BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Semakin majunya era globalisasi menyebabkan perekonomian berkembang
tanpa mengenal batas negara. Perusahaan multinasional akan menghadapi masalah perbedaan tarif pajak yang berlaku di setiap negara. Persoalan pokok yang dihadapi sehubungan dengan investasi, salah satunya adalah transfer pricing. Meskipun beberapa perusahaan berkeinginan untuk menyesuaikan harga secara wajar dalam satu kebijakan namun hal itu langsung menimbulkan pertentangan dari perusahaan-perusahaan lainnya. Transfer Pricing ini adalah kasus yang jarang di sorot media dan diungkap kepublik. Namun dampak kerugian akibat Transfer Pricing sangat besar. Menurut Dirjen Pajak Indonesia tidak diragukan lagi bahwa transfer pricing sangat berpengaruh terhadap penerimaan pajak negara. Menurut perhitungan Dirjen Pajak, negara berpotensi kehilangan 1.300 Triliun Rupiah akibat dari praktek transfer pricing. Bahkan lebih dipertegas lagi menurut informasi internal Dirjen Pajak bahwa kehilangan tersebut kebanyakan akibat adanya pembayaran Bunga, Royalti, sehingga Dirjen Pajak percaya bahwa dengan menyetop pembayaran tersebut negara sudah tidak perlu menambah hutang lagi Transfer Pricing merupakan salah satu masalah penghindaran pajak yang banyak dilakukan oleh perusahaan multinasional di Indonesia. Ini juga merupakan masalah penghindaran pajak yang besar yang merugikan negara. Permasalahan Transfer
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
Pricing menjadi isu yang sangat menarik dan semakin mendapatkan perhatian dari otoritas perpajakan di berbagai belahan dunia. Semakin banyak negara di dunia yang mulai memperkenalkan peraturan tentang Transfer Pricing. Bahkan menurut Suandy (2011: 74), penelitian akhir – akhir ini telah menemukan bahwa lebih dari 80% perusahaan – perusahaan multinasional (MNC) melihat harga transfer (transfer pricing) sebagai suatu isu pajak internasional utama, dan lebih dari setengah perusahaan ini mengatakan bahwa isu ini adalah isu yang paling penting. Hal ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya globalisasi ekonomi yang ditandai dengan munculnya banyak perusahaan multinasional (Multi National Enterprise) yang beroperasi di manca negara. Dalam kasus transfer pricing di bidang perpajakan di Indonesia, Di dapat dari laporan masyarakat ke Kementrian ESDM bahwa PT. Adaro melakukan manipulasi guna menghindari pembayaran royalti dan pajak yang harusnya dibayarkan ke kas negara, akan sangat merugikan negara. Dari laporan itu, Adaro diduga menjual batu bara di bawah standar harga internasional dengan rata-rata US$ 26,3 per ton. Penjualannya dilakukan Adaro dengan perusahaan afiliasinya yang bermarkas di Singapura, Coaltrade Service International Ltd. Akibat praktik manipulasi harga itu diperkirakan negara merugi sedikitnya Rp 10 triliun Pengusutan kasus yang dimulai awal Januari itu juga melibatkan Departemen ESDM, Ditjen Pajak, serta Badan Pengawas
Keuangan
dan
Pembangunan
(BPKP).(http://transferpricingindonesia.blogspot.co.id/2014_11_01_archive.html) http://nasional.inilah.com/read/detail/13428/usut-tuntas-kasus
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dan
3
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan juga mempunyai aturan yang menangani masalah transfer pricing, yaitu Pasal 18. Aturan transfer pricing biasanya mencakup beberapa hal, yaitu: pengertian hubungan istimewa, wewenang menentukan perbandingan utang dan modal, dan wewenang untuk melakukan koreksi dalam hal terjadi transaksi yang tidak arm’s length. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur di Pasal 18 ayat (4) yaitu: hubungan istimewa antara Wajib Pajak Badan dapat terjadi karena pemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan lainya sebanyak 25% (dua puluh lima persen) atau lebih, atau antara beberapa badan yang 25% (dua puluh lima persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan. Hubungan istimewa dapat mengakibatkan ketidakwajaran harga, biaya, atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha. Secara universal transaksi antarwajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut dikenal dengan istilah transfer pricing. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan, dasar pengenaan pajak (tax base) atau biaya dari satu wajib pajak kepada wajib pajak lain yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut. Penelitian tentang pajak yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing sudah pernah dilakukan. Dalam penelitiannya Swenson menemukan bahwa harga dilaporkan pada laporan keuangan akan naik ketika efek gabungan dari pajak dan tarif memberikan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan transfer pricing (Swenson, 2000).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengumumkan kinerja ekspor mobil utuh atau completely built up (CBU) mereka pada tahun lalu. Jumlahnya mencatat rekor yakni lebih dari 118 ribu unit. Jumlah ini setara dengan 70 persen total ekspor kendaraan dari Indonesia tahun lalu. Jika ditambah dengan produk mobil terurai atau complete knock down (CKD) dan komponen kendaraan, maka nilai ekspor pabrik mobil yang 95 persen sahamnya dikuasai Toyota Motor Corporation (TMC) Jepang tersebut mencapai US$ 1,7 miliar atau sekitar Rp 17 triliun. Sayang, ada noda tersembunyi di balik gemerlap prestasi itu. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan memiliki bukti bahwa Toyota Motor Manufacturing memanfaatkan transaksi antar-perusahaan terafiliasi --di dalam dan luar negeri-- untuk menghindari pembayaran pajak. Istilah bekennya transfer pricing. Modusnya sederhana: memindahkan beban keuntungan berlebih dari satu negara ke negara lain yang menerapkan tarif pajak lebih murah (tax haven). Pemindahan beban dilakukan dengan memanipulasi harga secara tidak wajar. Telah terungkap bahwa seribu mobil buatan Toyota Motor Manufacturing Indonesia harus dijual dulu ke kantor Toyota Asia Pasifik di Singapura, sebelum berangkat dan dijual ke Filipina dan Thailand. Hal ini dilakukan untuk menghindari membayar pajak yang tinggi di Indonesia. Dengan kata lain, Toyota di Indonesia hanya bertindak “atas nama” Toyota Motor Asia Pacific Pte., Ltd – yaitu nama unit bisnis Toyota yang berkantor di Singapura. Dari kasus diatas disimpulkan bahwa PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia untuk menghindari pajak di Indonesia apabila menjual langsung ke Filipina dan Thailand mereka dengan sengaja menjual produk tersebut ke
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Toyota Motor Asia Pasific Ltd dikarenakan memanfaatkan tax heaven country yang ada di Singapura. “Membongkar transfer pricing adalah pertarungan negara melawan perusahaan multinasional,” kata Direktur Jenderal Pajak, Fuad Rahmani, kepada Tempo awal Februari 2012 lalu. (http://investigasi.tempo.co/toyota/) Selain motivasi pajak, keputusan untuk melakukan transfer pricing juga dipengaruhi oleh mekanisme bonus. Bonus merupakan penghargaan yang diberikan oleh RUPS kepada anggota Direksi setiap tahun apabila perusahaan memperoleh laba. Sistem pemberian kompensasi bonus ini akan memberikan pengaruh terhadap manajemen dalam merekayasa laba. Manajer akan cenderung melakukan tindakan yang mengatur laba bersih untuk dapat memaksimalkan bonus yang akan mereka terima. Protes yang dilayangkan buruh perusahaan PT. Kiani Kertas di Berau, Kalimantan Timur, yang menuntut pelunasan pembayaran gaji dan mekanisme bonus yang diterima. Awalnya, lebih dari 1.000 karyawan perusahaan kertas yang disebutsebut terbesar di Asia Tenggara itu akan menggelar aksi unjuk rasa ke kantor Pemkab Berau. "Kita batalkan dulu aksi karena perusahaan janji gaji akan dibayar sebagian. Memang berulang kali seperti itu, ketika kita aksi, maka akan dibayar sebulan," kata Suyadi saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (24/6/2014). Mereka melakukan hal itu agar memenuhi target laba yang di inginkan agar bisa terus berekspansi dan mengembangkan perusahaan mereka ke luar negeri. Namun hal ini sudah dibantah Direktur Utama PT Kertas Nusantara Winson Pola. Kata dia, masalah pembayaran upah kepada buruh sudah diselesaikan dengan baik antara
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
manajemen perusahaan dengan serikat pekerja PTKN. "Isu keterlambatan pembayaran gaji dan bonus karyawan akibat masalah operasional perusahaan," kata Winson dalam keterangan
yang
diterima
media,
Jumat
(30/5/2014).
(http://www.jpnn.com/read/2014/05/31/237526/Serangan-ke-Prabowo-soal-UpahBuruh-Dianggap-Lagu-Lama) Faktor non pajak adalah kepemilikan asing. Perusahaan di Asia kebanyakan memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi. Dalam struktur kepemilikan yang terkonsentrasi, pemegang saham pengendali memiliki posisi yang lebih baik karena pemegang saham pengendali dapat mengawasi dan memiliki akses informasi yang lebih baik dibanding pemegang saham non pengendali sehingga menimbulkan potensi pada pemegang saham pengendali untuk terlibat jauh dalam pengelolaan perusahaan. Pemegang saham pengendali menurut PSAK No. 15 adalah entitas yang memiliki saham sebesar 20% atau lebih baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga entitas dianggap memiliki pengaruh signifikan dalam mengendalikan perusahaan. Pemegang saham pengendali dapat dimiliki oleh seseorang secara individu, pemerintah, maupun pihak asing. Pada saat kepemilikan saham yang dimiliki pemegang saham pengendali asing semakin besar, pemegang saham pengendali asing memiliki kendali yang semakin besar dalam menentukan keputusan dalam perusahaan yang menguntungkan dirinya termasuk kebijakan penentuan harga maupun jumlah transaksi transfer pricing. Hal ini dimungkinkan bahwa kepemilikan asing dapat mempengaruhi banyak sedikitnya transfer pricing yang terjadi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Bisnis.com, JAKARTA—Produsen kertas PT Alkindo Naratama Tbk. (ALDO) mengakuisisi 51% saham PT Alfa Polimer Tbk senilai Rp16,28 miliar sebagai langkah pengembangan usaha perseroan beberapa tahun ke depan. “Transaksi tersebut dapat digolongkan dalam transaksi afiliasi karena penjual dan pembeli memiliki hubungan afiliasi,” ujar manajemen Alkindo Naratama dalam keterbukaan informasi di BEI, Selasa (10/12/2013). Hal ini dikarenakan modal saham yang diterima dari investor asing sehingga PT Alkindo Naratama Tbk memiliki dana yang cukup untuk dapat terus berkembang dan melakukan
ekspansi
keluar
negeri.
(http://www.alkindo.co.id/index.php/pages/detailnews/15) Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini akan menguji kembali Pengaruh Pajak, Mekanisme Bonus, dan Kepemilikan Asing pada keputusan perusahaan untuk melakukan Transfer Pricing. Penelitian ini menggunakan seluruh perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia sebagai sampel. Perusahaan sektor manufaktur periode 2012-2014. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi dengan judul
“Pengaruh Pajak, Mekanisme Bonus, dan
Kepemilikan Asing Pada Keputusan Perusahaan Untuk Melakukan Transfer Pricing. (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
B.
Rumusan Masalah 1. Apakah Pajak berpengaruh pada keputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing? 2. Apakah Mekanisme Bonus berpengaruh pada keputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing? 3. Apakah Kepemilikan Asing berpengaruh pada terhadap keputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing?
C.
Tujuan Penelitian 1. Untuk memberikan bukti empiris Pajak berpengaruh signifikan pada keputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing 2. Untuk memberikan bukti empiris Mekanisme Bonus berpengaruh signifikan pada keputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing 3. Untuk memberikan bukti empiris Kepemilikan Asing berpengaruh signifikan pada keputusan perusahaan dalam melakukan transfer pricing
D.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak antara
lain: a. Secara Teori : 1. Penelitian ini mencoba memberikan bukti empiris faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing 2. Penelitian ini diharpkan dijadikan referensi bagi peneliti sejenis maupun civitas akademika lainnya dalam rangka mengembangkan ilmu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan khususnya di bidang akuntansi keuangan b. Kegunaan Praktik : 1. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi Pejabat Direktorat
Pajak
dalam
melakukan
penyusunan
penyempurnaan
kebijakan transfer pricing yang relevan dengan situasi yang ada sehingga bermanfaat bagi penyusunan peraturan perundang – undangan yang mengatur mengenai perpajakan internasional serta transaksi transfer pricing di Indonesia. 2.
Bagi perusahaan diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan sehingga informasi yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi pihak eksternal.
3.
Bagi investor semoga penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk berinvestasi di perusahaan yang kompeten.
http://digilib.mercubuana.ac.id/