BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO lahir pada tahun 1995. Hasil dari perundingan yang dilakukan selama delapan tahun, WTO disambut dalam surat kabar yang berpengaruh sebagai penyelenggara ekonomi dunia yang sangat bagus pada era pasar bebas. Hampir sebanyak 20 kesepakatan perdagangan yang menyokong WTO disajikan sebagai perangkat undangundang multilateral yang akan menghilangkan kekuasaan dan paksaan dari relasi-relasi dengan menyerahkan baik yang kuat maupun yang lemah kepada seperangkat hukum yang sama yang didukung oleh aparat penegakan hukum. WTO mengikat negara-negara anggotanya untuk menjalankan perjanjianperjanjian perdagangan yang disepakati berikut sanksi-sanksinya, dan dunia dengan itu masuk ke dalam apa yang dinamakan pasar bebas.1 Kehadiran lembaga seperti WTO dimaksudkan untuk menciptakan aturan main atau regulasi pasar global. Dengan adanya aturan tersebut, setiap negara tidak dapat semena-mena menetapkan aturan mainnya sendiri. Namun kehadiran lembaga tersebut akan pula membawa konsekuensi berupa keharusan melakukan penyesuaian atas mekanisme maupun aturan global yang ditetapkan. Adanya keharusan melakukan penyesuaian inilah yang sering disebut sebagai penyesuaian stuktural (structural adjusment). Hal ini juga 1
Parera, V. WSSD Johannesburg, “WTO,” http://www.indomedia.com/poskup/2002/10/14/EDISI14/h04.htm. Diakses tanggal 4 September 2008.
1
2
sekaligus menjadi isyarat betapa pasar bebas telah memunculkan wataknya yang bermata dua. Konsep penyesuaian struktural merupakan sebuah kebijakan yang pada awalnya didesain oleh Bank Dunia dan IMF.2 Kedua lembaga tersebut membangun kolaborasi dengan pemerintahan debitur dan meminta negara tersebut membangun penyesuaian ekonomi dengan realitas dunia dan global. Tujuan dari kebijakan tersebut antara lain untuk menahan laju inflasi, memapankan kembali pembayaran utang negara, dan untuk menyediakan dasar bagi pertumbuhan ekonomi.3 Aturan-aturan yang ditetapkan oleh WTO dapat membangun suatu imperatif struktural yang mau tidak mau harus dipatuhi oleh setiap negara dan mewujudkan pasar bebas. Pasar bebas tersebut membawa dampak terhadap negara di dunia termasuk Indonesia. Pasar bebas tidak dapat dihindari oleh semua negara. Perdagangan yang ada melibatkan banyak negara sehingga negara yang memiliki banyak modal akan dapat membeli apa yang diinginkannya bahkan dengan kekuasaan yang dimiliki mampu menentukan harga jual suatu barang. Untuk menyikapi pasar bebas maka negara-negara anggota ASEAN (Association of South East Asian Nations) termasuk Indonesia pada Konfrensi Tingkat Tinggi ASEAN (KTT-ASEAN) di Singapura tahun 1992 menyetujui adanya perdagangan bebas ASEAN (AFTA atau ASEAN Free Trade Area).
2
Marcos Arruda, “A Creative Approach to Structural Adjusment: Toward A PeopleCentered Development”, dalam John Cavanagh, et.al. (ed.), Beyond Betton Woods: Alternative to the Global Economic Order, Pluto Pers, Colorado, 1994, Hal.132. 3 Ibid.
