BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Lalu lintas atau mobilitas penduduk
mempunyai pengertian atau
pergerakan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Pergerakan tersebut dapat bersifat sementara maupun menetap seperti mobilitas ulang-alik dan migrasi. Migrasi penduduk terbagi menjadi dua jenis. Pertama, migrasi internasional yaitu perpindahan penduduk yang melewati batas suatu negara. Kedua migrasi intern yaitu
migrasi yang terjadi dalam batas wilayah suatu negara. Migrasi
Internasional yaitu perpindahan penduduk atau migrasi yang melintasi negaranya atau dari suatu negara ke negara lainnya. Problem migrasi Internasional pada masa sekarang ini telah menjadi persoalan setiap negara, baik negara asal, negara tujuan maupun negara transit. 1 Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan perekonomian global, akan semakin banyak pula manusia yang mengadakan perjalanan darat, laut dan udara untuk berbagai kepentingan, baik di tingkat domestik maupun internasional. Akibatnya, mobilitas manusia menunjukkan peningkatan yang cukup besar di saat ini dan di masa mendatang. Asumsi ini tidak berarti bahwa aspek lain, seperti ideologi, politik, sosial budaya, dan keamanan tidak berpengaruh pada mobilitas
1
Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012). Hal. 55-57
Universitas Sumatera Utara
manusia, tetapi saat ini kecenderungan dunia memang lebih ke arah aspek ekonominya. 2 Selain dampak yang menguntungkan, peningkatan mobilitas orang asing (OA) juga dapat mengandung pengaruh yang merugikan (negatif), yang dapat meluas ke pola kehidupan serta tatanan sosial budaya dan berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisasikan dampak negatif yang timbul akibat orang asing yang keluar, masuk dan tinggal di wilayah Indonesia, keimigrasian harus mempunyai peranan yang semakin besar. 3 Kebijakan Bebas Visa kunjungan Singkat (BVKS) sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 15 Tahun 1983 tanggal 9 Maret 1983 tentang kebijakan pengembangan kepariwisataan pada awalnya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan pariwisata. Bentuk kebijakan ini
merupakan
pembebasan dari kewajiban memiliki visa untuk melakukan perjalanan ke Indonesia. Kemudahan ini disadari telah menghambat proses pengawasan terhadap kegiatan dan keberadaan orang asing karena minimnya seleksi terhadap maksud dan tujuan keberadaan orang asing tersebut yang datang ke Indonesia. 4 Negara-negara yang menerima fasilitas BVKS sebanyak 15 negara, yaitu: Thailand, Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Phillipina, Hongkong Special Administration Region (Hongkong SAR), Macao Special Administration Region
2
M. Imam Santoso, Perspektif Imigrasi Dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional,(Jakarta: UI-press, 2004), hal. 14 3 Ibid, hal. 2-4 4 Ibid, hal. 205-206
Universitas Sumatera Utara
(Macao SAR), Chili, Maroko, Peru, Vietnam, Ekuador, Kamboja, Laos dan Myanmar. 5 Kebijakan BVKS yang semula diharapkan dapat memberikan manfaat dan pengaruh positif terhadap pelaksanaan dan kelancaran pembangunan nasional dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan negara, dalam perkembangannya ternyata menimbulkan ekses
yang justru cenderung merugikan kepentingan
negara dengan cukup terbukanya bagi pendataan, pekerja, pengusaha asing yang menyalahgunakan fasilitas BVKS. 6 Selanjutnya disamping Kebijakan BVKS pemberian fasilitas Visa On Arrival (VoA) juga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan mobilitas orang asing. Visa On Arrival (VoA) bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada warganegara dari beberapa negara tertentu (subjek VoA) dalam rangka kunjungan wisata, sosial, kepentingan bisnis atau tugas kepemerintahan sebagai bentuk upaya meningkatkan arus kedatangan wisatawan mancanegara. Selain itu, dengan adanya fasilitas VoA ini diharapkan hubungan antara Indonesia dan beberapa negara tertentu dapat meningkat berdasarkan asas kemanfaatan dan saling menguntungkan. 7 Negara-negara yang menjadi subjek VOA adalah: Afrika Selatan, Aljazair, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Austria, Bahrain, Belanda, Belgia, Brazil, Bulgaria, Cheko, Cyprus, Denmark, Uni Emirat Arab, Estonia, Fiji, Finlandia, Hongaria, India, Inggris, Iran, Irlandia, Islandia, Italia, Jepang, Jerman, Kamboja, 5
Peraturan Presiden RI Nomor 43 tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden Nomor 18 tahun 2003 tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat. 6 M. Imam Santoso, Op.cit, hal.211 7 http://www.imigrasi.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=686&Itemid= 27 , Diakses Tanggal 28 Februari 2012 Pukul 19.35 wib
Universitas Sumatera Utara
