BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bentuk muka bumi yang kita lihat pada saat ini merupakan hasil dari prosesproses rumit yang bekerja sejak dahulu hingga sekarang. Proses-proses tersebut, secara garis besar, dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu proses endogenik dan proses eksogenik. Proses endogenik merupakan proses dinamik yang terjadi di dalam bumi. Proses tersebut menghasilkan peristiwa pengangkatan dan penurunan di permukaan bumi sebagai respon pergerakan dinamis lempeng bumi. Proses lainnya, yaitu proses eksogenik, terjadi pada permukaan bumi yang menyebabkan pengelupasan permukaan bumi oleh peristiwa pelapukan, erosi, dan deposisi. Kedua proses tersebut berkerja saling berlawanan dalam membentuk permukaan bumi. Kompetisi serta interpretasi dari implikasi geodinamik dan geomorfik dari proses tersebut merupakan fokus dari studi geomorfologi tektonik (Burbank dan Anderson, 2012). Studi
geomorfologi
tektonik
berguna
untuk
mengetahui
proses
pembentukan suatu bentuk muka bumi yang terlihat saat ini, baik proses pembentukan secara umum maupun detail, tergantung dari apa dan bagaimana proses pengambilan data yang dilakukan. Sebagai contoh, pada daerah penelitian, terdapat bentukan gawir yang memperlihatkan adanya perbedaan ketinggian yang sangat signifikan pada kedua bagiannya. Menurut Billings (1960), gawir merupakan salah satu indikator kuat yang menunjukkan keberadaan sesar. Hal
1
2
tersebut menjadi tidak mengherankan, karena pada banyak kasus, gawir terbentuk, baik secara langsung maupun tak langsung, akibat aktivitas sesar. Sebenarnya, telah banyak peneliti yang telah melakukan penelitian menyangkut keberadaan sesar pembentuk gawir di bagian barat Pegunungan Selatan. Telah dikenal luas, sesar pembentuk gawir yang berada di sebelah barat Pegunungan Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta dinamakan sebagai Sesar Opak (Van Bemmelen, 1949; Untung dkk, 1973; Rahardjo dkk, 1995; Sudarno, 1997). Penamaan tersebut mengacu kepada kelurusan arah aliran sungai yang sejajar dengan arah memanjangnya gawir. Sungai tersebut bernama Sungai Opak. Dengan melihat adanya kecocokan pada arah aliran sungai dengan orientasi arah memanjangnya gawir, diinterpretasikan sesar pembentuk gawir memiliki bidang patahan berada tepat di bawah aliran Sungai Opak, sehingga sesar tersebut dinamakan sebagai Sesar Opak. Umumnya para peneliti sepakat bahwa Sesar Opak merupakan sesar berjenis sesar turun (Van Bemmelen, 1949; Untung dkk, 1973; Rahardjo dkk, 1995). Sedangkan Sudarno (1997), dalam penelitiannya, memberikan kesimpulan yang menyebutkan Sesar Opak merupakan sesar turun hasil reaktivasi dari sesar geser mengiri. Dari pernyataan tersebut, dapat diasumsikan bahwa Sesar Opak merupakan sesar dengan kemiringan bidang ke arah barat karena blok sebelah timur bidang sesar memiliki kedudukan lebih tinggi dibandingkan dengan blok sebelah barat.
3
Kesimpulan tersebut kembali dipertanyakan setelah terjadi peristiwa gempa Yogyakarta 2006. Pada 27 Mei 2006, gempa bumi mengguncang daerah Yogyakarta dan sekitarnya. USGS (2006, dalam Abidin dkk, 2009) mencatat gempa bumi tersebut terjadi pada pukul 05:53:58 WIB dengan posisi episentrum 7,97o Lintang Selatan dan 110,44o Bujur Timur, kedalaman 10 km, serta momen magnitudo 6,3. Gempa ini diikuti oleh sekitar 750 gempa susulan, magnitudo terbesarnya mencapai 5,2 Mw. Secara umum posisi gempa berada sekitar 25 km selatan – barat daya Yogyakarta, 115 km selatan Semarang, 145 km selatan – tenggara Pekalongan dan 440 km timur – tenggara Jakarta (Abidin dkk, 2009). Hasil pengolahan data gempa Yogyakarta 2006 menunjukkan gempa tersebut disebabkan oleh aktivitas sesar aktif kerak bumi dangkal. Awalnya, diperkirakan sesar penyebab gempa tersebut adalah Sesar Opak. Perkiraan awal tersebut masuk akal karena sebaran kerusakan terberat akibat gempa dekat dengan lokasi perkiraan keberadaan Sesar Opak (Walter dkk, 2008). Selain itu, sebaran gempa susulan juga menunjukkan adanya kesinambungan dengan orientasi arah bidang Sesar Opak (Meilano, 2007, dalam Abidin, 2009). Tetapi, hasil penelitian menghasilkan kesimpulan yang berbeda dari perkiraan sebelumnya mengenai Sesar Opak. Sebaran gempa susulan secara vertikal menunjukkan tren kemiringan relatif ke arah timur (Meilano, 2007, dalam Abidin, 2009). Mekanisme fokal dan penelitian lainnya menunjukkan sesar penyebab gempa memiliki kinematika berjenis sesar geser mengiri (Harvard-CMT, NEIC-FMT, dan NIED 2006, dalam Tsuji dkk, 2009; Abidin dkk, 2009; Tsuji dkk, 2009). Hasil-hasil penelitian tersebut tidak menunjukkan kesamaan dengan kesimpulan yang telah disepakati mengenai
4
Sesar Opak oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Sebenarnya terdapat beberapa kemungkinan. Pertama, gempa Yogyakarta 2006 disebabkan oleh sesar bukan Sesar Opak dikarenakan ciri-ciri sesar penyebab gempa tidak sama dengan Sesar Opak yang disepakati oleh para peneliti sebelumnya. Kedua, jika gempa Yogyakarta 2006 benar-benar terjadi karena Sesar Opak, berarti ciri-ciri Sesar Opak yang disepakati oleh para peneliti sebelumnya kurang tepat, sehingga perlu diadakannya penelitian lebih lanjut untuk memastikan kemungkinan ini. Hasil dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya dibahas lebih lengkap pada sub bab lain. Selain melalui data gempa, jika dilihat melalui citra Digital Elevation Model (DEM), terdapat kesan adanya suatu kenampakan adanya proses kompresi yang mengangkat Pegunungan Selatan bagian barat. Kenampakan tersebut berupa bentukan melengkung landai-curam seperti hasil suatu sesar anjak. Dapat disimpulkan bahwa daerah bagian barat Pegunungan Selatan merupakan daerah terpengaruh kompresi. Dengan begitu, menimbulkan pertanyaan besar, bagaimana suatu sesar turun, dalam hal ini interpretasi Sesar Opak, terbentuk pada wilayah yang terpengaruh oleh gaya kompresi yang padahal seharusnya terbentuk oleh pengaruh ekstensi? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu nantinya diharapkan akan dapat terjawab setelah selesainya penelitian ini. I.2. Rumusan Masalah Berikut merupakan permasalahan terkait dengan penelitian yang dilakukan: 1. Bagaimana gawir bagian barat Pegunungan Selatan terbentuk?
5
2. Bagaimana orientasi sesar pembentuk gawir bagian barat Pegunungan Selatan? 3. Bagaimana sesar turun di sekitar gawir bagian barat Pegunungan Selatan dapat terbentuk? I.3. Maksud dan Tujuan Maksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh mengenai perkembangan pembentukan morfologi gawir, kondisi geologi di sekitar gawir, dan pergerakan blok sesar pembentuk gawir bagian barat Pegunungan Selatan, khususnya di daerah penelitian. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini: 1. Mengetahui proses pembentukan gawir bagian barat Pegunungan Selatan di sekitar daerah penelitian. 2. Mengetahui pergerakan blok sesar pembentuk gawir bagian barat Pegunungan Selatan, khususnya di daerah penelitian. 3. Mengetahui sebab terbentuknya sesar-sesar turun yang ditemukan di sekitar gawir bagian barat Pegunungan Selatan, khususnya di daerah penelitian. I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat baik bagi perkembangan ilmu geologi maupun bagi aspek terapannya pada daerah terkait. Manfaat dari hasil penelitian ini, bagi perkembangan ilmu geologi, adalah memberikan informasi baru umumnya mengenai kondisi geologi daerah penelitian, khususnya mengenai pergerakan blok Sesar Opak pasca terjadinya gempa bumi Yogyakarta 2006, sehingga dapat
6
digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat berguna dalam studi geomorfologi tektonik yaitu berkaitan dengan pengaruh Sesar Opak terhadap pembentukan gawir Pegunungan Selatan bagian barat. Dengan begitu, hasil penelitian dapat menambah interpretasi baru pada sejarah geologi Pegunungan Selatan yang telah diperkirakan selama ini. Selain bagi perkembangan ilmu geologi, hasil penelitian juga dapat bermanfaat pada ilmu terapannya. Ilmu-ilmu terapan yang dapat memanfaat hasil penelitian ini, antara lain mitigasi bencana geologi, perencanaan konstruksi teknik, dan tata guna lahan. Manfaat penelitian dalam bidang mitigasi adalah sebagai informasi dasar dalam pembuatan peta mitigasi bencana geologi. Terdapatnya keberadaan sesar di daerah penelitian, serta kondisi gawir di sepanjang daerah penelitian dengan kemiringan lereng yang curam dapat menjadi faktor pengontrol pada terjadinya bencana geologi. Dari data tersebut kemudian diolah lebih lanjut sehingga dapat dibuat rencana penanganan yang tepat. Dengan begitu, hasil penelitian ini diharapkan mampu mengurangi dampak negatif yang mungkin terjadi. Manfaat lainnya yaitu dapat memberikan informasi dasar dalam bidang konstruksi teknik dan tata guna lahan. Dalam bidang tersebut, data karakteristik kondisi geologi suatu daerah sangat penting nilainya. Pada daerah yang dilewati sesar aktif, konstruksi dalam pembangunan pondasi bangunan, rencana pembangunan jalan dan rencana tata guna lahan, akan berbeda dengan daerah yang tidak dilewati sesar aktif. Begitupun pada daerah gawir dan sekitarnya, rencana
7
pembangunan konstruksi bangunan dan tata guna lahan akan berbeda dibandingkan dengan daerah datar. I.5. Lokasi Penelitian Terdapat beberapa pertimbangan yang membuat dipilihnya daerah penelitian, diantaranya: (1) terdapat keberadaan gawir di sepanjang daerah penelitian yang menjadi salah satu ciri morfologi keberadaan sesar, (2) tekstur topografi kasar pada daerah penelitian mengindikasikan keberadaan struktur geologi yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian, dan (3) terdapat struktur geologi diperkirakan pada daerah penelitian dilihat dari Peta Geologi Regional lembar Yogyakarta skala 1:100.00 oleh Rahardjo dkk (1995), hal tersebut menjadi pertimbangan mengingat terlalu luasnya gawir yang ada sehingga peneliti memutuskan untuk membatasi daerah penelitian karena waktu penelitian yang terbatas. Daerah penelitian secara administratif berada di Desa Wonolelo, Pleret, Segoroyoso, Bawuran, Terong, Muntuk, Temuwuh, Jatimulyo, Sitimulyo, Srimulyo, Jambidan, Wukirsari, Semoyo dan Pengkok, Kecamatan Pleret, Dlingo, Piyungan, Banguntapan, Imogiri dan Patuk, Kabupaten Bantul dan Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah penelitian merupakan bagian dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) lembar Imogiri No. 1408-222 bagian utara dan lembar Timoho No. 1408-224 bagian selatan (Bakosurtanal, 1999). Daerah tersebut memiliki luas 5,2 x 7,8 km2 atau sekitar 41 km2 (Gambar 1).
8
Gambar 1. Lokasi penelitian
9
Lokasi penelitian dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor dengan waktu tempuh sekitar 45 menit dari Kampus Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Secara umum, lokasi tersebut memiliki akses jalan yang baik untuk sepeda motor, tetapi terdapat pengecualian pada beberapa jalan di sekitar gawir yang berada di sepanjang lokasi penelitian. I.6. Peneliti Terdahulu Penelitian mengenai geomorfologi tektonik telah banyak dilakukan. Penelitian tersebut antara lain: 1. Massinai (2012) melakukan penelitian mengenai peranan tektonik dalam geomorfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Lengkese-Jenelata, Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deduksi probabilistik dengan pendekatan dedukto-hipotetiko-verifikatif. Selain itu, digunakan juga analisis statistik uji normalitas data, uji homogenitas data, uji beda rata-rata, uji beda independen, dan uji regresikorelasi. Bahasan penelitian tersebut menunjukkan korelasi jurus kekar pada masing-masing Sub DAS Jenelata-Lengkese berhubungan secara signifikan satu dengan lainnya. Selain itu, dibahas pula mengenai sistem tektonik lengan selatan Sulawesi disimpulkan mengontrol kelurusan geomorfologi dan segmen sungai pada masing-masing DAS. 2. Hidayat (2010) melakukan penelitian mengenai kaitan antara morfotektonik dengan potensi gempa bumi dan gerakan tanah di jalur Pegunungan Serayu Utara, Jawa Tengah. Metode yang dilakukan yaitu pengamatan langsung di
10
lapangan, analisis laboratorium meliputi analisis morfotektonik dan analisis gerakan tanah. Bahasan penelitian tersebut meliputi hubungan aktivitas tektonik, litologi, kecepatan erosi, dan morfologi yang terbentuk. Selain itu, dibahas juga mengenai gerakan tanah yang terjadi di sekitar daerah penelitian. Pada penelitian tersebut juga dibahas mengenai dugaan adanya sesar aktif. 3. Hidayat (2009); Hidayat dan Raharjo (2009) melakukan penelitian mengenai sesar Lembang. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan analisis morfotektonik. Metode yang digunakan adalah analisis morfometri dan analisis stratigrafi sagpond. Bahasan penelitian tersebut melingkupi tingkat keaktifan sesar Lembang pada bagian barat dan timur. Selain itu, dibahas pula tentang kinematika sesar Lembang yaitu berjenis sesar normal dengan blok barat (hanging wall) relatif bergeser turun terhadap blok selatan (foot wall). Selain itu, telah banyak juga penelitian dilakukan oleh para peneliti menyangkut pergerakan blok Sesar Opak. Penelitian tersebut antara lain: 1. Tsuji dkk (2009) melakukan penelitian mengenai sesar penyebab gempa bumi Yogyakarta 2006 dengan menggunakan metode SAR inferterometry. Kesimpulan dari penelitian tersebut menunjukkan sesar penyebab gempa memiliki pergerakan blok berjenis sesar naik dengan komponen geser mengiri. 2. Abidin dkk (2009) melakukan penelitian mengenai sesar penyebab gempa bumi Yogyakarta 2006 dengan menggunakan metode survei GPS (Global
11
Positioning System). Kesimpulan dari penelitian tersebut menunjukkan sesar penyebab gempa adalah sesar mengiri dengan sudut strike 48o dan sudut kemiringan 89o. 3. Meilano (2007, dalam Abidin dkk, 2009) membuat analisis berdasarkan data gempa utama serta gempa-gempa susulan yang dicatat segera setelah gempa utama dalam periode 6 – 7 Juni 2006 dari gempa Yogyakarta 2006. Hasil analisis menunjukkan tren kemiringan ke arah timur. 4. Harvard-CMT, NEIC-FMT, dan NIED (2006, dalam Tsuji dkk, 2009) membuat estimasi mekanisme fokal beberapa saat setelah gempa bumi Yogyakarta 2006 terjadi. Hasil estimasi mekanisme fokal menunjukkan Sesar Opak memiliki pergerakan lateral berupa geser mengiri. 5. Sudarno (1997) melakukan penelitian pergerakan blok Sesar Opak dengan menggunakan data sesar minor di permukaan di sekitar Sungai Opak. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan berupa Sesar Opak merupakan sesar geser mengiri yang kemudian mengalami reaktivasi menjadi sesar turun. 6. Rahardjo dkk (1995), dalam peta geologi lembar Yogyakarta skala 1:100.000, menggambarkan Sesar Opak sebagai sesar terkubur di bawah Sungai Opak dengan orientasi relatif timur laut – barat daya. Sesar ini memanjang dari Prambanan hingga Parangtritis. Blok bagian timur Sesar Opak memiliki kedudukan relatif naik dibanding dengan blok bagian barat yang relatif turun.
12
7. Untung dkk (1973) melakukan penelitian mengenai pergerakan Sesar Opak dengan
menggunakan
metode
geofisika
pengukuran
gaya
berat.
Kesimpulan dari penelitian tersebut menunjukkan Sesar Opak merupakan sesar turun dengan kedudukan blok timur relatif naik dibandingkan dengan blok barat.