3
Tujuan dari AFTA adalah meningkatkan perdagangan intra ASEAN dan pendayagunaan bersama semua sumber daya dari dan oleh negara-negara ASEAN. Pada waktu disetujuinya AFTA tersebut, target implementasi penuhnya adalah pada 1 Januari 2008, dengan cakupannya adalah produk industri. AFTA dilakukan secara bertahap mengingat banyaknya anggota ASEAN yang harus menyesuaikan diri dengan diterapkannya AFTA.4 Pada tahun 1993 dimulailah program penurunan tarif masing-masing negara ASEAN melalui penyampaian Legal Enactment yang dikeluarkan setiap tanggal 1 Januari. Di Indonesia, Legal Enactment tersebut berbentuk SK Menteri Keuangan tentang CEPT-AFTA (Common Effective Preferential Tarif for AFTA). Selanjutnya, di tahun 1994, sidang Menteri Ekonomi ASEAN memutuskan untuk mempercepat implementasi penuh AFTA menjadi 1 Januari 2003, dengan cakupannya termasuk produk pertanian. Pada tahun 1998, KTT-ASEAN di Hanoi mempercepat implementasi penuh AFTA menjadi 1 Januari 2002 dengan fleksibilitas. Fleksibilitas disini berarti bahwa beberapa produk yang dirasakan masih belum siap, dapat ditunda pelaksanaannya sampai 1 Januari 2003. Sebagai bagian dari negara anggota ASEAN, Indonesia ikut mendukung penerapan AFTA. Apa yang dilakukan pemerintah Indonesia tentulah memiliki alasan tertentu. Alasan pemerintah melakukan kegiatan pada dasarnya adalah adanya kepentingan nasional yang dimiliki negara tersebut.5
4
Djumadi M Anwar, Perdagangan Internasional, Diktat, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, Hal.36. 5 Ibid.
4
Sebelum adanya AFTA, perdagangan antar negara-negara ASEAN mengalami ”kelesuan” demikian juga perdagangan Indonesia terhadap Malaysia. Tabel 1 Perdagangan Indonesia terhadap Malaysia tahun 1989-1991 Tahun Rata-Rata Ekspor Indonesia ke ASEAN 1989 1,3 milyar 1990 1,2 milyar 1991 1,4 milyar Sumber: Rifqi Fikriansyah, “Ekspansi Produk Indonesia ke Negeri Jiran,” http://www.aksesdeplu.com/Banyak%20jalan.htm, diakses tanggal 5 Desember 2008. Produk ekspor utama ke Malaysia yaitu chemical products, wood products, paper product, dan paper boards, sedangkan impor utama dari Malaysia adalah aluminium, dan kelapa sawit. Untuk total ekspor Indonesia ke Malaysia pada tahun 1992 mencapai nilai US$ 1,7 milyar, sedangkan impor Indonesia dari Malaysia pada tahun 1992 tercatat senilai US$ 1,3 milyar. AFTA membawa dampak bagi anggota-anggota ASEAN. Dampak yang diharapkan dengan adanya AFTA tentu saja menunjang peningkatan ekspor dan impor yang ada di negara tersebut. Penurunan biaya tarif yang ada diharapkan mampu menggiatkan ekspor dan impor yang ada. Program penurunan tarif dilakukan AFTA melalui CEPT atau Common Effective Preferential Tarif Scheme. CEPT adalah program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Produk-produk yang tercakup dalam skema CEPT-AFTA adalah semua produk manufaktur, termasuk barang modal dan produk pertanian
5
olahan, serta produk-produk yang tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. Hubungan persahabatan antara Malaysia dan Indonesia telah terjalin baik saat ini. Beberapa persoalan menyangkut wilayah perbatasan dan lalulintas tenaga kerja disepakati kedua negara untuk diselesaikan secara damai. Pertumbuhan ekonomi Malaysia yang pesat akan
memberi
kontribusi bagi kemakmuran bangsa-bangsa tetangga. Selain hubungan bilateral di bidang ekonomi, hubungan dan kerjasama angkatan bersenjata kedua belah pihak juga telah berjalan dengan baik.6 Di bidang ekonomi, KTT–ASEAN tahun 1998 telah menyepakati target-target penurunan tarif sebagai berikut: a. tahun 2000, menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif yang dimasukkan dalam inclusion list (IL); b. tahun 2001, menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5 % sebanyak 90% dari seluruh pos tarif yang dimasukkan dalam IL; c. tahun 2002, menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh pos tarif yang dimasukkan dalam IL, dengan fleksibilitas; d. tahun 2003, menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh pos tarif yang dimasukkan dalam IL, tanpa fleksibilitas. Negara-negara ASEAN telah memasukkan semua produknya ke dalam inclusion list, kecuali produk-produk yang dikategorikan sebagai general 6
Rianty, ”ASEAN,” http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/01/20/0052.html, diakses tanggal 5 Desember 2008.
6
exception (GE), highly sensitive list (HSL), dan sensitive list (SL). Posisi perdagangan Indonesia dengan ASEAN sebagai berikut: Tabel 2 Posisi perdagangan Indonesia dengan ASEAN Tahun Rata-rata Ekspor Indonesia ke ASEAN 2002 9,2 milyar 2003 10,4 milyar Sumber: Parera, V. WSSD Johannesburg, “WTO,” http://www.indomedia.com/poskup/2002/10/14/EDISI14/h04.ht m. Diakses tanggal 4 September 2008.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan rata-rata ekspor Indonesia ke ASEAN. Di tahun 2002 rata-ratanya 9,2 milyar meningkat menjadi 10,4 milyar pada tahun 2003. Contohnya adalah ekspor Indonesia berupa teh yang terus meningkat. Ekspor teh Indonesia pada tahun 2004 ditujukan ke beberapa negara konsumen teh di dunia, diantaranya Rusia (15,4%), Inggris (14,4%), Malaysia (9%), Pakistan (8,6%), Jerman (7%), Amerika Serikat (7%), Polandia (5,4%), dan Belanda (5,3%). Kedelapan negara tersebut telah menyerap pangsa pasar 72,1 % dari total ekspor teh Indonesia.7 Pemberlakuan AFTA tentu saja
membawa dampak
terhadap
perdagangan bilateral antar negara anggota ASEAN termasuk Indonesia dengan Malaysia. Hubungan perdagangan pertanian Indonesia ke ASEAN dengan adanya AFTA semakin meningkat.
7
“Merosotnya Ekspor Teh Indonesia,” http://www.eksekutif.com/berita/artikel.html?aid=711, diakses tanggal 30 November 2008.
7
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dampak pemberlakuan AFTA terhadap perdagangan produk pertanian Indonesia ke ASEAN pada tahun 2004-2008?
C. Kerangka Pemikiran Kerangka
pemikiran
digunakan
untuk
mempermudah
penulis
menjawab hipotesis yang ada. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kerjasama dan teori neoliberal institutionalism. Adanya teori kerjasama dapat memberikan pemahaman tentang dampak adanya kerjasama AFTA bagi Indonesia terhadap perdagangan bilateralnya dengan Malaysia. 1. Teori Kerjasama Globalisasi adalah suatu keadaan dimana dunia terlihat dan terasa sempit akibat arus informasi teknologi dan transportasi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan perkembangan dan perubahan dunia yang sangat cepat. Bagi Negara-Negara Sedang Berkembang (NSB) merasa berat untuk dapat memenuhi atau mengikuti perubahan yang cepat dan paradigma yang baru karena keterbatasan modal, teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM). Jadi, yang tidak mampu akan terpuruk dan termarginalkan.8 Teori
kerjasama
internasional
berasumsi
bahwa
untuk
dapat
mengembangkan diri, setiap negara perlu melakukan kerjasama dengan negara 8
Anggiyanti Aminda, “ASC”, http://www.paskal8.com/hasilkajian_21.htm, diakses tanggal 1 November 2008.
8
lain yang berlaku secara internasional. Kerjasama internasional tidak dapat dihindari karena antar negara memiliki kepentingan di dalamnya. Setiap negara pasti mengutamakan kepentingan masing-masing. Adanya kerjasama diharapkan kepentingan tersebut dapat terealisasi dengan lebih mudah karena antar negara akan saling membantu.9 Teori kerjasama juga menjelaskan bahwa adanya kerjasama dengan negara lain membantu negara tersebut untuk lebih mengembangkan negaranya dan menghindarkan dari stagnasi akibat tidak mengikuti perkembangan zaman.10 Dengan dunia yang semakin transparan, maka sulit bagi negaranegara berkembang untuk dapat maju bersaing secara ekonomi dengan negara lain yang memiliki modal besar. Kerjasama yang ada di ASEAN antara lain adalah di bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Kerjasama antar anggota ASEAN dibidang ekonomi pada akhirnya membentuk AFTA yang merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Dampak yang dirasakan oleh negara anggota ASEAN dirasakan karena dengan adanya AFTA memberikan kesempatan kepada semua anggota untuk bekerjasama secara intensif. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke IV di Singapura tahu 1992 dan dampak tersebut jelas terlihat saat AFTA telah diterapkan pada tahun 2002. Adanya AFTA adalah 9
Syafiie Inu, Sistem Politik Internasional, Rafika Aditama, Bandung, 2005, Hal.25. Ibid.
