BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dinamika pertumbuhan wilayah yang berjalan dengan cepat berimbas pada
kondisi-kondisi yang merugikan lingkungan. Hal ini disebabkan adanya masalah dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun di dalam pengelolaan hasil pembangunan. Perencanaan pembangunan dalam suatu wilayah memiliki peran penting dan mempunyai tujuan untuk mensejahterakan masyarakat, tidak hanya berfokus pada pembangunan sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi saja, namun juga harus memperhatikan lingkungan sekitar agar pembangunan di suatu daerah dapat berjalan dengan baik. Pembangunan pada suatu wilayah perlu direncanakan dengan seksama, untuk menjaga keseimbangan dalam pola pembangunan. Dengan demikian, hasil pembangunan tidak akan merugikan bagi masyarakat, terutama yang berhubungan dengan dampak terhadap lingkungan hidup. Isu pembangunan berwawasan lingkungan hidup sering pula dikemukakan sebagai pembangunan berkelanjutan. Munculnya isu tersebut dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa pembangunan yang dilaksanakan secara terus menerus tidak akan menguntungkan bagi siapa saja apabila sistem biologis alam yang mendukung pertumbuhan ekonomi tidak dicermati dengan baik. Pentingnya pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi
lingkungan
hidup
yang
meliputi
kebijakan
penataan,
1
pemanfaatan,
pengembangan,
pemeliharaan,
pemulihan,
pengawasan,
dan
pengendalian lingkungan hidup (Budiyanto, 2013). Oleh karena itu, dalam pembangunan berwawasan lingkungan hidup yang berkelanjutan, setidaknya terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni (1) pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana; (2) pembangunan berkesinambungan sepanjang masa; dan (3) peningkatan kualitas hidup generasi. Perhatian yang lebih besar terhadap lingkungan hidup sebenarnya adalah bagian dari perjalanan ke arah pembangunan yang berkualitas. Pembangunan yang tidak hanya mengejar jumlah tetapi menuju mutu, yang penting bukan hanya seberapa besar kemakmuran material bisa dicapai tetapi, bagaimana mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Iklim pembangunan yang demikianlah yang menjadikan kelestarian dan pemeliharaan lingkungan hidup mampu menjelma dalam kemauan politik yang kuat dan didukung oleh semua kalangan. Perencanaan pembangunan wilayah yang mempunyai pola ruang optimal dan dengan memperhatikan potensi dan kemampuan untuk menampung kebutuhan masyarakat yang tinggal di suatu wilayah, menyebabkan wilayah tersebut mampu untuk tumbuh dan berkembang dengan pesat serta dapat mengurangi dampak-dampak buruk pembangunan. Salah satu faktor penyebab menurunnya kualitas lingkungan adalah semakin besarnya jumlah manusia yang tinggal di dalamnya. Pada Oktober 2011, bumi ini telah dihuni oleh 7 milyar manusia yang menyebabkan bertambahnya berbagai permasalahan lingkungan, seperti semakin banyaknya sampah yang dibuang
2
sembarangan, meningkatnya bencana banjir, kemacetan lalu lintas, perumahan kumuh, semakin berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau. Berdasarkan dengan pendekatan ilmu geografi, wilayah yang satu dengan wilayah yang lain memiliki perbedaan yang unik. Keunikan antarwilayah inilah yang kemudian menjadi potensi yang dapat dikembangkan dalam rangka mendorong kemajuan wilayah. Keunikan inilah yang menjadikan masing-masing wilayah memiliki orientasi pembangunan yang berbeda-beda. Ditinjau dari segi topografi Kabupaten Karanganyar memiliki topografi yang beragam, wilayah yang sangat nyata perbedaan topografinya berada di Kecamatan Karanganyar dan Kecamatan Tawangmangu yang nanti berkaitan dengan perbedaan dampak lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat. Kecamatan Karanganyar yang berfungsi sebagai pusat dari segala macam kegiatan di Kabupaten Karanganyar berada pada topografi yang datar dan memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi, sedangkan Kecamatan Tawangmangu merupakan kawasan lindung dan destinasi pariwisata yang berada pada topografi berbukit dengan kepadatan penduduk yang rendah. Sebagai salah satu kabupaten yang terletak di wilayah paling timur Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Karanganyar mempunyai tingkat pertumbuhan daerah dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Seiring dengan perkembangan Kabupaten Karanganyar tersebut, laju pertumbuhan penduduk dan meningkatnya aktivitas kehidupan masyarakat tak bisa dihindari, yang pada gilirannya akan meningkatkan volume sampah, polusi udara,
3
pencemaran air dan kemiskinan merupakan masalah pelik yang sering terjadi, sehingga masalah-masalah tersebut perlu segera ditanggulangi secara terencana dan terpadu. Salah satu masalah lingkungan yang cukup serius adalah pengelolaan sampah yang harus segera ditangani agar tidak menyebabkan degradasi lingkungan. Kawasan puncak adalah hulu dari berbagai persoalan lingkungan. Degradasi kawasan puncak dan menurunnya daya dukung lingkungan kawasan ini berdampak penting terhadap timbulnya berbagai persoalan lingkungan di daerah hilir. Penanganan persoalan kebiasaan membuang sampah dan limbah ke sungai juga perlu dimulai dari hulu persoalan di kawasan puncak. Upaya mengubah kebiasaan dan kemandirian masyarakat mengelola sampah memerlukan dukungan banyak pihak. Baik melalui penguatan kelembagaan, pemerintah, pengadaan fasilitas kebersihan dan pengolahan sampah/limbah hingga dukungan kebijakan pemerintah. Kegiatan pengelolaan lingkungan sangat diperlukan untuk menciptakan kelestarian, kebersihan, dan keindahan lingkungan yang berkelanjutan sehingga diperlukan upaya pengendalian operasional agar sampah lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu, untuk mencapai pengelolaan sampah yang optimal, sudah saatnya paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah.
