BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah salah satu sistem pendidikan dalam pendidikan nasional (pendidikan menengah) yang mempersiapkan peserta didik terutama bekerja dalam bidang tertentu (penjelasan pasal 15 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). Hal ini dilakukan dengan tujuan mengerahkan kegiatan pendidikan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja nasional (man power atau person power) (Udin Syaefudin Sa’ud, 2007:240). Sekolah Menengah Kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik dan mempersiapkan
peserta
didik
untuk
memasuki
lapangan
kerja
serta
pengembangan sikap profesional, dengan demikian Sekolah Menengah Kejuruan hendaknya memiliki hal-hal sebagai berikut (Ditdikmenjur 1994:15): 1. Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan perserta didik untuk memasuki lapangan kerja. 2. Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan dunia kerja. 3. Hubungan yang erat dengan industri (DU/DI) merupakan kunci sukses dunia pendidikan kejuruan. 4. Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi. 5. Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas sebagai objek latihan untuk memperoleh keterampilan. Transformasi pendidikan kejuruan merupakan miniatur dunia usaha atau dunia industri (DU/DI), sehingga pencapaian keterampilan, kebiasaan berfikir dan etos kerja dapat terbentuk sesuai dengan tuntutan DU/DI sehingga Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bagi para peserta didik di SMK memerlukan latihan
1
keterampilan dimana situasi belajar harus merupakan simulasi pekerjaan yang sesuai dengan tuntutan yang sebenarnya. Kegiatan belajar mengajar bisa tercapai secara maksimal tentulah memerlukan program pengajaran yang tepat, hal ini berhubungan dengan bagaimana kebijakan kurikulum sekolah sehingga bisa mengakomodasi semua kebutuhan yang nantinya berguna bagi lulusan untuk mengembangkan dirinya secara optimal baik bagi masyarakat industri atau dunia usaha ataupun dalam masyarakat sekitarnya sebagai wiraswasta yang berhasil. Kurikulum SMK bersifat sederhana, luwes, dinamis dan relevan. Kurikulum kejuruan berdasarkan pada identifikasi kebutuhan pekerjaan (Finch dan Crunkilton, 1979:10) karena dengan identifikasi tersebut hal yang diajarkan di sekolah akan sama dengan yang ada di lapangan pekerjaan. Dengan demikian kurikulum SMK harus dikembangkan sehingga mengurangi kesenjangan antara sekolah dengan DUDI. Atas masukan dari DU/DI, pihak sekolah akan segera mengadaptasikan kebutuhan yang ada sehingga diharapkan menghasilkan lulusan yang bisa beradaptasi di lingkungan DU/DI dimana mereka akan bekerja. Kurikulum dapat menjembatani kesenjangan antara dunia usaha dengan kondisi sekolah, dalam hal ini tentunya pihak sekolah harus berusaha menyamakan persepsi dengan kebutuhan dunia usaha dan kondisi pasar, mengingat
lulusan sekolah menengah kejuruan sebagian besar diserap oleh
DU/DI dan sebagian lagi berwirausaha di lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu DU/DI adalah mitra kerja SMK, terutama saat peserta didik melaksanakan prakerin (praktik kerja industri), bagi SMK pelaksanaan prakerin adalah praktik kerja yang sesungguhnya, saat praktik kerja industri diharapkan peserta didik
2
dapat mengembangkan dan menerapkan apa yang diperolehnya selama belajar di sekolah. Selain itu saat prakerin peserta didik akan banyak belajar tentang masalah-masalah yang timbul saat bekerja, dengan begitu setelah menyelesaikan program prakerin, peserta didik memiliki keterampilan dan wawasan yang lebih baik. Namun dalam kenyataan pihak DU/DI terkadang masih menilai peserta didik yang prakerin belum memiliki cukup persiapan baik dalam teori maupun praktik. Salah satu yang menimbulkan kesenjangan adalah masih tertinggalnya teknologi yang diajarkan di sekolah, sedangkan saat ini teknologi yang ada di DU/DI semakin canggih, dengan kata lain sekolah masih selalu ketinggalan teknologi. Penelitian yang dilakukan oleh Euis (1998) di Sekolah Teknologi Menengah (STM) 1 Kodya Surabaya menyatakan, bahwa pada saat peserta didik melaksanakan pekerjaannya, peserta didik menghadapi hambatan-hambatan yang disebabkan materi yang termuat dalam kurikulum kurang sesuai dengan kemampuan yang dibutuhkan di DU/DI. Sinkronisasi kurikulum di SMK Negeri 4 Malang, awalnya terjadi ketika masih menerapkan kurikulum 1994. Personil sekolah yang berkepentingan dalam sinkronisasi yakni: kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, semua guru produktif, pihak DU/DI (majelis sekolah), komite sekolah (dulu BP3), duduk bersama menyamakan persepsi tentang tujuan pendidikan ke depan. Setelah semua mencapai kesepakatan, maka pihak DU/DI bersama guru-guru produktif membentuk kelompok sesuai dengan program studinya (program keahlian). Dalam kelompok-kelompok tersebut pihak sekolah menyampaikan kurikulum sekolah yang berlaku saat ini, sedangkan pihak DU/DI menyampaikan daftar
3
kompetensi-kompetensi yang dibutuhkannya. Daftar kompetensi-kompetensi yang telah disampaikan oleh pihak dunia usaha adalah ketentuan yang telah sesuai dengan standar keputusan bersama antara dunia usaha yang telah menjadi mitra kerja sekolah. Dengan diinformasikan struktur kurikulum sekolah kepada dunia usaha, diharapkan sekolah mendapat banyak masukan mengenai materi kejuruan apa yang perlu ditambahkan, dikurangi atau digabung jam pelajarannya agar peserta didik lebih siap saat melaksanakan prakerin. Setelah kedua belah pihak menyetujui hasil sinkronisasi tersebut maka selanjutnya memasukkan daftar kompetensi ke dalam lembar kesepakatan. Untuk mewujudkan sinkronisasi, pihak sekolah dapat menjabarkan kurikulum kompetensi kejuruan program keahlian yang bisa menjembatani antara sekolah dengan dunia usaha, namun sejauh ini Rencana Program Pengajaran (RPP) yang merupakan jembatan antara sekolah dengan dunia usaha belum benarbenar terwujud, hal tersebut dikarenakan adanya kesenjangan. Kesenjangan ini dapat dilihat bagaimana dunia grafika selalu mengikuti perkembangan zaman, banyaknya alat dan mesin modern, akibat kecanggihan teknologi membuat dunia percetakan harus sigap dalam menghadapi segala macam perubahan agar bisa tetap memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Banyak perusahaan yang memiliki alat dan mesin modern dan meninggalkan mesin-mesin kuno, sehingga dapat menghasilkan cetakan yang lebih baik, cepat dan murah. Sedangkan di sekolah masih menggunakan mesin-mesin lama sehingga peserta didik kurang mampu menyesuaikan diri di dunia usaha. Pada kenyataannya sekolah menengah kejuruan sebagai penyedia tenaga terampil,
belum
bisa
memenuhi
standar
dunia
usaha
karena
adanya
4
ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja (Irvan: 2010), meskipun sinkronisasi kurikulum pernah dilakukan namun intensitasnya perlu dilihat secara mendalam, tidakkah hal tersebut dilakukan hanya sekedar menjalankan program pemerintah ataukah sinkronisasi kurikulum berjalan dengan baik sesuai yang diharapkan. Keefektifan sinkronisasi antara program kurikulum di sekolah dengan dunia usaha dapat dilihat: 1) pada saat praktik kerja industri, yakni apakah kompetensi peserta didik dapat diadaptasikan pada pekerjaan yang sesungguhnya, 2) alumni peserta didik beradaptasi dengan baik dan mampu mengikuti perkembangan zaman sehingga dapat terserap dalam dunia usaha, keterserapan alumni di dunia usaha merupakan salah satu hal yang nantinya dapat digunakan dalam menindaklanjuti apakah di tempat kerja lulusan dapat beradaptasi dengan baik atau tidak. Keberhasilan lulusan dalam beradaptasi dengan lingkungan dunia usaha akan bisa menunjukkan bahwa program kurikulum yang diterima selama ini di sekolah sudah efektif atau belum, 3) nilai Ujian Nasional Teori Kejuruan karena kompetensi teori kejuruan akan sangat mendukung kompetensi kejuruan yang dimiliki peserta didik ataupun alumni. Semua itu bertujuan mempersiapkan peserta didik agar setelah lulus dapat memiliki jiwa wirausaha, kreatif, peka terhadap lingkungan serta mampu menyesuaikan diri dimana dia bekerja, maka pihak sekolah harus benar-benar menyediakan kurikulum yang tepat sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Namun ada kompetensi yang semestinya dikuasai oleh peserta didik dihilangkan dari
5
kurikulum yakni mengoperasikan mesin cetak offset digital. Hal tersebut terjadi karena pihak sekolah belum memiliki dana yang cukup untuk pengadaan sarana serta sumber daya manusia (kompetensi guru) yang masih terbatas. Dari keterbatasan
tersebut,
sebaiknya
tidak
perlu
dihilangkan
melainkan
menyelaraskan (mensinkronkan) kondisi sekolah dengan dunia usaha. Dengan cara memberikan teori yang dilengkapi dengan diagram dasar mesin serta cara kerjanya melalui internet. Sedang pelaksanaan praktiknya dilakukan pada dunia usaha. Bagaimana seorang peserta didik yang sedang melaksanakan program praktik kerja industri bisa menyesuaikan diri di tempat bekerja dan bagaimana seorang lulusan dapat mengembangkan dirinya secara optimal di perusahaan ataupun berwirausaha. Untuk itulah betapa pentingnya pelaksanaan sinkronisasi kurikulum dan melihat sejauh mana keefektifan program-program kurikulum sekolah untuk mencapai tujuan kurikulum yang nantinya dapat menjadi masukan bagi sekolah untuk
lebih
memiliki
”kemampuan
dalam
menyusun
program-program
penyesuaian diri yang akan ditempuh dalam jangka waktu tertentu atau jangka waktu lima tahun” (Buchori dalam Syafaruddin, 2008:2). Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan kurikulum dilakukan melalui sinkronisasi kurikulum yang direalisasikan dalam program Pendidikan sistem Ganda (PSG) (Mohammad Ali, 2009:317), yang saat ini disebut prakerin (praktik kerja industri). Dimana penyelenggaraan pembelajaran diupayakan sedekat mungkin dengan kebutuhan kondisi DU/DI, serta memiliki relevansi dan fleksibilitas dengan tuntutan di lapangan.
6
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a) Bagaimana sinkronisasi kurikulum
SMK Negeri 4 Malang dengan
DU/DI? b) Bagaimana efektivitas sinkronisasi kurikulum dalam pencapaian tujuan kurikulum Program Keahlian Produksi Grafika SMK Negeri 4 Malang ? 1.3 Tujuan Penelitian a) Untuk menganalisis sinkronisasi kurikulum program keahlian Produksi Grafika SMK Negeri 4 Malang. b) Untuk menganalisis efektivitas Sinkronisasi Kurikulum dalam pencapaian tujuan Kurikulum program keahlian Produksi Grafika SMK Negeri 4 Malang. 1.4. Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut: a) Manfaat Teoritis Manfaat secara teoritis diharapkan memberikan khasanah keilmuan tentang pengembangan kurikulum khususnya peran sinkronisasi kurikulum yang diupayakan untuk mendekatkan sekolah dengan DU/DI sehingga bisa mengurangi kendala-kendala yang terjadi pada proses peserta didik melakukan Prakerin, daya serap alumni di DU/DI menjadi lebih baik dan nilai ujian nasional teori kejuruan baik dan stabil dari tahun ke tahun.
7
b) Manfaat Praktis Dengan penelitian ini membantu SMK dengan DU/DI dalam sinkronisasi sebagai upaya pengembangan kurikulum sekolah, dan diharapkan mampu memberikan pengetahuan kepada guru kejuruan atau guru produktif tentang sinkronisasi kurikulum sebagai bagian dari pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan DU/DI sehingga para peserta didik menjadi siap pakai. 1.5. Penegasan Istilah Judul tesis ini Sinkronisasi Kurikulum Dalam Pencapaian Tujuan kurikulum Program Keahlian Produksi Grafika Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 4 Malang, penegasan istilah dipergunakan untuk memperjelas apa yang akan dibicarakan pada topik pembahasan dalam tesis ini. Berikut hal-hal yang perlu dipahami yang merupakan batasan masalah dalam penelitian ini. a) Sinkronisasi kurikulum adalah penyelarasan antara kabutuhan DU/DI dengan program sekolah yang diterapkan pada kurikulum sekolah. Sinkronisasi kurikulum merupakan salah satu bentuk pengembangan kurikulum yang dapat diartikan sebagai rekayasa kurikulum yang dapat berkembang sejalan dengan perkembangan dunia industri dan dunia usaha (DU/DI) (Tedjo, 2010: 134). b) Tujuan kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu dalam hal ini Sekolah Menengah Kejuruan yaitu untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Dalam tesis ini yang dibahas adalah tujuan kurikulum untuk hidup mandiri (bekerja). Hal ini sesuai dengan kerangka dasar kurikulum kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
8
pada SMK dimaksudkan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan dan kemandirian kerja. c) Program Keahlian Produksi Grafika adalah salah satu program keahlian dalam dunia grafika (dunia cetak mencetak) pada Sekolah Menengah Kejuruan yang terdiri dari empat bidang pekerjaan kejuruan/produktif yaitu; cetak sablon/saring (screen printing), cetak offset/cetak datar (offset printing), cetak tinggi (letterpress), dan Teknik Jilid Kemas/TJK (finishing).
9
1.6 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual penelitian ini dapat dirangkum dalam kerangka sebagai berikut: Pendidikan SMK
Orientasi Pendidikan
Kurikulum Normatif
Adaptif Sinkronisasi
Produktif
ss
Pola Penyelenggaraan DU/DI Evaluasi Lulusan Efektivitas
Kuliah
Bekerja
ss
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Pendidikan SMK adalah lembaga pendidikan menengah kejuruan tidak bisa terlepas dari orientasi keberadaannya, orientasinya bisa berkembang dari masa ke masa tergantung dari kebutuhan dan regulasi yang ada. Sejak semula dimana orientasi SMK hanya pada tataran skill/keterampilan namun seiring perkembangan jaman hal yang demikian kurang tepat karena untuk menjadi terampil bukan hanya psikomotor saja yang dikembangkan melainkan ditambah
10
dengan aspek kognitif dan afektif sehingga menghasilkan peserta didik dengan kompetensi yang sempurna yang bisa hidup mandiri sebagai bekal dikemudian hari. Setelah mengetahui orientasi pendidikan dan tahu kemana arah pendidikan SMK akan dibawa, maka tujuan-tujuan tersebut dituangkan dalam kurikulum yang di dalamnya terdapat tiga kelompok mata pelajaran yaitu: kelompok mata pelajaran normatif, kelompok mata pelajaran adaptif, dan kelompok mata pelajaran produktif. Sesuai dengan konsep di atas maka ketiga kelompok mata pelajaran tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan (sistem). Namun dalam hal ini yang disinkronkan dengan DU/DU hanya kelompok mata pelajaran produktif, sehingga kurikulum produktif bukan sekedar teori untuk sebagai pengetahuan tetapi juga sebagai kemampuan/kompetensi sebagai hasil akhirnya. Sistem kurikulum yang sudah terbentuk maka akan membentuk pula pola penyelenggaraan pendidikan sebagai konsekwensinya, dan pola penyelenggaran yang kerap dilaksanakan sampai saat ini adalah pendidikan sistem ganda dimana peserta didik belajar tidak hanya belajar di sekolah tetapi juga belajar di DU/DI. Penyelenggaraan pendidikan yang ada karena kompleksitas peserta didik belajar di dua tempat, maka perlu adanya evaluasi untuk mengetahui sejauhmana hasil dari program yang dijalankan, hal-hal apa sajakah yang perlu dipertahankan dan hal-hal apa saja yang perlu diperbaiki dan bahkan kalau tidak bisa diperbaiki maka harus mengubahnya dengan yang baru dan harus lebih baik. Setelah melewati evaluasi peserta didik akhirnya bagi yang sukses akan lulus dari sekolah, akan ke mana setelah lulus ada dua pilihan yaitu akan
11
melanjutkan pada jenjang pendidikan berikutnya atau bekerja atau bekerja sambil kuliah. Efektivitas sinkronisasi kurikulum diukur sejauh mana keterserapan lulusan oleh DU/DI. Dengan demikian akan bisa diukur apakah sudah efektif program kurikulumnya dalam menghasilkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan DU/DI ?
12