1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah. Pertengahan tahun 2008 berita tentang Resesi Global marak terdengar. "Resesi" merupakan istilah teknis yang digunakan untuk menjelaskan situasi ekonomi suatu negara yang mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi. IMF menggunakan patokan pertumbuhan ekonomi di bawah 3% sebagai tanda resesi. Resesi di tahun 2008 ini berasal dari krisis yang melanda Amerika Serikat. Krisis ekonomi tersebut berdampak terhadap kondisi perekonomian global. Hal ini tentu saja menjadi hal yang realistis sebab Amerika Serikat adalah sentral perekonomian dunia. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab dari krisis yang dialami oleh Amerika Serikat adalah adanya penumpukan hutang nasional yang mencapai 8.89 triliun US Dollar, pengurangan pajak korporasi, pembengkakan biaya perang Irak-Afganistan dan yang paling krusial adalah Subprime Mortgage (kerugian surat berharga property yang berimbas pada bangkrutnya Lehman Brothers, Merryl linch, Goldman Sachs, Northern Rock, UBS dan Mitsubishi). Berdasarkan proyeksi IMF, AS diperkirakan hanya tumbuh 1,5% pada 2008. Proyeksi inilah yang dipersepsikan AS akan mengalami resesi. Adanya krisis finansial yang melanda AS juga berdampak pada EROPA dan ASIA. Salah satu dampak global yang dapat diamati adalah penurunan harga saham gabungan di beberapa pasar saham dunia seperti FTSE 100 INDEX, NIKKEI 225 INDEX, HANGSENG, KOSPI. (International Mitra Futures,2008).
2
Dua indikator yang sering dijadikan sebagai gambaran umum perekonomian Indonesia adalah IHSG dan tingkat nilai tukar Rupiah. Ke dua indikator ini tidak luput dari tekanan krisis yang melanda Amerika Serikat. Selama beberapa bulan terakhir nilai tukar rupiah mengalami penurunan sampai kurang lebih di kisaran Rp12.000,- per US Dollar karena permintaan akan mata uang US$ meningkat. IHSG juga mulai memperlihatkan arah penurunannya seiring dengan pelemahan nilai tukar Rupiah. Beberapa analis berpendapat bahwa pergerakan IHSG mulai memperlihatkan tanda–tanda penurunanya sekitar tahun 2007. Di pertengahan tahun 2008 sekitar bulan Oktober, IHSG turun hingga 168,052 poin atau 10,38 persen ke posisi 1.451,669. Posisi IHSG ini merupakan terendah sejak September 2006. Untuk membahas penurunan IHSG tersebut, maka manajemen BEI melakukan pertemuan dengan para pemimpin perusahaan. Salah satu cara yang disepakati pada pertemuan itu adalah pemberhentian sementara perdagangan di BEI atau yang dikenal dengan “suspensi”. Setelah beberapa hari mengalami suspensi akhirnya perdagangan dibuka kembali dengan harapan bahwa para investor dapat melakukan trading buy agar IHSG dapat bergerak naik dengan tetap memperhatikan perusahaan–perusahaan yang memiliki likuiditas dan rasio keuangan yang baik. Pada awal pembukaan perdagangan setelah mengalami suspensi IHSG mengalami kenaikan, namun beberapa saham tetap mengalami penurunan yang menyebabkan IHSG turun ke 1.110 poin sehingga mengalami suspensi kembali. Salah satu penyebab IHSG kembali turun karena adanya aksi short selling dan aksi profit taking. Untuk mengatasi penurunan IHSG maka BEI memberlakukan peraturan baru yaitu Auto Rejection.
3
Auto rejection merupakan peraturan yang memberhentikan sementara perdagangan saham–saham yang mengalami penurunan atau kenaikan yang cukup besar dengan batasan 10% untuk batas bawah dan 20% untuk batas atas. Penerapan dengan sistem batas bawah dan atas yang berbeda disebut dengan Auto Rejection Asimetris. Peraturan ini juga dianggap oleh beberapa pengusaha merupakan cara terbaik agar harga saham tidak terus mengalami pelemahan dan juga mengurangi kemungkinan adanya saham–saham spekulasi yang dimainkan oleh investor yang memiliki dana yang cukup besar untuk mempengaruhi harga. Peraturan auto rejection mulai diberlakukan pada hari Senin 13 Oktober 2008. Setelah beberapa bulan menjalani sistem auto rejection asimetris, pengamat melihat bahwa pembatasan itu akan mempersempit pergerakan harga saham dan transaksi di bursa efek, dan juga pihak BEI melihat bahwa keadaan pasar sudah mulai normal sehingga merubah sistem auto rejection asimetris menjadi auto rejection simetris dengan tingkat persentasi yang terdiri dari tiga bagian yaitu 35% untuk harga saham antara Rp50 – Rp200, 25% untuk harga saham antara Rp200 – Rp5.000, dan 20% untuk harga saham di atas Rp5.000. Selain ke dua usaha tersebut pihak BEI juga mengharapkan agar emiten melakukan opsi buy back saham. Pada dasarnya buy back saham merupakan bentuk tanggungjawab yang dilakukan oleh Perseroan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas modal dan kekayaan Perseroan. Buy back saham dapat dilakukan oleh Perseroan apabila terjadi suatu keadaan dimana terdapat sejumlah saham yang telah dikeluarkan oleh Perseroan, namun saham tersebut dalam status idle. Dalam peraturan buy back setiap emiten hanya diperbolehkan untuk menarik sebesar 10% dari jumlah saham yang beredar di pasar, dan juga
4
harus berdasarkan persetujuan RUPS. Namun dengan kondisi ekonomi yang terjadi, pihak Bapepam-LK memberikan peraturan baru yang memperbesar persentasi jumlah saham yang dapat ditarik menjadi 20% dan dapat dilakukan tanpa ada RUPS terlebih dahulu dengan tetap memberikan keterbukaan laporannya. Sehubungan dengan kondisi pasar yang terjadi dimana Indeks Harga Saham Gabungan pada Bursa Efek Indonesia mengalami penurunan yang signifikan dalam jangka waktu lebih dari dua puluh hari bursa akibat kondisi perekonomian yang tidak mendukung pergerakan harga pasar efek yang wajar, maka PT. Bakrie Sumatera Plantations Tbk. dengan kode transaksi (UNSP) berencana melakukan pembelian kembali saham perusahaan yang telah dikeluarkan dan dicatat di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan performa keuangan yang dilakukan UNSP maka buy back ini justru akan berdampak positif bagi kinerja perusahaan dan juga harga saham. Hal ini karena rasio rentabilitas seperti ROA, EPS, dan ROE akan naik bila dilakukan buy back. Dan juga meningkatkan kepercayaan Investor. Secara teori opsi buy back saham akan mencegah kemerosotan harga saham, dan bahkan akan memberi nilai tambah pada pemegang saham. Buy back menjadi signal bahwa harga saham di pasar cukup murah dan layak untuk dijadikan investasi. Dengan demikian investor dapat meningkatkan pembelian dan harga saham menjadi naik kembali.
5
1.2. Rumusan Masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka disusun rumusan masalah dalam penelitian ini: 1. Apakah dengan melakukan buy back saham, kinerja keuangan UNSP menjadi lebih baik? 2. Apakah dengan melakukan buy back saham, kinerja pasar UNSP menjadi lebih baik?
1.3. Tujuan Penelitian. Sesuai dengan pokok permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini: 1. Untuk menganalisis pengaruh buy back saham terhadap kinerja keuangan perusahaan. 2. Untuk menganalisis pengaruh buy back saham terhadap kinerja pasar perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian. Dengan mengetahui pemecahan permasalahan di atas, maka akan diperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Bagi Emiten, sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan aksi korporasi perusahaan (khususnya buy back saham). 2. Bagi Investor, sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan pilihan investasi yang tepat sehingga dapat mengoptimalkan keuntungan. 3. Bagi Pemerintah, sebagai alat pertimbangan pengambilan kebijakan regulasi untuk perusahaan yang melakukan perdagangan di Bursa Saham.
6
1.5. Batasan Masalah. Beberapa hal yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Periode penelitian adalah triwulan ke-3 dan ke-4 tahun 2008 sampai triwulan ke-1 tahun 2009. 2. Analisis yang dilakukan adalah kinerja perusahaan yang berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublukasikan, dengan melakukan analisis rasio cepat dan lancar, rasio perputaran persediaan, rasio utang, kelipatan pembayaran bunga, BEP, ROA, ROE, P/E. Rasio ini diukur dengan metode time series analysis. 3. Kinerja pasar perusahaan dianalisis dari perubahan rata–rata harga saham. 4. Harga saham yang digunakan adalah harga penutupan (closing price).