Kanada, Korea Selatan, Kuwait, Laos, Latvia, Libya, Liechtenstein, Lithuania, Luxemburg, Maladewa, Malta, Meksiko, Mesir, Monaco, Norwegia, Oman, Panama, Perancis, Polandia, Portugal, Qatar, China, Rumania, Rusia, Saudi Arabia, Selandia Baru, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Suriname, Swedia, Swiss, Taiwan, Tunisia, Turki, Timor Leste dan Yunani. 8 Dengan adanya Kebijakan BVKS dan pemberian fasilitas Visa On Arrival (VoA) berakibat semakin terbukanya pintu-pintu kedatangan orang asing yang mempengaruhi peningkatan jumlah Tempat Pemeriksaan Keimigrasian (TPI) di Indonesia yang tidak serta merta didukung peningkatan sumber daya manusia. Sementara pengawasan terhadap orang asing pada saat orang asing tersebut memasuki wilayah Indonesia adalah melalui TPI. Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Indonesia, terdiri dari: 9 1. Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Pelabuhan sebanyak 90 2. Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Bandar Udara sebanyak 33 3. Tempat Pemeriksaan Imigrasi di Tempat-Tempat Lain Tertentu sebanyak 5 Dalam kurun waktu tahun 2011, Imigrasi telah memberikan pelayanan Keimigrasian di 33 (tiga puluh tiga) TPI di seluruh Indonesia baik melalui bandar udara ataupun pelabuhan internasional, kepada orang asing sebanyak 6.293.780 pelayanan. 10
8
Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-03.GR.01.06 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M-HH-01.GR.01.06 tahun 2010 tentang Visa Kunjungan Saat Kedatangan 9 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusi RI No. : M.HH-02.GR.02.01 Tahun 2009 Tentang Tempat Pemeriksaan Imigrasi 10 http://www.imigrasi.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=668&Itemid =175 diakses Tanggal 12 Februari 2012 pukul 18.54 wib
Universitas Sumatera Utara
Melihat lingkup tugas dan fungsi keimigrasian ada di berbagai bidang seperti
politik,
ekonomi,
sosial
budaya,
keamanan
dan
kependudukan
(multidimensional). Dalam konteks lalu lintas dan mobilitas manusia yang semakin meningkat, peran dan fungsi imigrasi sebagai penjaga pintu negara menjadi bagian yang penting dan strategis yaitu meminimalisasikan dampak negatif dan mendorong dampak positif yang dapat timbul akibat kedatangan orang asing sejak masuk, selama berada dan melakukan kegiatan di Indonesia sampai ia keluar wilayah negara. 11 Keimigrasian merupakan bagian dari perwujudan pelaksanaan penegakan kedaulatan atas Wilayah Indonesia dalam rangka menjaga ketertiban kehidupan berbangsa dan bernegara menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 12 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut UU Keimigrasian) disahkan pada tanggal 5 Mei 2011, menggantikan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian untuk memenuhi berbagai perkembangan kebutuhan pengaturan, pelayanan, dan pengawasan di bidang keimigrasian, yang lebih komprehensif serta mampu menjawab tantangan yang ada. 13 Keberadaan orang asing di suatu negara menjadi tanggung jawab dari negara dimana orang asing itu berada, sedang negara dari orang asing tersebut juga mempunyai tanggung jawab melindungi warganya yang berada di negara lain. Keberadaan orang asing di suatu negara dapat dilihat dari sah tidaknya izin tinggal yang dimiliki oleh orang asing tersebut selama yang bersangkutan berada 11
M. Imam Santoso, Op.cit, hal.45-46 Konsideran UU Keimigrasian huruf (a) 13 Ibid 12
Universitas Sumatera Utara
di negara itu. Kegiatan orang asing selama berada di suatu negara lain dapat melakukan kegiatan berupa: 14 1. Kegiatan yang sesuai dengan izin yang diberikan dan sesuai dengan maksud kedatangannya di wilayah negara yang didatangi; 2. Kegiatan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan dan maksud kedatangannya; 3. Kegiatan yang merugikan atau membahayakan negara yang didatangi. Untuk menjamin kemanfaatan orang asing dalam rangka menunjang tetap terpeliharanya stabilitas dan kepentingan nasional, kedaulatan negara, keamanan dan ketertiban umum serta kewaspadaan terhadap dampak negatif yang timbul akibat perlintasan orang antar negara, keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia, dipandang perlu melakukan pengawasan bagi orang asing. 15 Orang asing yang masuk, keberadaan, kegiatan dan keluar dari wilayah Indonesia dapat menimbulkan 2 (dua) kemungkinan yakni : Pertama, orang asing mentaati peraturan yang berlaku dan tidak melakukan kegiatan yang berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum, hal ini tidak menimbulkan masalah keimigrasian maupun kenegaraan. Kedua, orang asing tidak mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, hal ini menimbulkan masalah dan dapat dikenakan tindakan hukum. 16
14
Moh.Arif, Keimigrasian di Indonesia, suatu Pengantar, (Jakarta: Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Departemen Kehakiman, 1997), hal. 104-105 15 Arief Rahman Kunjono, Illegal Migran dan Sistem Keimigrasian Indonesia :Suatu Tinjauan Analisis, (Jakarta: Direktorat Jendral Imigrasi, 2002), hal. 28. 16 Wahyudin Ukun, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, (Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, September 2004), hal. 4
Universitas Sumatera Utara
Jumlah
pelanggaran
di
Direktorat
Penyidikan
dan
Penindakan
Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi selama periode Januari sampai dengan Desember 2011 tercatat mencapai 570 pelanggaran. Jumlah Pelanggaran Keimigrasian yang paling banyak dilakukan adalah warga negara kebangsaan RRC 233 pelanggaran, Taiwan 126, Timor leste 30, Belanda 19, Malaysia 16, Korea selatan 11, Inggris 9, Jerman 9, Vietnam 8 dan Amerika 7 pelanggaran, seperti yang diuraikan pada Tabel 1.1 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Pelanggaran Keimigrasian Per Kebangsaan Periode Bulan Januari s/d Desember 2011
Sumber: Dit.Nyidakim, Direktorat Jenderal Imigrasi Jalan H. R. Rasuna Said Kav. 8-9 Jakarta Selatan.
Direktorat Jenderal Imigrasi telah melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian (selanjutnya disebut TAK) kepada orang asing yang melanggar UU
Universitas Sumatera Utara
Keimigrasian di Wilayah Republik Indonesia sejumlah 2.423 orang, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 berikut: 17 Tabel 1.2 Data Pelanggaran Keimigrasian Per Tanggal 13 Desember 2011 No 1 2
Jenis kasus Pelanggaran Keimigrasian Ilegal Imigran Total
Jumlah 1.730 693 2.423
Sumber: Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI Jalan H. R. Rasuna Said Kav. 8-9 Jakarta Selatan.
Untuk kepentingan supremasi dan penegakan hukum serta menjaga kewibawaan negara, maka terhadap orang asing yang menyalahgunakan izin keimigrasian dikenakan TAK. Tindakan Administratif Keimigrasian sebagaimana ditegaskan dalam UU Keimigrasian adalah sanksi administratif yang ditetapkan pejabat imigrasi terhadap orang asing di luar proses peradilan. 18 Jika dikaitkan dengan ilmu hukum yang menjadi induknya, hukum keimigrasian adalah bagian dari ilmu hukum kenegaraan, khususnya merupakan cabang dari hukum administrasi negara (administratiefrecht). Hal ini terlihat dari fungsi keimigrasian yang dilaksanakannya, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintahan atau administrasi negara (bestuur) dan pelayanan masyarakat (publiek dienst); bukan fungsi pembentuk undang-undang (wetgever) dan bukan juga fungsi peradilan (rechtspraak). 19 Masalah keimigrasian merupakan sebagian kebijakan organ administrasi (negara) yang melaksanakan kegiatan pemerintahan (administrasi negara). 17
http://www.imigrasi.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=668&itemid =175 Diakses Tanggal 12 Februari 2012 Pukul 18.54 Wib 18 Pasal 1 Butir 31 UU Keimigrasian. 19 M. Imam Santoso, Op.Cit, hal. 39
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan yang dimaksud adalah gambaran dari perbuatan hukum pemerintah (overheids handeling). Yang dilakukan negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging). Sebagai contoh adalah kewenangan imigrasi untuk menangkal dan mencegah orang asing yang hendak masuk atau keluar Wilayah Indonesia. 20 Tindakan Administratif Keimigrasian dapat berupa: 21 a. Pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan; b. Pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal; c. Larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia; d. Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di Wilayah Indonesia; e. Pengenaan biaya beban; dan/atau f. Deportasi dari wilayah Indonesia. Untuk menghadapi ekses dari arus pergerakan manusia lintas negara, Imigrasi sebagai aparatur dalam mengatur lalulintas orang keluar masuk Wilayah Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing selama berada di Indonesia, mulai melakukan secara intens dan berkelanjutan tindakan penegakan hukum yang lebih kearah represif dan bukan hanya preventif. 22 Tindakan yang bersifat preventif semata-mata diupayakan pada saat Imigrasi melaksanakan fungsi pelayanan. Namun ketika sedang melaksanakan fungsi keamanan dan penegakan hukum, tidak bisa tidak tindakan represif harus lebih diperkuat meskipun pelaksanaannya tidak dilakukan melebihi wewenang. 20
Ibid, hl. 39 Pasal 75 Ayat (2) UU Keimigrasian 22 M. Imam Santoso, Op.Cit, hal. 121 21
Universitas Sumatera Utara
Tindakan yang bersifat represif dapat dilaksanakan dalam TAK serta tindakan yustisial. 23 Oleh karena itu penting untuk dikaji lebih dalam secara hukum, tentang permasalahan TINDAKAN ADMINISTRATIF KEIMIGRASIAN TERHADAP ORANG ASING DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN.
B.
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan terhadap orang asing yang melakukan pelanggaran keimigrasian di Indonesia ? 2. Apakah Tindakan Administratif Keimigrasian sudah efektif dalam Penegakan Hukum terhadap orang asing yang melakukan Pelanggaran UU Keimigrasian? 3. Kendala-kendala apa saja yang menghambat Tindakan Administratif Keimigrasian
terhadap
orang
asing
yang
melakukan
pelanggaran
Keimigrasian?
C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
23
Ibid, hal 121
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengetahui pengaturan terhadap orang asing yang melakukan Pelanggaran Keimigrasian di Indonesia ? 2. Untuk mengetahui efektifitas TAK terhadap orang asing yang melakukan pelanggaran Keimigrasian ditinjau dari UU Keimigrasian. 3. Untuk mengetahui kendala-kendala Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap orang asing yang melakukan pelanggaran Keimigrasian.
D.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis: a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum di Indonesia pada umumnya dan hukum Keimigrasian pada khususnya b. Memberikan kontribusi terhadap peneliti lain yang melakukan penelitian TAK. c. Sebagai sumbangan bagi pemerintah dalam penyempurnaan peraturan perundang-undangan (Rancangan Peraturan Perundang-undangan) dan peraturan pelaksanaannya. 2. Secara praktis: a. Bagi Direktorat Jenderal Imigrasi khususnya Direktorat Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian, menjadi masukan dan perbaikan dalam pelaksanaan TAK terhadap Orang Asing.
Universitas Sumatera Utara
b. Bagi pemerintah, menjadi masukan dalam memfasilitasi
Direktorat
Jenderal Imigrasi khususnya Direktorat Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian dalam penegakan hukum keimigrasian khususnya terhadap orang asing.
E.
Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan di kantor Imigrasi dalam kurun waktu dua tahun
terakhir ini serta penelusuran kepustakaan
di Universitas Sumatera Utara,
penelitian yang dengan judul TINDAKAN ADMINISTRATIF KEIMIGRASIAN TERHADAP ORANG ASING DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANGUNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN
belum
pernah dilakukan sebelumnya. Adapun beberapa penelitian yang berhubungan dengan TAK terhadap orang asing di Indonesia yang sudah dipublikasikan sebelum penelitian ini antara lain: 1. Tesis dengan judul “Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian terhadap Izin Tinggal orang asing di Indonesia (Studi Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan)” oleh Ratna Wilis di Medan tahun 2009. 2. Tesis
dengan
judul
“Tindakan-tindakan
Hukum Keimigrasian
dalam
Penanggulangan Penyalahgunaan Visa di Medan” oleh Tjatur Soemardiyanto di Medan tahun 2010. 3. Tesis dengan judul “Penegakan Peraturan Keimigrasian dalam Mencegah Masuknya Imigran Illegal ke Indonesia” oleh Darman di Medan tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa penelitian tentang TAK yang ada sebelum penelitian ini, memiliki latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan dan tujuan penelitian yang berbeda dari penelitian ini. Selain itu penelitian dilakukan dengan menjunjung tinggi kode etik penulisan karya ilmiah, dengan demikian penelitian ini benar keasliannya
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
akademis.
F.
Kerangka Teori dan Konsep
1.
Kerangka Teori Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa fenomena.
Dalam menyusun generalisasi, teori selalu memakai konsep-konsep. Generalisasi adalah proses melalui mana suatu observasi mengenai satu fenomena tertentu berkembang menjadi suatu observasi mengenai lebih dari suatu fenomena. 24 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis dari para penulis ilmu hukum dibidang hukum yang berkaitan dengan perlindungan hukum dan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teori yang mungkin disetujui atau tidak disetujui sebagai masukan eksternal dalam penulisan tesis ini. 25 Imigrasi berasal dari Bahasa Latin “ migratio” yang artinya perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat atau negara lain. Ada istilah emigratio yang mempunyai arti berbeda, yaitu perpindahan penduduk dari suatu wilayah atau negara ke luar menuju atau negara lain.. Sebaliknya, istilah 24
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Cetakan IV, ( Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010), hal. 43 25 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung: CV.Mandar Maju, 1994) hal.80
Universitas Sumatera Utara
immigratio dalam bahasa Latin mempunyai arti perpindahan penduduk dari suatu negara untuk masuk kedalam negara lain. Pada hakekatnya emigrasi dan imigrasi itu
menyangkut hal yang sama
yaitu perpindahan penduduk antar
negara, tetapi yang berbeda adalah cara memandangnya. Ketika seseorang pindah ke negara lain, peristiwa ini dipandang sebagai peristiwa Emigrasi, namun bagi negara yang didatangi orang tersebut peristiwa itu disebut Imigrasi 26. Oxford Dictionary of Law juga memberikan defenisi imigrasi sebagai berikut: “ Immigration is the act af entering a country other than one’s native country with the intention of living there permanently.” Dari defenisi ini dipahami bahwa perpindahan itu mempunyai maksud yang pasti, yakni untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di satu tempat baru. Oleh karena itu orang asing yang bertamasya, atau mengunjungi suatu konferensi internasional, atau merupakan rombongan misi kesenian olahraga, atau juga menjadi diplomat tidak dapat disebut sebagai seorang Imigran. 27 Orang asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia. 28 Setiap orang asing yang berada di Wilayah Indonesia wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan mengenai identitas diri dan/atau keluarganya serta melaporkan setiap perubahan status sipil, kewarganegaraan, pekerjaan, penjamin, atau perubahan alamatnya kepada Kantor Imigrasi setempat rangka pengawasan keimigrasian 29.
26
M. Iman Santoso, Op.Cit, hal. 14-15. Ibid, hal. 14-15 28 Pasal 9 UU Keimigrasian, lihat juga Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan 29 Pasal 71 UU Keimigrasian 27
Universitas Sumatera Utara
Sebagai salah satu institusi
atau perpanjangan tangan pemerintah,
keimigrasian menjadi bagian dari urusan pemerintahan negara dalam memberikan pelayanan keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator pembangunan kesejahteraan masyarakat. 30 Apabila membicarakan fungsi keimigrasian maka tidak dapat tidak dikaitkan dengan teori kedaulatan, karena teori ini merupakan landasan dasar bekerjanya fungsi keimigrasian. Negara dikatakan berdaulat karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Prinsip kedaulatan ini dicantumkan dalam piagam PBB pada pasal 2 ayat (1) yaitu persamaan derajat kedaulatan setiap negara anggota PBB. 31 Pada perkembangannya muncul kosep kedaulatan modern yang tidak terbatas pada wilayah suatu negara, membuka kemungkinan perluasan yurisdiksi suatu negara bersinggungan dengan hukum internasional dan dengan yurisdiksi negara lain. Hal ini disadari pada pemahaman bahwa hubungan antar negara atau bangsa berlandaskan atas kemerdekaan dan persamaan dan setiap negara merupakan anggota yang berdaulat. Penjabaran dari teori yurisdiksi ini tidak hanya terbatas pada yurisdiksi teritorial saja tetapi juga yurisdiksi yang menyangkut suatu negara meskipun peristiwanya terjadi di negara lain. 32 Kata ‘kedaulatan’ berasal dari bahasa Inggris, yaitu ‘souvereignty’ yang berasal dari kata Latin ‘superanus’ berarti ‘yang teratas’. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi, suatu sifat atau ciri hakiki sebuah negara. Ruang berlaku
30
Pasal 1 Butir 3 UU Keimigrasian. M. Iman Santoso, Perspektif Imigrasi : Dalam United Nation Convention Against Transnational Organized Crime, (Jakarta: Perum Percetakan Negara RI, 2007), hal.18 32 M. Iman Santoso, Op.Cit, hal.18 31
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan tertinggi ini dibatasi oleh batas wilayah negara itu, artinya suatu negara hanya
hanya memiliki kekuasaan tertinggi di dalam batas wilayahnya. Jadi
pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mengandung dua pembatasan penting dalam dirinya yaitu: 33 1. Kekuasaan terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu, 2. Kekuasaan ini berakhir ketika kekuasaan suatu lain negara dimulai Bodin yang merupakan penggagas (founder) doktrin kedaulatan secara ilmiah
mengemukakan
kekuasaaan
bahwa
kedaulatan
negara
menunjukkan
adanya
legislatif dan negara berbeda dengan komunitas lainnya karena
negara mempunyai kekuasaan tertinggi atau disebut summa potestas. Kedaulatan adalah kekuasaan membuat hukum sebagai alat untuk melaksanakan kedaulatan dengan efektif. Pendapat Bodin
ini diperkuat oleh Hobbes bahwa tidak ada
pembatasan untuk membuat hukum oleh negara yang mempunyai kedaulatan, tidak ada prinsip hukum alam yang ada adalah kemampuan untuk mengatur secara efektif pembatasan kekuasaan mutlak dan penguasa (the ruler). Jadi Bodin dan pengikutnya lebih melihat kedaulatan dari azas ketertiban dalam negeri atau dari aspek intern, yaitu kekuasaan tertinggi negara untuk mengurus wilayah dan rakyatnya. 34 Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan merupakan atribut dan ciri khusus suatu negara. Dalam perkembangannya, pengertian kedaulatan mengalami berbagai perubahan, dimana negara dikatakan berdaulat apabila negara tersebut
33 34
Ibid, hal.33-34 Ibid, hal.33-34
Universitas Sumatera Utara
mampu dan berhak mengatur dan mengurus sendiri kepentingan-kepentingan dalam dan luar negeri dengan tidak bergantung kepada negara lainnya. 35 Dalam konteks hubungan
internasional, prinsip kedaulatan, prinsip
kedaulatan negara (state souvereignty) merupakan salah satu prinsip penting di dalam hukum internasional bahkan termasuk salah satu prinsip atau doktrin jus cogens. Prinsip kedaulatan negara menetapkan bahwa suatu negara memiliki kekuasaan atas suatu wilayah (teritorial) serta hak-hak yang kemudian timbul dari penggunaan kekuasaan teritorial. Kedaulatan mengandung arti bahwa negara mempunyai hak kekuasaan penuh untuk melaksanakan hak teritorialnya dalam batas-bats wilayah negara yang bersangkutan. 36 Konsep kedaulatan teritorial yang menandakan bahwa di dalam wilayah kekuasaan ini yurisdiksi dilaksanakan oleh negara terhadap orang-orang dan harta benda yang menyampingkan negara-negara lain. Kedaulatan teritorial dilukiskan oleh Max Huber, Arbitrator dalam Island of Palmas Arbitration, dengan istilahistilah: “Kedaulatan dalam hubungan antara negara-negara menandakan kemerdekaan. Kemerdekaan berkaitan dengan suatu bagian dari muka bumi adalah hak untuk melaksanakan di dalamnya, terlepas dari negara lain, fungsi-fungsi suatu negara.” 37
35
Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, (Jakarta: Graha Ilmu, 2011), hal. 41. 36 M. Iman Santoso, Op.Cit, hal.33 37 J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, diterjemahkan oleh: Bambang Iriana Djajaamadja dari buku J.G Starke, Introduction to International Law, (Butterworth & Co Ltd, 1989), Edisi Kesepuluh (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.210-211
Universitas Sumatera Utara
Pelaksanaan yurisdiksi oleh suatu negara terhadap harta benda, orang tindakan atau peristiwa yang terjadi di dalam wilayahnya jelas diakui oleh hukum internasional untuk semua negara anggota masyarakat internasional. Prinsip tersebut telah dikemukakan dengan tepat oleh Lord Macmillan: ”Adalah suatu ciri pokok kedaulatan dalam batas-batas ini seperti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus memiliki yurisdiksi terhadap semua orang dan benda didalam bata-batas teritorialnya dan dalam semua perkara perdata dan pidana yang timbul di dalam batas-batas teritorial ini”. 38 Yurisdiksi teritorial suatu negara meliputi kewenangan legislatif, kewenangan administratif dan kewenangan yudisial. Ketiga kewenangan diakui sebagai tiga lingkungan yurisdiksi, yaitu Jurisdiction to prescribe, Jurisdiction to adjudicate, Jurisdiction to enforce. Dalam konteks pemberlakuan UU Keimigrasian perlu dipertimbangkan perluasan yurisdiksi karena sifat-sifat transnasional. Perluasan yurisdiksi UU Keimigrasian akan berbenturan dengan yurisdiksi negara lain, namun demikian Konvensi Transnational
Organized
Crime (TOC) telah memberikan jalan keluar untuk menghindari hal tersebut yaitu mencantumkan
ketentuan
menjungjung tinggi
tentang
kerja
sama
internasional
yang
tetap
ketentuan mengenai prinsip kedaulatan negara (state
sovereignty). 39 Istilah Transnational Organized Crimes (TOC) merujuk pada UN Convention against Transnational Organized Crime atau yang juga dikenal dengan Konvensi Palermo dan ketiga protokolnya. Kejahatan yang memenuhi karakteristik TOC adalah dilakukan lebih dari satu negara; dilakukan di satu 38 39
J.G Starke, Op.Cit, hal 270-271 M. Iman Santoso, Op.Cit, hal.19
Universitas Sumatera Utara
negara namun bagian penting seperti persiapan, perencanaan, pengarahan dan pengendalian dilakukan di negara lain; dilakukan di satu negara tetapi melibatkan kelompok kriminal yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu negara; dilaksanakan di satu negara tetapi berdampak pada negara lain. Berdasarkan parameter dalam konvensi tersebut, beberapa jenis kejahatan yang diakui sebagai kejahatan terorganisir lintas negara adalah: money-laundering (artikel 7), korupsi (artikel 8 dan 9), perdagangan manusia (protokol I), penyelundupan migran (Protokol II) serta produksi dan perdagangan gelap senjata api. 40 Masyarakat internasional mengakui bahwa setiap negara mempunyai hak eksklusif (reserved domain/domestic jurisdiction of state) karena adanya prinsip kedaulatan negara dalam batas wilayah negara yang bersangkutan tanpa ada keterkaitan atau pembatasan dari hukum internasional. Yurisdiksi ini bersumber pada kedaulatan negara yang melahirkan kewenangan/kekuasaan negara berdasarkan hukum internasional untuk mengatur segala sesuatu yang terjadi dalam negara. 41 Negara yang berdaulat memiliki hak-hak lain berupa kekuasaan, yaitu: 42 a. Kekuasaan eksklusif untuk mengendalikan persoalan domestik; b. Kekuasaan untuk menerima dan mengusir orang asing; c. Hak-hak istimewa perwakilan diplomatiknya di negara lain; d. Yuridiksi penuh atas kejahatan yang dilakukan dalam wilayahnya.
40
http://www.politik.lipi.go.id/index.php/in/kegiatan/125-diskusi-kejahatan-transnasionalbersama-deplu, Diakses Tanggal 27 Juli 2012 Pukul 17.00 Wib 41 Ibid, hal.42 42 Ibid, hal.40
Universitas Sumatera Utara
Pengertian kekuasaan sendiri menurut definisi yang telah diterima secara umum adalah kemampuan seseorang/sekelompok orang/suatu badan untuk mempengaruhi orang lain agar bersikap/bertindak sesuai dengan keinginan yang memiliki kemampuan itu. Kekuasaan harus pula dibedakan dengan kewenangan. Kewenangan adalah kekuasaan yang ada pada seseorang/sekelompok orang yang mempunyai dukungan/ mendapat pengakuan dari masyarakat. 43 Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rachten en plichten). Kewenangan memiliki kedudukan penting dalam kajian hukum hukum administrasi negara. Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti dalam Hukum Administrasi Negara, “ Het begrip bevoegdheid is dan ook een kernbegripin het staats-en administratief recht”.: 44 Fungsi Keimigrasian merupakan fungsi penyelenggaraan administrasi negara atau penyelenggaraan administrasi pemerintahan, oleh karena itu sebagai bagian dari penyelenggaraan kekuasaan eksekutif, yaitu fungsi administrasi negara dan pemerintahan, maka hukum keimigrasian dapat dikatakan bagian dari bidang hukum administrasi negara. 45
43
http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal.100107%20Membedah%20Konsep%20Kedaulat an.pdf, Diakses Tanggal 27 Maret 2012 20.36 wib 44 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011) , Hal.98-99 45 Bagir Manan, “Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional”, (Jakarta: Rapat Kerja Nasional Keimigrasian, 14 Januari 2000) Hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi yang disebut administrasi negara secara umum merupakan jenis yang sama seperti legislasi dan yurisdiksi, yakni fungsi hukum dalam arti kata yang lebih sempit mengenai penciptaan dan penerapan norma-norma hukum. Fungsi
organ
administratif
tertinggi,
yakni
pemerintah,
adalah
berupa
partisipasinya yang didelegasikan kepadanya oleh konstitusi dalam pembuatan undang-undang,dalam pemberlakuan kewenangan yang didelegasikan oleh konstitusi
untuk menandatangani perjanjian internasional, dalam penyusunan
peraturan dan perintah administratif yang ditujukan kepada organ dan subjek administratif dibawahnya. 46 Tindakan paksa dari administratif yang tidak memiliki karakter sanksi ini sebenarnya merupakan fungsi eksekutif yang jelas berbeda dari fungsi yudikatif. Kekhasan dari tindakan paksa ini terletak pada fakta bahwa perbuatan yang diinginkan adalah ditimbulkan dengan jalan mewajibkan kepada organ negara bukan individu perseorangan. Jenis administrasi ini data disebut administrasi langsung sebagai lawan dari administrasi tidak langsung. Tindakan administrasi langsung tidak mesti berupa tindakan paksa, setiap kegiatan apapun bisa terjadi sebagai administrasi langsung oleh negara. Administrasi langsung memiliki fungsi yang pada dasarnya sangat berbeda, sedangkan fungsi administrasi tidak langsung memiliki karakter yang sama seperti yudikatif. 47
46
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif, diterjemahkan oleh: Raisul Muttaquien dari Buku Hans Kelsen , Pure Theority of Law, (Berkely University of California Prees, 1978), Cetakan VII (Bandung: Nusa Media, 2010), Hal.290-291 47 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, diterjemahkan oleh: Raisul Muttaquien dari Buku Hans Kelsen, General Theory of Law and State (New York: Russel and Russel, 1971), Cetakan ke VII, (Bandung: Nusa Media, 2011), Hal. 396.
Universitas Sumatera Utara
Ilmu Administrasi Negara lahir sejak Woodrow Wilson (1887), yang kemudian menjadi presiden Amerika Serikat pada 1913-1921, menulis sebuah artikel yang berjudul “The Study of Administration” yang dimuat di jurnal Political Science Quarterly. Kemunculan artikel itu sendiri tidak lepas dari kegelisahan Wilson muda akan perlunya perubahan terhadap praktik tata pemerintahan yang terjadi di Amerika Serikat pada waktu itu yang ditandai dengan meluasnya praktik spoil system (sistem perkoncoan) yang menjurus pada terjadinya inefektivitas dan inefisiensi dalam pengelolaan negara. 48 Istilah administrasi negara berasal dari bahasa Latin administrate yang dalam bahasa Belanda diartikan sama dengan besturen yang berarti fungsi pemerintah. Ilmu administrasi publik yang terdiri atas : 49 a. Ilmu administrasi negara umum b. Ilmu administrasi daerah c. Ilmu administrasi negara khusus Administrasi negara membahas masalah-masalah yang menyangkut asasasas berikut: 50 1. Asas-asas administrasi negara (principles of public administration); 2. Organisasi kepegawaian negeri (civil servant) yang menjadi prasarana dalam administrasi negara;
48
Http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/Hub%20Negara%20dan%20Masyarakat% 20-%20romli%20atmasasmita.pdf, Diakses tanggal 26 Maret 2012 Pukul 20.32 wib 49 Http://pustaka.unpad.ac.id/wp content/uploads/2009/05/hukum_administrasi_negara.pdf diakses tanggal 26 Maret 2012 pukul 20.26 wib 50 Sahya Anggara, Perbandingan Administrasi Negara , (Bandung: CV.Pustaka Setia, 2012), hal.50
Universitas Sumatera Utara
3. Hukum administrasi negara yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem administrasi negara yang tunduk pada hukum.
2.
Konsep Pentingnya defenisi operasional (operational defenition)
adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. 51 Defenisi operasional yang digunakan sebagai berikut : 1. Tindakan Administratif Keimigrasian adalah sanksi administratif yang ditetapkan pejabat imigrasi terhadap orang asing di luar proses peradilan. 2. Orang asing adalah orang yang bukan warga Negara Indonesia. 3. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara. 4. Pejabat imigrasi adalah pegawai yang telah melalui pendidikan khusus Keimigrasian dan memiliki keahlian teknis keimigrasian serta memiliki wewenang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan Undang-Undang ini. 5. Pelanggaran keimigrasian merupakan perbuatan (perkara) yang menyalahi UU Keimigrasian.
51
Tan kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, (Medan: PPs USU, 2002), hal.35
Universitas Sumatera Utara
G.
Metode Penelitian
1.
Jenis dan Sifat Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif, yaitu dengan
mempelajari asas hukum, perundangan, pendapat para ahli dan usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (disamping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup: 52 1.
Penelitian terhadap asas-asas hukum
2.
Penelitian terhadap sistematik hukum
3.
Penelitian terhadap taraf singkronisasi vertikal dan horizontal
4.
Perbandingan hukum
5.
Sejarah hukum Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang
berusaha untuk menggambarkan dan menguraikan tentang permasalahan yang berkaitan dengan TAK terhadap orang asing di Indonesia. Penelitian deskriptif adalah dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. 53
52
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Edisi 12, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010). hal 13-14. 53 Soerjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press,hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
2.
Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang
terdiri dari Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder, Bahan Hukum Primer terdiri atas bahan-bahan hukum yang mengikat, terdiri dari norma atau kaidah dasar yaitu Undang-Undang Dasar 1945, peraturan dasar yaitu batang tubuh
Undang-Undang
Dasar
1945,
Undang-undang
(misalnya:
UU
Keimigrasian), Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden atau peraturan suatu badan atau lembaga negara. Bahan hukum primer disamping perundang-undangan yang memiliki otoritas adalah putusan pengadilan. Putusan pengadilan
merupakan
konkretisasi
dari perundang-undangan. Putusan
pengadilan inilah sebenarnya yang merupakan law in Action. 54 Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer misalnya rancangan undang-undang, hasil penelitian hukum, dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum. Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus (hukum), ensiklopedia dan lain-lain. 55 Disamping bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier (bahan penunjang) juga merupakan salah satu bahan dasar penelitian hukum normatif, yang mencakup: 56 54
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan Keenam (Jakarta : Prenada Media Group, 2010), hal 142. 55 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 116-117. 56 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit, hal. 33.
Universitas Sumatera Utara
1. Bahan - bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. Misalnya: Abstrak perundangundangan, bibliografi hukum, direktori pengadilan,
ensiklopedia hukum,
indeks majalah hukum, kamus hukum dan seterusnya. 2. Bahan – bahan primer, sekunder dan penunjang diluar bidang hukum, misalnya yang berasal dari bidang sosiologi, ekonomi, ilmu politik, filsafat dan lain sebagainya yang oleh para peneliti hukum dipergunakan untuk melengkapi ataupun menunjang data penelitiannya.
3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengumpulan data yang dilakukan yaitu studi kepustakaan
(library research). Studi kepustakaan meliputi penelitian tentang dokumentasi yang dilakukan dengan cara mempelajari berbagai peraturan-peraturan dan dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan penelitian sebagai teknik mendapatkan atau mencari konsepsi konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data juga dapat diperoleh melalui keterangan atau informasi melalui informan atau pihak-pihak yang terkait langsung.
Universitas Sumatera Utara
4.
Analisis Data Analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya
kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. 57 Penelitian hukum yang normatif (legal research) biasanya hanya merupakan studi dokumen, yakni menggunakan sumber-sumber data sekunder saja yang berupa peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, teori hukum, dan pendapat para sarjana/informan. Oleh karena itu digunakan metode analisis secara kualitatif dan diberikan penggambaran mengenai mekanisme TAK di Indonesia. Dalam penelitian hukum normatif, untuk memperoleh suatu kesimpulan dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif terlebih dulu harus diketahui konsep ideal atau rumusan-rumusan yang umum dan bersifat ideal, seperti ketentuan-ketentuan perundang-undangan tentang atau teori-teori yang dipahami secara umum sebagai suatu keharusan TAK di Indonesia. Fakta normatif, fakta sosial atau peristiwa yang hendak ditelusuri dalam hal ini adalah TAK. Selanjutnya uraian permasalahan atau yang berbenturan pada bagian konsep ideal atau rumusan-rumusan umum.
57
Lexy J.Moleong, Metode Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal.103.
Universitas Sumatera Utara