BAB I PENDAHULUAN
A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL 1. Aktualitas Isu lingkungan kini menjadi isu sentral. Tidak hanya di Indonesia saja melainkan di seluruh dunia. Hal ini terlihat dengan beberapa kebijakan mengenai perlindungan terhadap sumber daya hayati. Salah satunya adalah konservasi. Konservasi disini dapat diartikan sebagai perlindungan dengan nuansa yang lebih dinamis (Wiratno, 2001: 10). Mengapa dikatakan dinamis? Karena jika dilihat dari logika biologinya, pada dasarnya makhluk hidup yang dilindungi disini merupakan benda yang dapat bergerak secara dinamis dan dapat diperbaharui. Pada dasarnya konservasi dilakukan dengan tujuan untuk mengelola sumber daya hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana dengan tetap memelihara dan meningkatkan keanekaragamannya. Dalam usaha melindungi sumber daya hayati dengan konservasi ini diperlukan sebuah strategi. Salah satu strategi yang bisa dipilih adalah pemberdayaan masyarakat. Strategi ini dinilai dapat membantu dalam mengatasi permasalahan yang selama ini menjadi hambatan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam rangka memberikan stimulan kepada masyarakat untuk bersama-sama melakukan usaha dalam melindungi keanekaragaman hayati.
1
Penelitian ini berjudul “Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Strategi Pelestarian Alam” yang dilaksanakan di wilayah kerja yayasan yakni Desa Sendangsari, Kec.Pengasih Kab.Kulonprogo. Judul ini dipilih karena peneliti ingin melihat proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam rangka usaha konservasi
atau
pelestarian
alam
yang
menggunakan
strategi
pemberdayaan masyarakat. Selain itu juga, judul tersebut dipilih agar dapat menarik minat para pembaca untuk membaca penelitian ini lebih lanjut. Proses pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM penting dikaji lebih dalam lagi, sehingga peneliti dapat mengetahui kencederungan yang muncul ketika LSM memberikan program untuk dijalankan. Peran LSM disini adalah sebagai fasilitator yang memberikan kegiatan-kegiatan dalam rangka pelestarian alam. 2. Orisinilitas Kesejahteraan masyarakat memang tidak hanya dilihat dari aspek ekonominya saja, akan tetapi saat ini pemerintah sudah memasukkan beberapa hal penting mengenai aspek lingkungan dalam merumuskan suatu kebijakan. Seiring dengan hal tersebut, beberapa penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam usaha konservasi juga telah banyak
dilakukan. Salah satunya adalah penelitian Eka Nugroho Sri
Prajanta, alumnus Administrasi Negara Universitas Gadjah Mada tahun 2005 yang berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Management Suaka Margasatwa Paliyan: Studi Kasus Pelibatan Masyarakat Desa Karangasem
2
dan Desa Karangduwet, Kecamatan Paliyan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta”. Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa paritisipasi masyarakat Desa Karangasem dan Karangduwet dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Paliyan berupa kehadiran pada sosialisasi kegiatan rehabilitasi dan regenerasi SDM Paliyan, kerjasama BKSDA Yogyakarta dengan PT Kutai Timber Indonesia. Sistem kolaboratif dengan melibatkan masyarakat diharapkan bantuan dan dukungan, terutama dalam hal keamanan kawasan dan satwa yang dilindungi. Selain penelitian di atas, terdapat juga penelitian mengenai “Peran dan Hubungan antar Lembaga Pemerintah dalam Konservasi Penyu di Pantai Selatan Bantul” oleh Risdianto Prabowo.S , alumnus Manajemen Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada tahun 2010. Hasil dari penelitian ini menujukan bahwa konservasi belum dapat berjalan secara optimal, hal tersebut disebabkan karena ketidakjelasan peraturan yang mengatur kewenangan antar jenjang pemerintah dalam konservasi penyu selama ini. Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa terjadi kurangnya hubungan timbal balik antara pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten. Hanya pemerintah pusatlah yang memiliki kewenangan yang besar terhadap konservasi penyu tersebut. Kedua penelitian tersebut merupakan penelitian mengenai peran serta masyarakat dalam upaya konservasi yang didukung oleh pihak Pemerintah sebagai penyelenggara program. Adanya kerjasama yang baik
3
antara pemerintah dengan masyarakat akan membantu terjadinya kesejahteraan. Menjaga kelestarian alam dan satwanya akan membantu memperpanjang usia bumi dan secara tidak langsung memperpanjang kehidupan manusia. Berbeda dengan kedua penelitian di atas, penelitian ini melihat proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh LSM sebagai bentuk usaha untuk melestarikan lingkungan. Penelitian ini juga melihat sudah pada tahapan manakah pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM. Proses pemberdayaan menjadi sangat penting karena dari situ peneliti dapat
melihat
tindakan-tindakan
kecenderungan apa
yang timbul
apa
saja
dalam
yang
kegiatan,
dilakukan
dan
serta tahapan
pemberdayaan yang dilakukan. LSM sebagai gerakan sosial mampu untuk mendorong masyarakat desa secara bersama-sama melakukan pelestarian lingkungan. Kesejahteraan akan dicapai dengan lestarinya berbagai sumber daya alam maupun hayati, serta satwa-satwa yang ada di sekelilingnya. Tidak terputusnya rantai makanan akan membuat sumber daya alam maupun satwa tetap terjaga. Rachel Carson menekankan arti penting dari analisis Darwin, bahwa “… manusia dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan yang sama yang mengontrol kehidupan banyak ribuan spesies lainnya…” (Foster, 2013: 14). Lestarinya berbagai sumber daya hayati dan alam juga dapat membantu
masyarakat
meningkatkan
kesejahteraannya
dengan
memanfaatkan berbagai sumber daya alam tersebut sebagai sumber
4
penghasilan ataupun hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pakan. Contohnya, masyarakat dapat menanam berbagai komoditi kayu keras yang memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar baik dalam maupun luar negeri. Pemanfaatan sumber daya kayu, seperti kayu jati ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat, sehingga juga meningkatkan taraf kesejahteraannya juga. Pemanfaatan sumber daya alam secara arif akan membantu masyarakat memiliki kesadaran untuk dapat menjaga kelangsungan
sumber
daya
tersebut.
Selain
akan
meningkatkan
pendapatan, hal ini akan menimbulkan akibat baik bagi kehidupan masyarakat dimasa sekarang dan dimasa mendatang. 3. Relevansi dengan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Terdapat tiga konsentrasi dalam studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, yaitu Community Development, Social Policy dan Corporate Social Responsibility. Community Development ini merupakan konsentrasi yang erat kaitannya dengan pembangunan. Pembangunan yang ada di Indonesia cenderung menyebabkan ketergantungan bagi masyarakat karena bersifat top-down. Sebagai koreksi atas hal ini, pembangunan di Indonesia saat ini dilakukan dengan strategi pemberdayaan masyarakat. Dalam strategi ini masyarakat diberdayakan sehingga mereka dapat hidup secara mandiri. Pembangunan yang ada dilakukan dengan terlebih dahulu memperhitungkan sumber daya yang ada. Strategi pemberdayaan masyarakat ini diharapkan dapat mengajak seluruh masyarakat untuk ikut berpartisipasi.
5
Begitu pula dalam penggunaan pemberdayaan masyarakat sebagai strategi usaha konservasi alam yang dilakukan diseluruh Indonesia. Pemberdayaan dimaksudkan agar masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam melindungi dan mengelola sumber daya hayati yang ada disekitar lingkungan
mereka.
Penelitian
mengenai
strategi
pemberdayaan
masyarakat ini memiliki relevansi dengan ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan, khususnya pada studi Community Development. Upaya pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran untuk menjaga lingkungan dan kenaekaragaman hayati, serta dapat mengelola dan memanfaatkan sumber daya hayati yang lain dengan baik. Jika itu dapat dilakukan maka keseimbangan alam pun akan terjaga. Tidak ada lagi hewan-hewan yang punah dan pembalakan liar. Kesejahteraan yang akan diperoleh oleh masyarakat akan berupa keberlanjutan dari kehidupan ekosistem alam yang nantinya akan berpengaruh pada keberlanjutan kehidupan manusia. Pembangunan masyarakat berwawasan lingkungan bisa disebutkan demikian, merupakan pembangunan masyarakat yang memperhitungkan aspek lingkungan sebagai salah satu aspek penting dalam pembangunan. Aspek lingkungan digunakan sebagai tolak ukur kelayakan dari suatu program. Di dalam program-program yang dilakukan terdapat upaya konservasi atau pencagaran. Pencagaran disini dimaksudkan sebagai penggunaan sumber daya alam secara bijaksana untuk mencapai tingkatan kualitas hidup tertinggi bagi manusia (Soetomo, 2009: 191). Melalui
6
pembangunan berwawasan lingkungan tidak hanya masalah kemiskinan saja yang menjadi aspek utama, akan tetapi juga lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam. Disebutkan pada World Commission on Environment and Development (WCED) Brundtland 1987,1 bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang memastikan generasi saat ini dapat memenuhi kebutuhan tanpa mengorbakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pernyataan tersebut menyatakan sebuah tanggung jawab bagi manusia agar dapat mengelola sumber daya alam dalam memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan pada saat itu tidak serta merta mengabaikan
kebutuhan
dimasa
mendatang.
Kesejahteraan
yang
dimaksudkan tidak diperoleh pada masa kini saja, melainkan juga pada masa mendatang.
1
Pada tahun 1983 Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk sebuah komisi yang menangani persoalan lingkungan hidup, yakni WCED (World Commission on Environment and Development) dengan tugas pokok adalah mengajukan strategi jangka panjang pengembangan lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan serta merekomendasikan cara-cara agar masyarakat internasional dapat menanggani secara lebih efektif pola pembangunan berwawasan lingkungan. Salah satu strategi jangka panjang yang diusulkan oleh WCED adalah Our Common Future pada tahun 1987 yang dilaksanakan di Brundtland, Oslo yang saat ini masih digunakan sebagai acuan dalam pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan.
7
B. LATAR BELAKANG Indonesia terkenal dengan sumber daya alamnya yang melimpah. Sebagian dari masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada hasil alam. Akan tetapi saat ini adanya krisis lingkungan telah mengubah banyak kehidupan manusia di muka bumi, tidak terkecuali di Indonesia. Misalnya, luas hutan di Indonesia semakin sempit, dengan luas hutan Indonesia sebesar 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia (data : Buku Statistik Kehutanan Indonesia Kemenhut 2011). Disebutkan dalam Sumargo (2011: 20) laju deforestasi dari tahun 2000-2009 mencapai 15,15juta hektar. Hal ini menyebabkan beberapa keanekaragaman hayati menjadi terganggu. Satwa yang hidup di hutan tersebut menjadi kehilangan tempat tinggal. Tidak jarang terdapat satwa yang telah punah akibat kerusakan hutan yang sangat parah. Seperti harimau Bali yang sudah dinyatakan punah sejak tahun 1940-an dan harimau Jawa yang dinyatakan punah tahun 1980-an (Wiratno, 2001: 72). Krisis lingkungan yang terjadi saat ini bisa disebutkan sebagai akibat dari industrialisasi yang terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Industrialisasi yang terjadi di Indonesia telah mengeruk banyak sekali sumber daya alam/hayati tanpa memperhitungkan kelestariannya. Sistem ekonomi kapitalistik yang menyelimuti proses industrialisasi ini semakin meluas. Sehingga menyebabkan eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber daya yang ada. Seperti yang terjadi pada masa penjajahan Belanda, hutan yang ada di Jawa menjadi gundul akibat penebangan pohon secara berlebihan.
8
Disebutkan dalam Wiratno (2001: 72) bahwa pada abad ke-18 hingga abad ke19 luas hutan alam pulau Jawa adalah 10,6 juta hektar, akan tetapi pada tahun 1900-an luas hutan pulau Jawa menjadi 3,3 juta hektar. Hal tersebut menyatakan bahwa dalam kurun waktu 100 tahun pulau Jawa telah kehilangan 7,3juta hektar luas hutannya, atau sekitar ±70%. Penebangan pohon ini terus berjalan hingga jumlah hutan di pulau Jawa semakin sedikit, khususnya Jawa Barat. Bahkan kini pulau Kalimantan yang dikenal sebagai jantung dunia juga mulai terkikis secara perlahan. Perubahan alam di dunia mengikuti perubahan masyarakatnya, dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Pada tataran masyarakat tradisional masyarakat menganggap alam sebagai bagian dari kehidupan mereka. Sementara pada masyarakat modern pembangunan dilakukan dengan menggunakan teknologi yang sudah lebih maju. Dikatakan dalam buku Ekologi Marx, Materialisme dan Alam, bahwa masyarakat yang ada saat ini merupakan masyarakat yang antroposentrisme, dimana mereka memiliki kesadaran bahwa dirinya mempunyai kedudukan tertinggi dari makhluk hidup yang lain.2 Salah satu bentuk kesadaran tersebut adalah pada masa industrialisasi. Akibat arus industralisasi yang sangat pesat, teknologi yang digunakan sudah modern membuat terjadinya ekploitasi akan sumber daya alam. 2
Antroposentrisme merupakan teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan spesies lain, sebagai “aristokrat biologis”. Manusia menempati puncak rantai makanan dan puncak piramida kehidupan. Oleh karena itu alam pun dilihat hanya sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Hal ini mengakibatkan adanya pemikiran bahwa manusia berhak untuk melakukan apapun terhadap makhluk lain, termasuk mengeksploitasinya.
9
Ditambah lagi dengan pola konsumsi masyarakat yang semakin tinggi. Adanya ekploitasi inilah yang sebenarnya menjadi akar permasalahan yang sesungguhnya. Ekploitasi sumber daya alam akan mengakibatkan menipisnya persediaan sumber daya alam terutama kayu yang ada dihutan. Eksploitasi ini terjadi karena kebutuhan akan kayu yang semakin meningkat. Jika jumlah pohon di hutan semakin sedikit maka jumlah satwa-satwa liar yang hidup di dalamnya juga semakin sedikit atau bahkan menjadi langka. Jika
diurutkan
dari
awal,
masalah
krisis
lingkungan
yang
mengakibatkan rusaknya keanekaragaman hayati dan punahnya sebagian satwa disebabkan adanya eksploitasi sumber daya alam pada masa industrialisasi. Hal ini mengharuskan manusia untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya alam demi pemenuhan kebutuhan dunia. Tidak hanya terjadi perubahan pada keanekaragaman hayati saja, akan tetapi juga terjadi perubahan pada tatanan sosial masyarakat. Kondisi lingkungan yang terus menerus berubah membuat masyarakat harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Ketika tatanan sosial yang ada tidak lagi mendukung atau kondusif lagi dengan lingkungannya, maka diperlukannya sebuah perubahan. Masyarakat Indonesia saat ini sudah menjadi manusia semi-modern, yaitu
dengan
mengandalkan
teknologi
untuk
meningkatkan
taraf
kehidupannya. Hal ini mempengaruhi upaya-upaya pelestarian lingkungan yang juga dilakukan dengan cara modern. Pengetahuan-pengetahuan yang ada
10
sejak dulu sudah mulai terkikis seiring dengan perkembangan jaman. Demikian juga dengan pengetahuan untuk melakukan tindakan konservasi. Konservasi merupakan upaya dalam melestarikan sumber daya yang sudah dilakukan sejak Indonesia belum merdeka. Hal ini antara lain dilakukan dengan membuat cagar alam atau sekarang lebih dikenal dengan Taman Nasional. Konsep konservasi ini berkembang seiring dengan perkembangan jaman. Dewasa ini kegiatan konservasi telah banyak mengadopsi konsep dari luar, sehingga terdapat beberapa ketidakcocokan dengan daerah konservasi Indonesia. Berbeda halnya jika konservasi tradisional yang digunakan dalam rangka
pelestarian
lingkungan.
