BAB I PENDAHULUAN
Sejak komputer diciptakan pertama kali, komputer memiliki peranan yang besar dalam membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sulit diselesaikan oleh manusia. Salah satu teknologi komputer yang sedang berkembang yaitu kecerdasan buatan. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu ilmu yang mendukung perkembangan kecerdasan buatan. Bermacam-macam aplikasi berbasis jaringan saraf buatan telah dikembangkan di berbagai bidang.
1.1. Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi komputer menyebabkan adanya perluasan lingkup yang membutuhkan kehadiran
kecerdasan buatan.
Kecerdasan buatan merupakan ilmu komputer yang membuat mesin komputer dapat melakukan pekerjaan sebaik mungkin seperti yang dilakukan oleh otak manusia [9]. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu ilmu yang mendukung perkembangan kecerdasan buatan. Bermacam-macam aplikasi berbasis jaringan saraf buatan telah dikembangkan di berbagai bidang. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu metode pembelajaran komputer yang efektif dan memiliki pendekatan berupa algoritma dalam menyelesaikan suatu masalah. Pada jaringan saraf buatan terdapat dua macam algoritma, yaitu algoritma untuk jaringan saraf buatan lapisan tunggal dan algoritma untuk jaringan saraf buatan lapisan banyak. Dalam
1
penulisan skripsi ini akan dibahas mengenai jaringan saraf lapisan banyak dengan algoritma backpropagation. Pembahasan jaringan saraf buatan lapisan tunggal dapat ditemukan di [1]. Algoritma backpropagation merupakan metode yang baik dalam menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks [4]. Beberapa aplikasi yang menggunakan algoritma ini antara lain pengenalan suara, pengenalan pola, sistem kontrol, dan pengolahan citra. Oleh karena itu
skripsi ini
mencoba memberikan gambaran mengenai algoritma yang digunakan pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan judul ”Kajian Teoritis Algoritma Backpropagation pada Jaringan Saraf Buatan Lapisan Banyak”.
1.2. Permasalahan Masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana cara kerja algoritma backpropagation menentukan bobot awal dan menghasilkan model yang tepat dalam multiklasifikasi ? 2. Bagaimana kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan data percobaan pengenalan huruf alphabet, jika banyak unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap, momentum ( α ) yang digunkan tetap, dan learning rate ( η ) yang digunakan berbeda-beda?
2
1.3. Pembatasan Masalah Masalah di dalam skripsi ini terbatas pada ruang lingkup jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan beberapa unit menggunakan algoritma backpropagation dan hasil prediksi output pada jaringan saraf buatan lapisan banyak ini berupa bilangan n-arry.
1.4. Tujuan Penulisan Skripsi ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu: 1. Mengetahui cara kerja algoritma backpropagation menentukan bobot awal dan menghasilkan model yang tepat dalam multiklasifikasi. 2. Mengetahui kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada percobaan pengenalan huruf alphabet, jika banyak unit pada
dua
lapisan
tersembunyi yang digunakan tetap, momentum ( α ) yang digunakan tetap, dan learning rate ( η ) yang digunakan berbeda-beda.
1.5. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan ini antara lain: 1. Memberikan pengetahuan tentang algoritma-algoritma yang digunakan dalam metode pembelajaran jaringan saraf buatan, serta cara kerja dari algoritma tersebut sehingga mendapatkan model yang tepat. 2. Memberikan informasi mengenai jaringan saraf buatan sehingga dapat dijadikan acuan atau referensi.
3
BAB II JARINGAN SARAF BUATAN
Penjelasan mengenai sejarah perkembangan jaringan saraf buatan, serta beberapa teori dasar yang mendukung pembelajaran jaringan saraf buatan akan dibahas dalam bab ini, yaitu Teori-teori dasar yang mendukung pembelajaran jaringan saraf buatan antara lain ide dasar jaringan saraf buatan yang terinspirasi dari sistem jaringan otak manusia, definisi dan arsitektur jaringan saraf buatan, model-model pembelajaran, fungsi transfer, perceptron rule dan delta rule pada jaringan saraf buatan lapisan tunggal serta gambaran stokastik gradien descent.
2.1. Jaringan Saraf Manusia Jaringan saraf buatan merupakan model yang cara kerjanya meniru sistem jaringan biologis. Otak manusia terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron, yang berjumlah sekitar 10 11 sel-sel saraf. Sel-sel saraf ini berhubungan satu dengan yang lain membentuk jaringan yang disebut jaringan saraf [4]. Proses yang terjadi dalam suatu sel saraf merupakan proses elektrokimiawi. Di otak ini terdapat fungsi-fungsi yang sangat banyak dan rumit, diantaranya adalah ingatan, belajar, bahasa, asosiasi, penalaran, kecerdasan, dan inisiatif. Semua sel saraf alami mempunyai empat komponen dasar yang sama. Keempat komponen dasar ini diketahui berdasarkan nama biologinya yaitu, dendrit, soma, akson, sinapsis. Dendrit merupakan suatu perluasan
4
dari soma yang menyerupai rambut dan bertindak sebagai saluran masukan. Saluran input ini menerima masukan dari sel saraf lainnya melalui sinapsis. Kemudian soma memproses nilai input menjadi sebuah output yang kemudian dikirim ke sel saraf lainnya melalui akson dan sinapsis. Gambar berikut menunjukkan komponen-komponen dari saraf [7].
Gambar 2.1 Komponen-Komponen Sel Saraf
Suatu jaringan saraf menerima ribuan informasi kecil dari berbagai organ sensoris dan mengintegrasikannya untuk menentukkan reaksi yang harus dilakukan. Kegiatan sistem jaringan saraf didasari oleh pengalaman sensoris dari reseptor sensoris, baik berupa reseptor visual, reseptor auditoris, reseptor raba dipermukaan tubuh, ataupun jenis reseptor lainnya. Pengalaman sensoris ini dapat menyebabkan suatu reaksi segera dan kenangannya dapat disimpan didalam otak [4]. Konsep dasar semacam inilah yang ingin dicoba para ahli dalam menciptakan jaringan buatan.
5
2.2. Jaringan Saraf Buatan Jaringan saraf buatan diperkenalkan pertama kali pada tahun 1943 oleh seorang ahli saraf Warren McCulloch dan seorang ahli logika Walter Pitss [12]. Jaringan saraf buatan merupakan model yang meniru cara kerja jaringan sel-sel saraf biologis. Penelitian yang berlangsung pada tahun 1950-an dan 1960-an mengalami hambatan karena minimnya kemampuan komputer. Kemudian pada pertengahan tahun 1980-an dapat dilanjutkan lagi, karena sarana yang dibutuhkan telah tersedia. Sistem saraf buatan dirancang untuk menirukan karakteristik sel-sel saraf biologis. Beberapa definisi tentang jaringan saraf buatan dikemukakan oleh para ahli. Menurut [7] jaringan saraf didefinisikan sebagai sebuah prosesor yang terdistribusi paralel dan mempuyai kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang didapatkannya dari pengalaman dan membuatnya tetap tersedia untuk digunakan. Sedangkan menurut [3]. Mendefinisikan jaringan saraf buatan sebagai sebuah sistem yang dibentuk dari sejumlah elemen pemroses sederhana yang bekerja secara paralel dan fungsinya ditentukan oleh stuktur jaringan, kekuatan hubungan serta pengolahan dilakukan pada komputasi elemenelemennya.
2.2.1. Arsitektur Jaringan Saraf Buatan Pemodelan
struktur
pemrosesan
informasi
terdistribusi
dilakukan dengan menentukan pola hubungan antar sel-sel saraf buatan. Pola hubungan yang umum adalah hubungan antar lapisanr
6
(lapisan). Setiap lapisan terdiri dari sekumpulan sel saraf buatan (unit) yang memiliki fungsi tertentu, misalnya fungsi masukan (input) atau fungsi keluaran (output). Sistem saraf buatan terdiri dari tiga lapisan unit, yaitu: 1. Unit input Pada gambar 2.2 unit input dinotasikan dengan i. Unit input ini menerima data dari jaringan saraf luar. Aktifasi unit-unit lapisan input menunjukkan informasi dasar yang kemudian digunakan dalam jaringan saraf buatan. 2. Unit tersembunyi Unit tersembunyi dinotasikan dengan h pada gambar 2.2. Unit tersembunyi menerima dan mengirim sinyal ke jaringan saraf. Aktifasi setiap unit-unit lapisan tersembunyi ditentukan oleh aktifasi dari unit-unit input dan bobot dari koneksi antara unitunit input dan unit-unit lapisan tersembunyi. 3. Unit output Unit output dinotasikan dengan o. Unit output mengirim data ke jaringan saraf. Karakteristik dari unit-unit output tergantung dari aktifasi unit-unit lapisan tersembunyi dan bobot antara unit-unit lapisan tersembunyi dan unit-unit output. Dalam jaringan saraf buatan lapisan banyak unit output bisa digunakan kembali menjadi unit input yang diproses dalam lapisan selanjutnya.
7
X1
X2
X3
X4
i1
i2
i3
i4
h1
h2
h3
o1
o2
Y1
Y2
Gambar 2.2 Jaringan Saraf Buatan Sedangkan tipe arsitektur jaringan saraf buatan ada tiga yaitu : 1. Jaringan dengan lapisan tunggal (Single Lapisanr Net) Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot yang terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Jaringan Saraf Buatan Lapisan Tunggal Feedforward
8
2. Jaringan dengan lapisan banyak (Multilapisanr Net) Pada tipe ini, diantara lapisan masukan dan keluaran terdapat satu atau lebih lapisan tersembunyi (Gambar 2.4). Hubungan antar lapisan berlangsung satu arah. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit dari pada lapisan tunggal.
Gambar 2.4. Jaringan Saraf Buatan Lapisan Banyak Feedforward
3. Reccurent Network Tipe reccurent berbeda dengan kedua tipe sebelumnya. Pada reccurent, sedikitnya memiliki satu koneksi umpan balik (feedback).
Gambar 2.5. Jaringan dengan lapisan kompetitif reccurent
9
2.2.2. Model-Model Pembelajaran Menurut [10] model pembelajaran dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Supervised Learning Pada model pembelajaran ini, jaringan saraf buatan menggunakan variabel prediktor sebagai input yang akan dijadikan indikator untuk menerangkan variabel target sebagai outputnya. Variabel-variabel prediktor tersebut disesuaikan dengan target output yang ingin dihasilkan.
Tujuan
model
supervised
adalah
learning
untuk
menentukan nilai bobot-bobot koneksi didalam jaringan sehingga jaringan tersebut dapat melakukan pemetaan dari input ke output sesuai
dengan
yang
diinginkan.
Jaringan
dan
perceptron,
backpropagation merupakan model-model dengan tipe supervised learning [8]. Tabel 2.1 Data Sederhana Pengenalan Huruf Alphabet Variabel Prediktor Contoh
Variabel Posisi
Posisi
Panjang
Tinggi
Jumlah
horizontal
vertikal
box
box
pixel
1
2
8
3
5
1
2
5
12
3
7
2
I
3
4
11
6
8
6
D
4
7
11
6
6
3
N
5
2
1
3
1
1
G
Target
T
Model pembelajaran supervised learning selalu memiliki satu kolom yang merupakan variabel target, pada contoh data sederhana pengenalan huruf diatas variabel targetnya adalah huruf alphabet. Pada model pembelajaran ini tiap-tiap variabel memiliki suatu hubungan
10
yang tidak saling bebas. Sebagai contoh, Huruf T diprediksi berada dalam posisi horizontal yang dihitung dari sebelah kiri gambar dan huruf berada di tengah box pada titik koordinat 2 pixel, posisi vertikal dihitung dari bagian bawah pada box di titik koordinat 8 pixel, Sedangkan panjang box berada pada titik koordinat 3 pixel dan tinggi box berada pada titik koordinat 5 pixel. Jika huruf alphabet berada dalam karakteristik variabel target maka dapat dikatakan huruf tersebut berhasil dalam mengklasifikasikan huruf alphabet. 2. Unsupervised Learning Berbeda dengan model
supervised
learning, dalam model
unsupervised learning tidak terdapat variabel target dari kategori polapola yang akan diklasifikasikan hanya terdiri dari variabel prediktor. Untuk model pembelajaran ini biasanya hanya dilakukan proses clustering lihat tabel 2.2. Bukan pengklasifikasian seperti pada model pembelajaran supervised. Tabel 2.2 Hak pilih USA senator pada 6 persoalan
Issue Toxic Waste Budget Cuts SDI Reduction Contra Aid Line-Item Veto MX Production
Class 1 Yes Yes No Yes Yes Yes
Class 2 No No Yes No No No
learning awalnya
adalah model
3. Semi Unsupervised Learning Model semi unsupervised
unsupervised learning, data percobaan untuk model ini biasanya tidak
11
memiliki variabel target. Oleh karena itu, proses klasifikasi dengan model pembelajaran ini dilakukan dengan cara menentukan variabel targetnya terlebih dahulu (two step analysis).
2.3 Fungsi Aktivasi Pada setiap lapisan pada jaringan saraf buatan terdapat fungsi aktivasi. fungsi ini adalah fungsi umum yang akan digunakan untuk membawa input menuju output yang diinginkan. Fungsi aktivasi inilah yang akan menentukan besarnya bobot. Karakter dari jaringan saraf buatan tergantung pada bobot dan fungsi input-output (Fungsi Transfer) yang mempunyai ciri-ciri tertentu untuk setiap unit. Fungsi ini terdiri dari tiga kategori, yaitu : fungsi linear, fungsi threshold, dan fungsi sigmoid (Gambar 2.6). Pada fungsi linear, aktivasi output adalah sebanding dengan jumlah bobot output. Untuk fungsi threshold, output diatur satu dari dua tingkatan tergantung dari apakah jumlah input lebih besar atau lebih kecil dari nilai batasnya. Sedangkan Fungsi sigmoid, outputnya terus menerus berubah tetapi tidak berbentuk linear.
i Threshold (sgn)
i
i Linear
Sigmoid
Gambar 2.6. Jenis fungsi aktivasi yang digunakan dalam jaringan saraf buatan
12
Ada beberapa pilihan fungsi aktivasi yang digunakan didalam metode backpropagation, seperti fungsi sigmoid biner dan sigmoid bipolar (Gambar 2.7.). Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjelasan lebih lengkap tentang fungsi sigmoid biner dan sigmoid bipolar, yaitu:
1. Fungsi Sigmoid Biner Fungsi ini merupakan fungsi yang umum digunakan dalam metode backpropagation. Nilai jangkauannya diantara (0,1) dan didefinisikan sebagai : f ( x) = dengan turunan :
1 1 + e −x
f ( x)' = f ( x)(1 − f ( x))
(2.1)
2. Fungsi Sigmoid Bipolar Fungsi ini merupakan fungsi yang umum digunakan dalam metode backpropagation. Range diantara (-1,1) dan didefinisikan sebagai: g ( x) = 2 f ( x) − 1 dengan
f ( x) =
1 1 + e −x
sehingga g ( x) = 2 f ( x) − 1 1 = 2 −x 1 + e =
1 − e (− x ) 1 + e (− x )
−1
(2.2)
13
dengan turunan :
g ( x)' =
1 (1 + g ( x))(1 − g ( x)) 2
(2.3)
Gambar 2.7. Fungsi sigmoid biner dan fungsi sigmoid bipolar
2.4. Perceptron Salah satu tipe dari sistem jaringan saraf buatan didasarkan pada sebuah unit yang disebut perceptron, dan diilustrasikan pada gambar 2.8. Sebuah perceptron menerima vektor input yang berupa nilai bilangan real. Perceptron memiliki perhitungan kombinasi linear yang berasal dari penjumlahan vektor input ( x1 , x 2 ,..., x n ) , vektor bobot (w1 , w2 ,..., wn ) dan nilai thresholdnya (w0). Hasil output akan bernilai 1 jika perhitungan kombinasi linearnya lebih besar dari pada 0 dan -1 jika perhitungan kombinasi linearnya lebih kecil atau sama dengan 0. Kombinasi linear untuk output perceptron dapat dituliskan sebagai: 1
jika w0 + w1 x1 + w 2 x 2 + .... + w n x n > 0 (2.4)
o(x1, x2, ......., xn) = −1
jika w0 + w1 x1 + w2 x 2 + .... + wn x n ≤ 0
14
x0=1 x1
w1
x2
w2
w0
∑ n 1 jika ∑ wi x j o= j =0 − 1 untuk yang lainnya
n
∑ wi xi
wn
i =0
xn Gambar 2.8 Perceptron
x1, x2, ... , xn adalah input, o ( x1 ,..., x n ) adalah output dan wi adalah konstanta real atau bobot (weight), dimana bobot menentukan kontribusi dari input xi pada output perceptron. Fungsi perceptron dapat dituliskan sebagai : r r r o( x ) = sgn (w ⋅ x ) dan sgn (y) =
(2.5)
1
jika y>0
−1
jika y≤0
(2.6)
dengan r r y = w' ⋅ x
(2.7)
2.4.1. Aturan Pembelajaran Perceptron Masalah
pembelajaran
perceptron
tunggal
adalah
menentukan vektor bobot, karena perceptron menghasilkan output ± 1 untuk setiap contoh percobaan. Beberapa algoritma diketahui dapat menyelesaikan permasalahan tersebut, antara lain: perceptron rule dan delta rule. Algoritma tersebut sangat penting dalam jaringan saraf buatan karena merupakan dasar dari pembelajaran jaringan untuk lapisan banyak.
15
Salah satu cara untuk mempelajari vektor bobot yang tepat yaitu dimulai dengan penentuan bobot secara acak, kemudian secara iteratif dengan menggunakan perceptron untuk menghasilkan output pada setiap contoh percobaan, setelah itu memodifikasikan bobot perceptron. Proses ini terus diulang sampai pengklasifikasian perceptron untuk semua contoh percobaan menjadi tepat. Bobot dimodifiikasi pada setiap langkah berdasarkan aturan pembelajaran perceptron (perceptron learning rule), yang meninjau kembali bobot wi dengan input xi berdasarkan kaidah: wi ← wi + ∆wi
(2.8)
∆wi = η (t − o )x i
(2.9)
dengan
keterangan: t
= target output contoh percobaan
o
= output perceptron
η
= konstanta positif yang disebut learning rate
2.4.2. Delta Rule Perceptron rule dapat digunakan untuk mencari vektor bobot yang paling tepat ketika contoh data percobaannya terpisah secara linear. Namun, tidak semua data dapat dipisahkan secara linear. Dalam hal ini perceptron rule tidak mampu mengatasi permasalahan dengan kasus data yang tidak dapat dipisahkan secara linear, data tersebut dikenal dengan istilah data non-linearly separable sets. Oleh
16
karena itu, pada pembahasan yang berikutnya digunakanlah delta rule yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Kunci dari delta rule dalam mencari ruang hipotesis dari bobot vektor yang mungkin adalah dengan menggunakan gradient descent sehingga didapatkan bobot yang paling tepat untuk suatu contoh percobaan. Aturan ini penting karena gradient descent merupakan
dasar
untuk
algoritma
backpropagation
yaitu
pembelajaran untuk jaringan dengan banyak unit yang terhubung. Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan nilai error dari model (vektor bobot). Salah satu ukuran yang dapat menurunkan nilai error dengan tepat adalah : r 1 E ( w) ≡ ∑ (t d − o d ) 2 2 d∈D
(3.0)
dengan D adalah himpunan dari contoh data percobaan, t d adalah target output untuk contoh percobaan d dan o d adalah output dari unit linear untuk contoh percobaan d. Error E digolongkan sebagai fungsi r dari w karena output unit linear o bergantung pada bobot vektor. Karena permukaan error terdiri dari minimum global tunggal, algoritma delta rule hanya akan mengkonvergenkan vektor bobot dengan error minimum, tanpa memperhatikan apakah contoh percobaannya terpisah secara linear atau tidak. Nilai η yang digunakan pada algoritma ini awalnya adalah bilangan yang tidak kecil namun juga tidak terlalu besar, kemudian untuk mendapatkan
17
bobot yang tepat nilai η diperkecil setelah langkah perbaikan ke-n. Jika η terlalu besar, pencarian turunan gradient akan menimbulkan resiko, yaitu terlalu banyaknya langkah yang dilakukan untuk mencari permukan error yang minimum.
2.5. Gambaran Stokastik Untuk Gradient Descent Salah satu
pola model umum
yang digunakan pada proses
pembelajaran adalah gradient descent. Gradient descent merupakan suatu strategi untuk mencari ruang model yang tak terbatas atau besar yang dapat digunakan ketika ruang model memuat parameter model yang kontinu dan error dapat diturunkan dengan parameter modelnya tersebut. Namun, gradient descent ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak mudah digunakan dan terkadang lambat dalam pengkonvergenan solusinya. Jika ada beberapa minimum lokal pada permukaan error, maka tidak ada jaminan bahwa akan didapatkan minimum global [11]. Tujuan digunakannya gradient descent yaitu untuk mempermudah strategi pencarian model, hal tersebut dikenal dengan incremental gradient descent atau stokastik gradient descent. Sedangkan ide dasar pada stokastik gradient descent yaitu pencarian bobot yang tepat dilakukan berdasarkan perhitungan error pada setiap contoh baris datanya. Stokastik gradient descent biasanya menggunakan nilai learning rate η yang cukup kecil agar langkah pengulangan yang dilakukan tidak terlalu besar, sehingga didapatkan perkiraan gradient descent yang mendekati nilai sebenarnya.
18
2.6 Data Pengenalan Huruf Alphabet Data pengenalan huruf berasal dari David J. Slate [5] (Northwestern University) pada tahun 1991 dan telah banyak dipakai dalam berbagai penelitian. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan P.W.Frey dan D.J. Slate [2] dengan judul Letter Recognition Using Holland-Style Adaptive Classifiers. Tingkat ketelitian pada penelitian ini mencapai 80% dan memiliki nilai error mencapai 20%.
19
BAB III JARINGAN SARAF BUATAN LAPISAN BANYAK
Jaringan saraf buatan lapisan banyak merupakan perluasan dari jaringan saraf buatan lapisan tunggal. Pada jaringan saraf buatan lapisan tunggal menggunakan pendekatan algoritma perceptron yang hanya menghasilkan fungsi linear. Sebaliknya,
Jaringan saraf buatan lapisan
banyak
menggunakan
pendekatan algoritma backpropagation yang akan merepresentasikan fungsi non linear. Dalam jaringan ini selain unit input dan output terdapat unit tersembunyi. Hubungan antar lapisan berlangsung satu arah.
3.1 Unit Sigmoid Unit perceptron merupakan salah satu tipe dari jaringan saraf buatan dengan unit tunggal dengan fungsi yang dihasilkan adalah fungsi yang linear. Namun, unit perceptron tidak dapat menjelaskan fungsi yang non linear, Oleh karena itu, Jaringan saraf buatan lapisan banyak mampu menggambarkan fungsi yang non linear. Salah satu solusinya adalah dengan unit sigmoid, yaitu sebuah unit yang mirip dengan perceptron, dan proses dasar pekerjaan dilakukan sesuai tahapan. Sama dengan perceptron, unit sigmoid pertama kali menghitung kombinasi linear dari input, kemudian menggunakan nilai batas untuk hasilnya. Pada kasus unit sigmoid, hasil output merupakan fungsi yang kontinu dari input-inputnya dan unit sigmoid menghitung output o k, secara singkat rumus yang digunakan dapat ditulis sebagai:
20
n
o( net )= ∑ w ji. x i + θ j 0
(3.1)
i =0
Rumus fungsi sigmoid: 1
σ = 1+ e
(3.2)
−o ( net )
Maka output o k n
o k = σ ( ∑ w ji. xi + θ j 0 )
(3.3)
i =0
dimana x1, x2, ..., xn adalah input, o ( x1 ,..., x n ) adalah output dan wi adalah bobot
yang
menentukan
kontribusi
dari
input
xi
pada
output
backpropagation. σ disebut fungsi sigmoid atau fungsi logistik. Range output yang dihasilkan oleh unit sigmoid antara 0 sampai 1, dan bersifat monoton naik. Karena unit sigmoid memetakan domain bilangan input yang sangat besar ke range output yang kecil, Sigmoid sering disebut dengan pengkompresan hasil dari unit. Fungsi sigmoid memiliki sifat bahwa turunannya
secara
mudah
diperlihatkan
dalam
bentuk
output
= σ ( y ) ⋅ (1 − σ ( y )) . Unit sigmoid diilustrasikan sebagai berikut: dσ ( y ) dy
x0=1
x1 x2
w0
w1 w2
∑ n
w0
net = ∑ wi x j + θ j 0 j =0
xn Gambar 3.1.
o = σ (net) =
1 1 + e −o (net )
Sigmoid
21
3.2. Turunan dari Aturan Algoritma Backpropagation Masalah yang paling pokok dalam bab ini adalah aturan penurunan stokastik gradient
yang
descent
diimplementasikan oleh
algoritma
backpropagation. Berdasarkan persamaan (3.0) bahwa stokastik gradient descent melibatkan iterasi pada sebuah waktu contoh percobaan, untuk setiap contoh percobaan d menurunkan nilai gradient dari error E d pada contoh tunggal. Dengan kata lain, untuk setiap contoh percobaan d setiap bobot wij di update oleh penambahan ∆wij dengan rumus sebagai berikut: ∂E ∆wij = −η = d ∂wij
(3.4)
Dimana E d adalah error pada contoh percobaan d ditambahkan dengan semua unit output pada jaringan (persamaan 3.0) Ed =
1 (t k − ok )2 ∑ 2 k∈output
outputnya disini adalah himpunan dari unit output pada jaringan, tk adalah nilai target dari unit k untuk contoh percobaan d dan o k adalah output dari unit k pada contoh percobaan d. Notasi : x ji
= input ke i sampai input j
wji
= bobot dengan input ke i sampai input j
netj
=
oj
= output dihitung berdasarkan unit j
tj
= target output untuk unit j
∑w i
ji
x ji (jumlahan bobot dari input untuk unit j)
22
σ
= fungsi sigmoid
output
= himpunan dari unit-unit pada lapisan terakhir dari suatu jaringan
Downstream(j) =himpunan dari unit-unit yang berada satu
lapisan
dibawahnya termasuk output dari unit j
Penurunan stokastik gradient descent
∂E d merupakan implementasi ∂w ji
=
dari persamaan (3.4). Dengan catatan bahwa bobot wij dapat mempengaruhi sisa dari jaringan hanya sampai net j. Oleh karena itu, ∂E d ∂E d ∂net j = ∂w ji ∂net j ∂w ji
=
∂E ∂ ∑i w ji x ji == d ∂net j ∂w ji ∂E == d x ∂net j dalam penurunan
ji
(3.5)
∂E d terdapat dua pandangan kasus yaitu: kasus dimana ∂w ji
=
unit j adalah unit keluaran untuk jaringan dan kasus dimana j adalah unit tersembunyi untuk jaringan.
Kasus 1 : Aturan percobaan untuk bobot unit output. wij dapat mempengaruhi sisa dari jaringan hanya sampai net j, netj dapat mempengaruhi jaringan hanya sampai o j. Oleh karena itu,
23
∂E d =∂E d ∂o j = ∂net j ∂o j ∂net j
=
(3.6)
pandang bentuk pertama pada persamaan 3.0 ∂E d ∂ 1 = ∂o j ∂o j 2 Penurunan
∑ (t
− ok )
2
k
k∈output
∂ (t k − o k )2 akan nol untuk semua unit output k kecuali saat k = j. ∂o j ∂Ed ∂ 1 (t j −oj )2 = ∂oj ∂oj 2
=
∂(tj −oj ) 1 = 2(t j −o j ) ∂oj 2 = −(t j −oj ) karena
∂o j
o j = σ (net j ) , penurunan
∂net j
(3.7)
merupakan penurunan dari fungsi
sigmoid, yang sama dengan σ (net j )(1 − σ (net j )) . Oleh karena itu, ∂o j
=
∂net j
∂σ (net j ) ∂net j
= σ ' (net j ) = σ (net j )(1 − σ (net j )) = o j (1 − o j )
(3.8)
substitusikan persamaan (3.7) dan (3.8) kedalam persamaan (3.6). Didapatkan, ∂E d
=
∂net j
∂E d ∂net j
∂E ∂o j == d ∂o j ∂net j
= −(t j − o j )o j (1 − o j )
(3.9)
24
dan kombinasikan persamaan (3.9) dengan persamaan (3.4). Maka didapatkan aturan stokastik gradient descent untuk unit output ∂E ∆wij = −η = d ∂wij ∂E ∂net j = −η = d ∂net j ∂w ji = η (t j − o j )o j (1 − o j )x ji
(3.10)
Kasus 2 : Aturan Percobaan untuk Bobot unit tersembunyi Pada kasus ini j merupakan unit tersembunyi pada jaringan, turunan dari aturan percobaan untuk wji harus mengmbil perhitungan secara tidak langsung dimana wji dapat mempengaruhi output jaringan dan E d. Notasikan himpunan semua unit yang input-inputnya termasuk dalam output unit j dengan Downstream (j). Catat bahwa netj dapat mempengaruhi jaringan keluaran dan E d hanya sampai unit pada Downstream (j). Oleh karena itu, dapat ditulis sebagai berikut: ∂E d
=
∂net j
∂E d ∂net k
∑
=
=
k∈Downstream( j )
∑
=
∂net k ∂net j
−δk
k∈Downstream( j )
∑
=
−δk
k∈Downstream( j )
∑
=
∑−δ
∂net k ∂o j ∂o j ∂net j ∂o j
−δ w
k∈Downstream( j )
=
∂net k ∂ net j =
k k∈Downstream( j )
k
kj
∂net j
wkj o j (1 − o j )
(3.11)
25
setelah mengatur kembali bentuk persamaan di atas dan menggunakan δ j ∂E untuk menotasikan − = d , didapatkan ∂net j
δ j = o j (1 − o j )
∑δ
(3.12)
w
k kj k∈Downstream( j )
dan (3.13)
∆w ji = ηδ j x ji
3.3. Penggunaan Faktor Momentum Banyak variasi yang dapat dikembangkan dari penggunaan algoritma backpropagation, salah satunya adalah mengubah aturan perubahan bobot pada algoritma backpropagation persamaan 3.13, yaitu membuat perubahan bobot pada n iterasi yang secara parsial bergantung pada update yang terjadi selama (n-1) iterasi, dengan persamaan: (3.14)
∆w ji (n ) = ηδ j x ji + α ∆w ji (n − 1)
∆w ji (n ) adalah weight-update yang dilakukan selama n iterasi dan 0 ≤α <1
merupakan
konstanta
yang
disebut
momentum.
Dengan
menambah variabel α ke dalam rumus perubahan bobot mengakibatkan konvergensi akan lebih cepat untuk mendekati itersasi yang dilakukan sesuai tahapan sampai bobot mencapai solusinya.
26
3.4. Pembelajaran Jaringan Sembang Acylic Pada
algoritma backpropagation yang telah dijelaskan dengan
menggunakan dua lapisan unit tersembunyi pada jaringan. Namun, jika algoritma backpropagation menggunakan lebih dari dua lapisan unit tersembunyi pada jaringan maka aturan perubahan bobot (Persamaan 3.13). tetap digunakan, dan hanya mengubah cara perhitungan nilai δ . Secara umum, nilai δ r untuk r unit pada m lapisanr dihitung dari nilai δ pada lapisanr m+1.
δ r = o r (1 − o r )
∑w
sr s∈layer m+1
δs
(3.15)
Pembelajaran tersebut sama-sama mengeneralisasi algoritma untuk graph langsung acyclic, tanpa memperhatikan apakah unit jaringan yang ditetapkan ada pada lapisan uniform. Aturan untuk menghitung δ untuk unit internal adalah
δ r = o r (1 − or )
∑w
δ
sr s s∈downstream( r )
(3.16)
dimana Downstream(r) adalah himpunan dari unit-unit yang turun dari unit r pada jaringan, yaitu semua unit yang input-inputnya termasuk dalam output dari unit r.
3.3 Algoritma Backpropagation Algoritma backpropagation mempelajari bobot untuk jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan himpunan dari unit-unitnya dan saling berhubungan. Algoritma ini menggunakan gradient descent untuk mencoba
27
meminimalisasi kuadrat error antara nilai input dan nilai target pada jaringan. Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan nilai error dari model (vektor bobot). Berbeda dengan persamaan (3.0) definisikan kembali E sebagai penjumlahan error dari semua unit keluaran jaringan. Proses ini merupakan salah satu ukuran yang dapat menurukan nilai error dengan tepat adalah r 1 2 E (w) ≡ ∑ ∑ (t kd − o kd ) 2 d∈D k∈outputs
(3.17)
D adalah himpunan dari contoh data percobaan, outputnya adalah himpunan dari unit output pada jaringan, t kd dan o kd masing-masing adalah nilai target dan nilai output dengan unit output k dan contoh percobaan d. Permasalahan yang digambarkan oleh algoritma backpropagation adalah untuk mencari ruang hipotesis yang besar dan didefinisikan oleh semua nilai bobot yang mungkin untuk setiap unit pada jaringan. Salah satu perbedaan pokok pada kasus jaringan saraf buatan lapisan banyak yaitu permukaan error dapat memiliki perkalian minimum lokal. Hal ini berarti turunan gradient dapat menjamin kekonvergenan untuk beberapa minimum lokal, dan bukan error minimum global. Walaupun tidak dijaminnya konvergen ke arah global minimum, Algoritma backpropagation merupakan fungsi yang efektif dalam metode pembelajaran [11]. Fungsi error pada gradient descent dapat diilustrasikan sebagai permukaan error dengan n-dimensi, ketika kemiringan gradient
28
descent menurun dalam lokal minimum sehingga akan berpengaruh dalam perubahan bobot. Perbedaan
performa
ruang
hipotesis
antara
algoritma
backpropagation jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan performa pembelajaran
algoritma
pada
metode
yang
lain,
yaitu
algoritma
backpropagation memiliki ruang hipotesis pada n-dimensi dari n-bobot jaringan. Dengan catatan ruang hipotesis memiliki fungsi yang kontinu. Sedangkan hipotesis pada pembelajaran algoritma yang lain seperti pembelajaran decision tree dan metode yang lain memiliki proses pencarian hipotesis yang berbeda-beda. Untuk jelasnya pembelajaran tentang decision tree menggunakan algoritma ID3 dapat ditemukan di [6]. Seperti
penjelasan
sebelumnya,
Algoritma
backpropagation
diimplementasikan dengan mencari kemiringan gradient descent pada bobot jaringan, nilai error E yang diperoleh akan mengurangi iterasi yang berada diantara nilai target pada contoh percobaan dan hasil output. Karena permukaan
jaringan
saraf
buatan
lapisan
banyak
menggambarkan
permukaan yang tidak linear pada lokal minima, Sehingga kemiringan gradient descent
terdapat
pada
permukaan
error.
Hasil
algoritma
backpropagation akan menunjukan ke arah konvergen terhadap lokal minimum dalam mencari nilai error dan tidak membutuhkan nilai error ke arah global minimum. Nilai error minimum dapat dicari pada saat jaringan saraf buatan lapisan banyak menginisialisasikan dan dibangkitkan secara random atau
29
acak untuk mentukan bobot koneksi antar unit dari suatu lapisan dengan lapisan sesudahnya, jadi antar unit-unit di lapisan tersembunyi saling terkoneksi satu sama lain dengan unit-unit di lapisan tersembunyi, dan antar unit-unit di tersembunyi lapisan akan saling terkoneksi satu sama lain dengan unit-unit pada lapisan output. Nilai bobot inilah yang akan menentukan proses pembelajaran kecerdasan buatan. Pada saat proses training, nilai bobot tersebut akan terus berubah sehingga didapatkan kesesuaian antara input dengan output dengan error minimum. Dengan kata lain, Pada proses training akan menentukan nilai minimum error yang bisa di tolerir oleh jaringan saraf buatan lapisan banyak seperti yang disampaikan diatas bahwa algoritma backpropagation tidak akan memberikan kepastian jawaban untuk suatu kasus yang tidak pernah dilatihkan, pasti ada nilai error dari jawaban sistem pembelajaran dengan jawaban yang seharusnya, nilai error tersebut yang harus di definisikan sebelum melatih proses pembelajaran sehingga sistem tersebut bisa menjawab dengan tingkat kebenaran semaksimal mungkin (misal: tingkat kebenaran sistem 99,9999% dengan nilai Error 0.0001). Algoritma backpropagation merupakan proses pembelajaran yang mampu menjelaskan beberapa fungsi yang terdapat dalam data. Fungsifungsi data tersebut dapat digambarkan secara keseluruhan dengan beberapa unit yang digunakan pada lapisannya dan beberapa lapisan yang digunakan dalam jaringan. Fungsi-fungsi ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu fungsi boolean, fungsi bernilai kontinu dan fungsi sembarang. Fungsi boolean
30
adalah fungsi yang rangenya hanya memiliki Z elemen, fungsi ini dapat digambarkan dengan model struktur jaringan dengan baik menggunakan jaringan terdiri dari dua lapisan. Sedangkan fungsi kontinu merupakan fungsi yang rangenya berupa interval, fungsi ini juga dapat digambarkan dengan struktur jaringan saraf buatan dengan baik menggunakan jaringan terdiri dari dua lapisan. Terakhir fungsi sembarang adalah sebuah fungsi yang
berbeda
dari
kedua
fungsi
sebelumnya.
fungsi
ini
dapat
menggambarkan model struktur jaringan cukup baik dengan menggunakan tiga lapisan pada unit. Induktif bias merupakan suatu cara yang digunakan algoritma backpropagation dalam menginferensi populasi dari data percobaan. Sample data di proses dalam proses pembelajaran, kemudian performa model dari sample data tersebut diuji kembali ke populasi data percobaan. Hal ini secara praktis biasanya dapat dilakukan dengan membagi dua data menjadi data training dan data test. Tujuan pembelajaran induktif bias untuk mendapatkan performa dari sample data dengan nilai error yang relatif kecil dan dapat dibandingkan dengan performa yang dihasilkan pada data populasi. Algoritma
backpropagation
menggunakan
jaringan
lapisanr
feedforward yang terdiri dari dua unit lapisan sigmoid dengan lapisan yang dihubungkan ke semua unit dari lapisan yang terdahulu. Notasi yang digunakan pada algoritma ini adalah :
31
a) Sebuah index menententukan setiap titik dari jaringan, dimana sebuah ”titik” merupakan salah satu input atau output dari beberapa unit pada jaringan. b) xij menotasikan input dari titik i ke unit j, dan wij menotasikan hubungan bobot. c) δ n menotasikan error dengan unit n. Algoritma Backpropagation BACKPROPAGATION (Contoh percobaan, η , nin , nout , nhidden ) r r r Setiap contoh percobaan merupakan pasangan dari bentuk (x, t ) , dimana x r adalah vektor dari nilai unit input, dan t adalah vektor dari nilai output jaringan target.
η adalah learning rate (0,05), n in adalah bilangan dari input jaringan, n tersembunyi adalah bilangan dari unit pada lapisanr tersembunyi, dan n out adalah bilangan dari unit output. input dari unit i sampai j dinotasikan dengan xji , dan bobot dari i sampai j dinotasikan dengan wji. 1. Buat jaringan feedforward dengan input nin, unit tersembunyi n hiiden, dan unit output n out . 2. Inisialkan semua bobot awal jaringan ke bilangan acak yang kecil (antara -0,05 sampai 0,05). 3. Hitung output o(net ) dari setiap unit k pada jaringan. n
o(net) = ∑ w ji x i + θ j 0
(3.1)
i =0
4. Hitung fungsi sigmoid( σ ) dari setiap unit k pada jaringan.
σ =
1 1 + e −o ( net )
(3.2)
32
5. Hitung output pada lapisan keluaran ( o k ). n
o k = σ ( ∑ w ji. xi + θ j 0 )
(3.3)
i =0
6. Hitung nilai error pada lapisan output o k, dengan bentuk error( δ k ).
δ k ← o k (1 − o k )(t k − o k )
(3.9)
7. Hitung nilai error pada lapisan tersembunyi h, dengan bentuk error( δ h ).
δ h ← o k (1 − o k ) ∑ wkh δ k
δ r = o r (1 − o r ) δ r = o r (1 − o r )
∑w
sr s∈layer m+1
∑w
δ
sr s s∈downstream( r )
(3.12)
δ s ;Untuk jaringan uniform m-lapisan
(3.15)
; Untuk jaringan sembarang n-iterasi
(3.16)
8. Hitung perubahan setiap bobot jaringan( ∆ wji ). ∆w ji = ηδ j x ji
;
j = k,h
∆w ji (n ) = ηδ j x ji + α∆w ji (n − 1)
;
Untuk n-iterasi
(3.13) (3.14)
9. Hitung perubahan bobot jaringan baru. w ji ← w ji + ∆w ji
(2.8)
Algoritma backpropagation akan lebih dipahami dengan melakukan proses perhitungan pada data sederhana dibawah ini. Tabel 3.1. Fungsi XOR Variabel Prediktor x1 1 1 0 0
x2 1 0 1 0
Variabel Target t
0 1 1 0
Langkah 1. Membuat Jaringan feedforward dengan unit input n in yaitu x1 dan x2 , terdapat 2 lapisan unit tersembunyi n hii den yaitu z1 , z 2 , z3 , z4 dan unit output n out.
33
Y w50
w31
1
w32
z3
w
z4
21
w24 w22
w30
w23
w40
z1
1
z2
w14 w10
w20
1
w11
w12 x1
w13
x2
Gambar 3.2. Jaringan feedforward dengan dua lapisan unit tersembunyi Langkah 2. Setelah membuat jaringan feedforward kemudian inisialkan semua bobot jaringan ke bilangan acak yang kecil antara -0,05 sampai 0,05 dan bobot awal ditentukan secara random - Misal bobot awal unit input ke unit tersembunyi w11 = 0,05
w13 = 0,03
w12 = -0,05
w14 = -0,02
- dan bobot awal unit tersembunyi lapis 1 ke unit tersembunyi lapis 2 w21 = 0,03
w23 = 0,04
w22 = -0,01
w24 = 0,05.
34
- Lebih lanjut lagi bobot awal unit tersembunyi ke unit output w31 = -0,04
w32 = 0,05,
- Bobot awal bias ke unit tersembunyi lapis 1 w10 = -0,03
w20 = 0,04,
- Bobot awal bias ke unit tersembunyi lapis 2 w30 = 0,02
w40 =0,01
- Serta terakhir bobot awal bias ke unit output adalah w50 =0,03
Langkah 3. Hitung output o(net ) dari setiap unit k pada unit tersembunyi : n
rumus : o(net ) = ∑ w ji x i + θ j 0 i =0
o1 (net) = (0,05)(1) + (0,03)(1) + (-0,03) = 0,05 o 2 (net) = (-0,05)(1) + (-0,02)(1) + (0,04) = -0,03 o 3 (net) = (0,03)(1) + (0,04)(1) + (0,02) = 0,09 o 4 (net) = (-0,01)(1) + (0,05)(1) + (0,01) = 0,05
Langkah 4. Hitung fungsi sigmoid( σ ) dari setiap unit k pada jaringan :
σ =
1 1 + e − o ( net )
σ 1 (net ) =
1 = 0,51 1 + e − 0 , 05
σ 2 (net ) =
1 = 0,49 1 + e 0 , 03
σ 3 (net ) =
1 = 0,52 1 + e − 0 , 09
σ 4 (net ) =
1 = 0,51 1 + e − 0 , 05
35
Langkah 5. Hitung output o(net ) dari setiap unit k pada lapisan keluaran output o k : n
o k = ∑ w ji xi + θ j 0 = (0,52)(-0,04)+(0,51)(0,05)+0,03 = 0,0347 i =0
ok =
1 1 = = 0,5 −o 1 + e − 0 , 0347 1+ e k
Langkah 6. Setelah mendapatkan nilai output pada langkah 5, kemudian hitung error berdasarkan kesalahan untuk setiap unit output jaringan k, hitung bentuk error δ k
δ k ← o k (1 − o k )(t k − o k ) = (0,5) (1-0,5) (0-0,5) = -0,125 δ k merupakan error yang dipakai dalam perubahan bobot lapisan dibawahnya. o k merupakan nilai output pada jaringan keluaran dan t k adalah target keluaran.
Langkah 7. Kemudian cari penjumlahan error berdasarkan error untuk setiap unit tersembunyi h, hitung bentuk error δ h
δ h ← o k (1 − o k )
∑w
kh
δk
k∈outputs
Pertama cari penjumlahan delta rule dari unit tersembunyi, dimana δ k = -0,125 dari hasil delta rule pada unit keluaran
δk =
∑w
kh
δk
k∈output
δ 1 = (-0,125) (0,05) = -0,006 δ 2 = (-0,125) (-0,04) = 0,005 δ 3 = (-0,125) (0,04) + (-0,125)(0,05) = 0,011 δ 4 = (-0,125) (0,03) + (-0,125)(-0,01) = -0,002 δ h ← o k (1 − o k )
∑w
kh
δk
k∈outputs
δ 1 = (-0,006) ( 0,51) (1-0,51) = 0,001
36
δ 2 = (0,005) (0,52) (1-0,52) = -0,001 δ 3 = (0,011) (0,49) (1-0,49) = 0,002 δ 4 = (-0,002) (0,51) (1-0,51) = -0,0004 Langkah 8. Hitung perubahan setiap bobot jaringan( ∆ wji ) ∆w ji = ηδ j x ji Suku perubahan bobot keluaran ∆w ji dengan learning rate η = 0,05 , delta rule δ k = -0,125 hasil langkah 4. ∆w ji = ηδ j x ji
j=0,1,2,3,...
∆w50 = (0,05) (-0,125) (1) = -0,00625 ∆w31 =(0,05) (-0,125) (0,52) = -0,00325 ∆w32 =(0,05) (-0,125)(0,51) = -0,00318 Suku perubahan bobot ke unit tersembunyi ∆w ji dengan learning rate η = 0,05 , delta rule hasil delta rule langkah 5. ∆w ji = ηδ j x ji
j=0,1,2,3,..
Unit tersembunyi lapis 1 ∆w10 = (0,05) (0,001) (1) = 0,00005 ∆w20 = (0,05) (-0,001) (1) = -0,00005 ∆w11 = (0,05) (0,001) (1) = 0,00005 ∆w12 = (0,05) (-0,001) (1) = -0,00005 ∆w13 = (0,05) (0,001) (1) = 0,00005 ∆w14 = (0,05) (-0,001) (1) = -0,00005 Unit tersembunyi lapis 2 ∆w30 =(0,05) (-0,0004) (1) = -0,00002 ∆w40 =(0,05) (0,002) (1) =0,0001 ∆w21 =(0,05) (-0,0004) (1) = -0,00002
37
∆w22 =(0,05) (0,002) (1) = 0,0001 ∆w23 =(0,05) (-0,0004) (1) = -0,00002 ∆w24 =(0,05) (0,002) (1) = 0,0001 Langkah 9. Hitung perubahan bobot jaringan baru. w ji ← w ji + ∆w ji Perubahan bobot unit keluaran : ∆w50 = (0,03) + (-0,006)= 0,024 ∆w31 = (-0,04) + (-0,003)= -0,043 ∆w32 = (0,05) + (-0,003)= 0,047 Perubahan bobot unit tersembunyi layar 1 ∆w10 = -0,03 + 0,00005 = -0,03 ∆w20 = 0,04 - 0,00005 = 0,04 ∆w11 = 0,05 + 0,00005 = 0,05 ∆w12 = -0,05 - 0,00005 = -0,05 ∆w13 = 0,03 + 0,00005 = 0,03 ∆w14 = -0,02 - 0,00005 = -0,02 Perubahan bobot unit tersembunyi layar 2 ∆w30 = 0,02 – 0,00002 = 0,02 ∆w40 = 0,01 + 0,0001 = 0,01 ∆w21 = 0,03 – 0,00002 =0,03 ∆w22 = -0,01 +0,0001 = -0,01 ∆w23 = 0,04 – 0,00002 = 0,04 ∆w24 = 0,05 + 0,0001 = 0,05 lakukan iterasi sampai variabel prediktor menghasilkan unit output.
38
Algoritma backpropagation dimulai dari pembentukan sebuah jaringan dengan unit tersembunyi dan unit output serta menginisialisasi semua bobot jaringan ke nilai random yang kecil. Untuk setiap contoh percobaan menggunakan suatu jaringan untuk menghitung nilai error dari output jaringan, menghitung gradient descent dan kemudian mengupdate semua bobot pada jaringan. Proses ini dilakukan sampai menghasilkan klasifikasi dengan model yang tepat.
3.6. Analisis Multiklasifikasi Algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan beberapa
unit yang terhubung
dapat dikembangkan
permasalahan multiklasifikasi. Untuk lebih jelasnya
untuk
modifikasi dari
algoritma backpropagation ini masalah multiklasifikasi dijelaskan dengan contoh berikut. Tabel 3.2. Contoh Data Sederhana
Variabel Prediktor x1 x2 1 1 1 0 0 1 0 0
Variabel Target y a b c d
Diberikan contoh permasalahan data seperti tabel 3.2. Multiklasifikasi dimulai dengan membuat jaringan feedforward dengan unit input n in yaitu x1 , x2. dan terdapat satu lapisan unit tersembunyi n hiden yaitu z1 , z2 , z3 dan unit output yaitu a, b, c , d.
39
a
w40 w50
b
1
w21
w22
w26
w23 w
w24
w31 w32 w29
w28
25
z1
w10
d
w27
w60 w70
c
z3
z2
w20 w30
w15
w12
w11
w13 X1
1
w33
w14
w16 x2
Gambar 3.3. Struktur jaringan dengan bilangan n-arry Cara kerja dalam permasalahan multiklasifikasi memiliki kesamaan dengan binary klasifikasi yaitu membuat struktur jaringan kemudian merandom bobot jaringan dan menghitung unit output. Perbedaannya terletak pada proses perhitungan output dimana untuk kasus multiklasifikasi hasil output akan bekerja sesuai dengan proses klasifikasi, yaitu perhitungan output
pada
kelas
A
diproses
melalui
pembelajaran
algoritma
backpropagation dengan bilangan binary, jika hasil output masuk kedalam klasifikasi kelas A, maka kelas tersebut mengandung nilai 1, Sedangkan selain kelas A mengandung nilai 0. Keadaan ini dikerjakan sesuai dengan proses pembelajaran multiklasifikasi yang berarti proses binary n kali.
40
Cara kerja algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dapat diringkas dalam bentuk flowchart sebagai berikut:
Start
70% Training D ata 30% Test D ata
1. Membuat jaringan feedforword
2. Randomize bobot
|wji |<0,05
Hitung n
3. o(net) = ∑ w ji x i + θ j 0 i =0
4. σ =
1 1 + e −o ( net ) n
5. o k = σ ( ∑ w ji. xi + θ j 0 ) i =0
6. δ k ← o k (1 − o k )(t k − o k ) 7. δ h ← o k (1 − o k ) ∑ wkh δ k 8. ∆w ji = ηδ j x ji ; j= k,h 9. w ji ← w ji + ∆w ji Tidak td =od
∀ d∈D Ya
Akurasi error generalisasi
End Gambar 3.4. Flowchart Algoritma Backpropagation 41
BAB IV STUDI NUMERIK DAN ANALISIS
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode jaringan saraf buatan lapisan banyak menggunakan algoritma backpropagation dalam menghasilkan error minimum dalam mencari model yang tepat. Permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai permasalahan klasifikasi pengenalan huruf alphabet.
4.1. Deskripsi Studi Numerik Metode jaringan saraf buatan lapisan banyak dapat diaplikasikan pada berbagai masalah tertentu di kehidupan sehari-hari. Untuk lebih memahami proses pengklasifikasian pada metode jaringan saraf buatan lapisan banyak dan nilai error, maka dilakukan studi numerik dengan mengambil permasalahan yang sederhana. Data-data tersebut diperoleh dari machine learning database [8]. Dalam proses kerjanya, data ini dipisahkan menjadi dua bagian yaitu training data dan test data. Pembagian data ini dilakukan secara random. Pada studi numerik disini penulis mengambil proporsi 70% training data dan 30% test data. Pengolahan data yang dilakukan dalam skripsi ini
menggunakan
algoritma backpropagation dengan bantuan software SPSS 16 dalam pencarian nilai errornya. Hal tersebut dilakukan karena asumsi dari data yang digunakan belum diketahui. Untuk mendapatkan nilai error yang lebih valid, percobaan tersebut dilakukan sebanyak sepuluh kali dengan sample random atau biasa dikenal dengan 10 fold cross validation (CV).
42
4.2. Pengenalan Huruf Alphabet Data pengenalan huruf alphabet merupakan salah satu data yang cocok untuk mengetahui pengenalan suatu pola. Permasalahan yang akan diangkat pada
studi
numerik
adalah mencari
nilai
error
minimum untuk
mengidentifikasi setiap huruf dengan tulisan tangan berwarna hitam-putih yang terdapat dalam persegi panjang gambar digital dengan satuan pixel, huruf tersebut akan diklasifikasikan ke salah satu dari 26 huruf alphabet. Huruf-huruf tersebut berasal dari 20 bentuk huruf yang berbeda dan setiap huruf dari berbagai karakter tersebut diacak secara random. Simulasi yang dilakukan pada studi numerik ini menggunakan 20.000 baris data. Cara penulisan diambil dari 20 bentuk yang berbeda menggunakan dua cara teknik penulisan, yaitu stroke style merupakan penulisan huruf yang dilakukan dengan cara mengambil dari titik atas sampai titik bawah yang terdapat dalam 6 jenis cara penulisan yaitu simplex, duplex, triplex, complex, dan ghotic. Kemudian 6 jenis huruf tersebut dimasukan ke dalam bentuk tulisan seperti Block, Script, Italic, English, Italian dan German. Setiap karakter huruf di proses pertama kali dengan merubah kedalam koordinat vektor, dan pengidentifikasian dilakukan pada garis paling bawah pada huruf. Segmen garis tersebut dirubah ukurannya menjadi koordinat (x,y) yang berbentuk persegi panjang dengan satuan pixel. Ukuran pixel akan menggambarkan titik-titik yang berwarna hitam dan putih. Posisi ”on” pada satuan pixel yang berwarna hitam dan ”off” satuan pixel yang berwarna putih. Setiap huruf akan diidentifikasikan pada pixel on berwarna
43
hitam yang akan berbentuk huruf dan pixel tersebut berukuran persegi panjang dengan ukuran 45 x 45 pixel. Nilai error minimum diproses dalam pengidentifikasian huruf dari 20.000 baris data yang akan di karakteristik oleh 16 variabel prediktornya kemudian akan diproses ke dalam klasifikasi 26 huruf alphabet yang menjadi variabel target. Data pengenalan huruf tidak memuat data yang tidak lengkap (missing value). Setiap huruf diklasifikasikan berdasarkan 17 variabel yang terdiri dari satu variabel target dan 16 variabel prediktor. Variabel prediktor ini merupakan sebuah bilangan integer yang berkisar antara 0 sampai 15. Variabel ini terdiri dari: a. Variabel target: 26 huruf alphabet dari A sampai Z b. Variabel prediktor: 1. V1 merupakan posisi horizontal dihitung dari sebelah kiri gambar dan huruf berada di tengah box 2. V2 merupakan posisi vertikal dihitung dari bagian bawah pada box. 3. V3 merupakan panjang box. 4. V4 merupakan tinggi box. 5. V5 merupakan jumlah pixel on pada huruf dalam box. 6. V6 merupakan rataan nilai x pada pixel berwarna hitam “on” 7. V7 merupakan rataan nilai y pada pixel berwarna hitam “on” 8. V8 merupakan variansi rataan nilai x pada pixel berwarna hitam “on” 9. V9 merupakan variansi rataan nilai y pada pixel berwarna hitam “on”
44
10.
V10 merupakan jumlah rataan x dan y
pada pixel berwarna
hitam“on” 11. V11 merupakan variansi rataan nilai x dikalikan dengan rataan y pada pixel berwarna hitam “on” 12. V12 merupakan variansi rataan nilai y dikalikan dengan rataan x pada pixel berwarna hitam “on” 13.
V13 merupakan rataan posisi pixel ”on” dari kiri ke kanan.
14. V14 merupakan jumlah posisi vertikal pada rataan posisi pixel ”on” dari kiri ke kanan. 15. V15 merupakan rataan posisi pixel ”on” dari bawah ke atas. 16.
V16 merupakan jumlah posisi horizontal pada rataan posisi pixel ”on” dari bawah ke atas.
Untuk lebih jelasnya pengidentifikasian huruf alphabet menggunakan 16 variabel prediktor akan dijelaskan dengan contoh berikut.
Gambar 4.1. Contoh sampel yang merepresentasikan huruf ‘A dan Pembagian region pada sample berikut nilai pixel aktifnya Huruf A diprediksi berada dalam posisi horizontal yang dihitung dari sebelah kiri gambar dan huruf berada di tengah box pada titik koordinat 13 pixel, posisi vertikal dihitung dari bagian bawah pada box di titik koordinat 22 pixel, Sedangkan tinggi box berada pada titik koordinat 22 pixel. Jika
45
huruf A berada dalam karakteristik 16 variabel prediktor maka huruf tersebut
sudah
memiliki
error
minimum
dan
berhasil
dalam
mengklasifikasikan huruf alphabet. Gambar 4.2 menjelaskan struktur hasil pengidentifikasian huruf alphabet yaitu lapisan pertama terdapat 20.000 baris data yang digunakan sebagai input, banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, dan lapisan terakhir merupakan target yang dihasilkan dalam pengenalan huruf alphabet
Gambar 4.2 Struktur JSB untuk Data Pengenalan Huruf Alphabet
46
4.3. Analisis Numerik Sebuah contoh percobaan mengenai data pengenalan huruf alphabet menggambarkan perubahan nilai error dari algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak. Hasil output yang diperoleh dari sepuluh percobaan yang dilakukan dengan parameter yaitu banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, momentum( α ) = 0,9 dan nilai learning rate ( η ) yang digunakan berbeda-beda. Dalam proses kerjanya, Terdapat 20.000 baris data pengenalan huruf alphabet (Lampiran 2) dipisahkan menjadi dua bagian yaitu training data dan test data. Tabel 4.1 merupakan hasil SPSS 16 case processing summary dari data tersebut menjelaskan pembagian data dilakukan secara random. Pada studi numerik disini penulis mengambil proporsi 70% training data dan 30% test data sebagai berikut dibawah ini. Tabel 4.1 Hasil SPSS Case Processing Summary
Training Data Test Data Persen N Persen N 1 70% 14009 30% 5990 2 70.1% 14012 29.9% 5988 3 69.8% 13964 30.2% 6036 4 70.1% 14015 29.9% 5984 5 69.4% 13874 30.6% 6126 6 70.2% 14043 29.8% 5957 7 70% 14007 30% 5993 8 70.1% 14023 29.9% 5976 9 70% 14008 30% 5992 10 70% 14002 30% 5997 Ket: N = Banyaknya data yang digunakan dalam proses studi numerik Percobaan
47
Percobaan SPSS mengeluarkan hasil berupa nilai relatif error dan sum of squares error dari training data dan test data (Tabel 4.2). Relatif error disebut juga percent incorrect predictions merupakan nilai error yang dihasilkan pada percobaan tersebut (Lampiran 1). Sedangkan sum of squares error merupakan banyaknya data yang mengandung nilai error pada percobaan tersebut. Hasil eksperimen ini digunakan untuk melihat kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada percobaan data pengenalan huruf alphabet. Jika banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, momentum( α ) = 0,9 dan nilai learning rate (η ) yang digunakan berbeda-beda. Tabel 4.2. Hasil SPSS Model Summary.
Training data Sum of Relatif squares error error 2849 29,6%
Test data Sum of Relatif squares error error 1292 30,4%
Percobaan
Banyak unit tersembunyi
η
α
1
40 & 30 unit
0.1
0.9
2
40 & 30 unit
0.2
0.9
2671
27,3%
1270
30,7%
3
40 & 30 unit
0.3
0.9
2486
25,8%
1202
28,4%
4
40 & 30 unit
0.4
0.9
2592
26,1%
1195
27,8%
5
40 & 30 unit
0.5
0.9
2547
25,2%
1227
27,8%
6
40 & 30 unit
0.6
0.9
2325
24%
1106
26,1%
7
40 & 30 unit
0.7
0.9
2558
26,7%
1170
28,1%
8
40 & 30 unit
0.8
0.9
2709
27,3%
1210
28,7%
9
40 & 30 unit
0.9
0.9
2619
26,5%
1195
28,7%
10
40 & 30 unit
1
0.9
1924
26,5%
1184
27,5%
48
Hasil Eksperimen pada jaringan saraf buatan lapisan banyak yang dilakukan pada studi numerik data pengenalan huruf menggunakan 20.000 data. Hasil dari sepuluh percobaan eksperimen terdapat satu percobaan yang memiliki nilai error terbesar pada percobaan pertama yaitu pada training data relatif error sebesar 29,6% dan sum of squares error sebesar 2849 data dan pada test data sebesar relatif error sebesar 30,4% dan sum of squares error 1292 data. Sedangkan percobaan keenam memiliki nilai error terkecil yaitu pada training data relatif error sebesar 24% dan sum of squares error 2325 data dan pada test data sebesar relatif error sebesar 26,1% dan sum of squares error 1292 data. Hasil dari sepuluh percobaan dengan parameter terdiri dari momentum, jumlah unit dan learning rate yang berbeda menyebabkan nilai error cenderung mengalami
fluktuasi,
keadaan ini
disebabkan
karena pada
algoritma
backpropagation bobot awal dilakukan secara acak dan faktor parameter yang mempengaruhi nilai disetiap iterasinya.
49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Cara kerja algoritma backpropagation dalam menentukan bobot awal yaitu dimulai dengan memilih bobot secara acak yang bernilai kecil antara -0,05 sampai dengan 0,05. Dalam algoritmanya bobot ini diperbaiki dalam setiap iterasinya hingga didapatkan jaringan saraf buatan yang terbaik dimana nilai output jaringan akan sama atau hampir sama dengan nilai target pada data. Berdasarkan hasil percobaan, percobaan pertama memiliki nilai error sebesar 29,6% pada training data dan 30,4% pada test data, nilai percobaan ini merupakan nilai error terbesar dari sepuluh percobaan. Sedangkan percobaan keenam memiliki nilai error sebesar 24% pada training data dan 26,1% pada test data, nilai ini merupakan nilai terkecil pada sepuluh percobaan yang dilakukan. Hasil dari sepuluh percobaan dengan parameter terdiri dari momentum, jumlah unit dan learning rate yang berbeda menyebabkan nilai error cenderung mengalami fluktuasi, keadaan ini disebabkan
karena pada
algoritma backpropagation bobot awal dilakukan secara acak dan faktor parameter yang mempengaruhi nilai disetiap iterasinya.
50
5.2. Saran Algoritma backpropagation memiliki proses yang sangat panjang dan aturan-aturannya yang tidak dapat diaplikasikan secara mudah. Oleh karena itu, diharapkan skripsi selanjutnya
dapat
mengkaji
lebih dalam
mengenai
berbagai macam aplikasi pada jaringan saraf buatan dengan metode yang berbeda sehingga dapat diterapkan kedalam dunia nyata, dalam hal ini pembuatan aplikasi menyeluruh yang secara langsung dapat digunakan oleh pengguna.(user).
51
BAB I PENDAHULUAN
Sejak komputer diciptakan pertama kali, komputer memiliki peranan yang besar dalam membantu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang sulit diselesaikan oleh manusia. Salah satu teknologi komputer yang sedang berkembang yaitu kecerdasan buatan. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu ilmu yang mendukung perkembangan kecerdasan buatan. Bermacam-macam aplikasi berbasis jaringan saraf
buatan telah
dikembangkan di berbagai bidang.
1.1. Latar Belakang Pesatnya
perkembangan
teknologi
komputer
menyebabkan
adanya
perluasan lingkup yang membutuhkan kehadiran kecerdasan buatan. Kecerdasan buatan merupakan ilmu komputer yang membuat mesin komputer dapat melakukan pekerjaan sebaik mungkin seperti yang dilakukan oleh otak manusia [9]. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu ilmu yang mendukung perkembangan kecerdasan buatan. Bermacam-macam aplikasi berbasis jaringan saraf buatan telah dikembangkan di berbagai bidang. Jaringan saraf buatan merupakan salah satu metode pembelajaran komputer yang efektif dan memiliki pendekatan berupa algoritma dalam menyelesaikan suatu masalah. Pada jaringan saraf buatan terdapat dua macam algoritma, yaitu algoritma untuk jaringan saraf buatan lapisan tunggal dan algoritma untuk jaringan saraf buatan lapisan banyak. Dalam penulisan skripsi ini akan dibahas mengenai jaringan
1
saraf lapisan banyak dengan algoritma backpropagation. Pembahasan jaringan saraf buatan lapisan tunggal dapat ditemukan di [1]. Algoritma backpropagation merupakan metode yang baik dalam menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks [4]. Beberapa aplikasi yang menggunakan algoritma ini antara lain pengenalan suara, pengenalan pola, sistem kontrol, dan pengolahan citra. Oleh karena itu
skripsi ini mencoba memberikan gambaran
mengenai algoritma yang digunakan pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan judul ”Kajian Teoritis Algoritma Backpropagation pada Jaringan Saraf Buatan Lapisan Banyak”.
1.2. Permasalahan Masalah yang dapat diidentifikasi penulis adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana cara kerja algoritma backpropagation menentukan bobot awal dan menghasilkan model yang tepat dalam multiklasifikasi ? 2. Bagaimana kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan data percobaan pengenalan huruf alphabet, jika banyak unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap, momentum ( α ) yang digunkan tetap, dan learning rate (η ) yang digunakan berbeda-beda?
1.3. Pembatasan Masalah Masalah di dalam skripsi ini terbatas pada ruang lingkup jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan beberapa unit menggunakan algoritma backpropagation dan
2
hasil prediksi output pada jaringan saraf buatan lapisan banyak ini berupa bilangan n-arry.
1.4. Tujuan Penulisan Skripsi ini mempunyai beberapa tujuan, yaitu: 1. Mengetahui cara kerja algoritma backpropagation menentukan bobot awal dan menghasilkan model yang tepat dalam multiklasifikasi. 2. Mengetahui kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada percobaan pengenalan huruf alphabet, jika banyak unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap, momentum ( α ) yang digunakan tetap, dan learning rate ( η ) yang digunakan berbeda-beda.
1.5. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan ini antara lain: 1. Memberikan pengetahuan tentang algoritma-algoritma yang digunakan dalam metode pembelajaran jaringan saraf buatan, serta cara kerja dari algoritma tersebut sehingga mendapatkan model yang tepat. 2. Memberikan informasi mengenai jaringan saraf buatan sehingga dapat dijadikan acuan atau referensi.
3
BAB II JARINGAN SARAF BUATAN
Penjelasan mengenai sejarah perkembangan jaringan saraf buatan, serta beberapa teori dasar yang mendukung pembelajaran jaringan saraf buatan akan dibahas dalam bab ini, yaitu Teori-teori dasar yang mendukung pembelajaran jaringan saraf buatan antara lain ide dasar jaringan saraf buatan yang terinspirasi dari sistem jaringan otak manusia, definisi dan arsitektur jaringan saraf buatan, model-model pembelajaran, fungsi transfer, perceptron rule dan delta rule pada jaringan saraf buatan lapisan tunggal serta gambaran stokastik gradien descent.
2.1. Jaringan Saraf Manusia Jaringan saraf buatan merupakan model yang cara kerjanya meniru sistem jaringan biologis. Otak manusia terdiri atas sel-sel saraf yang disebut neuron, yang berjumlah sekitar 10 11 sel-sel saraf. Sel-sel saraf ini berhubungan satu dengan yang lain membentuk jaringan yang disebut jaringan saraf [4]. Proses yang terjadi dalam suatu sel saraf merupakan proses elektrokimiawi. Di otak ini terdapat fungsi-fungsi yang sangat banyak dan rumit, diantaranya adalah ingatan, belajar, bahasa, asosiasi, penalaran, kecerdasan, dan inisiatif. Semua sel saraf alami mempunyai empat komponen dasar yang sama. Keempat komponen dasar ini diketahui berdasarkan nama biologinya yaitu, dendrit, soma, akson, sinapsis. Dendrit merupakan suatu perluasan dari soma yang menyerupai rambut dan bertindak sebagai saluran masukan. Saluran input ini
1
menerima masukan dari sel saraf lainnya melalui sinapsis. Kemudian soma memproses nilai input menjadi sebuah output yang kemudian dikirim ke sel saraf lainnya melalui akson dan sinapsis. Gambar berikut menunjukkan komponenkomponen dari saraf [7].
Gambar 2.1 Komponen-Komponen Sel Saraf
Suatu jaringan saraf menerima ribuan informasi kecil dari berbagai organ sensoris dan mengintegrasikannya untuk menentukkan reaksi yang harus dilakukan. Kegiatan sistem jaringan saraf didasari oleh pengalaman sensoris dari reseptor sensoris, baik berupa reseptor visual, reseptor auditoris, reseptor raba dipermukaan tubuh, ataupun jenis reseptor lainnya. Pengalaman sensoris ini dapat menyebabkan suatu reaksi segera dan kenangannya dapat disimpan didalam otak [4]. Konsep dasar semacam inilah yang ingin dicoba para ahli dalam menciptakan jaringan buatan.
2.2. Jaringan Saraf Buatan
2
Jaringan saraf buatan diperkenalkan pertama kali pada tahun 1943 oleh seorang ahli saraf Warren McCulloch dan seorang ahli logika Walter Pitss [12]. Jaringan saraf buatan merupakan model yang meniru cara kerja jaringan sel-sel saraf biologis. Penelitian yang berlangsung pada tahun 1950-an dan 1960-an mengalami hambatan karena minimnya kemampuan komputer. Kemudian pada pertengahan tahun 1980-an dapat dilanjutkan lagi, karena sarana yang dibutuhkan telah tersedia. Sistem saraf buatan dirancang untuk menirukan karakteristik sel-sel saraf biologis. Beberapa definisi tentang jaringan saraf buatan dikemukakan oleh para ahli. Menurut [7] jaringan saraf didefinisikan sebagai sebuah prosesor yang terdistribusi paralel dan mempuyai kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang didapatkannya dari pengalaman dan membuatnya tetap tersedia untuk digunakan. Sedangkan menurut [3]. Mendefinisikan jaringan saraf buatan sebagai sebuah sistem yang dibentuk dari sejumlah elemen pemroses sederhana yang bekerja secara paralel dan fungsinya ditentukan oleh stuktur jaringan, kekuatan hubungan serta pengolahan dilakukan pada komputasi elemen-elemennya.
2.2.1. Arsitektur Jaringan Saraf Buatan Pemodelan struktur pemrosesan informasi terdistribusi dilakukan dengan menentukan pola hubungan antar sel-sel saraf buatan. Pola hubungan yang umum adalah hubungan antar lapisanr (lapisan). Setiap lapisan terdiri dari sekumpulan sel saraf buatan (unit) yang memiliki fungsi tertentu, misalnya fungsi masukan (input) atau fungsi keluaran (output). Sistem saraf buatan terdiri dari tiga lapisan unit, yaitu:
3
1. Unit input Pada gambar 2.2 unit input dinotasikan dengan i. Unit input ini menerima data dari jaringan saraf luar. Aktifasi unit-unit lapisan input menunjukkan informasi dasar yang kemudian digunakan dalam jaringan saraf buatan. 2. Unit tersembunyi Unit tersembunyi dinotasikan dengan h pada gambar 2.2. Unit tersembunyi menerima dan mengirim sinyal ke jaringan saraf. Aktifasi setiap unit-unit lapisan tersembunyi ditentukan oleh aktifasi dari unitunit input dan bobot dari koneksi antara unit-unit input dan unit-unit lapisan tersembunyi. 3. Unit output Unit output dinotasikan dengan o. Unit output mengirim data ke jaringan saraf. Karakteristik dari unit-unit output tergantung dari aktifasi unit-unit lapisan tersembunyi dan bobot antara unit-unit lapisan tersembunyi dan unit-unit output. Dalam jaringan saraf buatan lapisan banyak unit output bisa digunakan kembali menjadi unit input yang diproses dalam lapisan selanjutnya.
X1
X2
X3
X4
i1
i2
i3
i4
h1
h2
o1
h3
o2
4
Y1
Y2
Gambar 2.2 Jaringan Saraf Buatan Sedangkan tipe arsitektur jaringan saraf buatan ada tiga yaitu : 1. Jaringan dengan lapisan tunggal (Single Lapisanr Net) Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot yang terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Jaringan Saraf Buatan Lapisan Tunggal Feedforward
2. Jaringan dengan lapisan banyak (Multilapisanr Net) Pada tipe ini, diantara lapisan masukan dan keluaran terdapat satu atau lebih lapisan tersembunyi (Gambar 2.4). Hubungan antar lapisan berlangsung satu
5
arah. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit dari pada lapisan tunggal.
Gambar 2.4. Jaringan Saraf Buatan Lapisan Banyak Feedforward
3. Reccurent Network Tipe reccurent berbeda dengan kedua tipe sebelumnya. Pada reccurent, sedikitnya memiliki satu koneksi umpan balik (feedback).
Gambar 2.5. Jaringan dengan lapisan kompetitif reccurent 2.2.2. Model-Model Pembelajaran Menurut [10] model pembelajaran dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1. Supervised Learning
6
Pada model pembelajaran ini, jaringan saraf buatan menggunakan variabel prediktor sebagai input yang akan dijadikan indikator untuk menerangkan variabel target sebagai outputnya. Variabel-variabel prediktor tersebut disesuaikan dengan target output yang ingin dihasilkan. Tujuan model supervised learning adalah untuk menentukan nilai bobot-bobot koneksi didalam jaringan sehingga jaringan tersebut dapat melakukan pemetaan dari input ke output sesuai dengan yang diinginkan. Jaringan perceptron, dan backpropagation merupakan model-model dengan tipe supervised learning [8].
Tabel 2.1 DataVSareidabeerlhPanreadPiket norgenalan Huruf Alp habet Contoh
Variabel
Posisi
Posisi
Panjang
Tinggi
Jumlah
horizontal
vertikal
box
box
pixel
1 2
2 5
8 12
3 3
5 7
1 2
T I
3
4
11
6
8
6
D
4
7
11
6
6
3
N
5
2
1
3
1
1
G
Target
Model pembelajaran supervised learning selalu memiliki satu kolom yang merupakan variabel target, pada contoh data sederhana pengenalan huruf diatas variabel targetnya adalah huruf alphabet. Pada model pembelajaran ini tiap-tiap variabel memiliki suatu hubungan yang tidak saling bebas. Sebagai contoh, Huruf T diprediksi berada dalam posisi horizontal yang dihitung dari sebelah kiri gambar dan huruf berada di tengah box pada titik koordinat 2 pixel, posisi vertikal dihitung dari bagian bawah pada box di titik koordinat 8 pixel, Sedangkan panjang box berada pada titik koordinat 3 pixel dan tinggi
7
box berada pada titik koordinat 5 pixel. Jika huruf alphabet berada dalam karakteristik variabel target maka dapat dikatakan huruf tersebut berhasil dalam mengklasifikasikan huruf alphabet. 2. Unsupervised Learning Berbeda dengan model supervised learning, dalam model unsupervised learning tidak terdapat variabel target dari kategori pola-pola yang akan diklasifikasikan hanya terdiri dari variabel prediktor.
Untuk
model
pembelajaran ini biasanya hanya dilakukan proses clustering lihat tabel 2.2. Bukan pengklasifikasian seperti pada model pembelajaran supervised.
ihla UsSsA1 senator ap da 6 pCelrassosal2an IssueTabel 2.2 Hak pilC Toxic Waste Yes No Budget Cuts Yes No SDI Reduction No Yes Contra Aid Yes No Line-Item Veto Yes No MX Production Yes No
3. Semi Unsupervised Learning Model semi unsupervised learning awalnya adalah model unsupervised learning, data percobaan untuk model ini biasanya tidak memiliki variabel target. Oleh karena itu, proses klasifikasi dengan model pembelajaran ini dilakukan dengan cara menentukan variabel targetnya terlebih dahulu (two step analysis).
2.3 Fungsi Aktivasi
8
Pada setiap lapisan pada jaringan saraf buatan terdapat fungsi aktivasi. fungsi ini adalah fungsi umum yang akan digunakan untuk membawa input menuju output yang diinginkan. Fungsi aktivasi inilah yang akan menentukan besarnya bobot. Karakter dari jaringan saraf buatan tergantung pada bobot dan fungsi inputoutput (Fungsi Transfer) yang mempunyai ciri-ciri tertentu untuk setiap unit. Fungsi ini terdiri dari tiga kategori, yaitu : fungsi linear, fungsi threshold, dan fungsi sigmoid (Gambar 2.6). Pada fungsi linear, aktivasi output adalah sebanding dengan jumlah bobot output. Untuk fungsi threshold, output diatur satu dari dua tingkatan tergantung dari apakah jumlah input lebih besar atau lebih kecil dari nilai batasnya. Sedangkan Fungsi sigmoid, outputnya terus menerus berubah tetapi tidak berbentuk linear.
i Threshold (sgn)
i
i Linear
Sigmoid
Gambar 2.6. Jenis fungsi aktivasi yang digunakan dalam jaringan saraf buatan
Ada beberapa pilihan fungsi aktivasi yang digunakan didalam metode backpropagation, seperti fungsi sigmoid biner dan sigmoid bipolar (Gambar 2.7.). Untuk lebih jelasnya, berikut adalah penjelasan lebih lengkap tentang fungsi sigmoid biner dan sigmoid bipolar, yaitu:
1. Fungsi Sigmoid Biner Fungsi ini merupakan
fungsi yang umum digunakan
dalam metode
backpropagation. Nilai jangkauannya diantara (0,1) dan didefinisikan sebagai :
9
f ( x) =
1 1 + e −x
f ( x)' = f ( x)(1 − f ( x))
dengan turunan :
(2.1)
2. Fungsi Sigmoid Bipolar Fungsi ini merupakan
fungsi yang umum digunakan
dalam metode
backpropagation. Range diantara (-1,1) dan didefinisikan sebagai: g ( x) = 2 f ( x) − 1 f ( x) =
dengan
1 1 + e −x
sehingga g ( x) = 2 f ( x) − 1 1 = 2 −1 −x 1 + e =
dengan turunan :
g ( x)' =
1 − e (− x) 1 + e (− x)
1 (1 + g ( x))(1 − g ( x)) 2
(2.2) (2.3)
Gambar 2.7. Fungsi sigmoid biner dan fungsi sigmoid bipolar
10
2.4. Perceptron Salah satu tipe dari sistem jaringan saraf buatan didasarkan pada sebuah unit yang disebut perceptron, dan diilustrasikan pada gambar 2.8. Sebuah perceptron menerima vektor input yang berupa nilai bilangan real. Perceptron memiliki perhitungan kombinasi linear yang berasal dari penjumlahan vektor input ( x1 , x 2 ,..., x n ) , vektor bobot (w1 , w2 ,..., wn ) dan nilai thresholdnya (w0). Hasil output akan bernilai 1 jika perhitungan kombinasi linearnya lebih besar dari pada 0 dan -1 jika perhitungan kombinasi linearnya lebih kecil atau sama dengan 0. Kombinasi linear untuk output perceptron dapat dituliskan sebagai: 1
jika w0 + w1 x1 + w2 x 2 + .... + wn x n > 0 (2.4)
o(x1, x2, ......., xn) = −1
x0=1 x1
w1
x2
w2
jika w0 + w1 x1 + w2 x 2 + .... + wn x n ≤ 0
w0
∑ n
wn
∑ wi xi i =0
xn
n 1 jika ∑ wi x j o= j =0 − 1 untuk yang lainnya
Gambar 2.8 Perceptron
x1, x2, ... , xn adalah input, o( x1 ,..., x n ) adalah output dan wi adalah konstanta real atau bobot (weight), dimana bobot menentukan kontribusi dari input xi pada output perceptron. Fungsi perceptron dapat dituliskan sebagai :
11
r r r o ( x ) = sgn ( w ⋅ x ) dan
1
(2.5)
jika y>0
sgn (y) =−1
(2.6)
jika y≤0
dengan r r y = w' ⋅ x
(2.7)
2.4.1. Aturan Pembelajaran Perceptron Masalah pembelajaran perceptron tunggal adalah menentukan vektor bobot, karena perceptron menghasilkan output ± 1 untuk setiap contoh percobaan.
Beberapa
algoritma
diketahui
dapat
menyelesaikan
permasalahan tersebut, antara lain: perceptron rule dan delta rule. Algoritma tersebut sangat penting dalam jaringan saraf buatan karena merupakan dasar dari pembelajaran jaringan untuk lapisan banyak. Salah satu cara untuk mempelajari vektor bobot yang tepat yaitu dimulai dengan penentuan bobot secara acak, kemudian secara iteratif dengan menggunakan perceptron untuk menghasilkan output pada setiap contoh percobaan, setelah itu memodifikasikan bobot perceptron. Proses ini terus diulang sampai pengklasifikasian perceptron untuk semua contoh percobaan menjadi tepat. Bobot dimodifiikasi pada setiap langkah berdasarkan aturan pembelajaran perceptron (perceptron learning rule), yang meninjau kembali bobot wi dengan input xi berdasarkan kaidah: wi ← wi + ∆wi
(2.8)
∆wi = η (t − o )xi
(2.9)
dengan
12
keterangan: t
= target output contoh percobaan
o
= output perceptron
η
= konstanta positif yang disebut learning rate
2.4.2. Delta Rule Perceptron rule dapat digunakan untuk mencari vektor bobot yang paling tepat ketika contoh data percobaannya terpisah secara linear. Namun, tidak semua data dapat dipisahkan secara linear. Dalam hal ini perceptron rule tidak mampu mengatasi permasalahan dengan kasus data yang tidak dapat dipisahkan secara linear, data tersebut dikenal dengan istilah data nonlinearly separable sets. Oleh karena itu, pada pembahasan yang berikutnya digunakanlah delta rule yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Kunci dari delta rule dalam mencari ruang hipotesis dari bobot vektor yang mungkin adalah dengan menggunakan gradient descent sehingga didapatkan bobot yang paling tepat untuk suatu contoh percobaan. Aturan ini penting karena gradient descent merupakan dasar untuk algoritma backpropagation yaitu pembelajaran untuk jaringan dengan banyak unit yang terhubung. Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan nilai error dari model (vektor bobot). Salah satu ukuran yang dapat menurunkan nilai error dengan tepat adalah : r 1 E (w) ≡ ∑ (t d − o d ) 2 2 d∈D
(3.0)
13
dengan D adalah himpunan dari contoh data percobaan, t d adalah target output untuk contoh percobaan d dan o d adalah output dari unit linear untuk r contoh percobaan d. Error E digolongkan sebagai fungsi dari w karena output unit linear o bergantung pada bobot vektor. Karena permukaan error terdiri dari minimum global tunggal, algoritma delta rule hanya akan mengkonvergenkan vektor bobot dengan error minimum, tanpa memperhatikan apakah contoh percobaannya terpisah secara linear atau tidak. Nilai η yang digunakan pada algoritma ini awalnya adalah bilangan yang tidak kecil namun juga tidak terlalu besar, kemudian untuk mendapatkan bobot yang tepat nilai η diperkecil setelah langkah perbaikan ke-n. Jika η terlalu besar, pencarian turunan gradient akan menimbulkan resiko, yaitu terlalu banyaknya langkah yang dilakukan untuk mencari permukan error yang minimum.
2.5. Gambaran Stokastik Untuk Gradient Descent Salah satu pola model umum yang digunakan pada proses pembelajaran adalah gradient descent. Gradient descent merupakan suatu strategi untuk mencari ruang model yang tak terbatas atau besar yang dapat digunakan ketika ruang model memuat parameter model yang kontinu dan error dapat diturunkan dengan parameter modelnya tersebut. Namun, gradient descent ini juga memiliki kelemahan
yaitu
tidak
mudah
digunakan
dan
terkadang lambat
dalam
pengkonvergenan solusinya. Jika ada beberapa minimum lokal pada permukaan error, maka tidak ada jaminan bahwa akan didapatkan minimum global [11].
14
Tujuan digunakannya gradient descent yaitu untuk mempermudah strategi pencarian model, hal tersebut dikenal dengan incremental gradient descent atau stokastik gradient descent. Sedangkan ide dasar pada stokastik gradient descent yaitu pencarian bobot yang tepat dilakukan berdasarkan perhitungan error pada setiap contoh baris datanya. Stokastik gradient descent biasanya menggunakan nilai learning rate η yang cukup kecil agar langkah pengulangan yang dilakukan tidak terlalu besar, sehingga didapatkan perkiraan gradient descent yang mendekati nilai sebenarnya. 2.6 Data Pengenalan Huruf Alphabet Data pengenalan huruf berasal dari David J. Slate [5] (Northwestern University) pada tahun 1991 dan telah banyak dipakai dalam berbagai penelitian. Salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan
P.W.Frey dan D.J. Slate [2]
dengan judul Letter Recognition Using Holland-Style Adaptive Classifiers. Tingkat ketelitian pada penelitian ini mencapai 80% dan memiliki nilai error mencapai 20%.
15
16
BAB III JARINGAN SARAF BUATAN LAPISAN BANYAK
Jaringan saraf buatan lapisan banyak merupakan perluasan dari jaringan saraf buatan lapisan tunggal. Pada jaringan saraf buatan lapisan tunggal menggunakan pendekatan algoritma perceptron yang hanya menghasilkan fungsi linear. Sebaliknya,
Jaringan saraf buatan lapisan
banyak
menggunakan
pendekatan algoritma backpropagation yang akan merepresentasikan fungsi non linear. Dalam jaringan ini selain unit input dan output terdapat unit tersembunyi. Hubungan antar lapisan berlangsung satu arah.
3.1 Unit Sigmoid Unit perceptron merupakan salah satu tipe dari jaringan saraf buatan dengan unit tunggal dengan fungsi yang dihasilkan adalah fungsi yang linear. Namun, unit perceptron tidak dapat menjelaskan fungsi yang non linear, Oleh karena itu, Jaringan saraf buatan lapisan banyak mampu menggambarkan fungsi yang non linear. Salah satu solusinya adalah dengan unit sigmoid, yaitu sebuah unit yang mirip dengan perceptron, dan proses dasar pekerjaan dilakukan sesuai tahapan. Sama dengan perceptron, unit sigmoid pertama kali menghitung kombinasi linear dari input, kemudian menggunakan nilai batas untuk hasilnya. Pada kasus unit sigmoid, hasil output merupakan fungsi yang kontinu dari input-inputnya dan unit sigmoid menghitung output o k, secara singkat rumus yang digunakan dapat ditulis sebagai:
1
n
o( net )= ∑ w ji. x i + θ j 0
(3.1)
i =0
Rumus fungsi sigmoid: 1
σ = 1+ e
(3.2)
−o ( net )
Maka output o k n
o k = σ ( ∑ w ji. xi + θ j 0 )
(3.3)
i =0
dimana x1, x2, ..., xn adalah input, o ( x1 ,..., x n ) adalah output dan wi adalah bobot
yang
menentukan
kontribusi
dari
input
xi
pada
output
backpropagation. σ disebut fungsi sigmoid atau fungsi logistik. Range output yang dihasilkan oleh unit sigmoid antara 0 sampai 1, dan bersifat monoton naik. Karena unit sigmoid memetakan domain bilangan input yang sangat besar ke range output yang kecil, Sigmoid sering disebut dengan pengkompresan hasil dari unit. Fungsi sigmoid memiliki sifat bahwa turunannya
secara
mudah
diperlihatkan
dalam
bentuk
output
= σ ( y ) ⋅ (1 − σ ( y )) . Unit sigmoid diilustrasikan sebagai berikut: dσdy( y )
x0=1
x1 x2
w0
w1 w2
∑ n
w0
net = ∑ wi x j + θ j 0 j =0
xn Gambar 3.1.
o = σ (net) =
1 1+ e
−o (net )
Sigmoid
2
3.2. Turunan dari Aturan Algoritma Backpropagation Masalah yang paling pokok dalam bab ini adalah aturan penurunan stokastik gradient
yang
descent
diimplementasikan oleh
algoritma
backpropagation. Berdasarkan persamaan (3.0) bahwa stokastik gradient descent melibatkan iterasi pada sebuah waktu contoh percobaan, untuk setiap contoh percobaan d menurunkan nilai gradient dari error E d pada contoh tunggal. Dengan kata lain, untuk setiap contoh percobaan d setiap bobot wij di update oleh penambahan ∆wij dengan rumus sebagai berikut: ∂E ∆wij = −η = d ∂wij
(3.4)
Dimana E d adalah error pada contoh percobaan d ditambahkan dengan semua unit output pada jaringan (persamaan 3.0) Ed =
1 (t k − ok )2 ∑ 2 k∈output
outputnya disini adalah himpunan dari unit output pada jaringan, tk adalah nilai target dari unit k untuk contoh percobaan d dan o k adalah output dari unit k pada contoh percobaan d. Notasi : x ji
= input ke i sampai input j
wji
= bobot dengan input ke i sampai input j
netj
=
oj
= output dihitung berdasarkan unit j
tj
= target output untuk unit j
∑w i
ji
x ji (jumlahan bobot dari input untuk unit j)
3
σ
= fungsi sigmoid
output
= himpunan dari unit-unit pada lapisan terakhir dari suatu jaringan
Downstream(j) =himpunan dari unit-unit yang berada satu
lapisan
dibawahnya termasuk output dari unit j
Penurunan stokastik gradient descent
∂E d merupakan implementasi ∂w ji
=
dari persamaan (3.4). Dengan catatan bahwa bobot wij dapat mempengaruhi sisa dari jaringan hanya sampai net j. Oleh karena itu, ∂E d ∂E d ∂net j = ∂w ji ∂net j ∂w ji
=
∂E ∂ ∑i w ji x ji == d ∂net j ∂w ji ∂E == d x ∂net j dalam penurunan
ji
(3.5)
∂E d terdapat dua pandangan kasus yaitu: kasus dimana ∂w ji
=
unit j adalah unit keluaran untuk jaringan dan kasus dimana j adalah unit tersembunyi untuk jaringan.
Kasus 1 : Aturan percobaan untuk bobot unit output. wij dapat mempengaruhi sisa dari jaringan hanya sampai net j, netj dapat mempengaruhi jaringan hanya sampai o j. Oleh karena itu,
4
∂E d =∂E d ∂o j = ∂net j ∂o j ∂net j
=
(3.6)
pandang bentuk pertama pada persamaan 3.0 ∂E d ∂ 1 = ∂o j ∂o j 2 Penurunan
∑ (t
− ok )
2
k
k∈output
∂ (t k − o k )2 akan nol untuk semua unit output k kecuali saat k = j. ∂o j ∂Ed ∂ 1 2 ( = t j −oj ) ∂oj ∂oj 2
=
∂(tj −oj ) 1 = 2(t j −o j ) ∂oj 2 = −(t j −oj ) karena
∂o j
o j = σ (net j ) , penurunan
∂net j
(3.7)
merupakan penurunan dari fungsi
sigmoid, yang sama dengan σ (net j )(1 − σ (net j )) . Oleh karena itu, ∂o j
=
∂net j
∂σ (net j ) ∂net j '
= σ (net j ) = σ (net j )(1 − σ (net j )) = o j (1 − o j )
(3.8)
substitusikan persamaan (3.7) dan (3.8) kedalam persamaan (3.6). Didapatkan, ∂E d
=
∂net j
∂E d ∂net j
∂E ∂o j == d ∂o j ∂net j
= −(t j − o j )o j (1 − o j )
(3.9)
5
dan kombinasikan persamaan (3.9) dengan persamaan (3.4). Maka didapatkan aturan stokastik gradient descent untuk unit output ∂E ∆wij = −η = d ∂wij ∂E ∂net j = −η = d ∂net j ∂w ji = η (t j − o j )o j (1 − o j )x ji
(3.10)
Kasus 2 : Aturan Percobaan untuk Bobot unit tersembunyi Pada kasus ini j merupakan unit tersembunyi pada jaringan, turunan dari aturan percobaan untuk wji harus mengmbil perhitungan secara tidak langsung dimana wji dapat mempengaruhi output jaringan dan E d. Notasikan himpunan semua unit yang input-inputnya termasuk dalam output unit j dengan Downstream (j). Catat bahwa netj dapat mempengaruhi jaringan keluaran dan E d hanya sampai unit pada Downstream (j). Oleh karena itu, dapat ditulis sebagai berikut: ∂E d
=
∂net j
∂E d ∂net k
∑
=
=
k∈Downstream( j )
∑
=
∂net k ∂net j
−δk
k∈Downstream( j )
∑
=
−δk
k∈Downstream( j )
∑
=
∑−δ
∂net k ∂o j ∂o j ∂net j ∂o j
−δ w
k∈Downstream( j )
=
∂net k ∂ net j =
k k∈Downstream( j )
k
kj
∂net j
wkj o j (1 − o j )
(3.11)
6
setelah mengatur kembali bentuk persamaan di atas dan menggunakan δ j ∂E untuk menotasikan − = d , didapatkan ∂net j
δ j = o j (1 − o j )
∑δ
w
(3.12)
k kj k∈Downstream( j )
dan (3.13)
∆w ji = ηδ j x ji
3.3. Penggunaan Faktor Momentum Banyak variasi yang dapat dikembangkan dari penggunaan algoritma backpropagation, salah satunya adalah mengubah aturan perubahan bobot pada algoritma backpropagation persamaan 3.13, yaitu membuat perubahan bobot pada n iterasi yang secara parsial bergantung pada update yang terjadi selama (n-1) iterasi, dengan persamaan: (3.14)
∆w ji (n ) = ηδ j x ji + α ∆w ji (n − 1)
∆w ji (n ) adalah weight-update yang dilakukan selama n iterasi dan 0 ≤α <1
merupakan
konstanta
yang
disebut
momentum.
Dengan
menambah variabel α ke dalam rumus perubahan bobot mengakibatkan konvergensi akan lebih cepat untuk mendekati itersasi yang dilakukan sesuai tahapan sampai bobot mencapai solusinya.
7
3.4. Pembelajaran Jaringan Sembang Acylic Pada
algoritma backpropagation yang telah dijelaskan dengan
menggunakan dua lapisan unit tersembunyi pada jaringan. Namun, jika algoritma backpropagation menggunakan lebih dari dua lapisan unit tersembunyi pada jaringan maka aturan perubahan bobot (Persamaan 3.13). tetap digunakan, dan hanya mengubah cara perhitungan nilai δ . Secara umum, nilai δ r untuk r unit pada m lapisanr dihitung dari nilai δ pada lapisanr m+1.
δ r = o r (1 − o r )
∑w
sr s∈layer m+1
δs
(3.15)
Pembelajaran tersebut sama-sama mengeneralisasi algoritma untuk graph langsung acyclic, tanpa memperhatikan apakah unit jaringan yang ditetapkan ada pada lapisan uniform. Aturan untuk menghitung δ untuk unit internal adalah
δ r = o r (1 − or )
∑w
δ
sr s s∈downstream( r )
(3.16)
dimana Downstream(r) adalah himpunan dari unit-unit yang turun dari unit r pada jaringan, yaitu semua unit yang input-inputnya termasuk dalam output dari unit r.
3.3 Algoritma Backpropagation Algoritma backpropagation mempelajari bobot untuk jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan himpunan dari unit-unitnya dan saling berhubungan. Algoritma ini menggunakan gradient descent untuk mencoba
8
meminimalisasi kuadrat error antara nilai input dan nilai target pada jaringan. Terdapat banyak cara untuk mendefinisikan nilai error dari model (vektor bobot). Berbeda dengan persamaan (3.0) definisikan kembali E sebagai penjumlahan error dari semua unit keluaran jaringan. Proses ini merupakan salah satu ukuran yang dapat menurukan nilai error dengan tepat adalah r 1 2 E (w) ≡ ∑ ∑ (t kd − o kd ) 2 d∈D k∈outputs
(3.17)
D adalah himpunan dari contoh data percobaan, outputnya adalah himpunan dari unit output pada jaringan, t kd dan o kd masing-masing adalah nilai target dan nilai output dengan unit output k dan contoh percobaan d. Permasalahan yang digambarkan oleh algoritma backpropagation adalah untuk mencari ruang hipotesis yang besar dan didefinisikan oleh semua nilai bobot yang mungkin untuk setiap unit pada jaringan. Salah satu perbedaan pokok pada kasus jaringan saraf buatan lapisan banyak yaitu permukaan error dapat memiliki perkalian minimum lokal. Hal ini berarti turunan gradient dapat menjamin kekonvergenan untuk beberapa minimum lokal, dan bukan error minimum global. Walaupun tidak dijaminnya konvergen ke arah global minimum, Algoritma backpropagation merupakan fungsi yang efektif dalam metode pembelajaran [11]. Fungsi error pada gradient descent dapat diilustrasikan sebagai permukaan error dengan n-dimensi, ketika kemiringan gradient
9
descent menurun dalam lokal minimum sehingga akan berpengaruh dalam perubahan bobot. Perbedaan
performa
ruang
hipotesis
antara
algoritma
backpropagation jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan performa pembelajaran
algoritma
pada
metode
yang
lain,
yaitu
algoritma
backpropagation memiliki ruang hipotesis pada n-dimensi dari n-bobot jaringan. Dengan catatan ruang hipotesis memiliki fungsi yang kontinu. Sedangkan hipotesis pada pembelajaran algoritma yang lain seperti pembelajaran decision tree dan metode yang lain memiliki proses pencarian hipotesis yang berbeda-beda. Untuk jelasnya pembelajaran tentang decision tree menggunakan algoritma ID3 dapat ditemukan di [6]. Seperti
penjelasan
sebelumnya,
Algoritma
backpropagation
diimplementasikan dengan mencari kemiringan gradient descent pada bobot jaringan, nilai error E yang diperoleh akan mengurangi iterasi yang berada diantara nilai target pada contoh percobaan dan hasil output. Karena permukaan
jaringan
saraf
buatan
lapisan
banyak
menggambarkan
permukaan yang tidak linear pada lokal minima, Sehingga kemiringan gradient descent
terdapat
pada
permukaan
error.
Hasil
algoritma
backpropagation akan menunjukan ke arah konvergen terhadap lokal minimum dalam mencari nilai error dan tidak membutuhkan nilai error ke arah global minimum. Nilai error minimum dapat dicari pada saat jaringan saraf buatan lapisan banyak menginisialisasikan dan dibangkitkan secara random atau
10
acak untuk mentukan bobot koneksi antar unit dari suatu lapisan dengan lapisan sesudahnya, jadi antar unit-unit di lapisan tersembunyi saling terkoneksi satu sama lain dengan unit-unit di lapisan tersembunyi, dan antar unit-unit di tersembunyi lapisan akan saling terkoneksi satu sama lain dengan unit-unit pada lapisan output. Nilai bobot inilah yang akan menentukan proses pembelajaran kecerdasan buatan. Pada saat proses training, nilai bobot tersebut akan terus berubah sehingga didapatkan kesesuaian antara input dengan output dengan error minimum. Dengan kata lain, Pada proses training akan menentukan nilai minimum error yang bisa di tolerir oleh jaringan saraf buatan lapisan banyak seperti yang disampaikan diatas bahwa algoritma backpropagation tidak akan memberikan kepastian jawaban untuk suatu kasus yang tidak pernah dilatihkan, pasti ada nilai error dari jawaban sistem pembelajaran dengan jawaban yang seharusnya, nilai error tersebut yang harus di definisikan sebelum melatih proses pembelajaran sehingga sistem tersebut bisa menjawab dengan tingkat kebenaran semaksimal mungkin (misal: tingkat kebenaran sistem 99,9999% dengan nilai Error 0.0001). Algoritma backpropagation merupakan proses pembelajaran yang mampu menjelaskan beberapa fungsi yang terdapat dalam data. Fungsifungsi data tersebut dapat digambarkan secara keseluruhan dengan beberapa unit yang digunakan pada lapisannya dan beberapa lapisan yang digunakan dalam jaringan. Fungsi-fungsi ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu fungsi boolean, fungsi bernilai kontinu dan fungsi sembarang. Fungsi boolean
11
adalah fungsi yang rangenya hanya memiliki Z elemen, fungsi ini dapat digambarkan dengan model struktur jaringan dengan baik menggunakan jaringan terdiri dari dua lapisan. Sedangkan fungsi kontinu merupakan fungsi yang rangenya berupa interval, fungsi ini juga dapat digambarkan dengan struktur jaringan saraf buatan dengan baik menggunakan jaringan terdiri dari dua lapisan. Terakhir fungsi sembarang adalah sebuah fungsi yang
berbeda
dari
kedua
fungsi
sebelumnya.
fungsi
ini
dapat
menggambarkan model struktur jaringan cukup baik dengan menggunakan tiga lapisan pada unit. Induktif bias merupakan suatu cara yang digunakan algoritma backpropagation dalam menginferensi populasi dari data percobaan. Sample data di proses dalam proses pembelajaran, kemudian performa model dari sample data tersebut diuji kembali ke populasi data percobaan. Hal ini secara praktis biasanya dapat dilakukan dengan membagi dua data menjadi data training dan data test. Tujuan pembelajaran induktif bias untuk mendapatkan performa dari sample data dengan nilai error yang relatif kecil dan dapat dibandingkan dengan performa yang dihasilkan pada data populasi. Algoritma
backpropagation
menggunakan
jaringan
lapisanr
feedforward yang terdiri dari dua unit lapisan sigmoid dengan lapisan yang dihubungkan ke semua unit dari lapisan yang terdahulu. Notasi yang digunakan pada algoritma ini adalah :
12
a) Sebuah index menententukan setiap titik dari jaringan, dimana sebuah ”titik” merupakan salah satu input atau output dari beberapa unit pada jaringan. b) xij menotasikan input dari titik i ke unit j, dan wij menotasikan hubungan bobot. c) δ n menotasikan error dengan unit n. Algoritma Backpropagation BACKPROPAGATION (Contoh percobaan, η , nin , nout , nhidden ) r r r Setiap contoh percobaan merupakan pasangan dari bentuk (x, t ) , dimana x r adalah vektor dari nilai unit input, dan t adalah vektor dari nilai output jaringan target.
η adalah learning rate (0,05), n in adalah bilangan dari input jaringan, n tersembunyi adalah bilangan dari unit pada lapisanr tersembunyi, dan n out adalah bilangan dari unit output. input dari unit i sampai j dinotasikan dengan xji , dan bobot dari i sampai j dinotasikan dengan wji. 1. Buat jaringan feedforward dengan input nin, unit tersembunyi n hiiden, dan unit output n out . 2. Inisialkan semua bobot awal jaringan ke bilangan acak yang kecil (antara -0,05 sampai 0,05). 3. Hitung output o(net ) dari setiap unit k pada jaringan. n
o(net) = ∑ w ji x i + θ j 0
(3.1)
i =0
4. Hitung fungsi sigmoid( σ ) dari setiap unit k pada jaringan.
σ =
1 1 + e −o ( net )
(3.2)
13
5. Hitung output pada lapisan keluaran ( o k ). n
o k = σ ( ∑ w ji. xi + θ j 0 )
(3.3)
i =0
6. Hitung nilai error pada lapisan output o k, dengan bentuk error( δ k ).
δ k ← o k (1 − o k )(t k − o k )
(3.9)
7. Hitung nilai error pada lapisan tersembunyi h, dengan bentuk error( δ h ).
δ h ← o k (1 − o k ) ∑ wkh δ k
δ r = o r (1 − o r ) δ r = o r (1 − o r )
∑w
sr s∈layer m+1
∑w
δ
sr s s∈downstream( r )
(3.12)
δ s ;Untuk jaringan uniform m-lapisan
(3.15)
; Untuk jaringan sembarang n-iterasi
(3.16)
8. Hitung perubahan setiap bobot jaringan( ∆ wji ). ∆w ji = ηδ j x ji
;
j = k,h
∆w ji (n ) = ηδ j x ji + α∆w ji (n − 1)
;
Untuk n-iterasi
(3.13) (3.14)
9. Hitung perubahan bobot jaringan baru. w ji ← w ji + ∆w ji
(2.8)
Algoritma backpropagation akan lebih dipahami dengan melakukan proses perhitungan pada data sederhana dibawah ini. Tabel 3.1. Fungsi XOR Variabel Prediktor x1 1 1 0 0
x2 1 0 1 0
Variabel Target t
0 1 1 0
Langkah 1. Membuat Jaringan feedforward dengan unit input n in yaitu x1 dan x2 , terdapat 2 lapisan unit tersembunyi n hii den yaitu z1 , z 2 , z3 , z4 dan unit output n out.
14
Y w50
w32
w31
1
z3
w
z4
21
w24 w22
w30
w23
w40
z1
1
z2
w14 w10
w20
1
w11
w12 x1
w13
x2
Gambar 3.2. Jaringan feedforward dengan dua lapisan unit tersembunyi Langkah 2. Setelah membuat jaringan feedforward kemudian inisialkan semua bobot jaringan ke bilangan acak yang kecil antara -0,05 sampai 0,05 dan bobot awal ditentukan secara random - Misal bobot awal unit input ke unit tersembunyi w11 = 0,05
w13 = 0,03
w12 = -0,05
w14 = -0,02
- dan bobot awal unit tersembunyi lapis 1 ke unit tersembunyi lapis 2 w21 = 0,03
w23 = 0,04
w22 = -0,01
w24 = 0,05.
15
- Lebih lanjut lagi bobot awal unit tersembunyi ke unit output w31 = -0,04
w32 = 0,05,
- Bobot awal bias ke unit tersembunyi lapis 1 w10 = -0,03
w20 = 0,04,
- Bobot awal bias ke unit tersembunyi lapis 2 w30 = 0,02
w40 =0,01
- Serta terakhir bobot awal bias ke unit output adalah w50 =0,03
Langkah 3. Hitung output o(net ) dari setiap unit k pada unit tersembunyi : n
rumus : o(net ) = ∑ w ji x i + θ j 0 i =0
o1 (net) = (0,05)(1) + (0,03)(1) + (-0,03) = 0,05 o 2 (net) = (-0,05)(1) + (-0,02)(1) + (0,04) = -0,03 o 3 (net) = (0,03)(1) + (0,04)(1) + (0,02) = 0,09 o 4 (net) = (-0,01)(1) + (0,05)(1) + (0,01) = 0,05
Langkah 4. Hitung fungsi sigmoid( σ ) dari setiap unit k pada jaringan :
σ =
1 1 + e − o ( net )
σ 1 (net ) =
1 = 0,51 1 + e − 0 , 05
σ 2 (net ) =
1 = 0,49 1 + e 0 , 03
σ 3 (net ) =
1 = 0,52 1 + e − 0 , 09
σ 4 (net ) =
1 = 0,51 1 + e − 0 , 05
16
Langkah 5. Hitung output o(net ) dari setiap unit k pada lapisan keluaran output o k : n
o k = ∑ w ji xi + θ j 0 = (0,52)(-0,04)+(0,51)(0,05)+0,03 = 0,0347 i =0
ok =
1 1 = = 0,5 −o 1 + e − 0 , 0347 1+ e k
Langkah 6. Setelah mendapatkan nilai output pada langkah 5, kemudian hitung error berdasarkan kesalahan untuk setiap unit output jaringan k, hitung bentuk error δ k
δ k ← o k (1 − o k )(t k − o k ) = (0,5) (1-0,5) (0-0,5) = -0,125 δ k merupakan error yang dipakai dalam perubahan bobot lapisan dibawahnya. o k merupakan nilai output pada jaringan keluaran dan t k adalah target keluaran.
Langkah 7. Kemudian cari penjumlahan error berdasarkan error untuk setiap unit tersembunyi h, hitung bentuk error δ h
δ h ← o k (1 − o k )
∑w
kh
δk
k∈outputs
Pertama cari penjumlahan delta rule dari unit tersembunyi, dimana δ k = -0,125 dari hasil delta rule pada unit keluaran
δk =
∑w
kh
δk
k∈output
δ 1 = (-0,125) (0,05) = -0,006 δ 2 = (-0,125) (-0,04) = 0,005 δ 3 = (-0,125) (0,04) + (-0,125)(0,05) = 0,011 δ 4 = (-0,125) (0,03) + (-0,125)(-0,01) = -0,002 δ h ← o k (1 − o k )
∑w
kh
δk
k∈outputs
δ 1 = (-0,006) ( 0,51) (1-0,51) = 0,001
17
δ 2 = (0,005) (0,52) (1-0,52) = -0,001 δ 3 = (0,011) (0,49) (1-0,49) = 0,002 δ 4 = (-0,002) (0,51) (1-0,51) = -0,0004 Langkah 8. Hitung perubahan setiap bobot jaringan( ∆ wji ) ∆w ji = ηδ j x ji Suku perubahan bobot keluaran ∆w ji dengan learning rate η = 0,05 , delta rule δ k = -0,125 hasil langkah 4. ∆w ji = ηδ j x ji
j=0,1,2,3,...
∆w50 = (0,05) (-0,125) (1) = -0,00625 ∆w31 =(0,05) (-0,125) (0,52) = -0,00325 ∆w32 =(0,05) (-0,125)(0,51) = -0,00318 Suku perubahan bobot ke unit tersembunyi ∆w ji dengan learning rate η = 0,05 , delta rule hasil delta rule langkah 5. ∆w ji = ηδ j x ji
j=0,1,2,3,..
Unit tersembunyi lapis 1 ∆w10 = (0,05) (0,001) (1) = 0,00005 ∆w20 = (0,05) (-0,001) (1) = -0,00005 ∆w11 = (0,05) (0,001) (1) = 0,00005 ∆w12 = (0,05) (-0,001) (1) = -0,00005 ∆w13 = (0,05) (0,001) (1) = 0,00005 ∆w14 = (0,05) (-0,001) (1) = -0,00005 Unit tersembunyi lapis 2 ∆w30 =(0,05) (-0,0004) (1) = -0,00002 ∆w40 =(0,05) (0,002) (1) =0,0001 ∆w21 =(0,05) (-0,0004) (1) = -0,00002
18
∆w22 =(0,05) (0,002) (1) = 0,0001 ∆w23 =(0,05) (-0,0004) (1) = -0,00002 ∆w24 =(0,05) (0,002) (1) = 0,0001 Langkah 9. Hitung perubahan bobot jaringan baru. w ji ← w ji + ∆w ji Perubahan bobot unit keluaran : ∆w50 = (0,03) + (-0,006)= 0,024 ∆w31 = (-0,04) + (-0,003)= -0,043 ∆w32 = (0,05) + (-0,003)= 0,047 Perubahan bobot unit tersembunyi layar 1 ∆w10 = -0,03 + 0,00005 = -0,03 ∆w20 = 0,04 - 0,00005 = 0,04 ∆w11 = 0,05 + 0,00005 = 0,05 ∆w12 = -0,05 - 0,00005 = -0,05 ∆w13 = 0,03 + 0,00005 = 0,03 ∆w14 = -0,02 - 0,00005 = -0,02 Perubahan bobot unit tersembunyi layar 2 ∆w30 = 0,02 – 0,00002 = 0,02 ∆w40 = 0,01 + 0,0001 = 0,01 ∆w21 = 0,03 – 0,00002 =0,03 ∆w22 = -0,01 +0,0001 = -0,01 ∆w23 = 0,04 – 0,00002 = 0,04 ∆w24 = 0,05 + 0,0001 = 0,05 lakukan iterasi sampai variabel prediktor menghasilkan unit output.
19
Algoritma backpropagation dimulai dari pembentukan sebuah jaringan dengan unit tersembunyi dan unit output serta menginisialisasi semua bobot jaringan ke nilai random yang kecil. Untuk setiap contoh percobaan menggunakan suatu jaringan untuk menghitung nilai error dari output jaringan, menghitung gradient descent dan kemudian mengupdate semua bobot pada jaringan. Proses ini dilakukan sampai menghasilkan klasifikasi dengan model yang tepat.
3.6. Analisis Multiklasifikasi Algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dengan beberapa
unit yang terhubung dapat dikembangkan
permasalahan multiklasifikasi. Untuk lebih
jelasnya
untuk
modifikasi dari
algoritma backpropagation ini masalah multiklasifikasi dijelaskan dengan contoh berikut. Tabel 3.2. Contoh Data Sederhana
Variabel Prediktor x1 x2 1 1 1 0 0 1 0 0
Variabel Target y a b c d
Diberikan contoh permasalahan data seperti tabel 3.2. Multiklasifikasi dimulai dengan membuat jaringan feedforward dengan unit input n in yaitu x1 , x2. dan terdapat satu lapisan unit tersembunyi n hiden yaitu z1 , z2 , z3 dan unit output yaitu a, b, c , d.
20
a
w40 w50
b
1
w21
w22
w26
w23 w
w24
w31 w32 w29
w28
25
z1
w10
d
w27
w60 w70
c
z3
z2
w20
w15
w12
w11
w30
w13 X1
1
w33
w14
w16 x2
Gambar 3.3. Struktur jaringan dengan bilangan n-arry Cara kerja dalam permasalahan multiklasifikasi memiliki kesamaan dengan binary klasifikasi yaitu membuat struktur jaringan kemudian merandom bobot jaringan dan menghitung unit output. Perbedaannya terletak pada proses perhitungan output dimana untuk kasus multiklasifikasi hasil output akan bekerja sesuai dengan proses klasifikasi, yaitu perhitungan output
pada
kelas
A
diproses
melalui
pembelajaran
algoritma
backpropagation dengan bilangan binary, jika hasil output masuk kedalam klasifikasi kelas A, maka kelas tersebut mengandung nilai 1, Sedangkan selain kelas A mengandung nilai 0. Keadaan ini dikerjakan sesuai dengan proses pembelajaran multiklasifikasi yang berarti proses binary n kali.
21
Cara kerja algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak dapat diringkas dalam bentuk flowchart sebagai berikut: Start
70% Training D ata 30% Test D ata
1. Membuat jaringan feedforword
2. Randomize bobot
|wji |<0,05
Hitung n
3. o(net) = ∑ w ji x i + θ j 0 i =0
4. σ =
1 1 + e −o ( net ) n
5. o k = σ ( ∑ w ji. xi + θ j 0 ) i =0
6. δ k ← o k (1 − o k )(t k − o k ) 7. δ h ← o k (1 − o k ) ∑ wkh δ k 8. ∆w ji = ηδ j x ji ; j= k,h 9. w ji ← w ji + ∆w ji
Tidak
td =od
∀ d∈D
Ya
Akurasi error generalisasi
End Gambar 3.4. Flowchart Algoritma Backpropagation
22
BAB IV STUDI NUMERIK DAN ANALISIS
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode jaringan saraf buatan lapisan banyak menggunakan algoritma backpropagation dalam menghasilkan error minimum dalam mencari model yang tepat. Permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai permasalahan klasifikasi pengenalan huruf alphabet.
4.1. Deskripsi Studi Numerik Metode jaringan saraf buatan lapisan banyak dapat diaplikasikan pada berbagai masalah tertentu di kehidupan sehari-hari. Untuk lebih memahami proses pengklasifikasian pada metode jaringan saraf buatan lapisan banyak dan nilai error, maka dilakukan studi numerik dengan mengambil permasalahan yang sederhana. Data-data tersebut diperoleh dari machine learning database [8]. Dalam proses kerjanya, data ini dipisahkan menjadi dua bagian yaitu training data dan test data. Pembagian data ini dilakukan secara random. Pada studi numerik disini penulis mengambil proporsi 70% training data dan 30% test data. Pengolahan data yang dilakukan dalam skripsi ini
menggunakan
algoritma backpropagation dengan bantuan software SPSS 16 dalam pencarian nilai errornya. Hal tersebut dilakukan karena asumsi dari data yang digunakan belum diketahui. Untuk mendapatkan nilai error yang lebih valid, percobaan tersebut dilakukan sebanyak sepuluh kali dengan sample
random atau biasa dikenal dengan 10 fold cross validation (CV).
1
4.2. Pengenalan Huruf Alphabet Data pengenalan huruf alphabet merupakan salah satu data yang cocok untuk mengetahui pengenalan suatu pola. Permasalahan yang akan diangkat pada
studi
numerik
adalah mencari
nilai
error
minimum untuk
mengidentifikasi setiap huruf dengan tulisan tangan berwarna hitam-putih yang terdapat dalam persegi panjang gambar digital dengan satuan pixel, huruf tersebut akan diklasifikasikan ke salah satu dari 26 huruf alphabet. Huruf-huruf tersebut berasal dari 20 bentuk huruf yang berbeda dan setiap huruf dari berbagai karakter tersebut diacak secara random. Simulasi yang dilakukan pada studi numerik ini menggunakan 20.000 baris data. Cara penulisan diambil dari 20 bentuk yang berbeda menggunakan dua cara teknik penulisan, yaitu stroke style merupakan penulisan huruf yang dilakukan dengan cara mengambil dari titik atas sampai titik bawah yang terdapat dalam 6 jenis cara penulisan yaitu simplex, duplex, triplex, complex, dan ghotic. Kemudian 6 jenis huruf tersebut dimasukan ke dalam bentuk tulisan seperti Block, Script, Italic, English, Italian dan German. Setiap karakter huruf di proses pertama kali dengan merubah kedalam koordinat vektor, dan pengidentifikasian dilakukan pada garis paling bawah pada huruf. Segmen garis tersebut dirubah ukurannya menjadi koordinat (x,y) yang berbentuk persegi panjang dengan satuan pixel. Ukuran pixel akan menggambarkan titik-titik yang berwarna hitam dan putih. Posisi ”on” pada satuan pixel yang berwarna hitam dan ”off” satuan pixel yang berwarna putih. Setiap huruf akan diidentifikasikan pada pixel on berwarna
2
hitam yang akan berbentuk huruf dan pixel tersebut berukuran persegi panjang dengan ukuran 45 x 45 pixel. Nilai error minimum diproses dalam pengidentifikasian huruf dari 20.000 baris data yang akan di karakteristik oleh 16 variabel prediktornya kemudian akan diproses ke dalam klasifikasi 26 huruf alphabet yang menjadi variabel target. Data pengenalan huruf tidak memuat data yang tidak lengkap (missing value). Setiap huruf diklasifikasikan berdasarkan 17 variabel yang terdiri dari satu variabel target dan 16 variabel prediktor. Variabel prediktor ini merupakan sebuah bilangan integer yang berkisar antara 0 sampai 15. Variabel ini terdiri dari: a. Variabel target: 26 huruf alphabet dari A sampai Z b. Variabel prediktor: 1. V1 merupakan posisi horizontal dihitung dari sebelah kiri gambar dan huruf berada di tengah box 2. V2 merupakan posisi vertikal dihitung dari bagian bawah pada box. 3. V3 merupakan panjang box. 4. V4 merupakan tinggi box. 5. V5 merupakan jumlah pixel on pada huruf dalam box. 6. V6 merupakan rataan nilai x pada pixel berwarna hitam “on” 7. V7 merupakan rataan nilai y pada pixel berwarna hitam “on” 8. V8 merupakan variansi rataan nilai x pada pixel berwarna hitam “on” 9. V9 merupakan variansi rataan nilai y pada pixel berwarna hitam “on”
3
10.
V10 merupakan jumlah rataan x dan y
pada pixel berwarna
hitam“on” 11. V11 merupakan variansi rataan nilai x dikalikan dengan rataan y pada pixel berwarna hitam “on” 12. V12 merupakan variansi rataan nilai y dikalikan dengan rataan x pada pixel berwarna hitam “on” 13.
V13 merupakan rataan posisi pixel ”on” dari kiri ke kanan.
14. V14 merupakan jumlah posisi vertikal pada rataan posisi pixel ”on” dari kiri ke kanan. 15. V15 merupakan rataan posisi pixel ”on” dari bawah ke atas. 16.
V16 merupakan jumlah posisi horizontal pada rataan posisi pixel ”on” dari bawah ke atas.
Untuk lebih jelasnya pengidentifikasian huruf alphabet menggunakan 16 variabel prediktor akan dijelaskan dengan contoh berikut.
Gambar 4.1. Contoh sampel yang merepresentasikan huruf ‘A dan Pembagian region pada sample berikut nilai pixel aktifnya Huruf A diprediksi berada dalam posisi horizontal yang dihitung dari sebelah kiri gambar dan huruf berada di tengah box pada titik koordinat 13 pixel, posisi vertikal dihitung dari bagian bawah pada box di titik koordinat 22 pixel, Sedangkan tinggi box berada pada titik koordinat 22 pixel. Jika
4
huruf A berada dalam karakteristik 16 variabel prediktor maka huruf tersebut
sudah
memiliki
error
minimum
dan
berhasil
dalam
mengklasifikasikan huruf alphabet. Gambar 4.2 menjelaskan struktur hasil pengidentifikasian huruf alphabet yaitu lapisan pertama terdapat 20.000 baris data yang digunakan sebagai input, banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, dan lapisan terakhir merupakan target yang dihasilkan dalam pengenalan huruf alphabet
Gambar 4.2 Struktur JSB untuk Data Pengenalan Huruf Alphabet
5
4.3. Analisis Numerik Sebuah contoh percobaan mengenai data pengenalan huruf alphabet menggambarkan perubahan nilai error dari algoritma backpropagation pada jaringan saraf buatan lapisan banyak. Hasil output yang diperoleh dari sepuluh percobaan yang dilakukan dengan parameter yaitu banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, momentum( α ) = 0,9 dan nilai learning rate ( η ) yang digunakan berbeda-beda. Dalam proses kerjanya, Terdapat 20.000 baris data pengenalan huruf alphabet (Lampiran 2) dipisahkan menjadi dua bagian yaitu training data dan test data. Tabel 4.1 merupakan hasil SPSS 16 case processing summary dari data tersebut menjelaskan pembagian data dilakukan secara random. Pada studi numerik disini penulis mengambil proporsi 70% training data dan 30% test data sebagai berikut dibawah ini. Tabel 4.1 Hasil SPSS Case Processing Summary
Training Data Test Data Persen N Persen N 1 70% 14009 30% 5990 2 70.1% 14012 29.9% 5988 3 69.8% 13964 30.2% 6036 4 70.1% 14015 29.9% 5984 5 69.4% 13874 30.6% 6126 6 70.2% 14043 29.8% 5957 7 70% 14007 30% 5993 8 70.1% 14023 29.9% 5976 9 70% 14008 30% 5992 10 70% 14002 30% 5997 Ket: N = Banyaknya data yang digunakan dalam proses studi numerik Percobaan
6
Percobaan SPSS mengeluarkan hasil berupa nilai relatif error dan sum of squares error dari training data dan test data (Tabel 4.2). Relatif error disebut juga percent incorrect predictions merupakan nilai error yang dihasilkan pada percobaan tersebut (Lampiran 1). Sedangkan sum of squares error merupakan banyaknya data yang mengandung nilai error pada percobaan tersebut. Hasil eksperimen ini digunakan untuk melihat kecenderungan nilai error yang dihasilkan pada percobaan data pengenalan huruf alphabet. Jika banyaknya unit pada dua lapisan tersembunyi yang digunakan tetap yaitu 40 unit pada lapisan kesatu dan 30 unit pada lapisan kedua, momentum( α ) = 0,9 dan nilai learning rate (η ) yang digunakan berbeda-beda. Tabel 4.2. Hasil SPSS Model Summary.
Training data Sum of Relatif squares error error 2849 29,6%
Test data Sum of Relatif squares error error 1292 30,4%
Percobaan
Banyak unit tersembunyi
η
α
1
40 & 30 unit
0.1
0.9
2
40 & 30 unit
0.2
0.9
2671
27,3%
1270
30,7%
3
40 & 30 unit
0.3
0.9
2486
25,8%
1202
28,4%
4
40 & 30 unit
0.4
0.9
2592
26,1%
1195
27,8%
5
40 & 30 unit
0.5
0.9
2547
25,2%
1227
27,8%
6
40 & 30 unit
0.6
0.9
2325
24%
1106
26,1%
7
40 & 30 unit
0.7
0.9
2558
26,7%
1170
28,1%
8
40 & 30 unit
0.8
0.9
2709
27,3%
1210
28,7%
9
40 & 30 unit
0.9
0.9
2619
26,5%
1195
28,7%
10
40 & 30 unit
1
0.9
1924
26,5%
1184
27,5%
7
Hasil Eksperimen pada jaringan saraf buatan lapisan banyak yang dilakukan pada studi numerik data pengenalan huruf menggunakan 20.000 data. Hasil dari sepuluh percobaan eksperimen terdapat satu percobaan yang memiliki nilai error terbesar pada percobaan pertama yaitu pada training data relatif error sebesar 29,6% dan sum of squares error sebesar 2849 data dan pada test data sebesar relatif error sebesar 30,4% dan sum of squares error 1292 data. Sedangkan percobaan keenam memiliki nilai error terkecil yaitu pada training data relatif error sebesar 24% dan sum of squares error 2325 data dan pada test data sebesar relatif error sebesar 26,1% dan sum of squares error 1292 data. Hasil dari sepuluh percobaan dengan parameter terdiri dari momentum, jumlah unit dan learning rate yang berbeda menyebabkan nilai error cenderung mengalami
fluktuasi,
keadaan ini
disebabkan
karena pada
algoritma
backpropagation bobot awal dilakukan secara acak dan faktor parameter yang mempengaruhi nilai disetiap iterasinya.
8
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Cara kerja algoritma backpropagation dalam menentukan bobot awal yaitu dimulai dengan memilih bobot secara acak yang bernilai kecil antara -0,05 sampai dengan 0,05. Dalam algoritmanya bobot ini diperbaiki dalam setiap iterasinya hingga didapatkan jaringan saraf buatan yang terbaik dimana nilai output jaringan akan sama atau hampir sama dengan nilai target pada data. Berdasarkan hasil percobaan, percobaan pertama memiliki nilai error sebesar 29,6% pada training data dan 30,4% pada test data, nilai percobaan ini merupakan nilai error terbesar dari sepuluh percobaan. Sedangkan percobaan keenam memiliki nilai error sebesar 24% pada training data dan 26,1% pada test data, nilai ini merupakan nilai terkecil pada sepuluh percobaan yang dilakukan. Hasil dari sepuluh percobaan dengan parameter terdiri dari momentum, jumlah unit dan learning rate yang berbeda menyebabkan nilai error cenderung mengalami fluktuasi, keadaan ini disebabkan
karena pada
algoritma backpropagation bobot awal dilakukan secara acak dan faktor parameter yang mempengaruhi nilai disetiap iterasinya.
1
5.2. Saran Algoritma backpropagation memiliki proses yang sangat panjang dan aturan-aturannya yang tidak dapat diaplikasikan secara mudah. Oleh karena itu, diharapkan skripsi selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam mengenai berbagai macam aplikasi pada jaringan saraf buatan dengan metode yang berbeda sehingga dapat diterapkan kedalam dunia nyata, dalam hal ini pembuatan aplikasi menyeluruh yang secara langsung dapat digunakan oleh pengguna.(user).
2