BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan dimana para siswa (peserta didik) bisa berinteraksi satu dengan lainnya maupun dengan guru, dengan kata lain berinteraksi secara sosial. Sekolah adalah wahana yang baik bagi tumbuhnya kemampuan bekerja sama sebagai esensi dari interaksi sosial, dan dari kemampuan bekerja sama itulah akan tumbuh rasa kebersamaan yang memberi pengaruh positif bagi perkembangan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, di sekolah, siswa akan mengalami proses interaksi dalam proses pembelajaran, guru akan membelajarkan siswa dengan harapan siswa akan belajar. Melalui interaksi yang baik akan timbul kerjasama antara siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru. Kemampuan bekerjasama bisa dikembangkan dalam suatu interaksi pembelajaran di dalam kelas. Menurut Sardiman (2004:2) bahwa interaksi belajar mengajar mengandung suatu arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar yang melaksanakan tugas mengajar disatu pihak, dengan siswa yang sedang melaksanakan kegiatan belajar dipihak lain. Proses pembelajaran yang kondusif bagi pengembangan kemampuan bekerja sama siswa dapat dipengaruhi oleh strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru. Esensi dari strategi pembelajaran adalah menciptakan iklim kelas yang
1
kondusif bagi pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan pengembangan kemampuan siswa dalam bekerja sama guru harus mampu menciptakan iklim kelas yang kondusif bagi proses pembelajaran tersebut. Strategi pembelajaran menurut David dalam W. Gulo (2002:2-3) “a plan, method, or series of activity designed to achieves a particular educational goal”. Merupakan suatu rangkaian langkah-langkah penting dalam pembelajaran. Lebih lanjut dikatakan bahwa strategi pembelajaran meliputi rencana, metode dan perangkat kegiatan yang direncanakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Metode mengajar menurut Sudjana (1989:76) adalah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran. Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses pembelajaran. Ditambahkan Subroto (1997:43) bahwa metode mengajar merupakan salah satu cara yang dipergunakan
guru dalam
mengadakan hubungan dengan sesuatu pada saat berlangsungnya pembelajaran. Macam-macam metode pembelajaran dikemukakan Djamarah (2000:194) diantaranya : metode ceramah, metode proyek, metode eksperimen, metode pemberian tugas, metode diskusi, metode latihan, dan cooperative learning. Dari sekian banyak metode mengajar, salah satu yang bisa digunakan dalam upaya mengembangkan aktivitas kerja sama adalah metode cooperative learning. Metode cooperative learning menurut kurikulum 2004 dalam Depdiknas (2003:10-11) bahwa kegiatan belajar mengajar dalam kurikulum 2004
2
diindikasikan dengan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran di kelas. Maksud dari keterlibatan siswa tersebut adalah adanya kemudahan bagi siswa dalam membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasannya pada siswa lain atau guru. Lebih jelas bahwa interaksi antara para siswa atau siswa dengan guru akan lebih efektif dalam menumbuhkan pemahaman terhadap materi. Peningkatan dari proses interaksi akan terlihat dari aktivitas kerja sama siswa anggota kelompok masing-masing. Cooperative learning menanamkan pada siswa bahwa mereka memiliki peranan yang sama untuk mencapai tujuan akhir belajar, penguasaan materi pelajaran, dan keberhasilan belajar, yang tidak semata-mata dapat ditentukan oleh guru, tetapi merupakan tanggung jawab bersama. Slavin dalam Shounara ( 2003:20) mengemukakan bahwa cooperative learning pada dasarnya adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompokkelompok kecil serta kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 – 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Sagala (2005:216) mengemukakan dampak positif dari belajar dengan bentuk kelompok adalah dapat menimbulkan kesadaran akan adanya kompetitif yang sehat, sehingga membangkitkan kemauan belajar yang sungguh-sungguh. Dari sikap, sebagai anggota kelompok siswa turut memikirkan agar kelompoknya dapat berkerja dengan baik, dan suasana kebersamaan akan lebih membangkitkan motivasi belajar serta tanggung jawab individu terhadap kelompok. Bahkan Hasan (2004:26) menemukan bahwa Cooperative learning akan menghasilkan “cooperative behaviours and attititudes that contributed to be success and/of failure of these groups”. Maksud dari
3
pengertian ini adalah bekerja sama menghasilkan sikap dan perilaku yang pada akhirnya berpengaruh terhadap keberhasilan dan/atau kegagalan kelompok tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran. Aspek lain yang dapat berkembang dalam pelaksanaan metode cooperative learning menurut Stahl dalam Julianti (200:32) adalah sikap tolong menolong dan tolong menolong merupakan salah satu sikap positif dalam perilaku sosial seseorang. Perilaku positif tersebut akan dapat meningkatkan motivasi belajar lebih baik dan mendorong siswa untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas – tugasnya. Pendapat tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Shounara (2003:17) metode cooperative learning dapat diterapkan pada pembelajaran sejarah, terutama dalam upaya untuk meningkatkan berfikir kritis siswa. Melalui metode cooperative learning, siswa lebih aktif belajar dibanding dengan mendengarkan ceramah dari guru. Selain itu ditemukan pula bahwa metode cooperative learning membantu terwujudnya sikap saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas individu dalam kelompoknya. Temuan tersebut memperkuat pendapat Slavin dalam Ginanjar Putra (2002:11) yang mengatakan berbagai keuntungan dari metode cooperative learning. Adapun keuntungan-keuntungan dimaksud diantaranya : 1.
Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuajn dengan menjunjung tinggi norma kelompok.
2.
Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil.
4
3.
Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.
4.
Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka berpendapat.
Berdasarkan keyakinan akan manfaat metode cooperative learning tersebut di atas, peneliti mencoba untuk mengembangkannya di kelas dimana peneliti mengajar. Dari hasil pengamatan awal di kelas X B, peneliti menemukan masalah dalam hal kemampuan bekerja sama yang dimiliki pada siswa. Adapun masalah-masalah yang ditemukan adalah : (1) Siswa lebih banyak bekerja secara individual. (2) Interaksi antara siswa dengan siswa juga siswa dengan guru masih lemah dan komunikasi belum bermakna. Berdasarkan hasil wawancara ditemukan latar belakang lemahnya bekerja sama antar siswa adalah karena mereka belum saling mengenal, masih perlu waktu untuk menyesuaikan diri. Jawaban tersebut muncul mengingat wawancara dilakukan pada saat awal semester tahun ajaran baru. Namun setelah dilakukan pada pembelajaran-pembelajaran berikutnya, aktivitas kerja sama siswa tetap belum tercipta. Berdasarkan temuan awal dalam pra penelitian tersebut, peneliti menurunkan empat hal masalah esensial yakni : (1) Siswa melakukan aktivitas lain selain belajar masing-masing. (2) Siswa kurang persiapan dari minat belajar sehingga pembelajaran monoton dengan pola komunikasi satu arah, dan akibatnya interaksi belajar dan mengajar tidak bermakna serta siswa menjadi pasif. (3)
5
Terbatasnya media dan metoda yang dipergunakan, kurang bervariasi, dan mengakibatkan kurangnya rangsangan siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran. (4) Sikap individual yang menonjol dalam pembelajaran, sehingga kerja sama kurang mendapat tempat dalam kelas. Dari empat masalah yang ditemukan, pada kesempatan ini peneliti lebih fokus pada upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa melalui “cooperative learning” dengan teknik kepala bernomor terstruktur. Berdasarkan latar belakang dan fokus permasalahan di atas, maka permasalahan pokok yang hendak dipecahkan dalam dalam penelitian ini adalah : “Apakah metode cooperative learning dalam mata pelajaran sejarah efektif dalam upaya menumbuhkan aktivitas kerja sama siswa kelas X B SMAN 2 Bandung?
1.2. Masalah dan Pertanyaan Penelitian Agar penelitian lebih tajam maka masalah penelitian tersebut dirumuskan dalam beberapa pertanyaan. Adapun pertanyaan dimaksud adalah seperti yang tertuang dalam paparan berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran sejarah di kelas X B sebelum penelitian tindakan kelas metode cooperative learning teknik kepala bernomor terstruktur ? 2. Apakah pelaksanaan metode cooperative learning teknik kepala bernomor terstruktur dalam pembelajaran sejarah di kelas X B efektif dalam menumbuhkan aktivitas kerja sama siswa ?