10
9
meningkatnya ekspor dan import pada negara-negara anggota ASEAN. Posisi perdagangan Indonesia dalam ekspor dan impor juga ikut mengalami peningkatan. Menurut Inu, teori neoliberal institutionalism menjelaskan bahwa adanya pasar bebas dan globalisasi menuntut negara-negara untuk juga saling berinteraksi dalam suatu institusional atau lembaga yang dapat membantunya mengatasi berbagai masalah akibat dari pasar bebas dan globalisasi.11 Adanya institusional yang bersifat regional seperti ASEAN diharapkan mampu membuat
anggota-anggotanya
berkompetisi
dalam
pasar
bebas
dan
globalisasi. Teori neoliberal institutionalism menekankan bahwa setiap negara mau tidak mau akan masuk dalam perdagangan bebas. Kondisi ini membuat negara-negara dituntut untuk bekerjasama dengan negara lain agar dapat kuat menghadapi pasar bebas. Hal ini membuat pada akhirnya ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara menetapkan AFTA agar anggotanya dapat kuat menghadapi pasar bebas dengan memiliki kemampuan melakukan eksopr ke negara lain. 2. Teori Neoliberal Institutionalism Untuk memahami politik, perlu untuk memahami dua hal yaitu desentralisasi dan intitusionalisasi. Pada penginstitusionalisasian dunia politilk, terdapat dampak atau pengaruh terhadap tindakan pemerintah. Lebih spesifik, pola dari kerjasama dan perselisihan dapat dipahami hanya pada
11
Ibid.
10
konteks dalam sebuah institusi yang membantu membagi makna dan kepentingan dari tindakan negara. Perspektif tersebut dalam hubungan internasional dikenal dengan nama institusi neoliberal. Institusi neoliberal menekankan bahwa tidak ada ungkapan yang menyatakan bahwa negara selalu didesak oleh institusi internasional, terlebih lagi bahwa suatu negara mengabaikan pengaruh dari tindakan yang dilakukan pada kekayaan atau kekuatan negara lain. Artinya, tindakan yang dilakukan negara tergantung pada sebuah tingkat pertimbangan dalam penyusunan institusi umum yang meliputi:12 1. Berjalannya informasi dan kesempatan untuk bernegosiasi. 2. Kemampuan pemerintah untuk memonitor pelaksanaan yang dilakukan pihak lain dan untuk mengimplementasikan atau menerapkan komitmen yang mereka buat-sehingga kemampuan meraka untuk membuat komitmen yang terpercaya pada tempat pertama. 3. Pengharapan umum tentang kekokohan persetujuan internasional. Institusi neoliberal menjelaskan bahwa perjanjian internasional merupakan sesuatu yang mudah untuk dibuat dan dijaga. Teori ini menekankan bahwa kemampuan sebuah negara melakukan komunikasi dan bekerjasama tergantung pada pembentukan personal dalam sebuah intitusi, baik pada alam (dengan respek atau perhatian pada kebijakan dimana mereka bekerjasama) dan pada kekuatan (pada istilah tingkatan dimana peraturan mereka secara jelas di spesifikasikan dan secara rutin dipatuhi). 12
Keohane, Robert O, International Institutions and State Power, Westview Press, San Francisco, 1989, hal.6-11.
11
Negara merupakan pusat dari interpretasi manusia di dunia politik. Kenyataannya, meskipun tidak secara formal dirasakan bahwa peraturan memegang peranan lebih besar dalam neoliberal dibandingkan pada perhitungan para realis. Institusi neoliberal bukanlah sebuah logika tunggal yang dihubungkan dengan teori deduktif, yang lebih dikenal lagi adalah liberalism dan neorealisme: masing-masing adalah sebuah pemikiran yang penyediakan pandangan pada dunia politik. Institusionalisme neoliberal menanyakan tentang pengaruh institusi terhadap tindakan negara dan tentang penyebab perubahan institusional. Negara adalah pemeran utama dan menguji kedua-duanya, baik pemaksaan materi dari dunia politik dan tentang subjektif pemahaman diri dari manusia. Pandangan kaum institusi neoliberal dikembangkan hanya pada dua keadaan yang mendukung. Pertama, pelaku harus memiliki keinginankeinginan yang bermutu (mutual interests yaitu mereka harus secara potensial menggali dari kerjasama mereka). Ketidakhadiran mutual interests pada pandangan neoliberal dalam kerjasama internasional akan menjadi sejalan dengan teori perdaganag neoklasik di sebuah dunia tanpa adanya penggalian yang potensial dalam perdagangan. Keadaan yang kedua untuk kesesuaian dari pendekatan institusional yaitu bahwa jenis tingkatan dari institusionalisasi mempengaruhi tingkah laku sebuah negara. Jika institusi-institusi di dunia politik telah ditetapkan, sekali dan selamanya, hal tersebut akan menjadi tidak bernilai untuk menekankan variasi institusional untuk menghitung keragaman tingkah laku pelaku.
12
Dipahami bahwa negara memiliki keinginan yang bermutu dan bahwa pengistitusionalisasian adalah sebuah variabel daripada sebuah ketetapan dalam dunia politik. Kerjasama adalah sesuatu yang mungkin tetapi tergantung pada bagian penyusunan institusi. Kesuksesan teori dari sebuah kerjasama merupakan keinginan yang diharapkan setiap negara sehingga sebelum kerjasama dilakukan perlu pertimbangan dan institusi-institusi dalam negara akan ikut serta didalamnya.13 Terdapat beberapa komitmen intelektual yang penting dalam neoliberalisme. Seperti juga neorealit, neoliberalis dari institusi mencoba menjelaskan keteraturan tingkah laku dengan menguji keadaan alam dari system internasional yang di desentralisasikan. Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa institusionalis neoliberal setuju dengan neorealist bahwa dalam memahami tatanan sistem internasional, perlu terlebih dulu untuk berusaha memahami “sebagian kecil dari sesuatu yang besar dan penting”. Neoliberalis setuju bahwa dalam dunia politik, terdapat ketidakstabilan hirarki dan dalam anarki tidak ada hirarki yang otomatis. Neoliberalis berpendapat bahwa penting untuk mendirikan hubungan logis. Neoliberalis mengumumkan bahwa “pada keadaan anarki, penggalian relatif lebih penting daripada penggalian yang absolute”. Artinya, tujuan utama sebuah negara dalam berbagai kerjasama adalah untuk mencegah yang lainnya dalam pencapaian lebih tinggi dari kemampuan relatifnya.
13
Ibid.
13
Adanya
teori
neoliberal
institutionalism
menunjukkan
bahwa
kerjasama diperlukan oleh setiap negara. Kerjasama dapat diwujudkan melalui institusi atau lembaga. Lembaga tersebut diharapkan mampu membuat peraturan yang menguntungkan anggota-anggotanya. Adanya perdagangan bebas saat ini memerlukan penanggulangan segera bagi semua negara. Kondisi ini membuat negara-negara dituntut untuk bekerjasama dengan negara lain agar dapat kuat menghadapi pasar bebas. ASEAN merupakan institusi yang menjadi “tempat” bagi kerjasama negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Adanya
AFTA
yang
dibuat
ASEAN
diharapkan
akan
menguntungkan semua anggota-anggota yang tergabung dalam institusi (ASEAN). Hal ini pada akhirnya membuat ASEAN menetapkan AFTA agar anggotanya dapat kuat menghadapi pasar bebas dengan memiliki kemampuan melakukan eksopr ke negara lain.
D. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah dampak dari AFTA terhadap perdagangan produk pertanian Indonesia ke ASEAN adalah ekspor Indonesia di bidang industri pertanian ke ASEAN pada tahun 2004-2008 mengalami kenaikan.
E. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan salah satu hal penting yang sangat mendukung suatu penelitian. Hadi mengemukakan bahwa metodologi merupakan salah satu unsur penting dalam suatu penelitian ilmiah karena ketepatan
14
metodologi dipergunakan sebagai dasar pemecahan masalah, sehingga akan diperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan.14 Metode penelitian ini adalah metode non statistic yaitu metode kualitatif. Data yang diperoleh dari penelitian dilaporkan apa adanya, selanjutnya dikumpulkan, dipilahkan, dikategorisasi, diinterpretasi, dipaparkan secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran fakta yang ada dan untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik library research atau penelitian kepustakaan serta memperhatikan rekaan-rekaan informasi tertulis yang bersumber dari buku, majalah, surat kabar, serta catatan-catatan lainnya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan fasilitas perpustakaan yang ada. Data yang diperoleh dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu data yang bersifat teoritis digunakan sebagai landasan perspektif untuk mendeteksi masalah. Teori yang ada peneliti gunakan untuk memahami masalah dalam penelitian ini. Selanjutnya data yang bersifat deskriptif untuk mendukung dan merperkuat serta menjelaskan permasalahan yang ada mengenai kasus yang diteliti, yaitu dampak pemberlakuan AFTA terhadap perdagangan produk pertanian Indonesia ke ASEAN tahun 2004-2008. Teknik analisis yang digunakan dalam menganalisis data dengan deskripsi kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data dan fakta, kemudian berdasarkan
14
Hadi, S. 2000. Metodologi Reseach. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, UGM, Hal. 45.
15
kerangka teori disusun secara sistematis sehingga dapat memperlihatkan korelasi antara fakta yang satu dengan yang lainnya.
F. Tujuan Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui dampak AFTA terhadap perdagangan produk pertanian Indonesia ke ASEAN pada tahun 2004-2008. 2. Untuk membuktikan hipotesis yang ada dalam penelitian ini. 3. Menerapkan teori yang diperoleh selama kuliah dalam memahami, mengamati, mencermati, sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi.
G. Jangkauan Penelitian Fokus penelitian ini dilakukan mulai dari tahun 2004 dimana Indonesia dipimpin oleh Susilo Bambang Yudoyono (SBY) terkena dampak dari AFTA di Indonesia hingga sekarang (2008). Dengan demikian fokus penelitian ini mulai tahun 2004 sampai dengan 2008. Walaupun begitu data-data sebelumnya tetap menjadi sumber data penelitian.
H. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pelaksanaan penelitian, maka penulis membuat sistematika penulisan.
16
BAB I. PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan yang di dalamnya diuraikan mengenai: latar belakang masalah, perumusan masalah, kerangka pemikiran, argumen pokok, tujuan penelitian, metode penelitian, jangkauan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II. KONDISI PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA KE ASEAN SEBELUM AFTA Pada bab ini akan menjelaskan tentang kondisi perdagangan pertanian Indonesia ke ASEAN sebelum AFTA. BAB III. KEBERADAAN ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Selanjutnya, di Bab III ini akan dijelaskan tentang keberadaan AFTA, membahas tentang definisi dari AFTA, tujuan AFTA, serta pemberlakuan AFTA. Selain itu juga akan dibahas tentang AFTA dan perdagangan pertanian Indonesia ke ASEAN (1992-2003) BAB IV. DAMPAK AFTA TERHADAP PERDAGANGAN KOMODITI PERTANIAN INDONESIA KE ASEAN Pada bab ini menjelaskan tentang dampak dari AFTA terhadap perdagangan pertanian Indonesia ke ASEAN pada tahun 2004-2008. BAB V. KESIMPULAN Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari uraian yang ada dalam bab-bab sebelumnya.