1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Undang-Undang Dasar 1945 telah menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Pasal 33 ayat (3) amandemen Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bumi sebagai contoh Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa mempunyai fungsi sosial, kepentingan lainnya untuk memenuhi kebutuhan dasar, lahan usaha atau alat investasi yang menguntungkan. Di atas tanah terletak bangunan yang juga memberikan manfaat ekonomi kepada pemilik. 1 Maka sudah sewajarnya bila pemilik atau yang memperoleh Hak atas Tanah dan Bangunan menyerahkan sebagian nilai ekonomis yang diperolehnya kepada pemerintah melalui pembayaran pajak yang di sebut Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB dahulunya merupakan Pajak Pusat, yang diatur dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000. 1
Waluyo, 2009, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta, hlm. 167
2
Kemudian pada September 2009, Presiden atas persetujuan DPR telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Bagian Ketujuh Belas mengatur khusus tentang BPHTB, BPHTB dialihkan sebagai pajak daerah dalam waktu paling lambat satu tahun sejak berlakunya Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut yaitu 31 Desember 2010. Pengalihan BPHTB dari Pusat ke Daerah tidak hanya sebatas pemungutan/penagihan, melainkan juga pada pendataan, penilaian, penetapan, pelayanan yang menyeluruh di samping pengadministrasian yang harus dilaksanakan daerah. 2
Setiap daerah diberikan hak untuk memungut pajak
BPHTB di daerahnya masing-masing, dengan syarat harus berdasarkan Peraturan Daerah mengenai pungutan BPHTB. Untuk itu agar dapat di pungut pada suatu daerah, pemerintah kabupaten/kota harus terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Daerah tentang BPHTB yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan BPHTB di daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 3 Di Banjarmasin sudah diterbitkan Peraturan Daerah yang mengatur mengenai BPHTB yaitu Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2011. Menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010, ”Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan
2
Bambang Syamsuzar Oyong, “Pengalihan Pemungutan BPHTB Dari Pusat Ke Daerah Yang Masih Bermasalah”, http://bambangoyong.blogspot.com, diakses tanggal 5 Januari 2013. 3 Marihot Pahala Siahaan, 2010, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 580
3
ialah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak”, dan menurut Pasal 1 angka 8 Peraturan daerah tersebut ”perolehan hak atas tanah atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Perolehan hak atas tanah dan bangunan terjadi karena 2 (dua) hal yaitu beralih dan dialihkan. Beralih adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang haknya kepada pihak lain karena suatu peristiwa hukum, dan dialihkan adalah berpindahnya hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah kepada pihak lain karena suatu perbuatan hukum, seperti jual-beli, hibah, tukar-menukar, pemasukan dalam modal perusahaan (inbreng), dan lelang. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang menjadi objek pajak BPHTB sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, meliputi: 1. Pemindahan hak karena: a. Jual beli, b. Tukar menukar, c. Hibah, d. Hibah wasiat, e. Waris, f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, h. Penunjukan pembeli dalam lelang, i. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, j. Penggabungan usaha, k. Peleburan usaha, l. Pemekaran usaha, m. Hadiah.
4
2. Pemberian hak baru karena: a. Kelanjutan pelepasan hak, b. Diluar pelepasan hak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessement, dimana wajib pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Pajak yang terutang dibayar ke kas Daerah melalui Bank Kalimantan Selatan atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh walikota dengan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB). Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan disebutkan bahwa saat yang menentukan pajak yang terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk: 1. Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 2. Tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 3. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 4. Hibah wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 5. Waris adalah sejak yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke kantor bidang pertanahan; 6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 8. Putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap; 9. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; 10. Pemberian hak baru diluar pelepasan hak adalah sejak tanggal diterbitkannya surat keputusan pemberian hak; 11. Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 12. Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta;
5
13. Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 14. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta; 15. Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang. Selanjutnya ayat (2) mengatur bahwa Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Tetapi dalam Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan, menyebutkan bahwa PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan pada saat wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Ini berarti di satu sisi wajib pajak harus membayar pajak yang terutang pada saat terjadinya perolehan hak, yaitu saat akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh PPAT dan disatu sisi lainnya mewajibkan BPHTB harus dibayar oleh yang menerima pengalihan hak (wajib pajak) sebelum dilakukannya penandatanganan akta pemindahan hak oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan di atas, maka penulis memilih judul: ”Penerapan Pasal 8 dan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas yang telah disampaikan pada latar belakang dan agar dapat memberikan arahan yang lebih fokus dalam usulan penelitian tesis ini, maka permasalahan yang di angkat adalah:
6
1. Bagaimana penerapan Pasal 8 dan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, khusus yang berhubungan dengan PPAT? 2. Apa yang menjadi hambatan dalam penerapan Pasal 8 dan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ?
C. Keaslian Penelitian Setelah menelusuri perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, dapat penulis ketahui bahwa penelitian tentang “Penerapan Pasal 8 dan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan” belum pernah dilakukan sebelumnya, namun penelitian mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sudah pernah dilakukan beberapa peneliti diantaranya: 1. Ruth Rosiana, penelitian ini dilakukan pada tahun 2011 dalam rangka penyusunan tesis di Program Pasca Sarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, yang berjudul “Pelaksanaan Pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) setelah Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kabupaten Pringsewu”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan di Kabupaten Pringsewu sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
7
Daerah dan Retribusi Daerah (sejak 1 Januari 2011) dan untuk mengetahui perlindungan kepentingan hak-hak wajib pajak BPHTB yang mendapat perolehan hak atas tanah dan bangunan. 4 Hasil Penelitian menunjukkan bahwa: a. Pelaksanaan pungutan BPHTB di Kabupaten Pringsewu sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah belum terlaksana sepenuhnya, karena dasar pemungutan BPHTB tidak berdasarkan Peraturan Daerah melainkan
berdasarkan
Surat
Ketetapan
Bupati
Nomor
973/07.a/D.04/2011 tertanggal 18 Januari 2011, oleh karena itu maka terjadi ketidakseragaman dalam pemungutan BPHTB di Kabupaten Pringsewu. Ada sebagian PPAT yang membantu Pemerintah Daerah dalam memungut BPHTB dan ada sebagian PPAT yang menunda membantu Pemerintah Daerah dalam memungut BPHTB untuk transaksi di atas NPOPTKP, yaitu transaksi di atas Rp. 60.000.000,(enam puluh juta rupiah). 5 b. Pelaksanaan pungutan BPHTB yang tidak berdasarkan Peraturan Daerah melainkan Surat Ketetapan Bupati Nomor 973/07.a/D.04/2011 tertanggal 18 Januari 2011 yang terjadi di Kabupaten Pringsewu, menyebabkan tidak sepenuhnya terjadi perlindungan kepentingan hakhak wajib pajak BPHTB yang mendapat perolehan hak atas tanah dan 4
Ruth Rosiana, “Pelaksanaan Pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Setelah Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kabupaten Pringsewu”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2011, hlm. 13 5 Ibid, hlm. 119
8
bangunan. Hal tersebut dikarenakan ada sebagian PPAT yang tetap membantu Pemerintah Daerah dalam memungut BPHTB dan ada sebagian PPAT yang menunda membantu Pemerintah Daerah dalam memungut BPHTB untuk transaksi di atas NPOPTKP, yaitu transaksi di atas Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah), sehingga otomatis akta peralihan hak atas tanah tidak dapat di buat, dan di sisi lain Kantor Pertanahan tidak mau memproses peralihan hak atas tanah apabila pajak BPHTB belum terbayarkan, oleh karena itu seseorang atau badan yang akan memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan tidak dapat memanfaatkan hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut secara maksimal, sehingga tidak sepenuhnya terjadi perlindungan hak-hak kepentingan wajib pajak BPHTB. 6 2. Muhammad Siddiq, penelitian ini dilakukan pada tahun 2012 dalam rangka penyusunan tesis di Program Pasca Sarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, yang berjudul “Peran dan Perlindungan PPAT dalam Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran PPAT dalam pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan untuk mengetahui perlindungan hukum bagi PPAT yang melakukan pemungutan Bea
6
Ibid, hlm.120
9
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dengan menggunakan NJOP PBB sebagai dasarnya. 7 Hasil penelitian menunjukan bahwa: a. PPAT dalam melaksanakan tugasnya untuk membuat akta-akta otentik tentang tanah, juga memiliki tugas untuk membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melakukan tertib administrasi pertanahan dan juga untuk membantu Pemerintah Daerah dalam rangka memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat agar sadar dalam membayar pajak, utamanya terhadap pajak-pajak yang menyangkut peralihan tanah seperti BPHTB. Sehubungan dengan tugas tersebut, maka PPAT tidak akan menolak apabila para pihak yang ingin mengalihkan tanahnya juga meminta bantuan kepada PPAT untuk mengurus dan membayar pajaknya ke kantor dinas pajak, dan juga mendaftarkan peralihan tanah ke kantor pertanahan setempat. Dengan adanya peranan PPAT dalam membantu pemerintah, khususnya dalam pembayaran BPHTB, maka perolehan pajak akan dapat dipergunakan sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja untuk membangun dan memajukan daerah, khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta. 8 b. Perlindungan hukum bagi PPAT yang melakukan pembayaran BPHTB terdapat pada hukum formil, yaitu PPAT tidak dapat dipersalahkan akan akta yang dibuatnya, karena PPAT dalam membuat akta berdasarkan pada keterangan para pihak yang berkepentingan untuk itu 7
Muhammad Siddiq, “Peran dan Perlindungan PPAT dalam Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Di Daerah Istimewa Yogyakarta”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 2012, hlm. 9-10 8
Ibid, hlm. 93-94
10
(partij akte). Akan tetapi untuk lebih amannya PPAT diharapkan melindungi dirinya sendiri dengan cara berhati-hati pada setiap tindakannya, yaitu dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap syaratsyarat pembuatan akta, memberikan penjelasan secara runtut dan jelas mengenai BPHTB yang harus dibayar, serta menjalin kerjasama dengan instansi-instansi terkait khususnya Kantor Pertanahan dan Kantor Dinas Pajak, dan mengadakan pengecekan harga transaksi dengan bantuan sarana peta mengenai taksiran harga-harga tanah, dan juga konsultasi ke kantor DPPKAD mengenai besaran nilai NJOP PBB. 9 Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian tentang Penerapan Pasal 8 dan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan belum pernah dilakukan sebelumnya, walaupun ada kesamaan tentang objek penelitiannya yaitu tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, tetapi terdapat perbedaan di dalam lokasi objek penelitian dan permasalahan yang di teliti. Fokus penelitian yang dilakukan oleh Ruth Rosiana adalah pada pelaksanaan pungutan BPHTB sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tetapi dalam pelaksanaannya pemungutan BPHTB tidak berdasarkan Peraturan Daerah seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, dan fokus penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Siddiq adalah pada peran dan perlindungan hukum bagi PPAT dalam melakukan
9
Ibid, hlm. 94
11
pungutan BPHTB, sedangkan fokus penelitian penulis adalah pada penerapan Pasal 8 dan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin tentang BPHTB yang secara teori terdapat ketidaksinkronan mengenai substansi kedua pasal tersebut. Oleh karenanya penulis menyatakan penulisan ini adalah asli., tetapi jika terdapat penelitian dengan tema serupa, penulis berharap penelitian ini dapat saling melengkapi sehingga memperkaya pengetahuan, khususnya di bidang Ilmu Kenotariatan.
D. Faedah Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau faedah terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran yang berarti bagi pengembangan substansi ilmu hukum di bidang hukum kenotariatan khususnya mengenai pelaksanaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 2. Kegunaan Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta pemikiran yang berarti bagi kalangan praktisi, khususnya para pembuat peraturan/kebijakan mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), sehingga peraturan yang telah ada dapat disempurnakan agar tidak terjadi kerancuan hukum.
12
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penerapan Pasal 8 dan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Untuk mengetahui hambatan dalam penerapan Pasal 8 dan Pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.