BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang paling mendasar manusia memerlukan oksigen, air serta sumber bahan makanan yang disediakan alam. Untuk menjalankan metabolisme tubuhnya manusia memerlukan oksigen. Oksigen
merupakan elemen yang sangat diperlukan
untuk kehidupan, tetapi juga memiliki efek destruksif terhadap tubuh manusia. Proses metabolisme normal pun akan menimbulkan reaksi negatif untuk tubuh. Gaya hidup yang tidak sehat akan mempercepat proses penuaan bahkan menimbulkan penyakit yang mempercepat kematian. Menjadi impian setiap manusia agar memiliki usia panjang dan tetap sehat. Menua adalah proses alami yang pasti terjadi pada setiap mahluk hidup. Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan pada seluruh komponen tubuh secara alamiah. Proses yang terjadi di seluler, fungsi organ maupun di jaringan secara fisiologis juga mulai mengalami penurunan, menua, sampai timbul berbagai penyakit yang berhubungan dengan proses penuaan tersebut. Ilmu Kedokteran Anti Penuaan memberikan paradigma baru mengenai proses penanganan penuaan. Penuaan dapat diperlakukan atau dianggap sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, diobati dan bahkan di kembalikan ke keadaan semula ( Pangkahila, 2007).
Banyak faktor yang menyebabkan orang menjadi tua, tetapi secara garis besar faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Pangkahila, 2007). Terdapat banyak teori penuaan tetapi belum terbukti sepenuhnya, masing masing teori saling melengkapi. Teori yang paling banyak dibahas adalah teori Radikal Bebas. Teori ini menekankan bahwa radikal bebas dapat merusak sel tubuh manusia (Goldman dan Klatz, 2003). Oksigen merupakan molekul reaktif tinggi yang merusak organisme hidup dengan memproduksi Senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Efek destruktif radikal bebas serta potensinya dalam menimbulkan berbagai kelainan maupun penyakit dibicarakan secara luas. Radikal bebas adalah senyawa atau atom yang memiliki elektron tidak berpasangan pada orbit luarnya sehingga bersifat amat reaktif terhadap sel atau komponen sel sekitarnya. Pembentukan radikal bebas berlangsung terus menerus di dalam sel sebagai konsekuensi dari reaksi enzimatik dan non enzimatik ( Droge, 2002) Radikal bebas berasal dari dalam (endogen) dan luar (eksogen) tubuh. Radikal bebas endogen yaitu inflamasi, iskemia/reperfusi, xantine oxidase, jalur arrachidonate, peroxisomes, mitokondria dan fagositosis. Sumber radikal bebas eksogen antara lain radiasi, sinar ultraviolet, pestisida, aktifitas fisik berlebih, polusi lingkungan dan ozon. Radikal bebas diyakini dapat menimbulkan kerusakan sel dan komponen sel seperti lipid, protein, DNA, serta dapat menyebabkan mutasi dan bersifat karsinogenik (Thannical dan Fanburg, 2000; Droge, 2002; Clarkson dan Thomson, 2000) .
Efek merugikan yang ditimbulkan oksigen sebagian besar mengarah terhadap pembentukan dan aktivitas sejumlah komponen kimia, yang dikenal sebagai Senyawa Oksigen Reaktif (SOR). Banyak diantara senyawa reaktif tersebut adalah radikal bebas yang memiliki kelebihan satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sehingga menjadi tidak stabil dan reaktif. Salah satu faktor eksternal yang mempercepat proses penuaan adalah aktivitas fisik berlebih, dengan meningkatkan konsumsi oksigen sampai 100 200 kali lipat. Karena terjadi peningkatan metabolisme tubuh, peningkatan inflamasi dan penggunaan oksigen terutama oleh otot-otot yang berkontraksi, sehingga terjadi peningkatan kebocoran elektron bebas oleh mitokondria, yang akan menjadi SOR (Sauza, 2005). Umumnya 2-5 % dari oksigen yang dipakai dalam proses akan menjadi ion superoksid, sehingga saat aktivitas fisik berat terjadi peningkatan produksi radikal bebas SOR sebagian berbentuk radikal seperti radikal hidroksil (۰OH), radikal peroksil (۰OOH) dan ion superoksida (O2-). Diantara senyawa radikal yang paling reaktif adalah senyawa hidroksil, sehingga paling berbahaya. Bila produk radikal bebas melebihi kemampuan adaptasi dari enzim antioksidan, maka terjadi suatu keadaan yang dikenal dengan stres oksidatif (oxidative stress). Peristiwa ini mengakibatkan kerusakan fungsi selular melalui terjadinya mutasi DNA, cleavage of DNA dan agregasi biomolekul melalui cross-linking reaction. Tubuh manusia secara terus menerus dipapar oleh berbagai zat toksin, baik dari lingkungan ataupun dari komponen hasil metabolisme tubuh. Target utama radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur
DNA termasuk karbohidrat. Dari ketiga target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh. Sebuah radikal bebas mengambil elektron dari membran lipid sel, memulai serangan radikal bebas pada sel yang dikenal sebagai peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan
reaksi rantai yang diinisiasi oleh serangan radikal bebas pada
fosfolipid dan polyunsaturated fatty acid pada membran selular atau organel subsellular menghasilkan pembentukan suatu kompleks aldehid, keton dan hasil polimerasi yang bereaksi dan merusak biomolekul, enzim dan asam nukleat yang dapat menyebabkan penuaan (aging). Salah satu konversi oksidatif dari polyunsaturated fatty acid menjadi produk yang disebut malondialdehid (MDA) atau lipid peroksida. Lipid peroksida ditemukan juga pada manusia sehat, yang mengindikasikan bahwa radikal bebas oksigen juga diproduksi dalam metabolisme tubuh normal (Pasupathi,2009). MDA merupakan salah satu maker yang baik dan banyak digunakan untuk peroksidasi lipid (Saxena &Lal, 2006) Aktivitas fisik berat dan pengaruh lingkungan yang menyebabkan radikal bebas sulit dihindari, sehingga perlu usaha untuk meningkatkan antioksidan di dalam tubuh. Antioksidan dapat melindungi tubuh dari sejumlah penyakit dengan menghindarkan dari efek destruksif yang ditimbulkan radikal bebas. Konsumsi antoksidan dalam diet sehari hari dapat menunda proses penuaan. Antioksidan dapat melindungi biomolekul terhadap stress oksidatif sehingga dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler, kanker dan menghambat proses penuaan (Cooper, 2001)
Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah kerusakan karena oksidasi pada suatu molekul target. Antioksidan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu antioksidan pencegah (preventive antioxidant) atau enzimatik antioksidan dan oksidan pemutus rantai (chain breaking antioxidan) atau non enzimatik antioksidan. Antioksidan pencegah terdiri dari Superoxide Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan Katalase. Antioksidan pemutus rantai termasuk vitamin C, Vitamin E, β–karoten, gluthation dan flavonoid. Salah satu antioksidan golongan flavonoid adalah antosianin. Antosianain termasuk golongan flavonoid yang merupakan antioksidan non enzimatik atau antioksidan pemutus rantai (Winarsi, 2007). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa flavonoid dan sumber polifenol lainnya secara signifikan berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan total tubuh. Penggunaan antioksidan alami saat ini dipilih karena dianggap lebih aman dibandingkan dengan antioksidan sintesis, karena antioksidan alami berasal dari ekstrak tanaman. Buah Makota Dewa (Phaleria macrocarpa) merupakan salah satu sumber antioksidan yang mudah dibudidayakan di Indonesia serta memiliki harga yang relatif murah. Selama ini ekstrak tanaman makota dewa baik daun, kulit buah maupun daging buah digunakan sebagai obat-obat (terapi) alternatif di berbagai daerah di Indonesia. Masyarakat belum memanfatkan tanaman mahkota dewa sebagai pencegah (preventif) penyakit. Terbatas sekali penelitiaan yang meneliti khasiat antioksidan dari ekstrak tanaman makota dewa ini. Penelitian yang meneliti hubungan pemberian antioksidan ekstrak buah
mahkota dewa dengan penurunan kadar MDA dalam darah sampai saat ini belum ada. Menurut
Rohyami (2008), didapatkan senyawa flavonoid terbanyak
didapat pada daging buah tua dari mahkota dewa. Semakin tinggi flavonoid semakin tinggi kadar anti oksidannya. Flavonoid adalah suatu antioksidan alam dan mempunyai aktivitas biologis, antara lain sebagai antioksidan yang dapat menghambat berbagai reaksi oksidasi serta mampu bertindak sebagai pereduksi radikal hidroxil, superoksida dan radikal peroxil. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui fungsi ekstrak buah mahkota dewa sebagai antioksidan dalam menurunkan kadar Malondialdehyde (MDA) pada darah tikus Wistar (Rattus norvegicus).
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditetapkan perumusan
masalah sebagai berikut: 1.
Apakah pemberian ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) dapat menurunkan kadar MDA darah tikus putih (Rattus norvegicus) pada kondisi stres oksidatif yang diinduksi aktivitas fisik berlebih?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui peran ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) sebagai antioksidan dalam mengurangi stress oksidatif oleh
radikal bebas pada tikus wistar (Rattus novergicus) yang diinduksi aktivitas fisik berlebih.
1.3.2 Tujuan khusus Untuk mengetahui pemberian ekstrak buah Makota Dewa (Phaleria macrocarpa) menurunkan kadar MDA darah tikus Wistar yang diinduksi aktivitas fisik berlebih.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.4.1
Manfaat Ilmiah Memberikan informasi mengenai manfaat ekstra buah Makota Dewa
(Phaleria macrocarpa) dalam upaya mencegah terjadinya stress oksidatif sebagai salah satu penyebab proses penuaan dan penyakit metabolisme dan kemungkinan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk dilakukan penelitian lebih lanjut pada manusia. 1.4.2
Manfaat Klinis
Secara klinis ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) yang menurunkan kadar MDA darah, dapat digunakan sebagai sumber antioksidan alternatif untuk mengatasi keadaan stres oksidatif. 1.4.3
Manfaat Sosial
Sebagai acuan bagi masyarakat untuk memahami manfaat daging buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) terhadap stres oksidatif yang diakibatkan oleh aktivitas fisik berlebih.