BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Sektor publik merupakan entitas yang aktivitasnya memberikan pelayanan
publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2). Dalam menyelenggarakan pelayanan publik, pemerintah memiliki bertanggung jawab untuk dapat memberikan pelayanan publik dengan melakukan birokrasi yang mudah dan praktis. Saat ini masyarakat semakin terbuka dalam memberikan kritik bagi pelayanan publik. Maka dari itu, aparatur pemerintah harus mengatur dan mengarahkan seluruh kegiatan organisasi pelayanan dalam mencapai tujuan. Menurut Defra, Endang, Rihandoyo (2012), good government governance atau tata kelola pemerintahan yang baik adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang akuntabilitas, sejalan dengan prinsip demokratis, efektif, dan efisien. Selain itu pemerintah yang dicita - citakan adalah pemerintahan yang mengandung prinsip mengikutsertakan masyarakat dan swasta (partisipasi), terbuka (transparansi), kesetaraan. Untuk melaksanakan good goverment governance menjadi kenyataan, tentu dibutuhkan komitmen dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Dengan terselenggaranya good goverment governance merupakan “pintu masuk” untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita – cita bangsa dan negara (Gina,2006).
1
2
Tujuan utama dibentuknya pemerintah adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban dimasyarakat yang dapat menjalani kehidupannya secara wajar. Dengan kata lain, pada hakikatnya adalah pelayanan kepada masyarakat yang merupakan fungsi primer dari pemerintah. Pelayanan publik pada dasarnya sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan badan usaha miliki negara atau badan usaha milik daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan – undangan (Safitrah,2012). Dengan kata lain, Masrin (2013) mengatakan penyelenggaraan pelayanan publik adalah instansi pemerintah . Dalam mengahadapi era globalisasi yang penuh tantangan dan peluang, aparatur negara sebagai pelayan masyarakat yang memberikan pelayanan sebaik – baiknya menuju good governence. Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat yang dilakukan secara transparan dan akuntabilitas. Pelayanan publik merupakan salah satu tugas penting yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah daerah sebab jika komponen pelayanan terjadi stagnasi maka hampir dipastikan semua sektor akan berdampak kemacetan. Oleh sebab itu perlu ada perencanaan yang baik dan bahkan perlu diformulasikan standar pelayanan pada masyarakat sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat pada pemerintah daerah (Safitrah,2012). Maka dari itu, untuk dapat menilai kualitas pelayanan publik diperlukan suatu pemahaman yang dapat
3
membantu memahami bagaimana seharusnya aparatur pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik bekerja sehingga dapat menghasilkan output yang berkualitas. Untuk dapat menghasilkan output yang berkualitas tentu diperlukan anggaran yang tidak sedikit untuk menyelenggarakan kualitas pelayanan publik. Pendanaan yang dilakukan oleh pemerintah salah satunya yaitu dengan otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Julastiana dan Wayan,2012). Dari pengertian tersebut diatas maka akan tampak bahwa daerah diberi hak otonomi oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingan sendiri. Pelaksanaan kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah, yaitu kebijakan yang di pandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi. Desentralisasi memiliki tujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah, serta mengurangi ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat (Maimunah, 2006: 2). Menurut
Hoessein
(2003),
pada
hakekatnya
desentralisasi
adalah
mengotonomikan suatu masyarakat yang berada dalam teritorial tertentu. Sesuai dengan arahan konstitusi, pengotonomian tersebut dilakukan dengan menjadikan masyarakat tersebut sebagai provinsi, kabupaten dan kota. Disamping itu desentralisasi juga merupakan penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan
4
bagi provinsi, kabupaten dan kota. Namun pada prakteknya tidak ada urusan pemerintahnnya yang 100% diselenggrakan secara desentralisasi maupun sentralisasi. Salah satu tujuan utama desentralisasi adalah menciptakan kemandirian daerah. Kemandirian keuangan daerah diharapkan dapat terwujud dengan otonomi daerah karena tentunya pemerintah pusat menyadari bahwa yang mengetahui secara pasti kondisi daerah adalah pemerintah daerah itu sendiri, baik permasalahan yang sedang terjadi sampai kepada sumber – sumber pendapatan yang dapat digali oleh pemerintah daerah tersebut. Kemandirian dalam bidang keuangan di daerah, dapat diusahakan dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan upaya yang sungguh – sungguh dalam meningkatkan PAD serta dikelola secara efektif akan berimplikasi pada peningkatan kemampuan daerah dalam membiayai kebutuhan belanja daerah, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. Selain pendapatan asli daerah, komponen pendapatan daerah berdasarkan UU No. 33 tahun 2004 menyatakan bahwa : “Sumber pembiayaan pembangunan daerah bukan dana perimbangan, namun ada transfer dari pemerintah pusat dalam bentuk dana perimbangan. Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari APBN yang disalurkan ke daerah untuk memenuhi kebutuhan belanja daerah”. Tranfer pemerintah pusat – dana perimbangan merupakan salah satu input dari upaya pencapaian pelayanan publik oleh kabupaten/kota. Artinya, pencapaian pelayanan publik tidak hanya dipengaruhi oleh transfer dari pusat tetapi juga dalam perilaku kabupaten/kota dalam mengalokasikan belanja daerahnya serta faktor – faktor lain.
