BAB I PENDAHULUAN I.I
LATAR BELAKANG Perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia yang semakin dinamis
sebagai akibat adanya globalisasi merupakan kondisi yang tidak dapat dihindari dimana semakin hari semakin menuntut perubahan yang semuanya mengarah pada suatu harapan yaitu terwujudnya kondisi atau keadaan masyarakat dan Pemerintah yang lebih baik. Sebagai akibat dari adanya globalisasi ini, maka yang menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh Kabupaten atau Kota yang ada di Indonesia dimasa mendatang adalah bagaimana caranya mengurangi dan mengatasi gap antara kebutuhan prasarana dan pelayanan di Kabupaten atau Kota, terutama masalah penyediaan pelayanan publik yang efektif dan efisien dengan relatif terbatasnya kemampuan daerah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Maka dari itu, salah satu cara yang dapat dilakukan oleh Pemerintah adalah melakukan kerjasama dengan pihak non Pemerintah (swasta) guna mengatasi kekurangan yang ada, baik dari sumber
daya
manusianya,
financial,
dan
lain-lain.
(Sumber:
Administrasi
Perusahaan Negara, 2007) Semakin metropolis sebuah kota, ruang publik sebagai media interaksi sosial, pengembangan ekonomi rakyat dan apresiasi budaya semakin dibutuhkan. Untuk itu UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mewajibkan paling sedikit 20% dari luas kota merupakan ruang hijau publik. Penataan ruang ini kewenangannya terletak 1
pada pemerintah yang secara hukum diberi kekuasaan untuk melakukan pengelolaan (pengaturan, pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan) terhadap ruang publik. Dalam proses pengelolaan ruang publik ini, pemerintah sering menampakkan diri sebagai penguasa yang tidak tertandingi oleh masyarakat. Makna otonomi daerah divisualkan sebagai perilaku tidak adil terhadap masyarakat.
Demi
rasionalisasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah berkolaborasi dengan pengusaha melakukan pengelolaan atas tanah milik Negara, yang tidak memperhatikan asas kemanfaatan untuk masyarakat. Salah satunya, dengan slogan revitalisasi ruang publik interaksi
sosial
yang semula menjadi ruang bebas dan gratis untuk
dan kegiatan
sosial,
dialihfungsikan
menjadi
ruang
yang
dikomersilkan dan dialihgunakan kepada pengusaha (private sector). Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, Kota Makassar sebagai kota terbesar di kawasan timur Indonesia dituntut untuk melakukan pembenahanpembenahan di sektor fasilitas publik agar lebih memberikan manfaat bagi masyarakatnya. Hal ini tentu saja menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota Makassar. Salah satu bentuk wujud kepedulian Pemerintah Kota Makassar untuk menata dan memperbaiki fasilitas publik adalah dengan merevitalisasi Pantai Losari yang sampai hari ini bisa kita lihat wujudnya dan ternyata mampu memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat. Oleh karena itu, dengan mengambil contoh revitalisasi Pantai Losari. Bersamaan ide reklamasi Pantai Losari awal pemerintahannya di tahun 2004, walikota Ilham Arief Sirajuddin mulai menyahuti masukan sejumlah kalangan warga 2
Makassar, terutama tentang keluhan terhadap keberadaan Karebosi yang makin tidak kondusif sebagai representative space publik. Bahkan ketika itu Karebosi seolah taman luas yang tidak terurus dan tidak bertuan, padahal disana ada MFS (Makassar Football School) pimpinan Diza Ali yang telah lama memagar sekita 1/6 lapangan Karebosi. (Syahruddin Yasen, Karebosi, Dulu, Kini & Esok, 2008, hal 20) Disamping itu, Karebosi tidak nyaman lagi untuk kepentingan pelaksanaan shalat Id, karena dalam beberapat tahun terakhir lapangan Karebosi sering mengalami banjir jika musim hujan. Pada kondisi banjir yang paling parah, seluruh permukaan lapangan bisa tergenang dan lapangan berubah menjadi danau. Hal ini diakibatkan karena lapangan Karebosi, menurut pengukuran terakhir tahun 2006, berada pada elevasi antara minus 50 – minus 80 cm dari permukaan jalan. Hal lain yang memperparah kondisi ini adalah lapangan Karebosi sendiri diapit oleh jalan raya serta bangunan-bangunan tinggi di keempat sisinya, sehingga air hujan tumpahnya ke lapangan Karebosi. Dengan saluran pembuangan yang ada sekarang, praktis volume air hujan yang cukup tinggi di musim hujan, khususnya di bulan November sampai Januari, bisa menenggelamkan seluruh permukaan lapangan, belum lagi jika hujan deras bersamaan dengan saat pasang permukaan air laut. Banyak sekali legenda yang berkembang seputar Karebosi, dan tidak terbatas itu saja, akan tetapi begitu ia adalah ikon yang mutlak abadi dalam kehidupan social dan peradaban kota Makassar. Disekitar lapangan karebosi terdapat kegiatan beberapa kantor perbankan, kantor pemerintahan, sekolah dan pusat perekonomian atau mall serta merupakan titik akhir atau awal dari beberapa trayek angkutan kota sehingga pada jam-jam tertentu pada kawasan tersebut 3
terjadi kemacetan yang diakibatkan antara lain kurangnya lahan parkir dan tidak teraturnya jalur angkutan kota pada kawasan tersebut. (Blogger, Dimensi Studio 7, 26/10/2012) Pemerintah Kota Makassar kemudian merancang revitalisasi Lapangan Karebosi. Salah satu cara agar lapangan Karebosi bisa berdaya fungsi sesuai harapan masyarakat Kota Makassar kini dan di masa datang, adalah merevitalisasi. Tentu saja biaya revitalisasi tidak cukup bila menunggu APBD Makassar ataupun perimbangan keuangan dari Pusat melalui APBN, maka pemerintah Kota Makassar di bawah pemerintahan Walikota Ilham Arief Sirajuddin memberanikan diri melakukan revitalisasi dengan biaya ratusan milyar rupiah, dengan mengajak atau menggandeng pengusaha atau investor. (Syahruddin Yasen, Karebosi, Dulu, Kini & Esok, 2008, hal 9) Dengan system kerjasama pemanfatan dengan pola bangun guna serah (BGS) sesuai Kepmendagri No. 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Salah satu persyaratan pelaksanaan tender, yaitu adanya kepastian hukum atau status atas obyek atau barang daerah yang akan ditenderkan kepada investor, sehingga Pemerintah Kota Makassar memandang perlu untuk mengajukan permohonan penerbitan hak pengelolaan lahan atau HPL atas lapangan karebosi. (Blogger, Padepokan Hukum, 26/10/12) Namun, tidak semulus dengan apa yang dibayangkan. Ternyata permasalahan pun muncul pada proyek Revitalisasi Lapangan Karebosi kota Makassar. Lapangan Karebosi yang dulu merupakan salah satu ruang publik di kota Makassar yang menjadi pusat kegiatan sosial seperti upacara, olah raga, perayaan budaya, pusat 4
rekreasi yang gratis dan tempat berputarnya roda ekonomi bagi masyarakat kecil. Tetapi sejak Revitalisasi Lapangan Karebosi, terjadi komersialisasi terhadap Lapangan Karebosi. Komersialisasi lahan Karebosi selama ini dianggap tidak tepat, karena persepsi masyarakat menganggap bahwa Karebosi itu adalah tempat bersejarah sekaligus ruang publik bagi masyarakat. (Sumber: Karebosi Dulu, Kini, & Esok, 2008) Mengacu pada Undang-Undang No 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, lapangan Karebosi dikategorikan sebagai situs bersejarah atau Benda Cagar Budaya. Selain itu, roda perputaran ekonomi bagi rakyat kecil, sudah beralih kepada pengusaha menengah yang mengelola usaha perdagangan didalam perut Karebosi (mall bawah tanah) dan diatas Lapangan Karebosi yang telah dijadikan salah satu pusat perdagangan di kota Makassar. Selain itu, permasalahan di sekitar status kepemilikan lahan yang belum jelas, proses penerbitan IMB yang menyalahi aturan, pengadaan dokumen AMDAL yang salah prosedur. (Blogger, Lishanindo, 26/10/12) Dengan melihat permasalahan ini, maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian “Bentuk Privatisasi dalam Pengelolaan Lapangan Karebosi Kota Makassar”
I.2
RUMUSAN MASALAH Bagaimana bentuk privatisasi dalam pengelolaan lapangan karebosi Kota Makassar?
5
I.3
TUJUAN PENELITIAN Menganalisis bentuk privatisasi dalam pengelolaan lapangan karebosi Kota Makassar .
I.4
MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Akademis : Secara umum temuan penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan baru bagi dunia pendidikan, serta memperkaya hasil penelitian tentang Bentuk Privatisasi dalam Pengelolan Lapangan Karebosi Kota Makassar. 2. Manfaat Praktis : Penemuan penelitian diharapkan dapat memberikan motivasi dan dorongan bagi para pimpinan dan masyarakat mengenai bentuk privatisasi dalam pengelolaan lapangan karebosi kota Makassar, untuk tetap berkarya dan memperkaya serta memperluas usahanya, demi terciptanya roda perekonomian masyarakat bawah yang diharapkan. Penelitian ini digunakan sebagai wahana untuk mengkaji secara ilmiah gejalah-gejalah ekonomi yang ada dalam dunia nyata berdasarkan teori-teori yang pernah diperoleh. Adapun temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi calon peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian ddan juga mengembangkannya dibidang lainnya 6
Temuan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk membantu masyarakat mengenai privatisasi dan juga membuka pandangan hal layak tentang pengelolaan lapangan karebosi kota Makassar di wilayah kerjanya masing-masing.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Konsep Pemerintah II.1.1
Definisi Pemerintah Pemerintahan sebagai sekumpulan orang-orang yang mengelola
kewenangan-kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan serta pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga dimana mereka ditempatkan. Pemerintahan merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat dan negara. Government dari bahasa Inggris dan Gouvernment dari bahasa Perancis yang keduanya berasal dari bahasa Latin, yaitu Gubernaculum, yang berarti kemudi, tetapi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pemerintah atau Pemerintahan dan terkadang juga menjadi Penguasa. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam ari sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif. (C.F. Strong) 8
Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh
Negara
dalam
menyelenggarakan
kesejahteraan
rakyatnya
dan
kepentingan Negara sendiri; jadi tidak diartikan sebagai Pemerintah yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya temasuk legislatif dan yudikatif. Pemerintahan adalah lembaga atau badan public yang mempunyai fungsi dan tujuan Negara, sedangkan pemerintahan adalah lembaga atau badan-badan publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan Negara (Ermaya Suradinata). Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai sistem pemerintahan. Sama halnya, terdapat bermacam-macam jenis pemerintahan di dunia. Sebagai contoh: Republik, Monarki / Kerajaan, Persemakmuran (Commonwealth). Dari bentuk-bentuk utama tersebut, terdapat beragam cabang, seperti: Monarki Konstitusional, Demokrasi, dan Monarki Absolut / Mutlak.
II.1.2
Paradigma Pengelolaan Pemerintahan II.1.2.1
Konsep Old Public Administration Dalam pandangan klasik, Administrasi Publik seringkali
dilihat sebagai seperangkat Institusi Negara, proses, prosedur, sistem dan struktur organisasi, serta praktek dan periilaku untuk mengelola 9
urusan-urusan Publik dalam rangka melayani kepentingan Publik (Econoinic and Social Council UN, 2004). Sebagai organisasi birokrasi, Administrasi Publik menurut ESC-UN (2004) bekerja melalui seperangkat aturan dengan legitimasi, delegasi, kewenangan rasional legal, keahlian, tidak berat sebelah, terus menerus, cepat dan akurat:, dapat diprediksi, memiliki standar, integnitas dan profesionalisme dalam rangka memuaskan kepentingan masyarakat umum. Dengan demikian, Administrasi Publik sebagai sebuah instrumen Negara diharapkan
untuk
menyediakan
basis
fundamental
bagi
perkembangan manusia dan rasa aman, termasuk di dalamnya kebebasan individu, perlindungan akan kehidupan dan kepemilikan, keadilan, perlindungan terhadap hak asasi manusia, stabilitas, dan resolusi konflik secara damai baik dalam mengalokasikan atau mendistribusikan
surnberdaya
maupun
dalam
hal-hal
lainnya
(Econoinic and Social Council UN, 2004). Dengan kata lain, Administrasi Negara yang efektif harus ada untuk menjamin keberlanjutan aturan hukum (Econoinic and Social CounciL UN, 2004). Sehigga dapat dikatakan bahwa Administrasi Publik model klasik ini cenderung menggunakan pendekatan yang legalistik. Studi Administrasi Publik pada awalnya tentu saja tidak melupakan kontribusi
Woodrow
Wilson
(1887)
dalam
“A
Study
of
Administration”. Wilson secara tegas berkeinginan mengatakan 10
bahwa harus terdapat pemisahan antara politik dan Administrasi. Politik “who should maka Law and what the law should be”. Sedangkan Administrasi “how Law should be administered”. Kajian yang sama dilakukan oleh Frank J. Goodnow (1900) dalam “Politic and Administration: A Study in Government, yang memandang agar Administrasi bebas dan pengaruh politik, meskipun Administrasi membantu dalam eksekusi kebijakan atau keputusan politik. Paradigma Administrasi Publik model klasik juga dapat dilihat melalui model “old chesnuts” dari Peters (1996 dan 2001), dimana Administrasi Publik berdasarkan pada Pegawai Negeri yang politis dan terinstitusionalisasi; organisasi yang hirarkhis dan berdasarkan peraturan; penugasan yang permanen dan stabil; banyaknya pengaturan internal; serta menghasilkan keluaran yang seragam (lihat dalam Oluwu, 2002 dan Frederickson, 2004). Dalam hal ini karakter Old Public Administration dicirikan oleh kegiatan pemèrintah yang terfokus pada pemberian pelayanan kepada masyarakat yang dilakukan oleh administrator Publik yang akuntabel dan bertanggungjawab secara demokratis kepada elected official. Nilai
dasar
utama
yang
diperjuangkan
dalam
Old
Public
Administration adalah efisiensi dan rasionalitas sebagai sebuah sistem tertutup. Fungsi administrator Publik didefinisikan sebagai planning, organizing, staffing, directig, coordinating dan budgeting.
11
Kritik yang ditujukan terhadap Administrasi Publik model klasik tersebut juga dikaitkan dengan karakteristik dan Administrasi Publik yang dianggap inter Qua, red tape, lamban, tidak sensitif terhadap kebutuhan masyarakat, penggunaan sumberdaya Publik yang sia-sia akibat hanya berfokus pada proses dan prosedur dibandingkan kepada hasil, sehingga pada akhirnya menyebabkan munculnya pandangan negatif dan masyarakat yang menganggap Administrasi Publik sebagai beban besar para pembayar pajak (Econoinic and Social Council UN, 2004). Kritik terhadap Administrasi Publik model kiasik juga dapat dilihat dalam kaitannya dengan keberadaan konsep “Birokrasi Ideal” dan Weber. Terdapat setidaknya 2 (dua) titik kritis terhadap Birokrasi Weberian tersebut (Prasojo, 2003), yakni: pertama, dalam hubungan antara masyarakat dan negara, implementasi birokrasi ditandai dengan meningkatnya intensitas perundang-undangan dan juga kompleksitas
peraturan.
hubungannya
dengan
Kedua,
masyarakat
struktur
birokrasi
seringkali
dikritisi
dalam sebagai`
penyebab menjamurnya meja-meja pelayanan sekaligus menjadi penyebab jauhnya birokrasi dan rakyat. Peningkatan intensitas dianggap memiliki resiko dimana pada akhirnya akan menyebabkan intervensi negara yang akan menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat dan pada akhirnya menyebabkan biaya penyelenggaraan birokrasi menjadi sangat mahal (Prasojo, 2003). Kritik lainnya adatah 12
bahwa Administrasi Publik sebagai sistem yang tertutup dengan pendekatan hirakis yang top down dan ukuran kinerja yang hanya berbasis pada efisiensi bukan responsiveness. Itu sebabnya birokrasi menjadi lamban dan kurang responsif dengan perubahan dan kebutuhan masyarakat. Kritik-kritik sebagaimana tersebut di atas kemudian menyebabkan dukungan bagi adanya pembaharuan dalam Administrasi Publik.
II.1.2.2
Konsep New Public Management Paradigma New Public Management (NPM) muncul tahun
1980an dan menguat tahun 1990an sampai sekarang. Prinsip dasar paradigma
NPM
adalah
menjalankan
administrasi
negara
sebagaimana menggerakkan sektor bisnis (run government like a business atau market as solution to the ills in public sector). Strategi ini perlu dijalankan agar birokrasi model lama - yang lamban, kaku dan birokratis – siap menjawab tantangan era globalisasi . Model pemikiran semacam NPM juga dikemukakan oleh David Osborne dan Ted Gaebler (1992) dalam konsep ”Reinventing Government”.Osbone dan Gaebler menyarankan agar meyuntikkan semangat wirausaha ke dalam sistem administrasi negara. Birokrasi publik harus lebih menggunakan cara ”steering” (mengarahkan) daripada ”rowing” (mengayuh). Dengan cara ”steering”, pemerintah tidak langsung bekerja memberikan pelayanan publik, melainkan 13
sedapat mungkin menyerahkan ke masyarakat. Peran negara lebih sebagai fasilitator atau supervisor penyelenggaraan urusan publik. Model birokrasi yang hirarkis-formalistis menjadi tidak lagi relevan untuk menjawab problem publik di era global. Ide atau prinsip dasar paradigma NPM (Dernhart dan Dernhart, 2003) adalah: a. Mencoba menggunakan pendekatan bisnis di sektor publik b. Penggunaan terminologi dan mekanisme pasar , dimana hubungan antara organisasi publik dan customer dipahami sebagaimana transaksi yang terjadi di pasar. c. Administrator publik ditantang untuk dapat menemukan atau mengembangkan cara baru yang inovatif untuk mencapai hasil atau memprivatisasi fungsi-fungsi yang sebelumnya dijalankan pemerintah d. ”steer not row” artinya birokrat atau PNS tidak mesti menjalankan sendiri tugas pelayanan publik, apabila dimungkinkan fungsi itu dapat dilimpahkan ke pihak lain melalui sistem kontrak atau swastanisasi. NPM menekankan akuntabilitas pada customer dan kinerja yang tinggi, restrukturisasi birokrasi, perumusan kembali misi organisasi,
perampingan
prosedur,
dan
desentralisasi
dalam
pengambilan keputusan.
14
NPM dari satu sisi dianggap sebagai upaya pembebasan manajemen pemerintahan dari konservatisme administrasi klasik dengan jalan memasukkan cara bekerja sektor swasta ke dalam sektor pemerintahan. Dengan demikian sejalan dengan pandangan Osborn dan Gaebler (1993:109), NPM mengubah perspektif kerja pemerintah menjadi sejajar dengan sektor swasta (Denhardt dan Denhardt, 2003:207). NPM bekerja dengan dipandu oleh 5 hal penting, yaitu: 1. Sistem desentralisasi yang dimaksudkan untuk mendekatkan pengambilan keputusan kepada masyarakat yang akan dilayani 2. Privatisasi yang dimaksudkan untuk mentransfer alokasi barang dan jasa dari pemerintah ke sektor swasta. Adapun bentuk-bentuk privatisasi diantaranya: a) Delegasi, terdiri dari lima macam yaitu: •
Kontrak
•
Kompetisi Publik Swasta
•
Frenchise
•
Kerjasama Publik Swasta
•
Voucher
•
Mandat
b) Divestasi, terdiri dari tiga macam yaitu: •
Penjualan 15
•
Bebas transfer
•
Likuidasi
c) Pemindahan 3. Downsizing dilakukan dengan pengurangan dan penyederhanaan jumlah serta ruang lingkup organisasi dan struktur pemerintahan 4. Debirokratisasi dijalankan dengan melakukan restrukturisasi birokrasi pemerintahan yang akan lebih menekankan kepada hasil daripada proses 5. Manajerialisme yang merupakan pengadopsian cara kerja swata pada organisasi pemerintahan..
II.2 Konsep Privatisasi II.2.1
Definisi Privatisasi Privatisasi menurut UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN adalah
penjualan saham Persero (Perusahaan Perseroan), baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi Negara dan masyarakat, serta memperluas saham oleh masyarakat. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN: 2012, hal 112) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “privatisasi” diartikan sebagai suatu proses atau perbuatan menjadi milik perorangan dari milik Negara. Dengan kata lain, privatisasi adalah suatu proses peralihan 16
produksi barang dan jasa dari sector Negara kepada sector swasta. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN: 2012, hal 117) Adapun L. Gray Cowan (1990) mengemukakan pengertian privatisasi sebagai berikut: Privatization by means of stocks offerings providers and opportunity to introduce many thousand of new shareholders in developing world to the financial operations that are part and parcel of a modern industrialized economy. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN: 2012, hal 117) Selanjutnya Ewa Baginska (1995) mengemukakan pengertian privatisasi sebagai suatu pengertian yang luas bukan hanya meliputi penjualan asset publik, tetapi juga meliputi kontrak pelayanan yang dahulunya dilakukan oleh Negara kemudian dialihkan kepada swasta. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN: 2012, hal 118) Menurut
Savas
(1980:3),
privatisasi
adalah
tindakan
untuk
mengurangi peran sektor publik atau meningkatkan peran sektor swasta dalam suatu
aktivitas
atau
dalam
suatu
kepemilikan
asset-aset
organisasi.
Konsekuensi logisnya adalah terjadi perubahan pernanan pemerintah, dari peran pemilik sekaligus pengelola menjadi sekedar pemilik sebagian dan dengan demikian pemerintah akan lebih memfokuskan diri sebagai regulator. Sebagai regulator tentunya pemerintah akan dapat lebih berfungsi sebagai 17
wasit dan bebas dari benturan kepentingan serta dapat dengan lugas menetapkan target-target sektoral yang hendak dicapai. Pengurangan campur tangan pemerintah memiliki tiga manfaat: 1. Campur tangan pemerintah dalam investasi modal serta dalam penentuan harganya kenyataannya menghambat rate of return. 2. Campur tangan pemerintah menghambat kemampuan perusahaan untuk bersaing 3. Manfaat share of employee akan memotivasi karyawan bekerja lebih giat dan efisien. Privatisasi dapat berarti pula: 1. Denationalization, yakni transfer atau pemindahan hak kepemilikan public ke private secara total maupun sebagian termasuk penjualan saham pemerintah dalam perusahaan Negara. 2. Liberatization, yakni pemberian kebebasan berusaha yang berfokus pada kompetisi dalam penyediaan barang dan jasa, dengan teknik bermacammacam antara lain dengan deregulasi dan competitive tendering. Dari rumusan tersebut dapat pula disimpulkan bahwa sebenarnya yang dimaksud dengan privatisasi adalah proses beralihnya saham Negara kepada swasta, sehingga memungkinkan pihak swasta itu menguasai dan menyelenggarakan usaha yang dahulunya dikuasai dan diselenggarakan oleh Negara secara monopolistic. Adapun rumusan yang menetapkan bahwa 18
pengalihan itu biasa seluruhnya atau sebagian saja dengan tidak menetapkan batas minimum berapa jumlah saham yang harus dilepaskan atau dialihkan. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN: 2012, hal 121). II.2.2
Bentuk Privatisasi Privatisasi sebagai sarana peningkatan ekonomi nasional telah
banyak diterapkan di banyak Negara, tetapi penerapan konsep privatisasi tersebut berbeda antara satu Negara dengan Negara lain. Menurut penelitian yang telah dilaksanakan oleh Harry Hatry tentang bentuk-bentuk privatisasi, disimpulkan dalam bukunya yang berjudul A Review of Private Approaches for Delivery of Public Service bahwa terdapat beberapa bentuk privatisasi, antara lain dengan pendekatan: pemberian subsidi hibah, franchising, pengalihan, menolong sendiri (self help), volunteers, pengaturan (use of regulatory) dan otorita pajak (taxing authority), pengurangan permintaan jasa (reducing the demond for service), pemberian bantuan sementara (obtaining temporary help) dari sector swasta, pembentukan venture atau usaha patungan antara sektor publik dan private. Secara garis besar ada delapan bentuk privatisasi yang sering dilaksanakan di Negara maju dan Negara berkembang yaitu meliputi: 1. Pengalihan (contracting out) Pengalihan (contracting out) adalah bentuk pengalihan saham-saham dari perusahaan yang akan di privatisasi untuk memperoleh dana segar dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan. 19
2. Pemberian voucher Pemberian voucher lebih ditujukan pada pengalihan pendapatan kepada warga Negara untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. Dalam menggunakan voucher, konsumen mempunyai pilihan di antara barang dan jasa yang diproduksi dengan harga lebih rendah. 3. Penjualan asset atau saham secara patungan (joint venture) Pendekatan pelepasan adalah tindakan pemerintah untuk menjual keseluruhan atau sebagaian perusahaan Negara kepada investor swasta. Dengan
demikian
terjadi
peralihan
kepemilikan
perusahaan
dari
pemerintah kepada sektor swasta. Bagi Negara maju tindakan ini merupakan masalah, karena telah tersedianya pasar modal yang maju. Saham atau asset tersebut dapat dengan mudah dijual di bursa karena masyarakat mempunyai daya beli yang tinggi. Penjualan saham atau asset dapat juga dilakukan secara kerja sama atau patungan (joint venture) antara pemerintah dengan swasta, dimana pemerintah dapat menguasai saham secara mayoritas atau minoritas. Cook
dan
Kirk
Patrick
mengelompokkan
privatisasi
ini
sebagai
dinasionalisasi dan divestasi. Dinasionalisasi dapat berupa penjualan perusahaan Negara secara utuh atau joint venture antara pemerintah dan swasta. 4. Subsidi Subsidi perusahaan
dimaksudkan swasta
agar
untuk
memberikan
memperoleh
kesempatan
keuntungan,
yaitu
kepada dengan 20
memberikan subsidi atas beberapa produksinya. Sistem ini sangat biasa dalam proses privatisasi di negara-negara yang sedang berkembang. Namun demikian kebijaksanaan subsidi ini oleh para penentangnya dianggap sebagai tindakan yang menyebabkan pemborosan anggaran dan sifatnya kurang mendidik. 5.
Pemikulan beban (load sharing) Load sharing berkaitan dengan keterlibatan pemerintah yang sangat
besar dalam beberapa kegiatan, yang mungkin dapat dialihkan kepada sektor swasta, tergantung pada sifat kegiatan tersebut dan kebutuhan masyarakat. Dengan sistem privatisasi ini pihak swasta akan memutuskan, apakah
akan
terlibat
apabila
pemerintah
melaksanakan
program-
programnya. 6. Pembayaran oleh swasta (private payment) Pembayaran oleh swasta (private payment) terhadap jasa-jasa yang diberikan pemerintah (public service) adalah bentuk lain dari privatisasi. Dengan proses ini pemerintah masih tetap menyediakan jasa kepada masyarakat. 7. Liberalisasi atau deregulasi Liberalisasi atau deregulasi dimaksudkan sebagai proses pengaturan atau ketentuan yang sebelumnya melarang pendatang baru bidang yang sebelumnya menjadi monopoli pemerintah untuk dialihkan kepada swasta.
21
8. Management privatisasi Proses privatisasi ini dilakukan dengan menyerahkan manajemen perusahaan negara (BUMN) kepada professional swasta. Di sisi lain pemerintah masih tetap menguasai
sepenuhnya
kepemilikan atas
perusahaan negara tersebut. Pola privatisasi ini banyak dipergunakan di negara-negara yang sedang berkembang. Adapun bentuk-bentuk privatisasi lainnya diantaranya: 1. Delegasi Delegasi adalah pemindahan atau pengalihan suatu kewenangan yang ada. Delegasi menurut Prof. Muchsan adalah pemindahan atau pengalihan seluruh kewenangan dari delegans (pemberi delegasi) kepada delegataris
(penerima
delegasi)
termasuk
seluruh
pertanggung
jawabannya. Delegasi terdiri dari lima macam, yaitu: a) Kontrak Kontrak atau pengalihan adalah sistem kontrak mewakili pelayanan publik yang diserahkan pemerintah kepada swasta di bawah perjanjian kontrak untuk jangka waktu tertentu. Bentuk pengalihan saham-saham dari
perusahaan-perusahaan
memperoleh
dana
segar
yang
dalam
akan upaya
di
privatisasi
meningkatkan
untuk kinerja
perusahaan. Dengan metode ini pemerintah menggunakan jasa organisasi laba atau nirlaba untuk mengadakan barang atau jasa. Dengan kata lain, pemerintah membeli jasa dari perusahaan swasta atau nirlaba. 22
Penggunaan jasa pihak luar telah menjadi praktik umum terutama dalam pengadaan jasa, seperti pekerjaan umum, dan transportasi, pelayanan publik, layanan kesehatan, layanan taman dan rekreasi dan lain-lain. (Riant Nugoroho & Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN, hal 130, 2008) Ciri-ciri pelaksanaan bentuk privatisasi kontrak, biasanya: •
Pemerintah yang bertanggung jawab mengawasi operasionalisasi perusahaan yang diselenggarakan oleh swasta
•
Adanya komitmen investor (dalam bentuk kontrak tertulis) untuk mengembangkan
perusahaan,
baik
dari
sisi
alih
teknologi,
perluasan jaringan pemasaran, maupun pendanaan untuk investasi. (Website, www.usm.ac.id, 05/04/13) •
Kontrak dilakukan dengan cara lelang terbuka kepada perusahaanperusahaan yang memiliki kualifikasi
•
Biasanya kontraktor harus menyediakan assets yang diperlukan dan kontrak berlaku untuk suatu periode. (Yusman Syaukat, Privatization of State-Owned Enterprises, hal 16) Ada beberapa keuntungan system kontrak ini, menurut Savas
(1987: 105-110) diantaranya: •
Sistem kontrak sangat efisien dan efektif karena mendorong dan menciptakan
kompetisi.
Kompetisi
antar
perusahaan
yang
menawarkan diri utnuk melaksanakan pekerjaan mendorong turunnya harga pekerjaan. Studi empiris membuktikan bahwa biaya 23
jas yang diberikan pemerintah akan lebih besar jika dibandingkan dengan jasa serupa yang diberikan oleh kontraktor swasta •
Sistem
kontrak
menciptakan
manajemen
yang
lebih
baik
dibandingkan manajemen publik karena proses pengambilan keputusan dibawah sistem kontrak langsung terkait dengan biaya dan keuntungan. •
Sistem
kontrak
akan
membantu
membatasi
besarnya
pemerintahan, paling tidak dalam hal yang berkaitan dengan jumlah pegawai •
Sistem kontrak dapat membantu mengurangi kebergantungan pada monopoli
pemerintah
yang
menimbulkan
X-in-efisiensi
dan
ketidakefektifan dalam pemberian jasa •
Sistem kontrak lebih luwes dalam upaya menanggapi kebutuhan masyarakat. Namun, adapula kerugian atau kelemahan yang ditimbulkan oleh
sistem kontrak ini, diantaranya: •
Korupsi bisa saja meluas dalam proses pemberian kontrak kepada individu atau perusahaan swasta
•
Sistem kontrak mungkin membatasi keluwesan pemerintah dalam menganggapi keadaan darurat karena kontraktor sewaktu-waktu bisa bangkrut. (Riant Nugoroho & Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN, hal 131, 2008)
24
b) Kompetisi Publik Swasta Kompetisi publik swasta merupakan cara untuk meyakinkan bahwa barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen dapat disediakan pada biaya ekonomi terendah. Atau untuk mempromosikan kepemilkan saham secara
lebih
luas
keepada
pekerja
dan
masyarakat.
(Website,
www.usm.ac.id, 05/04/13) c) Frenchise Frenchise atau waralaba adalah suatu bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin kepada penerima waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya, seperti nama, merek dagang produk dan jasa, dan sistem operasi usahanya. Sebagai timbal baliknya, penerima waralaba membayar suatu jumlah yang seperti franchise dan royalty fee atau lainnya. (Website, www.usm.ac.id, 05/04/13) d) Kerjasama Publik Swasta Kerjasama publik dengan swasta dalam hal menyediakan layanan publik dan infrastruktur melalui usaha patungan antara lembaga-lembaga publik dan perusahaan swasta, investasi bersama oleh investor swasta dan pemerintah dalam proyek-proyek publik, atau bentuk-bentuk kerjasama. (Website, www.usm.ac.id, 05/04/13) e) Voucher Pemberian voucher, lebih ditujukan pada pengalihan pendapatan kepada warga Negara untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. Dalam menggunakan voucher, konsumen mempunyai 25
pilihan diantara barang dan jasa yang diproduksi dengan harga lebih rendah. (Riant Nugoroho & Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN, hal 143, 2008) f)
Mandat Menurut Prof. Muchsan mandate adalah pemindahan atau pengalihan
wewenang dari pemberi mandat kepada penerima mandat, tetapi pertanggungjawaban masih berada di tangan pemberi mandat. (Website, www.usm.ac.id, 05/04/13)
2. Divestasi Privatisasi
dalam
bentuk
divestasi
ditandai
dengan
pemindahtanganan pemilikan pemerintah sebagian atau keseluruhan, kepada swasta. Divestasi terdiri dari tiga macam, diantaranya: a) Penjualan Penjualan yang dimaksudkan disini adalah penjualan saham kepada karyawan
dan
manajemen
perusahaan.
Metode
ini
memberikan
kesempatan kepada manager dan karyawan untuk memiliki saham perusahaan, sehingga dapat mengawasi aset-aset perusahaan. (Website, www.usm.ac.id, 05/04/13) b) Bebas Transfer Bebas transfer umumnya terjadi pada Badan Usaha Milik Negara yang melakukan privatisasi, dimana mentransfer BUMN dengan kepemilikan swasta dengan menawarkan saham di bursa saham, menjual perusahaan 26
kepada investor domestik maupun asing, atau pembagian kupon atau saham kepada publik (Website, www.usm.ac.id, 05/04/13) c) Likuidasi Likuidasi adalah pembubaran perusahaan yang diikuti dengan penjualan aset untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. (Website, www.usm.ac.id, 05/04/13)
3. Pemindahan Pemindahan kepemilikan industry dari pemerintah ke sector swasta yang berimplikasi bahwa dominasi kepemilkan akan berpindah ke pemegang saham swasta. (Riant Nugoroho & Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN, hal 145, 2008)
II.2.3. Maksud dan Tujuan Privatisasi Tujuan privatisasi BUMN di Indonesia sebagaimana dikemukakan oleh Tanri Abeng (1999) bertujuan, pertama, menciptakan transparansi. Dengan masuknya unsure swasta baik local maupun asing, maka secara otomatis BUMN yang bersangkutan harus membuka laporan keuangannya. Kedua, meraih akses ke pasar internasional melalui pemilihan mitra strategis yang bagus. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, 2012, hal 129)
27
Tujuan
privatisasi
BUMN
di
Indonesia
adalah
sebagaimana
meringankan beban Negara secara baik secara financial maupun admistratif khususnya dalam menutup deficit anggaran belanja Negara, pembayaran utang Negara yang sudah jatuh tempo. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, 2012, hal 130) Menurut Pierre Guslain (1997), tujuan dari privatisasi BUMN meliputi lima hal mendasar, yaitu: 1. Menciptakan efisiensi dalam pembangunan ekonomi 2. Mengembangkan efisiensi perusahaan 3. Perbaikan keuangan dan anggaran belanja 4. Distribusi dan redistribusi pendapatan 5. Pertimbangan politik. Tujuan lain dari privatisasi BUMN sebagaimana dikemukakan oleh Hazan Zein Mahmud (1994), adalah meringankan beban pemerintah melalui pengembangan sector pasar model domestic maupun penyebarluasan kepemilikan saham BUMN kepada masyarakat luas. Demikian pula, Sumarlin (1996) secara luas mengemukakan tujuan dari privatisasi BUMN sebagai berikut: 1. Mengembangkan ekonomi pasar dan meningkatkan efisiensi bisnis 2. Mengurangi beban aktifitas Negara 3. Mengurangi utang Negara dan menutup deficit anggaran 4. Untuk mendapatkann dana dengan tujuan lain
28
5. Memperluas pasar modal dalam negeri. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN, 2012, hal 131 ) Tujuan privatisasi sangatlah jelas, yakni memperluas kepemilikan masyarakat atas perusahaan Negara, meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan, menciptakan struktur keuangan dan manajemen keuangan yang kuat, membuat struktur industri yang sehat dan kompetitif, menciptakan perusahaan yang berdaya saing dan berorientasi global, dan menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar. (Blogger, majasari31, 26/10/12)
II.2.4 Dasar Hukum Privatisasi Dasar hukum privatisasi BUMN di Indonesia pertama kali diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1988 tentang Pedoman Pengelolaan BUMN. Inpres tersebut pada prinsipnya berisikan perintah kepada para menteri teknis yang membawahi BUMN, untuk melaksanakan penyehatan dan penyempurnaan penyelenggaraan BUMN yang ada dalam lingkungan departemennya masing-masing. Selain itu, Inpres tersebut juga memberikan pedoman cara yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja atau tingkat kesehatan BUMN dan cara yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi BUMN. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN, 2012, hal 141). Dalam menindaklanjuti Inpres tersebut di atas, maka Menteri Keuangan RI mengeluarkan keputusan melalui SK Nomor 740/KMK.00/1989 tentang Peningkatan Efisiensi dan Produktivitas BUMN. Dalam ketentuan Pasal 2 ayat 29
(1)
keputusan
menteri
disebutkan,
bahwa
peningkatan
efisiensi
dan
produktivitas BUMN dilakukan melalui restrukturisasi perusahaan. Selanjutnya, dalam ketentuan ayat (2) disebutkan pula restrukturisasi perusahaan meliputi tujuh hal, yaitu: a. Perubahan status hokum BUMN kea rah yang lebih menunjang pencapaian maksud dan tujuan perusahaan b. Kerjasama operasi atau kontrak manajemen dengan pihak ketiga c.
Konsolidasi atau merger
d. Pemecahan badan usaha e. Penjualan saham secara langsung (direct placement), dan f.
Pembentukan perusahaan patungan Selanjutnya privatisasi BUMN diatur melalui PP nomor 55 tahun 1990
tentang Perusahaan Persero yang menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal, yang kemudian mengalami perubahan beberapa kali dan terakhir dengan PP Nomor 59 Tahun 1996. Peraturan Pemerintah (PP) tersebut pada prinsipnya mengatur BUMN yang akan melakukan penjualan saham melalui pasar modal yang dikenal dengan istilah go public atau initial public offering (IPO). Peraturan tersebut di atas juga mengatur tentang pemberian wewenang berupa pelimpahan kendali manajemen perusahaan kepada direksi perusahaan melalui Pembebasan pembinaan dari menteri teknis, dan berbagai peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi BUMN meskipun sebenarnya BUMN tersebut adalah BUMN Persero.
30
(Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN, 2012, hal 142). Untuk percepatan privatisasi BUMN, maka telah dibentuk pula Tim Privatisasi BUMN yang diketahui oleh Menko Ekku / Wasbag melalui PP Nomor 55 Tahun 1996. Selanjutnya, dibentuk pula direktorat privatisasi pada Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN Departemen Keuangan Republik Indonesia. Dengan terjadinya krisis monereter yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 yang lalu, dan disepakatinya MOU antara Pemerintah Indonesia
dengan
Lembaga
Keuangan
International
(IMF)
semakin
mempercepat privatisasi BUMN. Apalagi dengan dibentuknya Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN pada Kabinet Pembangunan VII, dan dilanjutkan pada Kabinet Reformasi Pembangunan melalui PP Nomor 50 Tahun 1998 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan Selaku Pemegang Saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Perusahaan Perseroan kepada Menteri Negara BUMN. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN, 2012, hal 143). Selain
itu,
dilakukan
pula
pengalihan
kedudukan,
tugas,
dan
kewenangan Menteri keuangan kepada Menteri Negara Pendayagunaan BUMN yang lebih lanjut diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 15 tahun 1998 tentang Pengalihan Pembinaan Terhadapan Perusahaan Perseroan (Persero) dan Persorean Terbatas yang sebagian saham dimiliki oleh Negara kepada Kemeterian Pendayagunaan BUMN. Selanjutnya, dibentuk pula Tim Evaluasi 31
Privatisasi BUMN melalui Keppres Nomor 72 Tahun 1998 yang mengganti Tim Privatisasi yang dibentuk berdasar ketentuan PP Nomor 55 Tahun 1996. Dalam ketentuan Pasal 1 Keppres tersebut dijelaskan bahwa Menko Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai ketua merangkap anggota. (Aminuddin Ilmar, Hak Menguasai Negara dalam Privatisasi BUMN, 2012, hal 145).
III.3 Konsep Pengelolaan III.3.1
Definisi Pengelolaan Menurut Robert T. Kiyosako dan Sharon L, pengelolaan adalah
sebuha kata yang besar sekali, yang mencakup pengelolaan uang, waktu, orang, sumber daya, dan terutama pengelolaan informasi. Sedangkan menurut AA Dani Saliswijaya, pengelolaan merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup berupa terjadinya pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, mengingat bahan berbahaya dan beracun mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan efek negatif. Kemudian, menurut Wollenberg pengelolaan merupakan suatu proses yang digunakan untuk menyesuaikan strategi pengelolaan supaya mereka dapat mengatasi perubahan dalam interaksi antar manusia. Jadi, pengelolaan merupakan sebuah bentuk bekerja dengan orangorang secara pribadi dan kelompok demi tercapainya tujuan organisasi
32
lembaga. satu yang perlu diingat bahwa pengelolaan berbeda dengan kepemimpinan.
II.4
Konsep Lapangan Karebosi II.4.1 Definisi Lapangan Karebosi Lapangan Karebosi adalah titik nol kilometer Kota Makassar. Ini adalah lapangan cantik yang berfungsi lengkap sebagai ruang publik dan komersial. Jogging, bermain sepakbola, basket, baseball, tenis atau sekadar jalan-jalan sampai berbelanja dapat dilakukan di sini. Lapangan Karebosi adalah ikon Kota Makassar paling terkenal selain Pantai Losari. Lapangan ini membentang seluas 11,29 hektare. Lapangan ini dapat dipersamakan sebagai alun-alun dalam konsep kota-kota di Indonesia. Tapi beda dengan alun-alun pada umumnya, Lapangan Karebosi memiliki mal (area belanja) di bawahnya. (Website, www.ayomee.com, 05/04/13)
II.4.2 Sejarah Lapangan Karebosi Terbentuknya Lapangan Karebosi sebagian berawal dari cerita rakyat. Konon dimulai dari turunnya hujan deras disertai kilat tujuh hari yang mengakhiri kemarau panjang selama tujuh tahun. Setelah hujan reda, muncul tujuh gundukan tanah yang dari masing-masing gundukan keluar seorang berjubah kuning. Mereka hanya muncul sesaat. Masyarakat menyebut mereka Karaeng Angngerang Bosi, atau Tuan yang Membawa Hujan. Itulah kenapa 33
areal ini kini disebut Karebosi yang berawal dari kalimat Kanro Bosi (hujan sebagai anugerah Tuhan). Pada masa awal Kerajaan Gowa abad ke-13, Karebosi berfungsi sebagai sawah kerajaan sebelum berubah menjadi lapangan kerajaan yang berfungsi sebagai area publik kala itu. Pada masa kolonial Belanda, areal ini bernama Koningsplein yang fungsinya sebagai ruang publik dan tempat latihan pasukan Belanda. Saat itu Karebosi diapit dua benteng basis militer Belanda. Setelah Indonesia merdeka, namanya berubah menjadi Lapangan Karebosi yang berasal dari kalimat Karaeng Bosi (tuan hujan). Nama itu memang merujuk cerita rakyat tentang peristiwa kemarau panjang dan hujan. (Website, www.ayomee.com, 05/04/13) Namun, adapula yang mengatakan bahwa Karebosi awalnya hanyalah merupakan hamparan yang difungsikan sebagai sawah kerajaan. Sejarahnya dimulai pada abad ke-10, saat Karebosi masih masuk dalam wilayah Kerajaan Gowa-Tall yang meliputi Sungai Tallo bagian Utara hingga Barombong bagian selatan. (Syahruddin Yasen, Krebosi Dulu, Kini & Esok, 2008, hal 1) Gowa pada saat itu merupakan negara yang kacau balau. Setiap orang ingin menunjukkan kekuatannya dengan menyingkirkan orang lain yang lebih lemah. Sehingga hukum yang berlaku adalah hukum rimba, siapa yang kuat maka dialah yang bertahan. Di tengah kekacauan hebat tersebut, Gowa mengalami hujan deras yang terjadi selama tujuh hari tujuh malam. 34
Pada hari kedelapan hujan berubah menjadi hujan gerimis. Di tengah gerimis, dari langit muncul tujuh orang bergaun kuning keemasan. Ketujuh orang tersebt hanya terlihat sesaat. Kepergian mereka menyisakan tujuh gundukan tanah berbau harum di tengah-tengah hamparan sawah yang telah tergenang air itu. (Syahruddin Yasen, Krebosi Dulu, Kini & Esok, 2008, hal 7) Kemunculan ketujuh orang tersebut diyakini sebagai rahmat Tuhan yang dikirimkan untuk negeri Gowa. oleh karena itu, rakyat percaya bahwa mereka adalah Taumanurung atau Dewa dalam mitologi Bugis Makassar dan menyebutnya Karaeng Angngerang Bosi atau Tuan Yang Membawa Hujan. Adapun hamparan tempat mereka muncul dinamakan sebagai Kanrobosi. Kanro berarti anugerah Yang Maha Kuasa, dan Bosi artinya hujan atau kelimpahan. Namanya berubah menjadi Koningsplein saat VOC memerintah. Barulah pada saat Belanda berkuasa namanya berubah menjadi Karebosi, hingga saat ini. (Syahruddin Yasen, Krebosi Dulu, Kini & Esok, 2008, hal 8) Dalam perjalanan waktu selanjutnya lapangan Karebosi dijadikan sebagai alun-alun kota yang dipergunakan sebagai tempat untuk melakukan Pesta Panen Rakyat. Fungsi ini dilakukan sebelum Islam masuk ke Makassar, yakni sekitar 600 tahun lampau. Mengenai mitos tentang adanya terowongan bawah tanah yang menghubungkan antara Fort Rotterdam dan Lapangan Karebosi sampai saat ini tidak ada bukti otentik yang membenarkannya. Dahulu memang terdapat jalan yang menghubungkan antara Karebosi dan Fort Rotterdam. jalan itu merupakan setapak dan bukan 35
sebuah terowongan bawah tanah seperti yang dipercayai oleh sebagian masyarakat.(Website, www.academia.edu, 14/03/13)
II.5 Landasan Hukum Kegiatan penyediaan insfrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. Kegiatan ini merupakan lingkup kegiatan pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 51 Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003
tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebutkan bahwa ketentuan pengadaan barang/jasa yang dilakukan melalui pola kerjasama pemerintah dengan badan usaha, diatur dengan Keputusan Presiden tersendiri.
36
Aturan yang dimaksud terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur yang kemudian direvisi melalui Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
II.6
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran
yang dirumuskan oleh penulis selain mengacu pada
landasan hukum, yaitu sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dan Aturan yang terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur yang kemudian direvisi melalui Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur. Juga mengacu pada konsep Harry Hatry serta Cook dan Kirk Patrick tentang bentuk-bentuk privatisasi. Dinas Pemerintah Kota Makassar dan PT. Tosan Permai Lestari menentukan model kerjasama yang digunakan dalam pengelolaan lapangan Karebosi Kota
37
Makassar. Kemudian, setelah itu dicocokkan dengan bentuk privatisasi menurut Harry Hatry serta Cook Kirk dalam pengelolaan lapangan Karebosi Kota Makassar. Menurut Harry Hatry beberapa bentuk privatisai diantaranya, bahwa terdapat beberapa bentuk privatisasi, antara lain dengan pendekatan: pemberian subsidi hibah, franchising, pengalihan, menolong sendiri (self help), volunteers, pengaturan (use of regulatory) dan otorita pajak (taxing authority), pengurangan permintaan jasa (reducing the demond for service), pemberian bantuan sementara (obtaining temporary help) dari sector swasta, pembentukan venture atau usaha patungan antara sektor publik dan private. Dan menurut Cook dan Kirk Patrick yang mengelompokkan privatisasi ini sebagai dinasionalisasi dan divestasi. Dinasionalisasi dapat berupa penjualan perusahaan Negara secara utuh atau joint venture antara pemerintah dan swasta. Ketika telah menerapkan konsep dari Harry Hatry serta Cook dan Kirk Patrick, maka Dinas Pemerintah Kota Massar dan PT. Tosan Permai Lestari akan mengambil langkah yang tepat dalah hal bentuk privatisasi yang digunakan dalam pengelolaan lapangan Karebosi Kota Makassar.
38
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Bentuk-bentuk privatisasi:
1. Delegasi, menurut Harry Hatry: Privatisasi dalam
• Kontrak • Kompetisi Publik
Privatisasi
Pengelolaan
Swasta
Kontrak
Lapangan
• Franchise
Lapangan
Karebosi
• Kerjasama Publik
Karebosi
Makassar
Swasta
Makassar
• Voucher • Mandat 2. Divestasi, menurut Cook and Kirik Patrick: • Penjualan • Bebas Transfer • Likuidasi 3. Pemindahan
39
BAB III METODE PENELITIAN III.1 Jenis Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis deskripitf, maksudnya hasil penelitian ini akan memberikan gambaran atau mendeskripsikan secara sistematis, factual dan akurat terhadap objek yang diteliti. Analisis deskriptif merupakan suatu jenis penelitian yang dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena tertentu. Penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah penelitian yang dilakukan hanya bersifat deskriptif yaitu untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan peneliti untuk memperoleh data yang objektif terkait dengan judul penulisan ini yaitu ”Bentuk Privatisasi dalam Pengelolaan Lapangan Karebosi Makassar (Studi kasus Lapangan Karebosi Makassar)”.
III.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Tempat yang dipilih sebagai lokasi penelitian sesuai dengan judul penelitian dan sangat relevan dengan permasalahan yang diajukan adalah Dinas Pemerintah Kota Makassar dan PT. Tosan Permai. Sedangkan waktu penelitian dan penyusunan laporan akhir diperkirakan menyita waktu selama dua bulan.
40
III.3 Tipe dan Dasar Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah tipe penelitian studi kasus digunakan untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila peristiwa yang relevan tidak dapat dimanipulasi. Studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus deskriptif yaitu studi kasus tunggal yang hanya mencakup sebuah lingkungan social dan suatu periode waktu. Sedangkan dasar penelitian adalah mengecek kembali dengan wawancara kepada narasumber atau
informan
yang
berisi
pertanyaan-pertanyaan
mengenai
hal-hal
yang
berhubungan dengan rumusan masalah.
III.4 Fokus Penelitian Fokus penelitian digunakan sebagai dasar pengumpulan data sehingga tidak terjadi bias terhadap data yang diambil. Untuk menyamakan pemahaman dan cara pandang terhadap karya ilmiah ini, maka penulis akan memberikan penjelasan mengenai maksud dan fokus penelitian terhadap penulisan karya ilmiah ini. Fokus penelitian merupakan penjelasan dari kerangka pemikiran. Adapun dalam penelitian ilmiah ini, bentuk privatisasi yang digunakan dengan melihat kondisi saat ini, dan kondisi di masa lalu dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Privatisasi adalah suatu proses peralihan produksi barang dan jasa dari sector Negara kepada sector swasta Adapun bentuk-bentuk privatisasi lainnya diantaranya:
41
1.
Delegasi Delegasi adalah pemindahan atau pengalihan suatu kewenangan yang ada. Delegasi menurut Prof. Muchsan adalah pemindahan atau pengalihan seluruh kewenangan dari delegans (pemberi delegasi) kepada delegataris (penerima delegasi) termasuk seluruh pertanggung jawabannya. Delegasi terdiri dari lima macam, yaitu: a. Kontrak Kontrak atau pengalihan adalah sistem kontrak mewakili pelayanan publik yang diserahkan pemerintah kepada swasta di bawah perjanjian kontrak untuk jangka waktu tertentu. Bentuk pengalihan saham-saham dari perusahaan-perusahaan yang akan di privatisasi untuk memperoleh dana segar dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan. Dengan metode ini pemerintah menggunakan jasa organisasi laba atau nirlaba untuk mengadakan barang atau jasa. Dengan kata lain, pemerintah membeli jasa dari perusahaan swasta atau nirlaba. Penggunaan jasa pihak luar telah menjadi praktik umum terutama dalam pengadaan jasa, seperti pekerjaan umum, dan transportasi, pelayanan publik, layanan kesehatan, layanan taman dan rekreasi dan lain-lain. (Riant Nugoroho & Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN, hal 130, 2008)
Ciri-ciri pelaksanaan bentuk privatisasi kontrak, biasanya: •
Pemerintah yang bertanggung jawab mengawasi operasionalisasi perusahaan yang diselenggarakan oleh swasta 42
•
Adanya komitmen investor (dalam bentuk kontrak tertulis) untuk mengembangkan
perusahaan,
baik
dari
sisi
alih
teknologi,
perluasan jaringan pemasaran, maupun pendanaan untuk investasi. (Website, www.usm.ac.id, 05/04/13) •
Kontrak dilakukan dengan cara lelang terbuka kepada perusahaanperusahaan yang memiliki kualifikasi
•
Biasanya kontraktor harus menyediakan assets yang diperlukan dan kontrak berlaku untuk suatu periode. (Yusman Syaukat, Privatization of State-Owned Enterprises, hal 16) Ada beberapa keuntungan system kontrak ini, menurut Savas
(1987: 105-110) diantaranya: •
Sistem kontrak sangat efisien dan efektif karena mendorong dan menciptakan
kompetisi.
Kompetisi
antar
perusahaan
yang
menawarkan diri utnuk melaksanakan pekerjaan mendorong turunnya harga pekerjaan. Studi empiris membuktikan bahwa biaya jas yang diberikan pemerintah akan lebih besar jika dibandingkan dengan jasa serupa yang diberikan oleh kontraktor swasta •
Sistem
kontrak
menciptakan
manajemen
yang
lebih
baik
dibandingkan manajemen publik karena proses pengambilan keputusan dibawah sistem kontrak langsung terkait dengan biaya dan keuntungan.
43
•
Sistem
kontrak
akan
membantu
membatasi
besarnya
pemerintahan, paling tidak dalam hal yang berkaitan dengan jumlah pegawai •
Sistem kontrak dapat membantu mengurangi kebergantungan pada monopoli
pemerintah
yang
menimbulkan
X-in-efisiensi
dan
ketidakefektifan dalam pemberian jasa •
Sistem kontrak lebih luwes dalam upaya menanggapi kebutuhan masyarakat. Namun, adapula kerugian atau kelemahan yang ditimbulkan oleh
sistem kontrak ini, diantaranya: •
Korupsi bisa saja meluas dalam proses pemberian kontrak kepada individu atau perusahaan swasta
•
Sistem kontrak mungkin membatasi keluwesan pemerintah dalam menganggapi keadaan darurat karena kontraktor sewaktu-waktu bisa bangkrut. (Riant Nugoroho & Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN, hal 131, 2008)
b. Kompetisi Publik Swasta Kompetisi publik swasta merupakan cara untuk meyakinkan bahwa barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen dapat disediakan pada biaya ekonomi terendah. Atau untuk mempromosikan kepemilkan saham secara lebih luas keepada pekerja dan masyarakat.
44
c. Frenchise Frenchise atau waralaba adalah suatu bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin kepada penerima waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya, seperti nama, merek dagang produk dan jasa, dan sistem operasi usahanya. Sebagai timbal baliknya, penerima waralaba membayar suatu jumlah yang seperti franchise dan royalty fee atau lainnya. d. Kerjasama Publik Swasta Kerjasama publik dengan swasta dalam hal menyediakan layanan publik dan infrastruktur melalui usaha patungan antara lembaga-lembaga publik dan perusahaan swasta, investasi bersama oleh investor swasta dan pemerintah dalam proyek-proyek publik, atau bentuk-bentuk kerjasama e. Voucher Pemberian voucher, lebih ditujukan pada pengalihan pendapatan kepada warga Negara untuk meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat. Dalam menggunakan voucher, konsumen mempunyai pilihan diantara barang dan jasa yang diproduksi dengan harga lebih rendah. f.
Mandat Menurut Prof. Muchsan mandate adalah pemindahan atau pengalihan wewenang dari pemberi mandat kepada penerima mandat, tetapi pertanggungjawaban masih berada di tangan pemberi mandat.
45
2.
Divestasi Privatisasi dalam bentuk divestasi ditandai dengan pemindahtanganan pemilikan pemerintah sebagian atau keseluruhan, kepada swasta. Divestasi terdiri dari tiga macam, diantaranya: a. Penjualan Penjualan yang dimaksudkan disini adalah penjualan saham kepada karyawan
dan
manajemen
perusahaan.
Metode
ini
memberikan
kesempatan kepada manager dan karyawan untuk memiliki saham perusahaan, sehingga dapat mengawasi aset-aset perusahaan. b. Bebas Transfer Bebas transfer umumnya terjadi pada Badan Usaha Milik Negara yang melakukan privatisasi, dimana mentransfer BUMN dengan kepemilikan swasta dengan menawarkan saham di bursa saham, menjual perusahaan kepada investor domestik maupun asing, atau pembagian kupon atau saham kepada public c. Likuidasi Likuidasi adalah pembubaran perusahaan yang diikuti dengan penjualan aset untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 3.
Pemindahan Pemindahan kepemilikan industry dari pemerintah ke sector swasta yang
berimplikasi bahwa dominasi kepemilkan akan berpindah ke pemegang saham swasta. 46
III.5 Informan Penelitian Informan adalah jumlah keseluruhan dari karektiristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian. Informan dari penelitian ini adalah: 1.
Kantor pertanahan kota makassar
2.
Kantor Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar
3.
Sub
Bagian Perekonomian
dan Pengembangan
Sekretariat
Kota
Makassar 4.
Pengembang Lapangan Karebosi (PT. Tosan Permai).
III.6 Sumber Data Dalam rangka pengumpulan data,maka peneliti memperoleh data sesuai dengan yang dibutuhkanmelalui beberapa sumber data sebagai berikut, yaitu : 1.
Data primer : data yang diperoleh melalui penelitian lapangan, yaitu melakukan penelitian dengan cara terjun langsung ke lapangan dengan menggunakan teknik pengambilan data melalui wawancara dan observasi langsung.
2.
Data sekunder : data yang diperoleh berdasarkan acuan atau literatur yang berhubungan dengan penelitian. Adapun data sekunder yang tersedia antara lain : •
Kepustakaan, yaitu dengan mencari buku-buku, literatul, dan artikel yang berhubungan dengan objek dan permasalahan penelitian.
•
Dokumen, berupa Undang-Undang dan peraturan daerah.
•
Laporan penelitian yang ada kaitannya dengan masalah penelitian 47
III.7 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, penulis menetapkan cara-cara yang dipilih dalam memperoleh data atau bukti sesuai denga yang dikemukakan Robert, K. Yin, 2006, yaitu : 1.
Wawancara : mengajukan serangkaian pertanyaan terhadap informan yang dianggap mengetahui informasi yang relevan sesuai dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis melakukakan wawancara dengan mendatangi langsung informan dan mencatat hasil dari wawancara tersebut.
2.
Observasi : pengamatan secara langsung di lokasi penelitian guna memperoleh keterangan data yang lebih akurat mengenai hal-hal yang diteliti terkait dengan bentuk privatisasi dalam pengelolaan lapangan Karebosi Makassar.
III.8 Teknik Analisis Data Untuk menghasilkan dan memperoleh data yang akurat dan objektif sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, maka analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif dengan cara analisis konteks dari telaah pustaka dan analisis pernyataan dari hasil wawancara dari informan. Dalam melakukan analisis data peneliti mengacu pada beberapa tahapan yang terdiri dari beberapa tahapan antara lain: 1.
Pengumpulan informasi melalui wawancara terhadap key informan yang compatible terhadap penelitian kemudian observasi langsung ke lapangan untuk menunjang penelitian yang dilakukan agar mendapatkan sumber data yang diharapkan. 48
2.
Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, tranformasi data kasar yang muncul dari catatancatatan di lapangan selama meneliti tujuan diadakan transkrip data (transformasi data) untuk memilih informasi mana yang
dianggap sesuai
dengan masalah yang menjadi pusat penelitian dilapangan. 3.
Uji Confirmability, berarti menguji hasil penelitian. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability-nya. Penyajian data (data display) yaitu kegiatan sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif, grafik jaringan, tabel dan bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman penelitian terhadap informasi yang dipilih kemudian disajikan dalam tabel ataupun uraian penjelasan. Pada tahap akhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi (conclution
drawing/ verification), yang mencari arti pola-pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proposisi. penarikan kesimpulan dilakukan secara cermat dengan melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan di lapangan sehingga data-data di uji validitasnya.
49
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran umum lokasi penelitian meliputi gambaran umum Lapangan Karebosi Kota Makassar dan gambaran umum objek penelitian yaitu Kantor Pertanahan Kota Makassar, Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, Sub Bagian Ekonomi dan Pembangunan Sekertariat Kota Makassar sebagai pihak Pemerintah Kota Makassar serta PT. Tosan Permai Lestari Makassar sebagai pihak swasta yang memenangkan tender. Gambaran umum Lapangan Karebosi Kota Makassar mencakup kondisi fisik dan wilayah, kependudukan, kondisi sosial, kondisi ekonomi, serta visi misi Kota Makassar. Gambaran umum Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar dan Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan Kota Makassar terdiri dari latar belakang dibentuknya kedua instansi tersebut, struktur organisasi, dan pembagian tugas dan fungsi dari aparatur dari kedua instansi tersebut.
IV.1. Gambaran Umum Lapangan Karebosi Kota Makassar IV.1.1 Kondisi Fisik dan Wilayah Kota Makassar merupakan kota terbesar keempat di Indonesia dan terbesar di Kawasan Timur Indonesia memiliki luas areal 175,79 km2 dengan penduduk 1.352.136, sehingga kota ini sudah menjadi kota Metropolitan. Sebagai pusat pelayanan di KTI, Kota Makassar berperan sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan industri, pusat kegiatan pemerintahan, 50
simpul jasa angkutanbarang dan penumpang baik darat, laut maupun udara dan pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan. Kota
Makassar
mempunyai
posisi
strategis
karena
berada
di
persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Dengan kata lain, wilayah kota Makassar berada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. • Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Pangkep • Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maros • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Gowa • Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Makassar Luas wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 km2; meliputi 14 kecamatan (Kecamatan Mariso, Mamajang, Tamalate, Rappocini, Makassar, Ujung Pandang, Wajo, Bontoala, Ujung Tanah, Tallo, Panakkukang, Manggala, Biringkanaya dan Tamalanrea) dan 143 kelurahan. Kecamatan Biringkanaya merupakan kecamatan terluas dengan luas sekitar 48,22 km2 atau 27,43 persen luas Kota Makassar, sementara Kecamatan Mariso merupakan kecamatan yang terkecil luas wilayahnya yaitu sekitar 1,82 km2 atau 1,04 persen dari luas Kota Makassar.Wilayah daratan Kota Makassar dirinci menurut Kecamatan dapat dilihat pada persentase berikut:
51
Tabel IV.1.1
Luas Kota Makassar Berdasarkan Luas Kecamatan NO
KECAMATAN
LUAS (KM2)
PERSENTASE (%)
1
Mariso
1,82
1,04
2
Mamajang
2,25
1,28
3
Tamalate
20,21
11,50
4
Rappocini
9,23
5,25
5
Makassar
2,52
1,43
6
Ujung Pandang
2,63
1,50
7
Wajo
1,99
1,13
8
Bontoala
2,10
1,19
9
Ujung Tanah
5,94
3,38
10
Tallo
5,83
3,32
11
Panakukang
17,05
9,70
12
Manggala
24,14
13,72
13
Biringkanaya
48,22
27,43
14
Tamalanrea
31,84
18,12
Jumlah
175,77
100,00
Sumber : Makassar dalam angka tahun 2011
Dari gambaran selintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Makassar memberi penjelasan bahwa secara geografis Kota Makassar memang sangat strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik. Dari sisi ekonomi, 52
Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain. Memang selama ini kebijakan makro pemerintah yang seolah-olah menjadikan Surabaya sebagai home base pengelolaan produk-produk draft kawasan Timur Indonesia, membuat Makassar kurang dikembangkan secara optimal. Padahal dengan mengembangkan Makassar, otomatis akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan Timur Indonesia dan percepatan pembangunan. Dengan demikian, dilihat dari sisi letak dan kondisi geografis Makassar memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah lain di Kawasan Timur Indonesia. Saat ini Kota Makassar dijadikan inti pengembangan wilayah terpadu Mamminasata.
IV.1.2 Kependudukan Jumlah penduduk Kota Makassar menurut hasil sensus penduduk yang diadakan pada tahun 2011 tercatat sekitar 1.352.136 jiwa. Dimana jumlah pria sebanyak 667.681 jiwa dan jumlah wanita sebanyak 685.455. jika dibandingkan dengan tahun- tahun sebelumnya, jumlah penduduk kota Makassar kian bertambah, hal ini diakibatkan oleh besarnya mobilitas penduduk masuk kota setiap harinya.
53
Tabel 4.1.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan jenis Kelamin di Kota Makassar. Tahun
2011
2010
2009
2008
Jumlah Pria (jiwa)
667.681
662.009
660.270
601.379
Jumlah wanita (jiwa)
684.455
676.654
662.079
652.277
1.272.349
1.253.656
Total (Jiwa)
1.352.136 1.338.663
Pertumbuhan Penduduk (%)
-
-
1
-
Kepadatan Penduduk
-
-
7236
-
(jiwa/km2)
Sumber Data : BPS Kota Makassar 2011
IV.1.3 Kondisi Sosial Status pembangunan manusia di Kota Makassar berdasarkan besaran angka IPM sejak tahun 1990 telah memasuki tingkatan status menengah atas, yakni berkisar antara 66 sampai 80. Dan dalam kurun waktu yang lama pencapaian
pembangunan
manusia
di
Kota
Makassar
peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2011 IPM
menunjukkan
meningkat menjadi
79,11. Hal ini didasarkan pada meningkatnya indikator-indikator IMP yang sedikit menunjukkan kenaikan di bandingkan pada tahun lalu, diantaranya : angka harapan hidup, angka melek huruf, Paritas Daya Beli, rata-rata lama sekolah, Indeks Kesehatan, indeks Pendidikan dan indeks PPP. Perkembangan Indikator dan nilai IPM Kota Makassar dapat dilihat pada tabel berikut ini:
54
Tabel IV.1.3 Indikator dan Nilai IPM Kota Makassar 2010-2011 No
Indikator
2010
2011
(1)
(2)
(3)
(4)
1
Angka Harapan Hidup
73,59
73,82
2
Angka Melek Huruf
96,79
96,82
3
Rata-rata Lama Sekolah
10,82
10,85
4
Paritas Daya Beli (PPP) (000.Rp)
649,12
651,28
5
Indeks Kesehatan
80,98
81,37
6
Indeks Pendidikan
88,57
88,66
7
Indeks PPP
66,81
67,31
8
IPM
78,79
79,11
Sumber : Makassar Dalam Angka 2011
IV.1.4 Kondisi Ekonomi Pembangunan ekonomi Kota Makassar selama ini telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan yang dapat disorot dari beberapa indikator ekonomi makro terutama dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pertumbuhan ekonomi. Pada sisi PDRB, kenaikan yang cukup berarti dapat dilihat baik menurut harga berlaku maupun harga konstan. Kenaikan tersebut dapat kita amati pada tabel berikut :
55
Tabel IV.1.4 PDRB Kota Makassar Tahun 2006-2010 PDRB No
Tahun Harga Berlaku
Harga Konstan
1.
2006
9.664,573
8.178,880
2.
2007
11.131,684
8.882,255
3.
2008
13.127,239
9.785,334
4.
2009
15.744,194
10.492,541
5.
2010
18.165,194
11.341,848
Sumber : Makassar Dalam Angka Tahun 2010 Pada tahun 2006 nilai PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 9.664,57 milyar, dan pada tahun 2005 sebesar
Rp. 15.744,19 milyar.
Sedangkan PDRB berdasarkan harga konstan yang dihitung dengan tahun dasar 2005, menunjukkan angka PDRB tahun 2006 sebesar Rp. 8.178,88 milyar, dan tahun 2007 sebesar Rp 10.492,54 milyar. Dampak kenaikan PDRB tersebut juga mengakibatkan naiknya pertumbuhan ekonomi secara perlahan dari 7,14% pada tahun 2006 menjadi 8,09% pada tahun 2010, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,23% dalam kurun waktu 5 tahun (2006 – 2010).
IV.1.5 Visi Misi Kota Makassar Visi merupakan wujud atau bentuk masa depan yang diharapkan. Rumusan visi mencerminkan kebutuhan yang fundamental dan sekaligus merefleksikan dinamika pembangunan dari berbagai aspek. Dalam konteks itu Pemerintah Kota Makassar telah menetapkan Visi 2010 sebagaimana tertuang 56
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Makassar dengan rumusan : “Terwujudnya Makassar sebagai Kota Maritim, Niaga, Pendidikan yang Bermartabat dan Manusiawi” Visi lima tahunan di atas mengandung makna : •
Terwujudnya
Kota
Maritim
yang
tercermin
pada
tumbuh
dan
berkembangnya budaya bahari dalam kegiatan sehari-hari serta dalam pembangunan yang mampu memanfaatkan daratan maupun perairan secara optimal dengan tetap terprosesnya peningkatan kualitas lingkungan hidupnya •
Terwujudnya atmosfir perniagaan yang aman, lancar dan mantap bagi pengusaha kecil, menengah maupun besar
•
Terwujudnya atmosfir Pendidikan yang kondusif dalam arti adil dan merata bagi setiap golongan dan lapisan masyarakat, relevan dengan dunia kerja, mampu meningkatan kualitas budi pekerti, dan yang relevan dengan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
•
Terwujudnya Makassar sebagai kota maritim, niaga dan pendidikan yang dilandasi oleh martabat para aparat Pemerintah Kota, warga kota dan pendatang yang manusiawi dan tercermin dalam peri kehidupannya dengan menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam.
57
Berdasarkan Visi Pemerintah Kota Makassar tersebut yang pada hakekatnya diarahkan untuk mendukung terwujudnya Visi Kota Makassar kedepan, maka dirumuskan misi Pemerintah Kota Makasar Tahun 2010 sebagai berikut:
1. Mengembangkan kultur maritim dengan dukungan infrastruktur bagi kepentingan lokal, regional, nasional dan internasional 2. Mendorong tumbuhnya pusat-pusat perniagaan melalui optimalisasi potensi lokal 3. Mendorong peningkatan kualitas manusia melalui pemerataan pelayanan pendidikan, peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat 4. Mengembangkan apresiasi budaya dan pengamalan nilai-nilai agama berbasis kemajemukan masyarakat 5. Mengembangkan sistem pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa melalui peningkatan profesionalisme aparatur 6. Peningkatan infrastruktur Kota dan pelayanan publik.
IV.2 Kantor Pertanahan Kota Makassar IV.2.1Visi dan Misi Visi: Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.
58
Misi: Mengembangkan
dan
menyelenggarakan
politik
dan
kebijakan
pertanahan untuk:
1.
Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru kemakmuran
rakyat,
pengurangan
kemiskinan
dan
kesenjangan
pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan. 2.
Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T)
3.
Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan
4.
Keberlanjutan
sistem
kemasyarakat,
kebangsaan
dan
kenegaraan
Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan dating terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat 5.
Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas.
IV.2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala Badan (sesuai dengan Perpres Nomor 10 tahun 59
2006). Dasar pertimbangan Presiden untuk membentuk Badan Pertanahan Nasional adalah mengingat bahwa wilayah daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sangat luas maka dibutuhkanlah suatu lembaga yang mengatur dan menyelesaikan segala bentuk permasalahan yang menyangkut pertanahan di Negara ini demi menjaga keberhasilan system kehidupan berbangsa dan bernegara. Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral. Adapun tugas Badan pertanahan Nasional mencakup pengurusan sertifikat atas tanah, peningkatan Hak Milik atas tanah, dan penyelesaian masalah-masalah yang menyangkut pertanahan secara nasional.
IV.2.3 Struktur Organisasi Struktur organisasi Kantor Pertanahan Kota Makassar, terdiri dari: 1. Kantor Pertanahan Kota Makassar 2. Sub Bagian Tata Usaha, terdiri dari: a. Urusan Perencanaan dan Keuangan b. Urusan Umum dan Kepegawaian 3. Seksi Survei, Pengukuran, dan Pemetaan, terdiri dari: a. Sub Seksi Pengukuran dan Pemetaan b. Sub Seksi Tematik dan Potensi Tanah 4. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaraan Tanah, terdiri dari: a. Sub Seksi Penetapan Hak Tanah b. Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah 60
c. Sub Seksi Pendaftaran Hak d. Sub Seksi Peralihan, Pembebanan Hak dan PPAT 5. Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan terdiri dari: a. Sub Seksi Penatagunaan Tanaha dan Kawasan Tertentu b. Sub Seksi Landreform dan Konsolidasi Tanah 6. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan terdiri dari: a. Sub Seksi Pengendalian Pertanahan b. Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat 7. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara terdiri dari: a. Sub Seksi Sengketa dan Konflik Pertanahan b. Sub Seksi Perkara Pertanahan
IV.3
Bagian
Perekonomian
dan
Pembangunan
Sekretariat
Kota
Makassar IV.3.1 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Adapun tugas dan fungsi Bagian Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Kota Makassar, yaitu: 1.
Bagian
Perekonomian
dan
Pembangunan
mempunyai
tugas
melaksanakan kegiatan dan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan di bidang perekonomian dan pembangunan serta kerjasama pembangunan daerah 2.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Bagian Perekonomian dan Pembangunan menyelenggarakan fungsi: 61
a). penyiapan bahan perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka mengumpulkan,
mensistemtisasikan
data,
laporan
perusahaan
daerah, dan perbankan daerah b). penyiapan bahan penyusunan rencana dan program operasional dalam
rangka
mempersiapkan
ketentuan-ketentuan
untuk
pembinaan, pengembangan kegiatan perusahaan daerah, perbankan daerah, dan lembaga perkreditan daerah c).
penyiapan bahan perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka menyiapkan pedoman dan memberi petunjuk cara pelaksanaan pembangunan yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, bantuan pembangunan, dan dana-dana pembangunan lain dari provinsi dan pemerintah pusat serta menyiapkan saran penyempurnaan.
d). penyiapan bahan penyusunan rencana dan program operasional dalam rangka mengikuti perkembangan pelaksanaan pembangunan yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, bantuan pembangunan, dan dana-dana pembangunan lain dari provinsi dan pemerintah pusat. e). penyiapan bahan penyusunan rencana kebijakan teknis kerjasama pembangunan dan inventarisasi potensi daerah dalam bidang kerjasama pembangunan f).
pengelolaan administrasi tertentu
62
Didalam bagian Perekonomian dan Pembangunan, terdiri dari tiga sub bagian. Diantaranya: A.
Subbagian Pengendalian Administrasi Pembangunan: 1. Subbagian Pengendalian Administrasi Pembangunan mempunyai tugas melaksanakan kebijakan pembinaan jasa konstruksi, pengumpulan bahan perumusan kebijaksanaan teknis dalam rangka menyiapkan pedoman, petunjuk cara pelaksanaan pembangunan serta penyusunan rencana program operasional 2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Subbagian Pengendalian Administrasi Pembangunan menyelenggarakan fungsi: a). melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai tugas pokok dan fungsinya b). menyebarkan peraturan perundang-undangan berkaitan bidang jasa konstruksi c). melaksanakan proses administrasi penerbitan Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK) d). melaksanakan sosialisasi / bimbingan teknis peraturan perundangundangan pengadaan barang atau jasa pemerintah e). mempersiapkan bahan pengendalian secara administratif dalam rangka
penyusunan
program-program
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
pembangunan dan
melalui
Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 63
f).
mempersiapkan bahan penyusunan jadwal pelaksanaan program pembangunan tahun berjalan dan persiapan tahun berikutnya
g). mengarsipkan dan memeliharan bahan atau petunjuk serta dokumen-dokumen Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) h). mengumpulkan pedoman atau penunjuk teknis pelaksanaan kegiatan menurut sumber dana setiap tahunnya i).
menyiapkan bahan penyusunan format pengendalian pelaksanaan untuk masing-masing Satuan Kerja Perangat Daerah (SKPD)
j).
mengadakan pemantauan lapangan secara berkala dan insidentil serta melakukan koordinasi dalam mengambil langkah-langkah dan tindakan pemecahan hasil pemantauan lapangan
k). menyiapkan
bahan
pelaksanaan
E-Procurement
dalam
melaksanakan pengadaan barang dan jasa secara elektornik l).
melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan
m). menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas B.
Subbagian Pembinaan Perusahaan Daerah, yaitu: 1. Subbagian
pembinaan
perusahaan
daerah
mempunyai
tugas
melakukan pengumpulan , penyusunan rencana, dan kebijaksanaan teknis
pembinaan,
pengembangan
perusahaan
daerah
serta
melakukan koordinasi, dan pengkajian pengembangan Perusahaan Daerah dan Lembaga Perkreditan dan Perekonomian Daerah Kota Makassar 64
2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Subbagian pembinaan perusahaan daerah menyelenggarakan fungsi: a) Melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai tugas pokok dan fungsinya b) Mengumpulkan
dan
mengkordinasikan
bahan
atau
data
penyusunan program perusahaan daerah, perbankan daerah, dan lembaga perkreditan daerah sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RAKP) secaar tehnis operasional c) Merencanakan dan mempersiapkan ketentuan-ketentuan atau regulasi dalam rangka pengembangan perusahaan daerah dan perekonomian daerah d) Mengumpulkan / mensistemasikan / menganalisa dan memnatau data laporan keuangan dan perencanaan usaha pada perusahaan daerah e) Melaksanakan
monitoring
dan
evaluasi
pada
perusahaan
penyertaan modal daerah pada pihak ketiga f)
Mempersiapkan penyelenggaraan dan pengkajian dalam rangka perumusan
kebijakan
umum
dan
tehnis
pengembangan
perusahaan daerah dan perekonomian daerah g) Melaksanakan koordinasi dalam rangka sinkronisasi keterpaduan pelaksanaan
tugas
dan
fungsi
perusahaan
daerah
dan
perekonomian daerah
65
h) Menyiapkan bahan pembinaan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan daerah dan perbankan daerah Kota Makassar
C.
