1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis diawali dari masa prasejarah, masa klasik, masa Islam hingga masa kolonial. Tentunya proses perkembangan kebudayaan di Nusantara mengalami kurun waktu yang sangat panjang. Di samping itu, perkembangan kebudayaan tidak dapat terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Setelah berakhirnya masa prasejarah, masa klasik di Nusantara mulai berkembang pada abad IV hingga akhir abad XV masehi. Pada masa ini kebudayaan di Nusantara yang berkembang sudah dipengaruhi oleh agama HinduBuddha. Para ahli berpendapat bahwa pengaruh agama Hindu-Buddha berasal dari wilayah India dan dibawa oleh para pedagang dari wilayah tersebut ke Nusantara. Kontak dagang tersebut sangat dipengaruhi oleh letak geografis Nusantara yang strategis. Adanya kontak dagang itu menyebabkan terjadinya suatu relasi sosial antara masyarakat pribumi dengan orang-orang dari luar wilayah hingga bermukim bersama. Hal ini menyebabkan masuknya kebudayaan Hindu-Budha ke Nusantara. Akan tetapi masuknya kebudayaan Hindu-Budha tersebut tidak mengakibatkan berakhirnya kebudayaan asli Nusantara.
2
Kebudayaan yang dipengaruhi agama Hindu-Buddha di Nusantara dapat diketahui dari tinggalan materinya. Tercatat bahwa tinggalan materi tertua yang ditemukan yaitu prasasti Yupa yang memiliki pertanggalan abad IV masehi (Poesponegoro,1990: 31). Prasasti Yupa ditemukan di daerah Kalimantan Timur dan menunjukkan bahwa pernah berdiri suatu kerajaan bercorak agama Hindu bernama Kutai. Selain itu,
di Pulau Jawa khususnya di bagian Barat juga berkembang
kerajaan bercorak Hindu yakni kerajaan Tarumanegara. Berdasarkan prasasti yang dikeluarkan oleh Raja Purnawarman dan Berita Cina, diketahui bahwa kerajaan ini mulai ada pada tahun 132 M hingga tahun 414 M (Poesponegoro ,1990: 38-41). Hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan pada masa kerajaan Tarumanegara merupakan kebudayaan masa klasik tertua di Pulau Jawa. Kebudayaan dengan pengaruh agama Hindu-Buddha terus berkembang di Pulau Jawa. Pada fase selanjutnya pusat kekuasaan yang awalnya berada di Jawa bagian Barat bergeser ke arah Timur. Diperkirakan kebudayaan yang berasal dari India ini masuk ke Jawa Tengah awal abad VI M, yaitu dengan ditemukannya prasasti di desa Dakawu Kawedanan Grabag, Magelang Jawa Tengah di mana pada kurun waktu antara abad VII-X M, kawasan Jawa Tengah menjadi pusat kekuasaan yang bercorak kehinduan di wilayah Kedu-Prambanan diperkirakan menjadi porosnya (Tjahjono,1997:41-46). Hal ini didasarkan pada banyaknya temuan arkeologis yang bersifat monumental pada wilayah tersebut. Bahkan situs arkeologis masa klasik masih dapat ditemukan di wilaya h ini pada satu dekade terkahir ini. Salah satu situs yang baru-baru ini ditemukan yakni Situs Liyangan yang berada di wilayah Karesidenan Kedu.
3
Situs Liyangan ditemukan pada tahun 2008 oleh para penambang pasir yang beraktivitas di lokasi tersebut. Secara administratif, Situs Liyangan berada di Dusun Liyangan, Desa Purbosari Kecamatan Ngadirejo. Lokasi situs ini berada di lereng Timur Laut Gunung Sindoro dengan ketinggian 1.174 m dpl di mana pada area tersebut terkandung sumber daya alam berupa pasir yang cukup melimpah. Pasir tersebut merupakan hasil dari aktivitas vulkanik di Gunung Sindoro. Aktivitas gunung berapi di wilayah Temanggung, khususnya Gunung Sindoro memang belum dapat diketahui kapan dimulainya. Berdasarkan pemberitaan dalam Prasasti Rukam disebutkan bahwa telah terjadi bencana alam letusan gunung berapi yang merusak sebuah desa (Riyanto, 2011:15). Prasasti yang berangka tahun 829 Ç ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Rakai Watukara Dyah Balitung yang dituliskan pada lempengan perunggu dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa Kuno. Prasasti ini ditemukan pada tahun 1975 di Desa Petarongan, Parakan, Temanggung (Dwiyanto, 2002: 15). Lokasi penemuan Prasasti Rukam yang jaraknya tidak jauh dari lokasi Situs Liyangan, menyebabkan keberadaan Situs Liyangan sering dikaitkan dengan prasasti tersebut. Akan tetapi hal ini belum dapat diketahui secara pasti karena di dalam prasasti ini tidak disebutkan nama gunung yang meletus (Riyanto, 2011: 15). Berdasarkan hasil eksplorasi data arkeologis yang dilakukan oleh Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta, temuan di Situs Liyangan cukup beragam seperti candi, arca, indikasi rumah berbahan kayu, dan bangunan yang menyerupai talud. Profil kaki
candi berupa kombinasi pelipit persegi, setengah lingkaran, dan sisi
genta menunjukkan ciri-ciri profil klasik Jawa Tengah. Selain itu, dari fragmen
4
keramik dinasi Tang
yang ditemukan dapat diketahui pertanggalan relatif situs
Liyangan yaitu sekitar abad X Masehi. Temuan yang cukup kompleks tersebut mengindikasikan ba hwa situs Liyangan merupakan permukiman
pada masa
Kerajaan Mataram Kuno (Tjahjono, 2010:1-18). Penelitian yang dilakukan Balar Yogyakarta berlangsung hingga tahun 2013. Dari penelitian yang telah berlangsung dapat diketahui bahwa data arkeologi yang ditemukan di situs ini tersebar di berbagai area. Jika bangunan candi digunakan sebagai sumbu, maka data arkeologi yang ditemukan meliputi jarak sekitar 300 m ke arah Timur Laut, sekitar 100 m ke arah Tenggara, dan sekitar 300 m ke arah Selatan dan Barat. Situs Liyangan ditemukan dalam kondisi terkubur oleh material vulkanik dari Gunung Sindoro. Meskipun demikian, keberadaan data arkeologi yang ditemukan cukup melimpah. Selain itu erupsi Gunung Sidoro tidak merusak semua data arkeologi yang ada di situs ini, sehingga sebagian besar data arkeologi baik yang berupa bangunan maupun temuan lepas masih dapat ditemukan dengan konteksnya. Oleh karena data arkeologi yang ditemukan di situs ini sebagian besar masih dalam konteksnya, maka peluang untuk melakukan penelitian di situs tersebut sangatlah terbuka. Bidang yang menarik untuk dikaji di Situs Liyangan adalah arsitektur. Bidang ini menarik untuk dikaji karena bangunan-bangunan di Situs Liyangan memiliki karakter yang khas. Selain itu dari pengamatan yang telah dilakukan di lapangan, terdapat ruang-ruang yang terbentuk di situs tersebut Dengan demikian skripsi ini membahas tentang bentuk arsitektur bangunanbangunan di Situs Liyangan dan pemanfaatan ruang yang ada di Situs Liyangan.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk arsitektur bangunan-bangunan di Situs Liyangan? 2. Bagaimanakah pemanfaatan ruang-ruang di Situs Liyangan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan karakteristik bangunan-bangunan yang ada di Situs Liyangan. 2. Mendeskripsikan pemanfaatan ruang yang ada di Situs Liyangan berdasarkan konteks keletakan data arkeologi. D. Batasan Penelitian Penelitian terhadap Situs Liyangan intensif dilakukan oleh Balar Yogyakarta. Benda arkeologis baik yang bersifat temuan lepas maupun bangunan masih ditemukan di beberapa titik di wilayah Dusun Liyangan. Sampai dengan dibuatnya tulisan ini, luasan Situs Liyangan belum diketahui secara pasti. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini perlu adanya suatu pembatasan masalah agar fokus penelitian ini tidak terlalu luas. Adapun batasan tersebut meliputi : .
6
1. Cakupan area penelitian Penelitian Arkeologi di Situs Liyangan pertama dilakukan pada tahun 2000. Penelitian di tahun tersebut berangkat dari adanya temuan struktur di permukiman warga. Selanjutnya di area penambangan pasir di Dusun Liyangan kembali ditemukan berbagai macam data arkeologi. Oleh karena data arkeologi di area penambangan pasir itu cukup melimpah, maka pada tahun-tahun selanjutnya eksplorasi data arkeologi di Situs Liyangan di fokuskan pada area tersebut. Data arkeologi di Situs Liyangan ditemukan di beberapa titik. Oleh karena itu di dalam melakukan penelitian, pihak Balar membagi Situs Liyangan ke dalam beberapa sektor yaitu sektor 01, sektor 02, dan sektor 03. Sektor 01 merupakan area penambangan pasir di mana pada area tersebut ditemukan data arkeologi yang melimpah. Perlu diketahui bahwa pengertian sektor di sini tidak berhubungan dengan pembagian grid di dalam ekskavasi. Pengertian sektor di sini adalah pembagian lokasi penelitian di dalam satu situs dikarenakan luasan Situs Liyangan belum diketahui secara pasti. Dengan demikian cakupan area pada penelitian ini mencakup sektor 01 saja (lihat denah halaman 39). 2. Bangunan Di Situs Liyangan khususnya di sektor 01 terdapat beberapa jenis bangunan. Untuk mengihindari kerancuan dalam pemakaian istilah sekiranya perlu disepakati kesesuaian nama untuk menyebutkan bangunan-bangunan tersebut. Adapun bangunan-bangunan yang ada di sektor 01 Situs Liyangan yaitu:
7
•
Candi yaitu bangunan pada masa Hindu-Buddha yang berfungsi sebagai sarana pemujaan. Di dalam bangunan candi ini biasanya terdapat arca dewa atau perwujudannya seperti lingga-yoni.
•
Struktur merupakan bangunan yang terbuat dari batu andesit dan secara horizontal dapat didenahkan. Pada penelitian eksplorasi yang sudah dilakukan oleh Balar Yogyakarta, bangunan ini diberi kode nama batur 01, batur 02, dan batur 03. Akan tetapi pada penelitian ini kode nama yang untuk menyebutkan bangunan tersebut yaitu struktur 01, struktur 02, struktur 03 Kode angka didasarkan atas urutan ditemukannya bangunan tersebut.
•
Talud merupakan bangunan penyangga lereng. Bangunan ini dibangun memanjang mengikuti kontur tanah. Terdapat dua jenis talud di Situs Liyangan yaitu talud andesit dan talud boulder. Talud andesit adalah talud yang dibangun menggunakan bahan batu andesit. Sedangkan talud boulder adalah talud yang dibangun menggunakan batuan-batuan alami ynag berukuran kecil.
•
Pagar yaitu bangunan yang digunakan untuk membatasi atau mengelilingi halaman atau pekarangan.
•
Ruang yaitu rongga yang dibatasi oleh tiang atau struktur bangunan. Di situs Liyangan khususnya di sektor 01, terdapat ruang-ruang yang dibatasi oleh adanya struktur bangunan berupa talud dan pagar.
8
E. Keaslian Penelitian Tulisan mengenai gambaran umum tinggalan arkeologi di
wilayah
Temanggung dapat diketahui dari Laporan penelitian Sejarah Budaya ”Pikatan” Kabupaten Temanggung yang diketuai oleh Djoko Dwiyanto (2002). Di dalam laporan tersebut diuraikan sejarah budaya Kabupaten Temanggung baik pada masa Mataram Kuno, masa Islam, masa Kolonial, hingga masa Pergerakan Nasional. Penelitian terebut bertujuan untuk mengembangkan pariwisata di Kabupaten Temanggung. Wulan Resiyani (2010), menulis skripsi dengan judul Toponim Masa Kini Berasal dari Sumber Prasasti Abad IX-X yang Ditemukan di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Dalam skripsinya tersebut, Wulan Resiyani membahas tentang toponim di Kabupaten Temanggung yang tertulis di dalam prasasti dan masih masih dapat dirunut hingga sekarang. Situs Liyangan menjadi salah satu obyek yang diteliti walaupun tidak dibahas dengan lebih rinci. Dalam skripsi tersebut Situs Liyangan sebagai data pendukung bahwa Karisidenan Kedu, khususnya Kabupaten Temanggung banyak ditemukan tinggalan arkeologi periode Klasik yang dapat diasumsikan bahwa kawasan Temanggung merupakan salah satu pemukiman kuno. Sejak ditemukan pada tahun 2008 lalu, data arkeologi di Situs Liyangan terus dieksplorasi. Beberapa kali penelitian dilakukan oleh Balar Yogyakarta sebagai instansi yang memiliki wewenang terhadap penelitian arkeologi di wilayah Temanggung. Penelitian penjajagan pertama dilakukan pada tahun 2010 dan
9
dihasilkan sebuah laporan yang berjudul “Penelitian Penjajagan Situs Liyangan Temanggung”. Penelitian yang berupa survei ini bertujuan untuk mengetahui potensi data arkeologis di Situs Liyangan, mengetahui karakter Situs Liyangan, serta mengetahui luasan situs Liyangan. Dari penelitian awal ini disimpulkan bahwa potensi data arkeologis Situs Liyangan tergolong tinggi berdasarkan indikasi antara lain: luasan situs, keragaman data berupa bangunan talud, candi, bekas rumah yang terbuat dari kayu dan bambu, struktur-struktur bangunan batu, komponen bangunan candi, lampu dari bahan tanah liat, serta wadah gerabah berbagai bentuk. Pada tahun 2011 penelitian tahap selanjutnya kembali dilaksanakan oleh Balar Yogyakarta. Penelitian yang diketuai oleh Sugeng Riyanto ini menghasilkan sebuah laporan yang berjudul ”Laporan Penelitian Arkeologi Situs Liyangan, Temanggung,
Jawa
Tengah
Tahap
II”.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengintegrasikan hasil penelitian tahap sebelumnya, menyusun gambaran rekonstruktif dan integratif antara bangunan candi, sisa bangunan rumah, strukturstruktur talud (talud rumah, talud tebing, talud pertanian), komponen bangunan candi, yoni, artefak, ekofak, fitur, dan data arkeologi lainnya. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kronologi absolut Situs Liyangan. Pada tahun 2012 penelitan arkeologi di Situs Liyangan kembali dilaksanakan. Pada peneitian tahap III ini diketuai oleh Sugeng Riyanto dengan hasil penelitian berupa “Laporan Penelitian Arkeologi Situs Liyangan, Temanggung, Jawa Tengah Tahap III”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Luasan situs Liyangan, komponen-komponen permukaan di ruang-ruang Situs Liyangan serta hubungan fungsional antar komponen maupun ruang di situs Liyangan.
10
Pada penelitian-penelitian terdahulu belum dibahas mengenai bentuk arsitektur bangunan dan pemanfaatan ruang di Situs Liyangan. Oleh karena itu, tulisan ini
lebih difokuskan pada karakteristik bangunan di Situs Liyangan
khususnya di Sektor 01 dan pemanfaatan ruang yang ada berdasarkan keletakkan temuan data arkeologi. F. Tinjauan Pustaka
Studi arkeologi ruang dalam kajiannya menempatkan tinggalan arkeologis sebagai sebaran. Persebaran tinggalan arkeologis dalam studi arkeologi ruang dapat dikategorikan menjadi tiga satuan ruang yaitu mikro, meso, dan makro. Satuan ruang terkecil yaitu satuan ruang mikro mempelajari persebaran ruangan dan hubungan antar ruang di dalam satu bangunan untuk mengetahui antara lain struktur sosial berdasarkan data seperti ruang, fungsi ruang, dan gaya bangunan. Sementara satuan ruang meso mempelajari sebaran dan hubungan antara data arkeologi dalam satu situs. Dalam satuan ruang makro yang dipelajari yaitu hubungan antar situs dalam suatu kewilayahan (Mundarjito. 1993:5). Jika mengacu pada disertasi Mundarjito tersebut, maka kedudukan tulisan ini berada pada skala mikro dan meso. Dapat dikatakan kajian skala mikro karena di dalam penelitian ini yang dikaji yaitu bentuk arsitektur bangunan-bangunan yang ada di situs liyangan sedangkan dikatakan secara meso karena di dalam penelitian ini juga mengkaji pemanfaatan ruang yang tampak di dalam satu situs. Arsitektur adalah bagian dari kebudayaan manusia, yang berkaitan dengan berbagai segi kehidupan antara lain: seni, teknik, ruang/tata ruang, geografi dan
11
sejarah. Pengertian arsitektur pun menjadi beragam tergantung sudut pandangya. Dari segi seni, arsitektur adalah seni bangunan yang terdiri atas aspek bentuk dan ragam hias, Dari segi teknik, arsitektur adalah sistem mendirikan bangunan termasuk proses perancangan, konstruksi, struktur, dan dalam hal ini juga menyangkut aspek dekorasi dan keindahan. Dari segi ruang, arsitektur adalah pemenuhan kebutuhan ruang oleh manusia atau kelompok manusia untuk meaksanakan
aktivitas
tertentu.
Sedangkan
dipandang dari segi sejarah,
kebudayaan, dan geografi arsitektur adalah ungkapan fisik dan peninggalan budaya dari suatu masyarakat dalam batasan tempat dan waktu (Sumalyo, 1997:1). Studi mengenai bentuk bangunan pada masa klasik di Jawa pernah dilakukan oleh Pramono Atmadi (1979) dalam disertasinya yang berjudul Beberapa Patokan Perancangan Bangunan Candi (Suatu Penelitian Melalui Ungkapan Bangunan pada Relief Candi Borobudur) . Pada uraiannya telah dikelompokkan jenis-jenis bangunan pada masa klasik di Jawa. Selain itu diuraikan pula pola-pola area peribadatan pada masa klasik di Jawa. Karakterisitik arsitektur bangunan mengalami perkembangan sesuai zaman. Oleh karenanya, kajian arsitektur bangunan juga dapat digunakan untuk menyusun sejarah kebudayaan. Rahadhian Prajudi H (1999), dalam tesisnya yang berjudul Kajian Tipo-Morfologi Arsitektur Candi di Jawa membahas tentang klasifikasi percandian di Indonesia yang terbagi menjadi beberapa tipe berdasarkan wujud denah, tampak, dan perletakan berikut dengan komponen penyusun candinya. Selanjutnya dibahas pula hubungan antara kesejarahan dan wujud fisik candi berdasarkan hasil klasifikasi yang telah di lakukan. Dari hasil penelitianya diketahui
12
bahwa arsitektur bangunan pada masa Hindu-Budha mengalami perkembangan dari masa ke masa. Selain itu Indah Purnastuti (2000), di dalam skripsinya yang berjudul Periodisasi
Percandian
Dieng
Berdasarkan
Arsitektur
dibahas
mengenai
pertanggalan candi-candi di Dieng berdasarkan arsitekturnya. Adapun variabel yang digunakan meliputi denah, batur, kaki candi, tubuh, dan atap candi. Dari hasil klasifikasi yang telah dilakukan dapat diketahui kronologis percandian Dieng. G. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan langkah-langkah ilmiah yang sistematis untuk mencari suatu kebenaran yang obyektif. Kebenaran tersebut didukung oleh faktafakta
yang
digunakan.
sebagai
bukti
tentang
adanya
faktor-faktor
yang
mengakibatkan adanya kebenaran yang obyektif (Nawawi, 1990:24). Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu dengan cara menguraikan data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dan diinterpretasikan (Ratna, 2010:336). Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, baik observasi lapangan maupun studi pustaka. Sementara itu, penalaran yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu penalaran induktif yang bergerak dari kajian-kajian fakta-fakta atau gejala khusus untuk kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris (Tanudirjo, 199819989:34).
13
Untuk memudahkan jalannya penelitian, perlu adanya suatu alur atau tahapan penelitian. Adapun tahap-tahap penelitian meliputi: 1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan di dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan observasi di lapangan untuk memperoleh informasi tentang gambaran secara langsung. Kemudian data tersebut didokumentasikan ke dalam bentuk foto. Untuk melengkapi data yang diperoleh di lapangan, pada penelitian ini juga digunakan data sekunder. Data ini diperoleh dari laporan-laporan penelitan Situs Liyangan yang dilakukan oleh Balar Yogyakarta sampai dengan saat ini 2. Pendeskripsian data
Data yang telah diperoleh kemudian dideskripsikan ke dalam bentuk tulisan. Pada tahap ini penulis juga memberikan uraian singkat mengenai riwayat penelitian Situs Liyangan yang pernah dilakukan oleh Balar Yogyakarta mulai dari awal penemuan hingga penelitian paling mutakhir saat ini. Kemudian dilakukan pendeskripsian data yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu bangunanbangunan di Sektor 01 Situs Liyangan yang terdiri dari: candi, Struktur 01, struktur 02, struktur 03, pagar dan talud. Pada awalnya penulis memberikan gambaran tentang pembagian ruangruang yang terbentuk di Situs Liyangan, khususnya di sektor 01. Kemudian ruangruang tersebut diberi kode. Secara berurutan penamaan ruang-ruang tersebut
14
adalah ruang A, ruang B, ruang C, ruang D, dan ruang E (lihat denah halaman 39). Selanjutnya pendeskripsian data arkeologi diuraikan sesuai dengan keletakannya pada masing-masing ruang yang ada. Selain itu diuraikan pula mengenai temuan lepas yang ada di Situs Liyangan. Karena jumlah temuan lepas yang melimpah, penulis hanya mengambil sebagian dari temuan tersebut untuk dideskripsikan. Pendeskripsian temuan lepas ini diuraikan sesuai dengan jenisnya yang meliputi temuan lepas yang berhubungan dengan aktivitas religi dan temuan lepas yang berhubungan dengan aktivitas permukiman. 3. Analisis Data
Tahap selanjutnya yaitu analisis data yang meiliputi dua kajian yaitu skala mikro dan meso. Kajian skala mikro meliputi analisis arsitektur bangunan-bangunan yang ada di Situs Liyangan khususnya di sektor 01. Analisis arsitektur meliputi gaya bangunan yang didasarkan atas bentuk profil. Kajian skala meso meliputi analisis pemanfaatan ruang yang ada di sektor 01 Situs Liyangan. 4. Kesimpulan
Tahap kesimpulan merupakan tahap terakhir pada tulisan ini setelah data yang diperoleh dideskripsikan, dianalisis, dan diinterpretasikan. Kesimpulan merupakan jawaban atas permasalahan yang diajukan. Selain itu kesimpulan juga merupakan intisari dari hasil pembahasan yang telah dilakukan.