BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Manusia selama hidupnya selalu melakukan kegiatan dalam memenuhi
kebutuhannya, baik berupa kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat perlindungan, hiburan dan kebutuhan hidup lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap individu dalam aktivitas keseharian melakukan pembelanjaan atau konsumsi terhadap suatu barang. Pengeluaran untuk konsumsi pada setiap individu mulai dari dilahirkan hingga akhir hidupnya, artinya setiap individu melakukan kegiatan konsumsi sepanjang hidupnya. Oleh karena itu kegiatan konsumsi mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan pembelanjaan atau konsumsi suatu barang akan menimbulkan permintaan terhadap barang tersebut. Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu (Rahardja dan Manurung, 2008). Jadi tingkat permintaan dapat mencerminkan tingkat konsumsi suatu barang yang diinginkan oleh konsumen. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan itu sendiri adalah harga suatu barang, harga barang lain yang terkait, tingkat pendapatan, selera, jumlah penduduk, perkiraan harga yang akan datang, distribusi pendapatan dan usaha produsen dalam meningkatkan penjualan seperti iklan dan sebagainya. Konsumsi akan terjadi jika permintaan akan suatu barang dapat dipenuhi dan ketersediaan barang dapat memenuhi kebutuhan dalam memuaskan keinginan
2
mengkonsumsi suatu barang. Konsumsi tidak akan terjadi jika permintaan akan suatu barang tidak dapat terpenuhi. Jadi kegiatan konsumsi suatu barang erat kaitannya dengan kegiatan produksi barang tersebut. Kegiatan produksi muncul disebabkan karena adanya kegiatan konsumsi. Sebaliknya kegiatan konsumsi ada karena barang tersedia dan ada yang memproduksinya. Prilaku konsumsi secara mikro dipengaruhi oleh perilaku individu dalam mengambil keputusan dalam konsumsi. Sedangkan secara makro, keputusan konsumsi rumah tangga memengaruhi keseluruhan perilaku perekonomian baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek (Mankiw, 2007). Banyak faktor yang memengaruhi besaran pengeluaran konsumsi rumah tangga. Faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan menjadi faktor ekonomi, faktor demografi, dan faktor nonekonomi. Faktor-faktor ekonomi yang memengaruhi tingkat konsumsi rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, jumlah barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat, tingkat bunga, perkiraan tentang masa depan, dan kebijakan pemerintah dalam mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan. Faktor-faktor demografi yang memengaruhi tingkat konsumsi adalah jumlah penduduk dan komposisi penduduk. Sedangkan faktor-faktor nonekonomi yang paling berpengaruh terhadap tingkat konsumsi adalah faktor sosial budaya masyarakat seperti pola kebiasaan makan, perubahan etika dan tata nilai untuk meniru kelompok masyarakat lain (Rahardja dan Manurung, 2008). Untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi, rumah tangga harus mempunyai pendapatan. Walaupun secara teori konsumsi harus dilakukan
3
meskipun belum mempunyai pendapatan, yang disebut konsumsi autonomus. Tanpa adanya pendapatan perilaku konsumsi dilakukan dengan cara berhutang dimana hutang tersebut akan dibayar secara bertahap seiring diperolehnya pendapatan. Sesuai dengan teori, setiap kenaikan pendapatan rumah tangga juga akan diiringi oleh peningkatan konsumsi rumah tangga. Meningkatnya pendapatan juga memberi kemungkinan bagi masyarakat untuk menyisihkan pendapatannya sebagai cadangan pendapatan di masa yang akan datang dalam bentuk simpanan dan kekayaan. Simpanan dan kekayaan untuk masa tua tersebut dalam bentuk tabungan atau deposito (uang kuasi). Hubungan antara konsumsi dan jumlah tabungan atau kecenderungan untuk menabung adalah saling berlawanan. Jika diasumsikan tingkat pendapatan adalah tetap, maka proporsi pengeluaran konsumsi yang semakin meningkat akan cenderung menurunkan jumlah tabungan karena pendapatan yang ada akan digunakan untuk keperluan konsumsi. Sebaliknya jika terjadi penurunan pada pengeluaran konsumsi maka terdapat kecenderungan kenaikan jumlah tabungan. Tabungan merupakan bentuk lain dari pendapatan yang tidak digunakan untuk pembelanjaan atau konsumsi. Kecenderungan seseorang untuk menabung sangat dipengaruhi oleh suku bunga. Bunga tabungan yang diperoleh dapat dipandang sebagai pendapatan dari kegiatan menabung. Tingkat bunga yang tinggi akan memengaruhi kecenderungan orang untuk menabung karena mengharapkan pendapatan dari bunga yang lebih banyak. Tingkat bunga yang rendah akan mengurangi minat seseorang untuk menabung, kerena mereka lebih menyukai membelanjakan uangnya untuk konsumsi daripada memperoleh
4
pendapatan dari bunga yang rendah. Sehingga tingkat bunga mempunyai pengaruh yang cenderung berlawanan dengan aktivitas menabung berkaitan dengan kompensasi dari tingkat bunga yang akan diperoleh. Perubahan tingkat bunga mempunyai dua efek yaitu efek substitusi (substitution effect) dan efek pendapatan (income effect). Efek substitusi bagi kenaikan tingkat bunga adalah rumah tangga cenderung menurunkan pengeluaran konsumsi dan menambah tabungan, sedangkan efek pendapatan bagi kenaikan tingkat bunga adalah meningkatnya pengeluaran konsumsi dan mengurangi tabungan. Efek totalnya tergantung dari mana efek yang lebih kuat (dominan). Jadi secara teoritis tidaklah mudah membuktikan kenaikan tingkat bunga menyebabkan seseorang melakukan konsumsi lebih banyak atau lebih sedikit. Perubahan tingkat bunga juga dapat memengaruhi inflasi melalui jumlah uang beredar. Inflasi adalah kenaikan harga barang secara umum dan terjadi secara terus menerus. Efek Fisher dapat menjelaskan bagaimana hubungan satuuntuk-satu antara tingkat inflasi dan tingkat bunga dalam teori kuantitas dan persamaaan Fisher (Fisher equation). Adanya inflasi menyebabkan harga barangbarang mengalami kenaikan. Tanpa diikuti kenaikan pendapatan daya beli masyarakat akan turun sehingga masyarakat akan menyesuaikan pendapatan yang diperolehnya dengan mengurangi pengeluaran konsumsi. Hubungan antara inflasi dan konsumsi masyarakat diduga mempunyai hubungan yang negatif. Tingkat konsumsi rumah tangga mempunyai peran yang penting dalam analisis ekonomi secara makro. Banyak alasan yang mendasari pentingnya konsumsi rumah tangga dalam analisis. Alasan pertama, pengeluaran konsumsi
5
rumah tangga mempunyai proporsi terbesar dalam total pengeluaran agregat yang membentuk pendapatan nasional. Konsumsi adalah dua pertiga dari PDB, sehingga fluktuasi dalam konsumsi adalah elemen penting dari booming dan resesi ekonomi (Mankiw, 2007). Alasan kedua, besaran konsumsi rumah tangga berkaitan erat dengan faktor-faktor lain yang memengaruhinya, sehingga dapat dihasilkan teori dan model ekonomi dari konsumsi yang terbukti bermanfaat dalam analisis makro perekonomian. Alasan ketiga, perkembangan masyarakat akan memengaruhi perubahan prilaku konsumsi sehingga analisis tentang pola konsumsi akan tetap relevan mengikuti perkembangan jaman. Pengeluaran rumah tangga pada beberapa negara masih menjadi andalan utama dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi kerena kontribusinya yang cukup besar dalam pembentukan PDB. Pada awal tahun 1970-an proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap PDB di Indonesia mencapai angka sekitar 70 persen dan sebelum krisis ekonomi tahun 1997 proporsinya semakin menurun hingga sekitar 60 persen. Hingga akhir tahun 2010 proporsi pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar 56 persen. Fenomena perekonomian yang berfluktuasi menunjukkan pengeluaran konsumsi rumah tangga masih dianggap sebagai penolong dalam krisis ekonomi yang mampu menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah tangga juga mampu untuk menciptakan permintaan agregat yang memungkinkan investasi terus tumbuh. Minyak
bumi
adalah
barang
ekonomis
yang
pemanfaatan
dan
pengelolaannya sesuai Undang-undang Dasar dikuasai oleh negara karena menyangkut hajat hidup masyarakat. Pemerintah selaku pemegang monopoli
6
berhak mengatur pengelolaan dan distribusinya kepada masyarakat, termasuk pemberian subsidi. Pemerintah memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM), khususnya kepada konsumen rumahtangga bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat dengan menyesuaikan harga BBM terhadap dayabelinya. Harga minyak bumi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak akan memengaruhi peningkatan jumlah subsidi yang diberikan dari anggaran pemerintah. Pada tahun 2001-2008 pemerintah secara bertahap menaikan harga BBM yang dikonsumsi masyarakat. Pemerintah beralasan menaikan harga BBM demi menjaga kondisi anggaran pemerintah agar tidak terserap terlalu banyak untuk membiayai subsidi. Naiknya harga BBM bersubsidi otomatis memicu kenaikan inflasi. Di sisi lain, terjadi penurunan dayabeli dan pendapatan disposibel masyarakat. BBM adalah kebutuhan pokok bagi masyarakat dan belum tergantikan oleh sumber energi lain sehingga berpengaruh terhadap jalannya perekonomian. 1.2.
Perumusan Masalah Indonesia termasuk negara di Asia Tenggara yang mempunyai jumlah
penduduk terbesar. Pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia sekitar 237 juta jiwa. Jumlah penduduk yang besar ternyata tidak memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengeluaran konsumsi jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Pengeluaran konsumsi perkapita penduduk Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, dan Filipina. Pengeluaran konsumsi
7
perkapita Indonesia pada tahun 2010 hanya sebesar 650 US$, masih rendah dibanding dengan negara-negara tetangga lainnya. Tabel 1.1 Perbandingan Konsumsi Perkapita Beberapa Negara Asia Tenggara (US$) Tahun
Indonesia
Malaysia
Singapura
Brunei Darussalam
Thailand
Filipina
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
2006
565
2.286
11.318
5.709
1.382
894
2007
605
2.483
10.913
6.276
1.398
919
2008
616
2.651
10.992
1.431
936
2009
625
2.626
10.658
1.409
942
2010
650
1.464
957
*
10.566
* * *
*) data belum tersedia Sumber: World Bank, 2011. Pada tahun 2000-2008 pemerintah menaikan harga BBM secara bertahap dengan besaran yang bervariasi. Kenaikan terbesar harga BBM bersubsidi yaitu premium, minyak tanah dan solar terjadi pada tahun 2005, dimana persentase kenaikannya mencapai 87 persen dibandingkan periode yang lalu atau rata-rata 126 persen dalam tahun 2005. Harga BBM bersubsidi berada pada harga tertinggi pada bulan Mei 2008 dan mengalami penurunan bertahap hingga sekarang. Kenaikan harga BBM subsidi akan menimbulkan berbagai dampak yang terjadi di masyarakat, baik dampak ekonomi dan sosial-politik. Secara ekonomi, kenaikan BBM akan mengakibatkan penurunan dayabeli masyarakat karena inflasi atau kenaikan harga-harga barang dan jasa. Dampak sosial dan politik kenaikan BBM adalah timbulnya kerawanan sosial dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
8
Tabel 1.2 Harga BBM bersubsidi (Rp.) Tahun (1) 2000 2001 2003 2005 2005 2008 2008 2009
Bulan (2) Oktober Juni Maret Maret Oktober Mei Desember Januari
Premium (3) 1.150 1.450 1.810 2.400 4.500 6.000 5.500 4.500
Minyak Tanah (4) 350 450 1.800 2.200 2.000 2.500 2.500 2.500
Solar (5) 600 900 1.650 2.100 4.300 5.500 5.500 4.500
Sumber: Kementrian ESDM, 2011. Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana perkembangan pengeluaran konsumsi rumah tangga di Indonesia selama periode tahun 2000-2010.
2.
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi dan berapa besar pengaruhnya terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga di Indonesia.
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalah di atas, maka tujuan yang ingin
dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Menganalisis perkembangan konsumsi rumah tangga di Indonesia selama periode tahun 2000-2010.
2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga di Indonesia serta menganalisis besarnya pengaruh dari masing-masing faktor tersebut.
9
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada semua
pihak yang berkepentingan baik kepada penulis, pemerintah dan lembaga terkait, serta peneliti lainnya, sebagai berikut: 1.
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dalam mengembangkan ilmu ekonomi yang didapatkan penulis dalam perkuliahan terutama teori yang berkaitan dengan pola konsumsi. Selain itu sebagai pembelajaran dalam menerapkan teori-teori ekonomi dalam prakteknya dengan realitas perekonomian yang ada saat ini.
2.
Sebagai sumber informasi yang dapat membantu dalam pengambilan kebijakan makro ekonomi oleh pemerintah terutama yang berhubungan dengan permasalahan konsumsi rumah tangga.
3.
Sebagai sumber informasi dan bahan referensi bagi pihak yang melakukan penelitian sejenis maupun penelitian lanjutan dengan pendekatan dan ruang lingkup yang berbeda.
1.5.
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi pengeluaran konsumsi
rumah tangga hanya dibatasi dalam cakupan wilayah Indonesia. Rumah Tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang biasanya tinggal bersama dalam suatu bangunan serta pengelolaan makan dari satu dapur (BPS,2010). Rumah tangga yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga yang berada di wilayah Indonesia.
10
Faktor-faktor yang memengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga yang akan diteliti adalah faktor ekonomi, demografi, dan nonekonomi, sedangkan besaran pengaruh faktor terhadap pengeluaran konsumsi yang diteliti hanya faktor ekonomi. Adapun data-data lain yang berupa data demografi dan sosial hanya digunakan untuk analisis diskriptif. Data yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pola konsumsi adalah data series tahun 2000 – 2010 yang meliputi data pengeluaran konsumsi rumah tangga, pendapatan nasional, tingkat suku bunga, tingkat inflasi, serta pertumbuhan investasi di Indonesia. Analisis
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
adalah
analisis
makroekonomi faktor-faktor yang memengaruhi pengeluaran konsumsi rumah tangga di Indonesia. Penelitian ini tidak menggambarkan secara lengkap bagaimana setiap individu-individu membuat pilihan-pilihan dalam melakukan kegiatan konsumsi dalam analisis mikroekonomi.