5
Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu tujuan transfer adalah mengurangi keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertical Pusat-Daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitas aktivitas perekonomian di daerah (Abdullah dan Halim, 2003). Dengan adanya transfer pemerintah pusat, diharapkan pemerintah daerah dapat menggunakan dana perimbangan secara akuntabilitas dan efektif agar dapat digunakan untuk memenuhi belanja daerah dengan tujuan menciptakan pelayanan kepada masyarakat. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah daerah. Armayani (dalam Halim, 2004 : 237) peran pemerintah di dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu pihak pemerintah yang lebih mengetahui sasaran tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai pihak katalisator dan fasilitator maka pemerintah daerah memerlukan sarana dan fasilitas
pendukung
yang
direalisasikan
melalui
belanja
daerah
guna
meningkatkan pelayan publik. Namun melihat fenomena yang terjadi, sepertinya alokasi belanja modal belum sepenuhnya dapat terlaksana bagi pemenuhan kesejahteraan publik, sebab pengelolaan belanja daerah terutama, belanja modal masih belum terorientasi pada publik. Salah satunya disebabkan oleh pengelolaan belanja yang terbentur dengan kepentingan golongan semata ( Solihin, 2009).
6
Padahal jika pemerintah dapat mengelola komposisi belanja daerah dengan sebaik mungkin dan seefisien mungkin untuk menunjang kebutuhan fasilitas pelayanan publik, hal ini dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat atas kinerja aparatur pemerintah daerah. Menurut Edwin (2013) dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat, hal ini akan meningkatkan pula kontribusi masyarakat untuk membayar pajak daerah yang merupakan sumber pendapatan asli daerah yang cukup besar. Maka dari itu dengan meningkatnya penerimaan daerah, tentu juga pengeluaran untuk belanja daerah yang dikeluarkan secara efektif dan efisien, dapat meningkatkan kepuasan masyarakat dengan pelayanan yang diberikan. Berdasarkan sumber harian umum Tribun per tanggal 19 Juli 2011, Bupati Bandung Barat mengaku kurang puas atas kinerja sejumlah kepala SKPD Kabupaten Bandung Barat, karena masih banyak hal yang belum dicapai secara optimal dan pemerintah menerima berbagai keluhan dan masukan dari berbagai pihak sebagai inventarisasi untuk melakukan perkembangan. Bupati Bandung Barat juga menegaskan bahwa kinerja sejumlah kepala SKPD masih belum memuaskan. Hal itu terlihat dari banyaknya program yang tidak tercapai, seperti perbaikan infrastruktur, pelayanan kesehatan, dan pendidikan bagi masyarakat. Untuk menjalankan berbagai program tersebut, menurut Bupati Bandung Barat, kepala SKPD yang terkait seharusnya dapat menyelesaikan program sesuai target. Kepala daerah telah mendelegasikan berbagai pembiayaan, prasarana, personel, dan dokumen (P3D) kepada kepala SKPD agar dapat menyelesaikan program sesuai dengan perencanaan dan dijalani sesuai dengan peraturan yang berlaku.
7
Demikan juga dengan aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan, dinilai belum memuaskan dalam memberikan pelayanan. Hal tersebut diperoleh dari wakil Bupati Bandung Barat, Ia mengatakan bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung Barat harus segera memaksimalkan kualitas pelayanan terhadap masyarakatnya. Sejauh ini, pelayanan belum dirasa efektif karena lokasi kantor dinas dan instansi yang terpencar-pencar masyarakat yang memerlukan pelayanan harus kesana kemari karena satu dinas dengan dinas lainnya tidak berada dalam satu lokasi.
Harian Tribun, Senin tanggal 23 Maret 2015, banyak sekali lubang-lubang besar yang membahayakan para pengguna jalan terutama pengendara sepeda motor di ruas Jalan Batujajar-Selacau, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Salah seorang warga Desa Selacau, Kecamatan Batujajar, Gagan (34), mengimbau agar para pengguna jalan tidak mengebut saat melintas di wilayah Selacau karena sudah banyak yang terjatuh karena terperosok ke dalam lubang. Pasalnya, hampir sepanjang jalan mulai dari Selacau ke arah Batujajar sejauh 3 kilometer, kondisinya rusak parah. Pantauan Tribun, ruas jalan SelacauBatujajar kondisinya terbilang rusak parah. Ruas jalan yang juga menjadi jalan utama yang menghubungkan kawasan selatan KBB dan wilayah ibu kota Bandung Barat di Ngamprah ini, dipenuhi banyak lubang besar yang membahayakan para pengendara sepeda motor. Tak hanya itu, pasca turun hujan ruas jalan ini akan semakin berbahaya karena lubang-lubang tertutup oleh genangan air.
8
Dapat disimpulkan dari penjabaran masalah yang sedang terjadi di pemerintahan daerah Kabupaten Bandung Barat. Pertama adalah masyarakat mengeluh akan birokrasi yang sulit dalam memperoleh e-KTP. Dalam proses pembuatan yang membutuhkan waktu yang lama serta aparatur pemerintah seperti sumber daya manusia dan teknologi yang belum mendukung yang menjadikan masyarakat acuh terhadap pembuatan e-KTP. Bukan hanya itu saja yang menjadi hambatan, tetapi akses menuju kantor kecamatan yang relatif jauh dan jalan yang kurang baik menjadi faktor masyarakat malas mengurus e-KTP. Kemudian yang kedua, akses jalan yang masih buruk menjadi masalah yang belum dapat diatasi oleh pemerintah daerah Kabupaten Bandung Barat. Padahal masyarakat telah diwajibkan untuk membayar pajak dan retribusi untuk dikelola oleh masyarakat dan digunakan kembali untuk pelayanan masyarakat itu sendiri.
Dalam menciptakan infrastruktur dan pra sarana pelayanan masyarakat yang baik, pemerintah Kabupaten Bandung Barat sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Bandung dituntut untuk dapat meningkatkan baik kinerja keuangan maupun kinerja unit kerja SKPD secara optimal untuk dapat memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Serta menjadikan pemerintahan yang menjunjungi good goverment governance. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh efektivitas pendapatan asli daerah dan transfer pusat dana perimbangan dibidang pelayanan publik di Kabupaten Bandung Barat. Maka dari itu penulis mengangkat judul sebagai berikut :
9
“Pengaruh Efektivitas Pendapat Asli Daerah (PAD) dan Transfer Pusat Dana Perimbangan Terhadap Kualitas Pelayanan Publik”
1.2
Identifikasi Masalah Masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut : 1. Bagaimana pengaruh efektivitas PAD terhadap kualitas pelayanan publik? 2. Bagaimana pengaruh efektivitas Transfer Pusat – Dana Perimbangan terhadap kualitas pelayanan publik? 3. Bagaimana pengaruh efektivitas PAD dan Transfer Pusat – Dana Perimbangan secara simultan terhadap kualitas pelayanan publik di Kabupaten Bandung Barat?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan peneliti adalah sebagai
berikut: 1. untuk mengetahui bagaimana pengaruh efektivitas PAD terhadap kualitas pelayanan publik. 2. untuk mengetahui bagaimana terdapat pengaruh efektivitas Transfer Pusat – Dana Perimbangan terhadap kualitas pelayanan publik.
10
3. untuk mengetahui bagaimana pengaruh efektivitas PAD dan Transfer Pemerintah Pusat – Dana Perimbangan secara simultan terhadap kualitas pelayanan publik di Kabupaten Bandung Barat.
1.4
Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat berguna dan memiliki
manfaat antara lain: 1. Bagi Penulis Meningkatkan wawasan dan pengetahuan dalam bidang Akuntansi Sektor Publik yang sesuai dengan teori yang diperoleh dalam perkuliahan khususnya untuk mengetahui bagaimana pengaruh efektivitas PAD dan Transfer Pusat – Dana Perimbangan terhadap kualitas pelayanan publik. 2. Bagi Penulis lain Diharapkan hasil penelitian ini dapat menberikan
referensi dan
informasi pendukung kepada penelitian selanjutnya khususnya untuk mengetahui bagaimana pengaruh efektivitas PAD dan Transfer Pusat – Dana Perimbangan terhadap kualitas pelayanan publik. 3. Bagi Pemerintah Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi berupa saran dan informasi serta menjadi bahan pertimbangan untuk instansi pemerintahan dalam melakukan pengambilan keputusan terkait
11
dengan sejauh mana pengaruh efektivitas PAD dan Transfer Pusat – Dana Perimbangan terhadap kualitas pelayanan publik.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti maka
penulis mengadakan penelitian dengan mengambil data di 3 (tiga) SKPD Pemerintahan Daerah Kabupaten Bandung Barat yaitu Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dan Dinas Bina Marga Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Bandung Barat. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2015 sampai bulan Juni 2015.