddin (2001:107) Operating Leverage secara lebih tepat didefinisikan dalam bentuk kemampuan perusahaan di dalam menggunakan fixed operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap earning before interest and taxes (EBIT).
9
Berdasarkan kajian-kajian yang telah dilakukan tersebut, maka penulis meneliti kembali tentang : “ Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity Ratio, ZScore dan DOL terhadap Return Saham Pada Emiten Industri Transportasi Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 - 2012.” B. Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat pengaruh Current Ratio terhadap return saham emiten industri transportasi di BEI tahun 2008 - 2012? 2. Apakah terdapat pengaruh Debt To Equity terhadap return saham emiten industri transportasi di BEI tahun 2008 - 2012? 3. Apakah terdapat pengaruh Z-score terhadap return saham emiten industri industri transportasi di BEI tahun 2008 - 2012? 4. Apakah terdapat
pengaruh
DOL ( Degree of Operating Leverage )
terhdap return saham emiten industri transportasi di BEI tahun 2008 2012? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisa secara empiris pengaruh Current Ratio terhadap return saham emiten industri jasa dan transportasi di BEI tahun 2008 – 2012 2. Untuk menganalisa secara empiris pengaruh Debt To Equity Ratio terhadap return saham emiten industri jasa dan transportasi di BEI tahun 2008 – 2012 3. Untuk menganalisa secara empiris pengaruh Z-score
terhadap return
saham emiten industri industri jasa dan transportasi di BEI tahun 2008 2012
10
4. Untuk menganalisa secara empiris pengaruh DOL ( Degree of Operating Leverage ) terhdap return saham emiten industri jasa dan transportasi di BEI tahun 2008 – 2012
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini diantaranya; 1. Memberikan kontribusi kepada investor, calon investor dan manajemen sebagai pelaku bisnis mengenai manfaat penggunaan current ratio, debt to equity ratio, z-score dan degree of operating leverage sebagai salah satu pertimbangan penting dalam analisis investasinya. 2. Bagi pembaca dan publik, untuk memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai keterkaitan kinerja perusahaan terhadap return saham. 3. Bagi peneliti yang berikutnya hasil penelitian ini dipakai sebagai memperkaya daftar pustaka yang ada dan sebagai acuan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan current ratio, debt to equity ratio, z-score dan degree of operating leverage dalam menentukan return saham. 4. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi konseptual bagi pengembangan literatur pasar modal.