BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Bekalang Pada tahun 2014 yang lalu, Indonesia mengadakan Pemilihan Umum (pemilu) Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang cukup tegang. Alih – alih media memberikan informasi yang netral dan bertumpu pada kepentingan umum, namun keberpihakan media masih saja ada dan dapat diamati secara langsung. Keberpihakan media tercermin dari pemberitaan, ideologi politik pemilik media, hingga iklan politik pada media tersebut. Beberapa media memiliki kecenderungan untuk memihak salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden menjelang Pilpres 2014. Setidaknya hal itu tercermin saat KPI melayangkan surat untuk pada tanggal 17 Juni 2014, KPI melalui surat tersebut memanggil pemimpin redaksi dua televisi swasta Nasional. Hal itu karena KPI menyoroti Metro TV lebih sering sering memberitakan pasangan calon Jokowi-JK, sedangkan TVOne lebih sering memberitakan pasangan calon Prabowo-Hatta (Puspita, 2014). Isu–isu politik yang beredar menjelang pemilu banyak bermunculan di berita. Bahkan Isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) muncul ke permukaan. Contohnya pemberitaan di Majalah Berita Mingguan Tempo, edisi 23-29 Juni yang mengulas tentang munculnya isu di media sosial, bahwa calon presiden Joko Widodo adalah keturunan Tionghoa dari Singapura (Hidayat, Candra, Junaidi, Sohirin, Siswadi, 2014:29). Serta contoh lain munculnya propaganda hitam melalui media
tabloid Obor Rakyat, yang dalam beberapa waktu menghiasi pemberitaan media di Indonesia. Isu politik yang lain yaitu “transaksi politik” antar pemimpin partai– partai peserta pemilu. Saling klaim menjadi pemenang pemilu pun menjadi isu politik yang menghiasi tahun 2014, tahun politik. Namun, di sisi lain pemilu 2014 yang lalu walaupun masih dipenuhi masalah cukup berjalan dengan baik dan demokratis. Pilpres yang berlangsung pada tanggal 9 Juli tahun 2014 yang lalu hanya diikuti oleh dua pasang calon. Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa menjadi pasangan calon dengan nomor urut satu, dan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menempati urutan nomor dua. Pertarungan di antara kedua pasang calon berlangsung sangat ketat dengan mengerahkan segenap kekuatan politik masing-masing baik secara individu, berpasangan, koalisi partai politik, hingga dukungan ketua umum partai dan pemilik media. Munculnya nama Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon Presiden cukup fenomenal, karena masyarakat mengetahui bahwa pada saat itu Jokowi belum genap menjabat sebagai Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.Pencalonan Jokowi menjadi calon presiden tidak terlepas dari mandat dan dukungan Megawati Soekarnoputri ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Penunjukan Jokowi menjadi calon presiden (Capres) disampaikan oleh Megawati di kantor DPP PDIP di Lenteng Agung pada hari Jumat, tanggal 14 Maret 2014 (Sufa, 2014). Gubernur yang dikenal suka blusukan sejak menjadi Wali Kota Solo itu langsung mendapatkan perhatian media dan publik atau masyarakat dengan
pencalonannya sebagai Presiden periode 2014-2019.Selain itu, sosok Jokowi yang berpenampilan sederhana, dekat dengan rakyat yang dipimpin, serta tidak banyak bicara merupakan cerminan pribadi yang senang bekerja. Namun, Jokowi juga sempat mendapatkan pemberitaan miring atas pencalonannya, karena dianggap melanggar etika politik karena mengingkari janji-janjinya untuk memimpin Ibu Kota. Isu Jokowi melanggar etika ternyata hanya ada di kalangan elite politik. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya dukungan Warga Jakarta kepada Jokowi terkait pencalonannya. Hasil survey mengatakan setidaknya dari empat ratus sampel, sekitar 69% setuju Jokowi menjadi calon Presiden (Sufa, 2014). Nama Jokowi sebagai calon pemenang Pilpres 2014 juga menempati urutan teratas dalam berbagai hasil lembaga survei. Seperti kutipan berita hasil survei jauh sebelum masa pemilihan dimulai yang dilansir Tempo.co "Dalam survei LKP kali ini, Gubernur DKI Jakarta tetap menjadi capres terfavorit pilihan publik. Sebanyak 19,6 persen publik mengaku akan memilih Jokowi sebagai presiden, jika pilpres dilaksanakan hari ini," ujar Direktur Lembaga Klimatologi Politik Usman Rachman, Senin,3 September 2013(Firdaus, 2013). Gaya kepemimpinan Jokowi yang sederhana dan berbeda dengan gaya kebanyakan pejabat tinggi Negara menjadikannya populer di kalangan media. Sehingga di tengah situasi politik yang tidak menentu masyarakat setidaknya masih memiliki harapan dengan mengetahui melalui pemberitaan media bahwaada seorang pemimpin yang bekerja hanya untuk rakyat, bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Penetapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pilpres melalui keputusan
Komisi
Pemilihan
Umum
Nomor
535/kpts/KPU/Tahun
2014
(www.kpu.go.id) memperlihatkan kemenangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2014-2019. Dengan rincian sebagai berikut : 1) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor urut 1, Prabowo Sianto dan Hatta Rajasa sebanyak 62.676.444 (Enam Puluh Dua Juta Lima Ratus Tujuh Puluh Enam Ribu Empat Ratus Empat Puluh Empat) suara atau sebanyak 46,85 % dari suara sah nasional. 2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor urut 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebanyak 70.997.833 (Tujuh Puluh Juta Sembilan Ratus Sembilan Puluh Tujuh Ribu Delapan Ratus Tiga Puluh Tiga) suara atau sebanyak 53,15 % dari suara sah nasional. Selain mendapatkan perhatian media dan masyarakat, kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014 juga didukung oleh para relawan. Konser Salam Dua Jari pada tanggal 5 Juli 2014 yang diadakan oleh para relawan sukses digelar di Gelora Bung Karno, Senayan. Konser tersebut mengahadirkan puluhan artis Ibu Kota yang tidak dibayar, serta digelar tanpa satu pun atribut partai. Dengan demikian, melalui pengamatan langsung sosok Jokowi memang populer dan disukai banyak masyarakat pemilih. Di tempat yang berbeda karya buku komik dari seorang seniman kartun atau kartunis mulai mudah dijumpai di beberapa toko – toko buku terkemuka seperti
Gramedia. Tidak sedikit komik yang beredar tersebut mengangkat cerita tentang isu kehidupan sosial, politik, percintaan dan sebagainya yang akrab dengan masyarakat Indonesia sebagai ide dasar komik. Beberapa
kartunis
bekerja
sama
dan
karya
karikaturnya
banyak
dipublikasikan melalui media, khususnya surat kabar. Salah satunya seperti yang telah lama dijalani seniman kartun Muhammad Mice Misrad, yang lebih dikenal dengan nama Mice Cartoon. Mice Cartoon setidaknya telah bekerja sama dengan dua surat kabar nasional, yaitu surat kabar Harian Rakyat Merdeka sebagai kartunis tetap (2010-sekarang), serta rutin mengisi rubrik kartun Benny & Mice pada harian surat kabar Kompas Minggu (2003-2010) (Misrad,2012:104). Sepasang kartunis yang berpisah. Pada awal kemunculannya Mice Cartoon memiliki pasangan atau teman dalam setiap cerita karikaturnya, yang bernama Beny. Tokoh Beny merupakan refleksi pembuat tokoh tersebut, yaitu Beny Rachmadi. Tokoh kartun Benny & Mice muncul ke publik melalui media surat kabar Kompas sekitar tahun 2008 silam. Pada masa awal kemunculannya Benny & Mice banyak mengangkat isu atau fenomena yang muncul di masyarakat Ibu Kota. Namun, sejak tahun 2010 kedua kartunis ini memutuskan untuk “bercerai” karena alasan ideologis (Ajidarma,2012:200). Sebagai seniman kartun atau kartunis, Beny & Mice setidaknya telah mendokumentasikan karya – karya mereka yang pernah dimuat di media surat kabar ke dalam bentuk bukukomik. Kumpulan karya buku komik tersebut antara lain berjudul Talk About Hope, Jakarta Luar Dalem, Jakarta Atas Bawah, Lost In Bali 1,
Lost In Bali 2, 100 Tokoh Yang Mewarnai Jakarta, Lagak Jakarta 1, dan Lagak Jakarta 2 (micecartoon.com/komik). Setelah berpisah Mice Cartoon tetap memproduksi buku komik yang juga dari kumpulan karya – karyanya di media surat kabar. Selain itu juga terdapat karya pribadi yang memang sengaja dibuat untuk menjadi seri komik, seperti buku komik yang berjudul Obladi Oblada Life Goes…, yang menjadi buku komik pertama Mice Cartoon setelah berpisah dengan Benny Rachmadi. Komik yang identik dengan gambar lucu, humoris, dan menghibur. Selain itu komik juga dapat merangkul khalayak dari berbagai tingkat usia, dari anak – anak hingga orang dewasa. Komik juga dapat memberikan informasi, menedukasi orang yang membacanya. Dahulu komik dianggap sebagai bacaan yang ringan, namun isi komik pada perkembangannya dapat memuat isu yang serius. Misalnya komik Mice Cartoon yang banyak bercerita tentang “kekonyolan” kehidupan sehari – hari yang banyak orang mengalami dan bahkan menjadi pelaku atau pemeran, serta cenderung menjadikan sesuatu yang “konyol” dalam hidup ini untuk ditertawakan bersama – sama. Dalam video profil Mice Cartoon, Ia mengungkapkan bahwa dalam membuat tema cerita kartun atau komiknya, Mice lebih banyak mengambil ide cerita yang nyata
sesuai
dengan
realitas
yang
ada
atau
yang
Ia
alami
sendiri
(www.micecartoon.co.id/). Fenomena atau isu dalam Mice Cartoon menggunakan tokoh Mice sendiri, yang bertujuan untuk menyindir atau memberikan kritik kepada diri sendiri dan khalayak atau masyarakat luas.
Dengan melihat ulasan diatas, Peneliti tertarik untuk meneliti karya buku komik dari Muhammad Mice Misrad yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2. Lebih spesifiknya peneliti akan meneliti bagian dari buku komik tersebut yang mengangkat tentang sosok Jokowi sebelum Pilpres berlangsung. Pada bagian ini, Mice Cartoon memberikan judul Jokowi The Phenomenon, yang keseluruhan isi pada bagian tersebut memotret sosok Jokowi dalam bentuk kartun menjelang pilpres 2014. Karya buku komik yang terbit pada awal Januari tahun 2014 itu berisikan kumpulan karya – karya Mice Cartoon yang pernah dimuat dalam surat kabar Harian Rakyat Merdeka dari tahun 2012 hingga 2013. Mice Cartoon memotret isu politik jauh sebelum Pemilihan Umum Presiden berlangsung. Karya yang disajikan dalam buku komik Politik Santun Dalam Kartun 2merupakan isu sosial politik menjelang pemilu Presiden yang dikemas dalam bentuk humor. Peneliti tertarik untuk melihat makna pesan yang dikontruksi Mice Cartoon dalam buku komiknya, mengingat buku komik tersebut diterbitkan menjelang musim pemilihan umum (pemilu) legislatif, serta pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) di Indonesia. Kartun yang berisi kritik dalam memotret isu politik yang berkembang dan dimuat di media surat kabar biasanya digunakan untuk menyampaikan kritik. Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian Ilmu Komunikasi yang berjudul Potret Media Dalam Karikatur Mice Cartoon karya Bayu Aryono Putro menjadi rujukan awal bagi peneliti untuk melanjutkan penelitian
mengenai Mice Cartoon. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tema yang diambil. Jika penelitian sebelumnya mengambil tema karikatur Mice Cartoon tentang kritik terhadap media dan mengambil data dari surat kabar Harian Kompas, peneliti pada kesempatan ini mengambil tentang sosok Jokowi menjelang Pilpres dalam karya Mice Cartoon, serta data yang digunakan berupa sebuah buku komik Mice Cartoon. Peneliti menggunakan metode semiotika. Dengan menggunakan metode ini, peneliti ingin mencari tahu apa makna pesan yang ingin disampaikan pada bagian Jokowi The Phenomenon dalam karya buku komik Mice Cartoon yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2. Pada bagian Jokowi The Phenomenonmemuat sekitar 18 panel kartun. Analisis yang digunakan untuk melihat makna pesan
dari gambar dan tulisan
didalamnya yaitu lewat analisa ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol) yang terdapat dalam karikatur tersebut. B. Rumusan Masalah Penulis menganalisa isi dan makna karikatur tersebut dengan menggunakan teori semiotika untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut : Apa makna yang terdapat didalam karikatur pada bagian Jokowi The Phenomenon dalam buku komik Mice Cartoon yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2, dalam kaitannya dengan isu politik menjelang Pemilihan Umum Presiden 2014 ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pesan, makna, dan tanda yang terdapat pada bagian Jokowi The Phenomenondalam buku komik Mice Cartoon yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2yang berkaitan dengan isu politik menjelang Pemilihan Umum 2014. Dengan menggunakan kajian semiotika pada karikatur tersebut. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diambil dari penelitian ini adalah : Dapat dijadikan dasar atau acuan pada penelitian-penelitian selanjutnya yang sejenis dan dapat dikaji secara mendalam, serta menjadi bagian dari khasanah pengetahuan sehingga dapat menambah pengetahuan. 1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengetahuan penulis, terutama dalam bidang semiotika visual. Hasil penelitian ini merupakan pengetahuan dan pengalaman dalam mengkaji tentang karikatur yang ada bentuk karya buku komik, serta bagaimana pesan dan makna yang terdapat pada karikatur tersebut. 2. Bagi masyarakat diharapkan dapat menjadi acuan dasar bagi yang ingin lebih mengerti dan mendalami makna-makna yang terdapat pada karikatur. E. Tinjauan Pustaka 1. Komunikasi Aktifitas kehidupan sehari – hari tidak dapat terlepas dari aktifitas komunikasi. Sejak bangun pagi sampai kembali beristirahat pada malam harinya,
manusia selalu berkomunikasi, baik secara individu maupun interaksi dengan orang lain dan sebagainya. Pada era telekomunikasi ini proses komunikasi semakin dimudahkan dengan adanya digitalisasi pada teknologi komunikasi. Namun, utuk mendefinisikan komunikasi secara utuh memang sulit, hingga saat ini pun belum ada satu definisi yang dapat mewakili semua pemikiran para ahli komunikasi. Secara terminologi, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni Communico dan Communis (Cangara, 2014:13). Communi memiliki arti membagi, sedangkan Communis memiliki arti membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Aritoteles menekankan definisi tentang komunikasi yaitu “Siapa mengatakan apa kepada siapa” (Aristoteles dalam Cangara, 2014: 14). Dengan demikian komunikasi merupakan sebuah proses yang melibatkan pengirim, pesan dan penerimanya melalui berbagai cara. Komunikasi dapat disebut komunikasi yang utuh jika terdapat lima unsur yang membangunnya. Ibarat sebuah mobil jika salah satu unsur tersebut ada yang kurang, maka mobil tersebut tidak dapat berjalan secara sempurna. Terdapat tujuh unsur yang mendukung komunikayaitu sumber, pesan, media, penerima, pengaruh, umpan balik, dan lingkungan (Cangara,2014:15). Unsur pertama berupa sumber yaitu pengirim pesan atau informasi yang dapat berupa perorangan, kelompok, organisasi, dan media. Kedua, pesan yaitu sesuatu yang disampaikan kepada penerima, kemudian unsur yang ketiga berupa media yang berupa alat yang digunakan pengirim untuk mengirimkan pesan kepada penerima. Unsur keempat penerima yaitu pihk yang menerima dan menjadi sasaran pesan yang
dikirimkan. Unsur kelima berupa pengaruh yang merupakan perbedaan antara yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan setelah menerima pesan tertentu.Keenam, umpan balik yang merupakan salah satu bentuk dari pengaruh yang berasal dari penerima kepada pengirim. Dan yang terakhir unsur ketujuh yaitu lingkungan, pada unsur ini merupakan 11usic11 lain yang dapat mempengaruhi proses komunikasi. Ada empat fungsi komunikasi yang dikemukakan oleh William I. Gorden (William dalam Mulyana, 2014:5-38). Sebagai berikut : 1) Fungsi Sosial : Komunikasi menjadi hal yang penting untuk membangun konsep
dan
aktualisasi
diri
untuk
bertahan
serta
memastikan
keberlangsungan hidup, memperoleh kebahagiaan, terhindar dari bentuk tekanan dan ketegangan melalui komunikasi yang menghibur, dan menjalin atau berinteraksi dengan orang lain. Dengan komunikasilah manusia dapat menataa hidupnya, membangun hidupnya, mencari solusi atas persoalan yang dihadapi dan sebagainya. 2) Komunikasi Ekspresif : Fungsi ini masih berkaitan erat dengan fungsi social karena dapat dilakukan dengan perseorangan maupun berkelompok. Fungsi ini menjadi instrument yang bertujuan untuk menyampaikan perasaan – perasaan (emosi) seseorang. Misalnya seorang Ibu yang menyampaikan perasaan kasih sayangnya kepada anaknya, atau seorang kekasih yang memberikan bunga kepada kekasihnya.
3) Komunikasi Ritual : Fungsi yang juga masih berkaitan erat dengan fungsi sebelumnya, dimana pada fungsi ini biasanya dilakukan secara kolektif. Misalnya dalam merayakan hari raya, ulang tahun, upacara kelahiran dan sebagainya. Mereka yang terlibat dalam ritual – ritual tersebut telah terlibat di dalam fungsi komunikasi ritual yang menegaskan kembali komitmen mereka pada tradisi keluarga komunitas, suku, bangsa, Negara, ideology, atau agama mereka. 4) Komunikasi Instrumental : Fungsi komunikasi yang memiliki beberapa tujuan umum diantaranya menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, mengubah suatu tindakan serta menghibur. Inti dari fungsi komunikasi instrumental adalah untuk membujuk (persuasif). Terdapat dua mahzab utama dalam komunikasi yang disampaikan oleh John Fiske (2014:2-3), pertama adalah mahzab yang memandang komunikasi sebagai transmisi pesan, yaitu mereka yang 12usic dengan bagaimana pesan dikirim dan diterima oleh pengirim dan penerima pesan. Kedua, melihat produksi dan pertukaran makna dalam komunikasi. Dengan kata lain, fokus kelompok ini terdapat pada bagaimana pesan, teks yang berinteraksi dengan manusia untuk memproduksi suatu makna. Sedangkan bagi semiotik, Fiske menjelaskan bahwa pesan merupakan sebuah konstruksi tanda – tanda yang akan menghasilkan makna melalui interaksinya dengan
penerima (Fiske:5).Tanda yang dihasilkan dari interaksi tersebut dapat sama atau berbeda maknanya. Dalam penelitian ini memfokuskan pada isi pesan dalam karikatur karya Mice Cartoon yang menyampaikan pesan berupa gambar. Pesan tersebut merupakan proses komunikasi antara kartunis (Muhammad Mice Misrad) kepada khalayaknya yang berisikan tentang isu-isu terkait dengan Jokowi menjelang pilpres tahun 2014 yang lalu. 2. Komunikasi Politik Menjelang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) di Indonesia pada tahun 2014 yang lalu, banyak pesan–pesan politik yang disampaikan melalui berbagai media. Antara lain berita politik, komentar–komentar masyarakat serta pengamat terkait dengan politik yang sedang terjadi pada saat itu, hingga pesan dalam karikatur yang bermuatan politik. Mcquail menjelaskan bahwa komunikasi politik adalah semua proses penyampaian informasi yang di dalamnya merupakan fakta, pendapat–pendapat, keyakinan–keyakinan, serta pertukaran dan pencarian tentang itu semua yang dilakukan oleh partisipan (pihak yang terlibat baik perseorangan, kelompok, maupun lembaga) berkaitan dengan konteks politik (McQuail dalam Pawito,2009:2). Komunikasi dan politik saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Sistem politik yang mempengaruhi komunikasi dapat dilihat dari aturan – aturan yang dibuat untuk mangatur informasi baik secara individu, kelompok, maupun media massa.
Sedangkan sistem politik yang dipengaruhi komunikasi terlihat pada aksi protes masyarakat terhadap keputusan maupun kebijakan politik pemerintah. Sejalan dengan definisi diatas Hafied Cangara (2014) mengartikan bahwa komunikasi politik sebagai sebuah proses komunikasi yang memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik. Yang membedakannya dengan bentuk komunikasi yang lain seperti komunikasi antarbudaya, komunikasi organisasi, komunikasi bisnis dan sebagainya terletak pada isi pesan. Dengan kata lain pesan dalam komunikasi politik bermuatan politik. Hafied Cangara (2014: 31) menyampaikan lima unsur komunikasi politik yaitu komunikator, pesan, saluran atau media, sasaran atau target, dan pengaruh atau efek politik. Unsur – unsur tersebut sebenarnya sama dengan unsur – unsur komunikasi pada umumnya, perbedaannya dalam komunikasi politik unsur – unsur tersebut bermuatan politik. Unsur pertama komunikator politik merupakan mereka yang dapat memberikan informasi tentang hal – hal yang berkaitan bermuatan politik. Kedua pesan politik yaitu pernyataan yang disampaikan baik tertulis atau tidak tertulis, secara verbal atau non-verbal dan seterusnya yang bermuatan politik.Ketiga, saluran atau media politik yang merupakan segala jenis saluran komunikasi yang digunakan untuk meyampaikan pesan politik, keempat, sasaran atau target politik yaitu seluruh masyarakat atau mereka yang dijadikan sasaran yang diharapkan dapat memberikan dukungan politik dalam pemilihan umum, dan yang terakhir pengaruh atau efek
komunikasi politik yang merupakan harapan terciptanya pemahaman politik terhadap sistem pemerintahan yang akan bermuara pada dukungan dalam pemilihan umum. Komik Mice Cartoon berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2 merupakan berisikan karya-karya karikaur bermuatan politik. Muhammad Mice Misrad (Mice Cartoon) sebagai komunikator politik menggunakan media komik untuk memberikan pandangannya terhadap isu-isu politik, khususnya menjelang Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) pada tahun 2014. Teori jarum suntik (Hypodermic Needle Theory) menjadi kekuatan dalam media komik Mice Cartoon yang dipublikasikan ke khalayak umum (Cangara, 2014: 97). Dengan kata lain, media komik yang digunakan merupakan media yang satu arah atau hampir tidak adanya feedback (timbal balik) dari khalayak atau pembaca komik tersebut. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tahun 2014 yang lalu dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla. Jokowi diusung oleh partai politik yang tergabung dalam koalisi karena PDIP sebagai partai pengusung utama tidak memperoleh suara yang cukup untuk mengajukan calon presiden secara mandiri. Pemberitaan-pemberitaan
terkait
dengan
pencalonan
Jokowi
banyak
menjelaskan bahwa pencalonannya atas mandat ketua umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Namun, hal ini sebenarnya telah sesuai dengan aktifitas partai politk yang memang memilih calon untuk menduduki jabatan di parlemen, senat, gubernur, wali kota dan kepala daerah lainnya, serta abatan eksekutif seperti presiden dan wakil presiden (Cangara, 2014: 185). Dalam undang-undang no.42 tahun 2008 pasal 9
dijelaskan pula bahwa pasangan calon presiden dan wakilnya harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan yaitu mendapatkan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. Hal inilah yang coba disampaikan oleh Mice Cartoon melalui pesannya dalam karikatur.
3. Kartun dan karikatur Fungsi komunikasi memiliki begitu banyak ragam. Misalnya sejak manusia lahir, manusia telah menggunakan salah satu fungsi komunikasi dengan cara menangis untuk mendapatkan perhatian lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, telah terjadi interaksi yang ditimbulkan oleh proses komunikasi. Komunikasi juga berfungsi untuk memberikan hiburan. Kartun yang biasanya berisi gambar – gambar lucu serta mengandung humor memiliki kecenderungan disukai oleh banyak orang karena mengandung unsur hiburan (Sobur, 2013: 138). Meskipun demikian, fungsi informasi yang disampaikan melalui media kartun tetap ada dan dipertimbangkan oleh kartunis yang membuatnya. Alexis Tan menguraikan dalam bentuk tabel beberapa fungsi – fungsi komunikasi dilihat dari tujuan komunikator (pengirim pesan) dan tujuan komunikan (penerima pesan), sebagai berikut : Tabel 1.1 Fungsi – Fungsi Komunikasi
No. Tujuan Komunikator Tujuan Komunikan 1.
Memberi informasi
Mengerti
terhadap
ancaman
peluang,
memahami
dan
lingkungan,
melihat kenyataan, serta mendapatkan keputusan. 2.
Mendidik
Mendapatkan
pengetahuan,
keterampilan untuk kepribadian serta mempelajari nilai yang tepat agar dapat diterima dalam masyarakat. 3.
Mempersuasi
Memberikan keputusan, nilai, perilaku, serta aturan agar dapat diterima oleh masyarakat.
4.
Menghibur
Memberikan
kegembiraan,
(Memberikan
serta
kesenangan)
permasalahan hidup yang dialami.
mengalihkan
hiburan,
perhatian
dari
Sumber Nurudin (2013:65) Fungsi komunikasi diatas merupakan fungsi–fungsi dari komunikasi massa. Namun, fungsi–fungsi tersebut juga terdapat dalam jenis komunikasi yang lain. Misalnya ketika Anda berbincang santai dengan seorang sahabat atau “melempar” sebuah lelucon yang dapat menghibur diri dan orang lain dalam komunikasi interpersonal. Demikian dengan karya karikatur yang banyak memuat unsur hiburan.
Pramono dalam Jurnal karya Tias Satrio Adhitama (2012: 110) yang berjudul Kartun Humor dan Misi Dakwah Dalam Media Cetak dijelaskan bahwa rubrik kartun banyak mengisi media cetak karena beberapa alasan.Pertama, kartun yang cenderung lucu, mengundang tawa dan mudah dipahami dapat menjadi penjelas dari berita yang terkait, yang biasanya berupa kritik sosial terhadap berita tertentu. Dengan kata lain, kartun menjadi lebih “lunak” dan dapat merangkul hampir semua jenis khalayak media. Kedua, jenis pesan apapun dapat disampaikan melalui kartun. Kartun yang memiliki kesan yang jenaka dan tidak serius, sebenarnya banyak memuat pesan – pesan yang serius. Kritik – kritik sosial terhadap situasi atau fenomena yang berkembang serta dekat dengan masyarakat banyak disampaikan melalui cara guyon. Ketiga, kartun sebagai pelepas ketegangan. Artinya kartun memiliki pengaruh untuk memberikan efek rileks atau santai terhadap orang yang menikmatinya. Misalnya, ketika orang jenuh dengan berita – berita yang kurang baik, kartun dapat hadir sebagai pelepas ketegangan. Alasan keempat, hadirnya kartun dalam media menjadi salah satu cara agar rubric media menjadi lebih variatif. Terdapat perbedaan antara kartun dan karikatur. Sudarta (1987) dalam Jurnal karya Tias Satrio Adhitama (2012: 115) yang berjudul Kartun Humor dan Misi Dakwah Dalam Media Cetak menjelaskan secara tegas bahwa kartun dan karikatur seperti binatang dan gajah. Artinya kartun merupakan gambar yang mengandung unsur humor. Sedangkan karikatur merupakan deformasi (melebih-lebihkan) wajah seseorang yang biasanya merupakan seorang tokoh terkenal.
Pemahaman umum tentang karikatur biasanya sebagai karya grafis berupa gambar – gambar, dan umumnya pada media cetak disertai tulisan, serta pesan – pesannya
bersifat
perpaduan
humoris,
satiris,
dan
seringkali
distirsif
(Pawito,2009:111). Baik karikatur maupun kartunbiasanya diciptakan dengan melibatkan dan menangkap realitas yang ada di masyarakat, kemudia realitas tersebut dituangkan ke dalam tanda – tanda pesan yang umumnya berupa gambar dan tulisan yang ditujukan kembali kepada khalayak. Sementara itu Alex Sobur (2013:138) menjelaskan bahwa kartun merupakan gambar humor semata tanpa muatan kritik sosial yang muncul di media masaa, sebaliknya karikatur membawa pesan kritik sosial. Namun, menurut Sudarta kartun adalah semua gambar humor termasuk pula karikatur. Yang membedakannya yaitu deformasi berlebihan pada karikatur. Penjelasan senada mengenai karikatur juga diberikan oleh Paramono, yang mengatakan bahwa karikatur yang diberi beban pesan, kritik, dan sebagainya merupakan kartun opini (Pramono dalam Sobur,2013:138). Dengan kata lain karun opini dalam surat kabar adalah political cartoon atau editorial cartoon yang merupakan tajuk rencana dalam bentuk gambar. Karikatur sebagai kartun opini atau editorial cartoon setidaknya harus memuat empat hal teknis. Pertama, karikatur harus informatif dan komunikatif. Kedua, bersifat situasional, ketiga yaitu memuat kandungan humor, dan keempat, gambar karikatur merupakan gambar yang baik.
Kajian mengenai kartun dan karikatur dapat dilakukan dengan memilih orientasi yaitu teks atau khalayak (Pawito,2009:113). Jika kajian berorientasi pada teks, metode semiotika dapat digunakan untuk menganalisis makna dalam pesan kartun dan karikatur yang berupa gambar dan tulisan. Alex Sobur (2013: 136) menyarankan dalam menganalisis kartun atau komik- kartun, kita menempatkan diri sebagai kritikus agar lebih leluasa menilai dan menafsirkan kartun atau karikatur tersebut. Penelitian ini berfokus atau berorientasi pada karikatur yang berupa teks (gambar dan tulisan yang terdapat dalam karikatur Mice Cartoon. Analisis bertujuan untuk mencari tahu makna yang terkandung dalam karikatur tersebut terkait dengan sosok Jokowi pada pilpres 2014 yang lalu. Peneliti mendapatkan data dari buku komik Mice Cartoon yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2. Penelitian khususnya mengambil bagian salah satu bagian buku komik, yang berjudul Jokowi The Phenomenom. Karya karikatur dalam buku komik tersebut merupakan jenis editorial cartoon yang pernah dimuat di media cetak (Koran). Terdapat beberapa jenis kartun yaitu kartun editorial (editorial cartoon), gag cartoon, dan strip cartoon (Adhitama, 2012:118). Dalam media biasanya merupakan kartun editorial, kartun jenis ini berisikan tajuk rencana atau berita yang terkait dengan yang dimuat media tersebut yang dikemas dalam bentuk visual (gambar). Sedangkan gag cartoon merupakan jenis kartun yang murni humor, fiktif, dan tanpa alur cerita. Terakhir jenis strip cartoon yang biasanya berupa cerita singkat.
Dengan demikian karya – karya kartun seperti diatas merupakan bentuk komunikasi atau penyampaian pesan dari kartunis (komunikator) kepada penikmat karturnya (komunikan) yang dikemas dengan cara humor yang menghibur. 4. Komik Sebagai Media Muhammad Mice Misrad dikenal sebagai salah satu kartunis yang telah membuahkan beberapa buah buku komik. Buku–buku komik karyanya merupakan kumpulan karya–karyanya yang telah banyak pula dipublikasikan melalui media cetak (Koran). Karya – karyakarikaturnya tersebut diberi nama dengan Mice Cartoon. Buku pada awalnya hanyalah alat teknis untuk memproduksi serangkaian teks yang sama atau mirip dari yang disalin secara manual (McQuail, 2011: 27). Kemudian munculnya percetakan membawa perubahan dalam hal memperbanyak sebuah tulisan. Oleh karena itu, Einstein mengatakan telah terjadi revolusi masyarakat dimana percetakan memiliki andil yang besar (Einstein dalam McQuail, 2011: 28). Dalam bukunya McQuail (McQuail, 2011: 29) meringkas aspek yang menjadikan buku sebagai media dan lembaga. Antara lain : 1) Aspek medianya yaitu teknologi huruf cetak yang dapat digeser – geser, halaman yang dijilid, salinan yang banyak, untuk bacaan personal, dan pengarang individu.
2) Aspek kelembagaannya yaitu sebagai bentuk komoditas, penyebaran di pasar, keragaman bentuk dan konten, dianggap sebagai bentuk kebebasan publikasi, dan tunduk pada batasan aturan tertentu. Sedangkan awal mula Surat kabar ditandai dengan kemunculannya yang berkala dan berbasis komersial (McQuail, 2011 : 30). Surat kabar dianggap sebagai awal dari media massa, menggantikan buku yang penyebarannya masih terbatas pada masa itu. Selain itu, surat kabar juga dianggap bentuk inovasi yang lebih baik daripada buku. Di bawah ini ringkasan singkat aspek surat kabar sebagai media dan lembaga yang diutarakan oleh McQuail (McQuail, 2011: 31) : 1) Aspek medianya yaitu, kemunculannya yang berkala dan sering, menggunakan teknologi percetakan, isi dan rujukan menurut tema tertentu, dibaca oleh individu atau kelompok. 2) Aspek kelembagaannya yaitu, khalayaknya merupakan khalayak perkotaan yang secular, cenderung bebas atau melakukan sensor sendiri, berada di ranah public, bentuk komoditas, dan berbasis komersial. Konteks surat kabar termasuk ke dalam konteks komunikasi massa, yaitu komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar,majalah) atau elektronik (radio,televisi), berbiaya relatif mahal, melembaga, ditujukan bagi banyak orang yang tersebar di berbagai tempat, anonim, dan heterogen (Mulyana, 2014: 83). Pesan yang terdapat dalam komunikasi massa ditujukan bagi khalayak luas dan
bersifat umum. Artinya pesan tersebut tidak ditujukan untuk individu atau kelompok tertentu saja. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai dalan jurnal Pengembangan Komik Sebagai Media Pembelajaran Akuntansi Pada Kompetensi Dasar persamaan Dasar Akuntansi Untuk Siswa SMA Kelas XI karya Indriana Mei Litiyani (2012: 85) bahwa komik merupakan suatu bentuk karakter kartun yang memerankan suatu cerita yang berurutan dan memberikan hiburan kepada khalayaknya. Definisi lainnya yaitu dari Setiawan dalam Asriningsih, komik merupakan cerita bergambar yang pada umumnya mudah dipahami dan lucu (Setiawan dalam Asrinigsih, 2009:19). Marcel Danesi seorang Profesor semiotika dan linguistik di University of Toronto mendefinisikan komik sebagai narasi yang diceritakan melalui sejumlah gambar yang diatur di dalam panel yang merupakan istilah untuk garis – garis horizontal, strip, maupun kotak dan dibaca seperti teks verbal yaitu dari kiri ke kanan (Danesi,2011:180). Sejarah komik sendiri dimulai pada masa pra sejarah di gua Lascaux, Perancis Selatan (Asriningsih, 2012: 26). Masih menurut sumber yang sama, di Indonesia sendiri komik pertama kali terbit seiring dengan munculnya media massa yang menggunakan bahasa Melayu Cina pada masa pendudukan Kolonial Belanda. Konon, komik karya Nasroen As yang dimuat dalam Harian Ratoe Timoer merupakan komik yang pertama dalam khasanah sastra di Indonesia. Menurut Alex Sobur dalam Asriningsih komik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu comic strip dan comic book (Alex Sobur dalam Asrinigsih, 2012:27).
Comic strip merupakan komik bersambung yang dimuat dalam surat kabar, sedangkan comic book merupakan kumpulan cerita bergambar yang terdiri dari satu judul atau lebih. Mice Cartoon merupakan comic strip yang pada akhirnya menjadi sebuah comic book yang berisikan beberapa judul cerita kartun yang memiliki tema yang sama atau hampir serupa. Seperti buku komik Mice Cartoon yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2. Sedangkan panel – panel pada kartun komik dapat dibagi menjadi beberapa golongan panel, sebagai berikut : 1) Peralihan dari waktu ke waktu 2) Peralihan satu subjek dalam proses aksi ke aksi 3) Peralihan dari aspek ke aspek 4) Peralihan dari satu situasi subjek ke subjek yang lain namun masih dalam satu adegan 5) Peralihan adegan ke adegan yang membawa pembaca melintasi ruang dan waktu 6) Peralihan yang tidak menunjukkan hubungan logis antar panel ke panel lainnya (Non Equiter) Komik merupakan sebuah media karena memenuhi beberapa unsur fungsi media yaitu informatif, memberikan pelajaran (edukatif), serta menghibur. Istilah media menurut Morissan (2013:479) merupakan gambaran berupa alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai skala, mulai dari skala terbatas hingga dapat mencakup dan melibatkan siapa saja dalam masyarakat secara luas. Lebih jauh karakteristik
media memberikan konsekuensi bagi kehidupan politik dan budaya pada masyarakat kontemporer saat ini. Dilihat dari persepektf politik media memberikan arena dan saluran bagi debat yang melibatkan publik, menjadikan calon pemimpin menjadi dikenal luas, serta berperan dalam menyebarluaskan informasi dan pendapat yang terkait dengan politik. Komik dalam media umumnya menyampaikan pesan yang kritis serta membangun opini publik. Komik Mice Cartoon termasuk karya yang pesannya banyak berisi kritik terhadap pemerintahan, situasi politik, dan fenomena – fenomena dalam kehidupan sehari – hari. Bahkan beberapa cerita yang hadir dalam karya – karya kartun Mice Cartoon diadopsi dari pengalaman Muhammad Mice Misrad sendiri. 5. Kartunis : Pembuat Simbol Kartunis adalah orang yang melukis atau membuat karya berupa kartun (Wikipedia.org). Setiap hasil dari karya kartun selalu ada orang yang bekerja di balik layarnya. Seorang yang dapat dijuluki seniman atau pelukis tersebut merupakan orang yang merekonstruksi bentuk, fenomena – fenomena, serta karakter yang menjadi sebuah cerita. Dengan kata lain, karya kartun yang lahir dari seorang kartunis merupakan cerminan dari kartunis tersebut. Seno Gumira Ajidharma manjelaskan bahwa kartun merupakan “anak resmi” dari perkawinan antara seni gambar dan humor (Seno Gumira Ajidaharma dalam jurnal Proses Kreatif Kartunis Jango Pramartha). Seorang kartunis dapat diduga
merupakan orang yang kreatif. Memadukan antara seni menggambar dengan humor tentu bukanlah hal yang mudah. Hal itu karena apabila seorang kartunis tidak pandai dalam mengolah bahan yang akan dijadikan kartun, pesan yang ingin disampaikan kepada khalayaknya tidak akan seperti yang diinginkan. Pertimbangan lainnya bahwa seorang kartunis harus melihat efek yang akan muncul dari karya kartunnya tersebut. Hal itu penting, mengingat tidak semua khalayak dapat dengan mudah menerima pesan yang disampaikan melalui kartun. Terlebih kartun tentang isu – isu sensitf dan politik. Susanne K. Langer dalam Deddy Mulyana mengatakan salah satu kebutuhan pokok manusia yaitu simbolisasi atau penggunaan simbol (Mulyana,2014:92). Karya kartun merupakan simbolisasi dari suatu hal yang diciptakan oleh kartunis. Dalam kehidupan sehari – hari manusia menggunakan simbol – simbol komunikasi, baik itu simbol verbal maupun non verbal. Dengan demikian, seorang kartunis adalah pembuat simbol. Simbol atau lambang merupakan sesuatu hal yang digunakan untuk menunjuk sesuatu hal yang lain dengan kesepakatan antara orang yang terlibat dalam penggunaan simbol tersebut. Simbol juga merupakan salah satu kategori tanda yang hubungann antara tanda dengan objek dapat direpresentasikan oleh ikon dan indeks (Mulyana,2014:92). Namun, lebih jauh Mulyana menjelaskan bahwa ikon dan indeks tidak memerlukan sebuah kesepakatan. Karena ikon merupakan suatu bentuk fisik yang menyerupai apa yang direpresentasikan dengan ditandai oleh kemiripan.
Sedangkan indeks merupakan tanda yang merepresentasikan objek lainnya secara alamiah. Terdapat tiga sifat simbol sebagai berikut (Mulyana,2014:93-108) : 1) Simbol bersifat sembarang yaitu apa saja dapat dijadikan simbol, tergantung pada kesepakatan bersama. Simbol verbal, non-verbal, isyarat tubuh, cara makan, makanan, jabatan dan sebagainya dapat dijadikan simbol – simbol. 2) Simbol pada dasarnya tidak memiliki makna yaitu bahwa makna pada simbol – simbol terletak dalam pikiran kita, bukan terletak pada simbol itu sendiri. Simbol mendorong kita untuk memberikan makna. 3) Simbol bersifat bervariasi yaitu simbol menjadi variatif karena perbedaan budaya – budaya, serta tempat simbol itu digunakan, dan dari konteks waktu ke konteks waktu yang lain. Dalam diri seseorang simbol yang digunakan dapat berbeda, namun untuk mendapatkan persamaan dari pesan yang disampaikan diperlukan simbol yang dapat dimengerti semua orang, atau minimal antara kartunis dengan khalayaknya. Misalnya saat berkomunikasi dengan orang lain kita menggunakan simbol yang sama, agar dapat dimengerti dan komunikasi berjalan efektif. Griffin menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan generalisasi dengan yang lain, dengan melihat jumlah respon dan harapan dari orang – orang di sekitar kita (Griffin,2000:58-59). Membangun pesan dalam simbol seperti karikatur dibutuhkan keahlian khusus agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh khalayak. Oleh karena itu,
alasanMice Cartoon mengambil ide – ide yang dekat dengan kehidupan sehari – hari dapat meminimalkan kesalahpahaman dalam makna pesan karikaturnya. 6. Semiotika A. Ilmu Tanda Istilah semiotika atau semiotic muncul sekitar akhir abad ke 19 oleh filsuf aliran pragmatik, yaitu Charles Sanders Peirce. Sebelumnyadikenal istilah–istilah lain seperti semiology, sememik, dan semik yang digunakan untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari tentang makna dari suatu tanda. Paul Martin Lester mendefinisikan semiotika adalah studi atau ilmu tentang tanda (Lester,2000:49). Dalam proses komunikasi manusia menggunakan banyak simbol yang menjadi tanda yang dimengerti oleh orang lain diluar dirinya. Studi semiotika memiliki tujuan untuk menasfsirkan atau mengurai tanda – tanda atau simbol – simbol tersebut (Griffin, 2000:326). Senada dengan Griffin, John Fiske menjelaskan bahwa konsentrasi dari studi semiotika adalah tanda (Fiske,2014:66). Fiske juga membagi wilayah kajian semiotika menjadi tiga bagian, sebagai berikut (Fiske,2014:66-67) : Pertama tanda itu sendiri. Wilayah kajian dari tanda meliputi berbagai jenis tanda – tanda yang berbeda satu dengan lainnya, cara yang berbeda dari tanda – tanda tersebut untuk menghasilkan suatu makna, hubungan tanda – tanda tersebut dengan orang yang menggunakannya. Dengan demikian, tanda merupakan konstruksi manusia dan hanya dapat dipahami dalam konteks penggunaan tanda – tanda tersebut.
Kedua organisasi kode – kode atau sistem tanda –tanda tersebut. Wilayah kajian ini meliputi beragamnya kode yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dari suatu masyarakat atau budaya tertentu. Selain itu, untuk mengekploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk pengiriman kode – kode tersebut. Ketiga budaya dimana tempat kode dan tanda tersebut digunakan. Wilayah kajian ini bergantung pada penggunaan kode – kode dan tanda – tanda itu sendiri dalam suatu wilayah masyarakat atau budaya tertentu. Semiotika sering kali dibagi ke dalam tiga wilayah kajian, yaitu, semantik, sintaktik, dan pragmatik. Berikut penjelasan mengenai ketiga wilayah tersebut (Morissan,2013:35) : 1) Semantik Semantik membahas mengenai bagaimana tanda berhubungan dengan referennya, atau apa yang diwakili suatu tanda. Morissan memberikan contoh semantik yaitu buku kamus, karena buku kamus merupakan referensi semantik. Artinya kamus mengatakan kepada kita apa arti dari suatu kata atau apa yang diwakili oleh suatu kata tersebut. Hal itu karena, semiotika prinsip dasarnya bahwa representasi selalu diperantarai oleh kesadaran interpretasi seorang individu, dan setiap interpretasi itu dapat berubah dari situasi ke situasi lainnya. 2) Sintatik Sintatik merupakan studi semiotika mengenai hubungan diantara tanda. Artinya tanda tidak pernah sendirian mewakili dirinya. Tanda selalu menjadi satu sistem yang lebih besar, atau dengan kata lain diorganisisr melalui cara
tertentu.Dengan demikiam, sintatik dapat dipahami sebagai aturan yang digunakan manusia untuk menggabungkan berbagai tanda ke dalam suatu makna yang kompleks. 3) Pragmatik Pragmatik
merupakan
bidang
yang
mempelajari
bagaimana
tanda
menghasilkan perbedaaan dalam kehidupan manusia, atau dengan kata lain pragmatis adalah studi yang mempelajari penggunaan tanda serta efek yang dihasilkan tanda. Dalam semiotika penerima atau pembaca membantu untuk menciptakan makna dari kode atau tanda dengan menggunakan referensi pengalaman, sikap, dan emosi (Fiske,2014:67). Setiap orang memiliki referensi yang berbeda, latar belakang budaya yang mungkin tidak sama, atau pun pengalaman hidup yang berbeda pula. Kartunis yang membuat karya kartun pun mungkin saja memiliki perbedaan referensi tersebut dengan khalayaknya. Oleh karena itu, dalam menciptakan karya kartun, kartunis perlu mempertimbangkan tanda yang sama agar penerima pesan dari kartun tersebut dapat mengerti. Konsep dasar tanda yaitu segala sesuatu yang bersifat fisikatau dapat diterima oleh indera manusia, mengacu pada sesuatu diluar dirinya, serta bergantung dari para penggunanya (Fiske,2014:68). Artinya bahwa sesuatu dapat menjadi tanda dan memiliki makna bergantung pada siapa, bagaimana, dan dimana tanda tersebut digunakan. Contohnya, bendera kuning yang digunakan orang Jakarta untuk menandakan bahwa seseorang meninggal dunia, tanda yang sama tersebut akan berbeda maknanya apabila digunakan di daerah Kota Solo yang menggunakan
bendera berwarna merah untuk menandakan berpulangnya seseorang ke “Rumah Tuhan”. Semiotika memungkinkan seorang peneliti untuk menganalisis sistem simbolik secara sistematis. Semiotika pada awalnya memiliki model yang berangkat dari bahasa verbal. Namun, meski demikian bahasa verbal merupakan salah satu dari sekian banyak tanda yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Contoh lain dari penggunaan tanda seperti rambu lalu lintas (lalin), kode morse, musik, dan sebagainya yang masuk dalam ranah pembahasan semiotika. Selain itu, hubungan antara tanda – tanda terhubungkan melalui beragam cara (Denzin dan Lincoln,2009:617). Hubungan antara tanda – tanda tersebut dapat sama (homologis), analogis, hingga metamorphosis. Artinya seorang penulis yang menggunakan semiotika akan menganggap semua kehidupan sosial, kelompok, agama, budaya, dan hubungan antar sosial memiliki struktur bahasa tertentu. Dengan demikian, segala bentuk atau tindak komunikasi antarmanusia sebenarnya merupakan tanda. Tanda adalah sesuatu yang merepresentasikan atau menggambarkan sesuatu yang lain (Denzin dan Lincoln,2009:617). Hjemlev menjelaskan bahwa tanda terdiri atas dua materi dasar berupa ekspresi (kata, suara, atau simbol dan sebagainya), dan konten atau isi (makna atau arti) (Hjemlev dalam Denzin dan Lincoln,2009:617). Guiraud menjelaskan bahwa tanda dalam analisis sosial sangat penting artinya karena tandalah (atau tanda tentang tanda) yang menghadirkan kekhususan dan mendukung relasi – relasi sosial di tengah – tengah masyarakat (Guiraud dalam
Denzin dan Lincoln,2009:618). Artinya makna suatu tanda sering atau dapat tereduksi oleh pengetahuan, latar belakang, aturan, kepercayaan, sistem sosial, dan sebagainya yang berkaitan dengan kode – kode yang digunakan oleh budaya tertentu. B. Semiotika C.S Peirce Teori modern pertama yang membahas tanda dikemukakan oleh ahli filsafat dari abad kesembilan belas yaitu, Charles Saunders Peirce (Morissan,2013:33). Peirce dianggap sebagai pendiri semiotika modern, segitiga makna (meaning triangle) merupakan pemikiran Peirce yang dikenal. Peirce menulis tentang berbagai permasalahan karena minatnya dengan berbagai bidang ilmu sangat tinggi. Peirce dikenal menekuni ilmu alam, kimia, astronomi, linguistic, psikologi, dan agama. Sebagai seorang ilmuwan yang mengetahui banyak hal, Peirce memberikan sumbangan yang penting pada logika filsafat dan matematika, khususnya semiotika. C.S Pierce membedakan tanda menjadi tiga bagian berdasarkan objeknya yaitu simbol atau lambang (symbol), ikon (icon), dan indeks (index) sebagai berikut (Peirce dalam Kriyantono,2010:266) : 1) Simbol (symbol) : suatu tanda yang hubungan antara tanda dan acuannya merupakan hubungan yang terbentuk secara konvensional atau tanda yang terbentuk karena adanya kesepakatan atau consensus antara pengguna tanda. Misalnya simbol angkutan umum yang ada pada komik Mice Cartoon yang membawa penumpang gelap menjelang pilpres 2014.
Angkutan umum disepakati oleh masyarakat sebagai sarana untuk membawa penumpang. 2) Ikon (icon) : suatu tanda yang hubungan antara tanda dan acuannya memiliki kemiripan. Artinya bentuk tanda menyerupai bentuk obek dari tanda tersebut. Contohnya karikatur wajah Jokowi yang memiliki kemiripan dengan aslinya. 3) Indeks (index) : suatu tanda yang hubungan antara tanda dan acuannya muncul karena kedekatan eksistensi. Dengan kata lain, indeks merupakan tanda yang mempunyai hubungan langsung dengan objeknya. Contohnya ada asap pasti ada api. C.S.Peirce menjelaskan model semiotika sebagai berikut (Peirce dalam Fiske,2014:70) : ”Sebuah tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu di dalam beberapa hal atau kapasitas tertentu. Tanda menuju pada seseorang, artinya, menciptakan di dalam benak orang tersebut tanda yang sepadan, atau mungkin juga tanda yang lebih sempurna. Tanda yang tercipta di benak tersebut saya namakan interpretant (Hasil interpretasi) dari tanda yang pertama. Tanda mewakili sesuatu, objeknya”. Jika digambarkan model segitiga makna Peirce sebagai berikut: Gambar 1.1 Model Segitiga Makna Peirce Tanda
Interpretant
Objek
(Sumber : Peirce dalam Fiske,2014:70) Tanda mengacu pada sesuatu diluar dirinya, yang berarti bahwa tanda menekankan pada interpretasi atau pemahaman orang terhadap tanda tersebut. Tanda memberikan efek kepada orang lain. Efek yang timbul ditentukan oleh pengalaman yang dimiliki seseorang terhadap tanda tersebut. Sedangkan interpretant menurut Fiske adalah sebagai berikut (Fiske,2014:71) : “Interpretant adalah konsep mental dari pengguna tanda, pengguna tanda bisa merupakan pembicara atau pendengar, penulis atau pembaca, pelukis atau penikmat lukisan. Menerima sama kreatifnya dengan mengirim”. Berdasarkan Interpretant, Peirce membagi tanda atas tiga rheme, dicent sign, dan argument (Sobur, 2013: 42). Rheme adalah tanda yang ditasirkan oleh interpretant berdasarkan pilihan. Dicent sign adalah tanda yang merupakan kenyataan, dan argument adalah tanda yang secara langsung memberikan alasan terhadap sesuatu. Penjelasan Peirce dalam buku karya Fiske menjelaskan bahwa seorang kartunis dan khalayaknya merupakan orang – orang yang menggunakan tanda untuk memberi atau mendapatkan makna. Muhammad Mice Misrad sebagai seorang kartunis dalam membuat karya Mice Cartoon menggunakan fenomena sosial politik yang dekat dengan kehidupan masyarakat untuk dijadikan kritik. Dengan demikian, pesan sebagai tanda yang disampaikan Mice Cartoon dapat dengan mudah diterima oleh khalayaknya.
Cara yang digunakan untuk membahas makna yaitu dengan membedakan antara makna denotatifdan konotatif.Jika makna denotatif merupakan definisi objektif, maka makna konotatif merupakan makna subjektifnya (DeVito dalam Sobur, 2013: 263). Makna denotatif dapat dikatakan objektif karena makna berlaku secara umum, sedangkan makna konotatif bersifat subjektif karena ada pergeseran dari makna umum yang disebabkan oleh penambahan rasa dan nilai tertentu. Dengan kata lain, makna denotatif dapat dicerna oleh orang banyak, sedangkan makna konotatif relatif lebih kecil. Dalam
meneliti
karikatur
dengan
semiotika
langkahnya
adalah
mendeskripsikan jalinan tanda di karikatur tersebut, dan dengan mengamati aspek bahasa yang tercantum dalam ilustrasirnya (Christomy dalam Sobur,2013:134). Jalinan tanda yang terdapat dalam karikatur dapat ditandai oleh peneliti berdasarkan pola seperti gesture, komposisi ruang, dan hubungan di antara objek. Christomy menambahkan bahwa karikatur tampil sebagai tanda karena ada kedekatan dengan objek dari karikatur tersebut (Christomy dalam Sobur,2013:134). Menurut Christomy (Sobur,2013:134) kartun memiliki pola proposition, indexical, type (Legysign). Proposisi mengacu pada objek secara indeksial dan menjadi sebuah tanda karena hokum atau tradisi atau kebiasaan. Selain itu, peneliti juga dapat mengamati dari segi bahasa yang digunakan dalam ilustrasi karikatur untuk kemudian mendeskripsikan dengn mempertimbangkan signs, object, dan interpretant. Dari sudut pandang interpretant, menurut Crhistomy kesejajaran antara proposisi vebal dan visual adalah sebuah proposisi (Sobur,2013:135). Artinya, suatu
teks yang terbuka untuk dihadapkan dengan realitas atau dengan tanda lainnya. Dengan kata lain, proposisi verbal dapat dilihat perbedaannya dengan proposisi visual yang dapat menbentuk sebuah argument. Argument sendiri dapat menjadi luas atau sempit, besar atau kecil yang tergantung dari jalinan proposisinya (Sobur, 2013:135). Dengan demikian, menurut Crhistomy proses semiosis yang paling dominan dalam kartun atau karikatur merupakan gabungan atau proposisi dalam bentuk verbal dan visual yang terbentuk oleh kombinasi tanda berupa argument indexical legisign (Sobur,2013:135). Komik kartun dipenuhi dengan perlambangan yang kaya akan makna (Setiawan dalam Sobur ,2013: 136). Dengan demikian, selain dikaji sebagai teks karya karikatur Mice Cartoon juga dihubungkan dengan situasi di masyarakat secara kontektual. Langkah ini untuk menjaga signifikansi dan menhindari bias peneliti dalam penafsiran maknanya.
F. Kerangka Penelitian Penelitian ini dipaparkan berdasarkan serangkaian proses yang dilalui peneliti. Penerapannya mengikuti alur metode penelitian kualitatif sebagai berikut: Gambar 2.1 Bagan Alur Penelitian Data Korpus 18 Panel Karikatur Pada Komik Politik Santun Dalam Kartun 2
Makna Yang Terdapat
Sajian Data 18 Panel
Dalam Karikatur Mice Cartoon
Karikatur
Analisa Data Menggunakan Semiotika C.S Peirce
Karikatur Jokowi The Phenomenon
Penulisan Laporan
Karya Mice Cartoon Pada awal penelitian ini disusun pertanyaan mengenai sosok Jokowi menjelang Pilpres pada tahun 2014 yang terdapat dalam buku komik Mice Cartoon berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2. Buku komik tersebut berisikan karya-karya Muhammad Mice Misrad (Mice Cartoon) yang terbit pada awal tahun 2014. Terdapat satu bagian dalam buku komik Mice Cartoon, yaitu bagian yang berjudul Jokowi The Phenomenon yang khusus mengangkat tema atau isu tentang sosok Jokowi. Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah panel-panel karikatur pada bagian tersebut yang berjumlah 18 panel karikatur Setelah mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti mencatat dan menyajikan data untuk mencari makna yang terkandung tentang sosok Jokowi menjelang Pilres
2014 dengan menggunakan data berupa 18 panel karikatur Mice Cartoon yang mengangkat tema tentang sosok Jokowi. Dari sajian data tersebut, kemudia peneliti melakukan analisis semiotika dengan menggunakan metode analisis semiotika C.S Peirce yang diuraikan dalam bentuk pembahasan. Sehingga peneliti dapat menarik kesimpulan makna tentang sosok Jokowi dalam karikatur Mice Cartoon menjelang Pemilihan Umum Presiden tahun 2014. G. MetodologiPenelitian Metode penulisan atau aspek terkait metode dalam penelitian kualitatif menitikberatkan pada penjelasan mengenai prosedur – prosedur umum yang akan digunakan terkait dengan penelitian. Penjelasan mengenai metode penelitian dibawah ini terkait dengan pendekatan penelitian kualitatif. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif non interaktif.Artinya penelitian ini dilakukan dengan menganalisis data dalam bentuk teks, laporan, atau artefak yang tidak melibatkan informan atau partisipan sebagai pemberi data langsung (Pujileksono, 2015: 14).Dalam hal ini berkaitan dengan buku komik Mice Cartoon sebagai datanya yang dianalisis dengan semiotika. Alasan yang mendasari jenis penelitian ini karena data yang akan diteliti telah tersedia oleh peneliti yang berupa buku komik. Buku komik berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2 menjadi data primer yang dimiliki oleh peneliti. Kemudian, peneliti hanya mengambil salah satu bagian dalam buku komik, yaitu bagian yang berjudul Jokowi The Phenomenon
karena data pada bagian ini yang sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian ini. Data yang bersifat substansif diinterpretasikan dengan rujukan referensi ilmiah.Persepektif pada penelitian ini adalah interpretatif, karena penelitian ini tidak ditujukan untuk mencari kebenaran atau mengeneralisasi hasil penelitian. Dengan kata lain kebenaran dan makna bersifat subjektif karena teks memiliki makna yang beragam tergantung dari yang meninterpretasikannya (Pujileksono, 2015: 78). Peneliti menjadi instrument utama untuk mengumpulkan dan menyajikan data berupa narasi deskriptif, yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan untuk membuat sebuah kesimpulan. Metode semiotika C.S Peirce menjadi metode analisis yang digunakan oleh peneliti. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah karikatur yang terdapat pada bagian Jokowi The Phenomenonbuku komik Mice Cartoon yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2karya Muhammad Mice Misrad. Karya buku komik yang terbit pada awal Januari tahun 2014 ini merupakan kumpulan karya – karya Mice Cartoon yang pernah dimuat dalam surat kabar Harian Rakyat Merdeka dari tahun 2012 hingga 2014. Selain itu, objek dalam penelitian ini merupakan data dalam bentuk korpus, yakni data yang digunakan untuk menandai data primer dengan data sekunder. 3. Teknik Pengumpulan Data
Jenis penelitian ini adalah kualitatif non interaktif, maka teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah teknik
pengumpulan data dokumentasi
(Pujileksono,2015: 120). Data tersebut dibagi kedalam dua bentuk yaitu : 1. Data Primer didapatkan didapatkan dari buku komik (dokumen)Mice Cartoon yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2 pada bagian Jokowi The Phenomenonkarya Muhammad Mice Misrad. Penulis melakukan analisis teks dan gambar yang ada dalam buku komik tersebut. 2. Data sekunder didapatkan dari catatan–catatan, sumber-sumber tulisan di internet, jurnal, buku, surat kabar, majalah, dokumen– dokumen perpustakaan, dokumen–dokumen dari pihak–pihak yang memiliki data yang dibutuhkan, laporan penelitian sebelumnya, serta karya– karya ilmiah lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder yang digunakan peneliti misalnya dalam bentuk contoh analisis penelitian semiotika sejenis, serta untuk menambah literatur peneliti dalam menganalisis data dalam penelitian ini. 4. Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan oleh penulis akan dianalisis dengan model interaktif Miles dan Huberman. Miles dan Huberman menyampaikan tiga hal utama dalam model ini, yaitu, reduksi data (merangkum), penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles dan Huberman dalam Idrus, 2009: 246).
Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang terjalin dalam satu kesatuan pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis (Miles dan Huberman dalam Idrus, 2009: 246). Analisis dimulai dari tahap pengumpulan data, kemudian data yang telah terkumpul akan direduksi. Hal itu karena tidak semua data dapat disajikan. Gambaran model interaktif ini seperti di bawah ini: Gambar 3.1 (Model Interaktif Miles dan Huberman)
Pengumpulan Data
Penyajian Data Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Pertama-tama data primer yang telah diperolehdan dimiliki peneliti akan dirubah menjadi bentuk digital (Scanning). Data tersebut didapatkan dari komik Mice Cartoon yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2. Karya buku komik ini memuat sekitar 170 panel kartun yang bertemakan isu-isu politik di Indonesia. 170
panel tersebut merupakan populasi dari data penelitian. Namun, pada penelitian ini peneliti hanya mengambil data pada bagian Jokowi The Phenomenonyang berjumlah 18 panel sebagai sampel. Hal itu dikarenakan, 18 panel tersebut menjadi fokus penelitian yang sesuai untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini. Kemudian peneliti menganalisis data dengan menggunakan model analisis semiotika dari C.S Peirce untuk menginterpretasikan makna dari tanda yang terkandung dalam karya Mice Cartoonyang berupa gambar dan teks di dalam karikatur.Penggunaan metode analisis semiotika C.S Peirce pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pesan, makna, dan tanda yang terdapat pada bagian Jokowi The Phenomenon dalam buku komik Mice Cartoon yang berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2 yang berkaitan dengan isu politik menjelang Pemilihan Umum 2014. Karakteristik metode analisis semiotika C.S Peirce yang membagi tanda menjadi tiga kategori yaitu, ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Peneliti menganggap metode ini dapat membedah makna yang terkandung dalam 18 panel karikatur Mice Cartoon pada bagian Jokowi The Phenomenom. Karya karikatur kartunis Muhammad Mice Misrad (Mice Cartoon) akan dikaji atau dianalisis dengan melihat unsur-unsur yang terdapat dalam karikatur. Langkahlangkah dalam analisis data yaitu dengan mendeskripsikan jalinan tanda di karikatur tersebut, dan dengan mengamati aspek bahasa yang tercantum dalam ilustrasirnya (Christomy dalam Sobur,2013:134). Setiap tanda yang muncul dari karikatur Mice Cartoon, kemudian akan dianalisis satu persatu dengan membedakan antara tanda (Simbol, ikon, dan indeks). Penafsirannya akan mengacu pada metode analisis
semiotika C.S Peirce, untuk selanjutnya dilakukan pembahasan-pembahasan. Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai interpretant. 5. Validitas Data Salah satu syarat untuk analisis data adalah dimilikinya data yang valid oleh peneliti. Moleong dalam Idrus menyampaikan bahwa validitas data dalam penelitian kualitatif
ditentukan oleh
kredibilitas
temuan
dan
interpretasinya
dengan
mengupayakan temuan dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan senyatanya (Idrus, 2009: 145). Terdapat tiga teknik agar data penelitian dapat dikatakan valid, yaitu dengan memperpanjang waktu tinggal, observasi lebih tekun, dan melakukan tringulasi (Guba dalam Idrus, 2009: 145). Pada penelitian ini, peneliti hanya mengambil data dari karikatur Mice Cartoon pada bagian Jokowi The Phenomenom dalam buku komik berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2 yang berjumlah 18 panel karikatur dan menggunakan trigulasi data atau sumber. Ada empat jenis tringulasi data (Pujileksono, 2015: 144-147), pertama tringulasi metode yaitu membandingkan informasi atau data dengan cara atau metode yang berbeda misalnya dengan membandingkan hasil interview dengan observasi, kedua tringulasi antar peneliti yaitu penelitian yang dilakukan secara berkelompok misalnya dengan temuan data atau pendapat yang sama diantara para peneliti sehingga data dapat dikatakan kredibel. Ketiga, tringulasi sumber data yaitu menggali kebenaran data atau informasi melalui berbagai sumber data yang berbeda, misalnya dengan menggunakan data sejarah, arsip, catatan, dan gambar atau foto. Dan yang
keempat, tringulasi teori yaitu hasil akhir penelitian yang berupa rumusan informasi (Thesis Statement), misalnya dengan membandingkan hasil rumusan tersebut dengan teori lain yang relevan untuk menghindari bias peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Tringulasi data atau sumber dalam penelitian ini untuk membantu peneliti dalam menganalisis data penelitian. Tringulasi data bersumber pada penelitian sebelumnya, penelitian sejenis, dan berita-berita yang terkait dengan data penelitian, yaitu karikaturMice Cartoon. Selain itu, peneliti hanya menggunakan satu metode analisis, yaitu metode analisis semiotika C.S Peirce agar penelitian ini mendapatkan kesimpulan yang baik. Peneliti tidak mengambil seluruh panel karikatur yang berjumlah 170 panel, karena hanya 18 panel data yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti membaca dan memahami keseluruhan isi panel karikatur yang berjumlah 170 dalam buku komik Mice Cartoon berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2. Dengan kata lain, peneliti mengambil sampel secara tidak acak (Nonrandom Sampling) karena dari 170 panel, peneliti hanya menemukan 18 panel yang mengangkat tentang sosok Jokowi pada bagian Jokowi The Phenomenon yang tidak memiliki kemungkinan sama dengan panel diluar bagian tersebut (Pujileksono, 2015: 109). Selain itu, peneliti juga mengajak dua orang yang peneliti anggap berkompeten untuk memeriksa kembali seluruh karikatur dalam buku komik Mice Cartoon tersebut untuk menghindari kesalahan atau subjektifitas peneliti dalam memilih data yang digunakan.
Pertama, peneliti meminta tolong untuk memeriksa data yang dimiliki peneliti berupa buku komik berjudul Politik Santun Dalam Kartun 2kepada Muhammad Akssa Dit Atachri, mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, jurusan Seni Rupa Murni (SRM) yang masih aktif berkuliah dan aktif mengikuti berbagai pameran seni lukis di Solo dan Yogyakarta. Kedua, kepada Kharisma Walid Abdul Halim, alumni Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo dan Universitas Sahid Surakarta, jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) yang kini aktif sebagai desainer lepas Wadezig, Rich Duds, Jimboeng Photography dan bekerja sebagai Web Admin dan Desainer tetap Solo Radio. Setelah dilakukan pemeriksaan seluruh data peneliti yang berupa buku komik yang berisi 170 panel karikatur, kedua orang tersebut sepakat bahwa 18 panel karikatur yang dijadikan data oleh peneliti telah sesuai dengan rumusan masalah pada penelitian ini, yang mengangkat tema tentang sosok Jokowi menjelang Pemilu Presiden pada tahun 2014.