BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma pembangunan di Indonesia mengalami pergeseran pada masa reformasi tahun 1997. Mainstream pembangunan yang dianut oleh pemerintahan sebelumnya adalah model pertumbuhan ekonomi (Suparjan dan Suyatno, 2003:1). Perubahan yang dibawa rezim reformasi adalah desentralisasi atau otonomi daerah. UU No. 22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999 menjadi pijakan legitimasi gagasan otonomi daerah (Suparjan dan Suyatno, 2003:8). Penerapan otonomi daerah ini memberikan peluang bagi upaya optimalisasi pelayanan dari pemerintah terhadap masyarakat. beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penerapan otonomi daerah adalah tumbuhnya kreativitas dan inisiatif daerah serta terciptanya masyarakat yang partisipatif. Pendekatan yang berbasis lokalitas menjadi salah satu pendukung implementasi otonomi daerah. Otonomi daerah membawa implikasi penting di bidang lainnya dalam pelaksanaan pembangunan. Indonesia membutuhkan semakin banyak sumberdaya manusia yang memiliki integritas tinggi dalam memajukan bangsa. Dalam perihal teknologi, pemerintah melalui UU No.18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menyatakan bahwa keberhasilan negara maju menumbuhkembangkan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) karena negara itu mampu menyinergikan
1
perkembangan kelembagaan dan sumberdaya iptek yang dimiliki dengan berbagai faktor lain secara bersistem. Berbagai upaya dilaksanakan dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia yang berbasis pengetahuan. Langkah-langkah tersebut seperti yang tercantum dalam UU No 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 adalah: 1. Peningkatan, penguasaan, dan penerapan iptek secara luas dalam sistem produksi barang/jasa; 2. Pembangunan pusat-pusat unggulan iptek; 3. Pengembangan lembaga penelitian yang handal; 4. Perwujudan sistem pengakuan terhadap hasil temuan dan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI); 5. Pengembangan dan penerapan standar mutu, peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia iptek; dan 6. Peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana iptek. Bertolak dari RPJPN 2005-2025, Kementerian Riset dan Teknologi menetapkan penguatan sistem inovasi sebagai program utama yang tercantum dalam dokumen Kebijakan Strategi Nasional Iptek (Jakstranas) 2010-2014 sekaligus dalam Rencana Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
pembangunan Iptek.
2
(RPJMN)
2010-2014
bidang
Iptek, inovasi dan sistem inovasi menjadi kata kunci yang sangat penting bagi tercapainya pembangunan dan daya saing nasional, sehingga Kemenristek melaksanakan penguatan sistem inovasi nasional (SINas) termasuk didalamnya Sistem Inovasi Daerah (SIDa) yang mencakup penguatan kelembagaan, sumber daya, jaringan iptek, dan peningkatan relevansi, produktivitas riset, dan pendayagunaan iptek dalam rangka peningkatan kontribusi iptek terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. SIDa
adalah
keseluruhan
proses
dalam
satu
sistem
untuk
menumbuhkembangkan inovasi yang dilakukan antarinstitusi pemerintah, pemerintah daerah, lembaga kelitbangan, lembaga pendidikan, lembaga penunjang inovasi, dunia usaha, dan masyarakat di daerah. Salah satu provinsi yang menjadi pilihan Kemenristek untuk merintis SIDa adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (Gambar 1.1) dan merupakan pemanfaatan sumberdaya alam berupa angin laut mengingat DIY memiliki wilayah pesisir dengan sumberdaya alam yang cukup melimpah baik hayati maupun non hayati.
3
Gambar 1.1 Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid sebagai model SIDa Di wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 30 desa pesisir yang tersebar di 3 kabupaten (Tabel 1.1). Kabupaten Gunung Kidul memiliki desa pesisir yang paling banyak yaitu 15 desa pesisir, disusul kemudian Kulon Progo sebanyak 10 desa, dan terakhir adalah Bantul dengan 5 desa pesisir.
4
Tabel 1.1 Desa Pesisir di Daerah Istimewa Yogyakarta No Nama Desa Pesisir Kecamatan Kabupaten 1 Songbanyu 2 Pucung 3 Tileng Girisubo 4 Jepitu 5 Balong 6 Purwodadi 7 Tepus Tepus 8 Sidoharjo Gunungkidul 9 Banjarejo Tanjungsari 10 Kemadang 11 Kanigoro Saptosari 12 Krambilsawit 13 Girikarto Panggang 14 Giricahyo 15 Girijati Purwosari 16 Parangtritis Kretek 17 Tirtohargo 18 Srigading Bantul Sanden 19 Gadingsari 20 Poncosari Srandakan 21 Banaran Galur 22 Karangsewu 23 Bugel 24 Pleret Panjatan 25 Garongan Kulon Progo 26 Karangwuni Wates 27 Glagah 28 Palihan Temon 29 Sindutan 30 Jangkaran Sumber: Leksono, Diskanla Prop. DIY, 2008:1 dalam Sahudiyono, 2009 Masyarakat wilayah pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki mata pencaharian yang berbeda dari kebanyakan masyarakat pesisir di Indonesia yang menggantungkan hidupnya dengan menjadi nelayan. Mayoritas masyarakat
5
pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) termasuk dalam kategori masyarakat pesisir yang bergerak di bidang non-hayati yang ada di lingkungan pesisir, yaitu sebagai peternak dan petani. Baik itu pertanian lahan pantai atau pertanian daratan. Selain itu, beberapa dari mereka juga mencari penghidupan dari kegiatan pariwisata. Kegiatan perikanan di wilayah ini kurang berkembang karena kondisi alam laut yang kurang menguntungkan (Purnomo, 2011:4). Wilayah pesisir yang berbatasan Samudera Hindia yang merupakan laut lepas yang memiliki ombak yang sangat besar. Hanya kapal besar dengan teknologi yang memadai yang mampu mengarungi laut lepas ini. Jika ada kapal-kapal kecil yang melaut, maka sudah dipastikan hanya mampu pada radius 4-5 mil saja. Hal ini juga bukannya tanpa syarat, perahu-perahu kecil tersebut bisa melaut jika fisik pantainya landai. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu penduduk bahwa, pantainya yang curam membuat kegiatan menangkap ikan secara intens tidak memungkinkan. Ketertinggalan dalam aspek sumberdaya manusia serta akses teknologi ini menjadikan kurang optimalnya pemanfaatan sumberdaya lokal dalam upaya pencapaian kesejahteraan masyarakat. Upaya untuk mengoptimalkan potensi wilayah pesisir pun telah digagas oleh pemerintah pusat maupun daerah. Salah satunya yang telah diterapkan di Kabupaten Bantul dengan memanfaatkan tenaga angin laut di wilayah pesisir. Rintisan pertama adalah berupa pembangkit energi angin yang dibangun di Dusun Ngentak. Pada saat itu baru terbangun 3 unit kincir angin, kemudian bertambah 1 unit pada tahun 2008. Pemilihan wilayah dan pemasangan kincir angin di lokasi tersebut dilakukan oleh
6
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang bekerjasama dengan Jerman. Saat itu, ukuran kincir angin yang dipasang cukup besar, namun justru berfungsi kurang maksimal. Pola angin yang tidak stabil menjadi sebab mengapa pembangkit listrik buatan asing ini kurang bisa berputar dengan cepat. Pada perkembangannya, peneliti dari Lapan kemudian mendesain sistem kincir angin yang berukuran lebih kecil dan memiliki 3 sudut. Selain itu, di belakang kincir dilengkapi dengan sirip belakang dan engsel putar di pangkalnya, sehingga kincir bisa terus berputar mengikuti perubahan pola angin (www.p3tkebt.esdm.go.id). Pembangkit listrik tenaga angin ini kemudian menjadi salah satu bentuk Sistem Inovasi Daerah (SIDa) yang diluncurkan secara nasional oleh Kementerian Riset dan Teknologi pada akhir tahun 2010 (Gambar 1.2). Tujuan utama model SIDa ini adalah mendorong inovasi dalam bidang teknologi masyarakat di daerah dengan berbasis kepada pengetahuan serta sumber daya lokal. Saat ini, dilokasi seluas 17 hektar yang merupakan kawasan milik Sultan Hamengku Buwono X tersebut, terbangun 39 kincir angin dan belasan panel sel surya. Kawasan ini kemudian dimanfaatkan secara cuma-cuma untuk membangkitkan kegiatan ekonomi terpadu.
7
b.
a.
Gambar 1.2 (a.) Panel Surya dan (b.) Kincir Angin di Dusun Ngentak, Poncosari Desa Poncosari merupakan salah satu desa pesisir di wilayah DIY. Sebagian besar warganya bermatapencaharian sebagai petani layaknya masyarakat pesisir Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) lainnya. Meskipun kegiatan pariwisata juga terjadi di wilayah ini, namun kurang berkembang, sama halnya dengan kegiatan menangkap ikan. Berbeda dengan tetangganya Pantai Depok yang lebih dahulu berkembang kegiatan pariwisata dan penangkapan ikannya, Pantai Pandansimo yang terletak di wilayah Desa Poncosari ini kurang mendukung untuk kegiatan menangkap ikan. Intervensi teknologi baru di wilayah Desa Poncosari sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap pola penghidupan masayarakatnya yang telah dijalani selama ini. Meskipun berada di wilayah pesisir, mayoritas masyarakat Poncosari memiliki mata pencaharian sebagai petani lahan pantai dan pola usaha tani mereka adalah pertanian tanaman pangan berupa padi, tanaman holtikultura dan ternak sapi (Widodo, 2008). Potensi perikanan dan pariwisata di wilayah ini belum berkembang 8
dengan baik. Akan tetapi sejak keberadaan PLTH (Gambar 1.2) tersebut, kegiatan pariwisata dan perikanan mengalami perubahan. Tersedianya energi listrik alternatif dari PLTH dapat digunakan oleh warung-warung serta para nelayan di desa ini. Sebelumnya masyarakat sempat mengajukan permohonan kepada PLN agar tersedia sambungan listrik hingga di lokasi wisata. Akan tetapi membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan masyarakat menahan diri selama beberapa saat untuk berembuk dan menghitung kembali kemampuan mereka. Keinginan masyarakat untuk mendapatkan energi listrik di wilayah wisata terpenuhi dengan keberadaan PLTH tersebut. Dengan semakin berkembangnya kegiatan pariwisata dan perikanan di kelurahan tersebut, dengan latar belakang mereka yang bermata pencaharian sebagai petani dan peternak, maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid Dalam Kaitannya Dengan Pola Penghidupan Masyarakat Pesisir Di Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul”
1.2 Permasalahan Penelitian Penerapan SIDa dalam bentuk Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) di wilayah Dusun Ngentak, Desa Poncosari secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh terhadap kehidupan yang selama ini telah dijalani oleh masyarakat. Berikut beberapa pertanyaan penelitian yang ingin dijawab dalam penelitian ini:
9
1. Bagaimana pelaksanaan PLTH di Desa Poncosari Kecamatan Srandakan? 2. Bagaimana pola penghidupan warga Dusun Ngentak, Desa Poncosari sebagai dampak dari penerapan PLTH? 3. Bagaimana tingkat kesejahteraan warga Dusun Ngentak, Desa Poncosari setelah penerapan teknologi PLTH di wilayah mereka?
1.3 Tujuan Penelitian Setelah dirumuskan beberapa permasalahan penelitian, maka tujuan utama dari penelitian ini antara lain: 1. Mengkaji pelaksanaan PLTH di Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan. 2. Mengetahui pola penghidupan warga Dusun Ngentak, Desa Poncosari sebagai dampak dari penerapan PLTH. 3. Mengetahui tingkat kesejahteraan warga Dusun Ngentak, Desa Poncosari setelah penerapan teknologi PLTH di wilayah mereka.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi beberapa pihak berupa: 1. Secara teoretis, penelitian ini dimaksudkan untuk menambah literatur dan bahan bacaan terkait dengan pola penghidupan
10
masyarakat pesisir terutama di wilayah pantai selatan Pulau Jawa, serta inovasi daerah yang merupakan pemanfaatan energy terbarukan berupa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid, sehingga akan semakin banyak daerah yang terpacu untuk mengembangkan
sumberdaya
alam
di
sekitarnya
untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan beberapa
masukan
untuk
dijadikan
pertimbangan
dalam
merumuskan kebijakan terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir.
1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pola penghidupan telah beberapa kali dilakukan. Udin (2009) melakukan penelitian mengenai pola penghidupan masyarakat perdesaan di Kabupaten Buru sebagai akibat dari adanya pemekaran wilayah. Penelitian ini mengungkapkan adanya perbedaan strategi yang dilakukan oleh masyarakat perdesaan pada strata rumah tangga yang berbeda, sementara faktor yang mempengaruhi adalah modal fisikal dan modal finansial. Lestari (2012) yang terfokus pada perubahan penghidupan penyintas huntara di Jumoyo sebagai akibat dari adanya bencana erupsi Gunung Merapi. Penyintas adalah orang-orang yang mampu terus bertahan hidup setelah terjadinya bencana. Penyintas merupakan padanan kata dari kata survivor. Penelitian ini mengungkapkan
11
adanya perubahan penghidupan penyintas huntara yang sesuai dengan konsep penghidupan yang meliputi aset-aset penghidupan seperti modal sosial, modal manusia, modal fisikal, modal natural, dan modal finansial. Penghidupan tersebut tidak luput dari modifikasi sosial seperti relasi sosial, pemerintah, dan organisasi sosial. Ni’mah (2013) memfokuskan penelitiannya terhadap penghidupan rumah tangga miskin dalam konteks bencana banjir pasang surut di Kota Pekalongan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa pemanfaatan aset oleh rumah tangga miskin dilakukan sesuai dengan mata pencaharian yang dimiliki. Rusaknya aset-aset yang dimiliki akibat banjir pasang surut menghambat peningkatan kesejahteraan hidup, sehingga mereka menerapkan beberapa strategi penghidupan yang dianalisa oleh peneliti dengan menggunakan SLA (Sustainable Livelihood Approach). Penelitian yang terkait dengan masyarakat pesisir di wilayah pesisir selatan Daerah Istimewa Yogyakarta juga telah cukup banyak dilakukan. Sahudiyono (2009) mengangkat tema mengenai pemberdayaan masyarakat pesisir Kabupaten Bantul melalui program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir. Hasil penelitian menunjukkan program tersebut dapat melibatkan masyarakat selama program berlangsung hingga evaluasi, tercipta pula kemandirian serta penguatan kelembagaan. Akan tetapi kemitraan skala usaha masih dalam penjajagan. Berbeda dengan Sahudiyono, Sarapil (2010) memfokuskan penelitiannya terhadap dinamika ekonomi masyarakat pesisir di wilayah Parangtritis serta kajian peran perempuan dalam menopang penghidupan rumah tangga. Temuan dari 12
penelitian ini adalah bahwa perubahan profesi dari petani menjadi nelayan memberikan lapangan pekerjaan bagi para istri, tanpa menimbulkan ketergantungan diantara keduanya dalam mencari nafkah. Sementara Torrido (2005) yang juga melakukan penelitian di tempat yang sama memfokuskan pada dampak sosial, ekonomi dan budaya sebagai akibat kegiatan industri pariwisata di Parangtritis. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa pengembangan pariwisata telah membuka peluang-peluang baru sehingga mendorong keterlibatan penduduk desa yang berupa peran serta mereka terhadap kegiatan-kegiatan bersifat ekonomi serta keikutsertaan dalam menjalankan program pemerintah di bidang pariwisata secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian mengenai pola penghidupan masyarakat pesisir di wilayah pesisir selatan Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri khususnya mengenai penerapan model SIDa sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin pesisir belum pernah dilaksanakan. Penelitian ini berusaha menangkap fenomena pola penghidupan warga Dusun Ngentak, Desa Poncosari terkait dengan keberadaan penerapan teknologi berbasis sumberdaya lokal (SIDa) berupa Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid yang diharapkan mampu memberikan peningkatan kesejahteraan bagi warga Dusun Ngentak.
13
14
Tabel 1.2 Keaslian Penelitian No 1.
Nama Peneliti Udin (2009)
Judul Pola Penghidupan Masyarakat di Daerah Pedesaan.
Metode Survey dengan pengambilan data secara sampling melalui kuesioner dan wawancara serta menggunakan analisis deskriptif kualitatif Penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi serta wawancara mendalam. Penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengambilan data purposive sampling dan snowball sampling.
2.
Sarapil (2010)
3.
Torrido (2005)
Dinamika Ekonomi dan Peran Posisi Perempuan Pesisir (Studi di Pantai Depok, Parangtritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta) Dampak Sosial, Ekonomi, dan Budaya Industri Pariwisata Parangtritis
4.
Lestari (2012)
Perubahan Penghidupan Penyintas Humtara di Jumoyo Sebagai Akibat dari Meletusnya Gunung Merapi
Penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pengambilan data purposive sampling.
5.
Ni’mah (2013)
Strategi Penghidupan Berkelanjutan Pada Rumah Tangga Miskin Dalam Konteks Bencana Banjir Pasang Surut Di Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan
Penelitian dengan descriptive exploratory dan field research yang dibahas secara deskriptif kualitatif
6.
Sahudiyono (2009)
Penelitian kualitatif dengan metode deskriptif menggunakan pendekatan studi kasus
7.
Halim (2015)
Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) di wilayah pesisir Kabupaten Bantul: Studi Implementasi Program PEMP pada Dinas Peternakan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bantul Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid Dalam Kaitannya Dengan Pola Penghidupan Masyarakat Pesisir Di Dusun Ngentak, Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul
Penelitian kuantitatif dengan metode pengambilan data simple random sampling
15
Hasil dan Kesimpulan Menemukan strategi penghidupan yang dikembangkan pada tiap strata ekonomi rumah tangga yang berbeda serta factor-faktor yang menentukan penerapan berbagai strategi tersebut sebagai pola penghidupan di daerah perdesaan. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa perubahan profesi dari petani menjadi nelayan memberikan lapangan pekerjaan bagi para istri. Akan tetapi hal tersebut tidak menimbulkan ketergantungan antara suami dan istri dalam hal mencari nafkah. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa pengembangan pariwisata telah membuka peluang-peluang baru sehingga mendorong keterlibatan penduduk desa yang berupa peran serta mereka terhadap kegiatan-kegiatan bersifat ekonomi serta keikutsertaan dalam menjalankan program pemerintah di bidang pariwisata secara langsung maupun tidak langsung. Temuan dari penelitian ini adalah adanya perubahan penghidupan penyintas huntara yang sesuai dengan konsep penghidupan yang meliputi aset-aset penghidupan. Penghidupan tersebut tidak luput dari modifikasi sosial seperti relasi sosial, pemerintah, dan organisasi sosial. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa pemanfaatan aset oleh rumah tangga miskin dilakukan sesuai dengan mata pencaharian yang dimiliki. Rusaknya aset-aset yang dimiliki akibat banjir pasang surut menghambat peningkatan kesejahteraan hidup, sehingga mereka menerapkan beberapa strategi yang dianalisis oleh peneliti dengan menggunakan Sustainable Livelihood Approach Temuan dari penelitian ini adalah bahwa program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir tersebut dapat melibatkan masyarakat selama program berlangsung hingga evaluasi, tercipta pula kemandirian serta penguatan kelembagaan. Akan tetapi kemitraan yang diharapkan muncul dalam skala usaha masih dalam penjajagan. PLTH Bayu Baru memberikan warna baru dalam hal pola penghidupan masyarakat pesisir yaitu dengan semakin berkembangnya kegiatan pariwisata yang secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat Dusun Ngentak, meskipun masih diperlukan pembinaan sehingga segala unit usaha yang berkembang mampu memberikan manfaat semaksimal mungkin bagi penghidupan masyarakat.
Setyawati (2014) melakukan penelitian di dua lokasi yaitu Pantai Kuwaru dan Pantai Baru. Dalam penelitian tersebut dibahas mengenai program pemberdayaan yang ditujukan untuk masyarakat pesisir dalam bentuk PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir). Dalam penelitian ini ditemukan bahwa program tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat, memanfaatkan kearifan serta sumberdaya lokal, dan memicu partisipasi masyarakat. Akan tetapi program ini masih bersifat top down, dukungan infrastruktur ekonomi yang kurang memadai, kurang aksesible untuk beberapa pihak serta masih berbasis kepada gender. Sementara dalam penelitian Penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid Dalam Kaitannya Dengan Pola Penghidupan Masyarakat Pesisir Di
Dusun Ngentak, Desa Poncosari,
Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul menitik beratkan kepada kondisi masyarakat setelah keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid (PLTH) melalui analisa pola penghidupan masyarakat yaitu strategi yang diterapkan serta tingkat kesejahteraan rumah tangga pemilik usaha di Pantai Baru setelah keberadaan PLTH. Persamaan dari kedua penelitian ini adalah lokus serta masyarakat sasaran yaitu masyarakat pesisir di wilayah Kabupaten Bantul, tepatnya di Desa Poncosari, Kecamatan Srandakan.
16