BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. atau Bank BRI adalah salah satu bank pemerintah terbesar di Indonesia. Sejak tahun 2005, Bank BRI terus tercatat sebagai bank pencetak laba terbesar di Indonesia. Menutup tahun 2014, Bank BRI mencatat perolehan laba bersih sebesar Rp. 24,20 Triliun atau meningkat sebesar 14,35% dari tahun sebelumnya. Dengan demikian, pada tahun 2014, Bank BRI kembali berhasil dinobatkan sebagai Bank penghasil laba terbesar di Indonesia, mengalahkan seluruh bank umum lainnya. Berdasarkan informasi yang didapat dari Situs Resmi Bank BRI, yaitu bri.co.id, peningkatan laba bersih tersebut mayoritas ditopang oleh kontribusi dari penyaluran kredit yang meningkat, khususnya kredit untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Penyaluran kredit Bank BRI menguasai industri perbankan nasional, dengan total outstanding atau baki debet kredit Bank BRI tahun 2014 meningkat sebesar Rp. 57,79 Triliun atau tumbuh sebesar 13,88%. Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan portofolio kredit berpengaruh signifikan terhadap produktivitas Bank BRI. Untuk mencapai pertumbuhan penyaluran kredit tersebut, Bank BRI Kantor Pusat menyusun Rencana Jangka Panjang (RJP) yang berisi strategi bisnis selama 5 (lima) tahun kedepan, yaitu mulai tahun 2013 sampai dengan
1
tahun 2017. RJP tersebut kemudian diturunkan dalam Rencana Bisnis Bank (RBB), yaitu rencana kegiatan usaha bank jangka pendek dan jangka menengah, termasuk rencana untuk meningkatkan kinerja usaha, serta strategi untuk merealisasikan rencana tersebut sesuai dengan target dan waktu yang telah ditetapkan. Agar lebih terukur dan mudah untuk dicapai, maka RBB diturunkan lagi dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP), yaitu strategi bank dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, termasuk target kinerja bank, salah satunya yaitu target delta atau pertumbuhan penyaluran kredit. Kemudian target tersebut diberikan kepada seluruh unit kerja Bank BRI dengan mempertimbangkan potensi bisnis pada masing-masing unit kerjanya, termasuk Kantor Cabang BRI Jakarta Otista. Kantor Cabang BRI Jakarta Otista adalah salah satu Cabang Bank BRI kelas IA, yaitu klasifikasi tertinggi yang ditetapkan oleh Bank BRI. Pada posisi 31 Desember 2013 memiliki portofolio kredit komersial segmen Ritel atau Kredit yang diperuntukkan bagi pembiayaan usaha produktif dengan besaran plafond diatas Rp. 100 Juta sd Rp. 5 Milyar, termasuk cash collateral, namun diluar kredit Program, adalah sebesar 97,514 Milyar, dengan jumlah Debitur mencapai 86 (delapan puluh enam) Debitur. Pada tahun 2014, Kantor Cabang BRI Jakarta Otista diberikan target delta pertumbuhan outstanding kredit Ritel Komersial sebesar Rp. 31,968 Milyar, atau tumbuh sebesar 33%, dari sebelumnya Rp. 97,514 Milyar menjadi Rp. 129,482 Milyar. Memahami bahwa Bank Ritel termasuk dalam
2
jenis jasa layanan kontak tinggi, yaitu layanan yang memerlukan interaksi antara para pelanggan dan penyedia layanan secara langsung selama proses pelayanan (Lovelock, Wirtz & Mussry, 2010), maka untuk mencapai target tersebut Kantor Cabang BRI Jakarta Otista menambah jumlah Tenaga Penjualnya dari 7 (tujuh) orang menjadi 10 (sepuluh) orang, dan telah dibekali pendidikan selama 3 (tiga) bulan sebelum aktif bekerja sebagai Tenaga Penjual. Diharapkan dengan perekrutan Tenaga Penjual baru tersebut dapat menambah jumlah Debitur dan jumlah baki debet kredit ritel komersial. Namun yang terjadi pada tahun 2014, kinerja kredit ritel komersial Kantor Cabang BRI Jakarta Otista mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah Debitur dan baki debet (jumlah penggunaan) kreditnya, adapun rincian keragaan atau pencapaian per bulannya adalah sebagai berikut : TABEL 1.1 KERAGAAN KREDIT RITEL KOMERSIAL TAHUN 2014 KANTOR CABANG BRI JAKARTA OTISTA BULAN
BAKI DEBET JUMLAH JUMLAH TENAGA KREDIT DEBITUR PENJUAL (RP. JUTA) Desember ‘13 97.514 86 7 Januari ‘14 86.770 86 7 Februari ‘14 87.000 88 7 Maret ‘14 88.343 80 7 April ‘14 83.925 81 7 Mei ‘14 83.245 75 10 Juni ‘14 82.764 75 10 Juli ‘14 88.842 79 10 Agustus ‘14 86.997 80 10 September ‘14 83.835 72 10 Oktober ‘14 83.492 74 10 November ‘14 79.581 71 10 Desember ‘14 81.616 76 9 Sumber Data : Keragaan Kantor Cabang BRI Jakarta Otista 3
Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kinerja kredit ritel komersial Kantor Cabang BRI Jakarta Otista pada posisi 31 Desember 2014 mengalami penurunan signifikan, dari sebelumnya Rp. 97,514 Milyar pada posisi 31 Desember 2013, dengan 86 (delapan puluh enam) Debitur, menjadi Rp. 81,616 Milyar, dengan 76 (tujuh puluh enam) Debitur, atau turun sebesar Rp. 15,898 Milyar (-16,30%). Sedangkan dibandingkan dengan target tahun 2014, Kantor Cabang BRI Jakarta Otista hanya dapat mencapai 63%. Hal ini tentunya kontras dengan pertumbuhan kredit BRI secara nasional yang mencapai 13,88% dan kebijakan penambahan jumlah Tenaga Penjual yang dilakukan oleh Kantor Cabang BRI Jakarta Otista. Berdasarkan data yang diperoleh, salah satu penyebab penurunan kinerja kredit ritel komersial tersebut dikarenakan banyaknya Debitur yang melunasi fasilitas kreditnya. Dari bulan Januari 2014 sampai dengan Desember 2014, terdapat 25 (dua puluh lima) Debitur yang melunasi kreditnya. Debitur tersebut terdiri dari 18 (delapanbelas) Debitur dengan kolektibilitas Lancar, dan 7 (tujuh) Debitur dengan kolektibilitas Macet atau gagal bayar yang memang diharuskan untuk melunasi kreditnya. Hal tersebut membuat ekspansi kredit baru tidak dapat menyeimbangi kredit yang hilang. Jumlah 18 (delapanbelas) Debitur tersebut tergolong signifikan, dikarenakan jumlah total Debitur kredit ritel komersial pada bulan Desember 2013 hanya mencapai 86 (delapan puluh enam) Debitur. Sehingga total
4
Debitur yang tidak menggunakan jasa atau meninggalkan Bank BRI Kanca Jakarta Otista mencapai 21%. Menurut Tjiptono (2002), ketidakpuasan secara nyata dapat berpengaruh negatif terhadap loyalitas pelanggan. Hal ini secara tidak langsung
menunjukkan
adanya
pengaruh
positif
terhadap
perilaku
meniggalkan jasa atau tidak kembali lagi menggunakan jasa. Senada dengan hal tersebut, Kotler (2004) mengemukakan bahwa 95% dari konsumen yang tidak puas memilih untuk tidak melakukan pengaduan, namun cukup menghentikan pembeliannya. Sejalan dengan teori tersebut, Junaidi dan Dharmmesta (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Karakteristik Kategori Produk, dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek, dengan pengujian hipotesis menggunakan regresi berganda menunjukkan bahwa variabel ketidakpusan konsumen dan kebutuhan mencari variasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku perpindahan merek. Menurut Gupta dan Dev (2012), dalam industri perbankan, kepuasan pelanggan adalah kunci utama. Hal tersebut dikarenakan pelanggan yang puas akan membawa 100 (seratus) pelanggan lainnya untuk berbankir pada bank tersebut dengan cara menyebarkan atau mengkomunikasikan hal-hal positif mengenai pengalamannya selama berhubungan dengan bank. Sedangkan ketidakpuasan pelanggan terbukti akan merugikan bank, dikarenakan untuk mendapatkan pelanggan baru, bank akan menghabiskan
5
biaya yang lebih banyak dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk meretensi atau mempertahankan pelanggan yang ada. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penting bagi suatu perusahaan untuk melakukan pengukuran kepuasan pelanggan secara periodik, sehingga perusahaan dapat selalu melakukan evaluasi untuk mengetahui kekurangan dan kelebihannya. Disamping itu, hasil pengukuran juga sangat berguna bagi manajemen dalam pembuatan dan penyempurnaan kebijakan bagi perusahaan. Terdapat beberapa metode pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan, salah satu metode pengukuran yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller (2009) adalah Lost Customer Analysis. Metode ini dilakukan dengan cara perusahaan melakukan pemantauan pertumbuhan jumlah pelanggan, membandingkan antara jumlah pelanggan baru dan pelanggan yang telah pergi. Kemudian perusahaan menghubungi pelanggan yang pergi atau tidak menggunakan jasa tersebut lagi, serta menanyakan alasan kepergian/keberalihan mereka, sehingga perusahaan dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab ketidakpuasan mereka. Sejalan dengan hal tersebut, Zeithaml dan Bitner (2003) juga menyarankan 6 (enam) komponen/langkah untuk memperbaiki proses layanan, salah satunya adalah belajar kepada pelanggan yang telah pergi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pencarian informasi mengenai faktor penyebab ketidakpuasan pelanggan yang telah pergi dapat membantu perusahaan untuk
6
meminimalisir terjadinya kesalahan yang sama, sehingga layanan akan menjadi semakin baik. Banyak teori yang dikemukakan terkait faktor-faktor penyebab kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan, diantaranya yaitu diungkapkan oleh Lovelock, Wirtz & Mussry (2010), bahwa salah satu faktor kepuasan pelanggan pegawai garis depan dalam pelayanan. Maksud dari pegawai garis depan disini adalah pegawai yang berhubungan atau berinteraksi langsung dengan pelanggan. Pegawai garis depan menjadi elemen penting bagi pelanggan dikarenakan beberapa hal sebagai berikut (Lovelock, Wirtz & Mussry, 2010) : 1. Pegawai garis depan merupakan bagian inti dari produk, hal ini dikarenakan
mereka
yang
paling
terlihat
dari
suatu
layanan,
menghantarkan layanan, dan menentukan kualitas layanan secara signifikan. 2. Pegawai garis depan merupakan perusahaan layanan itu sendiri, hal ini dikarenakan, dari perspektif pelanggan, mereka merepresentasikan atau mewakili perusahaan layanan, dan merekalah perusahaan layanan tersebut. 3. Pegawai garis depan merupakan merek perusahaan, dengan pengertian bahwa layanan yang mereka berikan sering kali menjadi bagian penting dari suatu merek, dan mereka lah yang menentukan apakah janji dari merek tersebut dapat disampaikan dengan baik kepada para pelanggan. 4. Pegawai garis depan mempengaruhi penjualan.
7
5. Pegawai garis depan menentukan produktivitas. Dalam bidang perkreditan di Bank BRI, posisi pegawai garis depan dipegang oleh Tenaga Penjual atau di Bank BRI disebut dengan istilah Account Officer (AO). Tenaga Penjual di Bank BRI tidak hanya bertugas untuk menjual kredit saja, namun juga harus memiliki kemampuan untuk dapat menjelaskan produk Bank BRI dengan baik, sehingga Calon Debitur tertarik untuk menggunakan produk Bank BRI. Disamping itu, Tenaga Penjual Bank BRI juga melakukan analisis kelayakan debitur, melakukan layanan terkait proses pemberian kredit, dan memastikan bahwa produk yang diterima oleh debitur sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan yang diperjanjikan. Tidak hanya itu, Tenaga Pemasar juga berperan dalam menjawab serta mengatasi keluhan atau masalah yang dialami Debitur selama mendapatkan fasilitas kredit dari Bank BRI. Disamping faktor Tenaga Penjual, dalam penelitian yang ditulis oleh Belas dan Gabcova (2014), yang berjudul Reasons For Satisfaction and Dissatisfaction of Bank Customers, Study From Slovakia and the Czech Republic, yang dimuat dalam International Journal of Enterpreneurial Knowledge Issue pada tahun 2014, didapatkan hasil bahwa harga yang tinggi merupakan faktor utama penyebab ketidakpuasan pelanggan. Istilah/kata yang digunakan untuk mengacu pada harga dapat beraneka ragam. Hal tersebut menunjukkan bahwa penetapan harga tergantung pada produk yang dijual. Salah satu contoh dari istilah lain dari
8
harga adalah suku bunga (interest rate). Istilah tersebut digunakan jika manfaat yang akan dibeli/dibayar berupa pinjaman/kredit dari Bank. Pelanggan memiliki kecenderungan memandang harga sebagai representasi dari kualitas produk yang akan dibeli atau dipakai, maka pelanggan sering berasumsi bahwa harga yang tinggi akan mewakili kualitas produk yang lebih tinggi. Sehingga penting bagi suatu perusahaan untuk dapat menetapkan harga secara tepat, agar kualitas produk yang akan dibeli sesuai dengan harapan pelanggan. Sebaliknya, apabila perusahaan gagal menentukan harga yang sesuai, tentunya akan muncul ketidakpuasan dari pelanggan. Dalam penelitian Chakrabarty (2006), yang berjudul Barking Up The Wrong Tree - Factors Influencing Customers Satisfaction in Retail Banking in UK, yang dimuat dalam International Journal of Applied Marketing, mengemukakan bahwa terdapat 4 (empat) faktor penting yang dapat digunakan untuk mengetahui kepuasan pelanggan pada bank ritel, salah satunya adalah kepuasan ekonomis, yaitu mencakup biaya-biaya dan suku bunga bank. Chakrabarty tidak hanya meneliti mengenai suku bunga bank saja, yang dalam hal ini menggantikan kata harga, namun juga biaya-biaya bank, dikarenakan kedua faktor tersebut akan membentuk kepuasan ekonomis bagi pelanggan. Di Bank BRI sendiri, Debitur selain dikenakan suku bunga kredit, juga dikenakan beberapa biaya terkait pemberian kredit tersebut, adapun biaya-biaya tersebut mencakup biaya notaris (pembuatan akta akad kredit,
9
pengecekan keabsahan kepemilikan agunan, dan pengikatan agunan), provisi, administrasi, dan asuransi. Sehingga biaya yang terlalu tinggi juga dapat menimbukan ketidakpuasan pelanggan. Ernst & Young (EY), sebagai salah satu Big Three perusahaan Kantor Akuntasi Publik (KAP) di dunia, ternyata juga pernah melakukan penelitian terkait ketidakpuasan pelanggan bank yang menyebabkan mereka berkeinginan untuk beralih ke bank lain. Penelitian tersebut dibuat pada tahun 2010, berjudul Understanding Customer Behaviour in Retail Banking : The Impact of Credit Crisis in Europe. Hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa produk termasuk salah satu dari 3 (tiga) faktor tertinggi yang menyebabkan pelanggan berkeinginan untuk beralih ke bank lain. Kennedy et al (2001) mengungkapkan bahwa kualitas produk berhubungan dengan kepercayaan terhadap tenaga penjual dan perusahaan. Pelanggan yang mendapatkan kualitas produk dan pelayanan yang lebih tinggi dari yang diharapkan akan semakin percaya terhadap tenaga penjual dan perusahaan. Sehingga kualitas produk yang tinggi akan berpengaruh dalam pembentukan kepuasan pelanggan. Dengan melihat latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan para Debitur Kanca BRI Jakarta Otista yang sudah tidak menggunakan jasa Bank BRI lagi atau telah melunasi pinjamannya pada tahun 2014. Penelitian ini memfokuskan pada faktor-faktor yang lebih spesifik, yaitu Tenaga Penjual, Harga dan Biaya, serta Produk. Namun,
10
penulis juga akan tetap menelusuri terhadap kemungkinan adanya faktor lain yang berpengaruh terhadap ketidakpuasan pelanggan. Disamping itu, penelitian ini menggunakan subjek para Debitur Kanca BRI Jakarta Otista yang sudah tidak menggunakan jasa Bank BRI lagi atau telah melunasi pinjamannya pada tahun 2014. Di Indonesia sendiri sudah banyak penelitian yang dilakukan atas permasalahan serupa, namun jarang dijumpai penelitian penelusuran faktor ketidakpuasan pelanggan dengan subjek penelitian mencakup pelanggan yang pergi. Hal ini dikarenakan terdapat tingkat kesulitan tersendiri yang akan dialami untuk mendapatkan evaluasi pelayanan dari mantan pelanggan (Tjiptono, 2014).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah Tenaga Penjual, Harga dan Biaya, serta Produk berpengaruh terhadap ketidakpuasan Debitur yang tidak lagi menggunakan jasa kredit ritel komesial di Kanca BRI Jakarta Otista? Adakah faktor lain di luar Tenaga Penjual, Harga dan Biaya, serta Produk, yang berpengaruh terdahap ketidakpuasan Debitur yang tidak lagi menggunakan jasa kredit ritel komersial di Kanca BRI Jakarta Otista?
11
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Apakah
ada
pengaruh
dari
variabel
Tenaga
Penjual
terhadap
ketidakpuasan Debitur Kanca BRI Jakarta Otista yang telah melunasi fasilitas kreditnya? 2.
Apakah ada pengaruh dari variabel Harga dan Biaya terhadap ketidakpuasan Debitur Kanca BRI Jakarta Otista yang telah melunasi fasilitas kreditnya?
3.
Apakah ada pengaruh dari variabel Produk terhadap ketidakpuasan Debitur Kanca BRI Jakarta Otista yang telah melunasi fasilitas kreditnya?
4.
Adakah faktor lain di luar Tenaga Penjual, Harga dan Biaya, serta Produk yang berpengaruh terhadap ketidakpuasan Debitur Kanca BRI Jakarta Otista yang telah melunasi fasilitas kreditnya?
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk : 1.
Menganalisis pengaruh faktor Tenaga Penjual, Harga dan Biaya, serta Produk terhadap ketidakpuasan Debitur yang tidak lagi menggunakan jasa kredit ritel komersial di Kanca BRI Jakarta Otista?
2.
Menganalisis kemungkinan adanya faktor lain, diluar Tenaga Penjual, Harga
dan
Biaya,
serta
Produk,
yang
berpengaruh
terhadap
12
ketidakpuasan Debitur yang tidak lagi menggunakan jasa kredit ritel komersial di Kanca BRI Jakarta Otista?
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Bagi Akademis 1.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan referensi bagi penelitian berikutnya yang serupa, serta dalam memahami
secara
teoritis
mengenai
konsep
faktor-faktor
ketidakpuasan pelanggan khususnya dalam sektor jasa perbankan. 2.
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai perbankan.
1.5.2 Manfaat Praktis atau Bagi Perusahaan 1.
Sebagai bahan evaluasi kinerja kredit ritel komersial Kantor Cabang BRI Jakarta Otista, sehingga dapat digunakan oleh manajemen untuk membuat kebijakan baru atau penyempuraan kebijakan yang sudah ada.
2.
Sebagai sumber referensi untuk dapat meningkatkan kepuasan dan meningkatkan kinerja perkreditan dengan memperbaiki faktor-faktor penyebab ketidakpuasan Debitur yang ditemukan dalam penelitian ini.
3.
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk dapat mendapatkan kembali (win back) Debitur yang telah hilang.
13
1.6 Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor penyebab ketidakpuasan Debitur ini menggunakan variabel Tenaga Penjual, Harga dan Biaya, serta Produk, dan dianalisis secara kuantitatif, kemudian untuk memperluas data kuantitatif tersebut, peneliti menganalisis secara kualitatif mengenai kemungkinan adanya faktor lain penyebab ketidakpuasan Debitur, diluar faktor Tenaga Penjual, Harga dan Biaya, serta Produk. Penelitian ini menggunakan subjek Debitur Kanca BRI Jakarta Otista yang melunasi fasilitas kredit ritel komersialnya selama tahun 2014, dengan kolektibilitas lancar. Segmen fasilitas kredit di sini hanya mencakup kredit Ritel Komersial, yaitu yang mempunyai batasan plafond kredit lebih dari Rp. 100 Juta sampai dengan Rp. 5 Milyar, beserta fasilitas kredit Cash Collateral, dengan tujuan pembiayaan ke usaha produktif, bukan konsumtif.
1.7 Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN
Di dalam bab pendahuluan ini Penulis memaparkan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian, serta Sistematika Penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memaparkan berbagai teori dan definisi-definisi serta pengertian secara luas dari berbagai tinjauan pustaka berdasarkan para ahli yang
14
memberikan paparan secara sistematis dari semua sumber yang dimanfaatkan penulis untuk menjadi panduan dan tolak ukur dalam melakukan penelitian ini. Sedangkan dalam konstruksi konseptual memaparkan hal–hal yang menjadi bahasan dalam penelitian berdasarkan perspektif penulis, untuk menyatukan persepsi yang sama bagi banyak pihak yang membaca penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai : Desain Penelitian, Metode Penelitian, Narasumber yang dapat mendukung penelitian ini, Populasi, Sampel, Metode Pengumpulan Data, dan Metode Analisis Data.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian yang mencakup gambaran umum mengenai objek penelitian serta hasil pengumpulan data yang memiliki hubungan dengan berbagai masalah yang dibahas.
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI Dalam bab terakhir ini berupa ringkasan hasil analisis dan pengolahan sebuah masalah dalam bentuk berbagai kesimpulan yang didapat dari analisis dan pembahasan di bab-bab sebelumnya yang disertai dengan saran-saran yang bisa digunakan untuk penelitian yang akan datang dan penerapan manajerial.
15