1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rumah sakit merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan yang sangat kompleks dan menyeluruh. Pelayanan keperawatan yang diberikan di berbagai ruangan di rumah sakit termasuk ruang rawat anak, perlu mendapatkan perhatian khusus oleh perawat karena anak merupakan generasi yang memerlukan penanganan yang sangat serius. Kesalahan dalam memberikan pelayanan keperawatan akan berakibat fatal terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Pelayanan keperawatan anak harus didukung oleh pengembangan tenaga kesehatan yang menunjang seluruh upaya pembangunan kesehatan dan diarahkan untuk menciptakan tenaga kesehatan yang ahli dan terampil yang sesuai dengan pengembangan ilmu dan teknologi (Rachmat, 2004). Salah satu indikator penting untuk pembangunan sumber daya manusia adalah angka kematian bayi dan angka kematian balita. Pada tahun 2010, angka kematian bayi diharapkan turun dari 35 menjadi 25 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian balita menurun dari 45 menjadi 33 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes, 2007). Pemerintah mempunyai sasaran angka kematian bayi dari 32,3 per 1.000 pada 15,5 per 1.000 di tahun 2025 (DepKes., 2009). Untuk mengatasi permasalahan keperawatan di Indonesia dikeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Kesehatan serta Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No HK.02.02/MENKES/148/2010 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat, yang lebih mengukuhkan keperawatan sebagai suatu profesi di Indonesia. Salah satu upaya Persatuan Perawat Nasional
2
Indonesia (PPNI) adalah mengupayakan menetapkan Undang-Undang Praktik Keperawatan yang mengatur fungsi konsil keperawatan sebagai badan regulator untuk melindungi masyarakat. Fungsi konsil keperawatan adalah sebagai badan independen yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yakni mengatur sistem registrasi, lisensi, dan sertifikasi bagi praktik perawat (PPNI, 2009). Adanya Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen semakin menuntut perawat untuk melaksanakan praktik keperawatan secara profesional yang menjadi suatu keharusan dan kewajiban yang sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi (DepKes, 2010). Sebagai profesi yang masih dalam proses menuju perwujudan diri, profesi keperawatan dihadapkan pada berbagai tantangan. Pembenahan internal
meliputi empat domain, yaitu: keperawatan,
pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan, dan praktik keperawatan. Selain itu, masih ada tantangan eksternal berupa tuntutan akan adanya registrasi, lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola penyakit (Hartini, 2007). Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan. Sebagai profesi tentunya pelayanan yang diberikan harus profesional, sehingga para perawat/ners harus memiliki kompetensi yang memenuhi standar praktik keperawatan. Dalam melakukan tindakan perawat akan berkolaborasi antar profesi untuk memberikan pelayanan pada pasien, serta memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu (Hanisko, et al. 2008). Menurut Leon et al. (2003), di berbagai negara maju, upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sering dikembangkan dengan upaya pengendalian
3
sumber daya manusia yang baik dan mutu pelayanan kesehatan yang akan menciptakan kinerja keselamatan organisasi melalui sistem yang terencana. Faktor penentu adalah sumber daya manusia yang ada memberikan pelayanan yang prima, yaitu melalui pelayanan klinik yang berkualitas (Mandel et al., 2004 dalam Haryanti 2010). Untuk dapat mewujudkan tercapainya pelayanan yang berkualitas diperlukan adanya tenaga keperawatan yang profesional, memiliki kemampuan intelektual, teknikal dan interpersonal, bekerja berdasarkan standar praktik, memperhatikan kaidah etik dan moral (Hamid, 2000). Perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas kerjanya, dan berusaha mengontrol karirnya serta memilih karir yang lebih baik, sehingga dapat terus berprestasi dan memperoleh kepuasan kerja (Marquis et al., 2000). Pelayanan keperawatan di Cina sangat memperhatikan pemahaman tentang budaya dan kesehatan, dengan cara meningkatkan pelatihan bagi perawat sepanjang waktu, peningkatan pendidikan yang berkelanjutan, memperluas penelitian keperawatan, dan meningkatkan kerja sama internasional dengan beberapa negara maju (Smith, 2004). Sementara
itu, di Indonesia,
perawat
merupakan komposisi tenaga
kesehatan terbesar dan belum merata. Proporsi tenaga keperawatan Indonesia adalah 51,22% (165,937) dari tenaga kesehatan (323,942). Tenaga keperawatan yang bekerja di puskesmas sebesar 36,41% (56,727). Tenaga kesehatan atau perawat yang bekerja di RS sebesar 64,96% (109,210) dari semua tenaga kesehatan yang bekerja di RS (168,126) (DepKes. 2007). Masalah yang ada di Indonesia adalah dalam hal distribusi tenaga kesehatan. Di daerah terpencil,
4
empat dari sepuluh tenaga mempunyai rencana untuk pindah karena alasan jauh dari keluarga dan pengembangan karir (DepKes., 2007). Saat ini, sebanyak 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan
keperawatan (Swansburg, 1999). Berdasarkan hasil penelitian
Direktorat Keperawatan dan PPNI mengenai kegiatan perawat di puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari semua kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes., 2005). Hasil kajian Depkes & UI (2005) menunjukkan bahwa terdapat perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%), melakukan tindakan pengobatan di dalam maupun di luar gedung puskesmas (97,1%), melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan persalinan (57,7%), sebagai petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan tugas administrasi seperti bendahara, dll (63,6%) (Depkes, 2005). Kondisi ini akan menambah beban tugas perawat ditinjau dari fungsi perawat tersebut. Selain dari fungsi perawat di atas perawat juga harus memperhatikan keselamatan pasien seperti yang diteliti oleh Schaffer (2000). Pasien-pasien dalam lingkungan RS merupakan individu yang rentan, seringkali dalam kondisi gizi buruk dan adanya gangguan kesehatan yang dialami akan memudahkan pasien berisiko mengalami infeksi nosokomial. Penelitian Nugrahanti (2005) menunjukkan bahwa 94,44% perawat tidak mencuci tangan sebelum melakukan tindakan dan 26,19% perawat mencuci tangan dengan baik setelah tindakan keperawatan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa patient safety masih sangat
5
memerlukan perhatian dan penanganan yang lebih serius dari berbagai disiplin ilmu yang terkait. Dalam lingkup keperawatan, keselamatan pasien sangat bergantung pada kompetensi
individu pemberi pelayanan keperawatan profesional dan sistem
kesehatan yang berlaku secara efektif dan bertanggung jawab. Hal ini didukung oleh Canadian Health Care (2002), yang menyatakan bahwa perwujudan patient safety merupakan tanggung jawab perawat yang telah terdaftar/mendapat izin praktek keperawatan (registered nurses) dan petugas kesehatan lain (tim kesehatan lain). Dengan terlaksananya patient safety yang baik, tentunya akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, karena dalam memberikan pelayanan keperawatan keselamatan pasien merupakan tanggung jawab utama perawat sebab perawat merupakan pemberi asuhan utama pasien di rumah sakit (Melichar et al., 2008) Di samping keselamatan pasien dan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan,
ada faktor karir perawat yang
sangat mempengaruhi
pelayanan
keperawatan tersebut. Seperti yang diteliti oleh Pelletier et al. (2005), bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap karir perawatan di Australia adalah kepuasan kerja tertinggi, harga diri, kemampuan melaksanakan peran mereka melampaui kepuasan kerja mereka, dan yang menjadi faktor penghalang dominan adalah keadaan pribadi. Menurut Havill (2010), pengembangan karir perawat di Selandia Baru berdasarkan Benner's model novice untuk expert, tetapi masih banyak hambatan yang menghalangi mereka dalam mengembangkan karir, seperti: waktu, keterampilan akademik, dan beban kerja, namun perlu ada
6
dukungan dari profesi, ditambah motivasi individu atau keinginan belajar harus tinggi. Penelitian
yang dilakukan oleh Mangaoang (2011)
di
Philipina
mendapatkan hasil bahwa pendidikan berkelanjutan untuk tenaga keperawatan perlu merekomendasikan motivasi untuk melanjutkan pendidikan, meningkatkan akses pemerintah dalam menindaklanjuti pendidikan, terutama organisasi profesi, mengalokasikan
dana
dari
departemen
terkait,
memperkuat
program
pengembangan fakultas (pascasarjana), dan pemantauan pada organisasi pendidikan yang terakreditasi. Dengan demikian, peningkatan pendidikan dapat dipantau oleh lembaga atau organisasi yang profesional. Menurut Hartini (2007), faktor yang dominan berhubungan dengan kepuasan kerja adalah sistem promosi dan pengakuan status jabatan setelah dikontrol oleh lama kerja dan terbukti bahwa persepsi perawat terhadap sistem pengembangan karir dapat mempengaruhi kepuasan kerja perawat. Banyak hal yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan keperawatan dan kepuasan pasien, antara lain: umur, pengalaman kerja, jam pergantian dinas perawat, pelatihan yang diikuti, kasus yang ada, faktor psikologis dan psikososial perawat (Hughes,2008). Menurut Gatot et al. (2004), faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat di RS Gunung Jati Cirebon akan memberikan dampak terhadap kualitas kinerja mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor` yang paling dominan berpengaruh adalah kesempatan untuk mengembangkan karir, hubungan dengan atasan langsung dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan baik, di ruang perawatan biasa maupun ruang emergensi. Berdasarkan yang disampaikan oleh Hughes dan Gatot
7
bahwa faktor yang dapat mempengaruhi karir perawat adalah karakteristik perawat dan tidak terlepas dari faktor manajemen.