i)
Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan
j)
Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas
Sub Bagian Kerjasama Pembangunan Daerah 1. Subbagian
kerjasama
pembangunan
daerah
mempunyai
tugas
melakukan pengumpulan bahan, mengolah data, penyusunan rencana kebijakan
teknis
kerjasama
pembangunan
dan
melaksanakan
inventarisasi potensi daerah dalam bidang kerjasama pembangunan 2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Subbagian Kerjasama Pembangunan Daerah menyelenggarakan fungsi: a) Melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuaid engan tugas dan fungsinya b) Mengumpulkan dan mengkoordinasikan bahan dan data dalam penyusunan dan invetarisasi potensi daerah bidang kerjasama perekonomian dan pembangunan c) Mengumpulkan
dan mempersiapkan bahan dan data yang
berkaitan dengan kerjasama perekonomian dan pembangunan antar pemerintah daerah dan lembaga lainnya d) Mengumpulkan dan mempersiapkan bahan serta mengevaluasi kerjasama ekonomi dan pembangunan antar lembaga ekonomi dan badan-badan usaha
66
e) Melakukan koordinasi dan inventarisasi serta rencana tindak terhadap proposal dan fasibility study yang diajukan investor f)
Melakukan koordinasi dan menyusun materi kesepakatan bersama serta rancangan perjanjian kerjasama pembangunan
g) Mengolah dan menyusun laporan hasil pelaksanaan kerjasama pembangunan
dan
laporan
hasil
pelaksanaan
kegiatan
pembangunan serta bulanan, priodik, insidentil, dan tahunan h) Memfasilitasi kegiatan APEKSI Kota Makassar dalam pengelolaan administrasi i)
Menyelenggarakan Tata Usaha Bagian, Urusan Kepegawaian, Urusan Keuangan, dan urusan rumah tangga lainnya
j)
Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan
k) Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas
IV.3.2
Struktur Organisasi Struktur Organisasi Bagian Perekonomian dan Pembangunan
Sekretariat Kota Makassar (berdasarkan Perda No.3 tahun 2009), yaitu: 1. Kepala Bagian Prekonomian dan Pembangunan, terdiri dari: a. Kepala Sub Bagian Pengendalian Administrasi Pembangunan b. Kepala Sub Bagian Pembinaan Perusahaan Daerah c. Kepala Sub Bagian Kerjasama Pembangunan Daerah d. Staf
67
IV.3.3
Kepegawaian
Pangkat
Jabatan
Jumlah
Kabag. Perekonomian dan
1
Pembina Pembangunan Kasubag Kerjasama
1
Penata TK. I Pembangunan Daerah Penata TK. I
Penata
Staf
2
Kasubag Pengendalian
1
Administrasi Pembangunan Kasubag Pembinaan
1
Penata Perusahaan Daerah Penata
Staf
2
Penata Muda TK. I
Staf
3
Penata Muda
Staf
5
Pengatur
Staf
1
Pengatur Muda TK. I
Staf
3
Kontrak
Staf
12
Sumber: Bagian Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Kota Makassar, Januari 2013 68
IV.4 Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar
Berbicara mengenai pembangunan kota, adalah bicara mengenai konsepkonsep pembangunan. Konsep pembangunan kota harus memiliki beberapa dimensi dan esensi. Esensi pembangunan, ideologi pembangunan, trategi pembangunan, dimensi taktis pembangunan dan dimensi pragmatis pembangunan. Kota adalah suatu entitas yang utuh dengan relasi fungsi sosial ekonomi, politik, budaya dan lainnya. Yang prosesnya bukan serta merta ada begitu saja, tetapi melalui proses kultural yang panjang. Hubungan dan fungsi dalam konteks struktur dan sistem kota pada hakikatnya mengandung sistem tata ruang secara eksplisit dimana fungsi tata ruang itu haruslah terjabarkan secara fungsional. Pembangunan Kota merupakan bagian integral dari Pembangunan Nasional yang dilaksanakan secara sinergis dan berkelanjutan
sehingga menciptakan keserasian
dan
keseimbangan
dalam
pencapaian tujuan pembangunan di Kota Makassar. Penciptaan
keterpaduan
pembangunan
kota
yang
mendukung
usaha
peningkatan keserasian dan keseimbangan pada hakekatnya merupakan proses yang bersifat integratif baik dalam tataran perencanaan, pelaksanaan maupun pengendalian
yang
dilakukan
secara
berkesinambungan
dalam
rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pembangunan kota tidak semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah Kota Makassar, melainkan harus dilakukan bersama-sama dan didukung oleh seluruh komponen masyarakat.
69
Untuk membangun komitmen dan keinginan bersama tentunya harus dirumuskan kebijaksanaan yang berkaitan dengan kepentingan publik dalam kerangka Otonomi Daerah dimana dituntut adanya paradigma pembangunan yang adaptatif terhadap semua potensi yang ada sejalan dengan perubahan yang dinamis dalam konteks globalisasi. Salah satu konsekuensi logis dari dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
dan
ditindak
lanjuti
dengan
penyempurnaan kelembagaan yang disesuaikan dengan kebutuhan Organisasi yang efektif, efisien dan proporsional yang diimplementasikan di Kota Makassar dengan membentuk sebuah Unit kerja yang khusus menangani penataanan ruang dan memberikan pelayanan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai dengan kebutuhan Kota Makassar. Dalam perjalanannya Instansi Teknis Tata Bangunan Kota Makassar berubah menjadi Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar, Sehingga fungsi dan uraian tugas Lembaga Teknis Daerah tersebut ikut pula berubah sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang bertambah.
IV.4.1 Visi dan Misi Visi merupakan ide-ide dan rencana-rencana pemimpin untuk masa depan organisasi. Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar merumuskan visi sebagai berikut : “Menjadikan Kota Makassar sebagai Kota 70
Masa Depan dengan mewujudkan integritas
Penataan Ruang dan
Bangunan yang berwawasan lingkungan” Untuk mencapai visi tersebut, maka disusunlah misi sebagai berikut : •
Menegakan hukum secara konsisten
•
Meningkatkan kualitas lingkungan melalui penataan ruang dan bangunan
•
Mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) melalui sub sektor retribusi IMB
•
Meningkatkan kinerja dan profesionalisme aparat;
•
Meningkatkan sosialisasi terhadap kesadaran masyarakat tentang IMB
•
Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
•
Menjadi institusi terdepan dalam penataan ruang dan bangunan
IV.4.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Dalam perjalanannya Instansi Teknis Tata Bangunan Kota Makassar berubah menjadi Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar. Berdasarkan keputusan tersebut, Dinas Tata Ruang dan Bangunan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota dipimpin oleh seorang Kepala 71
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah, sehingga mempunyai tugas pokok merumuskan, membina dan mengendalikan kebijakan di bidang perencanaan tata ruang, pengendalian kawasan,penataan dan penertiban bangunan serta pengusutan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Dinas Tata Ruang dan Bangunan menyelenggarakan fungsi :
1.
Penyusunan rumusan kebijaksanaan teknis operasional perencanaan dan pengendalian tata ruang dan pemanfaatan bangunan.
2.
Penyusunan
rumusan kebijaksanaan
teknis
operasional
di
bidang
penataan bangunan. 3.
Perencanaan dan program pembinaan dan pengawasan penelitian gambar situasibangunan dan penyelenggaraan dokumentasi.
4.
Pembinaan dan pemberian izin dan pelayanan umum dibidang mendirikan bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
IV.4.3 Struktur Organisasi Struktur
organisasi
bertujuan
untuk
menggambarkan
hirarki
tanggungjawab dan pembagian tugas dalam organisasi tersebut.
Adapun
Susunan Organisasi Dinas Tata Ruang dan Bangunan berdasarkan Peraturan daerah Nomor 25 Tahun 2004, terdiri dari : 1.
Kepala Dinas;
2.
Bagian Tata Usaha terdiri dari ; a. Subbagian Umum dan Kepegawaian; 72
b. Subbagian Keuangan dan Perlengkapan; 3.
Bidang Perencanaan Tata Ruang terdiri dari : a. Seksi Perencanaan Kawasan; b. Seksi Perencanaan Mikro dan Detail Tata Ruang;
4.
Bidang Pengendalian Kawasan terdiri dari : a. Seksi Peta Situasi; b. Seksi Detail, Struktur dan Teknik Arsitektur;
5.
Bidang Perizinan Bangunan terdiri dari : a. Seksi Penelitian Administrasi; b. Seksi Penelitian Teknis;
6.
Bidang Penertiban dan Pengusutan terdiri dari : a. Seksi Penertiban dan Pengawasan; b. Seksi Pengusutan
73
Susunan tersebut dapat di lihat pada gambar berikut : STRUKTUR ORGANISASI DINAS TATA RUANG DAN BANGUNAN
Kepala Dinas
Sekretaris
Kasubag Umum dan kepegawaian
v
Kasubag
Kasubag
keuangan
Perlengkapan
Kepala Bidang Tata Ruang
Kepala Bidang tata Bangunan
Kepala Bidang Perizinan Bangunan
Kepala Bidang Pengendalian Bangunan
Kepala seksi Pemanfaatan Bidang
Kepala seksi Peta Situasi
Kepala Seksi Penelitian Administrasi
Kepala Seksi Penertiban
Kepala seksi Rencana Mikro dan Detail
Kepala seksi Detail dan Tenik Asitektur
Kepala seksi Penelitian dan pengembang an
Kepala seksi Pengukuran
Kepala Seksi Penelitian Teknis
Kepala seksi Penetapan
SSumber: Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar
Kepala Seksi Pengusutan
Kepala Seksi pengawasan 74
IV.4.4 Kepegawaian Dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya Dinas Tata Ruang dan Bangunan di dukung oleh 100 personil dengan komponen menurut status kepegawaian, dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel IV.4.4..1 Status kepegawaian Dinas Tata Ruang dan bangunan STATUS KEPEGAWAIAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
CPNS yang belum Prajabatan
2
0
2
Pegawai Negeri Sipil
56
24
76
Tenaga Kontrak
57
8
57
Jumlah 72 28 Sumber :Dinas Tata Ruang dan Bangunan, Desember 2012
100
Menurut Jenis pendidikan dengan status Pegawai Negeri Sipil Dearah I/II Tabel IV.4.4.2 Jenis Pendidikan Dinas Tata Ruang dan Bangunan JENIS PENDIDIKAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
Strata Tiga (S-3)
-
-
-
Strata Dua (S-2)
12
2
14
Strata Satu (S-1)
26
15
41
D-3
3
1
4
SMU-sederajat
10
3
13
SMP-Sederajat
-
-
-
SD
-
-
-
51
21
72
JUMLAH
Sumber : Dinas Tata Ruang dan Bangunan 75
IV.4.5 Sarana dan prasarana
Sarara pelayanan yang terdapat di Dinas Tata Ruang dan bangunan, yaitu: NO
JENIS BARANG
JUMLAH
1
Kamera Digital
21
2
Meteran Rool
40
3
Printer
9
4
Komputer
3
5
AC
11
6
GPS
1
7
Meter Laser
12
8
Water Pass
2
9
TV
1
10
Mesin Ketik
7
11
Kursi Kerja
24
12
Kursi Rapat
33
13
Meja Kerja
24
14
Proyektor
1
15
UPS/Stabilizier
6
16
Hardisk
5
17
NoteBook
3
18
Komputer desktop
11
19
Jaringan LAN
1
20
Brankas
2
21
Sepeda Motor
24
22
Mobil
5
23
Lemari
11
Sumber : Diolah, Dinas Tata Ruang dan Bangunan 2012 76
V.5 PT. Tosan Permai Lestari
V.5.1 Struktur Organisasi
Komisaris
Direktur Utama
Direktur
Engineering
HRD/GA
Security
Tenancy/Event
Parkir
Toilet Collector
Sumber : PT. Tosan Permai Lestari, April 2013
V.5.2
Visi dan Misi
Visi dan Misi : “Turut serta membangun Kota Makassar menuju kota Dunia”
77