BAB I Pendahuluan ____________________________________________________________________
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketergantungan dunia usaha terhadap sektor perbankan tampaknya semakin tinggi. Usaha apapun, baik dalam bidang industri, perdagangan, jasa, konstruksi, pertambangan, pertanian, dan sebagainya amat tergantung pada pembiayaan dari bank. Berbagai proyek investasi dalam lingkup dan skala apapun sering menggunakan dana perbankan, yakni seperti kredit atau pinjaman (Atep Afia, 2011). Akan tetapi kasus kredit macet kerap terjadi di dunia perbankan Indonesia. Berdasarkan data yang didapat dari situs resmi Bank Indonesia, hingga Januari 2011, total kredit macet perbankan di Indonesia mencapai Rp 29,62 triliun. Naik tipis 1,1% dibandingkan
Januari
2010
yang
berjumlah
Rp
29,27
triliun.
Jumlah kredit macet perbankan ini hanya 1,6% dari total kredit bank hingga akhir Januari
2011.
Nilainya
saat
itu
mencapai
Rp
1.746,05
triliun.
Kredit macet bank ini masuk dalam kategori kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan. Hingga akhir Januari 2011 jumlahnya mencapai Rp 48,304 triliun (2,77%). Jumlah NPL ini naik dibandingkan Januari 2010 yang merambah Rp 48,83 triliun(3,47%). Pimpinan Bank Indonesia Banjarmasin, Khairil Anwar, melalui pesan singkatnya pada Senin (11/4) pagi menuliskan NPL di Kalsel hingga akhir Februari 2011 lalu mencapai 3,47 persen. Jika diuangkan menjadi Rp 598 M (www.banjarmasinpost.co.id, diakses tanggal 10 Oktober 2011).
Universitas Kristen Maranatha
BAB I Pendahuluan _________________________________________________________________
2
Wilayah DKI Jakarta tercatat paling besar menyumbang angka kredit macet atau non performing loan (NPL). Biro Humas BI. Difi Ahmad Johansyah, Senin (17/1) mengatakan, data Bank Indonesia (BI) per November 2010, kredit macet sektor perindustrian memiliki porsi paling besar yaitu Rp 6,6 triilun. Disusul oleh sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 4,2 triilun. Posisi kedua ditempati oleh kawasan Jawa Timur dengan nominal kredit macet Rp 1,8 triilun untuk sektor perdagangan, restoran dan hotel. Adapun untuk sektor Industri relatif Iebih kecil Rp 1.5 triilun. DI urutan ketiga ada wilayah Jawa Barat, dengan kredit macet untuk sektor perdagangan, restoran dan hotel mencapai Rp 1,6 triliun dan Industri Rp 1 triilun (www.bataviaase.co.id, diakses tanggal 10 Oktober 2011). Kredit macet merupakan salah satu problem yang selalu dihadapi lembaga pembiayaan. Setiap lembaga pembiayaan yang memberikan layanan kredit tak bisa menolak kemungkinan terjadinya masalah ini dan harus selalu siap menghadapi. Apalagi kredit macet dan permasalahannya terbilang kompleks dan merupakan suatu risiko dari sebuah usaha yang mendapatkan kredit (Anne Ahira, 2011). Kredit macet adalah suatu keadaan dimana nasabah sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan (Deddy, 2009). Hal ini terutama disebabkan oleh kegagalan pihak debitur memenuhi kewajibannya untuk membayar angsuran (cicilan) pokok kredit beserta bunga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian kredit (Lukman, 2001). Maka dari itu salah satu untuk mencegah terjadinya kredit macet yang sering terjadi di perbankan adalah melakukan prosedur pemberian kredit yang baik. Sebelum debitur memperoleh kredit terlebih dahulu harus melalui tahapan-tahapan
Universitas Kristen Maranatha
BAB I Pendahuluan _________________________________________________________________
3
penilaian mulai dari pengajuan proposal kredit dan dokumen-dokumen yang diperlukan, pemeriksaan keaslian dokumen, analisis kredit sampai dengan kredit dikucurkan. Tahapan-tahapan dalam memberikan kredit ini kita kenal proses pemberian kredit. Tujuan proses pemberian kredit adalah untuk memastikan kelayakan suatu kredit, diterima atau ditolak. Dalam menentukan kelayakan suatu kredit maka dalam setiap tahap selalu dilakukan penilaian yang mendalam. Apabila dalam penilaian mungkin ada kekurangan maka pihak bank dapat meminta kembali ke nasabah atau bahkan langsung ditolak (Khairul, 2011). Proses pemberian kredit merupakan bagian dari pengendalian internal kredit yang mutlak dilaksanakan untuk menghindari terjadinya kredit macet dan penyelesaian kredit macet. Pengendalian internal kredit adalah usaha-usaha untuk menjaga agar kredit yang diberikan tetap lancar, produktif dan tidak macet. Lancar dan produktif artinya kredit itu dapat ditarik kembali beserta bunganya sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui kedua belah pihak. Hal ini penting karena jika kredit macet berarti kerugian bagi bank bersangkutan (Malayu Hasibuan, 1996). Pengendalian internal kredit ini dilakukan oleh seorang auditor internal. The Institute of Internal Auditor menyatakan bahwa auditor internal
adalah suatu
kegiatan independensi , yang memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi organisasi. Internal audit membantu organisasi dalam usaha mencapai tujuannya. Dengan cara memberikan suatu pendekatan disiplin yang sistematis untuk untuk mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan pengendalian, proses pengaturan serta pengelolaan organisasi.
Universitas Kristen Maranatha
BAB I Pendahuluan _________________________________________________________________
4
fungsi audit internal itu sendiri adalah fungsi penilaian yang independent dalam suatu organisasi yang diperlukan untuk memeriksa, menilai, dan mengevaluasi pengendalian internal, termasuk pengendalian internal kredit investasi. Tujuan audit bagi suatu perusahaan tidak hanya sekedar untuk mengamati dan mengecek kegiatan secara fisik saja, tetapi juga untuk melaksanakan suatu fungsi yang sangat berguna dalam melakukan pengecekan secara periodik terhadap catatan-catatan dan untuk menetapkan kebenaran catatan tersebut, mengevaluasi pengendalian internal dan mengecek adanya ketaatan pada prosedur yang telah ditetapkan (Gemilang, 2009). Fungsi pelaksanaannya telah diatur oleh Bank Indonesia dalam Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank (SPFAIB) yang merupakan standar minimal yang harus dipatuhi semua bank umum di Indonesia. Dalam melakukan kegiatan yang independen, internal auditor yang bergabung dalam SKAI dituntut untuk menjadi profesional, bahkan harus menjadi acuan dalam pelaksanaan fungsi internal auditnya. Penilaian pengendalian internal merupakan salah satu ruang lingkup dari pekerjaan internal audit. Profesionalisme harus menjadi acuan dalam pelaksanaan fungsi audit intern. Sifat profesional adalah kondisi-kondisi kesempurnaan teknik yang dimiliki seseorang melalui dengan pengetahuan yang dimilikinya disertai latihan dan belajar selama bertahun-tahun yang berguna untuk mengembangkan teknik tersebut dan keinginan untuk mencapai kesempurnaan dan keunggulan dibandingkan dengan rekan sejawatnya. Auditor intern harus memiliki sikap mental dan etika serta tanggung jawab profesi yang tinggi, sehingga kualitas hasil kerjanya dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan untuk membantu terwujudnya perkembangan lembaga yang wajar dan sehat. Auditor intern juga harus memiliki
Universitas Kristen Maranatha
BAB I Pendahuluan _________________________________________________________________
5
sikap mental yang baik yang tercermin dari kejujuran, obyektivitas, ketekunan dan loyalitasnya kepada profesi. Auditor intern harus mampu mengemukakan pendapat secara jujur dan bijaksana, sesuai dengan hasil temuannya. Auditor intern harus selalu mempertahankan sikap obyektif, sehingga dapat mengemukakan temuan berdasarkan bukti-bukti atau fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian laporan atas hasil temuan harus lengkap dan didasarkan pada analisis yang obyektif (Cris Kuntadi,2011). Fungsi dari audit interal akan berhasil jika internal auditor memiliki profesionalisme dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya yaitu menilai semua kegiatan bank guna membantu manajemen untuk mencapai tujuannya. Penelitian yang dilakukan Suzy Noviyanti (2008) berjudul skeptisme profesionalisme auditor dalam mendeteksi kecurangan mendapatkan hasil simpulan yaitu terdapat dukungan data yang signifikan secara statistik untuk hipotesis yang menyatakan bahwa auditor dengan tingkat kepercayaan berbasis identifikasi jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang tinggi akan menunjukan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan. Dan juga terdapat hasil dukungan data yang signifikan secara statistika untuk hipotesis yang mengatakan bahwa tipe kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor. Penelitian tentang kredit juga sudah dilakukan oleh Akromul (2003) berjudul pengelolaan kredit dengan pendekatan asset-based financing. Penelitian ini menyimpulkan penerapan kosep asset based financing sebagai instrumen pengendalian kredit masih direkomendasi oleh penulis dan berbagai kalangan pengamat perbankan sebagai instrumen terbaik dalam pengelolaan kredit bagi lembaga keuangan baik berupa bank maupun bukan bank, demi tercegahnya atau setidaknya demi terkuranginya potensi kredit macet yang dapat mengancam
Universitas Kristen Maranatha
BAB I Pendahuluan _________________________________________________________________
6
kelangsungan operasi perusahaan pemberi kredit tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh profesionalisme auditor internal terhadap proses pemberian kredit untuk mencegah terjadinya kredit macet. Hasil dari penelitian tersebut dituangkan dalam skripsi yang berjudul ”Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal terhadap Prosedur Pemberian Kredit dalam usaha Mencegah Terjadinya Kredit Macet”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan menjadi topik pembahasan dalam penelitian ini adalah : Apakah profesionalisme internal auditor berpengaruh positif terhadap prosedur pemberian kredit dalam usaha mencegah adanya kredit macet?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : Untuk menguji seberapa besar pengaruh positif profesionalisme internal auditor terhadap prosedur pemberian kredit dalam usaha mencegah adanya kredit macet
1.4 Manfaat Penelitian Melalui penelitian yang dilakukan, penulis berharap agar hasilnya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan pada makalah ini, yaitu:
Universitas Kristen Maranatha
BAB I Pendahuluan _________________________________________________________________ 1.
7
Bagi penulis Memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai internal audit
dan cara penegndalian yang ditetapkan oleh suatu bank dalam
memberikan pinjamannya. 2.
Bagi pihak bank Menjadi bahan masukan bagi bank untuk melakukan peningkatan pada profesionalisme auditor internal, sehingga kualitas internal auditor semakin baik terutama dalam rangka meningkatkan pengendalian intern atas pemberian pemberian pinjaman kepada nasabah. Jika pelaksanaanya efektif maka pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja bank secara keseluruhan.
3.
Bagi penulis dan masyarakat Melaui dari penelitian ini, penulis berharap dapat memperluas pengetahuan dan juga wawasan informasi mengenai peran profesionalisme auditor internal sebagai masukan dan tambahan referensi bagi pihak yang teratrik pada bidang perbankan. Terutama profesionalisme auditor internal terhadap proses kredit suatu perbankan untuk mencegah terjadinya kredit macet serta emmeproleh gambaran yang lebih jelas dalam pelaksanaanya di lapangan.
.
Universitas Kristen Maranatha