BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Perkembangan
dunia
perfilman
indonesia
saat
ini
menunjukan
perkembangan yang lebih baik dari massa sebelumnya. Kemajuan yang ditonjolkan insan – insan perfilman indonesia menunjukan kemajuan kreativitas mereka juga dalam berkreasi. Film merupakan contoh dari kreatifitas insan muda dalam mengeksplor suatu fenomena dan dijadikan sebuah hiburan untuk khalayak luas. Minat khalayak terhadap film juga sangat besar, apalagi untuk kategori film – film indonesia, maraknya film – film lokal yang masuk menjadi sebuah perbandingan dan pilihan untuk khalayak peminat film1. Media komunikasi yang termasuk media massa adalah radio siaran , dan televisi ,keduanya dikenal sebagai media elektronik ; Surat kabar & majalah , yang keduanya disebut media cetak, serta media film. Film yang dijadikan sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop2. Bioskop yang saat ini digemari banyak kalangan dan menonton sebuah film sudah menjadi kebiasaan dan kesukaan masyarakat indonesia. Bukan lah hal yang aneh lagi menonton film di bioskop , dan menjadikan hal tersebut sebagai sebuah kebiasaan. Bahkan menonton dibioskop dapat juga sebagai cara bergaul dengan kerabat – kerabat 1
Sasa Djuarsa Ssendjaja,ph.D,.DKK..Pengantar Komunikasi,Universitas Terbuka, Jakarta.2005,hal 74 Elvinaro Ardianto & Lukiati Komala Erdinaya, Komunikasi Masa Suatu Pengantar, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004 , Halaman 3
2
1
2
lainnya. Maraknya film – film asing yang masuk ke indonesia meramaikan dunia perfilman indonesia, hampir setiap minggu akan ada film baru yang diputar d bioskop. Bagi sebagian kalangan tentu saja hal tersebut merupakan kesempatan yang bagus baik dari segi ekonomi maupun dari segi kreativitas. Namun lihat dari segi kualitas film tersebut , apakah isi dari film tersebut sesuai dengan kebiasaan masyarakat indonesia?. Terbukti saat ini westernisasi marak dijadikan sebagai standarisasi suatu kegiatan, mulai dari cara berpakaian , standar seorang pekerja, sistem pendidikan, sistem perekonomian,dll. Namun bukan berarti adanya suatu film membawa dampak negatif untuk masyarakat indonesia, tetapi sejauh mana isi atau pesan yang disampaikan dalam sebuah film ditangkap oleh khlayak. Segi kreativitas yang dituangkan dalam bentuk imajinasi ide cerita atau alur cerita merupakan suatu yang ditampilkan dalam suatu film bisa dijadikan referensi bagi pecinta film. Film (cara pengucapan: Filem atau Félêm) adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan untuk 'berpindah gambar'). Film, secara kolektif, sering disebut 'sinema'. Gambar-hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis. Film dihasilkan dengan rekaman dari orang dan benda (termasuk fantasi dan figur palsu) dengan kamera dan/atau oleh animasi sebagai program hiburan3. Kemajuan dunia perfilman Indonesia saat ini boleh dibilang cukup pesat, melihat dari banyaknya karya – karya hasil Indonesia yang berhasil menembus market internasional. Hal tersebut juga diiringi dengan masuknya film – film asing dari luar negeri. Sejauh ini film yang mendominasi 3
Morissan. Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi, Jakarta,Ramdina Prakarsa 2005. Hal 266-268
3
didunia perfilman Indonesia saat ini adalah film – film buatan orang asing . Film pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp. Film ini dibuat dengan aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung Setelah itu, lebih dari 2.200 film diproduksi. Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop – bioskop lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan masih banyak film lain. Pada tahun-tahun itu acara Festival Film Indonesia masih diadakan tiap tahun untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin menuruun kualitasnya pada tahun 90-an yang membuat hampir semua film Indonesia bertema-tema yang khusus orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negara sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi tersebut. Jatuhnya kualitas perfilman indonesia pada saat itu membuat fakum beberapa kegiatan di dunia perfilman indonesia diera tahun 90-an,membuat Festival Film Indonesia juga menjadi fakum, namun setelah fakum hampir 12 tahun Festival Film Indonesia kembali diadakan. Melihat pada kemajuan film indonesia di era baru seperti Petualangan Sherina film musikal oleh Riri Riza dan Mira Lesmana yang bergenre anak – anak menjadi dongkrak perfilman indonesia, antrian yang panjang hampir selama satu bulan menunjukan bahwa minat