Konservasi
tradisional
ini
mengadopsi/mengadaptasi pengalaman masyarakat menyelaraskan diri dari alam (Wiratno, 2001: 164). Pada dasarnya masyarakat mempunyai pengetahuan asli (indigenous knowledge) dimana mereka mempunyai cara tersendiri untuk usaha pelestarian alam. Pengetahuan asli tersebut diperoleh dari proses interaksi masyarakat dengan lingkungan dan kebudayaannya, dimana setiap daerah memiliki pengalaman, pengetahuan dan nilai-nilai tersendiri dalam upaya tersebut. Dari pengetahuan-pengetahuan asli masyarakat inilah kemudian muncul beberapa cara yang dapat digunakan untuk upaya pelestarian. Dewasa ini, konservasi telah mengalami perubahan dalam strategi pelaksanaannya. Salah satunya adalah konservasi dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Pedekatan konservasi ini dilakukan dengan
11
mengikutsertakan masyarakat. Pelibatan masyarakat ini juga didukung dengan pengetahuan asli dari masyarakat. Hal ini lebih mudah dilakukan karena konsep konservasi dari pengetahuan asli masyarakat telah melekat pada diri mereka dan sudah menjadi kebiasaan. Namun demikian perlu adanya suatu stimulant agar cara atau pengetahuan asli itu tetap terjaga dan dilakukan masyarakat. Pengetahuan asli masyarakat akan cara melestarikan lingkungan dan alam sekitarnya bisa menjadi salah satu pendorong yang efektif agar keadaan lingkungan dapat terjaga. Seperti contohnya, masyarakat di Pegunungan Arfak Papua yang mengenal istilah Igya Ser Hanjop (P.M. Laksono, 2001), yaitu sistem pengelolaan lahan pertanian yang arif. Di dalam sistem ini mereka membuka lahan pertanian tidak secara nomaden, tetapi menetap. Sistem bercocok tanam masyarakat pegunungan Arfak ini juga masih tergolong tradisional. Lain lagi dengan masyarakat suku Dayak Kalimantan yang memanfaatkan sumber daya alam dengan baik dan tidak berlebihan. Pemberdayaan
masyarakat
merupakan
salah
satu
strategi
pembangunan yang saat ini menjadi salah satu strategi utama untuk memerangi kemiskinan yang ada di Indonesia. Strategi ini bukan hanya sesuai dengan permasalahan kemiskinan saja, melainkan juga permasalahan lingkungan. Dikatakan dalam buku Pembangunan Masyarakat (Soetomo, 2009: 191) bahwa dewasa ini banyak negara yang menerapkan strategi pembangunan dengan memperhitungkan aspek lingkungan yang kemudian lebih dikenal dengan pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan
12
seperti ini dimaksudkan agar program yang direncanakan dapat meningkatkan mutu kehidupan tanpa harus memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan sumber daya alam yang ada disekitarnya. Pembangunan berkelanjutan seperti yang disebutkan dalam WCED Brundtland 1987, bukan menghasilkan negara yang harmonis, melainkan suatu proses perubahan dimana eksploitasi sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan tekologi, dan perubahan institusional yang dibuat sesuai dengan masa depan serta kebutuhan saat ini. Hal ini menyebabkan pada saat mobilisasi sumber daya alam memungkinkan adanya aspek konservasi dalam proses pembangunan masyarakat. Begitu halnya dengan Indonesia yang saat ini memulai pembangunan masyarakat yang mencangkup lingkungan. Permendagri RI Nomor 7 tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat yang mandiri mampu mengembangkan potensi dan kreasi, serta mengontrol lingkungan dan sumber dayanya sendiri. Dapat dikatakan bahwa kesejahteraan masyarakat akan tercapai ketika masyarakat dapat mengelola sumber dayanya sendiri dengan memperhatikan segala aspek kehidupan, termasuk aspek lingkungannya. Pada dasarnya kesejahteraan masyarakat dapat dicapai apabila memperhatikan segala aspek kehidupan. Pembangunan yang dilakukan bukan hanya pada bidang politik, sosial, budaya dan ekonomi saja, tetapi juga bidang ekologi/lingkungan.
13
Proses pemberdayaan merupakan rangkaian tindakan pemberdayaan dengan tujuan untuk kemandirian masyarakat. Dalam proses pemberdayaan dilakukan beberapa tindakan penting yang meliputi pemanfaatan sumber daya lokal, peningkatan partisipasi, peningkatan kapasitas, sehingga menimbulkan kemandirian pada diri masyarakat. Proses pemberdayaan merupakan hal terpenting dari sebuah pemberdayaan. Karena proses ini akan menentukan bagaimana hasil dari pemberdayaan yang dilakukan. Proses pemberdayaan ini akan menjadi tolak ukur keberhasilan dari suatu program yang dijalankan. Penyadaran akan potensi merupakan langkah awal dalam permberdayaan. Dilanjutkan dengan pengenalan kebutuhan dan tahapan pengembangan akan potensi. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah mencanangkan beberapa
program
pembangunan
yang
menggunakan
pemberdayaan
masyarakat sebagai strategi pelaksanaannya. Tidak ketinggalan pula dengan beberapa program mengenai pelestarian lingkungan. Meskipun belum banyak terdengar bahwa Indonesia memiliki program upaya konservasi dengan menggunakan pemberdayaan masyarakat, akan tetapi LSM
yang telah
berperan cukup penting. Sudah banyak lembaga swadaya yang memegang peran sebagai lembaga konservasi yang ada di Indonesia. Misalnya saja, Centre of Orangutan Protection (COP) yang menangani permasalahan orangutan di Indonesia. Selain adanya peran yang penting dari pemerintah dan LSM, peran swasta/perusahaan kini juga mulai merambah ke bidang lingkungan. Tidak
14
jauh berbeda dengan pemerintah, perusahaan kini juga melirik beberapa program untuk lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan atau lebih dikenal dengan Coorporate Social Responsibility (CSR). Contohnya saja, salah satu produk minuman energi menawarkan masyarakat untuk membeli produk yang sebagian dari hasil penjualannya digunakan untuk pelestarian satwa badak Jawa. Contoh yang lebih mudah lagi, adalah pemberian bantuan sepeda kampus untuk Universitas Gadjah Mada dari salah dua Bank yang ada di Indonesia sebagai salah satu bagian dari program Go Green yang dicanangkan. Bahkan menurut salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia, salah satu pusat perbelanjaan yang ada di wilayah Jakarta melakukan daur ulang terhadap sampah-sampah mall menjadi pupuk (sampah makanan) dan menyuling kembali limbah air sehingga dapat digunakan kembali. Tentunya masih banyak lagi contoh perusahaan yang dalam program CSRnya mengatasi masalah lingkungan. Melalui penelitian ini, peneliti ingin melihat pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh LSM sebagai salah satu strategi pelestarian alam. Peran LSM tidak dapat dilepaskan begitu saja dalam proses pemberdayaan masyarakat. Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta (YKAY) merupakan LSM lokal yang terletak di Kulonprogo, Yogyakarta yang bertujuan untuk melestarikan dan menjaga satwa langka dan lingkungan hidup. Untuk itu peneliti ingin melihat proses pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh lembaga ini yang juga mencangkup konservasi.
15
YKAY sebagai LSM yang bergerak di bidang lingkungan telah melakukan beberapa upaya pelestarian alam dan pencagaran satwa langka di Kulonprogo. Salah satu kegiatannya, seperti yang dikutip dari situs resmi YKAY, yaitu perawatan satwa-satwa langka, seperti orangutan yang merupakan satwa sitaan pemerintah. Kegiatan ini dimaksudkan agar satwa tersebut dapat bertahan dari kepunahan. LSM ini memang berfokus pada pelestarian satwa saja, namun demikian program pemberdayaan masyarakat juga dilaksanakan demi berjalannya program dengan baik. Partisipasi masyarakat dalam program-program pemberdayaan yang dilaksanakan oleh YKAY ini akan membantu proses terjadinya pelestarian satwa ataupun alam. Namun kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan belum terjadi pada diri setiap masyarakatnya. Selain itu juga YKAY ini belum sepenuhnya melakukan pemberdayaan sebagai bentuk memberdayakan masyarakat agar mereka mampu untuk melaksanakan pelestarian alam secara mandiri. Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, dimana pelaksanaan
pemberdayaan
oleh
YKAY
menjadi
penting
untuk
diperbincangkan dan diteliti kembali mengingat YKAY merupakan sebuah lembaga konservasi satwa.
16
C. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana tahapan dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta dalam usaha pelestarian alam? 2. Kecenderungan apakah yang muncul dari pelaksanaan pemberdayaan masyarakat oleh YKAY?
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh YKAY bagi masyarakat Desa Sendangsari, Kabupaten Kulonprogo. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan, terlebih pada konsentrasi ilmu bidang community development. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian serupa. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pelestarian alam dengan strategi pemberdayaan masyarakat.
17
E. TINJAUAN PUSTAKA Indonesia sebagai Negara berkembang telah melakukan berbagai upaya dalam pembangunannya. Tidak hanya pembangunan ekonomi saja, akan tetapi juga dalam aspek sosial-budaya, lingkungan dan politiknya. Kesejahteraan yang menyeluruh merupakan tujuan utama yang ingin dicapai, salah satunya dalam aspek lingkungan. Indonesia dalam pembangunannya sudah sejak lama terlibat dalam usaha pembangunan berwawasan lingkungan. Hal ini ditunjukan dengan keikutsertaan Indonesia dalam kesepakatan internasional dibidang lingkungan hidup. Salah satu bukti keikutsertaan Indonesia dalam pembangunan berwawasan lingkungan adalah pada United Nations Conference Enviroment and Development (UNCED) di Rio de Jenairo, Brazil tahun 1992 yang menghasilkan kesepakatan bernama Agenda 21.3 Kerusakan alam bukanlah merupakan masalah yang baru muncul saat ini, akan tetapi sudah terjadi sejak bumi itu ada. Bumi tidaklah bersifat statis melainkan dinamis, sehingga terus menerus mengalami perubahan. Perubahan akan terus terjadi selama bumi masih ada. Sebenarnya masalah lingkungan bukanlah merupakan akibat dari perbuatan manusia saja, tetapi juga karena alam itu sendiri. Alam mengalami perubahan dengan adanya berbagai bencana
3
Agenda 21, the Rio Declaration on Environment and Development, and the Statement of principles for the Sustainable Management of Forests were adopted by more than 178 Governments at the United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) held in Rio de Janerio, Brazil, 3 to 14 June 1992. The Commission on Sustainable Development (CSD) was created in December 1992 to ensure effective follow-up of UNCED, to monitor and report on implementation of the agreements at the local, national, regional and international levels. It was agreed that a five year review of Earth Summit progress would be made in 1997 by the United Nations General Assembly meeting in special session. (United Nation 1992)
18
alam yang terjadi, seperti gempa bumi, gunung meletus dan sebagainya. Namun demikian peran manusia juga tidak bisa dilepaskan dari hal ini. Soedjatmoko (1983: 79) menyatakan bahwa masalah mengenai lingkungan hidup: “Sebab manusia merupakan faktor ekologi utama, karena besar jumlahnya, tinggi konsumsi bahan-bahan alam dan kehebatan pengotorannya, serta perusakan alam yang disebabkannya.” Secara tidak langsung di atas disebutkan bahwa manusia merupakan penguasa dari alam. Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini hanya akan digunakan sebagai alat untuk kepentingan dan kebutuhan manusia sejauh alam dibutuhkan. Kebutuhan dan kepentingan manusia akan alam inilah yang menimbulkan adanya antroposentrisme, yaitu teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia yang antroposentrisme akan merasa bahwa dirinya mempunyai kekuasaan atas alam dan makhluk hidup lainnya, sehingga manusia bebas untuk menggunakan alam sebagai alat penopang kebutuhan kapan saja dibutuhkan. Sikap manusia yang antroposentris ini akan menimbulkan sikap egoistis bagi manusia, karena terjadi penguasaan atas alam tanpa menghiraukan dampak eksploitasi yang dilakukan. Eksploitasi inilah yang menyebabkan masalah krisis lingkungan yang saat ini menjadi masalah utama bagi manusia. Banyak tindakan preventif yang dilakukan manusia untuk mengembalikan alam kembali seperti semula. Teori
ekologi
Karl
Marx
mencoba
untuk
menghapuskan
antroposentrisme dan ekosentrisme (alam sebagai sesuatu yang baik dengan sendirinya), akan tetapi menurut Foster permasalahan yang diajukan adalah
19
perubahan bersama (coevolution) antara alam dengan manusia. Marx lebih menekankan
pada
interaksi
fundamental
antara
manusia
dengan
lingkungannya, dimana interaksi ini adalah inter-relasi yang selalu berubah. Selanjutnya Marx menyatakan bahwa: “… alam merupakan badan inorganik manusia karena alam bukanlah badan manusia, namun manusia hidup dari alam sehingga secara fisik dan mental, terhubung dengan alam, sederhananya, alam berhubungan dengan dirinya sendiri karena manusia bagian dari alam.” Pernyataan Marx di atas mengingatkan manusia akan pentingnya alam bagi kehidupan manusia. Adanya alienasi terhadap alam tidak hanya menyebabkan ekploitasi, tetapi juga kerusakan alam yang lebih buruk. Keseimbangan alam merupakan dambaan manusia saat ini. Pembangunan yang ada tidak serta merta merusak alam, akan tetapi juga merubah alam menjadi lebih baik agar kebutuhan manusia akan bahan-bahan yang berasal dari alam dapat terpenuhi dengan baik. Kerusakan alam banyak terjadi di negara berkembang bukan karena industri yang ada, tetapi dari limbah rumah tangga (Soemarwoto, 1987: 9). Hal tersebut menyebabkan banyak terjadi pencemaran air dan tanah yang mengakibatkan banyak timbulnya penyakit menular, seperti muntaber, diare, penyakit kulit dan lainnya. Dari dasar inilah maka di negara-negara berkembang seperti Indonesia mengembangkan dan menerapkan sistem pembangunan berbasis lingkungan yang berkelanjutan. Menurut Soemarwoto (Purba, 2005: 17), pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang bisa melestarikan dan mensejahterakan manusia
20
tanpa harus merusak alam. Suatu pembangunan terlanjutkan bukan hanya harus memenuhi persyaratan ekonomi saja, tetapi juga persyaratan sosialbudaya dan ekologi. Pengertian tersebut mengandung makna, bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara tepat guna, agar generasi mendatang bisa memenuhi kebutuhannya pula (WCED Brundtland 1987). Keberlangsungan ekosistem yang merupakan kunci utama dari hal ini.
Salah satu cara menjaga ekosistem yang
disampaikan pada Agenda 21 UNCED adalah dengan konservasi atau pencagaran. Sepakat dengan hal tersebut Indonesia juga memiliki dasar hukum yang mengikat mengenai konservasi, yaitu Undang-undang No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (UU No.5 tahun 1990). Konsep konservasi merupakan prinsip-prinsip pemanfaatan dan pelestarian sumber daya (Suparjan dan Suyatno, 2003: 94). Konservasi bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja melainkan juga masyarakat, karena prinsip utamanya adalah bagaimana sumber daya alam dapat dimanfaatkan guna menjamin keberlanjutan perekonomian masyarakat dan kelangsungan hidup sumber daya. Konsep konservasi telah digunakan oleh Indonesia pada masa pemerintahan Belanda. Salah satu hasil dari konservasi/pencagaran pada masa
21
pemerintahan Belanda ini adalah kebun raya Bogor, yang dijadikan sebagai bentuk dari pertanggung jawaban Belanda karena telah mengeksploitasi hutanhutan yang ada di pulau Jawa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “pelestarian adalah proses, cara, perbuatan melestarikan; perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan; pengawetan; konservasi”. Sedangkan menurut UU Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, menyatakan bahwa: “Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.” Pelestarian alam perlu dilakukan agar sumber daya yang tidak dapat terbaharui terlindungi dari kemusnahan. Pemakaian sumber daya alam secara bijaksana atau tidak berlebihan merupakan salah satu contoh upaya pelestarian. Memahami pembangunan berwawasan lingkungan kurang lengkap jika tidak memahami terlebih dahulu pembangunan masyarakat secara luas. Pembangunan
masyarakat
lahir
sebagai
antitesis
dari
pembangunan
konvensional. Pembangunan konvensional lebih bersifat sentralisasi dan menyebabkan
uniformitas
pada
masyarakat,
serta
mengakibatkan
ketergantungan masyarakat pada pemerintah pusat maupun daerah. Otoritas terbesar berada pada pemerintah sebagai perencana dan pembuat kebijakan. Berbeda dengan pembangunan masyarakat yang lebih mengotoritaskan masyarakat sebagai perencana dan pembuat kebijakan atas permasalahan yang mereka hadapi. Dengan tujuan agar menimbulkan kemandirian dan partisipasi dari masyarakat. Disebutkan dalam Suparjan dan Suyatno (2003: 22) bahwa
22
indikator keberhasilan pembangunan masyarakat adalah dilihat dari ada atau tidak adanya partisipasi masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, Undang-undang No.32 tahun 2004 mengenai otonomi daerah bahwa pembangunan berorientasi pada komunitas. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Otonomi daerah bertujuan untuk menumbuhkan kreativitas dan inisiatif, serta partispasi dari masyarakat lokal. Pendekatan lokalitas pada akhirnya menjadi salah satu implementasi pendekatan dalam proses pembangunan. Dalam pendekatan ini, modal sosial (social
kapital)
dan
potensi
masyarakat
merupakan
sumber
daya
pembangunan yang menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pada pendekatan ini juga meletakan pengetahuan lokal dan para jenius lokal berada di latar depan. Pemberdayaan berasal dari kata daya. Kata “Daya” dalam KBBI berarti “kemampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak; kekuatan; akal; ikhtiar; upaya”. Jika diterjemahkan untuk mendefinisikan makna dari “pemberdayaan”, maka pemberdayaan adalah segala usaha atau kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan, kemampuan serta daya guna dalam mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan. Jim Ife (1995: 178), dalam Suparjan dan Suyatno (2003: 8) mengungkapkan bahwa pemberdayaan dalam prisip pembangunan masyarakat adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri
23
arah kehidupan dalam komunitasnya. Pernyataan ini merujuk pada prinsip pembangunan masyarakat lainnya, yaitu partisipasi. Pembangunan masyarakat harus selalu melihat partisipasi masyarakat, dengan tujuan setiap orang dapat secara aktif terlibat. Menurut Pijonoko dan Pranaka (1996): “Dalam konsep pemberdayaan manusia adalah subjek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.” Sedangkan proses berarti rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan
yang
menghasilkan
produk.
Jika
digabungkan,
proses
pemberdayaan merupakan rangkaian tindakan untuk membuat masyarakat dapat melakukan tindakan untuk meningkatkan kekuatan, kemampuan serta daya guna untuk mengambil keputusan, yang pada akhirnya akan mensejahterakan
kehidupannya.
Berbicara
tentang
proses,
maka
pemberdayaan masyarakat memiliki tahapan-tahapan dalam pelaksanaannya. Tahapan-tahapan tersebut antara lain (Sulistyani, 2004: 83): 1. Tahapan penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 2. Tahapan transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peranan di dalam pembangunan. 3. Tahapan peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan – keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan kemandirian. Tahapan
pemberdayaan
tersebut
merupakan
suatu
proses
pemberdayaan yang di awali dengan penyadaran akan potensi yang dimiliki
24
oleh masyarakat yang dapat dikembangkan, dan tahapan selanjutnya adalah proses dimana masyarakat belajar untuk mengembangkan potensi yang dimiliki melalui usaha mereka sendiri, sehingga mewujudkan masyarakat yang mandiri. Sama halnya dengan pemberdayaan yang dilakukan dengan tujuan peningkatan ekonomi, proses pemberdayaan di bidang lingkungan juga meliputi tahapan tersebut. Pemberdayaan masyarakat diibaratkan dalam buku “Pemberdayaan Masyarakat” (Soetomo, 2011: 89) dengan pembagian kue dari pemerintah yang dibagikan kepada masyarakat secara merata. Power yang diibaratkan sebuah kue yang utuh ini diberikan kepada masyarakat yang lemah, sehingga masyarakat mempunyai power yang sama dengan pemerintah dalam pengambilan keputusan. Implementasi pemberdayaan masyarakat pada intinya adalah dua hal, yakni pemberi kewenangan dan pengembangan kapasitas melalui peran gerakan sosial maupun institusi lokal. Menurut Hikmat (2001: 43), proses pemberdayaan memiliki dua kencenderungan, yaitu: a. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. b. Kedua, kencenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Pemberdayaan diartikan sebagai suatu proses mengalihkan kekuasan dari powerless menjadi powerful. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dari perspektif lingkungan menurut Borrini adalah suatu konsep yang mengacu pada pengamanan akses terhadap sumber daya alam dan pengelolaannya
25
secara berkelanjutan (Prijono dan Pranarka, 1996: 63). Proses pemberdayaan dari perspektif lingkungan berarti rangkaian tindakan untuk pengamanan akses terhadap sumber daya alam, demi kelangsungan hidup manusia dan alam itu sendiri. Merujuk
dari pengertian di
atas,
dapat
disimpulkan
bahwa
pemberdayaan menitik beratkan pada kebebasan dan kewenangan dalam pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga difokuskan pada penguatan individu anggota masyarakat beserta pranata-pranatanya. Di dalam konsep pemberdayaan, masyarakat tidak lagi sebagai obyek pembangunan melainkan sebagai subjek pembangunan. Hal ini menuntut adanya partisipasi dari masyarakat secara aktif. Selain partisipasi masyarakat yang dinilai sebagai tolak ukur keberhasilan pemberdayaan, adanya community awareness (kesadaran komunitas) juga dapat dilihat. Adanya kesadaran komunitas diharapkan mampu merubah pemberdayaan yang bersifat penguasaan menjadi mitra sehingga terbentuknya solidaritas pada masyarakat. Pemberdayaan meningkatkan
pada
kualitas
hakekatnya
hidup
dilakukan
sebagai
sosial-ekonomi-politik
upaya
masyarakat,
meningkatkan ketahanan lokal, tidak tergantung dari pemerintah, atau lebih mandiri dalam merencanakan dan merancang masa depan pembangunan di daerahnya. Hakekat pemberdayaan itulah yang menjadi point besar dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Masyarakat dituntut untuk mandiri memahami dan mengembangkan potensi daerah yang ada.
26
Potensi inilah yang digunakan masyarakat sebagai modal utama dalam melaksanakan pemberdayaan. Masyarakat secara aktif berpartisipasi dalam segala kegiatan pemberdayaan. Inti dari pemberdayaan menurut Winarni (Sulistyani, 2004: 79) meliputi 3 hal, yaitu pengembangan (enabling), memperkuat potensi atau daya (empowerment) dan terciptanya kemandirian. Konsep ini mencerminkan proses paradigma baru pembangunan yang bersifat people centered (terfokus pada kesejahteraan masyarakat), participatory (peran aktif masyarakat), empowering (pemberdayaan secara lebih kontinyu) dan sustainable (dilaksanakan secara berkelanjutan). Dengan kata lain bahwa proses
pemberdayaan
secara khusus
difokuskan demi
kesejahteraan
masyarakat yang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif dalam mengembangkan potensi yang ada, sehingga masyarakat secara berlanjut akan melakukan pengembangan demi kemajuan daerahnya. Jika diuraikan dari berbagai pengertian pemberdayaan di atas, pemberdayaan memiliki 4 kata kunci, yaitu pemanfaatan sumber daya lokal, peningkatan partisipasi, peningkatan kapasitas dan kemandirian. Proses pemberdayaan masyarakat dalam rangka pelestarian alam juga mengalami tahapan-tahapan tersebut. Hanya saja tujuan akhir dari pemberdayaan ini tidak melulu mengenai peningkatan ekonomi masyarakat, melainkan untuk melestarikan sumber daya alam, satwa dan hayati. Sesuai dengan teori Marx yang menyatakan bahwa pada hakekatnya alam dan manusia itu selalu mengalami perubahan, tindakan-tindakan preventif perlu dilakukan demi menjaga kelangsungan hidup alam. Peningkatan kapasitas dan peningkatan
27
pasrtisipasi masyarakat Kulonprogo akan kelestarian alam perlu dilakukan oleh YKAY. Transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan akan alam, kecakapan dalam merumuskan suatu program, keterampilan untuk membuat lingkungan rumah tampak asri, dan keterampilan dasar lainnya perlu dilakukan, sehingga masyarakat mampu untuk melakukan semua kegiatan sendiri. YKAY memiliki beberapa program yang secara khusus diperuntukkan untuk masyarakat Desa Sendangsari. Program pemberdayaan tersebut, antara lain Kelompok Tani Bina Mandiri yang diperuntukan kelompok tani, pelatihan kegiatan outdoors dan pelatihan pengenalan satwa bagi pemuda dan program English Class bagi anak-anak sekitar YKAY. Peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam rangka penyadaran akan potensi yang dimiliki. Jika dilihat dari program yang dilaksanakan, YKAY berusaha untuk memberikan pengetahuan baru kepada pemuda agar dapat digunakan mereka sebagai bekal untuk memajukan desanya. Meskipun program utama dari YKAY adalah berkaitan dengan penyelamatan satwa, akan tetapi LSM ini juga memberikan berbagai program pemberdayaan yang bertujuan agar masyarakat dapat merasakan manfaat adanya YKAY di lingkungan rumah mereka. Telah disebutkan di atas, bahwa kata kunci pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan partisipasi dan peningkatan kapasitas. Partisipasi masyarakat diperlukan agar suatu program dapat berjalan. Partisipasi menurut Keith Davis, (Khairuddin, 2000: 124) adalah:
28
“as mental and emotional involment of person in a group situation which encourages him to contribute to group goals and share responsibility in them” Menurut Keith partisipasi erat kaitannya dengan keterikatan antar anggota dalam sebuah kelompok terutama dalam mencapai tujuan dari kelompok tersebut. Dalam sebuah kelompok persamaan tujuan merupakan komponen dalam menentukan besarnya keterikatan antar anggota. Peningkatan pastisipasi menjadi penting karena dengan pastisipasi masyarakat ini program yang dicanangkan akan berjalan. Ketidakadanya partisipasi dari masyarakat akan membuat program pemberdayaan yang ada menjadi tidak berhasil. Sementara peningkatan kapasitas menurut Totok Mardikanto (2003: 88), memiliki pengertian, sebagai berikut: “Penguatan kapasitas adalah proses peningkatan kemampuan individu, kelompok, organisasi dan kelembagaan yang lain untuk memahami dan melaksanakan pembangunan dalam arti luas secara berkelanjutan.” Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa peningkatan kapasitas memliki keterkaitan dengan penambahan kemampuan sumber daya manusia. Peningkatan kapasitas biasanya diartikan di lapangan dengan pemberian pelatihan-pelatihan, mengefektifkan saluran informasi yang ada pada masyarakat. Peningkatan kapasitas ini tidak dilakukan pada manusianya saja, tetapi juga pada penguatan kapasitas lembaga dan jaringan. Pembangunan suatu negara bukan tidak mungkin mengalami suatu kendala atau persoalan, termasuk di Indonesia. Terdapat permasalahan pokok yang dialami negara berkembang seperti Indonesia, yaitu pertambahan penduduk yang semakin meningkat dan minimnya pendapatan dari
29
masyarakat. Kepadatan penduduk yang semakin lama semakin meningkat akan mengakibatkan tekanan pada sumber daya alam, karena kepadatan penduduk akan meningkatkan kebutuhan masyarakat pula. Demi pemenuhan kebutuhan masyarakat maka SDA yang akan dimanfaatkan dengan maksimal. Sedangkan minimnya pendapatan masyarakat akan membuka kemungkinan untuk merusak lingkungan. Tidak hanya permasalahan kepadatan penduduk dan pendapatan penduduk saja yang dialami oleh negara, disisi lain perkembangan ilmu dan teknologi membuat kemampuan manusia untuk menguasi alam semakin besar. Pola hidup yang menghendaki terpenuhinya kebutuhan pada akhirnya akan mengubah pandangan manusia terhadap lingkungan. Lingkungan akan menjadi sumber daya yang harus diekploitasi demi pemenuhan kebutuhan. Gaya
hidup
modern
yang
mengharuskan
manusia
untuk
mengeksploitasi alam demi pemenuhan kebutuhan pada akhirnya akan berdampak buruk pada kehidupan masa mendatang. Sebagai contoh, para masa orde baru petani tidak memiliki varietas padi lokal sebagai akibat dari keseragaman varietas padi oleh pemerintah. Petani juga tidak lagi menggunakan pupuk organik, melainkan pupuk anorganik (pestisida, dll). Pengetahuan asli masyarakat yang sudah ada sejak nenek moyang telah hilang oleh ideologi yang mengatasnamakan pembangunan. Padahal jika digali lebih dalam lagi pengetahuan asli masyarakat akan membantu masyarakat Indonesia dalam mengatasi permasalahan lingkungan yang ada.
30
Kesepakatan-kesepakatan
tingkat
dunia
mengenai
lingkungan
seluruhnya menekankan pada pentingnya keterkaitan antara kependudukan, sumber daya dan lingkungan, serta perlunya memperhatikan keberlangsungan keterkaitan antara manusia, sumber daya dan pembangunan (Purba, 2005: 10). Bersamaan dengan hal tersebut, agenda 21 – UNCED secara tidak langsung mengatakan bahwa: “Manusia adalah kunci sukses keberhasilan dalam menjaga ekosistem yang ada. Manusia diletakkan sebagai tujuan dan sasaran dari pembangunan, serta pelaku dari pembangunan itu sendiri.” Pengelolaan lingkungan hidup yang serasi dengan pembangunan merupakan jalan menuju kualitas hidup manusia yang lebih tinggi. Pembangunan yang ada tidak serta merta menghilangkan modal sosial masyarakat yang ada, seperti etika lingkungan, kearifan lingkungan dan pranata sosial. Adanya pengetahuan masyarakat akan pengelolaan lingkungan yang sudah turun temurun dilaksanakan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan program pembangunan, sehingga perlindungan ekosistemnya disertai pengetahuan aslinya.
31