6
3. Kendala apa yang dihadapi akan pembelajaran sejarah dengan mengunakan metode cooperative learning dalam menumbuhkan aktivitas kerja sama siswa ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode cooperative learning dalam upaya menumbuhkan aktivitas kerja sama siswa pada pembelajaran sejarah di kelas X B SMA Negeri 2 Bandung. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengkaji
keefektifan
pembelajaran
sejarah
sebelum
pelaksanaan
pelaksanaan metode cooperative learning. 2. Menganalisis efektifitas perkembangan yang terjadi setelah penerapan metode cooperative learning. 3. Mengadakan perubahan, perbaikan dan peningkatan aktivitas kerja sama belajar siswa kelas X B dengan menerapkan metode cooperative learning dalam pembelajaran sejarah. 4. Mengidentifikasi kendala-kendala yang muncul dalam penerapan metode cooperative learning pada pembelajaran sejarah.
1.3.2. Manfaat Penelitian Pelaksanaan penelitian tindakan kelas metode cooperative learning ini diharapkan akan memberikan manfaat, yaitu :
7
1. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan serta keterampilan dalam pelaksanaan metode cooperative learning pada kegiatan pembelajaran selanjutnya. 2. Bagi siswa, akan meningkatkan kemampuan kerjasam kelompok dalam pembelajaran dengan metode cooperative learning. 3. Bagi guru, dapat memperbaiki kinerja dalam pengembangan metode cooperative learning dalam menumbuhkan kerjasama kelompok. 4. Bagi sekolah, akan bermanfaat dalam pelayanan dan meningkatkan mutu pembelajaran sejarah di SMA Negeri 2 Bandung.
1.4. Definisi Istilah 1.4.1. Pembelajaran Pembelajaran adalah suatu upaya yang tersusun dalam program pengajaran untuk menciptakan situasi belajar dimana terdapat komunikasi dua arah antara siswa dan guru.
Pembelajaran, menurut Usman (2000 : 4) merupakan suatu
proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Sudjana (1989 : 30) yang termasuk dalam komponen pembelajaran adalah tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian, metode mengajar yang digunakan guru hampir tidak ada yang sisa-sia, karena metode tersebut mendatangkan hasil dalam waktu dekat atau dalam waktu yang relatif lama.
8
Proses pembelajaran merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lain saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. Dalam proses belajar, guru menggunakan metode cooperative learning tipe kepala bernomor terstruktur yang disesuaikan dengan kepentingan penelitian. Siswa memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Siswa secara kooperatif menyelesaikan tugas dalam kelompoknya masing-masing.
1.4.2. Cooperative Lerning Tipe Kepala Bernomor Terstruktur Cooperative learning tipe kepala bernomor terstruktur adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, serta memudahkan siswa dalam pembagian tugas (Lie, 2002:59). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Bennet dalam Lasmanan, (1997:24) yang mengatakan bahwa cooperative learning adalah kerja kelompok tetapi tidak semua kerja kelompok adalah cooperative learning Adapun aspek-aspek yang diukur dalam kegiatan pola cooperative learning tipe kepala bernomor terstruktur adalah dilihat dari proses aktivitas belajar bekerjasama dalam pembelajaran di kelas, dimana semua aktivitas merupakan suatu kesatuan yang mencerminkan kerjasama siswa dalam pembelajaran sejarah.
9
1.4.3. Aktivitas Kerjasama Dalam Proses Pembelajaran Kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama (Soekanto, 2005:72). Ditambahkan Gerungan (1996:123) bahwa kerja sama antar individu yang baik di dalam suatu kelompok demokratis tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi harus dipelajari orang. Kemudian Johnson (2007:164) menguraikan bahwa kerjasama dalam menghilangkan hambatan mental akibat terbatasnya pengakuan dan cara pandang yang sempit lebih memungkinkan untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk menghargai orang lain, mendengarkan dengan pikiran terbuka, dan membangun persetujuan bersama. Kerjasama yang dimaksud penelitian ini adalah siswa bekerja secara bersama-sama dengan cara menyelesaikan tanggung jawab pribadinya dan saling membantu antar kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
1.5. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi adalah sebagai berikut : BAB I secara garis besar penulis memaparkan masalah yang akan dikaji. Adapun sub bab yang ada didalamnya terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, definisi istilah, dan sistematika penulisan BAB II memaparkan landasan teori lengkap, sebagai pondasi dalam pelaksanaan penelitian
10
BAB III memaparkan mengenai tahapan-tahapan penelitian yang akan dilaksanakan, mulai dari persiapan, pelaksanaan sampai pada pengolahan data dan laporan penelitian tindakan kelas. BAB IV memaparkan hasil penelitian yang didasarkan atas data yang diperoleh selama penelitian dilakukan BAB V merupakan kesimpulan yang diperoleh dari upaya memecahkan masalah penelitian. Daftar Pustaka Lampiran
11