4
masyarakat terhadap film indonesia sudah kembali. Peningkatan mutu filmis di genre-genre film nasional yang laris sekarang ini dapat meningkatkan daya operasi film bermutu di lingkungan penonton urban yang marginal, tetapi mungkin juga dapat ditonton oleh golongan terpelajar dan Intelektual. Untuk membuat film bermutu yang laris ke semua golongan penonton dengan latar belakang budaya mereka yang berbeda adalah dengan memberi kesempatan pada sineas mudanya4. Jelangkung yang bergenre horor remaja dan bertahan lama di bioskop menjadi awal mulanya tren film horor saat ini, seperti tusuk jelangkung,dll. Selain film horor juga muncul film yang bertama romance remaja seperti Ada Apa Dengan Cinta yang memunculkan Dian sastro dan Nicolas saputra sebagai icon remaja, Biarkan Bintang Menari , Eiffel I’m In Love, da juga dengan tema yang berbeda dan Unik Arisan Oleh Nia Dinata menjadi awal mula perkembangan perfilman indonesia, Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah mencoba untuk bangun. Masyarakat Indonesia mulai mengganggap film Indonesia sebagai sebuah pilihan di samping film-film Hollywood. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas, tetapi sudah dapat dilihat arah kemajuannya. Dunia perfilman Indonesia saat ini sudah tidak sepi lagi, maraknya film – film asing dari manca negara merancah dihampir semua bioskop seluruh Indonesia. Maka diperlukan suatu badan independen yang mengatur film – film yang akan ditayangkan, saat ini di Indonesia sendiri Lembaga Sensor Film memegang peranan yang penting dalam menyensor adegan – adegan yang 4
Sudwikatmono, Sinepleks dan Industri Film Indonesia, dalam Layar Perak , Gramedia, Jakarta, 199
5
dianggap tidak sesuai dengan ketentuan – ketentuan oleh lembaga Sensor Film. Lembaga Sensor Film ( LSF ) semula bernama Badan Sensor Film ( BSF ) , bekerja atas dasar peraturan no 7 Tahun 1994 sejumlah 45 orang anggotanya terdiri dari berbagai anasir ; pemerintah, Para Ahli bidang keagamaan , Ideologi, Politik , Sosial Budaya , dan Ketertiban Umum5. Lembaga Sensor Film (LSF) 6 adalah sebuah lembaga yang bertugas menetapkan status edar Film – Film di Indonesia. Sebuah film hanya dapat diedarkan jika dinyatakan "lulus Sensor" oleh LSF. LSF juga mempunyai hak yang sama terhadap reklame-reklame film, misalnya poster film. Selain tanda lulus sensor, lembaga sensor film juga menetapkan penggolongan usia penonton baqi film yang bersangkutan. Sebelum 1994 LSF bernama Badan Sensor Film. Pada masa ini sensor sendiri dilakukan untuk membatasi adegan – adegan dalam film ataupun sinetron yang dianggap tidak sesuai atau dianggap tidak sopan dan mengandung unsur - unsur kekerasan dan pornografi. Badan Sensor Film ataupun Lembaga Sensor Film memiliki wewenang untuk mnenyensor film – film ataupun sinetron yang akan ditayangkan baik di televise ataupun di Bioskop. Sebagai lembaga independen yang memiliki tanggung jawab menyensor adegan – adegan berunsur kekerasan,pornografi,SARA,dll. Bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, menyeleksi film – film yang akan ditayangkan dan menyensor bagian – bagian tertentu yag dianggap melanggar, karena pada dasarnya suatu film dibuat untuk menyampaikan pesan khusus kepada khalayak, 5
RM Soenarjo, Programa Televisi ; dari Penyusunan Sampai Pengaruh Siaran , FFTV-IKJ Press, Jakarta, 2007 , Halaman 103 6 www.LSF.co.id
6
tetapi jika bagian – bagian yang dianggap sebagai inti pesan suatu film disensor, lalu apa yang akan tersampaikan dari film tersebut ?, oleh karena itu peran Lembaga Sensor dianggap sangat penting. Kenyataan yang tak dapat dipungkiri , film Indonesia berbanding 1 : 5 dengan film impor , sedangkan untuk video buatan Indonesia dengan asing,1 : 2. Walau demikian ini prestasi yang memukau sebab pemirsa mulai menyenangi film buatan bangsa sendiri. Keberhasilan suatu film dapat diukur dari jumlah penonton yang mengantri di bioskop dan berapa lama film tersebut bertahan di Bioskop, dan tentu saja antusiasme dari penonton terhadap film tersebut. Dari sumber LSF diketahui bahwa selama tahun 2006 LSF telah menggunting adegan film sepanjang 847,9 m karena menampilkan adegan porno. Penampilan sadis yang dipotong ada 116,1 m dan karena sebab lain-lain terpaksa digunting 84 m ( pelecehan, penghinaan , dll ) . Untuk rekaman video telah dihapus
96.094
detik
karena
pornografi,
14.971
detik ,
menampilkan
sadis/kekerasan dan 3103 detik karena alasan lain yang kurang
pantas
ditayangkan7. LSF bekerja berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman yang kemudian diperbaharui menjadi Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film, yang antara lain mencantumkan Pedoman Penyensoran dan Kriteria Penyensoran. 7
Sumber : Lembaga Sensor Film, www.LSF.co.id , 1 3 maret 2009
7
Apabila kriteria ini diikuti pasti tidak akan ditolak dan dipotong. Dengan demikian insan film tak akan merasa dipasung kreatifitasnya. Dengan kode etik diharapkan para insan film sejak awal produksi sudah menerapkan kode etik dan mampu menyaring sendiri , sehingga adegan yang dianggap tidak sesuai tak perlu digunting oleh Lembaga Sensor Film karena sudah ditiadakan oleh sutradara dan produser. Dengan demikian kreatifitas yang dianut oleh insan kreatif tak akan dipasung . Karena Kode Etik disusun sendiri oleh para praktisi dan seniman film tentu saja diharapkan ditaati dan bila dilanggar , akibatnya akan menimbulkan beban moral. Apabila Kode Etik Produksi Film Indonesia dilaksanakan dengan jujur, benar dan nalar, maka dijamin klasifikasi film Indonesia akan terjadi secara wajar dan alamiah, tidak perlu diatur-atur lagi. Tetapi kenyataannya toh masih ada yang tak menaati kode etiknya sendiri, bahkan merasakan bahwa regulasi akan mengekang kreatifitas, sebab film sudah memasuki area bisnis yang menjanjikan dan harus berani bersaing dan meniru apa yang digemari meskipun berlawanan dengan Kode Etik yang dibuat sendiri. Fakta banyak film – film yang mengundang kontroversi dari masyarakat , Ayat – ayat Cinta karya Hanung Bramantyo yang mengundang kontroversi mengenai poligami , dan masih banyak lagi film- film telah mengundang kontroversi di masyarakat, dan peran lembaga sensor film dianggap penting pada posisi seperti ini, bagaimana peran lembaga sensor film dalam menyeleksi film kontroversial.
8
Perfilman Indonesia memang mengalami kemajuan pesat insane perfilman juga semakin kreatif dalam menyajikan film bagi masyarakat Indonesia, namun hal terbsebut sayangnya tidak diikuti dengan adanya kemajuan isi suatu film , terbukti dengan munculnya film-film yang menuai kntroversi,bahkan beberapa merupakan film yang belum selesai digarap. Romeo dan juliet bukanlah film pertama yang menuai kontroversi, sebelumnya film garapan Marcella zalianty, “Lastri” dan “ perempuan berkalung sorban” juga diperlakukan demikian. Berikut adalah beberapa film yang menuai kontroversi. Pada agustus 2004 silam,”Buruan Cium Gw” film yang dibintangi Masayu Anastasia dan hengky kurniawan ditarik dari bioskop, karena deretan tokoh masayarakat menganggap film tersebut tak layak ditonton dan judul,jalan cerita dan adegan2nya dinilai dapat merusak moral bangsa, namun film tersebut kembali tayang dengan judul “ beri satu kecupan “ pada maret 2005. Kemudian pada mei 2008 ,ratusan mahasiswa turun kejalan untuk memprotes film yang dibintangi ratu felisha “ mau Lagi ( ML ) “ ,alhasil film ini pun gagal diputar dibioskop, namun setelah perdebatan panjang film tersebut kembali dengan pergantian judul menjadi “cinta selamanya”. Balibo Film yang disutradarai Robert Connolly ini dibuat oleh perusahaan Transmission dan FootPrint Film di Australia, dengan David Williamson sebagai penulis skenario. Film ini didasarkan pada penelusuran Jolliffe, wartawan Australia yang bertemu dengan saksi mata sebelum Roger East (wartawan AAP Australia) dibunuh. Film tersebut tidak lolos sensor Lembaga Sensor Film (LSF) sebagai antisipasi memicu konflik antara Indonesia dan Australia. Pasalnya,
9
dominasi cerita digambarkan tentang tentara yang tak mengenal kata ampun.Sekadar mendiskripsikan, film berdurasi 111 menit itu berkisah tentang kerja keras wartawan senior Australian Associated Press (AAP) Roger East (Anthony LaPaglia) untuk menemukan kembali lima rekannya yang lenyap ditelan bumi Balibo, Timor Leste pada tahun 1975.Kisah berawal ketika Horta mengajak Roger pergi meliput konflik di Timor Leste. Roger berminat karena ingin menemukan lima teman wartawan yang hilang. Roger dan Horta akhirnya dipandu seorang gerilyawan Fretilin. Selanjutnya, suhu meningkat emosinya hingga film berakhir. Mulai baku tembak tentara dan gerilyawan Fretelin yang membuat lima wartawan teman Roger terjebak dan tewas, hingga pembantaian massal di dermaga oleh tentara, dimana Roger ikut terbunuh. Sepanjang film berlangsung, tak ada simbol TNI, yang ada hanya perkataan bahasa Indonesia.Film ini pun ditutup menggambarkan kembalinya Horta ke Timor Leste. Tulisan singkat menjadi menutup film Balibo, ‘Hingga saat ini para pelaku belum bisa dijerat secara hukum’. Kekuatan cerita Balibo yang demikian yang akhirnya ditakutkan LSF, karena dianggap mampu memicu konflik, Indonesia dan Australia. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan protes atas keputusan Lembaga Sensor Film (LSF) terkait larangan peredaran film “Balibo”. Pelarangan film tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi, kebebasan berapresiasi dan tidak menghormati hak masyarakat untuk tahu. "Lembaga Sensor Film terlalu paranoid, apalagi kasusnya (dugaan pelanggaran HAM di Timor Timur) sudah ditutup, tidak akan
10
menimbulkan lagi gejolak politik. Ini hanya film, Ini hanya film, kalaupun film ini diputar di JiFFest, itu tidak terlalu menonjol. " 8. Baru -baru ini film horror yang berjudul “Suster Keramas” menuai kontroversi dari berbagai pihak Film yang menceritakan tentang seorang gadis asal jepang yang datang ke Indonesia untuk mencari saudaranya yang berprofesi sebagai suster,hingga akhirnya dia mengetahui bahwa saudranya tersebut telah meninggal. Mungkin dari jalan ceritanya tidak terlihat hal-hal ganjil, tetapi jika dilihat adegan didalam film tersebut banyak adegan yang diwarnai pornografi ( Rin Sakuragi ) yang dianggap terlalu ekstrim dalam adegannya membuat film ini tidak layak ditonton dan jika dilihat dari segi pendidikan dan informasi, tidak ada hal positive yang dapat diambil dari film tersebut.Banyak nya film yang menuai kontroversi membuat kinerja dan peran lembaga sensor film dipertanyakan. Seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film Bab II: Pasal 4, dan Pasal 5, Lembaga Sensor Film memiliki fungsi melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak negatif yang timbul dalam peredaran, pertunjukan dan/atau penayangan film dan reklame film yang tidak sesuai dengan dasar, arah dan tujuan perfilman Indonesia, Memelihara tata nilai dan tata budaya bangsa dalam bidang perfilman di Indonesia, dan memantau apresiasi masyarakat terhadap film dan reklame film yang diedarkan, dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dan menganalisis hasil pemantauan tersebut untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan tugas penyensoran 8
Kutipan Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ezki Suyanto, http://nasional.vivanews.com/news/read/110494-seberapa_bahayakah_film__balibo_five_
dalam
artikel
11
berikutnya dan/atau disampaikan kepada Menteri sebagai bahan pengambilan kebijaksanaan ke arah pengembangan perfilman di Indonesia. Alasan penulis memilih film Balibo sebagai latar belakang studi kasus penelitian ini adalah karena film balibo merupakan salah satu film kontroversial dan menjadi perdebatan dikalangan insane perfilman, pers dan juga lembaga independen perfilman. Pelarangan pemutaran film Balibo ini dikarenakan LSF, menganggap film tersebut mampu
memicu konflik, Indonesia dan Australia.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan protes atas keputusan Lembaga Sensor Film (LSF) terkait larangan peredaran film “Balibo”. Pelarangan film tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan berekspresi, kebebasan berapresiasi dan tidak menghormati hak masyarakat untuk tahu. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya diatas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana Peran Lembaga Sensor Film dalam menyeleksi Film Kontroversial ? “.
1.3
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui peran Lembaga Sensor Film sebagai lembaga resmi
Negara dalam menjalankan tugas, tanggung jawab dan wewenangnya sebagai lembaga sensor dalam mengawasi dan mengontrol film . Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan oleh penulis diatas, maka tujuan penilitian ini adalah mengetahui Peran Lembaga Sensor Film dalam menyeleksi Film Kontroversial.
12
1.4
Signifikasi Penelitian
1.4.1 Signifikasi Akademis Penelitian yang dilakukan tentang peran LSF diharapkan bisa menjelaskan , atau merinci keberlakuan Sistem pertanggung jawaban social atau hasil - hasil penelitian terdahulu mengenai Peran Lembaga Sensor Film dalam menyeleksi film controversial yang ditayangkan di Bioskop.
1.4.2 Signifikasi Praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi lembaga sensor film agar lebih memperketat peranan agar film yang disensor tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat.