BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian Persediaan merupakan salah satu pos aset yang cukup penting karena
persediaan adalah pos aset lancar yang cukup besar nilainya. Pada perusahaan dagang, persediaan merupakan barang dagangan sedangkan pada perusahaan manufaktur, persediaan dapat berupa bahan mentah, barang dalam proses maupun barang jadi. Kekurangan ataupun kelebihan persediaan merupakan gejala yang kurang baik (Pramesti Trianggani, 2009). Persediaan merupakan unsur dari aset lancar, berupa unsur aktif dalam operasi perusahaan yang secara terus-menerus diperoleh, diubah dan kemudian dijual kepada konsumen. Untuk mempercepat pengembalian kas melalui penjualan maka diperlukan suatu perputaran persediaan yang baik. Pada prinsipnya perputaran persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi
perusahaan
yang
harus
dilakukan
secara
berturut-turut
untuk
memproduksi barang-barang serta mendistribusikannya kepada pelanggan. Semakin tinggi perputaran persediaan barang, maka semakin tinggi biaya yang dapat ditekan sehingga semakin besar perolehan laba suatu perusahaan. Sebaliknya jika semakin lambat perputaran persediaan barang, semakin kecil pula laba yang diperolehnya. Untuk mencapai tingkat perputaran persediaan yang
1
2
tinggi tidak semudah yang dibayangkan, banyak hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam operasi perusahaan itu sendiri. Diantaranya pengolahan persediaan secara teratur dan efisien, meningkatkan kualitas barang dan memenuhi apa yang menjadi keinginan konsumen. Persediaan harus dikelola dengan baik karena persediaan yang optimal dapat digunakan untuk meningkatkan penjualan, sehingga akan menaikan keuntungan yang diperoleh perusahaan (Ellys Defrina Sipangkar, 2009). Dengan adanya pengelolaan perputaran persediaan yang baik, perusahaan dapat segera mengubah persediaan yang tersimpan menjadi laba melalui penjualan. Penjualan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara tunai maupun kredit. Piutang timbul karena adanya transaksi penjualan barang atau jasa secara kredit. Ini berarti perusahaan mempunyai hak klaim terhadap seseorang atau perusahaan lain. Untuk menghasilkan laba yang lebih optimal maka perlu dilakukan perputaran piutang. Perputaran piutang ini harus dikelola dengan baik karena menyangkut laba yang akan diperoleh perusahaan, sehingga disini manajemen harus dilaksanakan agar kebijaksanaan kredit mencapai optimal. Perputaran piutang adalah rasio yang memperlihatkan lamanya untuk mengubah piutang menjadi kas. Putaran piutang dihitung dengan membagi penjualan kredit bersih dengan saldo rata-rata piutang. Saldo rata-rata piutang dihitung dengan menjumlahkan saldo awal dan saldo akhir kemudian dibagi dua. Piutang termasuk dalam golongan aset lancar. Perusahaan pasti memiliki beberapa pelanggan yang tidak sanggup membayar atau akan melunasi hutang mereka. Rekening pelanggan seperti itu umumnya disebut piutang tidak tertagih atau piutang ragu-ragu dan
3
merupakan suatu kerugian atau beban penjualan secara kredit. Ada dua metode untuk mengukur piutang ragu-ragu yaitu metode cadangan dan metode penghapusan langsung. Dalam metode cadangan mensyaratkan pengakuan piutang ragu-ragu dalam periode dimana terjadi penjualan, bukan dalam periode terjadi penghapusan sesungguhnya. Metode cadangan ini mencatat kerugian piutang dagang berdasarkan estimasi. Untuk menentukan jumlah cadangan piutang ragu-ragu dapat dipakai dua dasar yaitu persentase penjualan (pendekatan laba-rugi) dan persentase piutang (pendekatan neraca). Sedangkan metode penghapusan langsung, kerugian piutang ragu-ragu tidak diestimasi dan tidak menggunakan rekening cadangan, karena langsung dicatat debet beban penghapusan piutang dan kredit piutang usaha (Niken hastuti, 2010). Kelangsungan hidup (going concern) perusahaan dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya profitabilitas perusahaan itu sendiri. Tujuan yang paling mendasar dari operasi perusahaan adalah memperoleh laba yang optimal. Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Alat yang umum digunakan untuk mengevaluasi profitabilitas dihubungkan dengan penjualan yaitu laporan laba rugi dimana setiap posnya dinyatakan dalam persentase penjualan. Dalam usaha memperoleh keuntugan yang maksimal perusahaan dihadapkan pada masalah pengelolaan modal kerja. Modal kerja pada perusahaan dapat berupa investasi dalam bentuk piutang dan persediaan. Profitabilitas akan menunjukkan kombinasi efek dari likuiditas, manajemen aset dan utang hasil-hasil operasi. Pentingnya profitabilitas dapat dilihat dengan mempertimbangkan dampak dari ketidakmampuan perusahaan
4
mendapatkan laba yang maksimal untuk mendukung kegiatan operasionalnya (Brigham, 2001:107). Ada beberapa ukuran yang dipakai untuk melihat kondisi profitabilitas suatu perusahaan, antara lain profit margin, ROA, ROE dan lain-lain. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan tingkat pengembalian aset (return on asset). Rasio ini mengukur tingkat pengembalian total aset setelah beban bunga dan pajak. Rasio ini diukur dengan membandingkan antara laba bersih terhadap total aset. Semakin tinggi perbandingan laba bersih terhadap total aset maka akan semakin baik bagi perusahaan (Brigham, 2001:109). Semakin
tingginya
tingkat
perputaran
persediaan
menyebabkan
perusahaan semakin cepat dalam melakukan penjualan barang dagang sehingga akan memperbesar perputaran piutang yang akan menghasilkan laba, laba operasi dan pada akhirnya juga akan meningkatkan laba bersih. Laba bersih mengidentifikasikan profitablitas perusahaan.
Laba bersih mencerminkan
pengembalian kepada pemegang ekuitas untuk periode bersangkutan. Laba perusahaan yang tinggi belum tentu menunjukkan profitabilitas yang tinggi, akan tetapi profitabilitas yang tinggi sudah dapat dipastikan bahwa laba yang dihasilkan tinggi. Bagi perusahaan pada umumnya masalah profitabilitas lebih penting dari pada laba karena efisiensi baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan modal sendiri dan modal asing yang digunakan untuk menghasilkan laba dengan demikian tingkat profitabilitas memegang peranan penting dan perputaran persediaan yang cepat diharapkan dapat meningkatkan profitabilitas perusahaan (Ellys Delfina Sipangkar, 2009).
5
Dengan demikian dalam memperoleh piutang dapat ditagih sangat berhubungan dengan profitabilitas perusahaan. Karena profitabilias perusahaan menunjukkan suatu perbandingan antara laba dan penjualan. Laba atau profit merupakan salah satu tujuan utama berdirinya setiap badan usaha. Tanpa diperolehnya laba, perusahaan tidak dapat memenuhi tujuan lainnya yaitu pertumbuhan yang terus-menerus (going concern) dan bertanggungjawab social (corporate social responsibility). Laba yang menjadi tujuan utama perusahaan dapat dicapai dengan penjualan barang atau jasa. Semakin besar volume penjualan barang dan jasa, maka laba yang dihasilkan oleh perusahaan akan semakin besar juga PT Indofarma Tbk menyiapkan anggaran sebesar Rp100 miliar yang akan digunakan untuk membeli mesin. Dana itu disiapkan untuk meningkatkan produksi obat-obatan pada 2012. "Permintaan obat naik terus tahun depan. Apalagi, kalau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sudah berjalan, pasar akan tumbuh pesat," kata Direktur Riset dan Pemasaran Indofarma, Elfiano Rizaldi, dalam konferensi pers usai rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) di Hotel Intercontinental Midplaza, Jakarta, Rabu, 28 Desember 2011. Investasi itu, Elfiano melanjutkan, akan dialokasikan untuk membeli mesin tablet dan mesin injeksi yang semuanya diimpor dari Italia. Dana Rp100 miliar itu juga akan dialokasikan untuk pembelian mesin pilot plan yaitu mesin produksi berkapasitas kecil, sebagai alat percobaan sebelum diproduksi massal. Nilai investasi untuk mesin itu ditaksir Rp10 miliar. "Pilot plan akan mulai pada kuartal
6
I-2012 dan Rp100 miliar itu juga termasuk untuk renovasi," kata dia. "Investasi Rp100 miliar itu dari Bank Mandiri, sepenuhnya." Pada tahun depan, Indofarma menargetkan peningkatan volume ekspor menjadi 50 persen dari total produksi. Peningkatan tersebut seiring rencana perusahaan membidik pasar negara-negara Afrika, Timur Tengah, serta beberapa negara Asia Tenggara. "Tahun depan, target ekspor naik dari 15 persen menjadi 50 persen," kata Elfiano. Dia menjelaskan, hingga kini, penjualan terbesar Indofarma masih bertumpu pasar domestik sekitar 85 persen, sedangkan sisanya ditujukan untuk ekspor. "Kami juga menargetkan peningkatan penjualan hingga 25 persen secara keseluruhan dibanding tahun ini," ujarnya. Indofarma juga mengungkapkan, proporsi penjualan obat dari perusahaan, antara reguler dan tender, mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Jika tahun ini, porsi penjualan obat reguler dan tender masih berimbang 50:50, perusahaan menargetkan komposisi tahun depan berubah menjadi 60:40. "Tahun 2014 akan menjadi 70:30 yaitu ketika BPJS mulai diberlakukan," kata dia. Untuk mendukung itu, Elfiano melanjutkan, perseroan akan memperluas sektor reguler melalui apotek, toko obat, dan rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta. Bukan hanya itu, perseroan akan menambah dua distributor yakni PT Sawah Besar dan Mensa Bina Sukses (MBS). Sebelumnya, perusahaan hanya menggunakan distributor tunggal, Indofarma Global Medika (IGM). (viva.co.id : 28 des2011) Pemberlakuan Undang-undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada 2014 mendatang menggairahkan industri farmasi nasional sekaligus
7
mengontrol penggunaan obat tidak rasional dan peresepan yang berlebihan. Pada 2014, kebutuhan obat nasional naik 2,5-3 kali lipat menjadi 240 juta dosis daru kebutuhan saat ini. "Saat ini ada sekitar 94 juta dosis obat publik Indonesia," kata Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan, Kementerian Sosial, Linda Sitanggang di Jakarta, hari ini. Menurut Linda, saat ini dari 230-an industri farmasi di Indonesia, 60 diantaranya memasok 80 persen kebutuhan nasional. Artinya, lebih dari 170-an industri farmasi tidak memproduksi dengan kapasitas maksimal. "Kalau kebutuhan obat melonjak, ini berarti kesempatan untuk 170 industri
itu
menjanjikan,"
meningkatkan tambahnya.
produksinya
Dengan
karena
pemberlakukan
pasarnya BPJS,
sangat
menurut
dia,
masyarakat tidak lagi khawatir berobat karena persoalan biaya. Pasalnya, masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang karena sudah termasuk dalam skema jaminan sosial BPJS. "Ini berarti ada captive market yang sangat besar, kebutuhan obat melonjak tiga kali lipat sehingga terbuka peluang bagi industri farmasi untuk menambah produktivitasnya," ujar Linda. Linda mengatakan captive market ini akan diarahkan untuk memproduksi obat yang cost effective dan terjangkau. Selain mendongkrak industri farmasi, lebih lanjut ia mengatakan, pemberlakuan BPJS akan mengontrol penggunaan obat yang tidak rasional dan peresepan obat yang berlebihan. Beberapa tahun ini mencuat masalah peningkatan obat tidak rasional seperti penggunaan antibiotik yang berlebihan dan over-preskripsi, dimana dokter meresepkan obat secara berlebihan karena faktor bisnis. "Dengan pemberlakuan BPJS semua akan lebih terkontrol karena menjadi bagian sebuah sistem," ujarnya. Linda mengatakan, dengan BPJS setiap orang akan mampu
8
mengakses layanan kesehatan yang layak sehingga tidak perlu membeli obat sembarangan. Dokter juga tidak bisa lagi meresepkan obat berlebihan karena sistem kontrol akan lebih ketat. ( berita satu : 29 feb 2012 ) Direktur Utama PT Kimia Farma Tbk Rosdi Rusman mengungkapkan, pihaknya akan menggenjot penjualan obat generik seiring dengan beroperasinya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal ini sesuai dengan karakteristik perseroan yang mayoritas penjualannya masih dalam bentuk obat generik. “Itu akan memberikan nilai tambah kita,” ujarnya, Kamis, 9 Januari 2014. Dengan adanya BPJS, kata dia, terdapat potensi pasar sebesar Rp 12 triliun yang akan diperebutkan 240 industri farmasi. “Ada tiga nilai tambah yang bisa dikeruk Kimia Farma: potensi perluasan pasar, kenaikan laba, dan omzet.” Meski begitu, Rosdi menilai peningkatan penjualan obat generik belum secara langsung memberi kontribusi signifikan bagi laba perusahaan. Hal itu disebabkan oleh margin yang terbatas. “Obat generik marginnya terbatas dan kita juga harus fight dengan 240 industri farmasi,” tuturnya. (tempo.co : 09 jan 2014). Dengan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk membahas tentang peranan perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap profitabilitas
dengan judul “ Analisa Pengaruh Perputaran
Persediaan dan Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Farmasi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013 “.
9
1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan pengidentifikasian masalah yang telah diuraikan diatas, maka
peneliti mencoba untuk menyusun rumusan masalah sebagai berikut : 1. Pengaruh
perputaran
persediaan
terhadap
profitabilitas
pada
perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2013. 2. Pengaruh perputaran piutang terhadap profitabilitas pada perusahaan farmasi yang terdaftar di bursa Efek Indonesia periode 2009-2013.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk
mengetahui
pengaruh
perputaran
persediaan
terhadap
profitabilitas pada perusahaan farmasi yang terdaftar di bursa efek Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh perputaran piutang terhadap profitabilitas pada perusahaan farmasi yang terdaftar di bursa efek Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Bagi pennulis Untuk menambah dan mengembangkan wawasan pengetahuan penulis khususnya mengenai pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang terhadap profitabilitas.
10
2. Bagi perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan memberikan masukan kepada pihak manajemen dalam rangka perbaikan dan pengembangan dari praktek-praktek yang sudah dianggap memadai. 3. Bagi pihak-pihak yang memerlukan Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan informasi yang bermanfaat serta dapat dijadikan judul dalam penyusunan laporan usulan penelitian.