BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena kedudukannya yang sangat penting, maka membuat bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia dan selalu ada dalam setiap aktivitas dan kehidupannya. Pemakaian bahasa dalam komunikasi ditentukan oleh faktor-faktor Linguistik dan non Linguistik misalnya secara sosial, dapat dikatakan bahwa bahasa itu terus menerus memahami fungsi sosialnya di segala bidang, sebagai wadah dan perilaku dan aktivitas masyarakat. Namun demikian, suatu masyarakat memiliki bahasa yang sama atau bahkan dapat juga memiliki beragam bahasa, tergantung pada pengguna dan penggunaannya. Menurut Noam Chomsky (2010:8) a language means being able to produce an infinite number of sentences never spoken before and to understand sentences never heard before. Berdasarkan ungkapan tersebut bahasa berarti mampu menghasilkan jumlah kalimat yang tak terbatas juga tidak pernah diucapkan sebelumnya serta memahami kalimat yang tidak pernah terdengar sebelumnya. Sehingga keberagaman bahasa ditentukan oleh berbagai aspek luar bahasa, seperti negara atau daerah, kelas sosial, jenis kelamin, etnisitas, dan usia. Sebagian besar aspek tersebut merupakan hal-hal yang berkaitan dengan pemakai bahasa tersebut. Adanya perbedaan dialek dan
1
2
aksen dalam satu komunitas merupakan bukti keberagaman yang keberadaannya dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial. Dari banyaknya keberagaman bahasa seperti aksen, kosakata, tulisan dan lainnya di dunia ini menimbulkan pertanyaan mengapa kita memiliki bahasa yang berbedabeda dan bagaimana kita bisa mempertahankan semua bahasa tersebut agar tetap ada tidak punah. Hal ini pun menginspirasi penulis untuk meniliti language shift atau pergeseran bahasa dengan kajian sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa tersebut di dalam masyarakat. Seperti yang diutarakan Bram and Dickey, (ed.1986:146) menyatakan bahwa Sosiolinguistik megkhususkan kajiannya pada bagaimana bahasa berfungsi di tengah masyarakat. Mereka menyatakan pula bahwa sosiolinguistik berupaya menjelaskan kemampuan manusia menggunakan aturan-aturan berbahasa secara tepat dalam situasi-situasi yang bervariasi. Menurut pendapat O.S. Achmanova dan A.N. Marcenko (1971:2) sosiolinguistik adalah bagian dari bahasa yang menyelidiki hubungan kausal antara bahasa dan gejala-gejala dalam kehidupan sosial. Setiap bidang ilmu tertentu mempunyai kegunaan dalam kehidupan praktis, begitu juga dengan sosiolinguistik. Kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis banyak sekali, sebab bahasa sebagai alat komunikasi verbal manusia, tentunya mempunyai
aturan-aturan
tertentu
dalam
penggunaannya.
Sosiolinguistik
memberikan pengetahuan bagaimana cara menggunakan bahasa. Sosiolinguistik menjelaskan bagaimana menggunakan bahasa itu dalam aspek atau segi sosial
3
tertentu, seperti dirumuskan Fishman (1967:15) bahwa yang dipersoalkan dalam sosiolinguistik adalah, “who speak, what language, to whom, when, and to what end”. Dari rumusan Fishman itu dapat kita jabarkan manfaat atau kegunaan sosiolinguistik bagi kehidupan praktis. Pergeseran bahasa atau language shift merupakan fenomena sosiolinguistik yang terjadi akibat adanya kontak bahasa (language contact). Pergeseran bahasa menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Apabila seseorang atau sekelompok penutur pindah ke tempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan berinteraksi dengan masyarakat tutur di wilayah tersebut, maka akan terjadilah pergeseran bahasa. Kelompok pendatang umumnya harus menyesuaikan diri dengan menanggalkan bahasanya sendiri dan menggunakan bahasa penduduk setempat. Jika berkumpul dengan kelompok asal, mereka dapat menggunakan bahasa pertama mereka tetapi untuk berkomunikasi dengan selain kelompoknya tentu mereka tidak dapat bertahan untuk tetap menggunakan bahasanya sendiri. Sedikit demi sedikit mereka harus belajar menggunakan bahasa penduduk setempat. Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga mengundang imigran atau transmigran untuk mendatanginya (Chaer 1995: 190). Fishman (1972) menunjukkan contoh terjadinya pergeseran bahasa pada para imigran di Amerika.
4
Keturunan ketiga atau keempat dari para imigran itu sudah tidak mengenal lagi bahasa ibunya dan malah telah menjadi monolingual dengan bahasa Inggris. Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa pergeseran bahasa terjadi pada masyarakat dwi bahasa atau multibahasa. Kedwibahasaan menurut Omar (1994:9) dimulai ketika penduduk yang berpindah itu berkontak dengan penduduk pribumi lalu pihak yang satu mempelajari pihak lainnya untuk kebutuhan komunikasi. Pada situasi kedwibahasaan sering terlihat orang melakukan penggantian satu bahasa dengan bahasa lainnya dalam berkomunikasi. Penggantian bahasa ini biasanya terjadi karena tuntutan berbagai situasi yang dihadapi oleh masyarakat tutur. Selain itu, peralihan atau penggantian bahasa itu dapat terjadi karena penggantian topik pembicaraan. Peristiwa pergeseran bahasa lebih terkait dengan adanya faktor perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Faktor mitra tutur, situasi, topik, dan fungsi interaksi dapat juga menyebabkan pergeseran bahasa. Berdasarkan hal tersebut di atas terlihat bahwa terjadinya pergeseran bahasa lebih terkait dengan faktor lingkungan bahasa. Pada kesempatan ini penulis berfokus pada seorang imigran asal Indonesia yang menetap di Jeddah, Saudi Arabia yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. Keluarganya keturunan Arab narasumber dan keluarganya pun memutuskan pindah ke Jeddah dan menetap disana. Keputusan tersebut yang membuat narasumber dan keluarganya harus mau menyesuaikan budaya, bahasa, norma dan lain sebagainya. Dengan alasan itulah narasumber harus bisa menguasai lebih dari satu bahasa
5
misalnya bilingual ataupun multilingual agar mampu berkomunikasi dengan orang lain, tidak hanya dengan orang lokal namun juga imigran dari Negara lainnya tentunya dengan penggunaan bahasa yang berbeda-beda tergantung dari tempat dan dengan siapa narasumber berkomunikasi. Bilingual adalah penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Mackey 1962: 12, Fishman 1975: 73). Sedangkan multilingual adalah masyarakat yang mempunyai beberapa bahasa. Masyarakat yang demikian terjadi karena beberapa etnik ikut membentuk masyrakat tersebut sehingga dari segi etnik bisa dikatakan sebagai masyarakat majemuk (plural society), (Paina Partana, 2002: 76). Narasumber termasuk kedalam golongan masyarakat multilingual karena ia menguasai tiga bahasa yaitu: Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris. Berdasarkan hal ini, penulis tertarik untuk menganalisa bagaimana pemilihan atau penggunaan masing-masing bahasa nya dan faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhinya kedalam sebuah penilitian yang berjudul “Language Shift pada Imigran Asal Indonesia di Jeddah Saudi Arabia: Kajian Sosiolinguistik”.
1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
6
1. Jenis aktivitas di lingkungan apakah yang paling menentukan imigran Indonesia di Jeddah sebagai alasan dalam proses terjadinya pergeseran bahasa (language shift)? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadikan imigran asal Indonesia di Jeddah tersebut melakukan language shift? 3. Bagaimanakah proses dari faktor-faktor tersebut bisa menyebabkan imigran Indonesia itu meninggalkan bahasa asalnya dan faktor manakah yang paling dominan?
1.3 Batasan Masalah Berdasarkan judul penelitian ini, yaitu “Language Shift Pada Imigran Asal Indonesia di Jeddah Saudi Arabia: Kajian Sosiolinguistik”, maka data yang digunakan dalam penelitian ini dikaji dan dibatasi dari segi sosiolinguistik. Adapun masalah yang diteliti yaitu mengenai language shift pada salah seorang imigran Indonesia asal Palembang di Jeddah, Saudi Arabia. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mendasari terjadinya penggeseran atau bahkan matinya sebuah bahasa. Dengan cara mewawancarai narasumber dan hasil wawancara tersebut akan dianalisis, juga akan diuraikan mengenai faktor apa saja yang mengakibatkan terjadinya pergeseran bahasa sehingga pada akhirnya akan didapat alasan narasumber melakukan language shift.
7
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi jenis aktivitas di lingkungan manakah yang paling menentukan dalam language shift. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab orang tersebut melakukan language shift. 3. Menjelaskan bagaimana rangkaian faktor-faktor yang menyebabkan language shift tersebut bisa mempengaruhi penggunanya untuk meninggalkan bahasa asalnya dan menunjukkan faktor mana yang paling dominan.
Penelitian ini juga diharapkan secara teoritis dapat memberikan konstribusi ilmiah dalam bidang linguistik, khususnya analisis dalam sosiolinguistik mengenai language shift atau pergeseran bahasa. Secara praktis dapat bermanfaat bagi mahasiswa Universitas Widyatama khususnya dan pembelajar bahasa Inggris pada umumnya, untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan pembaca mengenai language shift, serta untuk para tenaga pengajar agar mengajarkan materi mengenai penggunaan language shift lebih baik lagi karena Bahasa Inggris merupakan Bahasa global yang pada zaman sekarang ini kemampuan menggunakan Bahasa Inggris sangat penting untuk membantu kita dalam dunia kerja maupun berkomunikasi dan berinteraksi antara Negara satu dengan Negara lainnya.
8
1.5 Objek dan Metodologi Penelitian Berdasarkan judul penelitian, Language Shift pada Imigran Asal Indonesia di Jeddah Saudi Arabia. Pokok dalam penelitian ini adalah hasil jawaban dari mewawancarai dan kuesioner pada narasumber yaitu imigran Indonesia yang berdomisili di Jeddah. Pemilihan narasumber sebagai objek penelitian dianggap tepat karena imigran tersebut telah lama menetap di luar negeri dan mampu berkomunikasi dalam tiga bahasa. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan untuk meminimalisir tingkat penggunaan bahasa oleh mahasiswa dan umumnya masyarakat luas agar tidak meninggalkan bahasa asalnya sehingga tidak memicu matinya sebuah bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu metode menggunakan suatu keadaan secara sistematis, dan hal-hal peristiwa secara aktual dan akurat. Seperti yang diungkapkan Moleong (2004:3), metode kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati, yang bertujuan untuk mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel, dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyuguhkan data apa adanya. Masih menurut Moleong (2004) dengan tegas ia menyebutkan bahwa penentuan jumlah informan dalam penelitian kualitatif tidaklah memerlukan responden yang banyak. Tujuannya adalah untuk menganalisis lebih mendalam mengenai sebuah fenomena atau kejadian sehingga tidak ada patokan khusus dalam jumlah sampel untuk penelitian kualitatif. Prosedur analisis lebih banyak menggunakan deskriptif
9
dan tidak ditujukan untuk generalisasi. Artinya, hasil penelitian kualitatif terbatas dalam hal generalisasi dan hanya berlaku untuk sampel yang diteliti. Dari alasan teori di atas penulis pun meyakini bahwa sebuah penelitian kualitatif tidaklah memerlukan banyak subjek penelitian karena setiap individu memiliki masalah atau kasus tersendiri sehingga tidak bisa disamaratakan. Adapun instrumen penelitian yang digunakan oleh penulis adalah wawancara dan kuesioner kepada narasumber, yang telah diujicobakan terlebih dahulu kepada mahasiswa Prodi Bahasa Inggris, Universitas Widyatama. Tujuan uji coba wawancara dan kuesioner tersebut untuk mengetahui apakah instrumen yang telah dibuat oleh penulis sudah tepat sasaran dan dapat dipahami oleh responden, sehingga jawaban yang diinginkan penulis dapat tercapai atau terpenuhi. Pada penelitian ini penulis sengaja menggunakan dua instrumen yaitu kuesioner dan wawancara. Hal ini untuk mempertegas hasil dari jawaban wawancara responden yang menjadi acuan utama dan juga membuktikan kekonsistenannya dalam menjawab semua pertanyaan dalam kuesioner maupun wawancara, sehingga sumber data yang dihasilkan pun tidak akan menimbulkan ketidakyakinan kepada pembaca. Peneliti menggunakan desain ini karena peneliti ingin menggambarkan analisis dan menjelaskan proses pergeseran bahasa yang terjadi pada salah seorang imigran Indonesia di Jeddah, Saudi Arabia. Jumlah responden hanya satu, Ia anak kedua dari empat bersaudara dari salah satu keluarga warga negara Indonesia yang tinggal di Jeddah dan berusia 23 tahun yang sudah menetap di sana kurang lebih enam tahun.
10
Mengingat penelitian ini lebih diarahkan kepada analisis penggunaan language shift pada keseharian salah satu imigran dalam berkomunikasi maka, dilakukanlah wawancara pada tanggal 26 Januari 2015 melalui media sosial yakni skype (chatting dan video call) dan untuk pengisian kuesioner melalui email sebagai instrumen pengumpulan data, maka penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif.
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun menjadi empat bagian, yaitu pendahuluan, kajian pustaka, analisis data, dan simpulan dan saran. Bab I yaitu pendahuluan, membahas latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, objek dan metode penelitian, dan sistematika penulisan. Selanjutnya, Bab II yaitu kajian pustaka yang membahas teori-teori yang digunakan dalam penelitian, seperti teori mengenai sosiolinguistik dan teori utama yang digunakan untuk menganalisis data. Bab III yaitu analisis data yang membahas kumpulan data yang dianalisis berdasarkan jenis faktor-faktor pergeseran bahasa. Bab IV yaitu simpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian.