1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi merupakan tolak ukur pembangunan nasional. Sektor ekonomi selalu menjadi fokus pemerintah dalam melaksanakan pembangunan baik dalam skala jangka pendek maupun skala jangka panjang, bahkan setelah masa krisis terlewati. Perbaikan dalam sektor ekonomi selalu menjadi prioritas utama. Sejalan dengan prioritas perkembangan tersebut, kebijakan-kebijakan di bidang perekonomian banyak yang dikeluarkan oleh pemerintah diantaranya adalah bidang keuangan sektor moneter dan perbankan. Sektor perbankan merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang perekonomian nasional. Keberadaan sektor perbankan menjadi semakin diperhatikan, terlebih setelah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap bank. Untuk itu bank harus meningkatkan kualitas kepercayaan agar kepercayaan masyarakat terhadap bank juga akan semakin meningka, karena dasar beroperasinya bank adalah kepercayaan. Tanpa adanya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan tanpa adanya kepercayaan perbankan terhadap masyarakat maka kegiatan perbankan tidak akan berjalan dengan baik. Pada saat masyarakat menyimpan dananya di bank, yang bersangkutan hatus percaya bahwa pada saatnya nanti bank akan mampu mengembalikan dana tersebut kepada nasabah.
2
Fungsi utama bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarkat. Sebagaimana ditetapkan dalam pasal 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan mempertahankan kelangsungan usahanya, bank harus terus meningkatkan kinerjanya, terutama dalam hal pengelolaan berbagai kegiatan usahanya. Kegiatan usaha dalam penghimpunan dana antara lain dapat melalui fasilitas simpanan masyarakat di dalam bank sedangkan kegiatan penyaluran dana dapat yaitu melalui pemberian kredit kepada debitur. Kredit memiliki manfaat yang cukup banyak dilihat dari berbagai pihak yang berkepentingan. Bagi debitur, kredit memberikan manfaat agar debitur dapat meningkatkan usahanya, yaitu dengan cara menggunakan kredit tersebut untuk pengadaan atau peningkatan berbagai faktor produksi, baik berupa tambahan modal kerja (Money), mesin (Machine), bahan baku (Material), maupun peningkatan sumber daya manusia manusia (Man), metode (Methode), perluasan pasar (Market), sumber daya alam dan teknologi. Kredit memberikan manfaat kepada bank yaitu berupa bunga yang diterima dari debitur. Kredit juga di manfaatkan oleh pemerintah untuk dipergunakan sebagai alat untuk mendorong pertumbuhan dan perluasan ekonomi maka akan mengurangi tingkat pengangguran dan tingkat pendapatan masyarakat. Sumber utama yang digunakan bank dalam penyaluran kreditnya itu tersebut antara lain berasal dana pihak ketiga, maka besarnya pendapatan bunga tersebut akan diikuti pula dengan besarnya beban bunga yang harus dibayarkan kepada nasabah. Penggunaan dana untuk penyaluran kredit ini mencapai 70% dari total volume usaha bank.
3
Pemberian kredit oleh suatu bank merupakan tantangan yang menuntut ketrampilan, keahlian, kesabaran dan dedikasi yang tinggi dari pejabat bank yang menanganinya, karena penilaian terhadap permohonan kredit sangat kompleks didasarkan pada kelayakan, namun demikian jaminan fisik juga tetap diperlukan. Analisis kredit yang merupakan penilaian terhadap penilaian kredit terkadang dalam pemberian kreditnya tidak memperhatikan ketelitian dan ketepatan, sedangkan aspek ini adalah salah satu masalah yang harus diperhatikan. Aspek analisis kredit yang dilakukan dengan menggunanakan prinsip 5C yaitu memperhatikan pada unsur karakter debitur (Character), kemampuan dari debitur (Capacity), modal yang dimiliki debitur (Capital), barang jaminan yang akan dijadikan jaminan oleh debitur (Collateral), serta kondisi ekonomi yang akan berpengaruh terhadap usaha debitur (Conditions). Hasil analisis tersebut kemudian akan dijadikan dasar pertanggungjawaban agar tetap terpeliharanya mutu kredit yang berkualitas sehingga dapat mendeteksi secara dini apabila ada yang menunjukkan gejala awal yang menjurus kepada tidak terpenuhinya kewajiban untuk melakukan pembayaran yang dapat mengakibatkan kredit bermasalah. Perspektif bank, kredit bermasalah dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang antara lain adalah dari faktor internal bank yaitu sikap dari para bankir yang mencakup antara lain pengetahuan yang tinggi dan bankir yang berpengalaman. Sedangkan faktor di luar bank (eksternal) yaitu kondisi keuangan debitur, kegiatan usaha debitur, sikap debitur, dan Banking Environmental.
4
BRI merupakan Bank komersial yang terkemuka yang termasuk dalam BUMN dimana selalu mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah guna menunjang peningkatan perekonomian masyarakat. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan. BRI sulit melepaskan kelompok usaha kecil dalam penyaluran kreditnya. Setia melayani si “kecil” membuat BRI memantapkan diri sebagai salah satu bank terkemuka. Adapun produk kredit yang dimiliki oleh bank BRI adalah antara lain kredit investasi memberi solusi kepada para pengusaha UMKM yang membutuhkan investasi aktiva tetap (pengadaan mesin, peralatan, kendaraan operasional, pembelian/ renovasi bangunan usaha)
dan kredit modal kerja yang
merupakan salah satu layanan Bank BRI yang bertujuan untuk membiayai tambahan modal kerja yaitu piutang dan tambahan persediaan. Selanjutnya berdasarkan hasil penjajagan yang peneliti lakukan pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung terdapat masalah sebagai berikut: a.
Kondisi keuangan calon debitur yaitu arus kas yang tidak jelas (keuangan rumah tangga dan usaha tidak dipisahkan) Contoh: a)
Debitur A yang bergerak dalam bidang pakaian jadi wanita dengan lokasi usaha berada di Bandung Tengah, mengajukan kredit investasi untuk membeli mesin juki dan mesin jahit untuk meningkatkan output atau hasil produksinya. Plafond yang diajukan sebesar Rp. 150.000.000,- dengan jangka waktu 2 tahun dan dengan bunga
5
efektif sebesar 12% pertahun. Debitur A mengagunkan tanah dan bangunan seluas 122 M2 yang nilai taksasinya sebesar Rp. 427.000.000,-. Karena keuangan rumah tangga dan keuangan usaha tidak dipisahkan maka debitur dalam pengajuan kreditnya ini tidak mencantumkan neraca atau laporan laba rugi secara terperinci yang seharusnya diberikan kepada pihak bank untuk dijadikan bahan pertimbangan, debitur ini hanya memberikan faktur pembelian dan pencatatan sederhana dari pendapatan dan pembelanjaan usahanya. b)
Debitur B adalah pengusaha benang rajut. Mengajukan kredit investasi untuk melunasi pembelian ruko yang dijadikan tempat usaha. Plafond yang diajukan sebesar Rp. 600.000.000-, dalam jangka waktu 2 tahun dengan bunga 12% pertahun efektif setiap bulan. Usaha ini sangat bergantung sekali kepada debitur B sebagai pemilik serta belum memiliki dan generasi untuk menjalankan usahanya. Semua keputusan dan keuangan ditangani sendiri Debitur B hanya dibantu oleh sang istri. Keuangan rumah tangga dan usaha pun tidak terpisah. Pembukuan usaha masih konvensional hanya berupa bon-bon, faktur-faktur yang dikumpulkan.
Masalah tersebut dapat memicu tidak terbayarnya kewajiban pada waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian dapat mengakibatkan mutu kredit merosot. Untuk lebih dapat melengkapi kejelasan masalah tersebut peneliti sertakan tabel data jumlah kredit yang bermasalah sebagai berikut:
6
Tabel 1.1 KLASIFIKASI PENGGOLONGAN DEBITUR BERMASALAH PERIODE TAHUN 2006-2007 Tingkat Kolektibilitas 5 4 3 2
Jumlah Debitur 2006 3 1 1 3
2007 5 3 1 11
Sumber: PT. BRI (Persero) Cab. Naripan Bandung,2008
Permasalahan-permasalahan tersebut disebabkan anatara lain oleh: a.
Capacity yaitu managerial skill dari pengusaha yang bersangkutan dalam mengatur sistem keuangannya, mengatur karyawan-karyawannya serta faktor- faktor produksi yang lain belum mksimal dan efektif dilaksanakan, sehingga segala sesuatu dikerjakan sendiri (one man show). Contoh : pada kasus Debitur A dan Debitur B yang mempunyai usaha yang sedang berjalan dan usahanya pun cukup berkembang. Tapi masalahnya semua kegiatan pembelanjaan dan pengeluaran dari usaha dan rumah tangga tidak dipisahkan dan hanya dilakukan oleh yang bersangkutan dibantu oleh istri. Tanpa ada pembukuan yang terlalu rinci untuk dapat merinci pembiayaan untuk rumah tangga dan pembiayaan untuk usaha yang sedang berjalan (biaya tenaga kerja, pembelian bahan baku). Bukti-bukti yang ada hanya berupa faktur-faktur, bon-bon atau nota yang hany dimasukkan dalam pembukuan yng sangat sederhana.
7
Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “PENGARUH ANALISIS KREDIT TERHADAP KREDIT BERMASALAH PADA PT. BRI (PERSERO) CABANG NARIPAN BANDUNG”
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Untuk memudahkan penganalisaan penelitian dengan melihat identifikasi masalah, maka peneliti merumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan analisis kredit yang dilakukan oleh PT. BRI (Persero) Cab. Naripan Bandung? b. Bagaimana kondisi kredit bermasalah yang ada pada PT. BRI (Persero) Cab. Naripan Bandung periode 2006-2007? b. Seberapa besar pengaruh analisis kredit terhadap kredit bermasalah pada PT. BRI (Persero) Cab. Naripan Bandung?
2. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dan mengingat pentingnya pelaksanaan analisis pemberian kredit dengan lebih seksama maka peneliti merumuskan
masalah
sebagai
berikut
“Apakah
analisis
kredit
dapat
mempengaruhi terjadinya potensi kredit bermasalah pada PT. BRI (Persero)”.
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: a. Untuk mengetahui pelaksanaan analisis kredit yang dilakukan oleh PT. BRI (Persero) Cab. Naripan Bandung b. Untuk mengetahui kondisi kredit bermasalah yang terjadi pada PT. BRI (Persero) Cab. Naripan Bandug periode 2006-2007 c. Untuk mengetahui pengaruh analisis kredit terhadap kredit bermasalah pada PT. BRI (Persero) Cab. Naripan Bandung
2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Praktis 1). Bagi Peneliti a) Menambah pengetahuan peneliti dalam bidang perbankan khususnya tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan analisis kredit untuk menghindari terjadinya potensi kredit bermasalah. b) Sebagai sarana bagi peneliti untuk menerapkan teori-teori yang telah diterima selama perkuliahan. 2). Bagi Perusahaan Hasil dari penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menentukan kebijakan dalam perusahaan agar pelaksanaan kegiatan perusahaan dapat lebih efektif dan efisisen.
9
b. Kegunaan Teoritis 1) Sebagai alat perbandingan antara teori yang diberikan selama perkuliahan dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada bank yang bersangkutan. 2) Hasil penelitian yang terbatas ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan terutama yang berhubungan dengan disiplin ilmu ekonomi yang khususnya mengenai perbankan.
D. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran Bank adalah suatu industri yang bergerak di bidang jasa yang dalam hal ini adalah sebagai perantara keuangan antara debitur dan kreditur. Sebagai lembaga keuangan, bank merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perusahaan, Badan-Badan Pemerintahan maupun swasta serta masyarakat. Pihakpihak tersebut banyak melakukan hubungan dengan bank, seperti untuk menyimpan dana, menggunakan jasa keuangan lainnya dan juga untuk mendapatkan kredit yang akan digunakan untuk berbagai kepentingan sesuai dengan kebutuhan masingmasing. Hal ini pada dasarnya sesuai dengan pengertian bank sebagai salah satu jenis perusahaan yang bergerak dibidang jasa keuangan menurut UU RI No. 10 Tahun 1998, yaitu: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”.
10
Dari pengertian di atas, maka merupakan suatu kewajiban sebagai tugas utama bagi bank umum yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang dilakukan dengan cara-cara tertentu sehingga efektif dan dapat disesuaikan dengan penggunaan dana tersebut baik perorangan maupun secara organisasi yang menjembatani kepentingan antara investor (lender) dengan debitur yang membutuhkan dana (borrowers). Pengertian analisis kredit menurut Thomas Suyatno, dkk (1997:70). Analisis kredit adalah: Mempersiapkan pengerjaan-pengerjaan penguraian dari segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat/tidak dapat mempertimbangkan suatu kredit. Menyusun laporan analisis yang dipergunakan, yang berisi penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternatif-alternatif sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan dari permohonan kredit.
Dalam melakukan analisis kredit, seorang Account Officer tidak hanya menganalisis laporan-laporan keuangan yang ada yang berupa angka-angka (analisis kuantitatif), tapi juga harus memperhatikan hal lain yang tak berurusan dengan masalah angka-angka tapi lebih ke masalah kualitatif dari seorang debitur. Untuk itu Account Officer harus teliti dan menggunakan prinsip kehati-hatian dalam penganalisaannya. Adapun unsur-unsur analisis kredit menurut H. Munawir (2004:235-236). Unsur-unsur kredit 5C, yaitu: a.
Character yaitu Bank mencari data tentang sifat-sifat pribadi, watak dan kejujuran dari pimpinan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansiilnya. b. Capacity yaitu Ini menyangkut kemampuan pimpinan perusahaan beserta stafnya baik kemampuan dalam manajemen maupun keahlian dalam bidang usahanya.
11
c.
Capital yaitu Ini menunjukkan posisi finansiil perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh ratio finansiilnya dan penekanan pada “tangible networth”nya. Bank harus mengetahui bagaimana perimbangan antara jumlah hutang dan jumlah modal sendiri d. Collateral yaitu berarti jaminan. Ini menunjukkan besarnya aktiva yang akan diikatkan sebagai jaminan atas kredit yang diberikan oleh Bank. e. Conditions yaitu Bank harus melihat kondisi ekonomi secara umum serta kondisi pada sektor usaha si peminta kredit.
Permohonan kredit harus dianalisa secara selektif, teliti, dan mendalam dengan menerapkan prinsip 5C, serta kualitatif dan kuantitatif atau disebut dengan analisis atau penilaian atau pembahasan kredit (kredit analisis atau appraisal credit). Analisis ini sangat diperlikan guna dapat memutuskan apakah suatu permohonan kredit itu akan disetujui atau akan ditolak secara penuh atau dengan syarat. Menurut UU No. 7 Tahun 1992 yaitu: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Sedangkan kredit bermasalah menurut Siswanto Sutojo (1997:11), yaitu: “Kredit bermasalah adalah debitur mengingkari janji mereka membayar bunga dan/ atau kredit induk yang telah jatuh tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran. Dengan demikian mutu kredit merosot”. Berdasarkan pengertian diatas maka analisis kredit ini perlu dilakukan untuk menghindari atau memininalisasi dari risiko-risiko yang kemungkinan terjadi. Tingkat suku bunga yang tinggi biasanya memicu timbulnya kredit bermasalah sehingga tingkat kolektibilitasnya menurun.
12
Selanjutnya yang dapat mengakibatkan terjadinya kredit bermasalah menurut Robert H. Behrens yang dikutip oleh Tjoekam (1999:264), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor penyebab kredit bermasalah adalah menunjukkan adanya tanda-tanda penyimpangan (Signals Deviation) diantaranya adalah sebagai berikut: a.
Menurunnya kondisi keuangan debitur yang tercermin dengan adanya kesulitan likuiditas di dalam memenuhi kewajiban pembayaran dengan sumber dana yang tersedia sehingga mengakibatkan cash crisis yaitu cash in < cash out. b. Pengaruh kondisi ekonomi makro yangberfluktuasi, dalam hal ini debitur dihadapkan kepada permasalahan dalam pemasaran produknya, persaingan usaha, serta kesulitan dalam penerapan teknologi yang tepat guna. c. Debitur dalam usahanya menunjukkan sikap tidak kooperatif dan transparan dengan pihak bank, sehingga sulit mendapatkan informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan usahanya serta masalah yang dihadapi dan bagaimana solusinya. d. Adanya pengaruh dari lingkungan perbankan seperti perubahan kondisi moneter, adanya deregulasi dan regulasi sektor finansial, fluktuasi suku bunga, perubahan kondisi politik, budaya dan agaman yang langsung maupun tidak langsung mempengaruhi Life cycle nasabah/debitur e. Bankir kurang menguasai bidang usaha debitur serta lemahnya dalam sistematika penganalisaan atas setiap usulan kredit, sering melakukan penyimpangan-penyimpangan dari sistem dan prosedur yang telah ditetapkan.
Untuk melengkapi pernyataan sebelumnya, selanjutnya Siswanto Sutujo (1997:69) menjelaskan mengenai pengaruh dari analisis kredit terhadap kredit bermasalah adalah: Kredit yang diberikan tanpa didahului oleh analisis kredit yang profesional dapat diragukan mutunya. Tujuan analisis kredit adalah menilai mutu permintaan kredit baru yang diajukan oleh calon debitur, atau permintaan tambahan kredit yang diajukan oleh debitur lama. Dengan demikian, apabila nantinya bank meluluskan permintaan kredit, risiko kredit yang diberikan itu berkembang menjadi kredit bermasalah dapat diperkecil.
13
Dari penjelasan-penjelasan tersebut bahwa terdapat pengaruh analisis kredit terhadap kredit bermasalah, dimana apabila analisis yang dilakukan, digunakan atau diaplikasikan dengan adanya prinsip kehati-hatian, teliti, selektif, dan mendalam maka kredit bermasalah pun akan berkurang dan demikian juga sebaliknya apabila analisis pemberian kredit dilakukan semena-mena tanpa diteliti dan diseleksi maka akan menambah angka kredit bermasalah.
E. Lokasi dan Lamanya Penelitian 1. Lokasi penelitian Penelitian dilakukan di PT. BRI Cabang Naripan, Jl. Naripan No. 53 Bandung 2. Lamanya Penelitian Lamanya penelitian yang dilakukan, yakni dari bulan September 2008 sampai dengan bulan Januari 2009. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.2
14
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bank 1. Pengertian Umum Bank Secara umum bank merupakan lembaga yang berfungsi untuk menghimpun dana dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman secara efektif dean efisien kearah peningkatan taraf hidup rakyat. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah: a b
c
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan , kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiayan usahanya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyrakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bank dalam menjalankan usaha penghimpunan dana dari masyarakat tersebut dipandang sebagai bentuk alternatif investasi disamping investasi lainnya dengan atas dasar kepercayaan (Trust). Disamping melakukan usaha tersebut, bank juga menawarkan produk jasa lainnya berupa kemudahan pelayanan yang erat kaitannya dengan kelancaran kegiatan usaha nasabah. Pada dasarnya, bank adalah lembaga perantara antar sektor yang kelebihan dana (surplus) dengan sektor yang
16
kekurangan dana (defisit). Bank menerima simpanan dana dari pihak-pihak yang kelebihan dana (misalnya dalam bentuk tabungan dan deposito) dan menyalurkannya ke pihak-pihak yang memerlukan dana dalam bentuk pinjaman. 2. Fungsi Bank Fungsi pokok bank itu sendiri menurut pendapat Y. Sri Susilo (2000:6), yaitu sebagai financial intermediary institution, adalah: a
Agent Of Trust, bahwa dalam usahanya sebagai lembaga penghimpun dana dan penyalur dana, maka harus dilandasi oleh unsur kepercayaan yang berkaitan dengan titipan uang nasabahnya agar tidak disalahgunakan oleh pihak bank, dikelola dengan baik dan juga percaya pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik lagi simpanannya.
b
Agent Of Development, sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil yang tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut dapat berinteraksi saling mempengaruhi satu sama lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
c
Agent Of Services, dengan melalui bank masyarakat dapat memanfaatkan jasa layanan perbankan dalam membantu mempermudah aktivitas perekonomian. Jasa-jasa bank yang ditawarkan antara lain dapat berupa jasa
17
pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, dan jasa penyelesaian tagihan. Dari uraian tersebut dapat disimak lebih lanjut, bahwa bank merupakan lembaga yang mempunyai peranan penting dalam menggerakkan perekonomian suatu negara dalam menjalankan fungsinya sebagai pengalihan aset (asset transmutation) dari unit surplus ke unit defisit, memberikan kemudahan dalam melakukan transaksi barang dan jasa, menawarkan produk dana dengan berbagai alternatif tingkat likuiditas serta unit efisiensi yaitu secara tidak langsung memungkinkan adanya pertemuan unit surplus dengan unit defisit secara mudah guna memperlancar para pelaku ekonomi yang membutuhkan dan saling berkepentingan. 3. Jenis-jenis Bank Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 tahun 1967 jenis bank sesuai dengan fungsinya terdiri dari: a
Bank Umum
b
Bank Pembangunan
c
Bank Tabungan
d
Bank Pasar
e
Bank Desa
f
Lumbung desa
g
Bank Pegawai Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan sektor perekonomian
Indonesia, pemerintah merevisi undang-undang sebelumnya dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Perbankan No. 7 Tahun 1992, yang ditegaskan kembali
18
melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998, maka jenis perbankan terdiri dari: a
b
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum sering disebut bank komersil Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dlam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Artinya disini BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
Adapun apabila dilihat dari segi kepemilikannya, dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham mayoritas oleh bank tersebut, yaitu: a
Bank milik pemerintah
b
Bank milik swasta nasional
c
Bank milik koperasi
d
Bank milik asing
e
Bank milik campuran
4. Usaha Bank Menurut UU No. 10 Tahun 1998 usaha bank umum meliputi: a Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito dan/ atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; b Memberikan kredit; c Menerbitkan surat pengakuan utang; d Membeli, menjual, atau menjamin atas risisko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
19
1) Surat-surat wesel 2) Surat pengakuan utang 3) Kertas pembendaharaan Negara dan surat jaminan pemerintah 4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 5) Obligasi 6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun 7) Surat berharga lain berjangka waktu sampai satu tahun; e Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; f Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun engan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; g Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga danmelakukan perhitungan dengan atau antarpihak ketiga; h Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; i Melakukan kegiatan penitipan untuk menyimpan barang dan surat berharga; j Melakukan penempatan dana dari nasabah kepda nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; k Melakukan kegiatan anjak piutang , usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat; l Menyediakan pembiayaan dan/ atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
20
m Melakukan kegiatan yang lazimdilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
5. Sumber Dana Bank Yang dimaksud dengan sumber-sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana untuk membiayai operasinya. Hal ini sesuai dengan fungsinya bahwa bank adalah lembaga keuangan dimana kegiatan sehari-harinya adalah bidang jual beli uang. Tentu saja sebelim menjual uang (memberikan pinjaman) bank harus lebih dulu membeli uang (menghimpun dana) sehingga dari selisih bunga tersebutlah bank mencari keuntungan. Adapun sumber-sumber dana tersebut menurut Kasmir (2001:62) adalah sebagai berikut: a
Dana yang bersumber dari bank itu sendiri Modal yang disetor para pemegang saham, cadangan laba tahun lalu yang belum dibagikan kepada para pemegang saham, laba tahun berjalan.
b
Dana yang bersumber dari masyarakat luas 1) Giro Simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. 2) Deposito Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian penyimpan (deposan) dengan bank.
21
3) Tabungan Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syaratsyarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan menggunakan cek, bilyet giro dan atau lainnya yang dipersamakan dengan itu. c
Dana yang bersumber dari lembaga lainnya 1) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya. 2) Pinjaman Antar Bank Untuk memenuhi kebutuhan dananya, bank dapat pula melakukan pinjaman dari bank lain baik untuk jangka waktu pendek maupun jangka waktu menengah dimana pinjaman tidak dapat digunakan untulk menutupi kebutuhan modal kerjanya atau melakukan kerjasama antar bank dalam bidang pembiayaan. 3) Pinjaman dari Bank-Bank Luar Negeri Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri. 4) Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Surat berharga jangka pendek yang dapat diperjualbelikan kepada pihak yang berminat, baik perusahaankeuangan maupun nonkeuangan.
22
6. Penggunaan Dana Bank Penggunaan dana pada prinsipnya dapat diklasifikasikan kedalam beberapa golongan menurut Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso (2000:67) adalah sebagai berikut: a
Cadangan Likuiditas Aktiva ditujukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Sebagai konsekuensinya, risiko dari aktiva ini tergolong rendah dan bank tidak dapat terlalu banyak mengharapkan adanya penerimaan dalam jumlah yang begitu tinggi dari aktiva ini. Cadangan likuiditas ini terdiri dari: 1) Cadangan Primer Dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum dan untuk keperluan operasi termasuk untuk memenuhi semua penarikan simpanan dan permintaan kredit nasabah juga untuk menyelesaikan kliring antar bnk dan kewajiban-kewajiban yang harus dibayar. 2) Cadangan Sekunder Dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya yang jangka waktu diperkirakan kurang dari satu tahun.
b
Penyaluran Kredit Dimana pemberian kredit atau loan kepada nasabah yang memenuhi ketentuan kebijakan perkreditan bank yang bersangkutan. Mengingat penyaluran kredit ini tergolong aktiva produktif atau tingkat penerimannya tinggi, maka sebagi konsekuensinya penyaluran kredit mengandung risiko yang lebih tinggi daripada aktiva lain. Ditinjau dari segi likuiditas yang
23
lebih rendah daripada cadangan primer dan sekunder. Likuiditas penyaluran kredit juga bervariasi tergantung pada jangka waktu kredit, dan kolektibilitas atau kemungkinan tertagihnya. c
Investasi Penanaman dana dalam surat-surat berharga yang berjangka panjang dan menegah pendek atau berupa penyertaan langsung pada badan usaha lain. Bentuk dari surat berharga antara lain adalah saham dan obligasi. Hal ini perlu diingat tentang penyertaan langsung adalah berdasarkan bahwa UU No. 7 Tahun 1992 bank hanya boleh melakukan penyertaan pada dua jenis badan usaha, yaitu: 1) Lembaga Keuangan 2) Debitur yang kreditnya macet, dan sifat penyertaan adalah sementara.
d
Aktiva Tetap dan Inventaris Aktiva tetap dan inventaris tergolong sebagai aktiva yang tidak produktif dalam menghasilkan penerimaan dan oleh Bank Indonesia dipandang sebagai aktiva yang risikonya cukup tinggi. Risiko ini dikaitkan dengan kemungkinan rusak, terbakar, atau hilang dari aktiva tetap dan inventaris. Oleh sebab itu, bank sentral melakukan pembatasan penanaman dana dlam aktiva tetap dan inventaris agar tingkat kesehatan bank tetap terjaga. Hal ini berarti bahwa dalam melakukan penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris dananya harus dibiayai dari modal sendiri, sehingga jika aktiva ini rusak, hilang, atau terbakar tidak akan membebani kewajiban bank tersebut kepada pihak lain. Meskipun aktiva ini tidak produktif, tidak likuid
24
dan cukup berisiko, bank tetap perlu mengalokasikan dananya untuk aktiva ini karena bank memerlukan kantor, mobil, komputer, dan lain-lain untuk kegiatan usahanya.
B. ANALISIS KREDIT 1. Pengertian Analisis Kredit Pemberian kredit kepada konsumen atau calon nasabah atau calon debitur harus dengan melewati prosedur pengajuan kredit dan melalui proses analisis pemberian kredit terhadap kredit yang diajukan. Penilaian kredit ini harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Sebelum kredit diberikan, untuk meyakinkan bahwa bank si nasabah benarbenar dapat dipercaya maka, bank terlebih dahulu mengadakan analisis kredit. Tujuan analisis ini adalah agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman. Definisi analisis kredit menurut Lukman Dendawijaya (2005:88) menyatakan sebagai berikut: Analisis kredit atau penilaian kredit adalah suatu proses yang dimaksudkan untuk menganalisis atau menilai suatu permohonan kredit yang diajukan calon debitur kredit sehingga dapat memberikan keyakinan kepada pihak bank bahwa proyek yang akan dibiayai dengan kredit bank cukup layak (feasible).
Selanjutnya menurut Dahlan Siamat (2004:171), menyatakan bahwa analisis kredit itu yaitu: Penilaian kredit atau disebut juga analisis kredit, dilakukan oleh tim atau bagian dalam organisasi perkreditan terhadap permohonan kredit yang diajukan dengan tujuan untuk menilai kondisi calon debitur. Analisis kredit ini di maksudkan agar pemberian kredit tersebut mencapai sasaran yaitu dapat lebih terarah, memberikan hasil dan aman.
25
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat dikatakan bahwa penilaian kredit atau analisis kredit merupakan kegiatan awal untuk pemberian kredit agar pemberian kredit ini lebih terarah, aman dan memberi keyakinan pada bank. Agar tujuan analisis kredit ini tercapai, perlu persiapan analisis berupa pengumpulan informasi atau data sebagai bahan masukan analisis dengan menggunakan teknik-teknik penganalisaan yang mencakup baik analisis kuantitatif maupun kualitatif. Bahan analisis tersebut haruslah dapat dipercaya sehingga akan memberikan output yang lebih akurat pula. Selain itu, tenaga analisis haruslah yang memiliki ketrampilan dan berpengalaman di bidang ini secara teknis dan teoritis. 2. Prinsip-Prinsip Penilaian Kredit Fungsi bank pemerintah adalah untuk memberikan pelayanan kepada pemerintah, dunia usaha, dan perorangan. Kegiatan yang penting adalah membiayai proyek-proyek pembangunan yang bertujuan menggairahkan industri baru maupun yang sedang berkembang, dalam wujud menyediakan dana atau pemberian kredit. Pemberian kredit ini mengandung suatu
tingkat risiko (degree of risk)
tertentu. Untuk menghindari maupun untuk memperkecil risiko kredit yang mungkin terjadi, maka permohonan kredit harus dinilai oleh bank atas dasar syarat-syarat bank teknis, yang terkenal dengan 5 C. Menurut Munawir (2004:235) prinsip-prinsip pemberian kredit 5 C, antara lain yaitu: a b
Character yaitu bank mencari data tentang sifat-sifat pribadi, watak dan kejujuran dari pimpinan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban finansiilnya. Capacity yaitu ini menyangkut kemampuan pimpinan perusahaan beserta stafnya baik kemampuan dalam manajemen maupun keahlian dalam bidang usahanya.
26
c
d e
Capital yaitu ini menunjukkan posisi finansiil perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh ratio finansiilnya dan penekanan pada komposisi “tangible networth”nya. Bank harus mengetahui bagaimana perimbangan antara jumlah hutang dan jumlah modal sendiri. Collateral yaitu berarti jaminan. Ini menunjukkan besarnya aktiva yang akan diikatkan sebagai jaminan atas kredit yang diberikan oleh bank. Conditions yaitu bank harus melihat kondisi ekonomi secara umum serta kondisi pada sektor usaha si peminta kredit.
C. Kredit 1. Pengertian Kredit Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan kredit adalah: “Kredit adalah penyediaan uang atau dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Selanjutnya menurut Thomas Suyatno (1992:12) menjelaskan arti kredit sebagai berikut: Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith) oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) di masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan. Apa yang dijanjikan dapat berupa barang, uang atau jasa.
2. Unsur-unsur Kredit Kredit yang diberikan suatu lembaga kredit berdasarkan kepercayaan sehingga dengan demikian kredit merupakan pemberian kepercayaan. Jadi suatu bank baru akan memberikan kredit apabila telah benar-benar yakin bahwa debitur akan
27
mengembalikan pinjamannya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui untuk kedua belah pihak. Menurut Kasmir (2001:94) unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut: a
Kepercayaan Yaitu suatu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu di masa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, diamana sebelumnya telah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara interen maupun dari eksteren. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
b
Kesepakatan Disamping unsur percaya didalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
c
Jangka Waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, atau jangka panjang.
28
d
Resiko Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu resiko tidak tertagihnya/ macet pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun resiko yang tidak disengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.
e
Balas jasa Merupakan keuntungan atas pemebrian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal denagn nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.
3. Tujuan dan Fungsi Kredit Thomas Suyatno (1994:15) menjelaskan bahwa tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank khususnya bank pemerintah yang akan mengemban tugas sebagai Agent of Development adalah untuk: a Turut
menyukseskan
program
pemerintah
di
bidang
ekonomi
dan
pembangunan. b Meningkatkan aktivitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. c Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.
29
Melengkapi pernyataan tersebut di atas, selanjutnya Kasmir (2001:96), bahwa fasilitas pemberian kredit mempunyai tujuan tertentu yang tidak akan lepas dari misi bank itu sendiri, yaitu: a. Mencari keuntungan Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang terus-menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidir (dibubarkan). b
Membantu usaha nasabah Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.
c
Membantu pemerintah Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Selanjutnya keuntungan yang diperoleh pemerintah dengan menyebarnya pemberian kredit adalah: meningkatnya peneriaman pajak, membuka lapangan kerja baru, meningkatkan jumlah barang dan jasa, penghematan devisa (untuk produk dengan orientasi ekspor)
30
Disamping tujuan di atas, suatu fasilitas kredit juga memiliki fungsi, yang antara lain: a
Untuk meningkatkan daya guna uang. Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.
b
Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.
c
Untuk meningkatkan daya guna uang. Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh su debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.
d
Meningkatkan peredaran barang. Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar.
31
e
Sebagai alat stabilitas ekonomi. Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakt. Kemudian dapat pula kredit membentu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa negara.
f
Untuk meningkatkan kegairahan usaha. Bagi si penerima kredit tenti akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.
g
Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan. Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga, dapat pula mengurangi pengangguran. Disamping itu bagi masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan pendapatan seperti membuka warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya.
h
Untuk meningkatkan hubungan internasional. Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerjasama di bidang lainnya.
32
4. Jenis-jenis Kredit Kredit atau pinjaman yang diberikan oleh bank menurut Dahlan Siamat (2004:165) dapat diklasifikasikan dalam beberapa golongan, yaitu: a
Kredit menurut jangka waktu: 1) Kredit jangka pendek (short-term loan) Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya kurang dari satu tahun. Misalnya kredit untuk membiayai kelancaran operasi perusahaan termasuk kredit modal kerja. 2) Kredit jangka menengah (medium-term loan) Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya 1 s/d 3 tahun. Biasanya kredit ini untuk menambah modal kerja misalnya untuk membiayai pengadaan bahan baku. Kredit jangka menengah ini dapat pula dalam bentuk kredit investasi. 3) Kredit jangka panjang (long-term loan) Yaitu kredit yang jangka waktu pengembaliannya atau jatuh temponya melebihi 3 tahun. Misalnya kredit investasi yaitu kredit untuk mmbiayai suatu proyek, perluasan usaha atau rehabilitasi.
b
Kredit dilihat dari barang jaminan, kredit dapat dibedakan: 1) Kredit dengan jaminan (secured loan) Yaitu kredit yang diberikan dengan suatu jaminan, jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan si calon debitur.
33
2) Kredit dengan tanpa jaminan (unsecured loan) Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha dan karakter serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama ini. c
Kredit dibedakan menurut tujuannya, yaitu: 1) Kredit komersil (commercial loan) Yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancara kegiatan usaha nasabah di bidang perdagangan. Kredit komersil ini meliputi antara lain: kredit leveransir, kredit untuk pertokoan, kredit ekspor dan sebagainya. 2) Kredit konsumtif (consumer loan) Yaitu kredit yang diberikan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan debitur yangt bersifat konsumtif. Oleh karena itu, kredit ini bagi debitur tidak digunakan sebagai modal kerja untuk memperoleh laba akan tetapi semata-mata digunakan untuk membeli barang atau kebutuhankebutuhan lainnya misalnya membeli properti (rumah), mobil, dan berbagai macam barang konsumsi lainnya. 3) Kredit produktif Yaitu kredit yang diberikan oleh bank dalam rangka membiayai kebutuhan modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar produksi misalnya pembelian bahan baku, pembayaran upah, biaya pengepakan, biaya pemasaran, dan distribusi dan sebagainya.
34
d
Kredit menurut penggunaannya terdiri atas: 1) Kredit modal kerja Yaitu kredit yang diberikan oleh bank untuk menambah modal kerja debitur. Kredit modal kerja ini pada prinsipnya meliputi modal kerja untuk tujuan komersil, industri, kontraktor bangunan dan sebagainya. Modal kerja untuk perdagangan misalnya kredit ekspor, kredit pertokoan, dan sebagainya. Sedangkan kredit modal kerja industri misalnya kredit modal kerja pabrik tekstil dan sebagainya.
Jadi
prinsipnya ciri modal kerja ini adalah penggunaan modal yang akan habis dalam satu siklus usaha yaitu dimulai dari perolehan uang tunai dari kredit bank kemudian digunakan untuk membeli barang dagangan atau bahan-bahan baku (kemudian diproses menjadi barang jadi) lalu dijual (bisa dengan kredit atau tunai) selanjutnya memperoleh uang kas kembali. 2) Kredit investasi Yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan untuk digunakan melakukan investasi dengan membeli barang-barang modal. Kredit investasi merupakan kredit jangka menengah atau jangka panjang untuk membiayai pengadaan barang-barang modal maupun jasa yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, relokasi, dan pendirian proyek baru.
35
5. Manfaat Kredit dari Sisi Perbankan Salah satu kegiatan pokok perbankan yaitu menerima atau mengumpulkan dana dari masyarakat dalam berbagai bentuk dan kemudian disalurkan kembali ke masyarakat
dalam
berbagai
bentuk
perkreditan
atau
pembiayaan.
Dalam
melaksanakan fungsinya sebagai perantara keuangan ini (financial intermediary) bank akan memperoleh beberapa manfaat antara lain: a. Memperoleh pendapatan bunga kredit yaitu selisih antara bunga kredit yang diterimanya dari para debitur, dikurangi dengan biaya untul memperoleh dana dari masyarakat dan dikurangi lagi dengan biaya-biaya overhead dalam mengelola kredit tersebut. b. Untuk menjaga solvabilitas usahanya. c. Dengan memberikan kredit akan membantu memasarkan jasa-jasa perbankan yang lain. d. Pemberian kredit untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. e. Pemberian kredit untuk merebut pasar (market share)dalam industri perbankan. f. Dengan pemberian kredit memungkinkan perbankan untuk mendidik pra stafnya untuk mengenal kegiatan-kegiatan industri yang lain secara mendetail. 6. Manfaat Kredit dari Sisi Pemerintah Kegiatan pemberian kredit dari perbankan telah merupakan suatu jaringan usaha dalam suatu sistem perekonomian dihampir setiap negara, baik pada negara yang sedang berkembang maupun pada negara-negara yang telah maju, hingga
36
tidaklah mengherankan bila perkreditan juga merupakan alat dari penguasa moneter dalam mengatur mekanisme perekonomian di suatu negara. Hal ini dapat dipahami karena pemberian kredit oleh perbankan akan memungkinkan para pengusaha baik perorangan,
perusahaan,
bahkan
pemerintah
untuk
mengeluarkan
atau
membelanjakan uang yang berjumlah besar dari income atau saving yang pada suatu saat tertentu. Oleh karena itu apabila perkreditan diarahkan secara semestinya akan merupakan alat yang bermanfaat untuk mengatur suatu sistem perekonomian guna mencapai berbagai tujuan ekonomi yang dinginkan oleh pemerintah. Kepentingan pemerintah secara lebih spesifik lagi terhadap kegiatan perkreditan dapatlah diuraikan sebagai berikut: a
Perkreditan dapat digunakan sebagai alat untuk memacu pertumbuhan ekonomi baik secara umum maupun untuk pertmbuhan sektor-sektor ekonomi tertentu.
b
Sebagai alat untuk mengendalikan kegiatan moneter.
c
Perkreditan sebagai alat untuk menciptakan lapangan usaha/ kegiatan.
d
Pemberian kredit sebagai alat peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat.
e
Perkreditan merupakan sumber pendapatan negara.
f
Penciptaan pasar.
37
7. Manfaat Kredit dari Sisi Debitur Seperti kita ketahui setiap jenis usaha akan memerlukan berbagai faktor produksi antara lain: Man (tenaga kerja), material (bahan baku, bahan penolong), method (teknologi, sistem prosedur kerja perangkat lunak/ software, dll), machine (peralatan-peralatan,
mesin-mesin,
perangkat
keras/
hardware,
dll),
money
(modal/dana untuk membiayai usaha), management (keperluan adanya organisasi dan sarana lainnya untuk pengelolaan suatu usaha), market (suatu pasar yang dapat menampung produk). Beberapa keuntungan pemenuhan sumber-sumber dana dari sektor perkreditan: a
Relatif mudah jika memang usahanya betul-betul feasible.
b
Telah ada lembaga yang kuat di masyarakat perbankan yang menawarkan jasanya dibidang penyediaan dana (kredit).
c
Biaya untuk memperoleh kredit (bunga, administrasi expense) dapat diperkirakan dengan tepat hingga memudahkan pengusaha dalam menyusun rencana kerjanya untuk masa yang akan datang.
d
Terdapat berbagai macam kredit, berbagai bentuk penawaran modal (dana) hingga dapat dipilih dana yang paling cocok untuk kebutuhan modal perusahaan yang bersangkutan.
e
Rahasia keuangan debitur akan lebih terlindungi karena adanya ketentuan mengenai Rahasia Bank dalam Undang-Undang Pokok Perbankan.
f
Dengan fasilitas kredit memungkinkan para debitur untuk memperluas dan mengembangkan usahanya dengan lebih leluasa.
38
g
Jangka waktu kredit dapat disesuaikan dengan kebutuhan dana bagi perusahaan debitur, untuk kredit investasi dapat disesuaikan dengan rencana pelunasan yang sesuai dengan kapasitas perusahaan yang bersangkutan, untuk kredit modal kerja dapat diperpanjang berulang-ulang.
D. Kredit Bermasalah 1. Pengertian Kredit Bermasalah Kredit merupakan bagian dari kehidupan bisnis perbankan, yang dalam kondisi kurang menguntungkan terjadi karena loan portfolio bank yang dimaksud isinya penuh dengan kredit bermasalah. Adapun sebagian faktor penyebabnya adalah bank tersebut kurang mentaati undang-undang, peraturan, ketentuan dn rambu-rambu perbankan yang ada. Menurut Siswanto Sutojo (1997:11), menjelaskan kredit bermasalah itu, yaitu: “Kredit bermasalah adalah debitur mengingkari janji mereka membayar bunga dan/ atau kredit induk yang telah jatuh tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran. Dengan demikian mutu kredit merosot”. Sedangkan kredit bermasalah menurut Dahlan Siamat (2004:174), yaitu: ”Kredit bermasalah atau problem loan dapat diartikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal di luar kemampuan kendali debitur. Kredit bermasalah juga sering disebut non performing loan yang dapat dari kolektibilitasnya”.
39
Kredit bermasalah itu sendiri menurut ketentuan perbankan sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 ditetapkan sebagai berikut: a
Lancar (pass), apabiala memenuhi kriteria: 1) Pembayaran angsuran pokok dan/ atau bunga tepat waktu; dan 2) Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau 3) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral)
b
Dalam perhatian khusus (special mention), apabila memenuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang belum melampaui 90 hari; atau 2) Kadang-kadang terjadi cerukan; atau 3) Mutasi rekeninga relatif aktif; atau 4) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau 5) Didukung oleh pinjaman yang baru.
c
Kurang lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 90 hari; atau 2) Sering terjadi cerukan; atau 3) Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau 4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari; atau 5) Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur, atau 6) Dokumentasi pinjaman yang lemah.
40
d
Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 180 hari; atau 2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen; atau 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari; atau 4) Terjadi kapitalisasi bunga, atau 5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.
e
Macet (loss), apabila memenuhi kriteria: 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 270 hari; atau 2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau 3) Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Munculnya kredit bermasalah akan terjadi secara perlahan-lahan yang
diperlihatkan melalui gejala adanya penyimpangan (signal deviation). Sebagaimana yang dikatakan oleh Tjoekam (2000:264) bahwa: ”Kredit bermasalah (problem loan) selalui dihantui oleh tanda-tanda penyimpangan. Dan apabila tidak diketahui secara dini dan tidak segera ditindaklanjuti, sinyal tersebut akan berubah menjadi trouble signals, kemudian akan menyebabkan timbulnya kredit bermasalah (problem loan). Problem loan yang dimaksud adalah kredit bermasalah yang ditunjukan melalui trouble signals dan akan cepat timbul bilamana pejabat terkait dalam proses kegiatan perkreditan tidak responsif dan tidak mematuhi serta mentaati sistem dan
41
prosedur aplikasi kredit yang lengkap, data/ informasi pemohon, analisis kredit, persetujuan pemberian kredit.
2. Faktor-Faktor Penyebab Kredit Bermasalah Kredit bermasalah tentu saja tidak begitu saja terjadi, tentu ada faktor-faktor yang mendorong terjadinya kredit bermasalah. Menurut Siswanto Sutojo (1997:1822) faktor internal kreditur yang menyebabkan kredit bermaslah yaitu meliputi antara lain: a
Rendahnya kemampuan atau ketajaman bank melakukan analisis kelayakan permintaan kredit yang dijukan oleh debitur.
b
Lemahnya sistem informasi kredit serta pengawasan dan administrasi .
c
Campur tangan yang berlebihan dari pemegang saham bank dalam keputusan pemberian kredit.
d
Pengikatan jaminan yang kurang sempurna. Adapun menurut Erman Munir dalam materi seminar penghapusan kredit
macet: Problematika dan pemecahannya yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1996, dikatakan bahwa ada 4 (empat) macam faktor eksternal penyebab kredit bermasalah, yaitu: a
Kegagalan usaha debitur,
b
Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit,
c
Pemanfaatan iklim persaingan dunia perbankan yang tidak sehat oleh debitur yang tidak bertanggung jawab, dan
d
Musibah yang menimpa usaha debitur.
42
Lebih lanjut Robert H. Behrens yang dikutip oleh Tjoekam (1999:264), menjelaskan bahwa ada beberapa faktor peneyebab terjadinya kredit bermasalah adalah menunjukkan adanya tanda-tanda penyimpangan (signals deviation) diantaranya adalah sebagai berikut: a
b c
d
e.
Menurunnya kondisi keuangan debitur yang tercermin dengan adanya kesulitan likuiditas di dalam memenuhi kewajiban pembayaran dengan sumber dana yang tersedia sehingga mengakibatkan cash crisis yaitu cash in
E. Pengaruh analisis kredit terhadap kredit bermasalah Kredit merupakan sumber pendapatan dan keuntungan bank yang terbesar. Kemampun bank mengelola kredit yang mereka salurkan mempunyai pengaruh terhadap stabilitas dan keberhasilan usaha mereka secara keseluruhan. Di lain pihak, kredit merupakan jenis usaha bank yang besar risikonya. Dalam jangka waktu pendek, kredit dapat mendatangkan kerugian besar. Oleh karena itu diperlukan penilaian awal dari permohonan kredit dari debitur. Menurut Siswanto Sutojo (1997:89) tujuan analisis kredit yang berpengaruh terhadap terjadinya kredit bermasalah adalah:
43
Kredit yang diberikan tanpa didahului oleh analisis kredit yang profesional dapat diragukan mutunya. Tujuan analisis kredit adalah menilai mutu permintaan kredit baru yang diajukan oleh calon debitur, atau permintaan tambahan kredit yang diajukan oleh debitur lama. Dengan demikian, apabila nantinya bank meluluskan permintaan kredit, risiko kredit yang diberikan itu berkembang menjadi kredit bermasalah dapat diperkecil.
Selanjutnya menurut Dahlan Siamat (2005:88) pengaruh analisis kredit terhadap potensi terjadinya kredit bermasalah, yaitu: Dengan adanya analisis kredit ini, dapat dicegah secara dini kemungkinan terjadinya default oleh calon debitur. Default adalah kegagalan nasabah dalam memenuhi kewajibannya untuk melunasi kredit yang diterimanya (angsuran pokok) beserta bunga yang sudah disepakati dan sudah diperjanjikan bersama (misalnya berdasarkan akad kredit yang di buat di hadapan notaris)
Sesuai dengan keterangan-keterangan yang ada, bahwa analisis kredit ini berpengaruh
terhadap
potensi
terjadinya
kredit
bermasalah.
Serta
untuk
menghindarkan diri dari akibat-akibat yang dapat membawa kepada kegagalan dalam pemberian tersebut, para pengelola kredit harus tahu tepatnya jenis kredit yang dibutuhkan oleh debitur untuk membiayai usahanya agar efektif dan efisisen. Jika analisis kredit dilaksanakan dengan teliti dan dengan menggunakan prinsip kehatihatian maka potensi kredit bermasalah akan dapat diperkecil.
44
BAB III METODE DAN OBYEK PENELITIAN
A. Metode Penelitian 1. Paradigma Penelitian Dalam penelitian kuntitatif yang dilandasi pada suatu asumsi bahwa suatu gejala itu dapat diklasifikasikan, dan hubungan gejala bersifat kausal (sebab akibat), maka peneliti dapat melakukan penelitian dengan memfokuskan kepada beberapa variabel saja. Pola pengaruh antara variabel yang akan diteliti tersebut selanjutnya disebut sebagai paradigma penelitian. Paradigma penelitian dari dua variabel yaitu pengaruh analisis kredit (X) terhadap kredit bermasalah (Y). GAMBAR 3.1 PARADIGMA PENELITIAN
ε
Analisis Kredit Variabel X Keterangan: Variabel (x) = Analisis Kredit Variabel (y) = Kredit Bermasalah
ε
= Variabel lain diluar penelitian =
Pengaruh/hubungan kausalitas
Kredit Bermasalah Variabel Y
45
2. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam melaksanakan penelitian adalah Metode Deskriptif Analisis, yang dikemukakan oleh Sugiyono(2006:6), yaitu: “ Suatu metode penelitian yang menggambarkan suatu peristiwa yang sedang terjadi pada saat penelitian, kemudian data diambil kesimpulannya dan dianalisis untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh perusahaan tersebut.”
3. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel a. Variabel Penelitian Pengertian variabel penelitian menurut Sugiyono (2004:39), yaitu “suatu atribut, sifat atau nilai dari seseorang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetatapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan diatarik kesimpulannya”. Penelitian ini menggunakan dua variabel yang terdiri dari: 1) Variabel Independen (X): variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, input, predictor, dan antecedent. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas.
Variabel bebas adalah variabel yang
menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah analisis kredit 2) Variabel dependen (Y): variabel ini sering disebut sebagai variabel respon, output, criteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau
46
menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Dalam peneletian ini yang menjadi variabel terikat adalah kredit bermasalah.
b. Operasionalisasi Variabel Operasionalisasi variabel merupakan upaya untuk mendeskripsikan dan memudahkan dalam menetapkan pengukuran terhadap variabel-variabel yang diteliti. Operasionalisasi variabel juga digunakan sebagai dasar dalam pembuatan kuisioner, sehingga dapat membantu dalam mendapatkan data setepat mungkin. Inti dari penelitian ini adalah mencari pengaruh antar variabel, yaitu variabel independent dan variabel dependen. Adapun operasionalisasi variabelvariabel dapat diuraikan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 sebagai berikut:
47
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel X No. Variabel
Sub Variabel
Indikator Angket
Analisis Kredit (X)
1. Character
a. Watak/ sifat debitur b. Keterangan rekan-rekan (bisnis) mengenai reputasi debitur
1 2
2. Capacity
a. Managerial Skill debitur b. Keahlian dalam bidang usaha a. Kondisi keuangan calon debitur b. Analisa rasio (likuiditas, solvabilitas, rentabilitas)
3 4
a. Nilai ekonomis jaminan b.Nilai yuridis jaminan
7 8
3. Capital
4. Collateral
5.Conditions Munawir (2004:235-236)
barang
5 6
barang
a. Suku bunga kredit b. Kebijakan pemerintah
9 10
48
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Y No. Variabel
Sub Variabel
Indikator Angket
Kredit Bermasalah (Y)
Persepsi Bankir terhadap kemungkinan terjadinya kredit bermasalah yang diakibatkan: 1. Faktor Eksternal a. Kondisi keuangan debitur
b. Kegiatan debitur
usaha
c. Sikap debitur
d. Banking Environmental
2. Faktor Internal a. Sikap Bankir
Moch Tjoekam (1999:264)
1) Keadaan arus kas debitur 2) Kewajiban pembayaran pokok dan bunga sesuai jadwal
11
1) Perkembangan usaha 2) Kompetitif harga atas barang atau jasa yang dipasarkan
13 14
1) Adanya kooperatif 2) Staffing
15
sifat
12
16
1) Inflasi 2) Tindakan antisipasi terhadap perubahan ekonomi dan moneter
17 18
1) Pengetahuan Tinggi 2) Berpengalaman
19 20
49
4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut: a. Data Primer Pengertian data primer menurut Sugiyono (2004:14) adalah “sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data”. Teknik pengumpulan data primer, data diperoleh dengan cara mengadakan penelitian langsung di lapangan atau objek yang diteliti guna untuk mendapatkan data melalui: 1) Observasi Non Partisipan Yaitu suatu teknik pengumpulan data dan informasi dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung pada objek penelitian tanpa terlibat langsung dalam aktivitas/pelaksanan kegiatan perusahaan. 2) Wawancara Terstruktur Yaitu teknik pengumpulan data dan informasi dengan cara mengajukan pertanyaan dengan menggunakan pedoman wawancara yang diajukan kepada Manajer Pemasaran yang kompeten di bidangnya sehingga data yang diterima benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. 3) Angket Teknik pengumpulan data yang meliputi beberapa pertanyaan tertutup mengenai objek yang sedang diteliti dalam bentuk angket sebagai alat bantu pengumpulan data yang diajukan kepada pihak-pihak tertentu. Adapun anggota populasi yang dijadikan responden adalah unsur-unsur yang terlibat
50
dalam analisis kredit yaitu karyawan pada bagian kredit pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung yang berjumlah 14 orang, yaitu Account Officer 11 (sebelas) orang, Administrasi Kredit 3 (tiga) orang. Berdasarkan jumlah karyawan yang terlibat dalam analisis kredit tersebut, menurut Sugiyono (1996:62) dalam penentuan teknik sampel apabila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang maka semua anggota populasi dijadikan sampel atau dengan istilah lain dilakukan sampling jenuh (sensus). Peneliti menggunakan angket dimana pernyataan pada setiap angket berbentuk pernyataan tertutup dimana pada setiap pernyataan telah ditentukan sebelumnya. Untuk memberikan skor atau nilai terhadap jawaban dalam angket yang telah disediakan dibagi dalam lima alternatif jawaban yang sudah bertingkat dengan pemberian bobot nilai (skor). Adapun kriteria jawaban dalam angkaet tersebut berdasarkan likert, yaitu: Tabel 3.3 Bobot Kriteria Jawaban Pernyataan Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Simbol (SS) (S) (KS) (TS) (STS)
Bobot 5 4 3 2 1
51
b. Data Sekunder Data yang telah tersedia dikumpulkan oleh pihak lain, baik dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan oleh seorang peneliti sebagai sumber penelitiannya. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data sekunder adalah literatur, majalah, koran, serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan.
5. Teknik Analisis Data Teknik analisis data penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data yaitu analisis kuantitatif yang digunakan untuk mengukur rumus pengaruh analisis kredit terhadap kredit bermasalah dengan menggunakan uji validitas instrumen, uji reabilitas instrumen, regresi linier sederhana, rank spearman, dan koefisien determinasi. Serta untuk mngetahui kondisi kredit bermasalah digunakan rumus KAP. a. Uji Validitas Instrumen Instrumen penelitian diujicoba dengan tujuan untuk mengetahui apakah instrumen telah memenuhi persyaratan ditinjau dari segi kesahihan/validitas maupun dari
segi
keterandalan/reliabilitasnya.
Menurut
Sugiyono
(1999
:
109)
mendefinisikan bahwa : “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.” Dengan demikian, menurut Suharsimi Arikunto (1998 : 160) sebuah instrumen dikatakan sahih apabila dapat mengukur apa yang diukur. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Tinggi rendahnya
52
validitas
instrumen
menunjukkan
sejauhmana
data
yang
terkumpul
tidak
menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Alat pengujian yang dipakai adalah Korelasi Product Moment dari Karl Pearson sebagaimana yang tertuang dalam Arikunto (1998 : 162) sebagai berikut:
rXY =
n.∑XY− (∑X)(. ∑Y)
{n∑X − (∑X) }.{n∑Y − (∑Y) } 2
2
2
2
Di mana : r
= Koefisien validitas butir pernyataan yang dicari
n
= Banyaknya responden (di luar sampel penelitian yang sebenarnya
X
= Skor yang diperoleh subyek dari seluruh item
Y
= Skor total yang diperoleh dari seluruh item
ΣX
= Jumlah skor dalam distribusi X
ΣY
= Jumlah skor dalam distribusi Y
ΣX2 = Jumlah kuadrat masing-masing distribusi X ΣY2 = Jumlah kuadrat masing-masing Y
53
Adapun persyaratan untuk menggunakan rumus Korelasi Product Moment diatas adalah sekurang – kurangnya data harus interval. Sehingga data dengan skala ordinal yang ada harus diubah menjadi data dengan skala interval dengan menggunakan rumus Methode Of Succesive Interval. Perhitungan Methode Of Succesive Interval dikutip dari Harun Al Rasjid, (1994 :134), Adapun langkah-langkah untuk melakukan transformasi data adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan jawaban responden, untuk setiap pernyataan, hitung frekwensi setiap jawaban 2. Berdasarkan frekwensi yang diperoleh untuk setiap pernyataan, hitung proporsi setiap jawaban 3. Berdasarkan proporsi tersebut, untuk setiap pernyataan, hitung proporsi kumulatif untuk setiap pilihan jawaban 4. Untuk setiap pernyataan, tentukan nilai batas untuk Z pada setiap pilihan jawaban 5. Hitung nilai numerik penskalaan (scale value) untuk setiap pilihan jawaban melalui persamaan berikut :
Scale Value
Density at Lower Limit – Density at Upper Limit = --------------------------------------------------------------Area Under Upper Limit – Area Under Lower Limit
Di mana : Density at Lower Limit
= Kepadatan batas bawah
Density at Upper Limit
= Kepadatan batas atas
54
Area Under Upper Limit
= Daerah di bawah batas atas
Area Under Lower Limit
= Daerah di bawah batas bawah
6. Hitung skor (nilai hasil transformasi) untuk setiap pilihan jawaban dengan persamaan berikut: Score = Scale Value - Scale Valueminimum
+
1
Jika koefisien (r) yang diperoleh dari pada koefisien di tabel nilai-nilai kritis r, yaitu pada taraf signifikan 5% atau 1% instrumen tes yang diujicobakan tersebut ternyata valid. Namun, harus dicatat bahwa salah satu alat tes yang dipergunakan sebagai pembanding. Jadi bukan alat yang sedang diujicoba, harus terlebih dahulu dinyatakan valid. b. Uji Reliabilitas Instrumen Reliabilitas menunjuk pada pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Menurut Arikunto, reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliable artinya terpercaya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan (1998 : 170). Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Data yang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama.
55
Untuk mengukur reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini digunakan "Metode Alpha Cronbach " dengan rumus :
r =
k (1 - Σσi2) k–1 σ2
Dimana : r
: Koefisien relibilitas yang dicari.
k
: Jumlah butir pertanyaan
Σσi2 : Varians butir – butir pertanyaan (soal) σ2
: Varians skor tes
Varians butir itu sendiri dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
σi2 = ΣXi2 - (ΣXi)2 N N Dimana : σi2
: Varians butir pertanyaan ke – n (misalnya ke-1, ke-2 dan seterusnya.)
ΣXi : Jumlah skor jawaban subjek untuk butir pertanyaan ke-n.
56
c. Regresi Linier Sederhana Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional maupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Persamaan Umum Regresi linier sederhana adalah : Y = a + bX Dimana : Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan. a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan) b = Angka arah koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik dan bila b (-) maka terjadi penurunan. X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu. Sugiyono (1999:204) Harga dari a dan b dapat dicari dengan rumus, menurut Sugiyono (1999:206)
(∑ Yi )( ∑ Xi ) − (∑ Xi )(∑ XiYi ) a = n ∑ Xi − (∑ Xi ) 2
2
b =
n ∑ XiYi − n ∑ Xi
2
2
(∑ Xi )(∑ − (∑ Xi )
2
Yi
)
57
d. Koefisisen Korelasi Rank Spearman Analisa ini dipakai untuk melihat hubungan yang terjadi diantara variabel yang diteliti, yaitu variabel bebas (analisis kredit) dan variabel terikat (kredit bermasalah),
karena
pengamatan
dari
dua
variabel
tersebut
berskala
ordinal/ranking maka derajat korelasi dicari dengan koefisien korelasi rank spearman yang digunakan rumus Sidney Siegel (1994:256), sebagai berikut: 1)
Apabila ada data kembar, maka:
∑ x + ∑ y − ∑ di rs = 2 (∑ x )(∑ y ) 2
2
2
2
2
Dimana: N3 − N − ∑ Tx 12 N3 − N 2 y = − ∑ Ty ∑ 12
∑x
2
=
Untuk mencari pemecahan
∑ Tx dan ∑ Ty selanjutnya dilakukan dengan
cara sebagai berikut: Tx =
tx 3 − tx 12
∑ Ty =
ty 3 − ty 12
∑
Dimana: rs
∑X ∑Y di 2
= Koefisien Korelasi Rank Spearman 2
2
= Skor Variabel X setelah Faktor Koreksi = Skor variabel Y setelah Faktor Koreksi = Selisih dua rangking
58
N
= Jumlah Responden
2) Apabila tidak ada data kembar, maka:
rs = 1
6∑ di 2
(
)
n n2 −1
Dimana: rs
= Koefisien Korelasi spearman
di
= Selisih rank x dan rank Y
x
= Variabel bebas
Y
= Variabel terikat
e. Analisa Koefisien Determinasi Digunakan untuk melihat beberapa persentase (%) dan mengetahui besarnya kontribusi pengaruh variable X (analisis kredit) terhadap naik atau turunnya variable Y (kredit bermasalah) harus dihitung dengan rumus Koefisien Determinasi sebagai berikut: Kd = rs 2 x 100% Dimana: Kd
= koefisien determinasi
rs
= koefisien korelasi rank spearman
6. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Berdasarkan SK Direksi Bank Indonesia No. 23/81/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991, jo SK Direksi Bank Indonesia No. 26/22/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993, jo SK Direksi Bank Indonesia No. 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998,
59
tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan, dijelaskan bahwa formula untuk memberikan penilaian atas Kualitas Aktiva Produktif yang hal kredit. Terdapat 5 (lima) komponen dalam perhitungan meliputi: a. Kolektibilitas Kredit 1) Lancar
: xxxxx X 0%
2) Perhatian Khusus
: xxxxx X 5% = Rp.xxxxxx
3) Kurang Lancar
: xxxxx X 15% = Rp.xxxxxx
4) Diragukan
: xxxxx X 50% = Rp.xxxxxx
5) Kredit Macet
: xxxxx X 100% = Rp.xxxxxx
Jumlah Aktiva Diklasifikasikan
= Rp.xxxxxx
Rp.xxxxxx
Kemudian dicari rasionya dengan membandingkan hasil aktiva yang diklasifikasikan dengan seluruh outstanding dikali 100%. b. Rasio Rasio (Y)
=
JumlahAktivaDiklasifikasikan Χ100% TotalOuts tan ding
c. Untuk memasukkan nilai KAP, masukkan rasio di atas ke dalam formula sebagai berikut: KAP (Z) =
15,5 − Rasio Χ1 0,15
Adapun kriteria kesehatan dikelompokkan dalam 4 (empat) macam, yaitu: No. 01 02 03 04
Nilai KAP 82 - < 103,33 66 - <81 51 - <65 < 50
Predikat Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
Sumber: SK Direksi Bank Indonesia No. 30 / 267/ KEP/ DIR tanggal 27 Februari 1998
60
B. Obyek Penelitian 1. Sejarah berdirinya Bank BRI Pada bagian sub bab ini, peneliti sedikit menjabarkan tentang sejarah keberadaan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan usaha-usaha yang dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Naripan Bandung sepanjang berdirinya dan dalam mempertahankan keberadaan di tengah masyarakat. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI. Pendiri Bank Rakyat Indonesia Raden Aria Wirjaatmadja Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintergrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.
61
Setelah berjalan selama satu bulan keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan Bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim). Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai Bank Umum. Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikannya masih 100% ditangan Pemerintah. PT. BRI (Persero) yang didirikan sejak tahun 1895 didasarkan pelayanan pada masyarakat kecil sampai sekarang tetap konsisten, yaitu dengan fokus pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Hal ini antara lain tercermin pada perkembangan penyaluran KUK pada tahun 1994 sebesar Rp. 6.419,8 milyar yang meningkat menjadi Rp. 8.231,1 milyar pada tahun 1995 dan pada tahun 1999 sampai dengan bulan September sebesar Rp. 20.466 milyar.
62
Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka sampai saat ini Bank Rakyat Indonesia mempunyai Unit Kerja yang berjumlah 4.447 buah, yang terdiri dari 1 Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor Inspeksi /SPI, 170 Kantor Cabang(Dalam Negeri), 145 Kantor Cabang Pembantu, 1 Kantor Cabang Khusus, 1 New York Agency, 1 Caymand Island Agency, 1 Kantor Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, 6 Kantor Mobil Bank, 193 P.POINT,3.705 BRI UNIT dan 357 Pos Pelayanan Desa.
2. Visi dan Misi Disamping itu, PT. BRI (Persero) mempunyai visi dan misi dalam menjalankan tugasnya sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan. Adapun visi dan misi dari PT. BRI (Persero) adalah: a. Visi BRI Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. b. Misi BRI Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat. 1)
Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate governance.
63
2)
Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung a. Struktur Organisasi Struktur organisasi dalam suatu perusahaan merupakan hal yang sangat penting.
Dimana dengan adanya struktur organisasi, maka akan mempermudah
dalam pembagian tugas. Struktur organisasi dibentuk dengan tujuan agar anggota dapat bekerja sama dengan baik, efektif, dan efisien. Kerjasama yang baik akan terwujud dengan adanya pembagian kerja. Struktur organisasi PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung dapat dilihat pada bagian struktur organisasi yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.2 Struktur Organisasi PT. BRI (Persero) Cab. Naripan Bandung
PIMPINAN CABANG
MANAGER PEMASARAN
ACCOUNT OFFICER
ADMINISTRASI KREDIT
64
b. Uraian Tugas Adapun uraian tugas dari setiap bagian dalam struktur organisasi pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung adalah sebagai berikut: 1)
Pimpinan Cabang Pimpinan Cabang mempunyai tanggung jawab dan wewenang sebagi berikut: a)
Menciptakan dan menjamin kelancaran pelayanan operasional di kantor cabang, kanca pembantu, dan BRI unit.
b)
Mengidentifikasi potensi ekonomi di wilayah kerjanya, sehingga dapat mendukung penyusunan pasar sasaran, kriteria nasabah yang diterima dan rencana pemasaran tahunan kanca.
c)
Melakukan pembinaan secara aktif dalam meningkatkan kemampuan pegawai di kanca, kancapem, BRI unit untuk meningkatkan kualitas setiap fungsi.
d)
Menjamin bahwa seluruh transaksi yang disetujui telah sesuai dengan kewenangannya.
e)
Mengembangkan bisnis perkreditan di kanca, kancapem, BRI unit guna memperoleh keuntungan yang optimal dengan risiko yang dapat diterima dan tetap mempertahankan kualitas portofolio yang sehat.
f)
Melakukan negosiasi dan menyutujui tingkat suku bunga simpanan sesuai dengan kewenangannya.
g)
Memprakarsai, merekomendasi, dan memutuskan keputusan kredit sesuai dengan kewenangannya.
65
h)
Mewakili direksi dalam berhubungan dengan pihak lain untuk kepentingan kanca.
i)
Memutuskan tingkat suku bunga kredit sesuai dengan kewenangannya.
j)
Mengusulkan dan atau menetapkan promosi dam demosi pegawai sesuai ketentuan.
2)
Manajer Pemasaran Dalam tugas sehari-hari manajer pemasaran mempunyai tanggung
jawab dan wewenang sebagai berikut: a)
Mengidentifikasi potensi ekonomi di wilayah kerjanya, sehingga dapat mendukung penyusunan pasar sasaran, kriteria nasabah yang dapat diterima dan rencana pemasaran tahunan kanca.
b)
Menyusun Rencana Pemasaran Tahunan (RPT) yang menjadi tanggung jawab sesuai dengan rencana kerja anggaran, pasar sasaran.
c)
Menetapkan proses kredit sesuai dengan Kebijakan Umum Perkreditan BRI dan Pedoman Pelaksanaan Kredit Retail yang telah ditetapkan terhadap Account Officer yang termasuk portofolionya untuk mencapai target kanca.
d)
Berperan aktif dalam strategi pengembangan bisnis dan pelayanan kanca, serta menjalin hubungan secara profesional dengan debitur dan pihak ketiga yang terkait dengan BRI.
e)
Berperan sebagai tim penyelamatan dan penyelesaian kredit bermasalah.
f)
Memutuskan kredit sesuai dengan kewenangannya.
66
g)
Memberikan rekomendasi untuk kredit putusan Pimpinan Cabang.
h)
Melaksanakan judgement yang mandiri sesuai dengan kewenangannya dalam menganalisa, mengevaluasi dan memutuskan keputusan kredit.
i) 3)
Sebagai pemrakarsa permohonan pinjaman baru.
Account Officer Account Officer mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagi berikut: a)
Memeriksa permintaan pinjaman di tempat usaha nasabah yang meliputi usahanya, letak jaminan, dan menganalisanya serta mengusulkan putusan pinjaman kepada Pimpinan Cabang.
b)
Melaksanakan pembinaan terhadap nasabah pinjaman dan simpanan.
c)
Memperkenalkan dan memasarkan jasa-jasa perbankan kepada masyarakat serta mengajak masyarakat untuk berhubungan dengan BRI.
d)
Melaksanakan pemberantasan tunggakan dengan cara memeriksa di tempat usaha nasabah, menagih dan mengusulkan langkah-langkah penanggulangannya.
e)
Menyampaikan hasil kunjungan ke tempat nasabah kepada Pimpinan Cabang.
f)
Memelihara dan mengerjakan rencana kerja, buku tunai dan buku eksploitasi kendaraan bermotor.
g)
Menyampaikan laporan kepada Pimpinan Cabang apabila dijumpai adanya penyimpangan dalam melaksanakan operasional BRI Cabang.
67
4)
h)
Selalu berusaha meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
i)
Memeriksa kebenaran hasil analisa kredit.
Administrasi Kredit Aministrasi Kredit mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagi
berikut: a)
Mengelola penyimpanan berkas-berkas pinjaman dan simpanan, perngarsipan bukti-bukti kas dan pembukuan.
b)
Penyusunan administrasi pembukuan surat berharga dan dokumen penting lainnya.
c)
Melaksanakan posting selama transaksi yang terjadi di BRI Cabang.
d)
Menatausahakan register-register yang berkaitan dengan pencatatan proses pelayanan pinjaman dan pemberantasan tunggakan.
e)
Menatausahakan register-register surat berharga.
f)
Memberikan pelayanan administrasi kepada nasabah atau calon nasabah pinjaman, simpanan dan nasabah yang akan menggunakan jasa perbankan lainnya pada BRI Cabang dengan sebaik-baiknya.
g)
Mengerjakan semua laporan BRI Cabang kecuali laporan beraca dan rugi laba.
68
4. Keadaan Karyawan Pada Bagian Keuangan (Kredit) PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung Karyawan merupakan faktor penting bagi terwujudnya segenap proses pencapaian tujuan dalam suatu perusahaan, oleh karena itu keadaan karyawan yang seimbang dengan kebutuhan perusahaan merupakan syarat bagi terwujudnya efisiensi dan efektivitas tujuan tersebut. Setiap karyawan melaksanakan tugasnya sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh pimpinannya dengan mematuhi aturan-aturan yang berlaku yang telah ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti menganggap perlu menguraikan keadaan karyawan pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung berdasarkan jumlah, pendidikan, jenis kelamin, karena baik buruknya suatu organisasi tidak terlepas dari keadaan karyawan serta sarana penunjang kerja lainnya yang akan turut mempengaruhi pelaksanaan tugas-tugas yang telah dibebankan kepada karyawan Pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung sebagai berikut:
Tabel 3.4 Jumlah Karyawan Pada Bagian Keuangan (Kredit) PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung No 1. 2. 3. 4. Total
Jabatan Pimpinan Cabang Manajer Pemasaran Account Officer Administrasi Kredit
Jumlah 1 1 11 3 16
69
Tabel 3.5 Pendidikan Karyawan Pada Bagian Keuangan (Kredit) PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung No Pendidikan 1. Lulusan S2 2. Lulusan S1 Total
Jumlah 2 14 16
Tabel 3.6 Jenis Kelamin Karyawan Pada Bagian Keuangan (Kredit) PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung No 1. Pria 2. Wanita Total
Jenis Kelamin
Jumlah 11 5 16
5. Aktivitas Operasional PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung Dilihat dari segi aspek bank, objek utama untuk menghimpun dan menyalurkan dana adalah masyarakat, dan masyarakat ini sebagai pendukung yang diikutsertakan secara langsung dalam usaha bank untu mencapai tujuan. Bank melakukan pemasaran terhadap produk-produknya supaya dapat dikenal masyarakat seperti produk funding, produk lending, maupun produk jasa lainnya. Sehingga masyarakat mau menyimpan dan meminjam dana dari bank a. Produk Funding Produk funding yang dipasarkan oleh PT. BRI (Persero), berupa simpanan yaitu dalam bentuk:
70
1)
Tabungan a)
BRITAMA Britama merupakan tabungan yang pengambilannya tidak dibatasi dalam jumlah maupun frekuensi sepanjang saldo mencukupi, dengan setoran awal minimal Rp. 100.000,- dengan suku bunga yang bervariasi dan nasabah akan mendapatkan hak nomor undian berhadiah setiap 6 bulan sekali sekantor cabang Bandung.
2)
Deposito Berjangka Simpanan uang dari masyarakat yang penarikannya hanya dapat dilakukan setelah jangka wakt tertentu yaitu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan sesuai dengan yang telah disepakati antara penyimpan (nasabah) denga bank yang bersangkutan. Selain menghimpun dana dari masyarakat PT. BRI (Persero) itu sendiri juga
menghimpun dana yang lain seperti pinjaman dari bank lain dan pinjaman dana dari Bank Indonesia.
b. Produk Lending Lending adalah kegiatan menyalurkan dana dalam bentuk pinjaman dari lenders (kreditur) kepada borrowers (debitur). Produk lending atau pinjaman yang di tawarkan oleh PT. BRI (Persero) yaitu:
71
1)
KUR (Kredit Usaha Rakyat) KUR diberikan untuk membiayai keperluan modal kerja dalam rangka peningkatan usaha di semua sektor ekonomi kecil. Besarnya jumlah plafond untuk setiap nasabah maksimal Rp. 100.000.000,-
2)
Kredit Agunan Kas Kredit ini ditujukan untuk para pengusaha yang berminat menjaminkan surat-surat berharga untuk mencukupi besaran plafon kredit yang diajukan. Dengan ketentuan nasabah mempunyai Asli Surat Berharga seperti adanya setoran kas (rekening simpanan di BRI) baik Rupiah maupun Valas, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan sertifikat Bank Indonesia yang pembeliannya diageni BRI.
3)
Kredit Express Seiring dengan perkembangan jaman, tuntutan akan sebuah peningkatan kualitas hidup serta dengan adanya berbagai peluang usaha yang menunggu tangan-tangan profesional. Kredit Express ini ditujukan untuk para professional khususnya dokter, notaris, akuntan, yan berminat untuk mengembangkan usaha. Besaran plafond yang ditawarkan sebesar antara rentang Rp. 25.000.000,- s.d Rp. 150.000.000,-.
4)
Kredit Bisnis Retail (Kredit Investasi Investasi Kredit Investasi merupakan solusi tepat bagi para pengusaha besar dan UMKM yang membutuhkan pembiayaan investasi tetap (pengadaan mesin, peralatan, kendaraan operasional, pembelian/renovasi bangunan usaha).
72
Dengan batas maksimal plafond pada kantor cabang BRI sebesar Rp. 2000.0000.000,5)
Kredit Modal kerja Kredit Modal Kerja (KMK) merupakan salah satu layanan BRI yang bertujuan untuk membiayai tambahan modal kerja yaitu piutang dan tambahan persediaan. Dalam pengajuan kredit modal kerja, para nasabah disyaratkan untuk menyediakan dana sendiri minimun sebesar 30% dari total kebutuhan modal usaha.
c. Pelayanan Jasa Lainnya Kemudian produk jasa perbankan yang dipasarkan guna membantu kelancaran lalu lintas pembayaran, baik nasional maupun internasional, yang meliputi: 1)
Jasa Keuangan PT. BRI (Persero), yaitu: a)
Kliring, adalah tata cara perhitungan utang-piutang dalam bentuk surat-surat dagang dan surat-surat berharga peserta kliring dengan maksud agar perhitungan utang-piutang tersebut terselenggara dengan mudah, cepat dan aman.
b)
Inkaso, adalah penagihan warkat-warkat kliring yang terdapat di luar wilayah kliring bank yang bersangkutan.
c)
Transfer, adalah suatu jasa pelayanan bank kepada masyarakat untuk mengirimkan sejumlah uang yang ditujukan kepada pihak lain sesuai dengan permintaan pengirim.
73
2)
Jasa-Jasa Keuangan kerjasama dengan Pihak ke III a)
Penerimaan setoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
b)
Pembayaran gaji pensiunan.
6. Ketentuan Umum dan Syarat-Syarat Umum Pengajuan Kredit dan Gambaran Umum Proses Pemberian Kredit Bisnis Retail (Kredit Investasi) PT. BRI (Persero) a. Ketentuan Umum dan Syarat-Syarat Umum Pengajuan Kredit Proses pemberian kredit merupakan tahapan-tahapan yang mutlak dilakukan oleh para petugas bank untuk memberikan kreditnya kepada para calon debitur yang mengajukan permohonan kredit, untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung. Analisis kredit adalah mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek baik keuangan maupun nonkeuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat atau tidak dapat dipertimbangkan suatu permohonan kredit. Analisis pemberian kredit investasi yang dilakuka sesuai prosedur dan akan dapat menurunkan angka kredit bermasalah sehingga PT. BRI (Persero) dapat memperoleh keuntungan yang besar. Kredit yang diberikan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung kepada calon debitur yang memenuhi syarat untuk pemberian kredit bisnis retail (kredit investasi) guna menambah pengadaan mesin, peralatan, kendaraan
74
operasioanal usaha. Ketentuan Umum dan Syarat-Syarat Umum Pengajuan Kredit Bisnis Retail (Kredit Investasi) PT. BRI (Persero) cabang Naripan Bandung 1) Ketentuan Umum a)
Bunga kredit dihitung berdasarkan Maksimal Kredit: (1)
MK < Rp. 1 Milyar
Suku Bunga = 16%
(2)
Rp. 1 Milyar < MK < Rp. 2 Milyar
Suku Bunga = 15,5%
b)
Plafon kredit maksimal Rp. 2 Milyar
c)
Agunan harus marketable, memiliki kemudahan untuk dijangkau dan dapat dilalui kendaraan beroda empat.
2) Syarat-Syarat Umum a)
Mengajukan surat permohonan kredit
b)
Pas Photo terbaru ukuran 3 X 4
c)
Photo copy KTP yang masih berlaku
d)
Photo copy Kartu Keluarga (KK)
e)
Photo copy tabungan Britama
f)
Rekening koran atau simpanan di bank lain selama 3 bulan terakhir (jika ada).
3) Data-data Usaha a)
SIUP (Surat Ijin Usaha Perusahaan)
b)
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
c)
Surat Ijin Gangguan/ HO
d)
Laporan keuangan 1 tahun terakhir
75
e)
Akte pendirian/ perubahan pendirian usaha (khusus usaha berbadan hukum)
4) Data Agunan a)
Photo copy Sertifikat Hak Guna Bangunan atau Hak Milik
b)
Photo copy Ijin Mendirikan Bangunan
c)
Photo copy Pajak Bumi dan Bangunan
76
b. Gambaran Umum Proses Pemberian Kredit Bisnis Retail (Kredit Investasi) PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung. Dalam pelaksanaan pemberian fasilitas kredit kepada nasabahnya, bank dihadapkan pada suatu masalah yangt kompleks. Antara lain kepada siapa kredit harus diberikan, untuk apa kredit tersebut dipergunakan, apakah nasbah akan mengembalikan utang pokok dan bunganya pada waktu yang telah ditetapkan, berapa jumlah yang layak untuk memberikan kredit tersebut, bagaimana risiko yang timbul dari penyaluran kreditnya tersebut, selain itu para pengelola kredit itu pun juga dihadapkan pada masalah-masalah yang sifatnya sangat khusu yang menyangkut kegiatan usaha calon debitur secara spesifik. Untuk dapat menjawab atau mengambil keputusan yang dihadapi dalam proses pemberian kredit ini, maka diperlukan suatu analisa kredit . analisa kredit ini perlu dilakukan secara kritis baik melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif terhadap segala aspek. Proses pemberian kredit ini dapat dilakukan oleh seseorang atai tim yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman untuk itu juga untuk merumuskan pemecahan masalah yang dihadapi oleh bank dalam proses pemberian kreditnya. Begitu pula yang terjadi pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung. Untuk lebih jelasnya mengenai proses pemberian kredit oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung dapat dilihat pada gambar berikut:
77
Gambar 3.3 Proses Pemberian Kredit Bisnis Retail (Kredit Investasi) PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung
Permohonan Kredit Penelitian Berkas, Investigasi dan Informasi Bank
Analisis Kredit
Keputusan
Ditolak
Disetujui
Pengembalian Berkas
Akad Kredit
Asuransi Jaminan
Pengikatan Jaminan
Pencairan
Pengawasan
Sumber : PT. Bank BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung Tahun 2008
78
Proses pemberian kredit pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, sebagai berikut: 1. Permohonan Kredit Permohonan kredit dijukan oleh calon debitur kepada pihak bank. Dengan menyampaikan dokumen-dokumen, berkas-berkas. Seperti surat permohonan resmi, akte pendirian rumah atau tempat usaha, laporan keuangan calon debitur (dalam 1 tahun), dan informasi-informasi lainnya seperti nomor NPWP, keterangan domisili dan tempat usaha dari calon debitur, izin-izin legal pembangunan proyek, serta rekening-rekeing yang dimiliki oleh calon debitur pada bank lain. 2. Penelitian berkas-berkas, Investigasi, dan Informasi Bank Berkas-berkas yang telah diberikan kepada pihak bank kemudian diteliti kebenarannya. Dilakukan investigasi atau wawancara awal, serta informasi bank untuk mengetahui mengenai informasi calon debitur , baik mengenai pribadinya maupun (bisnis) yang dimiliki oleh calon debitut. Informasi ini diperoleh melalui korespondensi dengan bank lain maupun dengan Bank Indonesia. 3. Analisis Kredit Setelah permohonan kredit diterima kemudian diteliti oleh Administrasi kredit mengenai berkas-berkas, investigasi awal serta informasi bank mengenai calon debitur. Kemudian diberikan kepada account officer , maka calon debitur diminta untuk memberikan keterangan-keterangan tambahan yang dapat menjelaskan isi dari berbagai berkas-berkasyang telah disampaikan kepada pihak bank. Keteranganketerangan tersebut bisa disampaikan secara lisan melalui wawancara yang lebih mendalam baik maupun tertulis sesuai dengan informasi maupun data yang diminta
79
oleh account officer dari bank. Analisis kredit dengan menggunakan 5 C (Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Conditions) Account officer melakukan analisis kredit berdasarkan pedoman
yang
sudah ditentukan dalam bank dan biasanya tergantung kepada jenis kredit yang diminta. Hasil dari analisis kredit tersebut dijadikan dalam satu paket kredit untuk persatu orang calon debitur. 4. Keputusan Paket kredit yang telah selesai yang merupakan hasil dari penelitian administrasi kredit mengenai berkas-berkas, investigasi, dan informasi bank dan hasil analisis yang dilakukan oleh account officer, paket kredit tersebut diberikan administrasi kredit kepada Manajer Pemasaran yang memiliki wewenang untuk memutuskan apakah calon debitur tersebut layak untuk mendapatkan kredit dari bank atau tidak. 5. a. Ditolak Permohonan kredit ditolak, berarti persyaratan atau hasil dari analisis kredit tidak sesuai dengan pedoman pelaksanaan kredit bisnis retail yang telah ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan bandung , maka berkas dan segala kelengkapannya dikembalikan lagi kepada calon debitur tersebut . proses terhenti sampai disini. b. Diterima Permohonan kredit disetujui oleh Manajer Pemasaran PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, maka paket kredit calon debitur tersebut dilanjutkan ke proses selanjutnya.
80
6. Akad Kredit Akad kredit dibuat di hadapan notaris publik di tandatangani oleh pihak PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, calon debitur, dan notaris publik serta dicatatkan dan didaftarkan oleh notaris publik pada pengadilan negeri sesuai domisili PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung agar memiliki kekuatan hukum yang mengikat semua pihak. Akad kredit berisi tentang semua hal yang berhubungan dengan kreditur dan debitur, syarat-syarat calon debitur, kewajiban-kewajiban calon debitur dan hak-hak yang dimiliki oleh pihak bank. 7. a. Pengikatan Jaminan Pengikatan jaminan sangat perlu dilakukan. Jika terjadi kredit macet maka ujung tombaknya berada pada jaminan kredit yang calon debitur berikan. Jaminan dapat dengan barang bergerak atau tidak bergerak. Barang tidak bergerak anatara lain tanah, rumah, gedung usaha yang terlebih dahulu PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung bekerjasama dengan notaris publik untuk memeriksa status jaminannya tersebut kepada BPN (Badan Pertanahan Negara) apakah bermasalah atau tidak. Barang tidak bergerak dapat diikat secara hipotek dan kuasa jual. Untuk barang yang tidak bergerak dapat berupa kendaraa yang dapat diperiksa statusnya ke Samsat daerah kendaraan tersebut terdaftar. Untuk barang yang bergerak dapat diadakan pengikatan dalam bentuk gadai dan kuasa menjual.
81
b. Asuransi Jaminan PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung bekerjasama dengan perusahaan asuransi, PT. Askrindountuk membuat asuransi jaminan terhadap barang jaminan calon debitur jika terjadi kebakaran atau bencana alam. 8. Pencairan Kredit Pencairan kredit dilakukan bank setelah semua proses sebelumnya dijalani dan disetujui. Pencairan kredit dilakukan dengan langsung dikirimkan ke dalam rekening debitur bersangkutan. 9. Pengawasan Kredit Pengawasan kredit selalu dilakukan oleh para account officer PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung per triwulan. Pengawasan ini agar mngetahui masalah-masalah yang dihadapi oleh debitur mengenai usahanya sebelum masalah tersebut benar-benar parah (kredit bermasalah). Pengawasan kredit antara lain meliputi: pengawasan terhadap laporan keuangan debitur setelah pancairan kredit, pengawasan dengan cara on the spot (melihat kegiatan usaha yangdilakukan debitur dan pegawainya). Jika debitur telah mengalami kemunduran dalam usahanya , maka debitur harus segera berkonsultasi dengan pihak bank.
82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Pelaksanaan Analisis Kredit Bisnis Ritel (Kredit Investasi) pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung adalah bank umum milik
negara yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dimana kegiatan usahanya adalah berupa simpanan dan pinjaman (kredit). Salah satu produk kredit PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung adalah kredit ritel yaitu antara lain kredit investasi yang merupakan solusi tepat bagi para pengusaha besar maupun UMKM yang membutuhkan pembiayaan investasi tetap. Analisis kredit merupakan hal yang harus dilakukan oleh semua bank yang akan menyalurkan kreditnya kepada debitur sebagai langkah awal untuk menentukan apakah kredit yang diberikan pihak bank dapat kembali sesuai dengan yang diperjanjikan oleh debitur atau tidak. Karena dengan analisis kredit yang dilakukan pihak bank dengan baik maka pihak bank akan menilai akan tujuan pengajuan kredit. Begitupun analisis pemberian Kredit Investasi BRI merupakan hal yang harus dilakukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung sebagai langkah awal proses kegiatan kredit. Memudahkan pembahasan lebih lanjut, peneliti mengelompokkan beberapa prinsip pemberian analisis kredit yang dilaksanakan PT. BRI (Persero) Cabang
83
Naripan Bandung kedalam beberapa faaktor yaitu: Character, Capital, Capacity, Collateral, dan Conditions. Dimana masing-masing alat ini akan diuraikan sesuai dengan yang dilaksanakan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung. 1.
Character Character merupakan prinsip yang penting didalam melaksanakan analisis
pemberian kreditnya, apakah PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah menjalankan
fungsi-fungsi
sesuai
dengan
melaksanakannya. Dimana fungsi-fungsi
fungsi
yang
ada
atau
belum
yang ada satu sama lainnya saling
mempengaruhi dan menjadi jalinan yang kuat untuk melihat apakah pemberian kredit yang telah dijalankan itu telah efektif atau tidak. Langkah-langkah menilai character diantaranya: a.
Pelaksanaan kegiatan penilaian watak/sifat calon Debitur Character merupakan salah satu pertimbangan yang terpenting dalam
memutuskan pemberian kredit pada PT. BRI (Persero) sehingga pihak bank dapat menilai keyakinan calon debitur mempunyai moral, watak maupun sifat-sifat pribadi yang positif dan mempunyai tanggung jawab baik dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat ataupun dalam tingkat kejujuran untuk memenuhi kewajibankewajibannya. Character ini merupakan ukuran dalam analisis kredit untuk menentukan “kemauan”membayar segala kewajiban calon debitur kepada pihak nak. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, kegiatan penilaian watak / sifat calon debitur atau itikad baik calon debitur dilaksanakan dan disesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, dimana dengan penilaian fungsi watak atau itikad baik calon
84
debitur ini PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah mampu menilai kemampuan membayar atas pengajuan kreditnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer Pemasaran PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, untuk dapat melaksanakan kegiatan penilaian watak / itikad baik dari calon debitur telah ditetapkan beberapa ketentuan penilaian kepada calon debitur dengan adanya wawancara secara langsung dan melihat latar belakang kegiatan perkreditannya di bank-bank lain atau dapat melihat apakah calon debitur tidak termasuk kedalam daftar hitam Bank Indonesia. Metode wawancara langsung dan melihat latar belakang perkreditannya ini digunakan kepada setiap calon debitur yang mengajukan kredit maka para account officer dapat menilai secara langsung bagaimana watak, sifat bahkan kemauan membayar kembali kreditnya kepada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung. Berdasarkan hasil angket yang peneliti peroleh tentang pendapat responden mengenai penilaian watak / sifat deebitur yang sesuai dengan ketentuan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, maka diperoleh tanggapan sebagai berikut: TABEL 4.1 TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI PENILAIAN WATAK / SIFAT DEBITUR N=14 Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) Sangat Setuju (SS) 4 28,57 Setuju (S) 10 71,43 Kurang Setuju (KS) 0 0 Tidak Setuju (TS) 0 0 Sangat Tidak Setuju (STS) 0 0 Jumlah 14 100 Sumber : Penelitian 2009
85
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa penilaian watak/ sifat dari calon debitur yang sesuai dengan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah dilaksanakan, hal ini telah terlihat dari tanggapan responden yang menyatakan setuju sebanyak 71,43% dan yang menyatakan sangat setuju sebanyak 28,57%. Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan angket yang telah disebarkan, maka peneliti menganalisis bahwa pelaksanaan analisis kredit investasi yang sesuai dengan ketentuan yang ada pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan bandung berjalan dengan baik, hal ini dapat terlihat dari jawaban yang diberikan oleh responden pada tabel 4.1, PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung dalam hal ini telah melaksanakan analisis pemberian kredit yang dilakukan dapat terus berlangsung secara baik. 2.
Capacity Capacity merupakan salah satu prinsip di dalam melaksanakan analisis
kredit , dimana pihak bank menilai kemampuan calon debitur untuk melunasi seluruh kewajiban sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah melakukan penilaian terhadap kapasitas atau kemampuan calon debitur untuk mengembalikan kreditnya agar proses lalu lintas bank dapat berjalan dengan lancar. Langkah-langkah menilai capacity antara lain: a.
Pelaksanaan kegiatan penilaian Managerial Skill calon debitur Kegiatan penilaian Managerial Skill dari calon debitur merupakan tahapan
dimana pihak bank menilai kemampuan tahap panjang untuk masa yang akan datang seorang calon debitur untuk membayar kewajibannya. Dengan penilaian managerial
86
Skill dari calon debitur ini diharapkan pihak PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung dapat memperkecil kemungkinan terjadi risiko kredit bermasalah. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, kegiatan penilaian Managerial Skill calon debitur yang dilaksanakan dan disesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah mampu menilai kemampuan debitur dalam mengatur dan menjalankan usaha sehingga akan terlihat kemampuan debitur dalam membayar kewajibannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer Pemasaran PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung untuk dapat melaksanakan kegiatan penilaian Managerial Skill calon debitur yang telah ditetapkan PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung terdapat beberapa ketentuan penilaian kemampuaan kepada calon debitur dengan adanya bukti langsung berupa dokumen-dokumen, berkas-berkas, arsip-arsip dan catatan-catatan yang ada dari calon debitur. Metode perhitungan kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan usaha dari calon debitur digunakan, maka dapat ditarik kesimpulan apakah calon debitur tersebut mampu memenuhi segala kewajiban akan kreditnya kepada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung atau tidak. Berdasarkan hasil angket yang peneliti peroleh tentang pendapat responden mengenai penilaian Managerial Skill dari calon debitur sesuai dengan ketentuan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, maka diperoleh tanggapan sebagai berikut:
87
TABEL 4.3 TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI PENILAIAN MANAGERIAL SKILL CALON DEBITUR N=14 Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) Sangat Setuju (SS) 0 0 Setuju (S) 3 21,43 Kurang Setuju (KS) 3 21,43 Tidak Setuju (TS) 8 57,14 Sangat Tidak Setuju (STS) 0 0 Jumlah 14 100 Sumber : Penelitian 2009
Berdasarkan tabel 4.3 dari penyebaran angket diperoleh bahwa responden pada umumnya tidak setuju bahwa calon debitur memiliki Managerial Skill sesuai dengan ketentuan atau standar yang telah ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, hal ini terlihat dari pendapat responden yang menyatakan yang setuju 21.43% dan yang menyatakan negatif sebanyak 78,57% Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan angket yang telah disebar, maka peneliti menganalisis bahwa pelaksanaan analisis kredit dengan menilai Managerial Skill sudah dilakukan oleh para account officer tetapi calon debitur pada umumnya tidak memiliki Managerial Skill yang sesuai dengan ketentuan dan standar yang ada pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan oleh responden pada Tabel 4.3. b.
Keahlian dalam Bidang Usaha Penilaian yang dilakukan oleh para account officer terhadap keahlian dalam
bidang usaha dapat terlihat dari analisis para account officer untuk melihat seberapa bisa atau mahir calon debitur dalam menjalankan usahanya. Calon debitur yang memiliki keahlian dalam bidang usahanya maka usahanya akan terus berjalan dan
88
calon debitur pun dapat membayar utang pokok dan bunganya tepat pada waktu yang telah ditetapkan, sehingga tidak akan menimbulkan risiko kredit bermasalah. Keahlian calon debitur akan mencerminkan maju-mundurnya suatu eksistensi dari kegiatan suatu usaha. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, kegiatan penilaian keahlian dalam bidang usaha calon debitur yang dilaksanakan dan disesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah mampu menilai kegiatan usaha calon debitur. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Manajer Pemasaran PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung untuk dapat melaksanakan penilaian mengenai keahlian calon debitur dalam bidang usaha , maka para account officer melakukan on the spot untuk melihat kegiatan produksi atau pemasaran yang biasa calon debitur lakukan. Pengamatan atau analisis yang dilakukan pada tempat usaha calon debitur tersebut akan dapat memperlihatkan keahlian calon debitur dalam menjalankan usahanya untuk mendapatkan laba. Berdasarkan hasil angket yang peneliti peroleh tentang tanggapan responden mengenai penilaian keahlian calon debitur dalam bidang usaha sesuai dengan ketentuan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, maka diperoleh tanggapan sebagai berikut:
TABEL 4.4
89
TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI PENILAIAN KEAHLIAN CALON DEBITUR DALAM BIDANG USAHA N=14 Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) Sangat Setuju (SS) 0 0 Setuju (S) 0 0 Kurang Setuju (KS) 5 35,71 Tidak Setuju (TS) 9 64,29 Sangat Tidak Setuju (STS) 0 0 Jumlah 14 100 Sumber : Penelitian 2009
Berdasarkan tabel 4.3 dari penyebaran angket diperoleh bahwa responden pada umumnya tidak setuju bahwa setiap calon debitur memiliki keahlian yang maksimal untuk menjalankan usahanya, hal ini terlihat dari pendapat responden yang menyatakan tidak setuju sebanyak 57,14% dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 21,43% dan yang setuju 21.43%. Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan angket yang telah disebar peneliti simpulkan bahwa PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung melakukan penilaian keahlian calon debitur dalam bidang usaha kurang maksimal. Usaha yang maju tidak hanya ditunjang oleh keahlian yang dimiliki oleh calon debitur dalam menjalankan usahanya saja tapi tetap harus memperhatikan aspek-aspek lain yang dapat mendukung majunya suatu usaha. Account Officer dalam penilaian ini harus waspada, berbagai teknik-teknik untuk penilaian ini harus digunakan untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah.
90
3.
Capital Capital merupakan tahapan selanjutnya dari analisis kredit yang menilai
seberapa besar kekayaan yang dimiliki oleh calon debitur sebelum mendapatkan kredit dari bank. PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung. Penilaian capital tersebut dapat memberikan gambran kekayaan bersih peminjam, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha debitur yang bersangkutan. Langkah-langkah menilai capital antara lain: a.
Pelaksanaan analisa kondisi keuangan Kegiatan penganalisaan kondisi keuangan yang dimiliki calon debitur
merupakan tahap analisis dimana mendapat gambaran mengenai perkembangan kondisi keuangan calon debitur pada masa lampau serta prospek kondisi keuangan calon debitur pada masa yang akan datang. Penganalisaan kondisi keuangan debitur ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya kredit bermasalah karena dengan menilai kondisi keuangan calon debitur lah para account officer dapat mengetahui seberapa stabil kekayaan yang dimiliki oleh calon debitur. Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan, kegiatan penilaian kondisi keuangan calon debitur yang dilaksanakan dan disesuaikan dengan prosedur yang telaah ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung , dimana dengan fungsi penilaian kondisi keuangan calon debitur ini PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah mampu menilai kemampuan membayar dari calon debitur yang mengajukan kreditnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer Pemasaran
untuk dapat
melaksanakan kegiatan penilaian neraca keuagan calon debitur yang telah ditetapkan
91
oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, maka terdapat beberapa ketentuan penilaian kondisi keuangan yang dimiliki calon debitur dengan menilai neraca, laporan laba-rugi, laporan-laporan keuangan lainnya, arsip-arsip, berkas-berkas yang dimiliki oleh calon debitur. Menganalisa kondisi keuangan calon debitur maka akan dapat diketahui modal sendiri dan modal pinjaman calon debitur sehingga pihak bank dapat memperhitungkan seberapa aman kredit yang akan disalurkannya akan kembali kepada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan secara teratur dan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. Berdasarkan hasil angket yang peneliti peroleh tentang tanggapan responden mengenai penilaian neraca keuangan sesuai dengan ketentuan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung. Tanggapannya sebagai berikut:
TABEL 4.5 TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI ANALISA KONDISI KEUANGAN CALON DEBITUR N=14 Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) Sangat Setuju (SS) 8 57,14 Setuju (S) 6 42,86 Kurang Setuju (KS) 0 0 Tidak Setuju (TS) 0 0 Sangat Tidak Setuju (STS) 0 0 Jumlah 14 100 Sumber : Penelitian 2009
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa penilaian kondisi keuangan calon telah account officer laksanakan dalam kegiatan analisis kreditnya, hal ini terlihat dari tanggapan responden yang menyatakan setuju sebanyak 42,86% dan yang menyatakan sangat setuju sebanyak 57,14%.
92
Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan angket yang telah disebarkan maka peneliti menganalisis bahwa pelaksanaan analisis kondisi keuangan telah dilaksanakan oleh para account officer dalam kegiatan analisisnya untuk dijadikan pedoman apakah permohonan kredit calon debitur layak untuk diberikan atau tidak. Sehingga terlihat kemampuan membayar kewajibannya dan stabilitas kekayaan yang dimiliki oleh calon debitur serta dapat meminimalisasi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah pada kemudian hari. b.
Analisa Rasio Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical
relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan calon debitur terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standar. Analisa rasio seperti halnya alat-alat analisa lain adalah “future oriented” oleh karena itu account officer PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung harus mampu untuk menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode atau waktu saat ini dengan faktor-faktor di masa yang akan datang yang mungkin akan mempengaruhi posisi keuangan atau hasil operasi dari usaha calon debitur. Berdasarkan hasil observasi, analisa rasio dilakukan dengan menggunakan rasio likuiditas, jika struktur likuiditas terlihat meningkat itu dikarenakan oleh meningkatanya jumlah piutang dan persediaan barang akibat dari meningkatnya penjualan. Rasio untuk dapat menilai likuiditas yang digunakan oleh PT. BRI
93
(Persero) Cabang Naripan Bandung adalah Current Ratio dan Quick Ratio. Rasio solvabilitas akan berada dalam keadaan yang solvable karena calon debitur mampu menjamin pelunasan seluruh kewajiban usaha atau perusahaan calon debitur dengan dana dari modal sendiri. Rasio untuk menilai solvabilitas yang digunakan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung adalah Debt to Equity Ratio (DER). Rasio rentabilitas akan bernilai positif jika adanya peningkatan jumlah laba bersih, sedangkan kewajiban kepada pihak bank semakin berkurang. Rasio yang digunakan untuk menilai rentabilitas adalah Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE). Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Manajer Pemasaran PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung diperoleh keterangan bahwa analisa rasio ini wajib dilakukan oleh pihak PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung untuk mengetahui posisi keuangan debitur serta untuk mengetahui keefektivan penggunaan dana usaha dari calon debitur dan untuk mengetahui kemampuan untuk membayar kewajiban-kewajibannya. Berdasarkan hasil angket yang peneliti peroleh tentang tanggapan responden mengenai analisa rasio sesuai dengan ketentuan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung maka diperoleh tanggapapan sebagai berikut:
94
TABEL 4.6 TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI ANALISA RASIO KEUANGAN CALON DEBITUR N=14 Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) Sangat Setuju (SS) 5 35,71 Setuju (S) 8 57,14 Kurang Setuju (KS) 1 7,14 Tidak Setuju (TS) 0 0 Sangat Tidak Setuju (STS) 0 0 Jumlah 14 100 Sumber : Penelitian 2009
Berdasarkan tabel 4.6 dari penyebaran angket maka diperoleh hasil bahwa responden pada umumnya setuju bahwa dalam setiap analisis kredit maka analisa rasio keuangan calon debitur harus tetap dilaksanakan oleh account officer, hal ini dapat terlihat dari tanggapan responden yang menyatakan jawaban setuju sebesar 57,14%, sangat setuju sebesar 35,71%, dan kurang setuju 7,14%. Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan angket yang telah disebar, peneliti simpulkan bahwa PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung sudah melakukan analisa rasio dalam setiap aplikasi permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, analisa rasio ini dilakukan karena bank ingin yakin bahwa dana yang disalurkannya akan kembali pada waktu yang telah ditentukan. Bank akan dapat menilai kemampuan dari calon debitur untuk membayar kewajiban-kewajibannya dari hasil analisis rasio-rasio yang dilakukan seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas.
95
4.
Collateral Collateral merupakan tahapan dimana pihak bank menilai barang-barang
jaminan-jaminan yang diserahkan oleh calon debitur sebagai jaminan atas kredit yang diterimanya. Manfaat dari collateral ini adalah sebagai pengaman apabila kredit yang disalurkan oleh pihak bank kepada calon debitur mengalami masalah dalam pembayaran maupun dalam penyelesaian kreditnya, namun begitu collateral bukan lah alat pengaman yang paling efisien dalam menangani apabila terjadi kredit bermasalah. Hal ini dilakukan untuk memperlancar proses lalu lintas keuangan bank itu sendiri. Langkah-langkah menilai collateral antara lain: a.
Pelaksanaan kegiatan penilaian nilai ekonomis barang jaminan Kegiatan penilaian nilai ekonomis barang jaminan merupakan tahapan
dimana untuk menganalisis nilai ekonomis dari suatu barang jaminan. Penilaian jaminan ini bertujuan sebagai benteng terakhir apabila terjadi kredit bermasalah, karena dengan menilai nilai ekonimis dari barang-barang jaminan yang dimiliki calon debitur pihak bank dapat mengantisipasi masalah dengan menjual barang-barang jaminan calon debitur tersebut untuk menutupi kerugian pihak bank akibat macetnya kredit yang disalurkan. Nilai ekonomis dari suatu barang jaminan akan sangat bervariasi dari satu benda ke benda yang lainnya, atau antara satu lokasi dengan lokasi yang lain maupun antara satu waktu dengan waktu yang lain. Berdasarkan hasil observasi yang telah peneliti lakukan, kegiatan penilaian nilai ekonomis barang jaminan yang dimiliki calon debitur yang dilaksanakan dan disesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung antara lain melihat dengan nilai pasar yaitu nilai rata-rata dari
96
barang yang serupa yang dipasarkan di pasar umum dan nilai jual yaitu nilai yang diperoleh dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut. Kesimpulannya bahwa taksasi dari barang jaminan calon debitur harus lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kredit yang akan diterima oleh calon debitur, barang jaminan tersebut dapat dijual-belikan secara umum dan bebas, nilai barang jaminan tersebut harus konstan tapi lebih baik jika nilainya akan naik di kemudian hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer Pemasaran PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung untuk dapat melaksanakan kegiatan analisis nilai ekonomis barang jaminan yang dimiliki calon debitur yang telah ditetapkan PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung maka terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain untuk tanah dan rumah faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain, letak tanah, lokasi tanah, luas tanah, kelengkapan surat-surat kepemilikan, dan fasilitas yang ada pada rumah bersangkutan (PAM, listrik, telepon). Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan untuk kendaraan bermotor antara lain, tahun pembuatan (harus di atas tahun 2000), kapasitas mesin, merek kendaraan, serta kondisi dari kendaraan tersebut. Penilaian ini digunakan PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung untuk mengantisipasi pertahanan portfolio kredit yang disalurkan karena nilai dari barang jaminan mutlak harus selalu lebih tinggi dari kredit yang diterima calon debitur. Berdasarkan hasil angket yang peneliti peroleh tentang tanggapan responden mengenai analisis nilai ekonomis barang jaminan yang dimiliki calon debitur sesuai dengan ketentuan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, maka diperoleh tanggapan sebagai berikut:
97
TABEL 4.7 TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI PENILAIAN NILAI EKONOMIS BARANG JAMINAN CALON DEBITUR N=14 Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) Sangat Setuju (SS) 9 64,29 Setuju (S) 5 35,71 Kurang Setuju (KS) 0 0 Tidak Setuju (TS) 0 0 Sangat Tidak Setuju (STS) 0 0 Jumlah 14 100 Sumber : Penelitian 2009
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa penilaian nilai barang jaminan yang dimiliki calon debitur telah account officer laksanakan sesuai dengan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah, hal ini terlihat dari tanggapan responden yang menyatakan setuju sebanyak 35,71% dan yang menyatakan sangat setuju sebanyak 64,29%. Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan angket yang telah peneliti sebarkan, maka peneliti simpulkan bahwa penilaian nilai ekonomis barang jaminan memang sangat perlu dilakukan agar jika terjadi kredit bermasalah dengan debitur bermasalah maka jaminan yang telah diagunkan tersebut akan secepatnya dilelang dan dijadikan uang oleh bank untuk menutupi kekurangan pembayaran pokok dan bunga kredit yang dimiliki debitur. Pihak bank pun telah melakukan kegiatan penilaian nilai ekonomis barang jaminan dan berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari tanggapan responden pada tabel 4.7.
98
b.
Pelaksanaan kegiatan penilaian nilai yuridis barang jaminan Kegiatan penilaian nilai yuridis barang jaminan pada dasarnya bertujuan
untuk meneliti ketentuan-ketentuan legalitas dari barang-barang jaminan yang akan dijaminkan calon debitur kepada pihak bank. Penilaian nilai yuridis barang jaminan mutlak harus dipenuhi secara lengkap apabila jaminan yang akan diikat tersebut memang ditujukan sebagai alat pengamanan atas kredit yang diberikan. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti, kegiatan penilaian nilai yuridis barang jaminan yang dimiliki calon debitur yang dilaksanakan dan disesuaikan dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, dimana dengan fungsi penilaian nilai yuridis barang jaminan calon debitur ini PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah mampu menilai legalitas dari barang jaminan yang calon debitur jaminkan untuk mendapatkan kredit dari bank. Berdasarkan hasil wawancara dengan Manajer Pemasaran PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung untuk dapat melaksanakan kegiatan penilaian nilai yuridis barang jaminan yang dimiliki calon debitur yang telah ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung maka terdapat ketentuan penilaian nilai yuridis barang jaminan yaitu adanya bukti-bukti kepemilikan / sertifikat atas barang bersangkutan atas nama calon debitur yang masih berlaku, bukti-bukti kepemilikan yang ng memenuhi syarat untu diadakan pengikatan bank secara hipotek, credit verband, dan kuasa menjual, barang-barang jaminan tersebut bebas tidak ada ikatan jaminan dengan pihak lain serta barang jaminan tidak berada dalam persengketaan dengan pihak lain. Penilaian ini digunakan PT. BRI (Persero) Cabang Naripan
99
Bandung agar barang-barang yang dijadikan jaminan oleh calon debitur benar-benar tidak bermasalah dan terdaftar dalam hukum sehingga dimana terjadi kredit bermasalah akan mempermudah bank untuk penyitaan dan pelelangan untuk menutupi kekurangan pokok dan bunga kredit calon debitur yang belum terbayarkan. Berdasarkan hasil angket yang peneliti peroleh tentang tanggapan responden mengenai penilaian nilai yuridis barang jaminan yang dimiliki calon debitur sesuai dengan ketentuan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, maka diperoleh tanggapan sebagai berikut: TABEL 4.8 TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI PENILAIAN NILAI YURIDIS BARANG JAMINAN CALON DEBITUR N=14 Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) Sangat Setuju (SS) 10 71,43 Setuju (S) 4 28,57 Kurang Setuju (KS) 0 0 Tidak Setuju (TS) 0 0 Sangat Tidak Setuju (STS) 0 0 Jumlah 14 100 Sumber : Penelitian 2009
Berdasarkan tabel 4.8 dapat dilihat bahwa penilaian nilai yuridis barang jaminan yang dimiliki calon debitur yang sesuai dengan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah dilaksanakan, hal ini terlihat dari tanggapan responden yang menyatakan setuju sebanyak 28,57% dan yang menyatakan sangat setuju sebanyak 71,43%.
100
Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan angket yang telah peneliti sebarkan, maka peneliti simpulkan bahwa penilaian nilai barang yuridis jaminan memang sangat perlu dilakukan karena jika pada kemudian hari debitur tidak dapat membayar kewajibannya atau terjadi kredit bermasalah maka jaminan yang telah diagunkan tersebut akan cepat dilelang atau di jual untuk dijadikan uang oleh bank untuk menutupi kekurangan pembayaran pokok dan bunga kredit yang dimiliki debitur. Pihak bank pun telah melakukan kegiatan penilaian nilai yuridis barang jaminan dan berjalan dengan baik, hal ini terlihat dari tanggapan responden pada tabel 4.8.
5.
Conditions Conditions merupakan tahapan akhir dari analisis kredit yang menilai situasi
dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun kurun waktu tertentu yang mungkin mempengaruhi pelunasan kredit debitur kepada bank. PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung menilai situasi-situasi yang akan terjadi di masa yang akan datang karena tanpa bisa dihindari penilaian pemberian kredit akan sangat dipengaruhi oleh keadaan politik, sosial, ekonomi serta kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang akan selalu berubah sebagai upaya menghindari terjadinya kredit bermasalah. Hal ini dilakukan pihak bank untuk memperlancar proses lalu lintas keuangan bank itu sendiri.
101
a.
Pelaksanaan kegiatan aspek kebijakan Dalam kaitannya dengan aktivitas penyaluran kredit diperlukan suatu
pedoman berupa kebijakan yang bertujuan untuk memberikan arah dalam praktek pemberian kredit dalam bentuk peraturan baku yang sesuai dengan standar kebijakan pemberian kredit yang ditetapkan oleh bank sentral. Mutu kredit terjaga antara lain karena bank memiliki kebijakan tertulis yang disususn secara professional yang selalu disesuaikan dengan perkembangan situasi bisnis dan moneter negara. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa bank dalam pemberian kredit selalu memperhatikan ketetapan dalam bentuk kebijakan pemberian kredit, karena dengan memperhatikan kebijakan-kebijakan kredit akan dapat meningkatkan efektifitas penyaluran kredit terhadap calon debitur secara tepat guna dan tepat sasaran dalam menilai suatu permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur secara objektif dan agar bank terhindar dari kerugian yang besar. Berdasarkan wawancara dengan Manajer Pemasaran PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung bahwa secara keseluruhan PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah memiliki Pedoman Pemberian Kredit Ritel (PPKR) yang mengacu kepada Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui bank sentral. Berdasarkan hasil angket yang peneliti peroleh tentang tanggapan responden mengenai penilaian dari aspek kebijakan dengan ketentuan yang diperlukan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, maka diperoleh tanggapan sebagai berikut:
102
TABEL 4.10 TANGGAPAN RESPONDEN MENGENAI ASPEK KEBIJAKAN N=14 Alternatif Jawaban Frekuensi Persentase (%) Sangat Setuju (SS) 0 0 Setuju (S) 12 85,71 Kurang Setuju (KS) 2 14,29 Tidak Setuju (TS) 0 0 Sangat Tidak Setuju (STS) 0 0 Jumlah 14 100 Sumber : Penelitian 2009
Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat pelaksanaan aspek kebijakan PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah dilaksanakan, hal ini terlihat dari tanggapan responden yang menyatakan setuju sebanyak 85,71% dan yang menyatakan kurang setuju sebanyak 14,29%. Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan angket yang telah peneliti sebarkan, maka peneliti simpulkan bahwa aspek kebijakan memang sangat perlu diperhatikan dan dilaksanakan. Tujuan bank dalam penyaluran kreditnya adalah untuk mendapatkan laba yang digunakan untuk membiayai pembiayaan operasional bank yang bersangkutan. Dalam hal ini meskipun bank berusaha untuk mendapatkan laba yang tinggi, tapi bukan berarti bank dalam penyaluran kreditnya terlalu agresif dan mengabaikan kebijakan yang ada.
103
B.
Kondisi Kredit Bermasalah PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung Periode Tahun 2006-2007 Analisis kredit yang dilakukan PT. BRI (Persero) untuk pemberian Kredit
Bisnis Retail (Kredit Investasi) pada dasarnya tidak terlepas dari penilaian yang didasarkan pada keyakinan atas kemauan, kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Keyakinan atas kemauan, kemampuan dan kesanggupan calon debitur Kredit Bisnis Retail (Kredit Investasi), PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung mengaplikasikannya melalui unsur-unsur 5 C yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Conditions. Penilaian seksama atas permohonan kredit tersebut bertujuan untuk mengurangi risiko dalam pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak bank, tingkat kondisi kredit (kolektibilitas) yang ada pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung periode tahun 2006-2007 sebagai akibat dari penyaluran kredit dapat terlihat pada tabel 4.11
Tahun DEB 2006 92 2007 96 Rata-Rata 94
Out Standing Kredit % AKTUAL 100 62,02 100 79,517 100 70,769
% 100 100 100
Diragukan Lancar (L) Dalam Perhatian Khusus (DPK) Kurang Lancar DEB % AKTUAL % DEB % AKTUAL % DEB % AKTUAL % DEB % AKTUAL % 84 91,3 59,465 95,9 3 3,26 1,225 1,98 1 1,09 100 0,16 1 1,09 150 0,24 76 79,2 73,095 91,9 11 11,46 4,07 5,19 1 1,04 125 0,16 3 3,13 350 0,4 80 85,2 66,28 93,9 7 7,36 26,475 3,59 1 1,06 112,5 0,16 2 2,11 250 0,3
TABEL 4.11 KONDISI TINGKAT PERKEMBANGAN KOLEKTIBILITAS KREDIT INVESTASI PT. BRI (PERSERO) CABANG NARIPAN BANDUNG PERIODE TAHUN 2006-2007 (J\DALAM JUTAA)
DEB 3 5 4
Macet (M) % AKTUAL 3,3 1080 5,2 1877 4,25 1478,5
% 1,7 2,4 2,05
104
105
Kondisi dari tingkat kolektibilitas kredit pada tabel 4.11 merupakan cerminan dari kebijakan PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung dalam melakukan “Penggolongan Kolektibilitas Kredit Bisnis Retail (Kredit Investasi)”. Kolektibilitas yang ditetapkan oleh PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung tersebut terbagi kedalam 5 (lima) golongan, dimana kriteria dari masing-masing golongan tersebut sebagai berikut: 1.
Lancar a. Pembayaran tepat waktu b. Tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok dan bunga
2.
Dalam Perhatian Khusus (DPK) Terdapat tunggakan pokok dan bunga sampai dengan 90 hari (3 bulan)
3.
Kurang Lancar (KL) Terdapat tunggakan pokok dan bunga yang melampaui 90 hari (3 bulan) sampai dengan 180 hari (6 bulan)
4.
Diragukan (DR) Terdapat tunggakan pokok dan bunga yang melampaui 180 hari (6 bulan) sampai dengan 270 hari (9 bulan)
5.
Macet (M) Terdapat tunggakan pokok dan bunga yang melampaui 270 hari (9 bulan).
106
Dari outstanding kredit yang telah disalurkan selama dua tahun yaitu 2006 dan 2007 yang tercantum pada tabel, maka dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Dilihat dari segi rata-rata jumlah debitur dan rata-rata jumlah kredit setiap tahunnya adalah sebagai berikut: a. Total rata-rata jumlah outstanding kredit tiap tahun adalah sebesar Rp. 70.769.000000 dengan rata-rata jumlah debitur 94 orang. b. Kredit yang tergolong Lancar (L) tiap tahun rata-rata sebesar Rp. 66.280.000.000 dengan rata-rata jumlah debitur sebanyak 80 orang. c. Kredit yang tergolong Dalam Perhatian Khusus (DPK) rata-rata tiap tahun sebesar Rp. 26.475.000.000 dengan rata-rata jumlah debitur sebanyak 7 orang. d. Kredit yang tergolong Kurang Lancar
(KL) rata-rata tiap tahun sebesar
Rp. 1.125.000.000 dengan rata-rata jumlah debitur sebanyak 1 orang. e. Kredit yang tergolong Diragukan
(DR) rata-rata tiap tahun sebesar
Rp. 250.000.000 dengan rata-rata jumlah debitur sebanyak 2 orang. f. Kredit
yang
tergolong
Macet
(M)
rata-rata
tiap tahun
sebesar
Rp. 14.785.000.000 dengan rata-rata jumlah debitur sebanyak 4 orang. 2. Dilihat dari segi rata-rata persentase tiap tahunnya adalah sebagai berikut: a. Kredit yang tergolong Lancar (L) rata-rata frekuensi realisasinya adalah sebesar 93,9% dengan rata-rata frekuensi debitur sebesar 85,24% setiap tahunnya. b. Kredit yang tergolong Dalam Perhatian Khusus (DPK) rata-rata frekuensi realisasinya adalah sebesar 3,59% dengan rata-rata frekuensi debitur sebesar 7,36% setiap tahunnya.
107
c. Kredit yang tergolong Kurang Lancar (KL) rata-rata frekuensi realisasinya adalah sebesar 0,16% dengan rata-rata frekuensi debitur sebesar 1,06% setiap tahunnya. d. Kredit yang tergolong Diragukan (DR) rata-rata frekuensi realisasinya adalah sebesar 0,3% dengan rata-rata frekuensi debitur sebesar 2,11% setiap tahunnya. e. Kredit yang tergolong Macet (M) rata-rata frekuensi realisasinya adalah sebesar 2,05% dengan rata-rata frekuensi debitur sebesar 4,25% setiap tahunnya. Untuk menilai lebih jauh tentang kualitas pemberian kredit sebagai akibat dari proses analisis kredit, berikut ini dapat dilihat dari kondisi Kualitas Aktiva Produktif (KAP). Untuk diketahui bahwa aktiva produktif adalah tidak lain adalah kredit yang telah disalurkan oleh bank. Rumus yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk menentukan nilai dan predikat Kualitas Aktiva Produktif (KAP) pada suatu bank adalah sebagai berikut: b. Kolektibilitas Kredit 1) Lancar (L)
: xxxxx X 0%
= Rp.xxxxxx
2) Dalam Perhatian Khusus (DPK) : xxxxx X 5%
= Rp.xxxxxx
3) Kurang Lancar (KL)
: xxxxx X 15% = Rp.xxxxxx
4) Diragukan (DR)
: xxxxx X 50% = Rp.xxxxxx
5) Kredit Macet (M)
: xxxxx X 100% = Rp.xxxxxx
Jumlah Aktiva Diklasifikasikan
Rp.xxxxxx
108
Kemudian dicari rasionya dengan membandingkan hasil aktiva yang diklasifikasikan dengan seluruh outstanding dikali 100%. d. Rasio Rasio (Y)
=
JumlahAktivaDiklasifikasikan Χ100% TotalOuts tan ding
e. Untuk memasukkan nilai KAP, masukkan rasio di atas ke dalam formula sebagai berikut: KAP (Z) =
15,5% − Rasio Χ1 0,15
Keterangan: Adapun kriteria kesehatan dikelompokkan dalam 4 (empat) macam, yaitu: Tabel 4.12 Nilai Kualitas Aktiva Produktif (KAP) No. 01 02 03 04
Nilai KAP 82 - < 103,33 66 - < 81 51 - < 65 < 50
Predikat Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat
Sumber: SK Direksi Bank Indonesia No. 30 / 267/ KEP/ DIR tanggal 27 Februari 1998
Berdasarkan rumus dan nilai KAP yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka untuk mengetahui kondisi kesehatan pengelolaan kredit pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung pada tahun 2006 dan 2007 adalah sebagai berikut:
109
Tahun 2006 Kredit Lancar (L)
= Rp. 59.465.000.000
Kredit Dalam Perhatian Khusus (DPK)
= Rp. 1.225.000.000
Kredit Kurang Lancar (KL)
= Rp.
100.000.000
Kredit Diragukan (DR)
= Rp.
150.000.000
Kredit Macet (M)
= Rp. 1.080.000.000
Jumlah Debet Kredit
Rp. 62.020.000.000
a. Kolektibilitas Kredit Kredit Lancar (L)
Rp.589.465.000.000x1% = Rp.
594.650.000
Kredit Dalam Perhatian Khusus (DPK) Rp. 1.225.000.000x5% = Rp.
61.250.000
Kredit Kurang Lancar (KL)
Rp.
100.000.000x15%=Rp.
15.000.000
Kredit Diragukan (DR)
Rp.
150.000.000x50%=Rp.
75.000.000
Kredit Macet (M)
Rp. 1.080.000.000x100%=Rp.1.080.000.000 Jumlah Aktiva Yang Diklasifikasikan
b. Rasio (Y) Rasio (Y) =
JumlahAktivaDiklasifikasikan Χ100% TotalOuts tan ding
Rasio(Y ) =
Rp.1.825.900.000 X 100% Rp.62.020.000.000
Y = 2,9%
Rp. 1.825.900.000
110
c. KAP (Z) KAP (Z) =
15,5% − Rasio Χ1 0,15
KAP (Z) =
15,5% − 2,9% X1 0,15
Z
= 84%
Rasio 2,9% adalah hasil dari jumlah aktiva produktif dibagi dengan total kredit adalah alat ukur untuk mengetahui nilai kesehatan bank, dimana 2,9% < 3% maka nilai kesehatan bank memiliki predikat ”Sehat”. Yang berarti bahwa tingkat pengelolaan bank dalam penyaluran kreditnya baik serta kemampuan dari para debitur dalam pengembalian atau pembayaran pokok dengan bunga kreditnya termasuk lancar yaitu sebesar 84%..
Tahun 2007 Kredit Lancar (L)
= Rp. 73.095.000.000
Kredit Dalam Perhatian Khusus (DPK)
= Rp. 4.070.000.000
Kredit Kurang Lancar (KL)
= Rp.
125.000.000
Kredit Diragukan (DR)
= Rp.
350.000.000
Kredit Macet (M)
= Rp. 1.877.000.000
Jumlah Debet Kredit
Rp. 79.517.000.000
111
b. Kolektibilitas Kredit Kredit Lancar (L)
Rp.73.095.000.000x1% = Rp.
730.950.000
Kredit Dalam Perhatian Khusus (DPK) Rp. 4.070.000.000x5% = Rp.
203.500.000
Kredit Kurang Lancar (KL)
Rp.
125.000.000x15%=Rp.
Kredit Diragukan (DR)
Rp.
Kredit Macet (M)
Rp. 1.877.000.000x100%=Rp.1.877.000.000
350.000.000x50%=Rp.
Jumlah Aktiva Yang Diklasifikasikan
18.750.000 175.000.000
Rp.3.005.200.000
b. Rasio (Y) Rasio (Y) =
JumlahAktivaDiklasifikasikan Χ100% TotalOuts tan ding
Rasio(Y ) =
Rp.3.005.200.000 X 100% Rp.79.517.000.000
Y = 3,78% c. KAP (Z) KAP (Z) =
15,5% − Rasio Χ1 0,15
KAP (Z) =
15,5% − 3,78% X1 0,15
Z
= 78%
Rasio 3,78% adalah hasil dari jumlah aktiva produktif dibagi dengan total kredit
adalah
alat
ukur
untuk
mengetahui
nilai
kesehatan
bank,
dimana 3,78% > 3% maka nilai kesehatan bank memiliki predikat ”Cukup Sehat”.