Penelitian yang dilakukan oleh Sakr et al. (2003) menunjukkan hasil bahwa pelayanan di ruangan emergensi jauh lebih efektif bila diberikan oleh perawat
profesional, baik dari segi pelayanan keperawatan, waktu tunggu,
maupun biaya. Pelayanan/intervensi keperawatan yang diberikan oleh perawat profesional dapat mencegah atau mengendalikan infeksi yang terkait dengan layanan kesehatan dan keperawatan
pada pasien neutropenia dengan kanker
(Larson, 2004). Dengan demikian, seorang perawat profesional dalam memberikan pelayanan kepada pasien harus selalu memperhatihan prinsip-prinsip keperawatan sehingga mutu pelayanan dapat dipertahankan. Pelaksanaan prinsip-prinsip praktik keperawatan berbasis bukti memiliki kapasitas untuk mengatur praktik keperawatan yang lebih luas, segi politik, ekonomi, dan pribadi. Hal ini merupakan kemampuan baru untuk sistem kontrol sosial dan regulasi praktik merupakan konsekuensi suatu tindakan keperawatan berbasis bukti (Winch et al., 2002). Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan suatu faktor penentu bagi mutu pelayanan dan citra rumah sakit di mata masyarakat. Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas pelayanan adalah dengan menggunakan standar praktik keperawatan. Tenaga perawat merupakan tenaga yang paling banyak dan paling lama kontak dengan pasien (Badi’ah, 2008). Namun, kenyataan yang ada sekarang atau yang sama-sama
8
dirasakan dan didengar, banyak sekali pasien yang mengeluhkan sikap dan perlakuan perawat yang kurang menyenangkan. Hal ini sangat berdampak pada anggapan masyarakat kepada perawat secara umum. Banyak perawat yang sudah melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi namun, pelayanan yang diberikan masih jauh dari yang diharapkan oleh masyarakat. Hal inilah yang menjadi tanggung jawab dari profesi keperawatan atau organisasi profesi untuk menghimbau para perawat yang sudah melanjutkan pendidikan agar mau berubah. Fenomena yang terjadi sekarang, makin tinggi pendidikan perawat makin jauh dengan pelayanan terhadap pasien,
baik di rumah sakit maupun pada
pelayanan komunitas. Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan bahwa masih ada perawat yang tidak peduli dengan keluhan yang disampaikan oleh pasien maupun keluarga. Hasil wawancara dengan beberapa keluarga pasien yang ditemui di ruangan bedah anak pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diterima oleh pesien masih kurang memuaskan dengan bukti pasien sudah beberapa hari di rawat belum mendapatkan informasi tentang penyakit, baik
dari perawat maupun
tenaga kesehatan yang lain. Pada sisi lain, penulis juga melakukan wawancara dengan delapan orang perawat berkaitan dengan penjenjangan karir. Mereka mengatakan program penjejangan karir di rumah sakit belum tertatanya ditambah kurang tersedianya dana juga kesempatan untuk mengikuti pendidikan maupun pelatihan. Kondisi seperti ini akan sangat berpengaruh terhadap rumah sakit dan profesi perawat itu sendiri.
9
RSUP Dr M. Djamil Padang sebagai tempat penelitian Sejarah
RSUP Dr. M. Djamil Padang pertama kali bernama RSU
Megawati yang menempati dua komplek, yang letaknya di tengah Kota Padang. Dibangun di atas areal tanah seluas 8.576 Ha, yang terletak di jalan Burung Kutilang. RSUP Dr. M. Djamil berstatus tipe B (Profil RSUP Dr. M. Djamil Padang, 2008). Pengembangan sumber daya manusia yang ada dapat terlihat pada pendataan awal bahwa tenaga perawat yang ada di ruang rawat anak sebanyak 89 orang, dengan latar belakang pendidikan terbanyak adalah DIII keperawatan, mayoritas tenaga yang bekerja sudah lebih dari 15 tahun dan diakui sudah berstatus jenjang karir perawat klinik III, lebih kurang 30% pernah mengikuti pelatihan satu tahun terakhir. Penjenjang karir yang ada di RSUP M. Djamil Padang berdasarkan lama kerja dan ijazah terakhir yang dimiliki tanpa memberikan kompensasi yang sesuai. Tugas dan kewenangan dalam pelayanan keperawatan dikerjakan bersama-sama dengan mengabaikan pendidikan yang sudah mereka selesaikan. Kenyataan yang ada di RSUP Djamil, tenaga keperawatan yang akan melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi hanya diperkenankan di Universitas Andalas (Unand), karena Unand dianggap penyelenggara pendidikan keperawatan yang terakreditasi, rumah sakit ini menganggap lembaga pendidikan swasta yang ada tidak memenuhi standar profesional walaupun sudah terakreditasi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap para perawat di rumah sakit, terjadi kejenuhan mereka untuk bekerja karena kurang penyegaran atau
10
pelatihan untuk meningkatkan keterampilan yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Selain itu, masih terlihat komunikasi antara perawat, dengan klien masih kurang perawat belum melaksanakan komunikasi terapetik dengan maksimal dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien. Untuk mendapatkan tenaga keperawatan yang komunikatif dan profesional sangat dibutuhkan
bentuk
rekrutmen yang lebih selektif,
sehingga dapat
memilih tenaga yang mempunyai keterampilan lebih baik. Rekrutmen tenaga keperawatan
di RSUP Dr. M. Djamil Padang berdasarkan kondisi sekarang
dilakukan dengan wawancara dan mengorientasi tenaga tersebut selama
satu
bulan pada beberapa ruangan di RS. Peningkatan karir di pendidikan keperawatan dengan mengidentifikasi bakat sebagai perawat dan
berpengalaman yang
menunjukkan keterampilan, rumah sakit harus mempertimbangkan pendidikan dalam memberikan beban kerja. Pihak rumah sakit harus berkoordinasi melakukan monitoring kepada perawat yang sudah mendapat pelatihan. Untuk menyampaikan kepada perawat lain hasil
pelatihan, atau mengundang pakar
sesuai dengan kebutuhan perawat dan rumah sakit. Pada sisi lain, keluhan yang disampaikan oleh klien maupun
pasien,
perawat dengan tenaga kesehatan lain kurang koordinasi dalam memberikan pelayanan keperawatan dan pemeriksaan, sehingga tindakan yang sama harus dilakukan berulang kali dalam jangka waktu yang relatif pendek. Hal tersebut akan menimbulkan ketidaknyamanan dari klien dalam mendapatkan nursing service maupun medis.
11
Banyaknya faktor yang mempengaruhi pelayanan yang
diterima oleh
klien juga tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasana untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak yang sedang dirawat dengan menyediakan fasilitas bermain bagi anak yang sudah meningkat status kesehatannya. Hal ini juga tidak dapat difasilitasi maksimal oleh pihak rumah sakit karena kurang tenaganya dan sarana tempat bermain tersebut. Permasalahan di atas akan sangat terkait dengan tugas perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak yang dirawat dalam memberikan pelayanan keperawatan secara optimal. Kondisi seperti ini merupakan tanggung jawab besar bagi pimpinan untuk membagi tugas dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan tingkat kegawatan dan usia pasien dan sangat dibutuhkan pengelolaan dari tenaga keperawatan yang profesional bersama tenaga kesehatan lainnya. Perawat dalam memberikan pelayanan perawatan belum banyak terpapar dengan kompetensi seperti yang akan mereka lakukan sesuai dengan tingkat pendidikan, pelatihan, dan pengalaman kerja yang dimiliki. Selama ini mereka mengerjakan tugas yang sudah merupakan pekerjaan rutin yang harus mereka lakukan. Berdasarkan pengamatan selama ini ada di ruang anak dan bayi RSUP Dr. M. Djamil Padang, Kepala ruang anak menyatakan pelayanan yang diberikan di ruangan anak berdasarkan standar asuhan keperawatan anak yang dibuat oleh rumah sakit dan dicetak tahun 2000. Rata-rata pasien yang dirawat dalam satu tahun terakhir lebih kurang 1.200 orang pasien dengan kasus terbanyak demam
12
kejang, diare, DHF, ISPA, bronkopnemonia, sedangkan pada ruangan bayi kasus yang sering dirawat, adalah aspiksia, sepsis, BBRL, hiperbilirubin, gastroenteritis. Pada ruang bedah anak kasus yang sering muncul dengan kelainan bawaan (Labio shizis, hipospadia, hidrosefalus). Jumlah total tenaga yang ada di ruang rawat anak dan neonatus adalah 89 orang dengan latar belakang S1 (ners) 3 orang, 65 orang dengan pendidikan D3, SPK 15 orang, pekarya kesehatan 6 orang. Dari 89 perawat yang ada, 22 orang mendapat pelatihan 1 tahun terakhir. Untuk penjenjangan karir yang sudah ada di RS Dr. M. Djamil Padang PK IV 2 orang, PK III 43 orang, PK II 19 orang, dan PK I 25 orang. Penjenjangan ini berdasarkan lama kerja dan latar belakang pendidikan yang mereka miliki. Pada saat ini, pengembangan karir pada saat ini lebih menekankan pada posisi/jabatan, baik struktural maupun fungsional, sedangkan jenjang karir profesional berfokus pada pengembangan jenjang karir profesional pola terarah. Berlakunya sistem jenjang karir profesional memotivasi perawat untuk meningkatkan kualitas dirinya, sesuai dengan bidang keahlian masing-masing, sehingga nanti diharapkan perawat dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap masyarakat. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah yang ditemukan di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang adalah: 1. Model pengembangan
karir perawat belum jelas,
2. Kurangnya motivasi kerja dari perawat, 3. Keresahan yang membuat perawat tidak semangat dan iklim
kerja serta budaya kerja yang belum
kondusif,
13
4. Reward yang tidak sesuai dengan beban kerja perawat, 5. Kurang dukungan dari pihak manajemen untuk pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, dan 6. Kurang terpaparnya perawat dengan peran dan fungsi sebagai perawat vokasional maupun profesional. Rumah sakit diharapkan juga mempunyai suatu model yang akan sangat membantu perawat untuk pengembangan karirnya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah dengan
pengembangan
klinik
meningkatkan mutu pelayanan
pada
ruang rawat
anak
dapat
karir perawat
keperawatan profesional di rumah sakit. Beberapa pertanyaan penelitian secara rinci disusun sebagai berikut: 1. Apakah pendidikan dan pelatihan berkelanjutan berperan signifikan dalam mengembangkan karir perawat klinik? 2. Apakah pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan berperan signifikan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan profesional? 3. Apakah pengalaman kerja dan umur perawat berpengaruh terhadap pengembangan karir perawat klinik? 4. Apakah
pengalaman
kerja
dan
umur
perawat
berpengaruh
dalam
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan profesional? 5. Apakah motivasi perawat berpengaruh terhadap pengembangan karir perawat klinik? 6. Apakah motivasi perawat berpengaruh dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan profesional? 7. Apakah manajemen sumber daya manusia terhadap pengembangan karir perawat klinik?
di rumah sakit berpengaruh
14
8. Apakah manajemen sumber daya manusia di rumah sakit berpengaruh dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan profesional? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian pengembangan
ini
mempunyai
tujuan
untuk
melihat
pengaruh
karir perawat anak terhadap peningkatan mutu pelayanan
keperawatan profesional di RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2. Tujuan khusus Penelitian ini mempunyai tujuan khusus sebagai berikut: a. Melakukan kajian terhadap pengembangan karir tenaga keperawatan di RSUP Dr. M. Djamil Padang b. Menganalisis pola pengembangan karir perawat ruang anak dalam peningkatan mutu pelayanan
keperawatan profesional di RSUP Dr. M.
Djamil Padang c. Mengembangkan strategi yang tepat untuk pengembangan karir perawat di Ruang Rawat Anak di RSUP Dr. M. Djamil Padang. d. Menguji pengaruh penerapan kompetensi perawat anak terhadap mutu pelayanan keperawatan di Ruang Rawat Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang D. Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Mempunyai arti bagi perawat khususnya dalam tata laksana perawatan anak yang dirawat di rumah sakit.
15
2. Mempunyai arti bagi rumah sakit dalam
pengambilan
kebijakan untuk
mendapatkan model pengembangan karir perawat di ruang rawat anak dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan profesional. 3. Mempunyai arti praktis bagi perawat dalam memilih karir yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme. 4. Mempunyai arti bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang profesional dan akan meningkatkan kepuasan dari pasien. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang untuk mengembangkan jenjang karir perawat. Berbagai penelitian tentang perawat yang berhasil peneliti telusuri antara lain adalah sebagai berikut: Chanafie (2008), meneliti persepsi perawat pelaksana tentang jenjang karir dengan kepuasan kerja di RSUD Budhi Asih Jakarta dengan metode penelitian case control, berhasil mengungkapkan hubungan antara jenjang karir dengan kepuasan kerja perawat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan paling tinggi adalah terhadap tanggung jawab dan kepuasan paling rendah adalah terhadap gaji. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tentang pengembangan jenjang karir perawat terhadap pelayanan perawatan profesional. Karen et al. (2007) melakukan penelitian berjudul Executive Nurse Career Progression: Skills, Wisdom and Realities of Texas, dengan metode observasi.
Hasil
mempertimbangkan
penelitian pengalaman
membuktikan masa
lalu,
bahwa
pimpinan
pendidikan,
harus
keterampilan,
pengetahuan dan pertimbangan politis dari pimpinan itu sendiri, dalam
16
pengembangan karir. Penelitian ini, selain meneliti faktor di atas, juga menambahkan faktor manajemen rumah sakit. Banks et al. (2010) melakukan penelitian berjudul Career Motivation in Newly Licensed Registered Nurses: What Makes Them Remain, dengan metode kualitatif, yang menemukan bahwa pada 14 orang perawat yang sudah berlisensi di Amerika, terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan perawat dalam memilih karir. Faktor tersebut adalah seperti altruisme, pemenuhan diri, dan pengembangan karir.
faktor-faktor inilah
yang memotivasi
seseorang
mempertahankan karir sebagai seorang perawat. Pada penelitian ini yang menjadi responden adalah perawat vokasional dan perawat profesional. Azwir et al. (2008) yang melaksanakan penelitian tentang mekanisme pengembangan karir perawat di RSUD Tarakan dengan metode case control menemukan fokus penjenjangan karir perawat yang dilakukan selama ini secara struktural, seperti tahap rekrutmen, seleksi, orientasi, mutasi, promosi, dan pendidikan dan pelatihan, dan tidak melakukan uji kompetensi. Perbedaan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan tersebut memberikan intervensi kompetensi. Kinanee et al. ( 2009)
menyelidiki faktor-faktor dalam membuat
keputusan karir perawat di Nigeria Rivers State menggunakan metode penelitian case control teknik chi-kuadrat dengan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara variabel eksternal dan keputusan karir, ada hubungan yang signifikan antara pengaruh internal dan pembuatan keputusan karir, dan tidak ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin untuk faktor
17
pengambilan keputusan keperawatan. Perbedaannya, penelitian ini melihat pengaruh karakteristik individu perawat dan manajemen rumah sakit. Hussami et al. (2008) melakukan penelitian yang berjudul A Study of Nurses' Job Satisfaction: The Relationship to Organizational Commitment, Perceived Organizational Support, Transactional Leadership, Transformational Leadership, and Level of Education dengan metodologi pearson korelasi produk momen.
koefisien korelasi
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada
korelasi positif antara variabel dependen dan variabel independen. Dari lima variabel independen, analisis regresi berganda menunjukkan bahwa dukungan organisasi terkait erat dengan kepuasan kerja. Studi baru ini mendukung penelitian sebelumnya tentang pentingnya komitmen staf perawat dan kepuasan kinerja dan efektivitas. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah dukungan organisasi, komitmen staf perawat, pengaruh terhadap karir perawat dan peningkatan pelayanan keperawatan. Haryanti (2010) meneliti upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan anak melalui pelatihan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) di RS Cut Nyak Dhien-Meulaboh pasca bencana dengan metode penelitian stepped wedge design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelatihan MTBS tatanan RS dapat
dilaksanakan di daerah pasca bencana dan dapat meningkatkan skor kompetensi perawat dalam tata laksana anak sakit. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pelatihan yang diberikan MTBS, sedangkan kompetensi perawatan dengan metode mentorship.
pada penelitian ini intervensi
18
Penelitian Birch et al. (2007) yang berjudul The impact of a formal mentoring program for minimally invasive surgery on surgeon practice and patient outcomes
dengan metode penelitian yang dipakai adalah review
retrospective, dengan hasil penelitian menunjukkan dari tujuh orang ahli bedah yang dilakukan proses bimbingan mentoring dapat meminimalkan angka kejadian invasife pada pasien bedah post pembedahan
di rumah sakit di Canada.
perbedanya dengan yang penulis lakukan pada RSUP. M. Djamil Padang adalah penelitian dilakukan pada perawat yang bertugas di Ruang Anak dalam meningkatkan kompetensi keperawatan dengan proses mentoring, metode yang digunakan pada penelitian ini mengukur kompetensi sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian yang dilakukan oleh Zhao et al. (2011)
berjudul Patients’
preceptions of quality nursing care in a Chinese hospital. Hasil penelitian yang dilakukan di Cina dengan jumlah responden 440 orang di 18 unit rumah sakit di Cina menunjukkan hasil pasien akan merasa puas/pelayanan yang berkualitas apabila ada kemajuan dari status kesehatan pasien dan proses keperawatan yang lebih baik adanya rasa homur perawat dalam memberikan pelayanan keperarawatan dengan metode yang digunakan deskriptif. Penelitian yang penulis lakukan dengan metoda action research. Jumlah perawat yang menjadi sampel sebanyak 75 orang di ruang anak pada satu rumah sakit. Pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan perawat, bukan hanya dengan indikator status kesehatan meningkat tetapi juga dilihat dari sisi manajemen serta sarana yang tersedia.
19
Needleman et al. (2012) melakukan penelitian yang berjudul The role of nurses in improving hospital quality and efficiency: real-world results. Hasil penelitian terlihat di California, Rumah Sakit Magnet mempunyai program dan rumah sakit menerapkan garis depan pelayanan adalah perawat dengan program peningkatan kinerja staf seperti Transformasi Care at The Bedside (TCAB) yang menggambarkan perawat dan staf, didukung oleh kepemimpinan, dapat terlibat aktif dalam meningkatkan kualitas dan efisiensi perawatan di rumah sakit, serta keselamatan, keandalan, dalam memberikan pelayanan. Pada sisi lain, penelitian yang dilakukan di RSUP M. Djamil Padang adalah pengambilannya data dengan menggunakan kuesioner motivasi, manajemen dan berdasarkan karakteristik responden. Berbagai penelitian yang penulis paparkan di atas, belum ada yang menggambarkan metode dan model yang tepat dalam memutuskan pengembangan karir perawat di ruang anak dengan berbagai implikasinya. Penelitian yang penulis lakukan dengan intervensi keperawatan menggunakan metode preceptor dan mentor, dengan penilaian intervensi keperawatan dilakukan secara bertahap yang dibimbing oleh perawat dengan level karir lebih tinggi, setelah melakukan proses bimbingan selama empat minggu pada minggu kelima dilakukan penilaian, bimbingan dilakukan sebanyak tiga tahap.
20
Tabel 1. Keaslian penelitian No
Nama
Metode penelitian
Tahun
Judul penelitian
Hubungan Case antara persepsi control perawat pelaksana tentang jenjang karier dengan kepuasan kerja di RSUD Budhi Asih Jakarta.
1
Chanafie
2008
2
Spears et al
2008
2
Karen et al.
2007
Hasil penelitian
Hubungan antara jenjang karier dengan kepuasan kerja perawat, hasil penelitian menunjukkan kepuasan paling tinggi terhadap tanggung jawab dan kepuasan paling rendah adalah terhadap gaji. ` Journey to Artikel Pelayanan Nursing penelitian keperawatan yang Excellence: oleh kualitatif diberikan Building perawat dan Partnerships for bermitra dengan disiplin ilmu yang Success lain dapat meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien. Baik perawat sesama perawat, perawat dengan pimpinan dan rumah sakit dengan beberapa rumah sakit pada negara mereka. Executive Nurse Observasi Pimpinan harus Career mempertimbangkan Progression: pengalaman masa Skills, Wisdom lalu, pendidikan, and Realities di keterampilan, pengetahuan dan Texas pertimbangan politis dari pimpinan itu sendiri, dalam pengembangan karir .
21
No
Nama
Tahun
Judul penelitian
Metode penelitian
Hasil penelitian
3
Banks et al.
2010
Career Kualitatif Berdasarkan Motivation in wawancara dengan Newly Licensed 14 orang perawat Registered yang sudah Nurses: berlesensi di What Makes Amerika faktor yang Them Remain dipertimbangakan perawat dalam memilih karir adalah altruisme, pemenuhan diri, menantang karir, pengaruh model peran empat faktor ini yang memotivasi dan memilih seseorang mempertahankan karir sebagai seorang perawat.
4
Azwir et al.
2008
Mekanisme Case pengembangan control karir perawat di RSUD Tarakan
Pada penelitian ini lima tahap rekrutmen, seleksi, orientasi, mutasi, promosi, dan pendidikan dan pelatihan. Fokus penjenjangan karir perawat yang dilakukan selama ini secara struktural, tidak melakukan uji kompetensi.
22
No 5
6
Nama
Tahun
Kinanee et 2009 al.
Hussami et 2008 al.
Judul penelitian
Metode penelitian
Factors in The Career DecisionMaking of Nurses in Rivers State of Nigeria
Case control
A Study of Nurses' Job Satisfaction: The Relationship to Organizational Commitment, Perceived Organizational Support, Transactional Leadership, Transformational Leadership, and Level of Education
Koefisien korelasi Pearson korelasi produk momen
teknik chikuadrat
Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara variabel eksternal dan keputusan karir keputusan, hubungan yang signifikan antara pengaruh internal dan pembuatan keputusan karir, dan tidak ada perbedaan signifikan jenis kelamin di faktor pengambilan keputusan keperawatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara variabel dependen dan variabel independen berikut. Dari lima variabel independen, analisis regresi berganda menunjukkan bahwa dukungan organisasi terkait erat dengan kepuasan kerja. Studi baru ini mendukung penelitian sebelumnya tentang pentingnya komitmen staf perawat dan kepuasan kinerja dan efektivitas.
23
No
Nama
Tahun
Judul penelitian
Metode penelitian
Upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan anak melalui pelatihan manajemen terpadu balita sakit (MTBS) pada tatanan di RS Cut Nyak DhienMeulaboh pasca bencana The impact of a formal mentoring program for minimally invasive surgery on surgeon practice and patient outcomes
Stepped wedge design
Pelatihan MTBS tatanan RS dapat dilaksanakan di daerah pasca bencana dan dapat meningkatkan skor kompetensi perawat dalam tata laksana anak sakit.
Review retrospek tif
Hasil penelitian menunjukkan dari 7 orang ahli bedah yang dilakukan proses bimbingan mentoring dapat meminimalkan angka kejadian invasif pada pasien bedah pasca pembedahan di rumah sakit di Canada
7
Haryanti
2010
8
Birch, et al.
2007
Hasil penelitian
24
9
10
Zhao, et al.
Needleman, et al.
2011
2012
Patients’ perceptions of quality nursing care in a Chinese hospital
Deskriptif Hasil penelitian yang
The Role of Nurses in Improving Hospital Quality and Efficiency: Real-World Results
Article
dilakukan di Cina dengan jumlah responden 440 orang di 18 unit rumah sakit di Cina menunjukkan hasil pasien akan merasa puas/pelayanan yang berkualitas apabila ada kemajuan dari status kesehatan pasien dan proses keperawatan yang lebih baik adanya rasa peduli perawat dalam memberikan pelayanan keperarawatan.
Pada article tersebut berbunyi bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di California, Rumah Sakit Magnet mempunyai program dan rumah sakit menerapkan garis depan pelayanan adalah perawat dengan program peningkatan kinerja staf seperti Transformasi Care at The Bedside (TCAB) yang menggambarkan bagaimana perawat dan staf, didukung oleh kepemimpinan, dapat terlibat aktif dalam
25
meningkatkan kualitas dan efisiensi perawatan di rumah sakit. meningkatkan keselamatan dan keandalan, pasienketerpusatan, dan efisiensi pelayanan.
Berbagai
penelitian
di
atas
belum
ada
yang
mengungkapkan
pengembangan karir perawat di ruang anak terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan profesional melalui intervensi kompetensi.