1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lalu lintas mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk memajukan kesejahteraan umum tersebut tentu harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah. Tujuan tersebut tentu saja tidak terlepas dari proses pembentukan hukum dan penegakan hukumnya. Secara umum penegakan hukum lalu lintas dapat diartikan sebagai segala usaha dan kegiatan yang dilaksanakan di bidang lalu lintas agar undang-undang dan ketentuan perundang-udangan ditaati oleh setiap pemakai jalan dalam usaha menciptakan keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. 1 Penegakan hukum lalu lintas tersebut dapat bersifat preventif dan represif. Preventif artinya untuk mencegah serta mengurangi kesempatan maupun peluang terjadinya kemacetan, pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, sedangkan bersifat represif apabila tindakan-tindakan penegak hukum bertujuan untuk menindak para
1
Kunarto, 1999, Masalah Lalu Lintas: Merenungi Kritik Terhadap Polri Buku Ke 5, Cipta Manunggal, Jakarta, hlm. 101-102.
2
pelanggar/kecelakaan sampai tuntas ke pengadilan atau hanya bersifat memperingatkan/teguran (Represive Non Yustisili). 2 Keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas akan dapat diwujudkan jika pengendara kendaraan memilih untuk tertib aturan berlalu lintas yang baik dan benar. Aturan lalu lintas dibuat agar supaya lalu lintas terhindar dari kemacetan, kecelakaan dan hal-hal lain yang disebabkan oleh pelanggaran lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas kerap kali didahului oleh pelanggaran lalu lintas. Sebagaimana diketahui bahwa jalan raya merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. Selanjutnya jalan mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan-keamanan dan hukum serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dengan demikian, maka jalan merupakan suatu kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusatpusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkhi. 3 Hubungan yang hierarkhi ini tentu saja tidak terlepas dari kinerja kepolisian. Keberadaan polisi tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dimana ada masyarakat, di situlah terdapat institusi yang namanya polisi (ubi societas ubi politie). Polisi merupakan sebuah institusi hukum yang cukup tua keberadaannya, setua usia kehidupan bermasyarakat dalam sejarah manusia. Seperti kita ketahui,
2 3
Ibid., hlm. 102. Soerjono Soekanto, 1990, Polisi dan Lalu Lintas (Analisis Menurut Sosiologi Hukum), Mandar Maju, Bandung, hlm. 1.
3
polisi (mulai dalam bentuknya yang amat sederhana sampai polisi modern) di manapun di dunia ini umumnya mempunyai dua peran sekaligus. 4 Pertama, polisi adalah institusi yang bertugas menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, agar tercapai suasana kehidupan aman, tenteram, dan damai (police as a maintenance order officer). Kedua, polisi adalah institusi yang berperan dalam penegakan hukum dan norma yang hidup di masyarakat (police as an enforcement order officer). Pada pelaksanaan peran demikian, polisi adalah institusi yang dapat memaksakan berlakunya hukum. Manakala hukum dilanggar, terutama oleh perilaku menyimpang, maka diperlukan peran polisi guna memulihkan keadaan (restitutio in integrum) dengan memaksa si pelanggar hukum untuk menanggung akibat dari perbuatannya. 5 Begitu pun dengan pelanggaran-pelanggaran lalu lintas di jalan raya yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan, dalam hal ini peranan polisi menjadi sangat penting. Menurut Kunarto, berdasarkan pengalamannya, pada waktu polisi lalu lintas mengadakan operasi khusus secara intensif (Operasi Patuh), maka dapat dipastikan bahwa angka pelanggaran dan kecelakaan akan menurun. Namun sesudah operasi selesai, angka pelanggaran dan kecelakaan kembali meningkat. Dengan demikian jelas bahwa antara penegakan hukum dengan keselamatan ada kaitan yang erat. 6
4
Pudi Rahardi, 2007, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Laksbang Mediatama, Surabaya, hlm.173. 5 Ibid. 6 Kunarto, Loc. Cit.
4
Kecelakaan lalu lintas adalah salah satu dari sekian banyak masalah lalu lintas yang dihadapi oleh pemerintahan dari hampir semua negara di dunia yang memiliki jumlah penduduk
yang
sangat
besar, terutama di kota-kota
metropolitan. 7 Menurut Andrew R. Cecil yang dikutip dari harian Pos Kota, di Indonesia kecelakaan lalu lintas menjadi pembunuh nomor dua setelah penyakit TBC. Setiap tahun rata-rata 28.000 korban jiwa di jalan raya yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Tingginya jumlah korban menunjukkan tingkat keselamatan jalan yang rendah. Menurut Suroyo, “Analisis pengelolaan lalu lintas sebenarnya bukan terletak pada peraturan, tetapi mekanisme kontrol dan koordinasi yang kurang antara keselamatan jalan sebagai prioritas utama dengan investasi dari para stakeholder”. 8 Penegakan hukum di bidang lalu lintas memang sejatinya perlu di perketat lagi, mengingat tingginya angka kecelakaan setiap tahunnya. Dalam melakukan upaya penegakan hukum ini tidak terlepas dari kinerja aparatur kepolisian dan juga tidak terlepas dari kebijakan hukum yang bagaimanakah yang ditempuh oleh polisi sebagai penegak hukum dalam rangka pencegahan dan penanggulangan untuk mencapai keselamatan lalu lintas. Orientasi peran polisi sebagai penegak hukum dan penegak ketertiban diperhadapkan dengan kondisi masyarakat yang berbeda latar belakang budaya akan menambah peran-peran lainnya dari polisi yang dimungkinkan terjadi konflik peran satu dengan yang lainnya. 9
7
Andrew R. Cecil, et al., 2011, Penegakan Hukum Lalu Lintas: Panduan Bagi Para Polisi dan Pengendara, Nuansa, Bandung, hlm. 5. 8 Ibid., hlm. 6. 9 Pudi Rahardi, Op. Cit., hlm. 194.
5
Suatu sikap penegak hukum merupakan kecenderungan untuk melakukan atau tidak berbuat. Dalam melakukan tugas-tugasnya, tidak jarang penegak hukum melaksanakan diskresi. Diskresi merupakan pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah yang dihadapi, dengan tetap berpegang pada peraturan. Walaupun ada diskresi yang memungkinkan tanpa berpegang pada peraturan, karena belum ada peraturannya. 10 Diskresi dimungkinkan oleh polisi dalam pengambilan keputusan yang tidak terikat pada hukum dan tergantung penilaian pribadi dari petugas polisi. 11 Tugas
polisi
sebagai
penyidik
dalam
sistem
peradilan
pidana
menempatkannya dalam jajaran paling depan, sehingga polisi dituntut untuk bisa menyeleksi atau memilah-milah perkara mana yang pantas untuk diajukan ke pengadilan atau tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Tanpa adanya penyeleksian oleh polisi pada saat penyidikan maka akan terjadi penumpukan perkara yang nantinya tidak efektif dan efisien bagi semua pihak. Dalam hal ini pengambilan keputusan oleh polisi menjadi hal yang penting adanya. 12 Diskresi kepolisian sebenarnya bukan masalah sederhana, di sini kadangkadang terjadi konflik kepentingan antara hukum dan masyarakat. Di sini dituntut bukan saja pertimbangan pengabdian dan kewajiban untuk segera menyelesaikan saja, tetapi diperlukan dukungan intelektual bagi anggota polisi agar dampaknya betul-betul efektif dan efisien. Polisi harus mampu memilih keputusan yang
10
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 6. Pudi Rahardi, Loc. Cit. 12 Bram dhananjaya, “Implementasi Kewenangan Diskresi Kepolisian Dalam Penyelesaian Perkara Kecelakaan Lalu Lintas Di Luar Pengadilan”, Jurnal, hlm. 3, 2014. 11
6
paling/terbaik di antara berbagai alternatif. 13 Misalnya saja di wilayah hukum Kepolisian Resort Kota Yogyakarta, kasus kecelakaan lalu lintas justru mendominasi diselesaikan melalui diskresi. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan hukum dari aparat kepolisian itu sendiri. Sepanjang tahun 2014, Penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas mayoritas diselesaikan di luar sidang pengadilan. Dari 496 jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas di Kota Yogyakarta, sebanyak 451 kejadian diselesaikan di luar sidang pengadilan negeri. 14 Ini menunjukkan besarnya pengaruh penyidik kepolisian dalam memutuskan upaya penal atau pun non penal pada kasus tersebut. Tugas dan wewenang penyidik kepolisian ini tentu harus bertujuan untuk mewujudkan suatu hukum yang efektif. Hukum yang efektif berarti bahwa hukum itu mencapai tujuannya, yakni kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan ketenteraman. Efektivitas hukum itu antara lain dapat diukur dari derajat kepatuhan warga masyarakat yang kepentingannya diatur oleh hukum. Misalnya, efektivitas perundang-undangan lalu lintas akan dapat diukur dari derajat kepatuhan hukum para pemakai jalan. 15 Kalau hukum efektif, maka hal itu berarti bahwa penegakan hukum dilakukan secara adil. Dengan demikian terdapat kaitan langsung antara efektivitas hukum dengan penegakan hukum, dari sudut pandangan tertentu, maka efektivitas hukum tergantung pada penegakan hukum yang adil atau tidak. Akan tetapi, proses penegakan hukum itu sendiri dipengaruhi oleh pelbagai faktor. Hal
13
M. Faal, 1991, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 21. 14 Unit Kecelakaan Lalu Lintas Polresta Yogyakarta, pada tanggal 30 April 2015. 15 Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 22.
7
ini disebabkan oleh karena proses penegakan hukum yang adil berarti adanya keserasian antara nilai-nilai hukum, kaidah-kaidah hukum dan perilaku nyata warga masyarakat. Kecocokan antara ketiga hal itu merupakan ukuran keadilan proses penegakan hukum, apabila penegakan hukum dianggap adil, maka rasa aman dan nyaman akan tercipta. 16 Oleh karena itu, penilaian kepolisian dalam memutuskan suatu perkara atau diskresi ini sangat rentan terjadi penyimpangan dalam penyidikan, karena sampai saat ini belum ada peraturan yang konkrit yang mengatur mengenai diskresi, hanya saja dalam pengambilan keputusan polisi ditugaskan agar tetap mengacu pada aturan yang telah ada sebelumnya. Hal ini tentu saja berdampak pada keadilan bagi tersangka maupun korban dari kecelakaan lalu lintas itu sendiri. Apakah diskresi itu sesuai dengan rasa keadilan mereka atau tidak. Berkaitan dengan keadilan, menurut John Rawls, prinsip-prinsip keadilan bagi struktur dasar masyarakat merupakan tujuan dari kesepakatan. Hal-hal itu adalah prinsip yang akan diterima orang-orang yang bebas dan rasional untuk mengejar kepentingan mereka dalam posisi asali ketika mendefinisikan kerangka dasar asosiasi mereka. 17Lantas bagaimana dengan diskresi yang dilakukan oleh polisi dalam menangani kasus kecelakaan lalu lintas di jalan raya, apakah diskresi sudah dijalankan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat atau justru sebaliknya, hal ini tentu saja perlu sebuah penelitian yang komprehensif agar pertanyaan tersebut dapat terjawab.
16 17
Ibid. John Rawls, 1971, A Theory of Justice, Teori Keadilan: Dasar-Dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial Dalam Negara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 12.
8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan untuk diteliti adalah: 1. Bagaimana tindakan diskresi oleh penyidik kepolisian terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya? 2. Bagaimana bentuk tanggung jawab pelaku pada kasus yang diselesaikan secara diskresi?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif Penelitian ini secara obyektif memiliki tujuan untuk mengetahui, menganalisis, menelaah, dan memahami tindakan diskresi yang dilakukan oleh penyidik terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya dan bentuk tanggung jawab pelaku pada kasus yang diselesaikan secara diskresi. 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini secara subjektif dilaksanakan dalam rangka penyusunan tesis sebagai syarat akademis peneliti untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H.) pada Program Magister Ilmu Hukum, Klaster Pidana, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
9
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, lebih khusus bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum, khususnya hukum pidana berkaitan dengan diskresi yang dilakukan oleh penyidik kepolisian terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para praktisi hukum, akademisi dan regulator dalam rangka menerapkan, mengembangkan dan membentuk hukum khususnya berhubungan dengan masalah penegakan hukum terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang penulis lakukan, terdapat beberapa karya tulis baik yang berupa skripsi, tesis maupun disertasi yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Karya tulis ilmiah yang penulis maksud adalah: 1. Tesis yang dibuat oleh saudara Chryshnanda Dwilaksana,pada Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian, Universitas Indonesia, dengan judul “Corak Diskresi Dalam Proses Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas di Polres Blambangan”. 18 Adapun rumusan masalah yang dibahas yaitu: Bagaimanakah diskresi birokrasi kepolisian dalam proses penyidikan 18
Chryshnanda Dwilaksana, “Corak Diskresi Dalam Proses Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas di Polres Blambangan”, Tesis, Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, 2001.
10
kecelakaan lalu lintas pada tingkat polres yang tercermin pada tingkat kebijaksanaan birokrasi serta pada tingkat individual petugas polisi yang cenderung menjadi korupsi? Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan: Bahwa ditemukan adanya tindakan-tindakan diskresi yang menyimpang sebagai akibat lemahnya sistem kontrol dan kendali, yang ditunjukan adanya tindakan-tindakan kolusi antara penyidik dan penyidik pembantu dengan pihak tersangka, pihak kejaksaan atau pihak pengadilan. Di samping itu juga adanya pemerasan yang dilakukan oleh penyidik pembantu terhadap pihak tersangka. Tindakan penyuapan yang dilakukan oleh pihak tersangka kepada penyidik atau penyidik pembantu untuk menagguhkan atau menghentikan perkaranya. Pertimbangan dilakukannya tindakan diskresi oleh petugas dalam menyelesaikan atau menangani kasus kecelakaan lalu lintas, di samping kebijaksanaan penyidik atau penyidik pembantu juga dipengaruhi beberapa faktor antara lain karena tuntutan dari pihak korban pada umumnya adalah tuntutan ganti rugi atau santunan dari pihak tersangka dan adanya kewajiban untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau organisasi. Tindakan tersebut bukan semata-mata kesalahan oknum penyidik atau penyidik pembantu tetapi juga dari faktor kebijaksanaan dalam organisasi yang menjadikan diskresi sebagai upaya untuk mencari keuntungan untuk pribadi atau organisasi. Tindakan diskresi yang menyimpang sebagai akibat lemahnya sistem kontrol dan kendali, kurangnya dukungan anggaran untuk operasional, adanya tuntutan
11
atau kewajiban yang harus dipenuhi baik untuk pribadi atau dalam unit, di samping itu juga kurangnya gaji petugas kepolisian. 2. Skripsi yang dibuat oleh Naely Nasikhah Faoziyah, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, dengan judul “Penyelesaian Non-Penal Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Analisis Terhadap Perkara Polres Bantul No. Pol: LP/106/II/2014/Lantas Polres Bantul)”. 19 Adapun rumusan masalah yang dibahas yaitu: (1) Bagaimana penyelesaian non-penal terhadap perkara kecelakaan lalu lintas No. Pol: LP/106/II/2014/Lantas di Polres Bantul? (2) Apakah penyelesaian nonpenal tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan? Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ditarik kesimpulan: (1) Penyelesaian nonpenal
terhadap
perkara
kecelakaan
lalu
lintas
No.
Pol:LP/106/II/2014/Lantas di Polres Bantul ditempuh karena banyaknya permintaan dari masyarakat yang menginginkan kasusnya cepat segera terselesaikan. Pada saat penyelesaian non-penal tersebut para pihak yaitu pihak
korban dan
pihak
tersangka
melakukan pertemuan guna
bermusyawarah, dalam musyawarah tersebut kedua belah pihak samasama memberitahukan apa yang diinginkan, apabila terjadi sebuah kesepakatan maka hasilnya dibuat dalam bentuk surat kesepakatan damai. Penyelesaian di luar pengadilan tersebut dilakukan dengan adanya kewenangan diskresi kepolisian yang berhak melakukan tindakan lain
19
Naely Nasikhah Faoziyah, “Penyelesaian Non-Penal Dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Analisis Terhadap Perkara Polres Bantul No. Pol: LP/106/II/2014/Lantas Polres Bantul)”, Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014.
12
dengan penilaian pribadi guna mencapai keadilan. (2) Penyelesaian nonpenal tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Namun, penyelesaian tersebut tetap dilaksanakan guna mencapai keadilan restoratif. Dari dua karya tulis di atas, maka penelitian yang dilakukan oleh penulis secara khusus mengkaji tentang diskresi oleh penyidik kepolisian terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Meskipun terdapat beberapa karya tulis ilmiah yang mengkaji tentang diskresi kepolisian, namun penelitian ini memiliki objek penelitian yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Setelah penulis melakukan penelusuran dan pengamatan, penelitian dengan objek yang sama belum pernah penulis temukan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada maupun di tempat lain. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana diskresi oleh penyidik kepolisian terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan raya? 2) Bagaimana bentuk tanggung jawab pelaku pada kasus yang diselesaikan secara diskresi? Adapun perbedaan antara karya tulis yang pertama dengan rumusan masalah yang pertama pada penulisan ini adalah, jika karya tulis pertama cenderung kepada kebijaksanaan birokrasi pada tingkat individual petugas polisi yang cenderung menjadi korupsi, namun dalam penulisan ini lebih kepada apakah diskresi dalam kasus kecelakaan lalu lintas sudah mengacu pada hukum positif yang ada sehingga tidak terjadi penyimpangan dalam penyidikan untuk kepentingan aparat kepolisian itu sendiri, selain itu bagaimana penyidik kepolisian dalam memberikan diskresi, faktor-faktor yang mempengaruhinya hingga pertimbangan-pertimbangan dalam memutuskan pengambilan diskresi
13
serta apakah diskresi oleh penyidik kepolisian sudah memenuhi rasa keadilan bagi tersangka maupun korban dalam kasus kecelakaan lalu lintas.