BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan zaman serta pertumbuhan laju penduduk mendorong terjadinya pembangunan yang sangat pesat, baik pemabangunan yang ada di daerah maupun pembangunan yang ada di pusat. Hal tersebut didorong oleh kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang kehidupan manusia yang semakin meningkat. Tolak ukur kemajuan suatu bangsa salah satunya dapat diukur dengan sejauh mana tingkat keberhasilan pembangunan yang dicapai bangsa tersebut. Oleh karena itu pemenuhan-pemenuhan akan sarana dan prasarana suatu bangsa sangatlah diutamakan, pembangunan yang berkelanjutan dan merata merupakan salah satu prestasi suatu pemerintahan. Sejalan dengan perubahan dan pembaharuan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom telah diberikan pelimpahan kewenangan urusan pemerintahan dan sekaligus menjadi kewajiban Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengatur dan mengurus perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang di Daerah. Pemberian kewenangan dan kewajiban sesuai dengan strata dan fungsi pemerintahan tersebut hendaknya dipandang sebagai momentum bagi Daerah untuk lebih menguatkan pengembangan kapasitas Daerah berbasis kinerja, kerjasama antar daerah, dan koordinasi secara terpadu dan sinergis. Disamping itu, berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang khususnya pada Pasal 8, 9, 10 dan 11 mengamanatkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang (pengaturan, pembinaan, pengawasan, terhadap pelaksanaan penataan ruang {perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang}dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Implikasinya adalah penataan ruang merupakan
kewenangan yang bersifat konkurensi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, penataan ruang menjadi wadah bagi kegiatan pembangunan yang memanfaatkan ruang, sehingga penataan ruang dapat menjadi acuan dan pedoman bagi perumusan kebijakan pembangunan sektoral, regional dan daerah. Seiring dengan berlakunya peraturan perundangan dibidang penataan ruang tersebut di atas, tidak dipungkiri bahwa masih terjadi perbedaan pemahaman atau persepsi Pemerintah Daerah dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Hal ini disebabkan belum jelasnya mekanisme dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah yang bisa melibatkan dan mengakomodir semua pihak yang berkepentingan. Sehingga timbul kekhawatiran target waktu untuk menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota akan melebihi dari yang sudah ditentukan di dalam Undang-Undang Penataan Ruang yang baru. Apabila hal ini dibiarkan terus berlanjut akan berdampak pada terhambatnya pembangunan baik pada skala daerah maupun nasional. Pada akhirnya kebutuhan akan pedoman mekanisme yang jelas, menjadi hal yang sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah dalam menyusun kembali atau menyesuaikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pada prinsipnya proses penyusunan dan evaluasi rencana tata ruang daerah harus mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku, dalam hal ini sebagaimana disebutkan pada Pasal 18 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa sebelum Raperda tentang Rencana Tata Ruang Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan menjadi Perda harus dilakukan persetujuan substansi teknis dari Menteri dan khusus untuk Kabupaten/Kota perlu mendapat rekomendasi dari Gubernur. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dahulu disebut dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR).Rencana Tata Ruang Wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang tempat manusia dan makhluk hidup
lainnya
untuk
hidup
dan
melakukan
kegiatan
serta
memelihara
kelangsungan
hidupnya.RTRW dibedakan atas RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten. RTRW yang akan diwujudkan dalam pembangunan akan sangat ditunjang oleh beberapa hal, diantaranya adalah dengan tersedianya lahan untuk pembangunan, sumber daya manusia yang kompeten, kemampuan finansial suatu Negara atau daerah. Ketersediaan lahan untuk pembangunan akan sangat menunjang bagi tercapainya program pembangunan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah, akan tetapi dewasa ini ketersediaan lahan milik pemerintah sangatlah terbatas, hal tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan pembebasan tanah milik masyarakat guna memenuhi kebutuhan lahan. Suatu daerah akan berkembang dengan baik ketika semua sarana dan prasarana daerah tersebut memadai, terutama sarana dan prasrana di bidang transportasi. Daerah dengan sarana dan prasarana transportasi yang memadai akan cenderung lebih cepat berkembang pesat, hal ini dikarenakan akses untuk menuju daerah tersebut menjadi terbuka, mudah dan nyaman. Pemerintah Jawa Barat telah menetapkan lokasi dan melakukan pembebasan tanah di lokasi yang ditentukan yaitu di Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka. Pembangunan bandara ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana di bidang transportasi udara pada umumnya. Sehingga diharapakan dengan adanya bandara internasional di Jawa Barat akan mendorong kemajuan daerah di sektor lainnya. Lebih luas lagi rencana pembanguan bandara ini, dimaksudkan untuk mendorong pengembangan wilayah pembangunan ciayumajakuning Cirebon-Indramayu-MajalengkaKuningan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional berbasis potensi daerah, meningkatkan daya saing global Jawa Barat dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan investasi, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang transportasi
udara dan meningkatkan investasi, industri, perdagangan, pariwisata, pemukiman dan perluasan lapangan kerja. Dalam hal perencanaan dan penentuan lokasi Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati Majalengka tentu pemerintah Jawa Barat berpatokan bukan hanya kepada RTRW Kabupaten Majalengka atau RTRW Provinsi Jawa Barat saja, tapi pemerintah harus mempertimbangkan dan berpatokan kepada RTRW Nasional. Langkah pemerintah provinsi Jawa Barat sejauh ini telah melakukan beberapa pertimbangan dan tahapan mengenai rencana pembangunan ke depan. Tahapan yang sedang dilakukan sekarang ini yaitu tahap pembebasan tanah milik masyarakat di beberapa desa yang terkena oleh pembangunan bandara ini. Berdasarkan uraian di atas maka penulis berkeinginan mengkaji permasalahan tersebut dalam Skripsi dengan judul
“Aspek Yuridis Pembangunan Bandara
Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati Majalengka”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan diatas, maka penulis ingin mengetengahkan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menetapkan lokasi pembangunan Bandara di Kecamatan Kertajati Majalengka?
2.
Bagaimana langkah-langkah pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam proses pelaksanaan pengadaan tanah bagi pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati Majalengka?
3.
Hambatan-hambatan apa yang timbul pada pelaksanaan Pembebasan Tanah Dalam Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati Majalengka serta bagaimana solusi yang ditawarkan pemerintah?
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam hal ini mengenai bagaimana proses pemerintah menentukan lokasi dalam Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) serta bagaimana proses pelaksanaan penyiapan tanah yang dilaksanakan antara pemerintah Jawa Barat, pemerintah Kabupaten Majalengka dengan Masyarakat Kertajati dan hambatan apa yang terjadi di lapangan, sesuai dengan yang penulis rumuskan maka penelitian ini bertujuan : 1.
Untuk mengetahui proses tahapan-tahapan yang dilakukan pemerintah sehingga kecamatan Kertajati terpilih menjadi lokasi pembangunan Bandara Internasional Jawa barat (BIJB) Kertajati Majalengka;
2.
Untuk mengetahui proses pelaksanaan penyiapan pengadaan tanah yang dilakukan pemerintah, antara Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Majalengka dengan Masyarakat Kertajati;
3.
Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang timbul pada pelaksanaan Pengadaan Tanah Dalam Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati Majalengka serta solusi yang ditawarkan pemerintah. .
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu : 1.
Secara Teoritis a. Memberikan tambahan wawasan dan masukan terhadap perkembangan di bidang Hukum Lingkungan khususnya Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
dan Hukum Agraria khususnya mengenai Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. b. Menambah pengetahuan di bidang perencanaan tata ruang. 2.
Secara Praktis a. Untuk dapat menambah pengetahuan secara praktis mengenai proses Penetapan Lokasi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. b. Agar digunakan sebagai bahan bacaan bagi yang membutuhkan.
E. Kerangka Pemikiran Tugas pokok bangsa adalah menyempurnakan dan menjaga kemerdekaan serta mengisinya dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Pembangunan nasional di Indonesia bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusiional Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia. Pembangunan harus berdasarkan rencana yang baik berdasarkan pada dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah, hal ini dimaksudkan agar menghasilkan pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan dan bertahap dalam suatu wilayah.
