BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi di Indonesia terutama di kota besar terjadi sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke kota besar dengan tujuan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kebutuhan tempat tinggal semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk di perkotaan tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan atau tanah untuk tempat tinggal sehingga menimbulkan permasalahan bagi pemerintah dan bagi masyarakat itu sendiri. Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Pembangunan perumahan atau hunian yang berbentuk rumah susun atau apartemen yang dapat mengurangi penggunaan tanah dan membuat ruang terbuka yang lebih lega merupakan salah satu alternatifnya.1 Sebidang tanah dapat digunakan secara optimal untuk menjadi tempat tinggal bertingkat yang dapat menampung sebanyak mungkin orang melalui pembangunan rumah susun. Optimasi penggunaan tanah secara vertikal
1
Urip Santoso, 2010, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media, Jakarta, hlm. 77.
1
2
sampai beberapa tingkat akan lebih efektif daripada optimasi tanah secara horizontal.2 Landasan hukum dari pembangunan rumah susun ini adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun sebagai pengganti UU sebelumnya yaitu UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, kebutuhan setiap orang, dan partisipasi masyarakat serta tanggung jawab dan kewajiban negara dalam penyelenggaraan rumah susun. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun selanjutnya dikenal sebagai Undang-Undang Rumah Susun (UURS). Pasal 1 angka 1 UURS memberikan definisi rumah susun sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan dan terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Bagian bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Contohnya adalah dinding, lantai, tangga, lift. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun tetapi dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaiaan bersama, 2
Arie S. Hutagalung, “Condominium dan permasalahannya” dalam Urip Santoso, 2010, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media, Jakarta, hlm. 77.
3
misalnya taman, tempat ibadah, tempat parkir, lapangan olahraga dan lainlain. Tanah bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan. Konsep rumah susun yang sebelumnya diatur dalam UndangUndang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun merupakan konsep kondominium yang diadopsi dan dituangkan dalam UU tersebut. Kondominium menunjuk pada suatu bentuk pemilikan yang melibatkan lebih dari seorang pemilik bangunan.3 Condominium adalah istilah hukum yang digunakan di Amerika Serikat dan sebagian Kanada. Australian dan British Columbia di Kanada menyebutnya dengan istilah strata title.4 Strata title adalah suatu sistem yang memungkinkan pembagian tanah dan bangunan dalam unit-unit yang disebut satuan (parcel) yang masingmasing merupakan hak yang terpisah, namun di samping kepemilikan secara individual itu dikenal pula adanya tanah, benda, serta bagian yang merupakan milik bersama (common property).5 Strata title dalam terminologi Barat ialah suatu kepemilikan terhadap sebagian ruang dalam suatu gedung bertingkat seperti apartemen dan rumah susun, atau dapat dikatakan sebagai hak milik atas satuan rumah susun.6 Apartemen adalah
3
Maria S.W. Sumardjono, 2008, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak atas Tanah Beserta Bangunan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Kompas, Jakarta, hlm. 91. 4 Adrian Sutedi, 2010, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta ,hlm. 138. 5 Maria S.W. Sumardjono, 2009, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas, Jakarta, hlm. 136. 6 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 141-142.
4
istilah lain dari salah satu bentuk rumah susun dimana terdapat pemisahan hak atas bangunan dengan segala sesuatu yang menjadi bagiannya, hak atas tanah yang bersangkutan serta bagian-bagiannya pula dan hak atas tanah yang khusus atas bagian tertentu dari bangunan yang dipergunakan secara terpisah.7 Kepastian hak bagi pemilikan satuan rumah susun kepada para pemiliknya dijamin dengan diberikannya alat pembuktian yang kuat berupa sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang terdiri dari: a. Salinan buku tanah dan surat ukur hak atas tanah bersama; b. Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki; c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang bersangkutan, yang kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan dijilid dalam satu sampul dokumen.8 Pembangunan berbagai jenis rumah susun sebagai alternatif pemecahan masalah diatas lebih banyak dilakukan oleh pihak swasta, yakni pengembang atau lebih sering disebut developer. Peranan developer sebagai pelaku usaha di industri perumahan khususnya dalam hal pembangunan rumah susun/apartemen adalah memberikan informasi penting, jelas dan akurat kepada konsumen mengenai produk yang
7
Komar Andasasmita, 1986, Hukum Apartemen Rumah Susun, Ikatan Notaris Indonesia Komisariat Daerah Jawa Barat, Bandung, hlm. 21 8 Adrian Sutedi, Op.Cit.hlm. 173.
5
ditawarkan seperti informasi jenis hak atas tanah, kondisi fisik bangunan dan harga jual.9 Pemasaran suatu apartemen pada umumnya menggunakan iklan baik media cetak maupun media elektronik dengan tujuan untuk mempromosikan produk tersebut kepada konsumen. Kenyataannya, tidak jarang
iklan/brosur
yang
disampaikan
oleh
developer
ternyata
menyesatkan atau tidak benar. Konsumen/pembeli apartemen menjadi objek dari pelaku usaha untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya melalui promosi, cara penjualan serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen karena ketiadaan posisi tawar yang seimbang.10 Kebutuhan tempat tinggal berbentuk rumah susun yang semakin meningkat membuat semakin banyak pula pengembang/developer yang berlomba-lomba
memasarkan
rumah
susunnya,
bahkan
ada
pengembang/developer yang memasarkan sebelum rumah susun itu berdiri, masih dalam tahap pembangunan maupun perencanaan. Pemasaran unit-unit rumah susun sebelum selesainya pembangunan rumah susun itu sendiri dipertanyakan keabsahannya. Prof. Boedi Harsono, sebagaimana dikutip Kompas berpendapat bahwa penjualan strata title melanggar ketentuan UURS, karena penjualan setiap satuan rumah susun hanya boleh dilakukan apabila seluruh unit sudah selesai dibangun, ada sertifikatnya, dan telah diperoleh izin layak huni.
Sebaliknya 9
Menteri
Perumahan
Rakyat
(Menpera),
yang
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2008, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm 30. 10 Ibid., hlm. 12.
6
pendapatnya didukung seorang developer dan pengacara, menyatakan bahwa penjualan tersebut tidak melanggar ketentuan UURS.11 Pemasaran rumah susun/apartemen yang belum selesai dibangun menimbulkan
permasalahan
yang
sering
kali
dijumpai
oleh
konsumen/pembeli apartemen itu sendiri. Tidak jarang harga jual yang telah disepakati tidak diikuti dengan pelayanan yang baik kepada konsumen, misalnya kualitas bangunan atau pelayanan purna jual. Dasar penyelesaian permasalahan konsumen berupa perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang ditandatangani developer dan konsumen juga tidak memberikan perlindungan hukum bagi konsumen. Hal ini sering membuat konsumen kecewa dan mengalami kerugian, penyelesaian masalah yang diberikan
oleh
developer
juga
dirasa
belum
cukup
memberikan
perlindungan hukum terhadap konsumen/pembeli rumah susun.12 Hubungan hukum yang timbul antara developer dengan konsumen rumah susun/apartemen menimbulkan perjanjian tertulis yang wajib disepakati dan ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian tersebut tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan oleh salah satu pihak dalam perjanjian,
kecuali
apabila
dikehendaki
oleh
kedua
belah
pihak.
Maksudnya selama terjadi kesepakatan antara para pihak mengenai harga yang harus dibayar oleh konsumen rumah susun, dan barang/jasa telah disediakan oleh pelaku usaha maka perjanjian mengikat bagi kedua belah
11
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi, Loc.Cit. 12 Yusuf Shofie, 2009, Perlindungan Konsumen Dan Instrument-Instrumen Hukumnya, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 97
7
pihak, kecuali terdapat suatu paksaan, kekhilafan maupun penipuan atas diri konsumen.13 Perjanjian tertulis yang dimaksud adalah PPJB yang dibuat sebagai upaya untuk melindungi para pihak, bertujuan untuk menimbulkan keterikatan antara satu pihak dengan pihak lain sehingga apa yang telah disepakati tidak dapat dilanggar atau dibatalkan begitu saja. Prakteknya, PPJB telah dipersiapkan oleh developer dimana isinya cenderung lebih menguntungkan pihak developer. Pemasaran
apartemen
sebelum
apartemen
tersebut
berdiri
sebenarnya mengandung risiko yang tinggi, salah satunya adalah ketidaksesuaian apa yang telah diperjanjikan di awal dengan bangunan aslinya ketika sudah siap diserahkan dan pada akhirnya pembeli rumah susun yang dirugikan. Salah satu developer yang telah memasarkan unit rumah susun atau apartemen yang dibangunnya sebelum apartemen tersebut berdiri adalah PT. Sumber Daya Nusaphala yang memasarkan apartemen The Bellezza Permata Hijau Jakarta. Pemasaran tersebut pada akhirnya menimbulkan sengketa yaitu perkara Nomor 286/Pdt.G/2012/Jkt-Sel yang diajukan oleh para konsumen pembeli unit apartemen ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai jual beli satuan rumah susun/apartemen antara PT Sumber Daya Nusaphala selaku developer dengan konsumen/pembeli unit apartemennya.
13
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hlm. 26-27
8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Hal-hal apa saja yang melatarbelakangi timbulnya gugatan konsumen Nomor 286/Pdt.G/2012/Jkt-Sel kepada pengembang dalam kasus jual beli tersebut? 2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pembeli satuan rumah susun dalam jual beli dengan sistem pemesanan tersebut? C. Keaslian Penelitian Hasil penelusuran dan pengamatan kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, ditemukan beberapa tesis mengenai jual beli rumah susun yang terkait dengan judul tesis peneliti yaitu “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam Jual Beli Rumah Susun Dengan Sistem Pemesanan (Studi Kasus Jual Beli Apartemen The Bellezza Permata Hijau Jakarta)”, antara lain : 1. Penelitian yang dilakukan oleh Retno Ima Astuti tahun 2010 yang berjudul
“Perjanjian
Pengikatan
Jual
Beli
Sebagai
Upaya
Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Rumah Susun”. Dalam penelitian ini, permasalahan yang diteliti adalah14: a. Bagaimana kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual beli rumah susun menurut KUHperdata?
14
Retno Ima Astuti, 2010, Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Rumah Susun, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
9
b. Apakah klausula dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut telah mampu melindungi kepentingan pembeli satuan rumah susun? 2. Penelitian yang dilakukan oleh Fanny Van Sasongko tahun 2011 dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Rumah Susun (Studi Kasus Pada Apartemen Prima 1 Dengan Pengembang PT Primaland Internusa Development Di Jakarta). Penelitian tersebut meneliti permasalahan sebagai berikut15: a. Apakah hak-hak konsumen telah terlindungi dalam transaksi jual beli rumah susun apartemen Prima 1 dengan pengembang PT. Primaland Internusa Development berdasarkan UndangUndang Perlindungan Konsumen? b. Hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi jual beli rumah susun apartemen Prima 1 dengan pengembang PT. Primaland Internusa Development? c. Upaya apa yang dapat ditempuh konsumen jika terjadi pelanggaran terhadap hak-haknya? 3. Penelitian yang dilakukan oleh Aneke Cyntia tahun 2012 dengan judul “Tanggung Jawab Developer Sebagai Upaya Perlindungan
15
Fanny Van Sasongko, 2011, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Rumah Susun (Studi Kasus Pada Apartemen Prima 1 Dengan Pengembang PT Primaland Internusa Development Di Jakarta, Tesis Program Studi Magister Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
10
Konsumen Dalam Pembelian Rumah Di Perumahan The Green Court (Studi Kasus PT. Nuansa Hijau Lestari)”. Dalam penelitian tersebut, permasalahan yang diteliti adalah sebagai berikut16: a. Apakah permasalahan hukum dalam proses pembelian rumah di perumahan The Green Court yang berstatus tanah HGB diatas HPL? b. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab developer (PT. Nuansa Hijau Lestari sebagai upaya perlindungan konsumen dikaitkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen? Penelitian yang akan dilakukan peneliti berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan. Penelitian ini akan lebih memfokuskan mengenai hal-hal yang melatarbelakangi timbulnya gugatan dalam jual beli rumah susun yang dilakukan dengan pemesanan terlebih dahulu, serta upaya perlindungan hukum bagi pembeli rumah susun. Lokasi penelitian ini juga berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Peneliti memilih lokasi penelitian di Jakarta, yakni di Apartemen The Bellezza Permata Hijau. Oleh karena itu peneliti menyimpulkan bahwa permasalahan tersebut belum pernah diteliti. Apabila dikemudian hari terdapat tesis yang sama atau hampir sama maka diharapkan penelitian ini dapat menambah dan mendukung tesis yang telah ada.
16
Aneke Cyntia, 2012, Tanggung Jawab Developer Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Dalam Pembelian Rumah Di Perumahan The Green Court (Studi Kasus PT. Nuansa Hijau Lestari), Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
11
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan: 1. Tujuan Objektif a. Untuk
mengetahui
melatarbelakangi
dan
timbulnya
menganalisis gugatan
hal-hal
konsumen
yang Nomor
286/Pdt.G/2012/Jkt-Sel kepada pengembang dalam kasus jual beli tersebut. b. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi pembeli rumah susun/apartemen dalam jual beli dengan sistem pemesanan. 2. Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data-data yang diperlukan guna penyusunan tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. E. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini: 1. Manfaat Akademis a. Menambah literatur di bidang ilmu pengetahuan pada umumnya dan bidang hukum pada khususnya. b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi semua pihak mengenai perlindungan hukum terhadap
12
pembeli dalam transaksi jual beli rumah susun/apartemen dengan pengembang. 2. Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan atau pertimbangan sekaligus memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang terkait dalam masalah perlindungan hukum terhadap pembeli dalam jual beli rumah susun dengan sistem pemesanan terlebih dahulu.