BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Perkembangan dunia usaha mengalami persaingan baru (new competitive
landscape) yang semakin tajam. Pimpinan, manajemen perusahaan dan bahkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan mengalami diskontinuitas strategi yang disebabkan oleh perubahan lingkungan persaingan baru tersebut. Perubahan kekuatan kompetisi baru karena revolusi teknologi dan globalisasi yang semakin meningkat dewasa ini merupakan tantangan utama perusahaan dalam mempertahankan persaingan. Perkembangan persaingan terjadi karena revolusi teknologi dan globalisasi yang signifikan telah mengarah pada hypercompetition (meningkatnya persaingan dengan pesat dan perang strategi), yang secara ekstrim menekankan pada harga, kualitas dan kepuasan pelanggan, dan meningkatnya inovasi (teknologi dari produk/jasa baru). Dengan kondisi persaingan baru ini, maka persaingan semakin dinamis, mengalami ketidakpastian, dan sulit diprediksi. Sebagai konsekuensinya, maka perusahaan menghadapi tantangan untuk berjuang dan berkembang dalam mendapatkan
pangsa
pasar
(market
share)
untuk
memenangkan
dan
mempertahankan posisi persaingannya, baik pasar lokal maupun internasional. Dalam menghadapi persaingan, perusahaan harus membangun kompetensi melalui inovasi produk, agar dapat menciptakan suatu keunggulan bersaing (competitive advantage). Namun, keunggulan bersaing perusahaan juga tidak
selamanya dapat dipertahankan karena akan mengalami penyusutan/terkikis. Oleh karena itu keunggulan bersaing yang diharapkan adalah keunggulan bersaing yang berkelanjutan (sustainable). Asia merupakan pasar yang menggiurkan bagi perusahaan-perusahaan otomotif dunia. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, jumlah penduduk yang besar, dan era perdagangan bebas merangsang para prinsipal otomotif dunia berlomba merebut pasar kawasan ini. Asia, khususnya Asia Tenggara, dipandang sebagai pasar yang tak terbatas, sekalipun krisis ekonomi yang melanda kawasan ini sejak pertengahan tahun 1997 belum sepenuhnya berlalu. Para raksasa otomotif dunia itu juga tak mengendurkan niat mereka "mencengkeramkan" kaki di kawasan ini, meskipun beberapa negara di Asia Tenggara mencoba menghambat ekspansi itu dengan program mobil nasional Indonesia dengan Timor, Malaysia dengan Proton - dan kebijakan bea masuk. Beberapa prinsipal besar bahkan menyiasatinya dengan menanamkan investasi di kawasan ini untuk mendekati pasar mereka (Goodyear, 2003). Beberapa ilustrasi perusahaan otomotif terkemuka digambarkan seperti Ford, misalnya, malah sudah menentukan 100 negara tujuan ekspor dengan pangkalan awal Thailand. Strategi untuk menguasai pasar Asia juga dirancang oleh pembuat mobil lainnya seperti Toyota, Honda, General Motor (GM), DaimlerChrysler (DC), serta pendatang baru dalam industri otomotif seperti KIA (Korea), dan Cina. Kekuatan itu akan semakin nyata dengan munculnya tren merger perusahaan otomotif dunia.
Thailand mungkin bisa dikatakan yang
paling berhasil memetik untung dari perlombaan industri otomotif dunia ini
2
dengan menerapkan kebijakan yang lebih terbuka dibanding Indonesia dan Malaysia (Goodyear, 2003). Pertarungan pabrik pembuat mobil itu diikuti pula oleh para produsen ban terkemuka dunia seperti Bridgestone, Firestone, Goodyear, Michelin, bahkan Uniroyal, industri ban yang berbasis di Jerman. Bukan hanya menanamkan investasi untuk pabrik-pabrik baru dan membangun jaringan pemasaran, namun juga terus mengembangkan teknologi ban agar semakin mendekati keinginan konsumen mereka. Produsen ban juga terus berlomba mengembangkan teknologi dan mencari formula ban yang benar-benar cocok untuk kondisi iklim dan medan jalan di Asia. Kondisi yang mewarnai industri ban saat ini, menuntut perusahaanperusahaan ban di Indonesia untuk meningkatkan kinerjanya dan berusaha untuk selalu melahirkan strategi pemasaran yang tepat dan inovatif, sehingga dapat berkontribusi secara lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Industri ban sebagai bagian dari industri hilir dari industri yang berbasis pada pertanian, memiliki peranan penting dalam kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Permintaan ban di pasar dalam negeri juga dipengaruhi oleh kondisi perang tarif pesawat udara dan bus. Tarif bus dengan tarif pesawat ke Surabaya tidak berbeda jauh. Akibatnya, konsumsi ban untuk kebutuhan pemeliharaan angkutan darat berkurang sehingga praktis pasar pun makin melemah. Produksi ban tahun pada 2002 mencapai 26 juta buah (APBI, 2002). Dari total 26 juta tersebut, untuk ekspor ban sebanyak 14 juta buah dan penjualan di pasar lokal (replacement) sebanyak 12 juta buah. Tahun 2003, diperkirakan
3
produksi ban mencapai 30 juta ban. Dari jumlah tersebut, untuk ekspor sebanyak 18 juta, sisanya 12 juta ban untuk pasar lokal. Sementara itu, nilai ekspor ban tahun 2002 mencapai 280 juta dollar AS dan nilai ekspor ban tahun 2003 diperkirakan sebesar 300 juta dollar AS.
Situasi kompetisi ban yang diproduksi
di dalam negeri, secara singkat dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Kapasitas Pabrik Ban di Indonesia Per Tahun (tahun 2002) DATA
Bridgesto Gajah ne Tunggal 2.553,6 8.200,0 15.300,0 7,3 26,2 30,1 2.300,0 7.000,0 7.680,0
Goodyear
Kapasitas per tahun (000) Produksi ban/hari (000) Produksi per tahun (000)
Dunlop 6.780,0 8,9 4.100,0
Persentase Domestik-Ekspor Penjualan Domestik (%) Penjualan Ekspor (%)
60 40
56 44
27 73
23 77
Jumlah Penjualan OE /Pabrikan Mobil (000) Replacement (000) Ekspor (000)
178 1.053 1.025
984 2.929 2.831
178 1.921 5.281
145 814 2.941
Intirub 1.300,0 2,5 651,0
63 37
410 414
Mega Rubber 2.000,0 3,8 969,2
53 47
518 873
IKD 1.300,0 2,2 638,7
73 27
430 351
Sumber : Laporan Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia 2002 (APBI, 2002)
Dari kapasitas terpasang produksi pada Tabel 1, tampak bahwa Gajah Tunggal memiliki kapasitas tertinggi.
Hal ini karena untuk Gajah Tunggal
kapasitas tersebut adalah untuk penjualan lokal dan ekspor ke seluruh negara. Hal tersebut terlihat dari total angka alokasi ekspornya yang paling tinggi dibandingkan dengan pabrik lain. Sementara Goodyear memiliki sejumlah pabrik yang tersebar di sekitar 50 negara untuk melayani permintaan ban di seluruh dunia. Untuk ASEAN, Goodyear memiliki pabrik di empat negara (Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina), sementara Bridgstone hanya di dua negara saja (Indonesia dan Thailand).
4
Tabel 2. Penjualan Ban Segmen Consumer (Non Commercial) di Indonesia. KATEGORI
2001
2002
2003
2004
2005 Est
PASS RADIAL ULT RADIAL LT RADIAL TOTAL
3,180,836 470,535 363,153 4,014,524
3,213,427 428,500 451,634 4,093,561
3,149,185 434,928 496,872 4,080,985
3,358,757 439,277 447,985 4,246,019
3,434,475 443,670 381,577 4,259,722
Sumber : Goodyear Marketing Planning System (Goodyear, 2003)
Data pada Tabel 2 menunjukkan estimasi angka total penjualan ban segmen Consumer Tires (Non Commercial Tires) di Indonesia untuk seluruh produsen pada tahun 2001-2005.
Ban kategori Passenger Radial
memiliki
kontribusi sekitar 77% - 80% dari total penjualan ban untuk segmen ban consumer tires.
Kompetisi diantara beberapa merek utama untuk kategori ban
Passenger Radial, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Share of Market Ban Passenger Radial di Indonesia. UNITS Goodyear Bridgestone Gajah Tunggal Dunlop Others Share of Market Goodyear (%) Bridgestone (%) Gajah Tunggal (%) Dunlop (%) Others (%)
2001
2002
2003
2004
2005 Est
601,169 963,152 199,272 236,016 1,181,227
622,488 1,013,844 209,760 295,020 1,072,315
632,990 1,045,200 220,800 327,800 922,395
656,410 1,074,498 300,375 375,710 951,764
689,593 1,128,223 306,383 383,224 927,052
2001 18.9 30.3 6.3 7.4 37.1
2002 19.4 31.6 6.5 9.2 33.4
2003 20.1 33.2 7.0 10.4 29.3
2004 19.5 32.0 8.9 11.2 28.3
2005 Est 20.1 32.8 8.9 11.2 27.0
Sumber : Goodyear Marketing Planning System (Goodyear, 2003)
Dari Tabel 3, tampak bahwa Bridgestone merupakan market leader yang cukup dominan dibandingkan dengan produsen lain. Beberapa produsen ban selain keempat produsen ban yang tertera pada Tabel 3, yang jumlahnya
5
mencapai belasan baik lokal maupun impor, digabung dibawah Others. Produsen-produsen ban tersebut antara lain adalah Mega Rubber, Intirub, Vredestein, Continental, Michelin, Pirelli, Yokohama, Kumho, Hankook, Marshall dan lain-lain. Untuk menjaga pasar ban di dalam negeri, pemerintah telah memproses notifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib beberapa produk ban ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Jika pemerintah sudah memberlakukan SNI wajib, pengawasan terhadap ban impor pun lebih terjamin. Artinya, pihak kepolisian dapat menindak importir yang memasarkan ban yang tidak sesuai dengan SNI wajib. Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) akan bekerja sama dengan polisi untuk menertibkan ban-ban impor ilegal. Bahan baku lokal pada ban mencapai 85 persen. Sementara itu, komponen bahan baku impor sekitar 15 persen, misalnya karet sintetis dan carbon black.
Namun karet alam yang diperoleh sebagai kandungan lokal,
harganya mengikuti harga karet di pasaran internasional, International Rubber Organizaton (INRO). Akibatnya kandungan biaya berbasis dollar untuk produksi ban menjadi cukup tinggi, karena karet alam dihargai dengan nilai dollar di pasaran internasional.
Oleh karena itu, industri ban sangat rentan dengan
fluktuasi nilai tukar rupiah serta fluktuasi harga minyak dunia. Efisiensi dan tehnologi yang dapat menekan biaya produksi tanpa mengorbankan kualitas, adalah merupakan salah satu internal key success factor manajemen industri ban. Setelah dapat menekan biaya ke tingkat yang paling efisien, maka manajemen dihadapkan kepada persaingan yang sangat
6
ketat di pasar. perusahaan
Akhirnya, di tengah persaingan yang demikian ketat, hanya
yang
dapat
mengenal
target
pasarnya
yang
kelak
akan
memenangkan persaingan untuk merebut konsumen. Hanya produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumennya yang akan dicari dan terjual di pasar (Khasali, 2003). Untuk itu para produsen dituntut untuk mengetahui lebih dalam bagaimana profil perilaku konsumen yang menjadi target pasarnya. Mereka juga harus mengetahui, bagaimana posisi produk mereka di mata konsumen, untuk kemudian menentukan posisi seperti apa yang mereka inginkan. Perilaku konsumen berusaha memahami bagaimana konsumen mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa. konsumen
melakukan
berbagai
macam
keputusan
tentang
Setiap
pencarian,
pembelian, serta penggunaan beragam produk dan merek pada setiap periode tertentu (Sumarwan, 2003). PT Goodyear Indonesia Tbk. merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha ban kendaraan dengan merek “Goodyear” berlokasi di Bogor Jawa Barat dengan alokasi 60% untuk pasaran domestik dan 40 % untuk pasar ekspor (Goodyear, 2003). Perusahaan juga menghadapi situasi yang menuntut tingkat adaptasi yang tinggi dengan menyesuaikan kondisi dan analisis situasi perusahaan. Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan lingkungan dunia usaha yang cepat, maka PT Goodyear Indonesia Tbk. tidak terlepas dari usahausaha untuk terus memperbaiki dan mengevaluasi strategi pemasarannya. Pengembangan strategi pemasaran perlu terus menerus dilakukan agar
7
perusahaan memiliki kapabilitas dan kompetensi yang dapat menciptakan keunggulan bersaing perusahaan, sehingga perusahaan dapat selalu siap dalam menghadapi pasar bebas dan survive di tengah persaingan yang semakin ketat. Strategi pemasaran (marketing strategy) adalah suatu rencana yang didesain untuk mempengaruhi pertukaran dalam mencapai tujuan.
Biasanya
strategi pemasaran diarahkan untuk meningkatkan kemungkinan atau frekuensi perilaku konsumsi, seperti peningkatan kunjungan pada toko tertentu atau pembelian produk tertentu. Perilaku konsumen terhadap produk tertentu, antara lain juga dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap produk tersebut. PT Goodyear di masa akhir tahun 1990-an hingga sebelum tahun 2001, pernah mengalami masalah yang cukup serius dengan quality image-nya, dimana konsumen pada saat itu sudah menempatkan
kualitas
Goodyear
di
bawah
beberapa
Bridgestone, Michelin dan Dunlop (SMART Study, 2001).
merk
lain
yaitu
Namun sejak tahun
2001, Goodyear sebenarnya telah melakukan banyak perbaikan dalam pengembangan produk. Semua produk-produk yang menimbulkan image buruk telah tidak diproduksi dan diganti dengan produk-produk baru yang lebih cocok dengan kondisi pasar di Indonesia. Namun tampaknya pengembangan produk tersebut belum memperbaiki kondisi image Goodyear untuk kembali ke masa jayanya di tahun 1980 hingga awal 1990-an (Goodyear, 2003). Timbul pertanyaan, mengapa perbaikan tersebut tidak sampai secara efektif di tingkat konsumen. Bisa jadi strategi komunikasinya salah, atau manajemen pemasaran Goodyear belum mengetahui profil perilaku konsumen
8
yang menjadi target pasarnya dengan baik. Dari analisis internal tahunan yang tercantum dalam Goodyear Marketing Planning System (Goodyear, 2003), diantisipasi beberapa masalah yang dianggap sebagai kelemahan dan tantangan Goodyear di pasar, antara lain : •
Persepsi kualitas merek Goodyear yang masih rendah dibandingkan merkmerk ban global lain.
•
Rendahnya pangsa pasar di penjualan langsung ke pabrikan mobil (Original Equipment market), dibandingkan dengan Bridgstone.
•
Jumlah jaringan toko yang lebih rendah dari Bridgestone, yaitu 60 Goodyear dan 150 buah Bridgestone.
•
Asia Free Trade Area (AFTA), yang semakin memudahkan masuknya merkmerk global yang diproduksi di negara ASEAN ke pasar Indonesia. Jika tantangan yang dihadapi oleh Goodyear di atas dikaitkan dengan
strategi bauran pemasaran, maka akan muncul beberapa pertanyaan yang kelak bisa menjadi acuan dalam penyusunan strategi pemasarannya. Tabel 4 berikut memberikan ilustrasi singkat mengenai isu-isu perilaku konsumen dalam kaitannya dengan elemen strategi bauran pemasaran.
9
Tabel 4. Hubungan Perilaku Konsumen dengan Strategi Pemasaran Elemen Strategi Segmentasi Produk Promosi
Harga Distribusi
Isu Konsumen • • • • • • • • • •
Konsumen mana yang paling tepat untuk produk Goodyear ? Segmentasi mana yang sebaiknya menjadi target pasar Goodyear ? Bagaimana persepsi konsumen terhadap Goodyear saat ini ? Kelebihan apa saja yang diharapkan konsumen dari produk tersebut ? Promosi bagaimana yang dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli dan menggunakan produk Goodyear ? Iklan bagaimana yang paling efektif untuk produk Goodyear ? Seberapa penting harga bagi konsumen untuk setiap pasar sasaran ? Apa positioning harga ban berpengaruh terhadap perilaku konsumen ? Dimana konsumen membeli produk ini ? Apakah sistem distribusi yang ada sudah efektif dalam menjangkau konsumen ?
Sumber : Setiadi (2003)
1.2. Rumusan Masalah Untuk mengetahui lebih jauh posisi merek Goodyear di mata konsumen pada saat ini, maka penggalian informasi di tingkat kosumen perlu dilakukan lebih dalam.
Penelitian dalam skala nasional tidak dapat dilakukan, karena
keterbatasan waktu dan dana.
Untuk itu dipilih kota Medan, dengan
pertimbangan bahwa kota Medan adalah kota terbesar ketiga di Indonesia yang penduduknya cukup heterogen, sehingga bisa didapat gambaran kecil mengenai profil konsumen di Indonesia. PT Goodyear Indonesia, yang sedang berusaha keras meraih posisi sebagai market leader, dihadapkan pada tantangan yang cukup besar.
Jika
merujuk kepada isu-isu di tingkat konsumen pada Tabel 4 di atas dan persepsi konsumen terhadap ban Goodyear pada tahun 2001 (SMART Study, 2001), maka ada beberapa hal yang perlu digali lebih jauh dari profil perilaku konsumen ban passenger radial, yang meliputi :
10
1. Bagaimana pandangan dan pengetahuan konsumen mengenai produk ban passenger radial, yang mencakup : o Atribut kualitas apa saja yang dianggap penting oleh konsumen ? o Bagaimana brand awareness beberapa merk ban passenger radial ? o Bagaimana persepsi konsumen terhadap beberapa merk ban ? 2. Bagaimana perilaku konsumen ketika mereka memutuskan untuk membeli ban dengan merek tertentu : o Dari mana konsumen mendapatkan informasi mengenai produk ban ? o Bagaimana mereka memutuskan mengenai merek yang akan dibeli ? o Berapa umumnya jumlah ban yang dibeli ? 3. Bagaimana tingkat kepuasan konsumen pemakai ban passenger radial Goodyear ? 4. Bagaimana segmentasi konsumen ban passenger radial berdasarkan aspek psikografis ?
1.3. Tujuan Penulisan Penulisan tesis “Analisa Perilaku Konsumen Ban Passenger Radial PT Goodyear Indonesia dan Pesaingnya di Kota Medan ” ini, yang bertujuan untuk melihat perilaku konsumen ban passenger radial Goodyear di kota Medan, yaitu dalam hal : 1. Mengidentifikasi
pandangan
dan
pengetahuan
konsumen
mengenai
beberapa merek ban yang beredar di kota Medan, yang mencakup peringkat atribut kualitas, brand awareness, dan persepsi konsumen.
11
2. Mengidentifikasi perilaku konsumen dalam keputusan pembelian ban, yang mencakup informasi mengenai produk, keputusan merek, serta jumlah dan merek ban yang dibeli. 3. Menganalisa tingkat kepuasan konsumen pemakai ban merek Goodyear. 4. Mendapatkan segmentasi konsumen berdasarkan aspek psikografis
1.4.
Manfaat Studi tentang Perilaku Konsumen ini akan menjadi dasar yang amat
penting dalam manajemen pemasaran.
Hasil dari kajiannya akan membantu
manajemen PT Goodyear Indonesia untuk : •
Bahan evaluasi untuk mengukur kinerja dan efektivitas strategi pemasaran yang diterapkan saat ini.
•
Merumuskan alternatif tindakan atau kebijakan bagi manajemen perusahaan PT Goodyear Indonesia dalam perencanaan dan strategi bauran pemasaran agar kinerja perusahaan tetap terjaga dan mendapat respon yang positif dari stakeholder perusahaan.
•
Mengidentifikasi beberapa kendala yang dihadapi dalam persaingan di lapangan dan mengidentifikasi langkah-langkah yang diperlukan dalam proses evaluasi atas strategi yang telah dilakukan.
•
Menjadi acuan bagi pihak manajemen dalam membuat kebijakan di masa yang akan datang apabila menghadapi keadaan yang relatif sama.
12
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian ini hanya dibatasi pada survei terhadap konsumen pemakai ban
di kota Medan. Hasilnya adalah berupa analisis mengenai perilaku konsumen, yang dapat dijadikan sebagai gambaran mengenai situasi persaingan pasar di kota Medan, yang merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Sebagai kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia, dengan karakteristik masyarakat yang cukup heterogen, diharapkan gambaran profil perilaku konsumen dari hasil penelitian ini sedikit banyak dapat menjadi referensi mengenai profil perilaku konsumen pemakai ban passenger radial di kota besar pada umumnya.
13