Presiden ialah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara. Sebagaimana tercantum dalam pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menjelaskan: “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.” Kemudian dalam pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menjelaskan: “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.” Kemudian dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945, menjelaskan : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, menjelaskan : Dalam kerangka Negara Kesatuan diselenggarakanberdasarkan asas:
Republik
Indonesia,
penataan
ruang
a. keterpaduan; b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan; c. keberlanjutan; d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; e. keterbukaan; f. kebersamaan dan kemitraan; g. pelindungan kepentingan umum; h. kepastian hukum dan keadilan; dan i. akuntabilitas. Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, menjelaskan : “Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah admisnistratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.” Dalam pasal 5 ayat 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, menjelaskan :
“Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.” Dalam pasal 6 ayat 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, menjelaskan : ”Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruangwilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer.” BIJB juga sudah tercantum dalam RTRW Nasional, MP3EI (Masterplan Percepatan Perkembangan Pembangunan Ekonomi Indonesia), RPJM Nasional 2010-2014, Perda Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat dan Perda Provinsi Jabar Nomor 7 Tahun 2012 tentang pengembangan wilayah Jawa Barat bagian Utara (Pasal 14 ayat ) Di Provinsi Jawa Barat terdapat 2 (dua) Kota yang berstatus sebagai Pusat Kegiatan Nasional (Bandung dan Cirebon) yang telah ditetapkan melalui RTRW Jawa Barat.Sebagai konsekuensinya, perlu dibangun bandara yang mampu melayani pergerakan penumpang dan barang secara nasional dan internsional.Oleh sebab itu pembangunan BIJB ini merupakan upaya menjawab tantangan tersebut. Tanah merupakan prasarana utama untuk menunjang terlaksananya program pembangunan.Ketersediaan tanah milik pemerintah untuk kepentingan pembangunan guna kepentingan umum dewasa ini sudah sangat terbatas. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus kita jaga dan kelola secara arif dan bijaksana.Tanah adalah sumber daya alam terpenting sekarang ini, di saat populasi manusia terus meningkat sementara luasnya tidak bertambah.Tidak hanya sebagai tempat membangun rumah tinggal, dari tanah kta dapatkan bahan makanan, pakaian, dan kebutuhan lainnya yang bersifat primer. Sehingga akhirnya pemilikan dan penggunaan tanah
sering berujung persengketaan akibat tidak dimilikinya dasar hukum yang kuat sebagai pegangan1 Pengusaan tanah oleh Negara didasari oleh pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang menjelaskan : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Sebagaimana diatur dalam pasal 2 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Hak menguasai Negara yaitu : a)
mengatur dan menyelenggarakan, peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; c)
menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria atas dasar hak
menguasai dari Negara sebagai yang disebutkan dalam pasal 2 UUPA ditentukan macammacam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan hukum. Segala bentuk dan jenis pemanfaatan tanah digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat seperti yang tercantum dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
1
Soedharyo Soimin, Status hak dan Pembebasan Tanah,, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), cover
Berdasarkan
prinsip
tersebut
maka
para
pemilik
tanah
tidak
dibenarkan
mempergunakan dan mengusai sepenuhnya atau sesukanya sendiri tanahnya serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Tanah yang dimilikinya tidak boleh diterlantarkan, tanah yang akan dipergunakan untuk kepentingan umum harus dilepaskan sebagai hak menguasai oleh Negara, dan tanah yang mengandung kekayaan hidup yang menyangkut hajat hidup rakyat merupakan kekuasaan dari Negara. Seseorang atau badan hukum yang memiliki hak atas tanah berkewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif, memelihara dan menambah kesuburan tanah serta mencegah kerusakan pada tanah tersebut. Hak atas tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. “sesuatu” yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolak pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.2 Pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menguasai, mempergunakan dan mengambil manfaat atas tanah yang dimiliki, namun kewenangannya dibatasi oleh negara dengan adanya pasal 6 UUPA yang menyebutkan bahwa setiap hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, ini berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata hanya untuk kepentingan pribadinya semata, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.
