BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Migrasi internasional pekerja Indonesia ke luar negeri merupakan salah satu fenomena penting yang tidak dapat diabaikan dari seluruh proses pembangunan. Arti penting mobilitas pekerja tersebut secara regional dapat dilihat melalui perannya terhadap penerimaan devisa (foreign exchange). Aliran uang masuk dari remitan1 (inflow worker’s remittances), baik yang dikirim oleh pekerja migran maupun yang dibawa saat mereka pulang, akan berpengaruh pada besarnya Neraca Pembayaran Indonesia. Berdasarkan hasil survei tentang remitan yang dilakukan oleh Bank Indonesia 2008, dikatakan bahwa nilai remitan telah mencapai satu pertiga inflow dari penanaman modal asing (foreign direct investment) dan melampaui utang luar negeri pemerintah (Official Aid) (BI, 2009). Kontribusi pekerja migran dari sisi ekonomi dapat dirasakan melalui besarnya remitan yang dikirimkan. Ini akan lebih bermakna jika remitan tersebut dilihat pada konteks yang lebih luas, tidak saja dalam bentuk uang, tetapi juga yang berwujud nonmateri, seperti ide-ide baru, pengetahuan terhadap teknologi modern, semangat bekerja, keahlian khusus, dan kedisiplinan kerja. Remitan, baik dalam bentuk uang maupun bukan uang, tersebut diyakini dapat menjadi potensi positif terhadap pembangunan daerah. Banyak studi yang menjelaskan betapa remitan berperan, baik secara mikro
1
Remitan adalah uang, barang, dan ide-ide pembangunan yang dibawa dan/atau dikirim oleh pekerja migran sebagai hasil bekerja dari luar negeri (Mantra, 2000).Makna remitan telah mengalami penyempitan karena diartikan sebagai uang yang dibawa dan/atau dikirim dari luar negeri (Gammeltoft, 2002).
1
terhadap peningkatan ekonomi rumah tangga maupun secara makro dalam pembangunan ekonomi daerah (Kannan and Hari, 2003; Ballard, 2004; Maimbo and Ratha, 2005; World Bank, 2006; BNP2TKI, 2014). Studi migrasi internasional menempatkan remitan sebagai indikator kasat mata keberhasilan bermigrasi. Sesungguhnya istilah remitan dapat bermakna selain uang, tetapi kebanyakan studi empiris menyebutnya lebih ke arah uang dan barang yang dikirim kepada rumah tangga migran (Gammeltoft, 2002). Gammeltoft (2002) dalam studinya tentang dampak remitan terhadap pembangunan ekonomi negara berkembang menyebutkan beberapa alasan penyempitan makna remitan. Terdapat beberapa alasan penyempitan makna remitan dari makna luas (uang, barang, dan ide-ide baru yang dibawa oleh pekerja migran) menjadi makna sempit (diartikan sebagai uang saja). Pertama, makna remitan dalam bentuk uang lebih mudah diukur, baik dari sisi volume dan intensitasnya. Kedua, secara praktis mengukur dampak remitan terhadap perbaikan ekonomi rumah tangga lebih terlihat daripada mengukur dampak melalui perubahan perilaku pekerja migran setelah kembali dari luar negeri berikut ide-ide pembaruan yang dibawanya. Ketiga, terkait dengan kajian spasio temporal2 dalam studi ini, remitan lebih mudah dibandingkan secara spasial antardaerah dan secara temporal antarwaktu. Peranan remitan, utamanyaa terhadap kelangsungan hidup3 rumah tangga migran menjadi kata kunci dalam studi dampak migrasi internasional.
2
Spasio temporal adalah konsep yang menunjukkan perpaduan antara pendekatan spasial dan temporal, yaitu pendekatan yang menekankan analisis keruangan dan analisis kewaktuan (Hagget, 1972; Yunus, 2006; Gregory, et al., 2009). 3 Kelangsungan hidup rumah tangga mengacu pada perikehidupan (livelihood), yakni hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan rumah tangga dalam menopang kehidupan. Pada perkembangannya
2
Pertanyaanya adalah mengapa isu tentang peranan remitan menarik untuk dikaji, baik dalam konteks mikro kelangsungan hidup ekonomi rumah tangga maupun secara makro dalam konteks pembangunan daerah? Berkenaan dengan arti penting peran remitan terhadap pembangunan, setidaknya terdapat beberapa alasan yang patut dicermati. Pertama, pada dasawarsa terakhir ini telah terjadi penurunan aliran modal atau investasi dari negara maju ke negara berkembang sebagai akibat krisis ekonomi global (Chimhowu, etal., 2003). Penurunan investasi tersebut ternyata justru diikuti dengan peningkatan total remitan yang diterima oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Perbandingan remitan terhadap total investasi dalam negeri (private capital inflows) pun cukup tinggi, yaitu 43 persen. Bagi Indonesia, aliran masuk uang dari remitan telah memberikan sumbangan kedua bagi devisa negara setelah pemasukan dari minyak dan gas bumi. Hasil studi yang dilakukan, baik oleh Bank Dunia maupun Bank Indonesia, menunjukkan bahwa remitan memegang peranan penting terhadap stabilitas ekonomi Indonesia tidak saja saat banyak negara Asia terkena krisis ekonomi sekitar tahun 1998, tetapi juga ketika dunia dilanda oleh krisis global4 (World Bank, 2002; Ford, 2006; World Bank, 2006; Hugo, 2007; ILO, 2008; BI, 2009). Ini menjadi bukti bahwa ke depan, banyak negara berkembang akan memperoleh keuntungan dari pengiriman remitan. Kedua, dewasa ini remitan telah menjadi bagian penting dari strategi keberlangsungan hidup rumah tangga (household livelihood strategies).
perikehidupan rumah tangga tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi semata, tetapi juga aspek sosial dan psikologi rumah tangga (Gregory, et al., 2009). 4 Krisis ekonomi global di dunia (Global Financial Crises) mencapai puncaknya sekitar tahun 2010.
3
Remitan secara langsung berperan meningkatkan pendapatan rumah tangga dan juga berpotensi terhadap penciptaan peluang-peluang ekonomi baru. Studi yang dilakukan oleh International Organisation For Migration dan Economic Resource Center for Overseas Filipinos tahun 2007 menyebutkan bahwa remitan telah menjadi sumber keuangan utama bagi sekitar 85 persen rumah tangga migran. Studi yang dilakukan oleh Bank Indonesia tahun 2008 pun menunjukkan hal yang senada, yaitu remitan adalah tulang punggung ekonomi rumah tangga migran. Hal ini tidak saja terjadi pada jangka pendek (current consumption), tetapi juga pada peluang investasi dan produksi untuk jangka panjang (long-term production). Remitan pada tingkat rumah tangga dapat digunakan sebagai strategi untuk pengentasan kemiskinan (Arnold, 1992; Alejandro, 1997; Ballard, 2004; Chimhowu, et al., 2005). Ketiga, seiring dengan era pasar tenaga kerja global, banyak negara berkembang termasuk Indonesia memosisikan pengiriman pekerja migran ke luar negeri sebagai salah satu strategi pembangunan ekonomi. Fenomena pekerja migran di abad 21 ini telah menjadi bagian penting dari pembangunan ekonomi, baik lokal, regional, maupun global melalui konsep tiga R, yaitu Recruitment, Remittance, and Returns (Martin, et al., 2006). Dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi tersebut, peran dan prospek remitan terhadap pembangunan daerah semakin diakui (Orozco, 2002; Bracking, 2003; Sukamdi, et al., 2004; Ratha, 2005). Hal ini cukup beralasan karena semakin banyak jumlah pekerja di luar negeri menyebabkan semakin besar pula volume remitan yang dikirim. Hal yang menarik adalah peningkatan intensitas arus uang dari negara maju ke negara berkembang dari waktu ke waktu. Tidaklah
4
mengherankan apabila banyak negara berkembang menjadikan migrasi tenaga kerja internasional sebagai bagian dari kebijakan pembangunan (Ballard, 2005; Azad, 2005; Bagasao, 2005; Ndarishikanye, 2005). Sebagaimana halnya dengan negara berkembang lain, walaupun agak terlambat, Pemerintah Indonesia memandang migrasi internasional tenaga kerja sebagai bagian dari proses pembangunan melalui program Angkatan Kerja Antar Negara (AKAN) (Ananta, 2002). Program penempatan tenaga kerja ke luar negeri tersebut dilakukan di bawah koordinasi Departemen Tenaga Kerja dan lembaga-lembaga yang terkait. Secara umum program ini bertujuan memperkecil risiko pengangguran, meningkatkan pendapatan, dan sekaligus memberikan peluang lebih besar untuk membangun daerah asal. Pada tingkat individu dan rumah tangga diharapkan dengan bekerja di luar negeri, akan tercipta peningkatan standar kehidupan ekonomi dan perubahan sosial secara mendasar ke arah lebih baik. Secara makro dalam kerangka kebijakan pembangunan nasional, program pengiriman tenaga kerja ke luar negeri diharapkan juga memberikan peluang devisa yang tinggi. Siaran pers 21 November 2008 International Labour Office (ILO) melaporkan bahwa remitan yang dikirim oleh pekerja migran setiap tahun rata-rata sebesar US$ 6,1 miliar. Jumlah tersebut meningkat tahun 2008 menjadi sekitar US$ 8,24 miliar. Fakta ini menunjukkan bahwa remitan telah menjadi sumber pendapatan negara kedua setelah sektor minyak dan gas bumi bagi Indonesia. Pertanyaannya adalah apakah remitan tersebut pada level rumah tangga menjadi tumpuan ekonomi
5
utama yang juga memengaruhi perubahan kondisi sosial ekonomi ke arah lebih baik? Cukup sulit menjawab berhasil atau tidaknya program penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri tersebut. Bukankah selama ini banyak cerita pilu menghiasi berbagai media terkait dengan cerita pekerja tidak dibayar, penipuan uang saat kepulangan dari luar negeri, kontrak habis uang pun habis, dan berbagai tindak pelecehan terhadap pekerja? Hampir setiap hari media informasi memberitakan betapa sistem penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri berbuah kesengsaraan pekerja. Harapan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik telah berubah menjadi cerita pilu dan penderitaan. Patut dipertanyakan kembali dampak migrasi internasional terhadap kehidupan pekerja dan pembangunan daerah. Berkaitan dengan upaya mengkaji berbagai permasalahan pada fenomena migrasi internasional pekerja ke luar negeri, maka dipilih Kabupaten Ponorogo sebagai lokasi penelitian. Secara detail terdapat setidaknya tiga alasan dipilihnya Kabupaten Ponorogo sebagai daerah penelitian. Pertama, berdasarkan hasil diskusi dengan Disnakertrans Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Ponorogo telah terkenal sebagai daerah pengirim migran sejak lama dan sampai sekarang masih berlangsung sehingga disebut sebagai long standing areas. Daerah ini berbeda dengan beberapa kabupaten/kota pengirim migran lain di Jawa Timur, seperti Kabupaten Tulungagung, Pacitan, Trenggalek, Madiun, dan Kota Malang, yang volumenya menurun dan distribusi tidak merata. Hal ini menjadikan Ponorogo memiliki keunggulan dalam hal variasi daerah tujuan. Sejarah migrasi dalam waktu lama telah
6
memungkinkan
analisis
spasiotemporal,
yaitu
analisis
spasial
terkait
transformasi5 (perubahan) negara tujuan dan analisis temporal terkait dengan sejarah migrasi antarwaktu. Perubahan terkait dengan fenomena awal pengiriman pekerja migran ke Timur Tengah saat melimpahnya minyak bumi (oil boom) tahun 1980-an yang kemudian bergeser pada dasawarsa terakhir ke negara-negara industri baru (new industrial countries), seperti Hong Kong, Korea, dan Taiwan. Variasi negara tujuan tentu saja berdampak pada kompleksitas informasi, seperti proses transformasi, karakteristik pelaku, dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup rumah tangga. Fenomena migrasi yang telah berlangsung dalam waktu lama tersebut perlu dikaji secara detil, komprehensif, dan sistematis. Kedua, hasil diskusi kelompok terfokus dengan Kesbang Linmas dan Pemda Kabupaten Ponorogo menyebutkan bahwa Kabupaten Ponorogo adalah satu-satunya kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang memiliki julukan sebagai kabupaten buruh migran (baca: kabupaten babu6).Disebutkan bahwa buruh migran di Ponorogo diberi julukan sebagai pahlawan devisa dengan kontribusi nyata terhadap pembangunan Kantor Bappeda delapan tingkat yang banyak didukung oleh remitan dari luar negeri. Sebagai bukti dari predikat tersebut, telah dibuat patung pekerja migran perempuan di depan Gedung Bappeda Ponorogo. Sebutan sebagai kabupaten buruh migran tersebut tidak saja diakui pada level makro pemerintah daerah, tetapi juga telah mengakar di 5
Transformasi yang dimaksud mengacu pada perubahan, baik volume maupun negara tujuan pekerja migran asal ponorogo berdasarkan kesejarahan waktu. Analisis terhadap perubahan volume dan negara tujuan dapat dijadikan petunjuk kecenderungan budaya migrasi (culture of migration). 6 Istilah ‘kabupaten babu’ secara lazim diungkap dalam diskusi-diskusi informal, baik di tingkat pemerintah maupun oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Plan Internasional - sekarang telah habis masa tugasnya - yang ada di Kabupaten Ponorogo juga menyebutkan istilah ‘kabupaten babu’ tersebut.
7
masyarakat.
Muncul pertanyaan, apakah predikat pekerja migran sebagai
pahlawan devisa tersebut juga dimaknai sampai pada tingkat rumah tangga dan individu? Ini juga berarti apakah keberhasilan pekerja migran yang telah dirasakan pada tingkat pemerintah daerah juga terbukti pada tingkat individu dan rumah tangga. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji kontribusi remitan terhadap kesejahteraan rumah tangga. Ketiga, secara spasial distribusi buruh migran yang berasal dari Kabupaten Ponorogo merata di tiap kecamatan (terdapat dua puluh kecamatan), tersebar pada topografi wilayah yang berbeda mulai dari dataran sampai perbukitan. Hal ini berbeda dengan kabupaten lain, misalnya Kabupaten Tulungagung dengan daerah asal buruh migran yang terkonsentrasi hanya di satu atau dua kecamatan. Dalam perkembangannya, saat ini justru kecamatan bertopografi datar dan dekat dengan pusat kota mengalami perkembangan jumlah migran internasional yang pesat. Hal ini bertentangan dengan teori tekanan dan kebutuhan (need and stress theory) (Mitchell, 1973) yang menyatakan bahwa interaksi manusia ditentukan oleh jaringan dan akses. Berdasarkan teori ini, terdapat kecenderungan daerah dengan potensi ekonomi rendah, seperti di perbukitan dan daerah yang jauh dari pusat kota, akan lebih dominan menjadi daerah pengirim migran. Atas dasar ini, perlu dicari penjelas mengapa daerah datar dan dekat dengan pusat kota lebih berkembang daripada daerah perbukitan dan daerah yang jauh dari pusat kota. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam mengkaji fenomena buruh migran asal Kabupaten Ponorogo adalah implementasi analisis spasiotemporal (keruangan antarwaktu). Migrasi internasional buruh migran
8
dari Kabupaten Ponorogo ke luar negeri adalah bentuk interaksi penduduk antarnegara. Telah sejak lama hubungan mobilitas penduduk antarruang dengan aktivitas sosial ekonomi dikaji secara spasial dan temporal (Haggerstrand, 1975). Sebagai bentuk hubungan antara manusia dengan ruang tempat beraktivitas, perpindahan penduduk telah berimplikasi pada perubahan tempat tinggal dan ini berdampak pula pada aktivitas sosial ekonominya. Disebutkan bahwa perubahan ruang berdampak pada dua hal pokok yaitu perubahan kelas sosial (social mobility) dan perubahan jenis pekerjaan (employment mobility). Gregory, et al., (2009) dalam buku Dictionary of Human Geography menyebutkan bahwa analisis spasiotemporal adalah analisis kombinasi antara analisis keruangan dan analisis antarwaktu. Studi mobilitas penduduk, termasuk di dalamnya migrasi internasional, adalah bentuk dari interaksi antarruang dengan melibatkan berbagai faktor pendorong (centrifugal forces) dan faktor penarik (centripetal forces). Centrifugal forces adalah faktor dari dalam, yakni dari daerah asal (Kabupaten Ponorogo) yang menjadi pendorong penduduk di Kabupaten Ponorogo untuk bekerja di luar negeri. Sementara itu, centripetal forces adalah kekuatan dari luar (negara tujuan) yang menarik penduduk dari Kabupaten Ponorogo. Analisis spasiotemporal tidak saja mengkaji melalui variasi ruang, tetapi dikombinasikan dengan kesesuaian waktu (time referrence) secara berkesinambungan. Lebih lanjut disebutkan bahwa perpaduan analisis keruangan dengan data-data longitudinal (panel data) adalah kekuatan pokok dalam mengkaji interaksi manusia dengan ruang.
9
Perpaduan analisis keruangan dengan temporal (space-time analysis) dalam bidang ilmu geografi memberikan hasil analisis secara komprehensif, mampu menggambarkan esensi masalah, bersifat universal, dan dinamis (Soja, 1999 dan Pred, 1999). Fenomena, baik fisik maupun sosial, tidak saja didekati dari perspektif ruang secara sesaat (cross sectional), tetapi dikaji seirama sekuensi waktu (longitudinal analysis). Secara operasional perpaduan analisis keruangan dengan temporal dalam studi migrasi internasional tenaga kerja asal Kabupaten Ponorogo akan menghasilkan beberapa pemahaman penting. Pertama, pemahaman tentang dinamika pengiriman pekerja migran, baik antarruang maupun
antarwaktu. Kedua, pemahaman tentang proses
keruangan (spatial process) antara Kabupaten Ponorogo sebagai daerah asal dengan negara tujuan. Proses keruangan tersebut menurut Friedmann dan Wulff (1975) mencakup di antaranya, proses pembuatan keputusan berikut determinan dari migrasi, pola aliran remitan (capital flows), difusi inovasi dan perubahan perilaku akibat migrasi (innovation and diffusion), serta jaringan migrasi
(migration
system)
sebagai
wujud
dari
gerakan
penduduk
antarwilayah yang telah berjalan dalam waktu lama. Analisis spasiotemporal semakin penting di era pasar tenaga kerja global. Konteks interaksi global tidak hanya mengkaji migrasi internasional tenaga kerja pada
paradigma
klasik untuk menyeimbangkan
daerah
(equillibrium model), tetapi juga menekankan pada sistem interaksi antarnegara dalam suatu sistem migrasi7 (migration system) yang kompleks
7
Sistem migrasi merupakan konsep yang berhubungan dengan kompleksitas proses yang ada pada migrasi antarnegara, berkaitan dengan proses sebelum perpindahan, saat perpindahan, saat bekerja di luar negeri, dan kembali ke negara asal sebagai suatu kesatuan kajian yang terintegrasi satu sama lain. Analisis terhadap fenomena migrasi antarnegara tidak saja dilihat dari cara pandang individu pelaku
10
(Kritz and Zlotnik, 1992; Lim, 1992; Massey, et al., 1998; Ananta, 2000). Migrasi internasional tenaga kerja tidak hanya perpindahan penduduk antara dua negara berbeda, tetapi merupakan produk dari sistem global yang melibatkan aspek sejarah, ikatan ekonomi, ikatan sosial, dan ikatan politik. Interaksi dan proses yang berlangsung dalam sistem ini tidak dapat dilihat dari konsep ruang secara terpisah. Pendekatan keruangan yang didukung analisis antarwaktu lebih memungkinkan untuk mengkaji dinamika dan proses yang telah terjadi. Dalam kasus migrasi internasional buruh migran asal Kabupaten Ponorogo, proses, dinamika, dan perubahan daerah tujuan yang terjadi sejak awal berlangsungnya migrasi pada 1970-an relevan untuk dikaji melalui kombinasi antara spasial dan temporal. Analisis spasiotemporal mampu melihat berbagai perubahan dari interaksi sistem migrasi yang telah terbentuk. 1.2
Perumusan Masalah Penelitian Program penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri, selain
menawarkan peluang sosial dan ekonomi pada berbagai pihak, ternyata banyak menyisakan cerita tidak sukses. Berbagai persoalan yang muncul secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, proses bermigrasi mencakup proses rekrutmen, proses pembekalan, proses, keberangkatan, proses bekerja, dan proses kembali ke daerah asal. Kedua, menyangkut pengaruh migrasi internasional, baik terhadap rumah tangga maupun daerah asal. Pengaruh tersebut dapat berupa demografi,8 ekonomi, sosial, dan sebagainya. Ketiga, terkait dengan peran pemerintah, dalam arti intervensi migrasi, tetapi lebih dalam adalah dari cara pandang makro rumah tangga, masyarakat, dan negara (Zlotnik, 1992). 8 Aspek demografi mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan proses kependudukan, seperti kelahiran, kematian, dan mobilitas. Proses kependudukan ini akan memengaruhi komposisi penduduk, baik di tingkat rumah tangga, masyarakat, maupun wilayah.
11
melalui berbagai kebijakan dan program, utamanya seputar proses bermigrasi dan dampaknya. Begitu banyak persoalan muncul sejak proses rekrutmen, saat bekerja di luar negeri, permasalahan sosial yang dialami keluarga yang ditinggal, bahkan setelah pekerja kembali ke daerah asal. Contoh terkait dengan mekanisme rekrutmen adalah saat ini proses tersebut belum sepenuhnya transparan, terutama yang berkaitan dengan informasi yang belum merata atau meluas, jumlah biaya berikut rinciannya, dan kesesuaian calon pekerja yang direkrut dengan job order dari luar negeri.9 Tentunya berbagai persoalan tersebut tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui rangkaian kompleks para pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya. Selama ini kajian lebih banyak menekankan fakta persoalan seputar proses bermigrasi tanpa mengkaji dinamika antarwaktu migrasi internasional di suatu wilayah. Kabupaten Ponorogo adalah salah satu kabupaten di Jawa Timur yang terkenal sebagai daerah sumber pekerja migran (pool of labour). Hal ini telah berlangsung sangat lama sehingga Kabupaten Ponorogo dimasukkan sebagai daerah yang telah lama berstatus sebagai pengirim pekerja migran (long standing area). Hal penting yang menarik adalah berbagai persoalan seputar bermigrasi internasional tentu sangat terkait dengan sejarah dan dinamika antarwaktu. Persoalan lain yang saat ini banyak dikaji adalah apakah pengiriman pekerja migran tersebut mampu memberikan kontribusi bagi perbaikan sosial
9 Istilah job order mengacu pada lowongan pekerjaan yang ada di luar negeri. Istilah ini lazim disampaikan dalam berbagai diskusi, baik di masyarakat, lembaga pemerintah, maupun Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).
12
ekonomi pelaku dan keluarganya. Tampak sekilas bahwa besarnya remitan yang dikirim oleh pekerja migran dapat digunakan sebagai indikator bahwa mereka telah sukses. Begitu pula ketika pekerja migran kembali dari luar negeri, berbagai fenomena kehidupan serba mewah terlihat dari sisi pekerja migran dan keluarganya. Apakah hal ini betul-betul menunjukkan perbaikan kesejahteraan atau fakta sesaat yang sengaja dilakukan oleh pekerja migran dan keluarganya sebagai bukti bahwa mereka telah berhasil? Dalam hal ini, kesejahteraan
secara
berkesinambungan
menjadi
penting
daripada
kesejahteraan semu yang biasa dipertunjukkan ketika pekerja migran pulang. Terdapat indikasi bahwa menjadi pekerja migran adalah strategi untuk mendapatkan uang dalam jumlah banyak dan cepat sehingga ketika uang habis, mereka bersegera pergi ke luar negeri lagi (repeated migrant). Masalah seputar siapa sebenarnya yang lebih menikmati manfaat dari pengiriman buruh migran pun saat ini banyak dipertanyakan. Pada tingkat makro diakui bahwa pengiriman pekerja migran berikut besarnya pengiriman remitan dari luar negeri merupakan peluang bagi perbaikan ekonomi. Laporan Bank Indonesia terkait dengan pola remitan Buruh Migran Indonesia (BMI)10 tahun 2008 menyebutkan bahwa jumlah BMI per akhir tahun 2007 sekitar 4,3 juta orang (BI, 2009).
Dari jumlah tersebut, sekitar 59 persen bekerja di
kawasan Asia, 40 persen di kawasan Timur Tengah dan Afrika, sertasekitar 1 persen di kawasan Amerika, Eropa, dan Australia. Menurut jenis kelamin, sekitar 79 persen adalah perempuan dan 21 persen laki-laki. Jika dikaji
10
Bank Indonesia dalam laporan hasil Survei Nasional Pola Remitansi TKI Tahun 2008 menyebut pekerja migran dengan istilah Buruh Migran Indonesia (BMI). Penyebutan pekerja migran, buruh migran, TKI, dan TKW digunakan secara bergantian di berbagai laporan untuk menunjuk penempatan pekerja migran oleh Pemerintah Indonesia ke luar negeri.
13
berdasarkan jenis pekerjaannya, sekitar 77 persen bekerja pada sektor informal11 (pembantu rumah tangga, buruh bangunan, buruh di pertanian, supir, dan sebagainya) dan 23 persen di sektor formal, seperti buruh pabrik, perusahaan multinasional, dan instansi pemerintah. Penempatan buruh migran semakin menarik dengan fakta bahwa terjadi peningkatan, baik dari sisi jumlah pekerja yang dikirim maupun remitan yang dikirim (BNP2TKI, 2014). Terutama terkait remitan, tercatat pada periode 2010 – 2013 jumlah remitan yang dikirim ke Indonesia meningkat cukup pesat. Pada 2010 jumlah remitan yang dikirim adalah US$ 6,74 miliar. Jumlah tersebut sedikit menurun pada 2011 menjadi US$ 6,73 miliar kemudian meningkat lagi pada 2012 menjadi US$6,99 miliar. Pada 2013 jumlah remitan kembali meningkat menjadi US$ 7,4miliar. Angka US$ 7,4 miliar ini setara dengan 88 triliun rupiah, suatu angka yang fantastis. Peran pengiriman pekerja migran ke luar negeri dalam kaitannya dengan besarnya
remitan
secara
makro
telah
diakui
oleh
banyak
pihak.
Kecenderungan peningkatan jumlah remitan dari waktu ke waktu menjadi bukti pentingnya kedudukan remitan dalam pembangunan daerah. Berbagai upaya optimalisasi keuntungan pun telah dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Pekerja migran ke Luar Negeri. Masalahnya adalah apakah keuntungan dari remitan yang telah dirasakan pada level nasional tersebut juga 11 Penyebutan sektor formal dan informal lebih mengacu pada jenis pekerjaannya, berbeda dengan definisi BPS.BPS mendefinisikan sektor formal, di antaranya, adalah buruh dan/atau karyawan, sedangkan semua pekerja migran asal Indonesia adalah berstatus buruh atau pekerja. Penyebutan sektor informal mengacu jenis pekerjaan di rumah tangga, antara lain, menjadi pembantu rumah tangga, babysitter, pengurus orang jompo (lanjut usia), supir, dan buruh bangunan. Sementara itu, pekerja formal adalah pekerja migran yang bekerja di perusahaan, pabrik, instansi pemerintah, dan sebagainya.
14
terjadi pada tingkat individu dan rumah tangga? Terdapat indikasi bahwa cerita sukses pengiriman pekerja migran bersifat semu karena nilai manfaatnya justru lebih banyak direguk oleh di luar pekerja migran. Pertanyaan lebih lanjut adalah apakah telah terjadi perbaikan ekonomi pada diri pekerja migran dan rumah tangganya? Hal lain yang penting adalah bagaimana pula rumah tangga migran mengalokasikan remitan, lebih pada alokasi konsumtif atau produktif? Atas dasar itu, studi ini, antara lain, hendak mengurai beberapa masalah seputar pemanfaatan remitan terhadap kelangsungan hidup rumah tangga migran. Secara teoretis perspektif ekonomi dominan dijadikan tinjauan ilmu untuk menjelaskan migrasi internasional. Hal ini didasari hukum migrasi (the law of migration) yang dikemukakan oleh E.G Ravenstain (1889), yaitu motif ekonomi adalah alasan paling dominan bagi calon migran dalam mengambil keputusan untuk melakukan migrasi. Pertanyaan besarnya adalah apakah motif ekonomi yang oleh banyak peneliti selalu menjadi alasan utama bermigrasi tersebut bersifat tetap ataukah dapat bergeser ke motif lain yang lebih kompleks? Ini perlu dipertanyakan terkait dengan fenomena migrasi internasional di Ponorogo yang telah berlangsung sangat lama. Perspektif ekonomi selama ini mendominasi alasan terjadinya migrasi pekerja dari satu wilayah ke wilayah lain (Mitchell, 1973; Lee, 1965; Norris, 1972, Todaro, 1976). Teori-teori tersebut secara umum dapat menjelaskan motivasi bekerja di luar negeri. Hal yang perlu dicermati kembali adalah penerapan teori itu pada daerah seperti Ponorogo yang telah memiliki sejarah panjang migrasi internasional. Migrasi internasional yang berlangsung lama
15
cenderung diikuti dengan pola pergerakan pekerja, kompleksitas proses yang berlangsung, dan sistem jaringan (networks) bermigrasi. Proses ini telah pula membentuk tahapan-tahapan migrasi internasional dari generasi ke generasi, sistem yang semakin kompleks, dan telah mengarah pada nilai hidup baru masyarakat. Oleh karena itu, fenomena migrasi internasional dalam konteks yang lebih luas perlu dicermati, baik secara empiris maupun teoretis, tidak sekadar dari sisi ekonomi, tetapi lebih ke arah perubahan nilai masyarakat.
1.3
Tujuan Penelitian Secara umum studi ini bertujuan untuk mengkaji migrasi internasional
dan pengaruhnya terhadap kelangsungan hidup rumah tangga. Migrasi internasional dikaji dari sisi sejarah dan proses bermigrasi. Kelangsungan hidup rumah tangga dikaji melalui pemanfaatan remitan, baik untuk alokasi produktif maupun konsumtif. Secara operasional terdapat tiga tujuan pokok dari studi ini sebagai berikut. 1.
Mengkaji sejarah migrasi internasional antarwaktu.
2.
Mengkaji proses bermigrasi, mulai dari mekanisme rekrutmen, proses pengiriman pekerja migran, proses bekerja, sampai proses kembali ke daerah asal dan peran pemerintah terhadap proses bermigrasi tersebut.
3.
Mengkaji pengaruh migrasi internasional terhadap kondisi ekonomi rumah tangga migran dan nilai sosial di masyarakat tentang bekerja di luar negeri.
16
1.4
Manfaat Penelitian Kajian tentang migrasi internasional dan pengaruhnya terhadap
kelangsungan hidup rumah tangga memiliki tiga manfaat utama. Pertama, manfaat teoretis, yakni terbentuknya teori budaya migrasi di Ponorogo. Secara empiris studi membahas tiga hal penting yakni sejarah migrasi, proses migrasi, dan
pengaruh
migrasi
terhadap
kelangsungan
hidup
rumah
tangga.
Pembahasan tentang sejarah migrasi menemukan adanya jalur dan jaringan migrasi internasional yang kompleks di Ponorogo. Jalur dan jaringan migrasi tersebut telah terjadi dalam waktu yang lama sehingga terbentuk sistem migrasi internasional yang berkembang pesat sampai sekarang. Migrasi internasional telah berlangsung antargenerasi dalam waktu yang lama. Pembahasan tentang proses migrasi menemukan adanya keterkaitan antara sejarah migrasi dan proses migrasi yang berlangsung. Masyarakat Ponorogo telah mengenal luar negeri sejak lama. Telah terbentuk akses yang luas tentang proses bermigrasi, terutama pada pilihan-pilihan negara tujuan yang sangat bervariasi. Variasi negara tujuan telah berkembang pesat, tidak hanya di kawasan Asia Tenggara dan Timur Tengah, tetapi telah jauh sampai ke Asia Timur, Eropa, dan Amerika. Hal ini menunjukkan telah terbuka dengan luas akses ke luar negeri. Pembahasan tentang pengaruh migrasi terhadap kelangsungan hidup menemukan bahwa migrasi internasional memberikan pengaruh positif terhadap ekonomi, baik di tingkat kabupaten maupun di tingkat rumah tangga. Remitan yang dikirim oleh pekerja migran di tingkat kabupaten telah
17
berkontribusi terhadap PDRB Kabupaten Ponorogo. Sementara itu, pada tingkat rumah tangga remitan menjadi sumber pendapatan utama rumah tangga. Hal ini telah berlangsung lama sehingga terjadi ketergantungan, utamanya di tingkat rumah tangga, terhadap remitan. Hidup dari remitan adalah cara hidup utama masyarakat Ponorogo. Fakta migrasi yang telah berlangsung antargenerasi, akses yang terbuka luas, dan ketergantungan pada remitan mengarah pada kesimpulan bahwa migrasi internasional telah menjadi gaya hidup masyarakat Ponorogo. Menjadi pekerja migran di luar negeri telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan penduduk Ponorogo. Hal ini telah menjadi nilai baru, cara hidup baru yang dalam perjalanan waktu yang panjang mengakar di masyarakat. Fakta ini membuktikan bahwa migrasi internasional telah menjadi budaya masyarakat Ponorogo. Kedua, manfaat praktis dari sisi kebijakan serta upaya pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam membangun Ponorogo. Fakta bahwa migrasi internasional di Ponorogo telah berlangsung lama mengindikasikan berbagai kebijakan khusus terkait pengiriman pekerja migran ke luar negeri. Pada tingkat kabupaten perlu dibuat aturan terkait dengan hal-hal yang mempermudah dan menjamin penduduk Ponorogo bekerja di luar negeri. Pada tingkat rumah tangga perlu optimalisasi pemanfaatan remitan secara produktif. Banyaknya remitan dan hasil dari luar negeri perlu diikuti dengan kegiatan pemberdayaan dari sisi finansial, seperti melalui berbagai kegiatan dan penyuluhan untuk pemanfaatan remitan secara produktif.
18
Ketiga, manfaat metodologis, yakni dari sisi hubungan antara peneliti dengan objek yang diteliti. Pendekatan gabungan, baik kuantitatif maupun kualitatif dengan perspektif spasiotemporal, mampu mengungkap proses spasial dan kesejarahan migrasi internasional yang terjadi di Ponorogo. Secara kuantitatif berbagai data statistik, seperti jumlah pekerja migran, remitan yang dikirim, pemanfaatan remitan, dan kontribusinya terhadap ekonomi, dapat dikaji secara komprehensif, baik dari sisi ruang dan waktu. Secara kualitatif fenomena migrasi internasional di Ponorogo dapat dikaji berdasarkan sejarahnya, dinamika antarwaktu, dan dinamika perubahan alasan bermigrasi. Hal ini secara metodologis membuktikan bahwa kajian migrasi internasional lebih baik dilakukan berdasarkan tinjauan antarwaktu (longitudinal) daripada sesaat (cross sectional). Perspektif spasiotemporal menghasilkan kajian yang lebih dinamis dari sisi kewaktuan dan kompleks dari sisi keruangan.
1.5
Keaslian Penelitian Studi migrasi internasional pekerja asal Indonesia ke luar negeri telah
banyak dilakukan oleh peneliti lain. Sebagian studi dilakukan berdasarkan data sekunder berupa studi dokumentasi terhadap data-data dari media massa, data dari Disnakertrans, BNP2TKI, dan sumber terkait lainnya. Sebagian lain kajian dilakukan berdasarkan data primer yang dicakup langsung dari para buruh migran dan/atau keluarganya. Isu kajian secara umum menitikberatkan pada determinan, proses perpindahan, dan dampak dari migrasi tersebut. Perspektif yang digunakan untuk mengkaji pun bervariasi, melalui pendekatan sosial, ekonomi, antropologis, dan budaya. Hasil studi empiris terdahulu tentang
19
migrasi internasional telah banyak dilakukan, cukup bervariasi baik dari sisi tujuan, metode, maupun hasilnya (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Beberapa Studi Empiris Terdahulu Migrasi Internasional Pekerja ke Luar Negeri No 1
2
Peneliti, Tahun, dan Judul Peneliti: M. Arif Nasution Tahun: 1998 Judul: Mobilitas Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri dan Dampaknya Terhadap Diri Migran (Suatu Tinjauan Awal terhadap Kasus Buruh Bangunan di Kuala Lumpur)
Peneliti: Setiadi Tahun: 1999 Judul: Konteks Sosio Kultural Migrasi Internasional Kasus di Lewotolok, Flores Timur
Tujuan
Metode
1. mengetahui penghasilan pekerja di luar negeri 2. mengetahui persepsi kepuasan terhadap pemenuhan kebutuhan dari hasil penghasilan di luar negeri
Penelitian kualitatif dengan teknik pencakupan data melalui wawancara mendalam terhadap 20 orang buruh bangunan asal Indonesia yang bekerja di Kuala Lumpur, Malaysia
1. mengetahui jalur pengiriman buruh migran asal Kabupaten Flores Timur ke Malaysia 2. mengetahui dampak migrasi terhadap kualitas kehidupan rumah tangga
Penelitian kuantitatif dengan teknik pencakupan data sampling. Wawancara dilakukan terhadap sekitar 250 rumah tangga yang ditinggal
Hasil Penelitian Utama 1. Migran Indonesia yang bekerja pada sektor konstruksi memperoleh pendapatan cukup tinggi jika dibandingkan dengan jumlah gaji yang mereka terima di Indonesia. Pendapatan maksimum mereka ketika masih berada di Indonesia berkisar antara 230 sampai 250 ribu rupiah per bulan. Setelah di Malaysia, mereka mendapatkan penghasilan yang jauh lebih tinggi, berkisar antara 1 sampai 1,5 juta per bulan 2. Keberhasilan migran dalam memenuhi kebutuhan makan telah naik dari kurang memuaskan (65,3 persen) dan sangat kurang memuaskan (23 persen) sebelum bekerja di Malaysia kepada tingkat memuaskan (86,3 persen) dan sangat memuaskan (5,7 persen) setelah bekerja di sana. Pemenuhan untuk kebutuhan pakaian dan perumahan pun telah lebih baik 1. Jalur pengiriman buruh migran secara informal, yaitu melalui calo atau taikong dan jalur keluarga 2. Migran relatif sedikit yang mampu membawa pulang atau mengirim remitan karena pola hidupnya yang boros di negara tujuan. Kualitas kehidupan rumahtangga pun tidak jauh berubah. Uang remitan biasanya hanya cukup untuk membangun sebuah rumah sederhana, setelah rumah selesai dibangun, mereka kembali hidup dalam kemiskinan
20
No 3
Peneliti, Tahun, dan Judul Peneliti: Wini Tamtiari Tahun: 1999 Judul: Dampak Sosial Migrasi Tenaga Kerja ke Malaysia
Tujuan
Metode
Hasil Penelitian Utama
1. mengetahui determinan pekerja asal Nusa Tenggara Barat ke Malaysia 2. mengetahui mekanisme pengiriman remitan
Penelitian kuantitatif dengan teknik pencakupan data sampling. Wawancara dilakukan terhadap sekitar 310 migran kembali. Analisis dilakukan secara kuantitatif deskriptif
1. Faktor ekonomi adalah alasan utama menjadi pekerja migran di Malaysia 2. Kajian dampak sosial migrasi bersifat sosiologis. Remitan yang dikirim adalah mekanisme tetap menjalin hubungan kekeluargaan dengan rumah tangga di daerah asal
1. Telah banyak studi tentang migrasi internasional tenaga kerja ke luar negeri. Berbagai perspektif yang dikaji adalah demografi, ekonomi, sosial, dan budaya 2. Walau kecil, remitan adalah aspek penting yang berkontribusi terhadap PDRB di Indonesia. Disebutkan pula bahwa remitan berdampak terhadap pembangunan wilayah dan kehidupan anggota rumah tangga migran 1. Alasan ekonomi adalah alasan dominan terjadinya migrasi internasional ke Malaysia 2. Dampak migrasi terhadap rumah tangga dilihat berdasarkan uang yang dibawa oleh migran saat kembali dari luar negeri. Uang hasil bekerja tersebut, antara lain, digunakan untuk konsumsi, membayar hutang, biaya pendidikan, membuat dan membangun rumah 1. Remitan merupakan komponen penting bagi perekonomian Samoa dan meningkatkan standar kehidupan mereka. Remitan berhubungan dengan sistem sosial dan digunakan oleh penduduk untuk berbagai macam keperluan. Adanya globalisasi telah membawa pengaruh bagi masyarakat Samoa, remitan menjadi bagian penting bagi peningkatan standar hidup masyarakat 2. Penduduk perdesaan menjadi lebih bergantung pada remitan dan mereka menjadi kurang berminat untuk mengerjakan sawah/ladang Hasil studi menunjukkan bahwa remitan berpengaruh terhadap pertukaran asing, dapat menyeimbangkan aliran pembayaran sehingga membantu kemajuan pembangunan
4
Peneliti: Sukobandiyono dan Fadjri Alihar Tahun: 2000 Judul: A Review of Research Work on International Migration in Indonesia
1. mengkaji berbagai studi migrasi internasional 2. mengkaji dampak migrasi ke luar negeri
Studi literatur terhadap hasil studi empiris tentang migrasi internasional tenaga kerja ke luar negeri
5
Peneliti: Ida Bagoes Mantra Tahun: 2000 Judul: Indonesian Labour Mobility to Malaysia (A Case Study : East Flores, West Lombok, and The Island of Bawean)
1. mengkaji alasan migrasi internasional ke Malaysia 2. mengkaji dampak migrasi ke luar negeri terhadap daerah asal
Penelitian kuantitatif di Kabupaten Flores Timur, Lombok Baratdan Pulau Bawean. Pencakupan data dilakukan dengan sampling, sekitar 300 responden dicakup. Analisis dilakukan secara statistik deskriptif
6
Peneliti: Tollu Muliaina Tahun: 2001 Judul: Remittances, the Social System and Development in Samoa
1. mengkaji peran remitan terhadap perekonomian masyarakat Samoa 2. mengkaji dampak migrasi ke luar negeri terhadap aktivitas pertanian
Penelitian kuantitatif, dilakukan dengan sampling. Analisis menggunakan statistik deskriptif
7
Peneliti: Nicholas P. Glytsos Tahun: 2002 Judul: The Role of Migrant Remittances in Development: Evidence
Mengkaji peran remitan terhadap ekonomi makro di mediteran
Penelitian kuantitatif, pencakupan data dilakukan melalui data sekunder terhadap data aliran uang yang dikirim dari luar
21
No
8
Peneliti, Tahun, dan Judul from Mediteran Countries Peneliti: Sukamdi, Elan Satriawan, dan Abdul Haris Tahun: 2004 Judul: Impact of Remittances on the Indonesian Economy
Tujuan
Metode
Hasil Penelitian Utama
1. mengkaji peran remitan terhadap ekonomi makro di Indonesia 2. membandingkan peran tersebut dengan beberapa negara berkembang lainnya
negeri melalui bank. Penelitian kuantitatif, reviu terhadap berbagai data sekunder dengan contoh kasus di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Yogyakarta. Analisis dilakukan secara deskriptif
perekonomian negara mediterania 1. Remitan bermanfaat bagi pembangunan daerah 2. Kontribusi remitan terhadap pendapatan daerah juga dikaji dengan membandingkannya dengan Filipina, India, Tunisia, dan Lesotho. Disebutkan bahwa remitan antara lain digunakan untuk membayar utang, memenuhi kebutuhan hidup, membiayai pendidikan anak, membangun rumah, membeli sawah, modal usaha, dan modal membuka industri kecil 1. Remitan membawa dampak positif terhadap peningkatan produksi di negara asal. Secara makro remitan memberikan kontribusi secara signifikan terhadap peningkatan investasi negara 2. Remitan berpeluang mengurangi pengangguran melalui pemanfaatannya pada kegiatan ekonomi produktif 1. Remitan yang diperoleh migran biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sebesar 80 persen remitan digunakan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga 2. Hubungan antara remitan dengan kesejahteraan rumah tangga terlihat jelas, rumah tangga yang menerima remitan keejahteraan hidupnya akan lebih baik daripada rumah tangga tanpa remitan 1. Antara pria dan wanita terdapat perbedaan dalam hal jenis pekerjaan dan daerah tujuan migrasi 2. Wanita memiliki pendapatan rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan migran laki-laki, begitu juga dengan remitan yang dikirim, migran laki-laki lebih banyak mengirim remitan ke daerah asal 1. Migrasi internasional memberikan dampak positif bagi warga Nepal melalui remitan yang diperoleh oleh pekerja migran. Remitan secara signifikan berkontribusi terhadap peningkatan standar hidup masyarakat Nepal 2. Remitan yang diperoleh digunakan untuk meningkatkan financial, physical, natural, human, and natural capital
9
Peneliti: Miguel LeonLedesma and Matloob Piracha Tahun: 2004 Judul: International Migration and The Role of Remittances in Eastern Europe
1. mengkaji peran remitan terhadap investasi negara 2. mengkaji remitan terhadap perluasan kesempatan kerja
Penelitian kuantitatif, reviu terhadap berbagai data dan literatur tentang remitan di Eropa Timur. Analisis dilakukan secara deskriptif
10
Peneliti: Ismet Koc dan Isil Onan Tahun: 2004 Judul: International Migrant’s Remittnaces and Welfare Status of The Left Behind Families in Turkey
1. mengkaji peran remitan terhadap konsumsi rumah tangga di Turki 2. mengkaji hubungan remitan dengan kesejahteraan rumah tangga
Penelitian kuantitatif, reviu terhadap data dari Turkish International Migration Survey (TIMS-96). Analisis dilakukan secara inferensial
11
Peneliti: Moshe Semyonov dan Anastasia Gorodzeisky Tahun: 2005 Judul: Labor Migration, Remittances and Household Income
1. mengkaji perbedaan jenis pekerjaan antara pria dan wanita di luar negeri 2. mengkaji hubungan jenis kelamin terhadap remitan yang dikirim
Studi kuantitatif, pencakupan data secara sampling. Analisis secara statistik deskriptif
12
Peneliti: Susan Thieme Tahun: 2005 Judul: Migration Pattern and Remittance Transfer in Nepal: A Case Study of Sainik Basti in Western Nepal
1. mengkaji peran remintan terhadap standar hidup masyarakat 2. mengkaji alokasi pemanfaatan remitan
Penelitian kuantitatif, pencakupan data secara sampling. Analisis dilakukan secara deskriptif
22
No 13
Peneliti, Tahun, dan Judul Peneliti: Jim Airola Tahun: 2007 Judul: The Use of Remittance Income in Mexico
Tujuan
Metode
1. mengkaji mekanisme pengiriman remitan ke negara asal 2. mengkaji dampak remitan terhadap kondisi ekonomi rumah tangga
Penelitian kuantitatif, pencakupan data secara sampling. Analisis dilakukan secara deskriptif
14
Peneliti: Tyas Retno Wulan Tahun: 2007 Judul: Pengetahuan dan Kekuasaan: Penguatan Remitansi Sosial Sebagai Strategi Pemberdayaan Buruh Migran Perempuan Indonesia
1. mengkaji peran remitan terhadap financial flow 2. mengkaji kontribusi remitan terhadap PDRB
Penelitian kuantitatif, reviu terhadap berbagai data dan literatur tentang remitan di Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Analisis dilakukan secara deskriptif
15
Peneliti: Helen Young; Abdalmonium Osman; Rebecca Dale Tahun: 2007 Judul: Darfurian Livelihoods and Libya: Trade, Migration, and Remittances Flows in Times of Conflict and Crisis
1. mengkaji sosiokultur migrasi masyarakat Darfur 2. mengkaji peran remitan terhadap kehidupan rumah tangga
Penelitian kualitatif etnografis terhadap masyarakat Darfur di Libya. Analisis dilakukan secara deskriptif
16
Peneliti: Gareth Leeves Tahun: 2009 Judul: Migration Plans and Received
1. mengkaji dampak remitan terhadap ekonomi rumah tangga
Penelitian kuantitatif terhadap masyarakat di Fiji dan Tonga. Analisis dilakukan
Hasil Penelitian Utama 1. Remitan membawa dampak bagi individu dan masyarakat di negara asal. Pengiriman remitan dari migran ke daerah asal tidak melalui prosedur yang rumit dan dapat langsung dikirimkan ke daerah asal dengan cara melakukan transfer melalui bank 2. Migrasi, baik legal maupun ilegal, selanjutnya menjadi isu kebijakan yang penting di Amerika Serikat, terutama dampak dari remitan bagi negara asal (negara pengirim migran). Sebagian besar rumah tangga menggunakan remitan untuk kebutuhan nonproduktif seperti membeli barang-barang, biaya kesehatan, dan membuat dan/atau membangun rumah 1. Remitan bermanfaat sebagai financial flow penting di negara Filipina, Meksiko, Vietnam, Mesir, dan negara-negara miskin di Afrika 2. Remitan di Filipina mencapai 8persen PDRB dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Remitan di Meksiko 2004 mencapai 16,6 miliar dolar AS meningkat pesat dibandingkan dengan lima tahun lalu yang hanya 6,6 miliar. Sementara itu, bagi Vietnam remitansi merupakan 11 persen dari total PDRB. Terutama bagi negaranegara miskin di Afrika, remitansi merupakan 30-40 persen PDRB 1. Telah lama masyarakat Darfur menggantungkan kehidupannya dengan menjadi migran di Libya. Kebijakan pemerintah menutup migrasi bagi masyarakat Darfur telah menyulitkan arus migrasi dan pengiriman remitan dari Libya ke Darfur 2. Migran Darfur di Libya biasanya mengirimkan remitan dengan cara dibawa sendiri oleh migran ke negara asal. Remitan dari Libya tersebut, antara lain, dipergunakan untuk membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari, untuk biaya kesehatan, dan biaya pendidikan, 1. Remitan membawa dampak yang positif jika dilihat dari intensitasnya. Dampak dari remitan jika dilihat dari
23
No
17
Peneliti, Tahun, dan Judul Remittances: Evidence from Fiji and Tonga
Peneliti: Agus Joko Pitoyo Tahun: 2010 Judul: Migrasi Internasional dan Pengaruhnya terhadap Kelangsungan Hidup Rumah Tangga di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur: Perspektif Spasiotemporal
Tujuan
Metode
2. mengkaji hubungan antara jumlah pekerja dengan kesejahteraan
secara deskriptif
1. mengkaji sejarah migrasi internasional antarwaktu
Penelitian kombinasi antara kuantitatif dan kualitatif. Pencakupan data dilakukan dengan survei terhadap sekitar 450 responden. Analisis data secara kuantitatif deskriptif dan inferensial.
2. mengkaji proses migrasi, mulai dari mekanisme rekrutmen, proses pengiriman pekerja migran, proses bekerja, proses kembali ke daerah asal, dan kebijakan pemerintah 3. mengkaji pengaruh ekonomi yang disebabkan oleh pengiriman pekerja migran ke luar negeri yakni terhadap kelangsungan hidup rumah tangga
Hasil Penelitian Utama intensitasnya lebih kuat di negara yang telah lama mengirimkan pekerja migran 2. Pada tingkat rumah tangga, semakin banyak yang menjadi pekerja migran, maka kontribusi remitan terhadap kesejahteraan rumah tangga menjadi lebih terlihat Hasil utamanya adalah sebagai berikut. 1. Migrasi internasional di Ponorogo telah terjadi dalam waktu yang panjang. Migrasi internasional telah terjadi sejak awal berdirinya Kabupaten Ponorogo pada 1496 sampai sekarang melalui 6 fase tahapan migrasi 2. Proses migrasi telah mengalami perubahan dari proses tradisional ke proses modern, dengan daerah tujuan yang lebih bervariasi. Melalui pendekatan spasiotemporal dapat diketahui terjadinya transformasi negara tujuan dari Timur Tengah menuju Asia Timur dan Eropa. Jenis pekerjaan pekerja migran telah mengalami perubahan dari pekerjaan di sektor informal menjadi pekerjaan di sektor formal. Intervensi pemerintah telah lebih baik, dari tidak adanya intervensi di orde lama, intervensi belum optimal di orde baru, menjadi intervensi sistematis di orde reformasi 3. Migrasi internasional berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat Ponorogo baik pada tingkat rumah tangga maupun regional. Melalui pendekatan spasiotemporal dapat diketahui bahwa pekerja migran telah menjadi gaya hidup masyarakat Ponorogo, sebagai strategi kelangsungan hidup rumah tangga, yang telah lama berlangsung dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
24
Kajian Spasiotemporal Migrasi Internasional dan Pengaruhnya terhadap Kelangsungan Hidup Rumah Tangga di Kabupaten Ponorogo memiliki beberapa perbedaan mendasar dengan penelitian sebelumnya sebagai berikut. 1. Paradigma ilmu yang digunakan sebagai cara untuk mengkaji isu tentang pengiriman pekerja migran ke luar negeri adalah perspektif geografi. Disiplin ilmu geografi menitikberatkan ruang dan waktu sebagai kunci analisis. Pendekatan spasiotemporal sebagai gabungan antara pendekatan spasial dan temporal selanjutnya digunakan sebagai dasar analisis utama terkait dengan tiga hal yang dikaji, yaitu sejarah migrasi (dinamika antarwaktu dan perkembangannya), proses migrasi, serta pengaruh migrasi (pemanfaatan remitan terhadap kondisi ekonomi wilayah dan rumah tangga). Pendekatan spasial menekankan analisis pada daerah asal dan daerah tujuan secara keruangan. Secara keruangan Kabupaten Ponorogo sebagai daerah asal dibagi menjadi empat tipe wilayah, yaitu tipe wilayah pusat kota, pinggiran kota, perdesaan dataran, dan perdesaan perbukitan. Sementara itu, negara tujuan secara keruangan dibagi menjadi empat kawasan, yaitu Asia Tenggara, Timur Tengah, Asia Timur, serta Eropa dan Amerika. Pendekatan temporal menekankan analisis kesejarahan dalam lima tahapan waktu, yaitu masa kerajaan, masa penjajahan Hindia Belanda, orde Lama, orde Baru, dan orde Reformasi. Perpaduan antara analisis spasial dan temporal tersebut menjadi penciri yang membedakan studi ini dengan studi lainnya.
2. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara metode kuantitatif dan kualitatif dalam konteks spasiotemporal. Analisis peta
digunakan
secara
dominan
untuk
menunjukkan
konteks
spasiotemporal pekerja migran asal Kabupaten Ponorogo, baik dari sisi sejarah migrasi, proses migrasi, dan pemanfaatan remitan.
25
1.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan adalah urutan penulisan terkait dengan kajian
migrasi internasional dan pengaruhnya terhadap kehidupan rumah tangga yang dilakukan di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Sistematika ini dibuat untuk memberikan arah dan penjelasan tentang isi dari aspek-aspek yang dibahas pada disertasi ini. Terdapat sepuluh bab pokok yang ditulis sebagai berikut. 1. Bab I adalah Pendahuluan, mencakup latar belakang pentingnya isu migrasi internasional dan alasan pemilihan Kabupaten Ponorogo sebagai lokasi penelitian. Bab I juga membahas perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keaslian penelitian. Terutama pada pembahasan tentang manfaat penelitian, studi yang dilakukan menemukan adanya konsep baru, yakni budaya migrasi masyarakat Ponorogo. 2. Bab II adalah Tinjauan Pustaka, menjelaskan posisi logika empiris dari kajian migrasi internasional. Secara teoretis dibahas berbagai teori yang menjelaskan isu migrasi internasional dalam kaitannya dengan ilmu geografi. Secara empiris dikaji fakta sosial terkait dengan migrasi internasional serta studi-studi yang berhubungan dengan determinan dan pengaruh migrasi. Posisi pendekatan spasiotemporal yang menjadi perspektif utama dari studi ini juga dibahas. Bagian akhir dari Bab II membahas kerangka pemikiran kemudian setelah memetakan teori, maka dibuat kerangka logis penelitian. Bab II ditutup dengan pertanyaan penelitian, sebagai pengganti hipotesis, yang memberi arah
26
pada hal-hal yang dikaji. 3. Bab III adalah Metode Penelitian, mencakup desain penelitian, penentuan lokasi penelitian, penentuan responden dan informan, penentuan jenis dan sumber data, pengumpulan data, serta manajemen dan analisis data. Bab III secara lebih spesifik menjelaskan rancang bangun penelitian dalam bentuk sistematika urutan kegiatan penelitian. Bagian ini juga membahas batasan operasional yang menjadi dasar operasionalisasi bagi variabel-variabel yang terkait dengan migrasi internasional. 4. Bab IV adalah Deskripsi Wilayah Kajian. Bab IV ini membahas kondisi fisik dan kondisi sosial ekonomi Kabupaten Ponorogo secara makro. Pembahasan diarahkan pada keterkaitan antara karakteristik fisik dan karakteristik sosial ekonomi terhadap fenomena migrasi internasional. 5. Bab V adalah Sejarah Migrasi Internasional. Perlu disampaikan bahwa mulai dari Bab V sampai Bab IX, pembahasan diarahkan untuk membuktikan pentingya migrasi internasional terhadap kelangsungan hidup rumah tangga. Migrasi internasional telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan rumah tangga. Terdapat kecenderungan migrasi internasional di Ponorogo telah mengarah pada konsep budaya migrasi. Dalam hal ini, Bab V sampai Bab IX adalah bab yang secara khusus saling terkait – meskipun bukan berarti bab lainnya tidak terkait. Sejarah migrasi secara khusus membahas penahapan migrasi di Ponorogo dari waktu ke waktu. Melalui perspektif spasiotemporal ditemukan bahwa migrasi internasional di Ponorogo telah berlangsung
27
sangat lama: sejak abad XVI dan terus berlangsung sampai sekarang. Bab V secara terperinci juga membahas jalur-jalur migrasi yang telah terbentuk sejak lama kemudian berkembang sampai sekarang menjadi sistem migrasi ke luar negeri. Selain itu, berbagai kebijakan pemerintah yang terkait dengan migrasi internasional juga dibahas di Bab V. 6. Bab VI membahas Profil Rumah Tangga dan Pekerja Migran. Bagian ini mendiskripsikan karakteristik rumah tangga migran, antara lain, berupa jenis pekerjaan kepala rumah tangga, pendapatan rumah tangga, jumlah pekerja migran dalam setiap rumah tangga, dan hubungan kepala rumah tangga dengan pekerja migran. Profil pekerja migran, antara lain, membahas umur, jenis kelamin, status perkawinan, dan frekuensi menjadi pekerja migran. 7. Bab VII membahas Proses Bermigrasi. Bagian ini menjelaskan tahaptahap yang dilalui ketika seseorang melakukan migrasi internasional. Beberapa
tahap
dalam
bermigrasi,
antara
lain,
adalah
proses
pengambilan keputusan, alasan bermigrasi, proses yang berhubungan dengan keberangkatan ke luar negeri, proses bekerja, dan proses kembali. Melalui pendekatan spasiotemporal ditemukan bahwa proses bermigrasi di Ponogoro telah kompleks dengan variasi negara tujuan yang luas. Migrasi internasional telah dipandang sebagai proses yang biasa dilakukan, bukan hal yang sulit dan ditakuti. Akses masyarakat terhadap proses bermigrasi telah luas dan mudah. 8. Bab VIII adalah Remitan dan Pemanfaatannya. Bagian ini membahas besarnya remitan, sumber remitan, frekuensi pengiriman remitan, dan
28
jalur yang digunakan dalam mengirimkan remitan. Selain itu, dibahas pula alokasi remitan, baik untuk kepentingan konsumtif maupun untuk kepentingan produktif. Manfaat remitan dikaji, baik dari sisi makro wilayah di Kabupaten Ponorogo maupun tingkat mikro rumah tangga. Ditemukan bahwa remitan berperan penting bagi ekonomi wilayah dan rumah tangga. 9. Bab IX adalah Konstruksi Teori Budaya Migrasi. Bagian ini merupakan simpulan dari pembahasan sebelumnya, yaitu mulai dari Bab V sampai Bab VIII. Pembahasan yang terperinci mulai dari Bab V sampai Bab VIII disarikan di Bab IX sebagai pembuktian dan konstruksi teori baru, yakni teori Budaya Migrasi. Migrasi internasional telah menjadi bagian hidup masyarakat Ponorogo, sebagai strategi dalam mendukung kelangsungan hidup rumah tangga. 10. Bab X adalah Kesimpulan dan Implikasi. Bagian ini menyimpulkan temuan dari studi tentang migrasi internasional di Ponorogo. Terkait dengan implikasi, Bab X memuat implikasi dari temuan-temuan empiris ke dalam implikasi teoretis dan implikasi kebijakan.
29