BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman, kebutuhan manusia yang tinggi saat ini menyebabkan mereka lupa mengontrol terhadap asupan makanan yang
masuk kedalam tubuh untuk dikonsumsi sehari – hari.
Dengan banyaknya berbagai macam asupan dan makanan menjadikan gaya hidup yang tidak sehat . Makanan yang tidak terkontrol dan tidak dibatasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh, menjadikan banyak penyakit yang beredar dimasyarakat. Salah satu penyakit yang beredar dan berkembang sangat luas dan cepat yaitu penyakit diabetes mellitus. Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan karena tingginya kadar glukosa dalam darah , penyakit ini apabila terjadi secara terus menerus maka akan mengakibatkan juga penyakit komplikasi yang mengakibatkan terjadinya kematian pada pengidap penyakit ini (Katzung, 2002). Sebelum terjadinya penyakit diabetes Mellitus yang kronis bisa juga terjadi komplikasi penyakit jantung, penyakit mata, kerusakan ginjal dan lain-lain. Hendaknya dalam pencegahan penyakit diabetes atau komplikasi salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan melakukan pengelolaan diet dan pemilihan makan yang tepat.
1
2
Makanan yang tepat tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar tubuh, tetapi jauh lagi mempunyai sifat fungsional yang akan memberikan dampak positif bagi kesehatan (Crowin, 2009). Angka kejadian diabetes mellitus terus meningkat karena faktor bertambahnya usia, obesitas, distribusi lemak tubuh, hiperinsulinemia dan kurang aktivitas fisik juga pananganan yang tidak tepat,
kondisi penanganan ini menyebabkan penyakit-penyakit
komplikasi. Fenomena tersebut mendorong eksplorasi bahan alam yang berkhasiat sebagai antidiabet selalu dikembangkan, untuk menguji aktivitasnya dibutuhkan hewan uji coba yang secara patologis dibuat menderita DM. Metode pembebanan glukosa yang dilakukan selama ini hanya menngunakan cara oral dengan glukosa tanpa mennggunakan induksi streptozotocin, seharusnya tetap harus diberikan induksi streptozotosin, tetapi pada penelitian tentang hewan coba diabetes mellitus yang sudah dilakukan di lingkungan Putra Indonesia Malang hanya dilakukan dengan cara pembebaban glukosa dengan oral. Dari hasil referensi yang diperoleh untuk membuat model hewan diabetes mellitus terdapat dua macam cara untuk membuat model hewan hiperglikemik. Cara pertama yang digunakan adalah mencit yang diberi pembebanan glukosa dengan oral, dapat meningkatkan kadar gula darah pada mencit sedangkan cara kedua dengan induksi streptozotosin secara intraperitoneal. Berdasarkan kesenjangan antara teoritis dan kondisi peneliti yang berbeda tersebut . Peneliti ingin membuktikan apakah metode tersebut mampu membuat hewan coba model diabetes mellitus serta melihat
3
sebarapa lamakah kondisi hiperglikemik dapat tercapai dengan metode tersebut. Penelitian selanjutnya difokuskan pada kondisi hiperglikemik yang dapat dicapai sehingga bisa digunakan sebagai hewan coba diabetes mellitus yang nantinya dapat memberi manfaat untuk dijadikan sebagai penelitian eksplorasi bahan alam yang bisa digunakan untuk menurunkan kadar gula darah. Dari beberapa metode diatas tentunya terdapat keuntungan pada masing- masing metode. Keuntungan pemberian obat dengan cara oral yaitu mudah, ekonomis, tidak perlu steril. Sedangkan induksi intraperitoneal mempunyai keuntungan obat yang diinjeksikan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin membandingkan metode tersebut dengan melihat kondisi hiperglikemik yang dapat dicapai. 1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah yang kami angkat dari latar belakang metodologi penelitian ini adalah : 1.2.1 Berapa lamakah kondisi hiperglikemik dapat tercapai dengan metode pembebanan glukosa tanpa induksi streptozotosin? 1.2.2 Berapa lamakah kondisi hiperglikemik dapat tercapai dengan metode induksi streptozotosin? 1.2.3 Berapa lamakah kondisi hiprglikemik dapat tercapai dengan pembebanan glukosa yang diinduksi dengan streptozotosin ?
4
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Umum Tujuan Umum dari penelitian ini adalah menaikkan kadar gula darah dengan menngunakan metode pembebanan glukosa tanpa induksi streptozotosin, metode induksi streptozotosin dan metode pembebanan glukosa yang diinduksi dengan streptozotosin 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini metode induksi streptozotocin lebih efektif untuk menaikkan kadar gula darah. 1.4
Kegunaan Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Mengetahui waktu hiperglikemik pada hewan coba dengan menggunakan
metode
pembebanan
glukosa
tanpa
induksi
streptozotosin, metode induksi streptozotosin dan pembebanan glukosa yang diberi dengan induksi streptozotosin. 1.5 Asumsi Penelitian Metode induksi streptozotocin, pembebanan glukosa dapat digunakan untuk membuat hewan model diabetes mellitus. 1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
5
1.6.1
Ruang lingkup Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah membandingkan kondisi hiperglikemik dengan menggunakan metode pembebanan glukosa tanpa induksi streptozotosin, metode induksi streptozotosin dan metode pembebanan glukosa dengan induksi streptozotosin.
1.6.2
Keterbatasan Penelitian Adapun keterbatasan dalam ruang lingkup penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengendalikan faktor-faktor luar yang dapat mempengaruhi hasil penelitian saat pelaksanaan penelitian. Misalnya asupan dan aktivitas makanan yang berbeda pada setiap hewan coba sehingga mempengaruhi kadar gula darah dari setiap mencit. Peneliti hanya memfokuskan penelitian ini pada peningkatan kadar glukosa darah pada hewan coba setelah pembebanan glukosa dan penginduksian hewan coba menggunakan streptozotocin dengan dosis tertentu.
1.7 Definisi istilah 1. Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya meningkat. 2. Hiperglikemia adalah dimana kondisi kadar gula darah melebihi kadar glukosa darah normal. 3. Efektivitas adalah metode yang lebih cepat untuk meningkatkan kadar gula darah diatas kada gula darah normal pada hewan coba.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. American Diabetes Association(ADA) 2006, mendefinisikan diabetes mellitus sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Corwin, 2009). Pada tahun 2000, menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 orang diseluruh dunia menderita Diabetes Melitus atau sekitar 2.8% dari total populasi. Insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4.4% dari populasi dunia. DM terdapat diseluruh dunia, 90% adalah jenis Diabetes Melitus tipe 2 terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika. Hal ini diakibatkan karena tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riskesdas (2007) dari 24417 responden berusia > 15 tahun , 10,2% mengalami toleransi glukosa tergangggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 4 jam diberikan beban glukosa sebanyak 75 gram). DM lebih banyak ditemukan 6 pada wanita dibanding dengan pria serta pada golongan tingkat pendidikan dan status sosial yang rendah. Kelompok usia terbanyak DM adalah 55-64 tahun yaitu 13.5%
6
7
Beberapa hal yang dihubungkan dengan faktor resiko DM adalah obesitas, hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan rendahnya konsumsi sayur dan buah (Riskesdas, 2007). 2.2 Klasifikasi Klasifikasi diabetes mellitus yang dianjurkan oleh Perkeni adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA), klasifikasi etiologi Diabetes Mellitus, menurut ADA (2006) adalah dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Diabetes Tipe I
adalah diabetes yang tergantung dengan insulin
disebabkan oleh kerusakan sel-sel beta dalam pankreas sejak masa anakanak atau remaja Diabetes Tipe 2 yaitu dominannya resistensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin 2.3 Patogenesis Pada DM tipe 1 atau yang disebut IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) terjadi ketiadaan insulin yang mutlak, sehingga penderita membutuhkan pasokan insulin dari luar. Kondisi ini disebabkan karena adanya lesi pada sel beta pankreas. Pembentukan lesi ini disebabkan karena mekanisme gangguan autoimun dan infeksi virus yang terlibat dalam kerusakan sel-sel beta. Adanya antibodi atau autoimun yang menyerang sel beta biasanya dideteksi beberapa tahun sebelum timbulnya penyakit. DM tipe 1 dapat berkembang secara tiba-tiba, dengan tiga gejala pokok: (1) meningkatnya glukosa darah, (2) peningkatan
8
penggunaan lemak untuk energi dan pembentukan kolesterol oleh hati, dan (3) penipisan protein tubuh (Silbernagl, 2000 ; Guyton, 2011). Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang progresif, dimulai dengan resistensi insulin yang mengarah ke peningkatan produksi glukosa hepatik dan berakhir dengan kerusakan sel beta. Resistensi insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan jaringan target seperti otot dan
jaringan adiposa untuk
merespon sekresi insulin endogen dalam tubuh (Moreira, 2010). 2.4 Efek metabolisme dari insulin Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan
pada
metabolisme
glukosa,
dengan
berbagai
dampak
yang
ditimbulkannya. Pada dasarnya ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2, yakni jenis diabetes yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua faktor utama yakni tidak ada kuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1, gangguan tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut. Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak sesuai kebutuhan. Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah
9
segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum). Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang normal dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi insulin ( insulin sensitizer ). 2.5 Tinjauan insulin Insulin merupakan hormon yang berperan penting dalam mekanisme penyakit diabetes melitus dan memiliki peran secara langsung maupun tidak langsung dalam proses biokimia di dalam tubuh. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh sel β pada pulau Langerhans di pankreas. Kerja utama dari hormon ini adalah meningkatkan pengambilan glukosa darah ke dalam jaringan dan disimpan sebagai glikogen atau lipid (Squires2003). Insulin merupakan hormon anabolik yang menjaga agar tidak terjadi hiperglikemia sewaktu terjadi proses pemasukan glukosa atau pada saat terlalu banyak makan karena jumlah glukosa dalam darah merangsang sekresi insulin oleh sel β pada pulau Langerhans pankreas. Pembentukan awal insulin terjadi akibat rangsangan glukosa pada ribosom retikulum endoplasmik kemudian menyebabkan translasi dan trans kripsim Rmenja diproinsulin. Proinsulin
10
bergerak menuju apparatus golgi kemudian diubah menjadi insulin dan C-peptide yang dibungkus dalam granula sitoplasma. Granula–granula insulin tersebut tetap disimpan pada sel beta sampai waktunya dibutuhkan. Keberadaan asam lemak dapat mempengaruhi insulin. Asam lemak memiliki efek menghambat atau merangsang sekresi insulin. Hal tersebut menegaskan bahwa asam lemak memiliki peran penting terhadap homeostasis glukosa dalam mekanisme pelepasan insulin (Gravenaetal.2002). Reece (2005) menyatakan bahwa prinsip kerja utama dari insulin pada metabolisme karbohidrat dijaringan yang sensitif terhadap insulina dalah menyelenggarakan proses transportasi glukosa ke dalam membran sel.Pada hati, insulin meningkatkan pengambilan glukosa dengan merangsang enzim-enzim di sel hati yang membantu produksi glikogen dan lipogenesis serta menghambat enzim-enzim yang mempercepat terjadinya glikogenolisis.
2.6 Tinjauan tentang pankreas Pankreas terletak pada rongga abdomen, memiliki permukaan yang membentuk lobulasi, berwarna putih keabuan hingga kemerahan (Frandson1992). Organ ini merupakan kelenjar majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin yang menghasilkan enzim- enzim pankreas (amylase, peptidase, danlipase), dan jaringan endokrin yang menghasilkan hormon–hormon (insulin, glukagon, dan somatostatin). Fungsi endokrin pankreas terdapat pada sekelompok sel yang ditemukan oleh Langerhans ditahun1869, sehingga sekelompok sel tersebut dinamakan sebagai pulau Langerhans. Pada tikus dewasa,pankreas berisi kira-kira 1-2%
pulau-pulau
Langerhans
dengan
diameter
antara100-200μm
11
(Boorman&Beth1999). Ada lima tipe sel yang ditemukan dipulau Langerhans mencit , masing-masing memiliki kemampuan sekresi hormon yang berbeda beda,yaitu: 1.Sel alpha, yaitu sel yang menghasilkan hormon glukagon. Sel ini merupakan sel terbanyak kedua yang ditemukan dipulau Langerhans setelah sel beta (20%) 2.Sel beta, yaitu sel yang menghasilkan hormon insulin. Selβ terletak didalam pulau Langerhans dan memenuhi sekitar80% dari volume pulau Langerhans. 3.Sel delta, sel ini menghasilkan somatostatin 4.Sel F, sel ini menghasilkan pancreaticpolypeptide yang belum diketahui jelas fungsinya 5.Sel Gamma Pada penderita diabetes mellitus tipe I ditemukan perubahanperubahan pada pankreas berupa pengecilan ukuran dari pankreas, atrofi pada bagian eksokrin pankreas,dan atrofisel-sel asinar disekitar pulau Langerhans yang mengalami degenerasi. Sedangkan pada diabetes mellitus tipe II yang terjadi adalah ketidak seimbangan dari sekresi eksokrin pankreas dangan gangguan kontrol glukosa darah (Sandberg& Philip2008).
12
2.7 Hiperglikemia Hiperglikemia merupakan suatu kondisi dimana kadar glukosa dalam darah lebih tinggi dibandingkan kondisi normal. Hiperglikemia mengindikasikan penyakit diabetes mellitus, yang disebabkan tubuh tidak dapat menghasilkan atau menggunakan insulin secara cukup. Insulin merupakan hormon yang dilepas oleh sel β pankreas jika konsentrasi glukosa melebihi kadar normalnya (70-110 mg/dL). Sekresi hormon ini distimulasi pula oleh peningkatan beberapa asam amino, termasuk arginin dan leusin. Penggunaan insulin berdampak pada metabolisme selular dimulai ketika insulin berikatan dengan reseptor protein pada membran sel. Ikatan ini menyebabkan aktivasi reseptor, yang akan mengikat gugus fosfat pada enzim intraselular. Fosforilasi enzim akan menghasilkan efek primer dan sekunder pada sel. 2.8 Akibat hiperglikemia Akibat dari heperglikemia akan menimbulkan berbagai gejala akut maupun gejala kronik yang dapat menyebabkan seseorang menjadi diabetes militus,dari pengelompokan gejala tersebut dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : Gejala Akut : Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi tiga sebab yaitu: banyak makan (polifagia) , banyak minum (polidipsi), banyak kencing (poliuria). Gejala Kronik Gejala kronik akan timbul setelah beberapa bulan atau beberapa tahun setelah penderita menderita diabetes. gejala kronik yang sering dikeluhkan oleh penderita, yaitu:
13
Kesemutan, kulit terasa panas, terasa tebal dikulit, kram, lelah, mudah mengantuk, mata kabur, gatal disekitar kemaluan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, bagi penderita yang sedang hamil akan mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau berat bayi lahir lebih dari 4 kg. 2.9
Faktor pemicu Resiko Diabetes Militus Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat
keluarga dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional dan riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg. Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi(>140/90 mmHg), dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl dan diet tinggi gula rendah serat. Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes seperti penderita sindrom ovarium poli-kistik, atau keadaan klinis lain yang terkait dengan ressitensi insulin, sindrom metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa terganggu dan riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki) (Tedjapranata M, 2009). 2.10 Tinjauan tentang diabetes militus yang diinduksi Streptozotosin (STZ) Untuk membuat model DM dengan menggunakan mencit ada beberapa cara, yaitu dengan streptozotosin (STZ) dengan dosis sesuai akan secara selektif merusak selsel β pulau langerhans, pemberian obat-obat yang menghambat sekresi insulin dan dengan pemberian antibodi antiinsulin (Widyastuti 2000; Ganong 2003). Penggunaan STZ lebih baik dalam mengurangi produk insulin karena
14
dapat bekerja secara selektif merusak sel-sel β pulau langerhans, sehingga akan terjadi peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan intoleransi glukosa yang merupakan manifestasi dari defisiensi insulin (Meylina 2005). 2.11 Tinjauan pengambilan darah melalui intravena Untuk pengambilan darah, dilakukan melalui intravena . Penyuntikan dilakukan pada vena ekor menggunakan jarum no.24, mencit dimasukkan kedalam tabung pas badan (perangkap) dimana hewan tidak dapat berputar. Tabung dibuat berlubang agar ekor dapat dikeluarkan.sebelum penyuntikan ,ekor dicelupkan kadalam air hangat bertujuan untuk mendilatasi vena guna untuk mempermudah penyuntikan. Bila jarum suntik tidak masuk vena, terasa ada tahanan , jaringan ikat sekitar daerah penyuntikan memutih dan bila alat piston alat suntik ditarik, tidak ada darah yang mengalir kedalamnya. Dalam keadaan dimana harus dilakukan penyuntikan berulang, penyuntikan dimulai daerah distal ekor (C.Gad,2006:173). 2.12 Tinjauan tentang hewan coba Pemanfaatan hewan sebagai objek percobaan kini terus berkembang. metode penelitian dengan membandingkan suatu cara tidak mungkin bisa dipisahkan dari penggunaan hewan coba. Untuk meneliti metode mana yang dapat digunakan sebagai parameter keefektifan suatu metode penelitian untuk membuat hewan uji terkena diabetes militus. Hewan percobaan pada eksperimen untuk penggunaan metodologi penelitian merupakan subyek utama yang secara etik pengujian dari spesies rendah hingga spesies yang lebih tinggi, antara lain dimulai dari mencit, tikus, marmot, kelinci, kucing, anjing, dan simpanse. Ada lima prinsip untuk persiapan hewan percobaan, yaitu menjaga lingkungan sehat bagi
15
hewan, control kesehatan, pengaturan makanan dan air minum, pengawasan system pengelolaan dan pengawasan kualitas hewan. Pemakaian mencit putih sebagai model banyak dilakukan mengingat mencit ini mudah diperoleh. Menurut Hanim (1996) mencit mempunyai sifat respon biologik dan adaptasi mendekati manusia. mencit
telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah
dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian (Malole 1989). 2.13 Pemeliharan Mencit Sebenarnya pemeliharaan tikus sangat mudah dan sederhana, adapun langkahnya adalah sebagai berikut : Pertama harus tahu jenis kelaminnya dulu atau dapat membedakan jenis kelamin, setelah itu harus menyiapkan kandang terlebih dahulu tapi di sarankan jangan terbuat dari kayu karena tikus adalah binatang pengerat. Kita bisa menggunakan bahan dari kawat, besi lubang atau bak plastik yang ditutup kawat kasa diatasnya ukuran kecil, untuk tutup berilah kawat untuk pengait yang bertujuan untuk buka tutup. Kemudian sediakan rak – rakan yang bisa kita buat dari besi lubang, bambu atau kayu fungsinya untuk menghemat tempat. Model yang selanjutnya adalah dengan umbaran. buatlah kotak persegi panjang dengan besi lubang dan kawat kasa jangan terlalu tinggi ,untuk tingginya kira- kira 25 cm sudah cukup untuk dijadikan sap tiga. Setelah itu berilah rumah- rumahan dari paralon , kayu atau apa saja yang fungsinya untuk tempat beranak,untuk kandang dari bak plastik isilah dengan serbuk gergaji, sekam atau zeolit
setelah itu
masukkan mencit. Pakan utamanya sebaiknya berupa campuran Nasi dan dedak dalam kondisi campuran basah. Frekuensi pemberian pakan sebaiknya minimal 3
16
kali sehari. Pemberian pakan dalam jumlah yang lebih banyak sebaiknya pada malam hari karena aktivitas mencit lebih banyak pada malam hari. Mencit yang dimanfaatkan untuk hewan percobaan / penelitian . Pada umumnya mencit yang digunkan untuk penelitian biasanya memerlukan persyaratan khusus. Misalnya: keseragaman galur, umur, dan bobot tubuh. 2.14 Kerangka teori Penelitian ini dilakukan untuk melihat keefektifan hewan coba untuk dibuat diabetes militus, pada hewan coba yang berjumlah 9 ekor mencit putih diukur kadar gula darah normal yang nantinya akan dijadikan acuan sebagai metode penelitian peningkatan kadar gula darah sehingga menyebabkan hewan coba menjadi hiperglikemik. Pada hewan coba di beri tiga perlakuan dengan metode induksi yang berbeda sehingga nantinya dapat dilihat hasil perbandingan kadar glukosa darah sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan. Hewan coba diperlakukan dengan metode induksi yaitu hewan coba yang pertama berjumlah tiga ekor digunakan sebagai pembebanan glukosa, yang kedua berjumlah tiga ekor mencit diberi pembebanan glukosa dan induksi STZ dan hewan coba ketiga berjumlah tiga ekor mencit diberi induksi STZ dan pembebanan glukosa, dari situlah nantinya diinginkan untuk digunakan sebagai metode untuk dapat melihat hasil yang paling efektif untuk hewan coba yang terkena diabetes melitus yang ditandainya dengan terjadi peningkatan kadar glukosa darah dalam hewan coba tersebut.
17
2.15 Hipotesis Metode
induksi
Streptozotocin
lebih
efektif
dibandingakan
dengan
pembebanan glukosa tanpa induksi streptozotocin untuk menaikkan kadar gula darah dalam membuat hewan coba diabetes mellitus. Terdapat perbedaan waktu terjadi kondisi hiperglikemik antara metode pembebanan glukosa tanpa induksi streptozotocin, metode induksi streptozotocin dan pembebanan glukosa yang disertai induksi streptozotocin.
.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan semua proses dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian . Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas metode yang digunakan dalam hewan coba untuk meningkatkan kadar glukosa darah dan berapa lama kondisi hiperglikemik dapat dicapai. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen yang merupakan metode penelitian dengan melakukan percobaan terhadap kelompok eksperimen. Pemilihan metode yang digunakan didasarkan pada kemampuan hewan coba diberi rangsangan berupa pembebanan glukosa dan penginduksian SZT pada hewan coba. Adapun tahap-tahap akhir dalam penelitian ini adalah tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. 3.1.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan meliputi penentuan objek penelitian, mempersiapkan prosedur kerja, persiapan alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, dan persiapan mencit yang akan digunakan sebagai hewan uji. 3.1.2 Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan penelitian meliputi 1. Pembagian dan adaptasi hewan uji. 2. Pembebanan glukosa dengan menggunakan oral.
18
19
3. Perlakuan intraperitoneal STZ. 4. Dilakukan pengecekan kadar gula darah normal . 5. Pengamatan kadar gula darah yang dilakukan pada hari ke-0,1,2,3,4. 6. Dilakukan pengecekan tiap kali hari perlakuan . 3.1.3 Tahap Akhir Pada tahap akhir penelitian ini dilakukan analisis data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian. 3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1
Populasi Populasi dalam penelitian ini metode yang digunakan pada hewan coba untuk membuat hiperglikemik.
3.2.2
Sampel Sampel dalam penelitian ini metode induksi STZ dan metode pembebanan glukosa.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu di Laboratorium Farmakologi Universitas Brawijaya.
2.
Waktu Penelitian Waktu Penelitian yang dibutuhkan mulai tahap persiapan, pelaksanaan dengan pembebanan glukosa dan penginduksian STZ dan pengujian sampai tahap akhir yaitu analisis data dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014.
20
3.4 Definisi Operasional Variabel Pada penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan veriabel terikat.variabel bebas dalam penelitian ini adalah pemberian dosis pembebanan glukosa dan penginduksian STZ. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan kadar gula darah pada hewan coba yaitu berupa mencit . Adapun definisi operasional tertera pada tabel dibawah ini . Tabel 3.4 Definisi Operasional Variabel Variabel
Sub variabel
Devinisi
Alat
Hasil
Skala
operasional
Ukur
Ukur
ukur
Pemberian
Glukosa
Mg/dl
Nominal
Mg/dl
nominal
Metode
Metode
induksi
induksi dengan STZ
hiperglikemik
menggunakan
intraperitoneal
STZ
dengan
tes
dosis
50 mg/kg bb Metode
Metode
selama 4 kali Glukosa
induksi
induksi dengan perlakuan
hiperglikemik
pembebanan
Pemberian
glukosa
pembebanan
tes
glukosa dengan oral
sebanyak
0,2 ml selama 4 perlakuan
kali
21
3.5 Instrumen Penelitian Pada penelitian perbandingan metode induksi pada hewan coba dengan pembebanan glukosa
dan pemberian induksi STZ. Pada mencit putih
membutuhkan beberapa alat dan bahan, antara lain: 3.5.1 Alat 1. Beaker glass 2. Gelas pengaduk 3. Batang pengaduk 4. Timbangan analitik 5. Kandang mencit 6. Jarum suntik 7. Alat cek glukosa darah 8. Test strip glukosa darah 3.5.2 Bahan 1. Streptozotosin 2. Aquades 3. Buffer 4. Glukosa 5. Na Sirat 3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Persiapan hewan uji Objek penelitian ini adalah mencit putih galur wistar yang sehat dan sebelumnya tidak pernah digunakan sebagai objek penelitian lain dan sudah dikondisikan untuk perlakuan uji, dengan syarat:
22
1. Mencit putih galur wistar. 2. Berjenis kelamin jantan . 3. Umur antara 2-3 bulan pada saat perlakuan uji. 4. Bobot mencit rata-rata 20 gr. 3.6.2 Rancangan Dosis dan penyiapan larutan streptozotosin Pembuatan larutan Streptozotosin 1. Pembuatan dapar sitrat PH 4,0 Larutan Asam sitrat sebanyak 1 ml 2. Pembuatan larutan STZ Dosis 50 mg/kg BB mencit Contoh: bila bobot mencit 30 g, berapa stz yang dibutuhkan (mg) dan berapa pemberian larutan stz (ml) ? 50 mg = 1000 g BB mencit X 30 𝑔 1000 𝑔
1,5 𝑚𝑔 2 𝑚𝑔
= 30 g 𝑥 50 𝑔 = 1,5 mg stz/30mg BB mencit
𝑥 1𝑚𝑙 = 0,75 ml lar stz/0,75 ml lar stz/30 mg BB mencit
Jadi untuk 30 g BB mencit dibutuhkan 0,75 (0,7) ml STZ 3. Pembuatan Larutan Glukosa mencit dengan berat badan 30 g = 0,0026 x 70 mg/kg BB
23
0,182 mg/30 g BB mencit 30
BB 30 g = 20 𝑥 0,182 𝑚𝑔 = 0,273 (0,3) Glukosa yang digunakan adalah glukosa 10 % dengan dosis 1g/kg BB Mencit 30 g=
3.6.3
30 1000
𝑥 1 𝑔 = 0,03 g
Kontrol Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak diberi pebebanan glukosa dan tidak diberi induksi STZ.
3.6.4
Metode penelitian pembebanan glukosa Kelompok metode ini diberikan perlakuan dengan penginduksian glukosa.
3.6.5
Metode penelitian dengan penginduksian STZ Kelompok metode ini diberikan perlakuan dengan penginduksian STZ.
3.6.6
Prosedur penelitian Adapun prosedur penelitian dalam pengujian kadar glukosa darah melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Dipilih 9 ekor mencit jantan dengan berat rata-rata 30 g, dikelompokkan menjadi 3 kelompok dengan masing-masing 3 ekor mencit. 2. Masing-masing mencit ditimbang berat badannya lalu dicatat. 3. Kelompok pertama tidak diberi perlakuan, kelompok kedua diberi pembebanan glukosa , dan kelompok ketiga diberi induksi STZ. Metode penelitian ini dilaksanakan selama 4 hari berturut. Mencit dikatakan hiperglikemia bila kadar glukosa darah melebihi kadar gula darah normal.
24
4. Pada hari ke 0, 1, 2, 3, 4 mencit di uji kadar glukosa darah dengan prosedur sebagai berikut:
Mencit dimasukkan ke dalam tabung pas badan (perangkap) dimana hewan tidak dapat berputar dan ekornya dibiarkan menjulur keluar.
Di ambil sampel darah mencit + 0,5 cc. pengambilan dilakukan pada vena ekor menggunakan alat kit.
Strip cek kadar glukosa darah dipasang pada saat sampel darah siap diteteskan.
Sampel darah yang sudah diambil diteteskan chip strip cek kadar glukosa darah sampai merata pada chip, tunggu hingga 5 detik dan dibaca kadar glukosa darahnya.
Hasil dimasukkan dalam data.
5. Setelah perlakuan selesai, masing-masing mencit di ukur kadar glukosa darah sesuai prosedur poin no 4. 6. Dari hasil pengujian masing-masing objek dicatat dan di analisa. 3.7 Analisa data Pengelompokan data kadar glukosa darah kelompok pembebanan glukosa, kelompok metode penelitian pembebanan glukosa dengan induksi Streptozotocin dan kelompok penginduksian Streptozotocin. Untuk melihat hasil adanya perbedaan
signifikan atau tidak dilihat dengan cara membandingkan ketiga
metode tersebut mana yang lebih cepat menyebabkan hiperglikemik.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil uji perbandingan metode yang dilakukan maka akan didaptkan hasil sebelum dan sesudah perlakuan sebagai berikut : 4.1
Hasil Pengamatan Metode Pembebanan Glukosa Metode pembebanan glukosa
No
1
Keterangan Mencit 1
Mencit 2
Mencit 3
98 mg/dl
87 mg/dl
79 mg/dl
Hari ke-1
99
89
95
Hari ke-2
120
125
130
Hari ke-3
136
147
148
Hari ke-4
150
167
175
Kadar gula darah sesudah dilakukan puasa selama 12 jam
2.
Kadar glukosa darah setelah dilakukan pembebanan glukosa dengan oral
Berdasarkan hasil pengamatan tabel diatas dapat diketahui bahwa kenaikan kadar gula darah dari masing –masing mencit yang diberi pembebanan glukosa terjadi perubahan gula darah yang sebenarnya dari hari – kehari kenaikan
25
26
gula darahnya terjadi tetapi masih belum mencapai kadar gula yang bisa dikatakan hiperglikemik. 4.2
Hasil pengamatan Metode Induksi Streptozotocin
Metode induksi Streptozotocin No
1
Keterangan Mencit 1
Mencit 2
Mencit 3
90 mg/dl
68 mg/dl
73 mg/dl
Hari ke-1
187
190
189
Hari ke-2
192
199
195
Hari ke-3
208
205
215
Hari ke-4
226
230
235
Kadar gula darah sesudah dilakukan puasa selama 12 jam
2.
Kadar glukosa darah setelah dilakukan pembebanan glukosa dengan oral
Berdasarkan hasil pengamatan tabel diatas dapat diketahui bahwa kenaikan kadar gula darah dari masing – masing mencit yang diberi induksi Streptozotocin terjadi perubahan gula darah yang semakin hari bertambah tinggi kadar gula darah dari pada kadar gula darah normal .
27
4.3
Hasil Pengamatan pembebanan glukosa dan induksi streptozotocin
Metode pembebanan glukosa dan induksi No
1
Streptozotocin
Keterangan Mencit 1
Mencit 2
Mencit 3
72 mg/dl
87 mg/dl
92 mg/dl
Hari ke-1
192
195
198
Hari ke-2
215
230
200
Hari ke-3
245
255
235
Hari ke-4
255
258
245
Kadar gula darah sesudah dilakukan puasa selama 12 jam
2.
Kadar glukosa darah setelah dilakukan pembebanan glukosa dengan oral
Berdasarkan hasil pengamatan tabel diatas dapat diketahui bahwa kenaikan kadar gula darah dari masing – masing mencit yang diberi pembebanan glukosa lalu diinduksi dengan Streptozotocin terjadi kenaikan kadar gula darah yang sangat signifikan sehingga menjadikan kondisi seperti ini bisa dikatakan hiperglikemik.
28
4. 4 Grafik Pembacaan Rata- rata perhitungan kenaikan kadar gula darah. 700 600 500
Metode pembebanan glukosa yang diinduksi dengan Streptozotosin
400
Metode Induksi Streptozotocin
300 200
Metode pembebanan glukosa tanpa induksi Streptozotocin
100 0 gula darah normal
hari 1
hari 2
hari 3
hari 4
Berdasarkan pembacaan grafik diatas dapat diketahu bahwa setiap perlakuan yang dilakukan ke mencit memberikan hasil kenaikan gula darah, pemberian perlakuan pembebanan glukosa, induksi Streptozotocin serta perlakuan pembebanan glukosa yang disertai induksi Streptozotocin memberikan dampak terhadap kenaikan kadar gula darah pada mencit. Perlakuan pembebanan glukosa dapat dilihat bahwa, disetiap harinya 3 ekor mencit yang diberi perlakuan selama 4hari berturut – turut terlihat terdapat kenaikan gula darah tetapi kenaikan kadar gula darah tersebut masih belum bisa dikatan hiperglikemik karena batas gula darah pada mencit dikatan hiperglikemik apabila kadar gula darah pada mencit lebih dari 175 mg/dL. Perlakuan kedua dengan Induksi Streptozotocin dapat dilihat bahwa kenaikan kadar gula darah yang terjadi sudah mulai terlihat kondisi ini sudah mulai bisa dikatan hiperglikemik, karena kadar gula darah yang dihasilkan lebih dari 175 mg/dL dan kondisi hiperglikemik dapat bertahan tidak
29
lebih dari 240 untuk digunakan sebagai hewan coba diabetes mellitus .Sedangkan untuk perlakuan yang terakhir diberi pembebanan glukosa yang disertai dengan induksi Streptozotocin dpat dilihat hasil pemeriksaan kadar gula darah terjadi kenaikan yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan induksi Streptozotocin saja, maka kondisi ini juga sudah bisa dikatakan bahwa mencit tersebut sudah mencapai keadaan hiperglikemik ( kondisi dimana bahwa kadar gula darah sangat tinggi ), tetapi batas kondisi ini sudah melebihi keadaan yang dibutuhkan untuk hewan model diabetes mellitus yang digunakan sebagai obat hasil eksplorasi bahan alam yang dapat menurunkan kadar gula darah .
BAB V PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui metode mana yang lebih efektif untuk membuat hewan coba menjadi hiperglikemik, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai hewan coba model DM yang dapat memberikan manfaat eksplorasi bahan alam yang dapat mengobati penyakit Diabetes Millitus. Beberapa orang mengira bahwa pembebanan glukosa yang dilakukan secara langsung dengan oral dapat membuat hewan coba menjadi hiperglikemik tetapi tidak memperhatikan proses terjadinya kenaikan kadar gula darah yang
ada
dalam tubuh. Dalam penelitian ini awalnya dilakukan penyesuaian terhadap mencit yang akan dilakukan untuk menjadi objek penelitian kemudian mencit – mencit tersebut dibagi menjadi 3 kandang kecil yang masing – masing nantinya akan diberi perlakuan yang berbeda. Pada kandang pertama berisikan mencit berjumlah 3 ekor yang nantinya akan diberi perlakuan pembebanan glukosa tanpa induksi streptozotosin , untuk kandang kedua berisikan 3 ekor mencit yang nantinya akan diberi perlakuan penginduksian Streptozotocin , sedangkan kandang ketiga berisikan tiga ekor mencit nantinya akan diberi perlakuan pembebanan glukosa dan penginduksian Streptozotocin. Setelah semua persiapan dan masing- masing kandang sudah dibagi maka dilakukan penyesuaian selama 7 hari setelah itu dilakukan puasa selama 12 jam pada hari ke – 0 dilakukan pengecekan kadar glukosa darah terlihat semua mencit yang di tes masih terlihat standart,setelah itu hari 1, 2, 3 dan hari ke- 4 dilakukan 31
32
perlakuan pada masing-masing kandang. Kondisi hiperglikemik pada mencit dinyatakan apabila kadar gula darah lebih dari 175 mg/dl. Pada hasil penelitian dapat diketahui bahwa setiap perlakuan mempunyai kenaikan glukosa darah yang berbeda dan didapatkan hasil yang berbeda, untuk kelompok perlakuan pembebanan glukosa tanpa induksi streptozotosin bisa didapatkan hasil gula darah naik turun. Sedangkan untuk kelompok perlakuan induksi Sreptozotocin dan pembebanan glukosa yang diinduksi streptozotocin di dapatkan hasil gula darah yang dari hari ke hari mendapatkan kenaikan yang bisa dinyatakan mencit tersebut telah mencapai waktu hiperglikemik. Hasil dari pembacaan gula darah dari masing – masing perlakuan ternyata mempunyai kenaikan gula darah yang berbeda – beda , perlakuan pembebanan glukosa tanpa induksi streptozotosin dapat dibaca mengalami kenaikan tapi belum sampai tahap hiperglikemik sedangkan untuk induksi streptozotocin dan pembebanan glukosa yang diberi induksi streptozotocin mengalami kenaikan gula darah darah tiap harinya sampai didapatkan kondisi hiperglikemik. Data yang diperoleh ini dilanjutkan dengan membuat grafik kenaikan kadar gula darah yang bisa digunakan untuk menyatakan mencit tersebut sudah mencapai keadaan hiperglikemik. Alasan peniliti memilih membuat grafik bertujuan untuk memudahkan peneliti membaca metode mana yang paling lebih efektif untuk digunakan sebagai hewan model tipe Diabets Millitus yang nantinya dapat digunakan untuk eksplorasi bahan alam menurunkan kadar gula darah . Dari hasil pembacaan grafik didpatkan bahwa kadar glukosa darah dari pembeban glukosa darah tanpa induksi streptozotosin hanya didapatkan hasil
33
kenaikan kadar gula darah sedikit – demi sedikit, sedangkan untuk hasil gula darah dengan menggunakan metode induksi Streptozotocin dan pembebanan glukosa yang di induksi Streptozotocin didapatkan kenaikan gula darah yang signifikan dari hari – kehari .Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode yang paling efektif untuk digunakan menjadikan hewan coba untuk mendapatkan kondisi hiperglikemik dan dapat digunakan untuk eksplorasi bahan alam yaitu dengan menggunakan metode induksi sterptozotocin.
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian perbandingan metode induksi diabetes mellitus pada hewan coba dengan menggunakan pembebanan glukosa
tanpa
induksi streptozotosin, metode induksi streptozotocin dan metode pembebanan glukosa yang disertai induksi Streptozotocin (STZ) dapat disimpulakan : Metode induksi Streptozotocin lebih efektif untuk digunakan sebagai hewan
model
diabetes
millitus
sehingga
dapat
menyebabkan
kondisi
hiperglikemik. Metode pembebanan glukosa belum sepenuhnya didapatkan kondisi hiperglikemik. Metode pembebanan glukosa yang disertai dengan induksi streptozotosin didpatkan hasil kondisi hiperglikemik setelah dilakukan induksi streptozotocin,
6.2 Saran Berdasarkan kesimpulan atas hasil penelitian perbandingan metode induksi streptozotocin dan metode pembebanan glukosa pada hewan coba untuk membuat model hewan diabetes mellitus saran yang dapat diajukan peneliti sebagai berikut :
Cara yang efektif untuk membuat hewan coba menjadi Diabetes mellitus adalah
dengan
penginduksian
Streptozotocin,
34
tetapi
disetiap
35
penginduksian Streptozotocin menggunakan dosis yang sama sehingga dalam penelitian selanjutnya dapat menngunakan beberapa dosis yang lebih baik sehingga dapat melihat perbedaan kenaikan kadar gula darah yang signifikan dan kerusakan pada sel b pankreas yang terjadi. Peneliti hanya sebatas menggunakan metode induksi streptozotocin dengan dosis yang sama penelitian selanjutnya dapat menggunakan dosis yang berbedabeda dalam memberi perlakuan pada mencit untuk mengetahu waktu hiperglikemik yang dapat dicapai.
DAFTAR RUJUKAN
Amilia, Dayatri Uray. 2009. Profil sel β Pulau Langerhans Pada Tikus Diabetes Mellitus yang Diberi Virgin CoconutOil (VCO). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Eva Tyas Utami, Rizka Fitrianti, Mahriani, Susantin Fajariyah. 2009.
Efek
Kondisi Hiperglikemik terhadap Struktur Ovarium dan Siklus Estrus Mencit (Mus musculus). Jurusan Biologi FMIPA Universitas Jember. Erwin1, Etriwati2, Muttaqien3, Tri Wahyu Pangestiningsih 4, dan Sitarina Widyarini. 1978. musculus)
yang
Ekpresi Insulin Pada Pankreas Mencit (Mus Diinduksi
Dengan
Streptozotocin
Berulang.
Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Ahmad Ridwan, Raden Tanita Astrian, dan Anggraini Barlian. Agustus 2012. Pengukuran Efek Antidiabetes Polifenol (Polyphenon 60 ) Berdasarkan Kadar Glukosa Darah dan Histologi Pankreas Mencit (Mus musculus L.) S.W. Jantan yang Dikondisikan Diabetes Mellitus. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Prabawati, karlina risma dr. 2012. Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin. Program Double Dolgree Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang. Nugroho Endro Agung. Oktober 2006. Review Hewan Percobaan Diabetes Mellitus: Patologi dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada.
36
37
Erwin1, Etriwati2, dan Rusli1. ISSN 1978-225x . Mencit (Mus musculus) Galur BALB-C Yang Diinduksikan Streptozotocin Berulang Sebagai Hewan Model Diabetes Mellitus. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Betti Lukiati1, Aulanni’am2, dan Win Darmanto3. ISSN 1978-225x. Profil Distribusi Inos dan Kadar No Pankreas Tikus Diabetes Mellitus Hasil Induksi MLD-STZ Pasca Pemberian Ekstrak Etanol Temugiring (Curcuma heyneana). Universitas Airlangga,Surabaya. Erwin1, Etriwati2, Muttaqien3, Tri Wahyu Pangestiningsih4, dan Sitarina Widyarini5. EKSPRESI INSULIN PADA PANKREAS MENCIT (Mus musculus)
YANG
DIINDUKSI
DENGAN
STREPTOZOTOCIN
BERULANG. 1Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh AGUNG ENDRO NUGROHO. Animal Models Of Diabetes Mellitus : Pathology And Mechanism Of Some Diabetogenics. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
38
Lampiran 1. Pembebanan Glukosa
Hewan Coba dilakukan penyesuain ,tiap kandang diberi 3 ekor mencit
Hewan Coba di tes gula darah setelah dilakukan puasa selama 12 jam
Hewan Coba diberi pembebanan glukosa
Hewan Coba dibiarkan selama 12 jam lalu di cek kadar gula darah setelah diberi perlakuan
39
Lampiran 2. Penginduksian Streptozotocin
Hewan Coba dilakukan penyesuain , tiap kandang diberi 3 ekor mencit
Hewan Coba dilakukan tes kadar gula darah setelah dilakukan puasa 12 jam
Hewan Coba diberi induksi Streptozotocin
Hewan Coba dibiarkan selama 12 jam lalu di cek kadar gula darah setelah diberi perlakuan