112
Yang berarti bahwa pengelolaan dari penyaluran kredit memiliki masalah dan tingkat kemampuan debitur dalam pengembalian pokok dan bunganya juga terdapat masalah. Tingakat kemampuan debitur dalam pengembalian pokok dan bunganya hanya sebesar 78% sehingga bank tersebut memiliki predikat hanya ”Cukup Sehat” Hasil perhitungan KAP diatas dapat dipertimbangkan setiap tahunnya serta rata-rata dalam 2 (dua) tahun yang bersangkutan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.14 Kualitas Aktiva Produktif (KAP) PT.BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung Periode Tahun 2006-2007 PERIODE 2006 2007 Rata-rata
NILAI KAP 84% 78% 81%
PREDIKAT Sehat Cukup Sehat Cukup Sehat
Memperhatikan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) diatas pada PT.BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung, ternyata selama 2 (dua) tahun berjalan (20062007) Kualitas Aktiva Produktif rata-rata mempunyai nilai sebesar 81% dengan predikat ”Cukup Sehat”. Predikat ” Cukup Sehat” yang berarti bahwa bank dalam penyaluran dan pengelolaan kreditnya sudah dilakukan tetapi tetap ada risiko yang muncul yaitu tidak terbayarnya pokok dan bunganya oleh debitur pada waktu yang telah ditentukan. Dengan demikian analisis kredit bisnis retail (kredit investasi) yang dilakukan PT.BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung merupakan harus selalu memperhatikan prinsip operasional kredit dalam mengaplikasikan prinsip kehati-
113
hatian dalam menggunakan dana masyarakat yang terhimpun sehingga dengan prinsip ini kepercayaan masyarakat kepada bank tersebut akan tetap terjaga.
114
C.
Pengaruh Analisis Kredit Terhadap Kredit Bermasalah
1.
Pengujian Instrumen Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan pengujian alat
ukur yaitu dengan uji validitas dan uji reliabilitas. a.
Uji Validitas Instrumen Instrumen penelitian diujicoba dengan tujuan untuk mengetahui apakah
instrumen telah memenuhi persyaratan ditinjau dari segi kesahihan/validitas maupun dari
segi
keterandalan/reliabilitasnya.
Menurut
Sugiyono
(1999
:
109)
mendefinisikan bahwa : “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.” Dengan demikian, menurut Suharsimi Arikunto (1998 : 160) sebuah instrumen dikatakan sahih apabila dapat mengukur apa yang diukur. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Tinggi rendahnya validitas
instrumen
menunjukkan
sejauhmana
data
yang
terkumpul
tidak
menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Alat pengujian yang dipakai adalah Korelasi Product Moment dari Karl Pearson sebagaimana yang tertuang dalam Arikunto (1998 : 162) sebagai berikut:
rXY =
n.∑XY− (∑X)(. ∑Y)
{n∑X − (∑X) }.{n∑Y − (∑Y) } 2
2
2
2
115
Di mana : r
= Koefisien validitas butir pernyataan yang dicari
n
= Banyaknya responden (di luar sampel penelitian yang sebenarnya
X
= Skor yang diperoleh subyek dari seluruh item
Y
= Skor total yang diperoleh dari seluruh item
ΣX
= Jumlah skor dalam distribusi X
ΣY
= Jumlah skor dalam distribusi Y
ΣX2 = Jumlah kuadrat masing-masing distribusi X ΣY2 = Jumlah kuadrat masing-masing Y
Adapun persyaratan untuk menggunakan rumus Korelasi Product Moment diatas adalah sekurang – kurangnya data harus interval. Sehingga data dengan skala ordinal yang ada harus diubah menjadi data dengan skala interval dengan menggunakan rumus Methode Of Succesive Interval. Perhitungan Methode Of Succesive Interval dikutip dari Harun Al Rasjid, (1994 :134), Adapun langkah-langkah untuk melakukan transformasi data adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan jawaban responden, untuk setiap pernyataan, hitung frekwensi setiap jawaban 2. Berdasarkan frekwensi yang diperoleh untuk setiap pernyataan, hitung proporsi setiap jawaban
116
3. Berdasarkan proporsi tersebut, untuk setiap pernyataan, hitung proporsi kumulatif untuk setiap pilihan jawaban 4. Untuk setiap pernyataan, tentukan nilai batas untuk Z pada setiap pilihan jawaban 5. Hitung nilai numerik penskalaan (scale value) untuk setiap pilihan jawaban melalui persamaan berikut :
Scale Value
Density at Lower Limit – Density at Upper Limit = --------------------------------------------------------------Area Under Upper Limit – Area Under Lower Limit
Di mana : Density at Lower Limit
= Kepadatan batas bawah
Density at Upper Limit
= Kepadatan batas atas
Area Under Upper Limit
= Daerah di bawah batas atas
Area Under Lower Limit
= Daerah di bawah batas bawah
6.Hitung skor (nilai hasil transformasi) untuk setiap pilihan jawaban dengan persamaan berikut:
Score = Scale Value - Scale Valueminimum +
1
117
Hasil Keputusan Validitas Tabel 4.14 Hasil Analisis Validitas Item Variabel X No. Butir Instrumen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Koefisien Korelasi 0,5944 0,1284 0,5646 0,6964 0,5842 0,7688 0,5656 0,7069 0,1283 0,6480
Batas Minimum 0,532 0,532 0,532 0,532 0,532 0,532 0,532 0,532 0,532 0,532
Keterangan Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak Valid Valid
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan validitas instrumen, diperoleh hasil bahwa dari ke 10 item pernyataan, dua item pernyataan dinyatakan tidak valid yaitu item 2 dan 9, sehingga item pernyataan tersebut tidak dapat diikutsertakan dalam pengolahan selanjutnya karena
tidak memiliki makna pada penelitian.
Sedangkan item yang lainnya dapat dilanjutkan pada proses penghitungan berikutnya.
118
Hasil Keputusan Validitas Variabel Y Tabel 4.15 Hasil Analisis Validitas Item Variabel Y No. Butir Koefisien Batas Keterangan Instrumen Korelasi Minimum 11 0,7544 0,532 Valid 12 0,5673 0,532 Valid 13 0,6917 0,532 Valid 14 0,8592 0,532 Valid 15 0,8878 0,532 Valid 16 0,7567 0,532 Valid 17 0,6429 0,532 Valid 18 0,4255 0,532 Tidak Valid 19 0,6365 0,532 Valid 20 0,5761 0,532 Valid Berdasarkan hasil pengolahan data dengan validitas instrumen, diperoleh hasil bahwa dari ke 10 item pernyataan, satu item dinyatakan tidak valid yaitu item no 18, sehingga item tersebut selanjutnya karena
tidak dapat diikutsertakan dalam pengolahan
tidak memiliki makna pada penelitian. Sedangkan item yang
lainnya dapat dilanjutkan pada penghitungan berikutnya.
b.
Pengujian Reliabilitas Instrumen Reliabilitas menunjuk pada pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu.
119
Menurut Arikunto, reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliable artinya terpercaya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan
(1998 : 170).
Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Data yang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama. Untuk mengukur reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini digunakan "Metode Alpha Cronbach " dengan rumus : r =
k (1 - Σσi2) k–1 σ2
Dimana : r
: Koefisien relibilitas yang dicari.
k
: Jumlah butir pertanyaan
Σσi2 : Varians butir – butir pertanyaan (soal) σ2
: Varians skor tes
Varians butir itu sendiri dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut : σi2 = ΣXi2 - (ΣXi)2 N N Dimana : σi2
: Varians butir pertanyaan ke – n (misalnya ke-1, ke-2 dan seterusnya.)
ΣXi : Jumlah skor jawaban subjek untuk butir pertanyaan ke-n.
120
Hasil Keputusan Reliabilitas Tabel 4.16 Tabulasi Reliabilitas berdasarkan rumus Alpha Cronbach Instrumen X dan Y Variabel Analisis Kredit (X) Kredit Bermasalah (Y)
Alpha 0.6534 0.6347
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan hasil perhitungan reliabilitas Alpha Cronbach tersebut diatas menunjukkan seluruh variabel, reliabel.
Karena Menurut Burhan. N., Gunawan
Marzuki (2000 : 312) menyatakan bahwa seluruh variabel reliabel, bila harga indeks reliabilitas yang diperoleh paling tidak mencapai 0,6.
Sedangkan untuk tes – tes
standar atau yang distandarkan, harga indeks reliabilitas paling tidak harus mencapai 0,85 atau bahkan
0,90. Artinya berdasarkan data tersebut rata-rata responden
sungguh-sungguh dalam mengisi angket.
2.
Analisis Data
a.
Pengujian dengan Regresi Linier Sederhana Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional maupun kausal
satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Persamaan Umum Regresi linier sederhana adalah : Y = a + bX
121
Dimana : Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan. a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan) b = Angka arah koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka naik dan bila b (-) maka terjadi penurunan. X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu. Sugiyono (1999:204)
Harga dari a dan b dapat dicari dengan rumus, menurut Sugiyono (1999:206)
(∑ Yi )( ∑ Xi ) − (∑ Xi )(∑ XiYi ) a = n ∑ Xi − (∑ Xi ) 2
2
b =
n ∑ XiYi − n ∑ Xi
2
2
(∑ Xi )(∑ − (∑ Xi )
2
Yi
)
122
Peneliti melakukan pengolahan data regresi linier sederhana dengan menggunakan Program SPSS, diperoleh hasil : Coefficientsa
Model 1
(Constant) X
Unstandardized Coefficients B Std. Error -2,603 2,535 1,094 ,080
Standardi zed Coefficien ts Beta ,969
t -1,027 13,606
Sig. ,325 ,000
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh Persamaan Regresi : Y = -2,603 + 1,094 X Artinya : 1) b bernilai positif yaitu 1,094 artinya terdapat pengaruh positif X terhadap Y. 2) Konstanta sebesar -2,603 menyatakan bahwa jika Analisis Kredit tidak dipertimbangkan ( X = 0 ), maka penanganan Kredit Bermasalah adalah sebesar -2,603 satuan, artinya Kredit Bermasalah akan benar-benar bermasalah. 3) Koefisien regresi sebesar 1,094 menyatakan bahwa setiap peningkatan (karena b bertanda +) 1 satuan Analisis Kredit akan meningkatkan Kredit Bermasalah sebesar 1,094 satuan. Contoh : Jika X (Analisis Kredit) dilakukan minimal (X= 28), maka Y (Kredit Bermasalah) akan meningkat menjadi satuan.
Y = -2,603 + 1,094 (28)
= 28,029
Berarti dari hasil tersebut dapat dikatakan terdapat pengaruh positif X
123
(Analisis Kredit) terhadap penanganan Y (Kredit Bermasalah), dan hipotesis kerja (penelitian) teruji
b.
Pengujian Hipotesis Penelitian ini menggunakan seluruh populasi yang dijadikan responden,
maka tidak dilakukan pengujian hipotesis statistik seperti yang diungkapkan oleh Sugiyono (2001 : 51) bahwa : “bila penelitian tidak menggunakan sampel maka tidak ada hipotesis statistik.
c.
Koefisien Korelasi Rank Spearman Penghitungan koefisien korelasi antara X dan Y dicari dengan menggunakan rumus Korelasi Spearman, di mana alat analisis ini dipilih berdasarkan bentuk data yang akan diolah adalah berskala ordinal. Untuk itu, maka perlu dilakukan penyusunan data skor total jawaban responden pada setiap variabel menjadi urutan atau rangking (rank) sebagaimana rumus dasarnya dikemukakan oleh Siegel (1997 : 253) yang kemudian peneliti sesuaikan dengan notasi variabel. Sebelum dapat menghitung besarnya koefisien korelasi Spearman, maka terlebih dahulu dicari nilai faktor koreksi (T), karena analisis data mentah menunjukkan adanya data kembar. Rumus untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:
124
∑ Tx =
tx 3 − tx 12
ty3 − ty 12
∑ Ty =
dan
Di mana : Tx = Faktor Koreksi yang dicari pada variabel X Ty = Faktor Koreksi yang dicari pada variabel Y ty/tx = Banyaknya observasi yang berangka sama setiap rangking Dengan demikian, maka perhitungan koefisien korelasi Spearman antara X dan Y adalah sebagai berikut:
∑ X + ∑ Y − ∑ Di rs = 2 ∑ X ∗∑ Y 2
2
2
∑ X2 =
N3 − N − ∑ Tx 12
2
2
dan
∑ Y2 =
N3 − N − ∑ Ty 12
Di mana : rs = Koefisien Korelasi Rank Spearman ΣX2 = Skor variabel X setelah Faktor Koreksi ΣY2 = Skor variabel Y setelah Faktor Koreksi Di2
= Selisih dua rangking
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS diperoleh hasil perhitungan koefisien korelasi sebagai berikut :
125
Nonparametric Correlations Correlations Spearman's rho
X
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
Y
X 1,000 , 14 ,975** ,000 14
Y ,975** ,000 14 1,000 , 14
**. Correlation is significant at the .01 level (1-tailed).
Jadi
d.
rs = 0,975
Koefisien Determinasi (rs2) Koefisien determinasi ini diperlukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel X terhadap Y. Perhitungannya diperoleh dengan cara mengkuadratkan koefisien korelasi. Berdasarkan
koefisien
korelasi
tersebut,
maka
hasil
koefisien
determinasi yang diperoleh adalah sebagai berikut : Kd = rs² X 100% = 0,975² X 100% = 95,06 % Dengan demikian, maka kontribusi atau pengaruh Analisis Kredit terhadap Kredit Bermasalah adalah sebesar 95,06 % atau dapat dikatakan pula,
126
bahwa varians yang terjadi pada variabel Kredit Bermasalah (Y)
95,06 %
ditentukan oleh varians yang terjadi pada variabel Analisis Kredit (X). Sisanya, sebesar 4,94 % ditentukan oleh faktor-faktor lain diluar penelitian, seperti self dealing atau adanya kepentingan pribadi dari pejabat bank untuk meloloskan suatu permohonan kredit. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat digambarkan paradigma hasil penelitian sebagai berikut :
Gambar 4.1 Paradigma Hasil Penelitian
ε 4,94 %
Analisis Kredit
95,06 %
Kredit Bermasalah
127
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan analisa data maka peneliti dapat menyimpulkan
beberapa hal yang berkaitan antara pengaruh analisis kredit terhadap kredit bermasalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan analisis kredit pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung didasarkan atas character, capacity, capital, collateral, dan conditions. Dalam pelaksanaannya PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung telah sesuai dengan prosedur yang ada. Terdapat masalah pada analisis kredit ini yaitu capacity dari pihak calon debitur yang tidak dapat menyertakan nerca atau laporan keuangan yang terperinci karena keuangan rumah tangga dan usaha tidak dipisahkan yang diakibatkan karena keterbatasan managerial skill dari calon debitur yang bersangkutan. 2. Kondisi kredit bermasalah pada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung mengalami penurunan nilai kualitas aktiva produktif yang pada tahun 2006 memiliki predikat yang “Baik” sedangkan pada tahun 2007 predikatnya menurun tipis menjadi “Cukup Baik”. Itu diakibatkan oleh peningkatan outstanding kredit dan aktualisasi kredit bermasalah yang naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya 2006. Kecenderungan meningkatnya kredit bermasalah yang terjadi pada PT.
128
BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung disebabkan kurang teliti dan hati-hati para petugas bank dalam menganalisis kredit dari suatu aplikasi permohonan kredit yang dilakukan pada awal sebelum terjadinya pencairan kredit oleh bank kepada calon debitur. 3. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh positif antara analisis kredit terhadap kredit bermasalah sebesar 95,06% . Faktor lain yang mempengaruhi analisis kredit ini adalah self dealing.
B.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti akan mencoba untuk memberi
beberapa saran kepada PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung dalam melaksanakan analisis kredit yang telah diterapkan sehingga dengan adanya saran dari peneliti ini dapat menurunkan tingkat kredit bermasalah pada masa yang akan datang. Sebagai berikut: 1. PT. BRI (Persero) Cabang Naripan Bandung yang dalam pelaksanaan analisis kredit harus konsisten antara Pedoman Pemberian Kredit Ritel (PPKR) dengan pelaksanaan di lapangan. 2. Account Officer dapat membantu calon debitur dalam hal peningkatan managerial skill antara lain untuk dapat memberikan masukan agar debitur dalam usahanya dapat memisahkan keuangan usaha dan keuangan rumah tangga. Serta menuangkannya dalam suatu neraca atau laporan keuangan sehingga arus kas dapat terlihat siklusnya
129
dengan jelas. Karena dalam UMKM banyak pengusaha terdapat keterbatasan dalam hal pembukuan keuangan. 3. Sebaiknya para pejabat bank mengedepankan profesionalisme dalam setiap memutuskan keputusan pencairan kredit. 4. Outstanding kredit yang dikeluarkan sebaiknya haris proporsional agar kredit bermasalah dapat diminimalisasi. 5. Hambatan yang terjadi pada analisis kredit adalah para debitur kurang terbuka akan usahanya dan kurang terperinci memberikan data-data tentang usahanya.
130
BUKU:
Dendawijaya, Lukman. 2005. Manajemen Perkreditan. Akarta: Ghalia Indonesia. Kasmir. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Marti Sumarni, John Soeprihanto.1995. Pengantar Bisnis (Dasar-Dasar Ekonomi Perusahaan). Yogyakarta. Liberty. Mulyono, Teguh Pudjo. 2001. Manajemen Perkreditan bagi Bank Komersil. Yogyakarta: Liberty. Munawir. 2004. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. Sastradipoera, Komaruddin. 2004. Strategi Manajemen Bisnis Bank Perbankan. Bandung: KAPPA SIGMA. Siamat, Dahlan. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: PT. Gramedia. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Sutojo, Siswanto. 1997. Menangani Kredit Bermasalah. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Tjoekam. 1999. Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersil, Konsep, Teknik, dan Kasus. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
131
Sumber-sumber Lain: Kartika R. Apriana. 2004. Pelaksanaan Analisis Kredit dalam Meningkatkan Tingkat Kolektibilitas pada PT. BRI Unit Kosambi Bandung. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: UNPAS. Ovie Risdianti. 2005. Pengaruh Analisis Pemberian Kredit Pemilikan Rumah Griya Utama (KGU) terhadap Kredit Bermasalah pada PT. Bank X. Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: UNPAS. Teddy H. Fauzi. 2001. Hubungan Pengawasan Intern Kredit dengan Upaya Meminimalisasi Potensi Terjadinya Kredit Bermasalah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Utama Bandung. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: UNPAS.