BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sejak dahulu manusia selalu bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ciri tersebut selalu tampak pada pola kehidupan manusia baik sebagai bangsa primitif maupun bangsa modern. Mobilitas merupakan salah satu sifat hakiki manusia yang tidak pernah puas terpaku pada suatu tempat untuk memenuhi tuntutan kelangsungan hidupnya. Pada zaman modern ditandai dengan meningkatnya pertambahan penduduk serta perkembangan sosial ekonomi yang ditunjang dengan kemajuan teknologi sehingga mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Teori motivasi yang dikemukakan Abraham Maslow menyebutkan bahwa manusia selalu terdorong untuk memenuhi kebutuhan yang kuat sesuai waktu, keadaan dan pengalaman yang bersangkutan dengan mengikuti suatu hirarki (Muljadi, 2009: 5). Dorongan seseorang
untuk melakukan perjalanan akan menimbulkan
permintaan-permintaan berupa jasa pariwisata yang disediakan oleh masyarakat, sehingga permintaan akan jasa pariwisata tersebut juga juga akan meningkat apabila terjadi peningkatan jumlah orang yang melakukan perjalanan. Pada saat ini terdapat kecenderungan untuk melihat pariwisata sebagai suatu kegiatan yang wajar dan suatu permintaan yang wajar pula untuk dipenuhi. pariwisata tidak saja dilihat sebagai suatu fenomena sejak zaman purbakala manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan perjalanan. Fenomena pariwisata baik dalam arti yang sempit adalah kenikmatan perjalanan atau kunjungan sebagai dorongan, dalam arti luas fenomena pariwisata
1
2
merupakan berbagai dampak pada sendi-sendi kehidupan manusia dan masyarakat antara lain sosial ekonomi, soaial budaya, politik, dan lingkungan hidup. Era globalisasi pada dasarnya adalah proses penciptaan dan pengintegrasian ekonomi global di bawah hegemoni kapitalis (Susilo dalam Ginaya, 2010: 1). Lebih jauh dinyatakan oleh Susilo bahwa semangat globalisasi adalah perdagangan bebas untuk barang dan jasa, kebebasan sirkulasi kapital, dan berpengaruh terhadap bidangbidang kehidupan lain sehinga globalisasi menjadi proses transformasi global makin nyata diberbagai bidang (politik, budaya, dan ekonomi). Dari aspek globalisasi nonekonomik, globalisasi budaya didefinisikan oleh sosiolog Peter Berger ( Wolf, 2007: 21) sebagai satu kelanjutan, walaupun dalam bentuk insentif dan dipercepat, dari tantangan yang sudah selalu ada terhadap modernisasi. Di tingkat budaya, hal ini adalah tantangan besar pluralisme: kehancuran tradisi yang sudah diangap terbiasa dan timbulnya pilihan beragam untuk kenyakinan, nilai, dan gaya hidup. Tidak salah mengatakan bahwa ini sebetulnya adalah tantangan besar kebebasan yang meningkat bagi individu maupun kolektivitas (Wolf, 2007: 21). Budaya global (global cultural) adalah sebuah konsep yang menjelaskan tentang mendunianya berbagai aspek kebudayaan, dalam budaya global tersebut terjadi proses penyatuan, kesalingberkaitan, dan kesalingterhubungkan. Oleh sebab itu, budaya global sering diidentikan dengan proses penyeragaman budaya atau imperialisme budaya (Piliang, 2004: 285). Sebagai konsekuensi dari konsep dunia tunggal tersebut, maka di era global sekarang ini semakin dekatnya jarak antara satu wilayah dengan wilayah lain akibat perkembangan pesat teknologi informasi dan transportasi yang memberi dampak pada kualitas interaksi sosial sudah tidak dilakukan secara langsung lagi (direct communication personal). Appadurai (1993)
3
menganalisis, lima dimensi
aliran budaya global, terdiri atas (a) ethnoscapes,
pergerakan manusia seperti wisatawan, imigran, orang buangan, pekerja asing; (b) Mediascapes, mengacu pada distribusi kemampuan elektronik untuk memproduksi dan menyebarkan informasi; (c) technoscapes, adalah pergerakan teknologi dengan kecepatan tinggi dan melewati berbagai jenis batas yang ada sebelumnya; (d) finanscapes, modal global yang bergerak cepat; ideoscapes, adanya pergerakan ideologi. Pariwisata merupakan suatu kegiatan jasa yang dapat membuka keterisolasian geografis dan sosial melalui bentuk-bentuk sosial budaya antara penduduk lokal dengan para wisatawan yang mengunjungi suatu wilayah. Pertemuan antara tuan rumah dan tamu dipandang dapat memberikan dampak positif bagi warga masyarakat dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.
Penataan sektor
pariwisata secara teratur oleh pemerintah dan didukung sepenuhnya oleh kesadaran masyarakat, mendorong kedatangan jumlah wisatawan
ke Indonesia mengalami
peningkatan yang sangat pesat. Meningkatnya jumlah kunjungan wisata memberikan dampak positif pada sektor pendukung lainnya seperti dunia usaha dan ketenagakerjaan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Pembangunan sektor pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu meningkatkan devisa, mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat termasuk perluasan lapangan kerja. Pembangunan pariwisata dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk memupuk rasa cinta tanah air dan memperkaya kebudayaan daerah, meningkatkan keanekaragaman objek dan daya tarik wisata serta atraksi wisata. Dengan demikian maka sangat diperlukan peran serta aktif masyarakat dalam
4
meningkatkan pengetahuan
dan teknologi untuk kepentingan pariwisata. Sektor
pariwisata di Indonesia merupakan penyumbang devisa terbesar ke dua setelah migas. Bali merupakan daerah tujuan wisata di Indonesia yang banyak diminati oleh wisatawan yang berasal dari negara-negara maju terutama dari eropa, karena memiliki berbagai potensi wisata baik keindahan alam, keunikan budaya maupun dari kehidupan sosial masyarakatnya yang mayoritas beragama hindu. Dengan demikian bagi mereka yang bekerja di industri pariwisata, kemampuan dalam berbahasa asing merupakan investasi yang bagus. Banyak wisatawan dari Jerman, Austria dan Swiss serta negara-negara lain pengguna bahasa Jerman berpergian ke Bali. Wisatawan berbahasa Jerman yang datang ke Bali ada yang datang secara individu maupun dengan bentuk rombongan yang telah memiliki rencana dan jadwal program wisata sebagai rangkaian kegiatan yang diinginkan wisatawan, mengingat tipe wisatawan Jerman yang sangat berbeda dengan wisatawan lainnya, wisatawan Jerman lebih menyukai objek-objek wisata non touristic (sepi), menyukai tempat-tempat yang memiliki budaya yang berbeda dengan budaya mereka serta lebih menyukai penggunaan bahasa ibu mereka (bahasa Jerman) sebagai alat komunikasi (Kristanto, 2008: 2). Bahasa Jerman juga berperan besar dalam dunia pariwisata Indonesia khususnya Bali sebagai salah satu tujuan wisata dunia yang paling populer. Dengan demikian mutlak diperluka suatu wadah yang dapat menjembatani ketika wisatawan yang berbahasa Jerman datang ke bali untuk menikmati keindahan pulau Bali, PT Nusa Dua Bali Tour and Travel merupakan penyedia jasa pariwisata yang berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan wisatawan untuk melihat budaya serta keindahan alam Bali. PT NDBT menempatkan bahasa Jerman sebagai salah satu
5
komoditi dalam menjaring wisatawan eropa yang berbahasa Jerman. Hal tersebut sejalan dengan pikiran Witgenstein dan Rorty bahwa bagaimana cara memahami dunia yang menghasilkan berbagai deskripsi dunia ini dan memakainya sesuai dengan tujuan, merepresentasikan dunia dan menerima metafora bahasa sebagai alat yang digunakan untuk bertindak di dunia (Barker, 2008: 99). Perkembangan pariwisata yang makin mengglobal dewasa ini, tuntutan terhadap profesionalisme makin tinggi. Seorang pramuwisata harus memiliki kompetensi agar mampu memberikan pelayanan dengan baik, baik skill dalam bidang pemanduan, bahasa, maupun pengetahuan tentag budaya yang dimiliki oleh wisatawan yang di pandunya. Seiring dengan hal tersebut di atas, Atmaja (2008 : 2) menyatakan bahwa ada tiga hal pokok yang harus dimiliki oleh seorang pramuwisata professional, yaitu (1) keterampilan (skill), (2) pengetahuan (Knowledge), (3) etika/moral (ethics). Harus dijalankan secara seimbang karena ketiga-tiganya saling berhubungan satu dengan lainnya. Perkembangan kepariwisataan Bali menuntut kemampuan sumber daya manusia yang memadai, terutama keterampilan para pramuwisatanya, mengingat wisatawan asing yang datang ke Bali dari seluruh penjuru dunia salah satunya adalah dari Eropa yang berbahasa Jerman. Sesuai dengan nama yang disandang oleh tenaga kepariwisataan yakni pramuwisata yang artinya tenaga yang memberikan pelayanan terhadap mereka yang datang ke suatu daerah tujuan wisata dan memberikan informasi tentang objek-objek wisata, dan memberikan penerangan objek-objek wisata dengan baik dan benar, serta mampu berbahasa asing yang memadai dan dapat dimengerti oleh wisatawan, berpenampilan ceria bersih menyenangkan sopan jujur
6
bekerja tidak mengenal lelah dalam waktu yang tak terbatas, dan hasilnyapun kadang jauh dari harapan bagi kehidupan Pramuwisata itu sendiri. Pramuwisata diartikan sebagai setiap orang yang memimpin kelompok yang terorganisir untuk jangka waktu singkat maupun jangka waktu yang panjang. Tugas pramuwisata memiliki beberapa spesifikasi tergantung dari tugas apa yang sedang di lakukan (sesuai dengan kemampuannya). Seorang pramuwisata khusus di lokasi yang khusus/tertentu disebut pramuwisata lokal yang biasanya menjadi petugas tetap di lokasi tersebut (contoh: Museum, botanical garden, zoo dan lain-lain). Memandu adalah kegiatan yang beresiko baik risiko dalam skala kecil maupun risiko dalam skala besar. Risiko-risiko dan kejadian yang terjadi dalam tour akan dihadapi oleh semua pramuwisata baik yang pemula maupun yang profesional. Pramuwisata adalah pelaku pariwisata yang memiliki kompetensi bahasa Jerman dalam memandu wisatawan yang berbahasa Jerman di Bali. Kegiatan pemanduan wisata merupakan kegiatan pramuwisata dalam memberikan jasa atau layanan kepada wisatawan mulai wisatawan tiba di bandara, mengantar check in di hotel, memandu kegiatan wisata, hingga mengantar wisatawan tersebut check out dari hotel menuju bandara. Menurut data Dinas Pariwisata Propinsi Bali dan DPD Himpunan Pramuwisata Bali tahun 2008, tercatat kurang lebih 500 orang Pramuwisata yang memiliki kemampuan berbahasa Jerman (Kristanto, 2008: 3). Dan menurut data DPD Himpunan Pramuwisata Bali tahun 2011 tercatat 144 pramuwisata berbahasa Jerman yang masih aktif melakukan pemanduan, dari jumlah Pramuwisata tersebut, mereka bekerja melayani wisatawan berbahasa Jerman tersebar diberbagai biro perjalanan wisata yang ada di propinsi Bali, salah satu dari sekian bayak biro perjalanan wisata
7
tersebut adalah bekerja pada biro perjalanan wisata PT. Nusa Dua Bali Tour and Travel PT. Nusa Dua Bali Tour and Travel sebagai salah satu biro perjalanan wisata yang berlokasi
di jalan By Pass Ngurah Rai nomor 300B, Kecamatan Kuta
Kabupaten Badung merupakan sebuah perusahan yang bergerak di bidang usaha perjalanan wisata yang pada awal pendiriannya sampai saat ini menjaring wisatawan dari eropa terutama negara yang berbahasa Jerman. Menurut Ardana salah seorang kepala divisi reservasi PT NDBT mengatakan bahwa pada saat ini Jerman merupakan pangsa pasar utama bagi PT NDBT, jumlah rata-rata pertahun wisatawan berbahasa Jerman yang menggunakan jasa PT. NDBT mencapai angka 600 orang, dan mampu menyumbangkan keuntungan 60% dari total pendapatan perusahaan dalam kurun waktu satu tahun,
10 % disumbangkan dari wisatawan Afrika selatan sisanya
merupakan campuran antara wisatawan Jepang, Amerika Latin serta negara-negara asia lainnya. PT NDBT juga mempekerjakan kurang lebih 15 orang pramuwisata berbahasa Jerman yang berstatus aktif melakukan pemanduan. Pemilihan objek penelitian tentang pergulatan eksistensial pramuwisata berbahasa Jerman pada PT NDBT yang beralamat di Tuban Kabupaten Badung berdasarkan atas pertimbangan dari observasi yang dilakukan, ternyata PT NDBT mulai awal berdirinya pada tahun 1985 sampai sekarang menjaring wisatawan berbahasa Jerman dari berbagai negara di eropa, bahkan PT. NDBT memiliki kantor pemasaran di negara Jerman. Kegiatan pramuwisata dalam memandu wisatawan berbahasa Jerman tentu memerlukan kemampuan pramuwisata dalam berbahasa Jerman yang memadai. Bahasa Jerman merupakan salah satu bahasa asing dari sekian bahasa asing yang ada
8
di Indonesia. Kedudukan bahasa Jerman sebagai bahasa asing khususnya di Bali sangat penting, terutama sebagai sarana komunikasi dalam aktivitas pariwisata khususnya antara pramuwisata dengan wisatawan yang berbahasa Jerman (Kristanto, 2008: 2). Memandu wisatawan tidak hanya sekedar mengantar wisatawan berbahasa Jerman ke objek-objek wisata, tetapi diperlukan juga pengetahuan khusus, metode, dan teknik tertentu baik bahasa Jerman yang memadai maupun pengetahuan tentang budaya dan objek yang dikunjungi. Pramuwisata merupakan ujung tombak pariwisata yang tidak hanya memberikan informasi mengenai objek wisata, tetapi juga dapat memberikan citra baik maupun buruk bagi daerah dan bangsa di mata wisatawan asing. Menurut data statistik bandara Ngurah Rai Denpasar (2009), kedatangan wisatawan Jerman di Bali selama tahun 2007 berjumlah 68.135 orang. Pada tahun 2008 jumlah wisatawan Jerman ke Bali mencapai 81.790 orang. Wisatawan Jerman berlibur ke Bali sebanyak 15.655 orang selama tiga bulan periode Januari-Maret 2010, meningkat 23,96 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya tercatat 12.629 orang. “Mereka sebagian besar datang lewat Bandara Ngurah Rai dengan menumpang pesawat yang terbang langsung dari negaranya, dan 497 orang melalui pelabuhan dengan menumpang kapal pesiar,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Ida Komang Wisnu di Denpasar. Menurut Wisnu, wisatawan Jerman menempati urutan kesepuluh memberikan kontribusi sebesar 2,78 persen dari total wisman ke Bali sebanyak 563.778 orang selama tiga bulan pertama 2010 (Antaranews, Selasa 25 Mei 2010). Ini menunjukan jumlah wisatawan Jerman yang datang ke Bali dari tahun ke tahun terus meningkat seiring paket-paket wisata yang ditawarkan dengan harga terjangkau.
9
Pekerjaan sebagai Pramuwisata berbahasa Jerman sangatlah menjanjikan untuk kehidupan yang layak bagi kelangsungan hidup pramuwisata dan keluarganya, oleh karena itulah, seorang pramuwisata berbahasa Jerman harus memiliki kompetensi dalam kepemanduan, dan kompleksitas permasalahan yang ada dalam proses pemanduan. Meskipun kunjungan wisatawan berbahasa Jerman terus meningkat dari waktu ke waktu ke Bali, namun jumlah wisatawan berbahasa Jerman yang menggunakan jasa PT. NDBT justru mengalami penurunan. Itulah sebabnya pramuwisata berbahasa Jerman yang bekerja pada PT. NDBT bergulat melakukan usaha-usaha agar tetap di berikan pekerjaan sebagai tenaga Pramuwisata. Berdasarkan uraian di atas
maka peneliti tertarik mengadakan
penelitian dengan judul ”Pergulatan Eksistensial Pramuwisata berbahasa Jerman pada PT. Nusa Dua Bali Tour and Travel, Tuban, Badung”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk pergulatan eksistensial pramuwisata berbahasa Jerman pada PT. NDBT di Tuban Kabupaten Badung ? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pergulatan eksistensial pramuwisata berbahasa Jerman pada PT. NDBT di Tuban Kabupaten Badung? 3. Bagaimana implikasi pergulatan eksistensial pramuwisata berbahasa Jerman pada PT. NDBT di Tuban Kabupaten Badung ?
10
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini di bagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pergulatan eksistensial pramuwisata berbahasa Jerman pada biro perjalanan wisata PT NDBT di Tuban Kabupaten Badung.
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui bagaimana bentuk pergulatan eksistensial pramuwisata Jerman pada biro perjalana wisata PT NDBT di Tuban Kabupaten Badung. 2. Untuk memahami faktor-faktor pendukung pergulatan eksistensial pramuwisata Jerman pada biro perjalanan wisata PT NDBT di Tuban Kabupaten Badung. 3. Untuk menginterpretasikan implikasi dalam pergulatan eksistensial pramuwisata berbahasa Jerman pada PT NDBT di Tuban Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian dengan judul Pergulatan Eksistensial Pramuwisata Berbahasa Jerman pada PT. Nusa Dua Bali Tour and Travel di Tuban Kabupaten Badung ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis dan praktis seperti di bawah ini.
1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan akademik sebagai tolok ukur untuk perkembangan keilmuan khususnya Pergulatan Eksistensial Pramuwisata
11
Berbahasa Jerman yang terjadi pada PT NDBT di Tuban Kabupaten Badung. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dalam ilmu kajian budaya sebagai sebuah ilmu yang multidisipliner berkenaan dengan
pergulatan
eksistensial pramuwisata berbahasa Jerman di biro perjalanan wisata.
1.4.2
Manfaat Praktis Manfaat praktis yang dapat dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut. 1. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat yang berminat menjadi pramuwisata berbahasa Jerman sebagai pilihan pekerjaan di biro perjalanan wisata. 2. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah, praktisi pariwisata terutama praktisi Biro perjalanan wisata, pemegang kebijakan, dan para pemandu wisata tentang pentingnya pramuwisata berbahasa Jerman.