2
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, (Jakarta : Djambatan, 2003), Hal. 24
F. Metode Penelitian 1.
Metode Pendekatan Metode Pendekatan Yuridis Normatif Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian yang digunakan yaitu metode yuridis normatif yaitu metode yang bersifat mendapatkan data dari buku- buku atau literatur ataupun peraturan perundang - undangan dan melakukan perbandingan dengan realita di lapangan apakah aturan itu dilaksanakan atau tidak dalam hal proses penetapan lokasi pembangunan BIJB dan proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
2.
Spesifikasi Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode atau cara mengadakan penelitian.3Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengkajian dalam penelitian ini menghasilkan data deskriptif.4 Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, metode ini adalah berbentuk studi dokumen atau kepustakaan. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara dermat karakteristik dan fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan) dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi. Lebih lanjut lagi penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi.
3.
Jenis dan Sumber Data Dalam hal penelitian tentu memerlukan data yang berkaitan dengan masalah yang kita teliti, pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisa. Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pengumpulan data sebagai berikut:
3
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rieneka Cipta, 2002), hlm 23. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi (cet; XVII; Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm 3. 4
a.
Data Primer Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber data. Data primer diperoleh dengan cara: 1) Wawancara 2) Diskusi Terfokus
b.
Data Sekunder Data Sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua).Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber, data sekunder bermanfaat untuk mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data Primer. Data sekunder terdiri dari: 1) Bahan-bahan hukum primer, meliputi undang-undang dan peraturan hukum lainnya yang berkaitan dengan pembebasan dan pengadaan tanah bagi kepentingan umum. 2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer, meliputi: a) Buku-buku yang membahas tentang hukum agrarian dan masalah pengadaan tanah untuk pembangunan. b) Hasil karya ilmiah para sarjana tentang pengadaan/pembebasan tanah. c) Hasil penelitian tentang pengadaan/pembebasan tanah.
G. Metode Pengumpulan Data 1.
Studi Kepustakaan
Metode studi kepustakaan ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dengan membaca peraturan perundang-undangan, buku-buku, literature-literatur, makalah dan sebagainya yang mendukung dan berhubungan dengan apa yang akan penulis teliti. 2.
Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan mempersiapkan permasalahan dan beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada informan dengan bentuk yang bersifat formal dan terstruktur untuk mendapatkan informasi yang mendukung penelitian ini.
3.
Metode Analisis Data Metode analisis data adalah dengan mengumpulkan berbagai macam sumber data yang kemudian dianalisis guna mendapatkan hasil untuk mendukung penelitian.
H. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dalam penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan Kertajati, BAPEDA Kabupaten Majalengka, Pemerintah Daerah Kabupaten Majalengka dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Majalengka.
I. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi yang berjudul Aspek Yuridis Pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati Majalengka, penulis secara sistematis menyusunnya dalam beberapa Bab, diantaranya yaitu : BAB I
: PENDAHULUAN Pada Bab ini akan menguraikan permasalahan secara garis besar, sehingga dengan membaca pendahuluan maka akan diketahui mengenai latar belakang dan alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, lokasi penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Pada Bab ini berisi teori-teori dan peraturan-peraturan sebagai dasar hukum yang melandasi pembahasan masalah-masalah yang akan dibahas, Lokasi Pembangunan
Berdasarkan
Dokumen
Rencana
Tata
Ruang
Wilayah
(RTRW),Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bandara. BAB III : OBJEK PENELITIAN Pada Bab ini akan diuraikan gambaran wilayah yang menjadi objek penelitian serta gambaran umum tentang pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB). BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini akan diuraikan hasil dari penelitian mengenai proses penentuan lokasi pembangunan bandara melihat dari dokumen RTRW Kabupaten, Provinsi, dan Nasional, proses pengadaan tanah untuk pembangunan bandara tersebut. BAB V
: PENUTUP
Pada Bab mengenai simpulan dari penelitian dan penulisan dalam permasalahan yang telah diuraikan,serta saran yang dapat diberikan mengenai realisasi di lapangan dari dokumen RTRW dan pengadaan tanah yang dilakukan untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat.