BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi identik dengan kemajuan teknologi dan informasi yang berkembang sangat pesat dan cepat. Fenomena ini terjadi di seluruh belahan dunia tanpa memandang negara maju dan negara berkembang. Masyarakat dunia suatu negara dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi dan informasi ini agar dapat bersaing dengan dunia global yang semakin modern, praktis dan efisien. Hal inilah yang dikenal dengan istilah hubungan global. Indonesia yang termasuk dalam tata pergaulan hubungan global ini, mau tidak mau harus mengikuti tantangan untuk melaksanakan pemahaman dalam tatanan baru itu.1 Kemajuan teknologi baik dari informasi dan komunikasi semakin hari semakin berkembang dengan pesat yang memberikan banyak kemudahan bagi umat manusia. Internet adalah salah satu produk dari kemajuan teknologi dari informasi dan komunikasi. Banyak hal dapat dilakukan melalui internet mulai dari berhubungan sosial, bekerja, hingga melakukan bisnis jual beli secara online. Semua hal tersebut dapat dilakukan tanpa melakukan kontak langsung dengan
1
H. Sutarman, 2007, Cyber Crime – Modus Operandi dan Penanggulangannya, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, h.1.
1
2
orang lain. Bisnis secara online dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa fasilitas seperti situs internet, jejaring sosial, maupun layanan e-banking. Teknologi informasi dan komunikasi saat ini sedang mengarah kepada konvergensi yang memudahkan kegiatan manusia sebagai pencipta, pengembang dan pengguna teknologi itu sendiri. Internet sebagai suatu media dan komunikasi elektronik telah banyak di manfaatkan untuk berbagai kegiatan salah satunya adalah melakukan perdagangan. Kegiatan perdagangan dengan memanfaatakan media internet ini dikenal dengan istilah electronic commerce, atau disingkat ecommerce.2 Kemajuan teknologi yang merupakan hasil budaya manusia di samping membawa dampak positif, ternyata dalam perkembangannya juga dapat membawa dampak negatif bagi manusia dan lingkungannya, yaitu seperti ditandai dengan adanya kejahatan. Jenis kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan kemajuan teknologi informasi adalah kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan aplikasi dari internet. Penyalahgunaan internet merupakan salah satu sarana untuk melakukan kejahatan atau tindak pidana. Jenis
kejahatan
yang
semula
dapat
dikatakan
sebagai
kejahatan
konvensional, seperti halnya pencurian, pengancaman, pencemaran nama baik bahkan penipuan kini modus operandinya dapat beralih dengan menggunakan internet sebagai sarana melakukan kejahatan dengan resiko minim untuk
2
Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law Dan Haki Dalam Sistem Hukum Indonesia, Bandung : PT. Refika Aditama, h.1.
3
tertangkap oleh pihak yang berwajib, dan situs di internet (website) dapat digunakan sebagai media perantara untuk melakukan transaksi melalui internet, dimana isi dari situs tersebut seolah-olah terdapat kegiatan penjualan barang. Bisnis online adalah bisnis yang dilakukan dengan internet sebagai media pemasaran dengan menggunakan website sebagai katalog.3 Saat ini bisnis online sedang menjamur di Indonesia baik untuk barang-barang tertentu seperti tas, sepeda, sepatu, hingga jasa seperti ojek. Bisnis ini dianggap sangat potensial karena kemudahan dalam pemesanan dan harga yang cukup bersaing dengan bisnis biasa. Bisnis ini tidak memerlukan toko melainkan dengan media jejaring sosial Instagram, Blog, Facebook maupun jejaring sosial lainnya yang dihubungkan dengan internet. Kegiatan perdagangan menggunakan internet tersebut membuat negara seolah-olah tanpa batas teritorial (borderless) menimbulkan keuntungan dan kemudahan bagi suatu bangsa yang dapat dilihat dalam berbagai bentuk kerjasama antar negara dalam bidang ekonomi, politik dan budaya. Mekanisme transaksi dan perjanjian dengan dunia luar cukup dikendalikan melalui ruang kecil dengan teknologi berbasis protocol internet yang menawarkan fasilitas yang efektif, efisien dan modern. Cyber Crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok dengan menggunakan sarana komputer dan alat telekomunikasi lainnya. Seseorang yang menguasai dan mampu mengoperasikan komputer seperti 3
Ollie, 2008, Membuat Toko Online dengan Multyply, Media Kita, Jakarta, h. 3.
4
operator, programmer, analis, consumer, manager dan kasir dapat melakukan cyber crime. Cara yang biasa digunakan adalah dengan merusak data, mencuri data dan menggunakannya secara ilegal. Faktor dominan terjadinya cyber crime adalah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi seperti telepon, hand phone dan alat telekomunikasi lain yang dipadukan dengan perkembangan teknologi komputer. Cyber Crime dapat ditemui salah satunya pada kasus penipuan saat berbelanja di toko online (online shop). Dalam rangka mengikuti gaya hidup masa kini, banyak masyarakat yang memilih berbelanja secara online. Berbelanja secara online adalah kemudahan yang ditawarkan dalam kecanggihan internet masa kini melalui website ataupun media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, BBM dan media sosial lainnya. Kecepatan waktu dan penawaran adalah keunggulan bagi jejaring sosial ini. Online shop yang menawarkan berbagai macam kebutuhan hidup memungkinkan terjadinya transaksi jual beli yang sederhana dan mudah dilakukan. Cukup dengan memilih kebutuhan yang diinginkan di katalog yang disediakan oleh pelaku usaha, konsumen dapat memiliki barang tersebut cukup dengan melakukan pembayaran via transfer ataupun dengan cara lainnya. Segala kemudahan yang ditawarkan online shop dan keterbatasan waktu masyarakat saat ini mendorong besarnya aktifitas belanja secara online. Kasus-kasus yang muncul di permukaan dan diketahui oleh publik umumnya berdasarkan adanya laporan dari korban cyber crime akan kerugian
5
yang dialaminya.4 Pada kasus korban penipuan dalam transaksi jual beli di online shop, yang salah satunya dimana seorang pembeli saat membeli barang sesuai keinginanya di online shop, dan si penjual mewajibkan si pembeli tersebut untuk mengirim sejumlah uang terlebih dahulu sesuai kesepakatan, setelah itu si penjual baru akan mengirim barang yang diinginkan oleh si pembeli tersebut. Banyak kasus dimana saat uang sudah dikirim oleh si pembeli, barang yang seharusnya dikirim oleh si penjual tidak dikirim atau barang yang dikirim berbeda tidak sesuai seperti informasi yang diberikan oleh si penjual. Sebaliknya kasus dimana seorang penjual di online shop juga riskan sebagai korban tindak pidana penipuan, dimana salah satu kasus seorang pembeli mengirimkan bukti palsu transfer sejumlah uang yang di dalamnya si pembeli sudah mengirimkan sejumlah uang ke rekening si penjual dengan bermaksud untuk menggerakkan si penjual untuk memberikan barang yang diinginkan oleh si pembeli tersebut. Dilihat dari tataran norma, kejahatan penipuan dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya disebut KUHP, pada BAB XXV tentang perbuatan curang yang dimana pada Pasal 378 menyebutkan “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” 4
H. Sutarman, Op.cit, h.6.
6
Peraturan mengenai penipuan menggunakan barang elektronik juga dilarang pada Pasal 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843, selanjutnya disebut UU ITE). Perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) adalah “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”. Uraian pada Pasal 378 KUHP sudah jelas menyatakan dimana tindakan penipuan itu dilarang. Pasal 28 UU ITE lebih khusus menjelaskan bahwa tindakan penipuan yang dilakukan dengan sarana elektronik tersebut dilarang. Dapat dilihat pada bunyi pasal tersebut yang menyatakan penipuan menggunakan sarana elektronik adalah “tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian
konsumen
dalam
transaksi
elektronik
serta
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya”. Dilihat dari tataran norma dapat kita lihat bahwa pengaturan pengaturan dalam norma tersebut sudah jelas, tetapi pelaksanaan dari norma norma tersebut kurang efektif, hal tersebut dilihat dari penegakan hukum terhadap delik penipuan, di Indonesia terkesan kurang mendapatkan prioritas apabila dibandingkan dengan upaya pemberantasan tindak pidana lainnya, seperti narkotika, terorisme, maupun korupsi. Kondisi seperti ini patutnya dievaluasi kembali karena akan semakin meningkat, terlebih dengan semakin meningktanya modus- modus di dunia maya.
7
Semua orang rentan menjadi korban dari kejahatan cyber. Semua orang rentan menjadi korban cyber karena sudah terpengaruh oleh pesatnya kemajuan teknologi. Tingginya pengaruh-pengaruh negatif dari teknologi khususnya internet akan memperbesar timbulnya suatu kejahatan cyber. Peranan korban dalam terjadinya kejahatan Cyber pada kasus penipuan dalam transaksi jual beli online tidak dapat diabaikan. Peran yang dimaksud adalah sebagai sikap dan keadaan diri seseorang yang menjadi calon korban ataupun sikap atau keadaan seseorang yang memicu seseorang berbuat kejahatan. Kenyataannya tidak mungkin timbul tindak kejahatan apabila tidak ada korban. Korban kejahatan bukan hanya orang perseorangan namun dapat pula korporasi, institusi, pemerintah, bangsa dan negara.5 Pihak korban sebagai partisipan utama dalam memainkan peran penting. Pihak korban dapat berperan secara sadar ataupun tidak sadar, secara langsung dan tidak langsung, sendiri atau bersamasama, bertanggung jawab atau tidak, secara aktif atau pasif. 6 Contoh peran korban dalam tindak pidana penipuan pada transaksi jual beli online , dimana salah satu kasus yang terjadi di Bali yang di peroleh dari situs internet (antarabali.com) yang berisi berita bahwa terjadinya kasus penipuan sebuah iklan rumah kontrakan yang di pasang pada situs jual beli online yang sudah dilaporkan ke Polresta Denpasar. Seorang korban yang bernama Lin Jayati (36) yang berasal dari Surabaya telah mentransfer uang muka senilai Rp. 1,5 juta dari total harga kontrakan sebesar Rp.
5
Bambang Waluyo, 2011, Victimologi Perlindungan Korban dan Saksi, Sinar Grafika, Jakarta, h. 11. 6
Retna Yulia, 2010, Victimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 76.
8
14,5 juta di daerah Pemogan, Denpasar Selatan. Namun rumah yang dituju korban tidak sesuai dengan yang di iklan situs jual beli online OLX.7 Mencegah dan menanggulangi permasalahan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online tidak cukup dengan proses kriminalisasi yang dirumuskan dalam bunyi pasal, tetapi juga diperlukan upaya lain. Upaya tersebut berupa tindakan pemerintah untuk menangani kasus penipuan di dunia maya ini, sehingga peraturan-peraturan yang mengatur mengenai tindak pidana penipuan yang terjadi di dunia maya dapat dijalankan dengan efektif apabila telah terjadi kerjasama antar para pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan cyber. Berdasarkan pada latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat dan melakukan penelitian dalam penulisan skripsi yang berjudul “PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENIPUAN TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE DI POLRESTA DENPASAR”. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan
permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pencegahan tindak pidana penipuan pada transaksi jual beli online di Polresta Denpasar ?
7
Dewa Wiguna, 2016, “Polresta Denpasar Tangani Penipuan Iklan Daring”, Antara Bali, URL : http://www.antarabali.com/berita/86015/polresta-denpasar-tangani-penipuan-iklandaring, diakses tanggal 23 Februari 2016
9
2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penipuan pada transaksi jual beli online? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan karya ilmiah menentukan ruang lingkup masalah merupakan suatu hal yang sangat penting guna menjamin adanya keutuhan dan ketegasan serta untuk mencegah kekaburan permasalahan karena terlalu luas dan terlalu sempit.8 Agar tidak menyimpang terlalu jauh dari pokok permasalahannya, maka dalam penulisan skripsi ini diberikan suatu pembatasan dalam pembahasan dalam yaitu: 1. Permasalahan pertama, ruang lingkup pembahasannya mengenai bagaimana pencegahan tindak pidana penipuan pada transaksi jual beli online di Polresta Denpasar. 2. Permasalahan kedua, ruang lingkup pembahasannya yaitu akan dibahas faktorfaktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penipuan pada transaksi jual beli online. 1.4. Orisinalitas Penelitian Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakawan, khususnya di lingkungan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali sepanjang yang diketahui dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Efektifitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Terhadap Korban
8
Soerjono Soekanto, 1983, Tata Cara Penyusunan Karya Ilmiah Bidang Hukum, Ghalian Indonesia, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I ), h. 12.
10
Tindak Pidana Penipuan Pada Transaksi Jual Beli Online”. Adapun penulisan penelitian yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini melalui internet antara lain: 1. Nama
: Abdul Kadir Pobela
Tempat
: Universitas Hasanuddin Makasar
Nim
: B 111 09 459
Judul Skripsi
: Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Penipuan Yang Dilakukan Melalui Media Elektronik (Studi Kasus Putusan No. 1193/PID.B/2012/PN.Mks)
Permasalahan: 1) Bagaimanakah penerapan hukum pidana materiil pada perkara tindak pidana penipuan yang dilakukan melalui media elektronik dalam studi kasus Putusan Nomor 1193/Pid.b/2012/PN.mks? 2) Bagaimanakah pertimbangan hukum dari hakim dalam Putusan Nomor 1193/Pid.b/2012/PN.mks? Hasil: 1) Jaksa penuntut umum disini mendakwakan pasal45 ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP, dimana telah terpenuhi semua unsur-unsurnya didasarkan pada fakta-fakta hukum baik melalui keterangan-keterangan maupun alat-alat bukti. 2) Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku dalam perkara putusan nomor 1193/Pid.B/2012/PN.Makasar telah sesuai karena berdasarkan penjabaran keterangan saksi-saksi, keterangan
11
terdakwa, alat bukti serta terdapatnya pertimbangan-pertimbangan yuridis menurut KUHP. Hal-hal yang meringankan dan memberatkan serta yang diperkuat dengan adanya keyakinan hakim. Namun menurut penulis, sanksi pidana yang dijatuhkan kepada para terdakwa kurang memberikan efek jera karena kejahatan melalui elektronik mudah dilakukan dan sangat cepat berkembang.
2. Nama
: Rizki Dwi Prasetyo
Tempat
: Universitas Brawijaya Malang
Nim
: 105010100111042
Judul Skripsi
: Pertanggungjawaban
Pidana
Pelaku
Tindak
Pidana
Penipuan Online Dalam Hukum Pidana Positif di Indonesia Permasalahan: 1) Bagaimana bentuk pertanggungjawaban terhadap pelaku tindak pidana penipuan online? 2) Bagaimana konsekuensi yuridis pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terhadap pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada tindak pidana penipuan online? Hasil: 1) Bentuk pertanggugjawaban pidana pelaku tindak pidana penipuan online hanya dapat dijatuhi menggunakan pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (2) UU ITE. Pasal 378 KUHP tentang tindak pidana penipuan tidak dapat
12
digunakan untuk membebani pelaku tindak pidana penipuan online untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, dikarenakan terdapat beberapa kendala dalam membebani sanksi pidana pada pelaku tindak pidana seperti kendala dalam pembuktian dimana alat bukti yang dibatasi oleh KUHAP, dalam pasal 378 KUHAP terdapat kesulitan menentukan yurisdiksi untuk menggunakan hukum mana dan siapa yang berhak untuk menghukum pelaku karena penipuan online termasuk dalam kejahatan lintas Negara atau cyber crime. Sehingga pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45 ayat (2) UU ITE meskipun tidak secara khusus mengatur tentang tindak pidana penipuan dalam konteks berbeda tetapi tetap dapat digunakan untuk membebani pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam tindak pidana penipuan online, pada aktivitas transaksi elektronik atau dapat dikatakan jual-beli online mengingat konteks sebenarnya dari adanya UU ITE adalah sebagai perlindungan konsumen. 2) Konsekuensi yuridis dari penggunaan Pasal 28 ayat (1) UU ITE terhadap Pasal 378 KUHP pada tindak pidana penipuan online, dimana kedua pasal tersebut saling mengesampingkan dan mengecualikan. Pasal 28 ayat (1) UU ITE hanya dapat di gunakan pada tindak pidana penipuan online yang berkarakteristik pada aktivitas jual beli online saja, sedangkan pada pasal 378 KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana penipuan konvensional. Melihat unsur dan modus penipuan online yang semakin canggih dan mengikuti perkembangan jaman, penggunaan pasal 28 ayat (1) UU ITE dirasa sangat tepat untuk langsung di dakwakan
13
terhadap pelaku agar tidak akan timbul kehawatiran lolosnya pelaku dari pembebanan pemidanaan pada tindakannya. Perbedaan: Perbedaan penulisan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas adalah penulisan penelitian ini akan lebih pada penelitian bagaimana Polresta Denpasar dalam mencegah tindak pidana penipuan transaksi jual beli online dan menelusuri atau meneliti apa faktor yang menyebabkan timbulnya korban dari tindak pidana penipuan jual beli online. Pada penelitian di atas lebih cenderung meneliti tentang suatu keputusan yang dijatuhkan oleh hakim pada pelaku tindak pidana jual beli online serta cenderung meneliti konsekuensi yuridis dari penggunaan suatu peraturan perundang-undangan yang sebaiknya digunakan dalam menjerat pelaku tindak pidana penipuan transaksi jual beli online. 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian skripsi ini dapat digolongkan menjadi 2 bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.5.1
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis permasalahan hukum dan isu-isu aktual mengenai tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online, khususnya terkait efektifitas pelaksanaan UU ITE, serta menelusuri faktor-faktor yang menyebabkan
14
adanya tindakan cyber dan menegakan hukum cyber hingga solusi atas masalah tersebut. 1.5.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis apakah UU ITE sudah efektif dalam pencegahan tindak pidana penipuan terkait pada transaksi jual beli online. 2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor apa saya yang menyebabkan adanya tindak pidana penipuan terkait pada transaksi jual beli online. 1.6. Manfaat Hasil Penelitian Manfaat hasil penelitian ini yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu: 1.6.1
Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum pidana, khususnya pemahaman teoritis mengenai efektivitas pelaksanaan UU ITE dalam mencegah tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online serta faktor-faktor yang menyebabkan adanya tindak pidana penipuan tersebut. Manfaat teoritis dari penelitian ini
adalah penulis
dapat
memperoleh pencerahan mengenai
permasalahan yang penulis hadapi sehingga menjadi dasar pemikiran yang teoritis bahwa UU ITE perlu dikaji dalam perumusan konsepnya agar penerapan tersebut nantinya bisa memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum.
15
1.6.2
Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa Diharapkan agar dapat memberikan referensi dan pengembangan wawasan berpikir bagi diri sendiri maupun pembaca mengenai Efektifitas Penegakan Hukum Pidana dalam mencegah timbulnya tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online. b. Bagi Penegak Hukum Diharapkan agar skripsi ini dapat dijadikan refrensi bagi penegak hukum agar dalam melakukan tugasnya dalam menegakkan hukum terhadap cyber crime khususnya dalam tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online dapat dilaksanakan secara optimal. c. Bagi Masyarakat Untuk memberikan kesadaran hukum kepada masyarakat terhadap aturanaturan yang berlaku tentang tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online pada semua orang agar lebih berhati-hati dalam berkegiatan di dunia maya. 1.7. Landasan Teoritis Skripsi ini secara garis besar menggunakan tiga teori hukum dalam membahas permasalahan ini. Tujuan dipergunakannya teori hukum untuk membantu penulis dalam memperjelas masalah yang diteliti. Teori-teori yang dipergunakan adalah:
16
a. Teori Pencegahan Terkait pembahasan rumusan masalah mengenai pencegahan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online di Polresta Denpasar digunakan Teori Pencegahan Umum sebagaimana dikemukakan oleh Anselm Von Feurbach mengenai psychologische zwag, yang dimana berbunyi : “apabila setiap orang mengerti dan tahu, bahwa melanggar peraturan hukum itu diancam pidana, maka orang itu mengerti dan tahu juga akan dijatuhi pidana atas kejahatan yang dilakukannya dapat digolongkan ke dalam teori pencegahan umum. Jadi menurut teori ini tercegahlah bagi setiap orang untuk berniat jahat sehingga di dalam jiwa orang masing-masing telah mendapatkan tekanan atas ancaman pidana.”9 b. Teori Kriminologi Objek dari kriminologi sendiri adalah orang-orang yang melakukan tindak pidana kejahatan (pelaku kejahatan) itu sendiri. Tujuan mempelajari kriminologi ini sendiri agar nantinya menjadi mengerti apa sebab-sebabnya berbuat jahat, apakah karena memang bakatnya adalah jahat, ataukah di dorong oleh keadaan masyarakat di sekitarnya baik secara sosiologis dan ekonomis, atau sebab-sebab lainnya. Jika sebab-sebab itu sudah diketahui, maka di samping pemidanaan, dapat diadakan tindakan-tindakan yang tepat agar orang tadi tidak lagi berbuat demikian, atau agar orang lain tidak akan melakukannya.10 Kriminologi dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. Criminal Biology, menyelidiki dalam diri orang itu sendiri akan sebabsebab dari perbuatannya, baik dalam jasmani maupun rohani;
9
Marlina, 2011, Hukum Penitensier, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 57.
10
Moeljatno, 2008, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, h. 14.
17
2. Criminal Sosiology, mencoba mencari sebab-sebab dalam lingkungan masyarakat di mana masyarakat itu berada; 3. Criminal Policy, tindakan-tindakan apa yang sekiranya harus dijalankan supaya orang lain tidak berbuat demikian.11 Berabad-abad sudah menjatuhi pidana kepada orang yang melakukan kejahatan, namun orang masih melakukan kejahatan. Pidana disini menandakan bahwa tidak mampu untuk mencegah adanya kejahatan yang dimana berarti pidana bukanlah obat bagi penjahat. Penjahat dianggap sebagai orang sakit dan pidana bersifat memberi nestapa sebagai pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan. Cara mengobati penjahat disini tentunya terlebih dahulu diperlukan mengetahui sebab-sebab dari penyakit itu, dan bukanlah pidana yang bersifat memberi nestapa sebagai pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan, melainkan tindakan-tindakan.12 Moeljatno menyatakan pandangan seperti diatas agak terlalu simplitis, sebab pandangan bahwa pidana adalah semata-mata sebagai pembalasan kejahatan yang dilakukan, dan dimana sekarang hal tersebut sudah ditinggalkan, dan telah diinsafi bahwa senyatanya sekarang sudah lebih kompleks. Pada saat ini apabila masih terdapat sifat pembalasan, maka hal tersebut hanya segi yang kecil saja. Pada saat ini yang lebih besar dan lebih penting pada menentramkan kembali masyarakat yang telah digoncangkan dengan adanya perbuatan pidana di satu pihak, dan di lain pihak, mendidi
11
Ibid, h.15.
12
Ibid.
18
kembali orang melakukan perbuatan pidana tadi menjadi anggota masyarakat yang berguna.13 Moeljatno menyatakan disini seharusnya pidana harusnya berubah tidak lagi sebagai pembalasan atau penderitaan fisik dan perendahan martabat manusia sebagai pembalasan dari kejahatan yang telah dilakukan, tetapi mencangkup seluruh sarana yang telah dipandan layak dan dipraktikkan dalam suatu masyarakat tertentu.14 Adanya kriminologi di samping ilmu hukum pidana, pengetahuan tentang kejahatan menjadi lebih luas. Pengetahuan tersebut nantinya akan membuat orang mendapat pengertian lebih baik tentang penggunaan hukumnya terhadap kejahatan maupun tentang pengertiannyamengenai timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya, sehingga memudahkan penentuannya adanya kejahatan dan bagaimana menghadapai untuk kebaikan masyarakat dan penjahat itu sendiri.15 c. Teori Aksi Meneliti efektifitas hukum hendaknya menelaah efektifitas suatu peraturan perundang-undangan dengan membandingkan antara realitas hukum dengan ideal hukum. Donald Black menyatakan, ideal hukum merupakan kaidah hukum yang dirumuskan dalam undang-undang atau putusan hakim (law in
13
Ibid, h. 16.
14
Ibid.
15
Ibid.
19
book). Dengan merujuk principle of effectiviness dari Hans Kelsen menyebutkan bahwa realitas hukum berarti seseorang harus bertingkah laku atau bersikap sesuai tata kaidah hukum, denga kata lain realitas hukum adalah hukum dalam tindakan (law in action).16 Meneliti efektifitas hukum dari undang-undang tidak hanya menetapkan tujuan dari undang-undang (baik dari kehendak pembuat undang-undang atau tujuan langsung tidak langsung, maupun tujuan instrumental-tujuan simbolis), diperlukan pula syarat-syarat lain seperti: 1. Perilaku yang diamati adalah perilaku nyata; 2. Perbandingan antara perilaku yang diatur dalam hukum dengan keadaan apabila tidak diatur dalam hukum. Apabila hukum sudah mampu mengubah perilaku masyarakat (berprilaku sesuai hukum) maka seharusnya perilaku tersebut akan sama ketika tidak ada hukum yang mengatur perilaku tersebut. 3. Mempertimbangkan jangka waktu pengamatan 4. Mempertimbangkan tingkat kesadaran pelaku. Berl Kutschinsky mengemukakan empat indicator kesadaran hukum yaitu: a. Pengetahuan tentang peraturan-peraturan hukum (law awareness) b. Pengetahuan tentang isi peraturan hukum (law aquitance) c. Sikap hukum (law attitude); dan d. Perilaku Hukum (legal behavior).17 Dalam bukunya The Structure of Social Action, Parsons mengemukakan karakteristik tindakan sosial (Social Action) sebagai berikut: 1. Adanya individu sebagai aktor; 2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan; 3. Aktor memilih alternative cara, alat dan teknik untuk mencapai tujuannya;
16
Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 137. 17
Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), h. 49.
20
4. Aktor apabila berhadapan dengan sejumlah kondisi-kondisi situasional (berupa kondisi dan kondisi yang sebagian tidak dapat dikendalikan oleh individu) yang membatasi tindakannya dalam mencapai tujuan. Misalnya adalah kelamin dan tradisi; 5. Aktor berada di bawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhi dalam memilih dan menentukan tujuan. Contohnya kendala dalam kebudayaan.18 d. Teori Penegakan Hukum Penegakan hukum merupakan usaha dalam mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapkan rakyat menjadi suatu kenyataan.19 Soejono Soekanto mengemukakan, inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan antara apa yang ada di dalam kaidah-kaidah sejumlah peraturan-peraturan perundang-undangan terhadap penciptaan, pemeliharaan dan mempertahankan kedamaian dalam pergaulan hidup.20 Soerjono
Soekanto
mengemukakan
ada
5
(lima)
faktor
yang
mempengaruhi penegakan hukum, yaitu: 1. Faktor hukumnya sendiri, yang dibatasi dengan undang-undang saja; 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan; 5. Faktor kebudayaan, sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.21
18
Amirudin dan H. Zainal Asikin, Op.cit, h. 142
19
Soleman B. Taneko, 1993, Pokok-pokok Studi Hukum dalam Masyarakat, Rajawali Pers, Jakarta, h. 49. 20
Sabian Utsman, 2010, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum – Makna Dialog antara Hukum & Mayarakat, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 373. 21
Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegak Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto III), h. 8.
21
Efektifitas dari suatu perundang-undangan dipengaruhi oleh beberapa faktor, atara lain: 1. Pengetahuan tentang substansi perundang-undangan; 2. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut; 3. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan di dalam masyarakatnya; 4. Proses lahirnya perundang-undangan, yang tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan atau sesaat, yang dimana Gunar Myrdall mengistilahkan sebagai sweep legislation, yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.22 Gangguan terhadap penegak hukum mungkin terjadi apabila tidak adanya keserasia antara “tri tunggal” nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan tersebut dapat terjadi apabila ketidakserasian antara nilai yang berpasangan menjelma dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur dan pola perilakunya tidak terarah sehingga mengganggu kedamaian pergaulan.23 1.8. Metode Penelitian 1.8.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah Jenis Penelitian Hukum Empiris
atau
yang sering disebut
sebagai
Penelitian Hukum Sosiologis
yang
mengkonsepkan hukum sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variable sosial lainnya. Sasaran dari jenis penelitian hukum empiris yakni law in action.24
22
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legal Prudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 378. 23
Soerjono Soekanto III, Op.cit, h. 7.
22
Penelitian hukum empiris sama seperti penelitian hukum normatif, yang dimana juga mengggunakan data sekunder pada data awalnya, kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan, jenis-jenis penelitian hukum empiris dapat dibedakan sebagai berikut: a. Penelitian berlakunya hukum Penelitian efektifitas hukum Penelitian dampak hukum b. Penelitian identifikasi hukum tidak tertulis.25 Penelitian empiris dalam skripsi ini mengkaji mengenai bekerjanya UU ITE khususnya Pasal 28 ayat (1), namun ketika aturan yang mengatur mengenai korban kejahatan tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online tersebut diberlakukan menimbulkan suatu permasalahan. Permasalahan tersebut dapat dianalisis mengenai efektivitas dari UU ITE serta upaya yang dapat dilakukan oleh penegak hukum dalam menanggulangi korban akibat dari tindak pidana penipuan dalam transaksi jual beli online. 1.8.2
Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
fakta (The Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach). Pendekatan fakta adalah pendekatan yang dilakukan dengan mlihat langsung di lapangan berdasarkan fakta yang ada di lapangan dalam mencegah tindak pidana penipuan transaksi jual beli online. Data yang diperoleh tersebut untuk selanjutnya selanjutnya dibahas dengan kajian-kajian berdasarkan teori24
Nico Ngani, 2012, Metodelogi Penelitian dan Penulisan Hukum, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h. 71. 25
Amirudin dan H. Zainal Asikin, Op.cit, h. 15.
23
teori hukum dan kemudian disambung dengan pendekatan perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan berdasarkan pada normanorma hukum atau kaidah-kaidah yang berlaku yaitu KUHP dan UU ITE 1.8.3
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada penulisan skripsi ini adalah di daerah Denpasar di
Polresta Denpasar. Alasan dipilihnya lokasi penelitian ini karena banyaknya kasus penipuan dalam transaksi jual beli online yang juga mengakibatkan adanya korban, serta masih kurangnya pelaksanaan pemerintah untuk menangani dan mencegah terjadinya kasus penipuan dalam transaksi jual beli online di daerah Denpasar. 1.8.4
Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik penentuan sampel penelitian dalam penelitan skripsi ini adalah
dengan menggunakan teknik non probability sampling khususnya menggunakan teknik Purposive Sampling. Penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama populasinya. 1.8.5
Sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan sifat penelitian deskriftif. Penelitian deskriftif
pada penelitian secara umum, termasuk pula di dalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau
24
untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian deskriftif dapat membentuk teori-teori baru atau dapat memperkuat teori yang sudah ada. 1.8.6
Sumber Data Penelitian pada umumnya dibedakan dalam data yang diperoleh secara
langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer (data dasar) dan diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang dinamakan data sekunder.26 Data yang dipergunakan dalam penelitian ini ada 2 (dua) sumber data yaitu: 1. Data Primer Data primer didapatkan melalui dilakukannya penelitian lapangan (Field Research), yaitu dengan cara melakukan penelitian secara langsung ke lapangan yang berasal dari informan, yaitu aparat penegak hukum dalam hal ini adalah polisi. 2. Data Sekunder Data sekunder didapatkan melalui dilakukannya penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari menelaah literatur, majalah di bidang hukum guna menemukan teori yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. Data sekunder ini berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
26
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cet. VI, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 12.
25
a. Bahan hukum primer, dimana isi bahannya mengikat, karena dikeluarkan oleh pemerintah, seperti berbagai peraturan perundangundangan, yaitu KUHP dan UU ITE. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang isinya membahas bahan hukum primer, seperti buku, majalah, artikel. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder.27 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamus hukum dan kamus besar bahasa Indonesia. 1.8.7
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu Teknik Studi Dokumen dan Teknik Wawancara 1. Terhadap data kepustakaan dilakukan dengan teknik studi yang datanya dikumpulkan dengan pencatatan dalam lembaran-lembaran kertas dan selanjutnya dikualifikasikan menurut relevansinya dengan permasalahan penelitian 2. Terhadap data lapangan dilakukan dengan teknik wawancara, teknik wawancara (interview) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan proses komunikasi dan interaksi.28 Pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung dengan ahli hukum agar memperoleh informasi serta jawaban-jawaban dari permasalahan
27
Burhan Ashshofa, 2001, Metode Penelitian Hukum, Cet. III, Rineka Cipta, Jakarta, h.
10. 28
Bagong Suryanto dan Sutinah, 2010, Metode Penelitian Sosial – Berbagai Alternatif Pendekatan, Kencana, Jakarta, h. 70.
26
yang ada. Pedoman daftar pertanyaan dibuat secara sistematis dan telah disiapkan oleh peneliti. 1.8.8
Pengolahan dan Analisis Data Keseluruhan data yang diperoleh dan sudah terkumpul baik melalui studi
dokumen ataupun dengan wawancara, penelitian hukum ini tunduk dengan cara analisis data ilmu-ilmu sosial. Menganalisis data tergantung pada sifat data yang dikumpulkan oleh peneliti. Sifat data apabila yang dikumpulkan sedikit dan bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun dalam struktur klasifikasi analisis, melainkan melainkan yang dipakai adalah analisis kualitatif.29 Melakukan penelitian dengan teknik analisis kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis dengan menyusun data secara sistematis, digolongkan dengan pola dan tema, diklasifikasi dan dihubungkan antara satu dengan data lainnya. Interprestasi penting dilakukan untuk memahami makna data dalam situasi sosial dan dilakukan penafsiran dari persfektif peneliti setelah memahami seluruh kualitas data. Proses analisis dilakukan sejak pencarian data dilapangan dan berlanjut hingga tahap analisis. Data pada akhirnya akan disajikan secara deskriftif, kualitatif dan sistematis.
29
Amirudin dan H. Zainal Asikin, Op.cit, h. 167