4
Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut dan guna mengantisipasi dampak perubahan lingkungan harus dilaksanakan komitmen bersama yang telah dibangun, termasuk di Kabupaten Karanganyar. Salah satunya dengan melakukan pengelolaan sampah, pengelolaan sampah dapat diartikan menumbuhkan perilaku masyarakat untuk mengurangi produksi sampah. Sampah merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat dalam lingkungan. Sumber, bentuk, jenis dan komposisinya sangat dipengaruhi oleh tingkat budaya masyarakat dan kondisi alamnya, semakin maju tingkat kebudayaan masyarakat makin kompleks pula sumber dan macam sampah yang ditemui sehingga, diperlukan penanganan yang baik agar sampah dapat berdaya guna dan berhasil guna. Berhubungan dengan masyarakat sangat erat kaitannya dengan sikap dan kesadaran masyarakat itu sendiri dalam menjaga lingkungan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi masyarakat dalam mengelola sampah, salah satunya dipengaruhi oleh wilayah tempat tinggal yang berkaitan dengan pengetahuan yang dimiliki. Hal ini membuat sebagian masyarakat melakukan pembuangan sampah pada tempat-tempat yang tidak semestinya seperti sungai, lahan-lahan kosong, dan dipinggir-pinggir jalan membuat kondisi yang tidak nyaman dan tentu mengurangi estetika keindahan lingkungan.
5
Pengelolaan sampah di Kabupaten Karanganyar diatur dalam Perda Kabupaten Karanganyar Nomor 16 Tahun 2010 tentang pengelolaan sampah dan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan. Dalam perda tersebut disebutkan bahwa semua penghasil sampah dikenakan retribusi. Selain itu, tanggung jawab atas pengelolaan dan pelayanan persampahan dijalankan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kabupaten Karanganyar serta semua warga masyarakat. Alasan utama yang dapat menjelaskan mengapa pengelolaan dan pelayanan persampahan penting dalam suatu daerah adalah kenyataan bahwa fasilitas mengenai persampahan dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat. Artinya, tidaklah mungkin suatu daerah dapat lepas dari pelayanan persampahan yang disediakan oleh pemerintah. Dikatakan sebagian besar masyarakat membutuhkan pelayanan persampahan, karena bagaimanapun pasti ada sekelompok masyarakat yang tergantung pada pelayanan dari pemerintah untuk mengangkut sampahnya dengan alasan tidak mempunyai lahan pribadi untuk membuang sampah ataupun daerahnya sudah terfasilitasi oleh pelayanan kebersihan yang rutin melayaninya. Sepanjang kenyataan yang ada saat ini, berbagai studi menunjukkan bahwa negara yang berhasil mencapai lingkungan dan kesehatan yang baik adalah negara yang memiliki sistem persampahan yang memadai khususnya dalam memenuhi kebutuhan penduduknya. Namun demikian, mengelola dan menangani persampahan bukan perkara yang mudah untuk dilaksanakan di negara berkembang seperti Indonesia karena ini menyangkut berbagai macam hal mulai dari keterbatasan biaya
6
operasional, transportasi serta sarana prasarana pengelolaannya, maka perlu dilakukan perencanaan pembangunannya. Pada kenyataannya tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak permasalahan yang timbul dari aspek pembangunan khususnya perencanaan persampahan. Pengelolaan sampah yang tidak menggunakan metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungan pemukiman, hutan, persawahan, sungai dan lautan. Macam pencemaran yang ditimbulkan oleh sampah sangatlah banyak misalnya dari sisi pencemaran udara, sampah mengeluarkan bau yang tidak sedap, debu gas-gas beracun. Pembakaran sampah dapat meningkatkan karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO²) nitrogen-monoksida (NO), gas belerang, amoniak dan asap di udara. Asap di udara, asap yang ditimbulkan dari bahan plastik ada yang bersifat karsinogen, artinya dapat menimbulkan kanker. Selain itu, macam pencemaran perairan yang ditimbulkan oleh sampah misalnya terjadinya perubahan warna dan bau pada air sungai, penyebaran bahan kimia dan mikroorganisme yang terbawa air hujan dan meresapnya bahan-bahan berbahaya sehingga sumber air.
1.2
Perumusan Masalah Daerah hulu yang identik dengan topografi berbukit merupakan kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya. Sehingga dalam
7
pemanfaatan dan pengelolaan lingkungan utamanya sampah, perlu diarahkan secara terencana agar tidak menimbulkan degradasi lingkungan dan berakibat fatal bagi daerah hilir. Oleh karena itu, perlu adanya antisipasi untuk menanggulangi terjadinya degradasi lingkungan akibat meningkatnya aktivitas kehidupan masyarakat yang berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan setiap harinya, sehingga diperlukan adanya kesadaran dari berbagai pihak untuk mengelola sampah. Dampak sampah bagi manusia dan lingkungan sangat besar. Anggapan setiap orang mengenai sampah dan pengelolaannya pun juga beragam, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang melatarbelakanginya mulai dari pengetahuan, sikap, perilaku, dan daerah tempat tinggal masyarakat. Disini, faktor geografis wilayah menjadi penentu utama dalam menjaga kelestarian lingkungan sebab, daerah hulu yang menjadi daerah penyangga harus dapat mempertahankan fungsinya dengan cara masyarakat tidak membuang sampah secara sembarangan di sungai ataupun pinggiran sungai agar tidak berdampak buruk pada daerah hilir, agar lingkungan tetap bersih, sehat, indah dan nyaman. Dengan melihat permasalahan yang ada di daerah penelitian, timbullah pertanyaan sebagai berikut: 1. bagaimana persepsi masyarakat yang berada pada wilayah dengan topografi yang berbeda mengenai sampah? 2. bagaimana sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat pada wilayah dengan topografi yang berbeda?
8
3. bagaimana persepsi masyarakat terhadap keefektifan pengelolaan sampah pada wilayah dengan topografi yang berbeda? Berdasarkan dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah dan Pengelolaan Sampah di
Kabupaten Karanganyar
(Kasus di
Kecamatan
Karanganyar dan
Tawangmangu).
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan
bertujuan untuk: 1. mengetahui persepsi masyarakat yang berada pada wilayah dengan topografi yang berbeda mengenai sampah. 2. mengetahui perbedaan sistem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat pada wilayah dengan topografi yang berbeda. 3. mengetahui perbedaan persepsi masyarakat mengenai keefektifan pengelolaan sampah pada wilayah dengan topografi yang berbeda.
9
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. sebagai salah satu upaya untuk memenuhi persyaratan akademik dalam menyelesaikan program Sarjana (SI) Geografi di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada 2. sebagai informasi dan masukan bagi masyarakat dan pemerintah daerah khususnya Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Karanganyar dalam perencanaan pembangunan terutama dalam pengelolaan sampah. 3. sebagai referensi ilmiah bagi peneliti sejenis di kemudian hari.
1.5
Tinjauan Pustaka 1.5.1 Ilmu Geografi Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi dan isinya serta
hubungan antar keduanya, yang tidak bisa terlepas dari perbedaan dan persamaan fenomena geosfer di dalamnya dengan sudut pandang kewilayahan atau kelingkungan dalam konteks keruangan. Objek kajian Geografi yaitu objek material dan objek formal. Objek material erat kaitannya dengan beberapa aspek kehidupan manusia, lingkungan, dan aspek pembangunan, sedangkan objek formal adalah cara memandang dan berpikir terhadap objek material tersebut. Semua komponen yang menjadi objek studi Geografi dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh untuk mensejahterakan masyarakat dengan cara pembangunan. Ilmu Geografi mempunyai
10
kedudukan dan peranan yang besar dalam pengembangan dan pembangunan wilayah, dijelaskan bahwa suatu studi yang memperhatikan aspek-aspek geografi yang menunjang suatu pembangunan wilayah dikatakan sebagai Geografi Pembangunan Wilayah (Bintarto, 1975). Perkembangan di dalam studi Geografi menurut Yunus (2008) terbagi menjadi tiga macam pendekatan untuk dapat memahami sesuatu agar lebih jelas dan rinci yaitu, pendekatan spasial (spatial approach), pendekatan ekologi (ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). Pendekatan keruangan merupakan analisa ruang atau lokasi dari sudut pandang penyediaannya untuk berbagai keperluan dan penyebaran penggunaannya. Pendekatan ini masih diperinci lagi menjadi sepuluh cabang bagian yang lain untuk dapat menjelaskan fenomena keruangan yang beraneka ragam. Pendekatan ekologi merupakan analisa terhadap interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya. Sehingga pendekatan ekologi menjadi penting dalam pemahaman geografi karena dinamika wilayah yang membawa perubahan yang berdampak pada lingkungan tempat hidup manusia. Pendekatan kompleks wilayah merupakan analisa terhadap perpaduan pendekatan spasial dan pendekatan ekologi. Interaksi antarwilayah akan berkembang karena pada hakekatnya suatu wilayah berbeda dengan wilayah lain oleh karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran antarwilayah tersebut. Dalam pendekatan ini analisa keruangan dan ekologi atas wilayah dan interaksi antarwilayah
11
tak hanya dipandang dari sisi penyebaran penggunaan serta penyediaannya saja, namun juga memperhatikan interaksi dengan manusia di wilayah tersebut. Penelitian ini nantinya akan lebih bertumpu pada dua pendekatan yaitu pendekatan ekologi dan spasial. Pendekatan ekologi digunakan untuk mengkaji hubungan keterkaitan antara manusia dengan lingkungan terutama mengenai pengelolaan sampah yang didasarkan pada persepsi masyarakat terhadap suatu objek yang ada di lingkungannya. Sedangkan, pendekatan spasial digunakan untuk mengkaji kondisi daerah penelitian yang memiliki topografi yang sangat jelas perbedaannya.
1.5.2
Pengertian Persepsi
Secara umum persepsi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu persepsi personal dan persepsi sosial (masyarakat). Persepsi personal (person perception) adalah proses pembentukan kesan berdasarkan pengamatan ataupun penalaran terhadap suatu hal yang mempunyai pengaruh pada fisik maupun psikologik (Harvey dan Smith, 1997 dalam Ritohardoyo, 2006). Sedangkan, persepsi masyarakat adalah suatu proses pembentukan kesan, pendapat, atau pun perasaan terhadap sesuatu hal yang melibatkan penggunaan informasi secara terarah (Seckord dan Backman, 1964 dalam Ritohardoyo, 2006). Dengan demikian, persepsi bersifat sangat subyektif karena sangat tergantung pada perseptor atau orang yang berpersepsi.
12
Menurut
Sarwono
(1993),
persepsi
adalah
proses
memperoleh,
menginterpretasikan, memilih dan mengorganisir informasi berhubungan dengan perasaan. Dalam hubungan manusia dengan lingkungannya, lebih lanjut Sarwono mengemukakan bahwa persepsi terbentuk dari proses hasil penginderaan manusia terhadap objek sehingga timbul makna tentang objek tersebut pada diri manusia yang selanjutnya timbul reaksi sesuai dengan asas busur refleks. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa persepsi bukanlah suatu hal yang statis, namun bisa berubah melalui proses fisiologik dan psikologik yang berpengaruh terhadap pembentukan dan perubahan sikap. Konsep persepsi menurut Ritohardoyo (2006) secara garis besar terbagi dalam dua pengertian sebagai berikut: a. persepsi merupakan proses aktivitas seseorang dalam memberi kesan, penilaian, pendapat, merasakan, memahami, menghayati, menginterpretasi dan
mengevaluasi
terhadap
sesuatu
berdasarkan
informasi
yang
ditampilkan. b. persepsi merupakan reaksi timbal balik yang dipengaruhi oleh diri perseptor,
suatu
hal
yang
dipersepsi
dan
situasi
sosial
yang
melingkupinya, sehingga dapat memberikan motivasi tatanan perilaku bagi perseptor.
13
1.5.3
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap sampah dan pengelolaannya pada penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, dan perilaku. Berikut uraian dari masing-masing faktor tersebut: a. Pengetahuan Pengetahuan yang merupakan makna dari pendidikan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah suatu daya dalam hidup manusia. Dengan pengetahuan itu manusia mempertahankan dan mengembangkan hidup dan kehidupannya. Bersandar kepada daya pengetahuan itu manusia membentuk sikap dan nilai hidup/ menentukan pilihan serta tindakan. Pengetahuan terkait dengan sampah dan pengelolaannya berasal dari informasi berbagai sumber baik media cetak maupun elektronik. Tingkat pengetahuan seseorang akan sangat berpengaruh terhadap perlakuannya terhadap sampah dalam rangka pengelolaan sampah di sekitar tempat tinggalnya. Semakin mendalam pengetahuan manusia terhadap sampah dan pengelolaannya akan mendorong manusia lebih sadar untuk menciptakan lingkungan yang bersih, sehat, dan indah.
b. Sikap Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk melakukan reaksi terhadap suatu rangsangan ataupun situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, dapat dinyatakan
14
bahwa sikap merupakan suatu reaksi ataupun tanggapan secara khusus terhadap suatu rangsangan ataupun situasi (yang berasal dari persepsi seseorang terhadap lingkungan) disertai dengan pendirian atau perasaan orang tersebut. Pada dasarnya yang memegang peranan penting dalam sikap adalah perasaan atau emosi dan respon sebagai kecenderungan untuk bereaksi (Ritohardoyo, 2006). Dalam beberapa hal sikap memang merupakan penentu yang paling penting dalam kehidupan manusia terutama untuk menentukan reaksi terhadap lingkungan di sekitarnya. Reaksi manusia tersebut ditunjukkan dalam bentuk sikap yang dihadapkan pada suatu dikotomi, senang atau tidak senang, menolak atau melaksanakan, menerjang atau menjauhi. Sebenarnya telah terlihat unsur-unsur dalam sikap yaitu penilaian suka atau tidak suka, positif atau negatif.
c. Perilaku Perilaku merupakan reaksi untuk melakukan kegiatan dalam bentuk yang nyata, terhadap sesama manusia, tumbuhan, hewan, benda mati lainnya, dan konsep tertentu (Ritohardoyo, 2006). Dalam hal ini dinyatakan bahwa perilaku individual dipengaruhi oleh unsur fisik individu, keadaan jiwa, dan norma ataupun konsep kehidupan yang berlaku di lingkungan. Dapat dinyatakan pula bahwa perilaku manusia merupakan cerminan (refleksi) dari jiwa yang bereaksi terhadap lingkungannya (Ritohardoyo, 2007).
15
1.5.4
Pengertian Sampah
Cepatnya perkembangan wilayah akan berdampak pada masalah lingkungan. Perilaku manusia terhadap lingkungan akan menentukan wajah wilayah yang ada, sebaliknya lingkungan juga akan mempengaruhi perilaku manusia. Lingkungan yang bersih akan meningkatkan kualitas hidup (Alkadri et al, 1999). Perkembangan wilayah akan diikuti pertambahan jumlah penduduk, yang juga akan diikuti oleh masalah–masalah sosial dan lingkungan. Permasalahan lingkungan yang terjadi akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan (Alkadri et al, 1999). Salah satu masalah lingkungan yang muncul adalah masalah persampahan. Tingginya sampah yang dihasilkan berupa sampah organik dan sampah anorganik, mengharuskan pengelolaan sampah sebaik mungkin supaya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan masyarakat, banjir, penyumbatan sistem drainase dan sebagainya. Kesadaran masyarakat yang masih minim dalam mengelola sampah dengan baik, dapat dilihat dari anggapan masyarakat mengenai sampah itu sendiri. Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Sampah akan menjadi beban bumi, artinya ada resiko-resiko yang akan ditimbulkannya. Ketidakpedulian pada permasalahan pengelolaan sampah akan berakibat terhadap degradasi kualitas lingkungan yang tidak memberikan kenyamanan untuk hidup, sehingga akan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat. Terdapat beberapa definisi mengenai sampah yang meliputi:
16
1. menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sampah merupakan barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. 2. sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk digunakan secara basa atau khusus dalam produksi atau pemakaian; barang rusak atau cacat selama manufaktur; atau materi berlebihan atau buangan (Kamus Lingkungan, 1994 dalam Basriyanta 2007). 3. Basriyanta (2007), sampah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. 4. sampah adalah sumber daya yang tidak siap pakai (Radyastuti, 1996 dalam Basriyanta 2007) 5. UU RI No. 18 Tahun 2008, Sampah merupakan sisa dari aktivitas manusia ataupun sisa dari proses alam yang berbentuk padat. Berdasarkan rumusan pengertian dan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah semua jenis benda/ barang/ kotoran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan, dan aktivitas kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang dapat menimbulkan dan atau mengakibatkan terjadinya polusi air, udara, dan tanah sehingga dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan prosedur yang benar.
17
1.5.5
Penggolongan Sampah
Jenis sampah yang ada di lingkungan sekitar cukup beraneka ragam. Menurut Hadiwiyoto (1983, dalam Sejati, 2011), ada beberapa macam penggolongan sampah. penggolongan ini dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yaitu: asal, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadinya, sifat, dan jenisnya. a. Penggolongan Sampah Berdasarkan Asalnya 1) Sampah hasil kegiatan rumah tangga, termasuk di dalamnya sampah rumah sakit, hotel, dan kantor. 2) Sampah hasil kegiatan industri/ pabrik. 3) Sampah hasil kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan. 4) Sampah hasil kegiatan perdagangan meliputi sampah pasar dan toko. 5) Sampah hasil kegiatan pembangunan. 6) Sampah jalan raya. b. Penggolongan Sampah Berdasarkan Komposisinya 1) Sampah seragam, sampah hasil kegiatan industri umumnya termasuk dalam golongan ini. Sampah dari kantor sering hanya terdiri atas kertas, karton, kertas karbon, dan semacamnya yang masih tergolong seragam atau sejenis.
18
2) Sampah campuran misalnya, sampah yang berasal dari pasar atau sampah dari tempat umum yang sangat beraneka ragam dan bercampur menjadi satu. c. Penggolongan Sampah Berdasarkan Bentuknya 1) Sampah padatan (solid), misalnya daun, kertas, kaleng, plastik, dan logam 2) Sampah cairan (termasuk bubur), misalnya bekas air pencuci, bekas cairan yang tumpah, tetes tebu, dan limbah cair industri. 3) Sampah berbentuk gas, misalnya karbondioksida, amonia, dan lainnnya. d. Penggolongan Sampah berdasarkan Lokasinya 1) Sampah kota (urban) yang terkumpul di daerah perkotaan. 2) Sampah daerah yang terkumpul di daerah luar perkotaan. e. Penggolongan Sampah Berdasarkan Proses Terjadinya 1) Sampah alami, ialah sampah yang terjadinya karena proses alam, misalnya rerontokan dedaunan. 2) Sampah non-alami, ialah sampah yang terjadinya karena kegiatan manusia, misalnya plastik dan kertas. f. Penggolongan Sampah Berdasarkan Sifatnya 1) Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat
19
biodegradable, sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan sampah organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet, dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah, daun, dan ranting. 2) Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahanbahan non-hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi
pengolahan
bahan
tambang.
Sampah
anorganik
dibedakan menjadi: sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar sampah anorganik tidak dapat diurai oleh alam/ mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam jangka waktu lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng. g. Penggolongan Sampah Berdasarkan Jenisnya 1) Sampah makanan 2) Sampah kebun/ pekarangan 3) Sampah kertas 4) Sampah plastik, karet, dan kulit 5) Sampah kain
20
6) Sampah kayu 7) Sampah logam 8) Sampah gelas dan keramik 9) Sampah abu dan debu
1.5.6. Sistem Pengelolaan Sampah Lingkungan adalah suatu media dimana makhluk hidup tinggal, mencari, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup lain yang menempatinya (Setiadi, 2006). Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya. Lingkungan dapat berbentuk lingkungan fisik dan nonfisik. Lingkungan fisik sendiri terdiri atas aspek topologi, aspek nonbiotik, dan aspek biotik. Lingkungan fisik dalam hal ini berkaitan dengan sitem pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat. Pengelolaan persampahan merupakan salah satu bentuk pelayanan umum, seperti penyediaan air minum, pengadaan aliran listrik, pembangunan jalan, dan lainnya. Dalam beberapa kasus sering terjadi bahwa prioritas pembangunan untuk sektor tersebut kurang seimbang. Sektor persampahan dalam hal ini kurang mendapat prioritas dibandingkan sektor-sektor lain. Permasalahan persampahan sendiri semakin berkembang seiring dengan perkembangan daerah baik dari aspek jumlah penduduk maupun peningkatan aktivitas wilayah.
21
Di daerah pedesaan dimana jumlah dan kepadatan penduduk masih relatif rendah dan pekarangannya yang masih luas, penanganan sampah dapat dilakukan secara individual dan sederhana (sistem on-site). Akan tetapi, dengan semakin berkembangnya suatu daerah terutama dari segi kepadatan penduduk dan bangunan, maka penanganan individual menjadi tidak mungkin dilakukan sehingga harus diupayakan suatu pelayanan untuk membawa sampah keluar dari daerah tersebut (sitem off-site) ataupun dengan didirikannya bank sampah yang berguna untuk memanjangkan umur TPA dan masyarakat lebih dapat mengatur sampah yang dihasilkannya (Juan et al, 2014) Semakin padat penduduk suatu daerah dengan segala aktivitasnya, permasalahan sampah semakin perlu untuk dikelola secara profesional. Untuk mengelolanya maka diperlukan: a. Suatu lembaga atau institusi yang dilengkapi dengan: -
peraturan
-
pembiayaan/ pendanaan
-
peralatan penunjang yang semuanya menjadi satu sistem yang terintegrasi
b. Kesadaran masyarakat yang cukup tinggi Sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi merupakan proses pengelolaan sampah yang terdiri dari 5 (lima) aspek/komponen yang kesemuanya saling berinteraksi dan mendukung untuk mencapai tujuan (Dept. Pekerjaan Umum, SNI 19-
22
2454-2002). Kelima aspek tersebut meliputi: aspek teknis operasional, aspek organisasi dan manajemen, aspek hukum dan peraturan, aspek pembiayaan, aspek peran serta masyarakat yang saling terkait, tidak dapat berdiri sendiri.
Gambar 1.1 Skema Manjemen Pengelolaan Sampah Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, (SNI 19-2454-2002)
Pengelolaan sampah semacam ini dituntut suatu pelayanan yang cepat dengan kapasitas yang besar untuk proses pengumpulan dan pengangkutan sampah, khususnya pada daerah urban. Pelaksanaan inipun perlu dilaksanakan secara efektif, efisien, dan dengan program yang terencana agar dapat menekan biaya. Penanganan kebersihan semacam ini baru akan berhasil baik bila masyarakat juga terlibat langsung atau berperan serta secara aktif terutama dalam mengikuti penataran kebersihan umum, pembayaran retribusi maupun cara-cara menangani sampah yang diproduksinya dengan baik dan benar. Menurut Krista dan David (2013) perlu adanya pengembangan sistem evaluasi yang dilakukan secara rutin dengan menggunakan beberapa indikator untuk melihat sejauh mana keberhasilan sistem pengelolaan sampah, yang diindikasikan dengan kualitas lingkungan yang tetap terjaga.
23
1.5.7. Teknis Operasional Pengelolaan Sampah Teknis operasional adalah aspek yang paling dekat dengan obyek persampahan. Perencanaan sistem persampahan memerlukan suatu pola standar spesifikasi sebagai landasan yang jelas (Faizah, 2008). Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Teknik operasional pengelolaan sampah
bersifat
terpadu
dengan
urutan
yang
berkesinambungan
yaitu:
pewadahan/penampungan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan dan pemilahan sampah, serta pembuangan akhir sampah di suatu tempat yang aman serta tidak mengganggu lingkungan baik manusia, flora, fauna, dan sumberdaya lainnya.
Gambar 1.2 Teknis Operasional Pengelolaan Sampah Sumber: Standar Nasional Indonesi (SNI 19-2454-2002)
Aspek teknik operasional merupakan salah satu upaya dalam mengontrol pertumbuhan sampah, namun pelaksanaannya tetap harus disesuaikan dengan pertimbangan kesehatan, ekonomi, teknik, konservasi, estetika dan pertimbangan
24
lingkungan (Tchobanoglous, 1997). Menurut Istudor dan Fillip (2014) semakin majunya pembangunan pada suatu wilayah maka harus diiringi dengan kesiapan dalam pengelolaan sampah agar dapat memberikan manfaat pada aspek finansial.
1.6
Penelitian Sebelumnya Refnitasari (2014) dengan penelitian yang berjudul “Persepsi Masyarakat
Untuk Arahan Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Prigi di Kabupaten Trenggalek”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pemerintah, persepsi masyarakat terhadappengembangan pelabuhan, dan mengetahui arahan pengembangan pelabuhan. Metode yang digunakan adalah kombinasi antara kualitatif dan kuantitatif dengan penyebaran kuesioner kepada 100 responden yang kemudian diolah menggunakan SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah mendukung program peningkatan status pelabuhan. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian terkait persepsi masyarakat terhadap pengembangan pelabuhan, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan, yaitu terkait perlunya penambahan aspek keterlibatan masyarakat dalam pembangunan, pelatihan manajemen lingkungan pelabuhan, perbaikan sarana dan prasarana pendukung pelabuhan, koordinasi antar instansi pemerintahan, serta penyiapan SDM nelayan yang unggul. Widodo (2009) dengan penelitian yang berjudul “Pengelolaan Sampah di Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul (Studi Kasus di Dusun
25
Krapyak Kulon dan Dusun Pandes)”. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui metode penanganan sampah dalam rangka pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat dan mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap tingkat pengelolaan sampah yang dilakukan di Dusun Krapyak Kulon dan Dusun Pandes, Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon. Metode yang digunakan berupa observasi, wawancara, dan studi literatur. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode penanganan sampah di Dusun Krapyak Kulon lebih beragam dibandingkan di Dusun Pandes. Hal ini dikarenakan Dusun Krapyak Kulon menerapkan 5 metode penanganan sampah seperti dibuang sembarangan, dibuang ke aliran air, dibakar, ditanam, dan dikumpulkan, sedangkan Dusun Pandes hanya menerapkan 4 metode tanpa ada metode pengumpulan sampah. Dan hasil dari tujuan yang kedua menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan tingkat sikap dengan pengelolaan sampah di daerah penelitian, sedangkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat perilaku dengan pengelolaan sampah di daerah penelitian. Rohani (2007) dengan penelitian yang berjudul “Perilaku Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Desa Medan Senembah Kabupaten Deliserdang dan di Kelurahan Asam Kumbang Kota Medan”. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui gambaran tentang perilaku dan karakteristik masyarakat pada dua daerah yang berbeda antara daerah desa dengan daerah kota dalam pengelolaan sampah. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan teknik random sampling. Hasil
26
yang diperoleh menunjukkan terdapat variasi perilaku dan karakteristik responden yang disebabkan dari faktor umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Penelitian dengan judul “Persepsi Masyarakat Terhadap Sampah dan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Karanganyar (Kasus di Kecamatan Karanganyar dan Tawangmangu)”, yang dilakukan oleh peneliti mengacu pada penelitianpenelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu tentang pengelolaan sampah. Adapun hal-hal yang diacu meliputi metode untuk mengetahui pengelolaan sampah. Namun demikian, penelitian ini mempunyai perbedaan yang nyata yaitu pada perbedaan lokasi penelitian yang didasarkan oleh adanya perbedaan topografi yang berpengaruh terhadap persepsi masyarakat mengenai sampah dan sistem pengelolaannya. Fokus penelitian pun tidak hanya pada pengelolaan sampah namun juga melihat persepsi dari masyarakat mengenai sampah itu sendiri, karena keduanya mempunyai urgensi yang sama untuk diteliti. 1.7
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan konsepsi dari penelitian yang akan
dilakukan. Pembangunan yang berjalan di wilayah tertentu pastinya didukung oleh potensi dari wilayah itu sendiri. Potensi wilayah pada penelitian ini dapat diwakili oleh dua hal, yaitu potensi sumberdaya manusia dan potensi sumberdaya lingkungan. Dimana pada dasarnya kondisi wilayah tempat tinggal masyarakat selalu berkaitan erat dengan aspek lingkungan untuk menyeimbangkan pembangunan yang ada. Pembangunan berwawasan lingkungan adalah usaha meningkatkan kualitas manusia
27
secara bertahap dengan memperhatikan faktor lingkungan. Salah satu aspek lingkungan yang mendapat sorotan serius pada era ini adalah masalah sampah, hal ini dikarenakan pesatnya laju pertumbuhan penduduk dan meningkatnya aktivitas kehidupan masyarakat berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan setiap harinya. Faktor topografi menjadi dasar dari penelitian ini, hal ini dikarenakan adanya kondisi topografi yang beragam di Kabupaten Karanganyar. Maka dari perbedaan topografi yang disandingkan dengan masalah persampahan tersebut, dikembangkan menjadi tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap sampah, perbedaan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat, dan perbedaan persepsi masyarakat mengenai keefektifan pengelolaan sampah yang ada di daerah dengan kondisi topografi yang berbeda. Telah banyak kebijakan ataupun peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah guna menjelaskan berbagai macam hal mulai dari penanggungjawab, hak dan kewajiban, pengelolaan sampah, peran masyarakat, pembiayaan, dan macam kerjasama yang dilakukan. Dalam hal tanggungjawab pengelolaan sampah diampu oleh 2 pihak yaitu pemerintah daerah dan masyarakat. Fokus pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah berada di daerah perkotaan dan lokasi yang memiliki timbulan sampah yang banyak, hal ini juga tidak dapat lepas dari minimnya pembiayaan yang ada. Sedangkan, pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat sudah barang tentu ada keberagamannya. Keberagaman yang ada disebabkan oleh
28
perbedaan karakteristik sosial ekonomi masyarakat, pengetahuan masyarakat, sikap masyarakat, dan perilaku masyarakat itu sendiri. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini maka hasil akhir yang diperoleh adalah mengetahui bagaimana persepsi yang berkaitan dengan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masyarakat yang hidup di daerah dengan topografi berbeda, yang diperoleh melalui kuesioner dan indepth interview. Sehingga, diperoleh rekomendasi terbaik dalam mengelola sampah agar tidak menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.
29
Gambar 1.3 Diagram Alir Kerangka Pemikiran Kondisi Wilayah Tempat Tinggal Masyarakat
Lingkungan
Faktor topografi
Kebijakan
Persampahan
Penanggungjawab Pengelolaan Sampah Pemerintah Daerah
Persepsi
Pengelolaan
Keefektifan
Masyarakat Karakteristik Pengetahuan Sikap Perilaku
Perbedaan Sistem Pengelolaan Sampah
Rekomendasi Pengelolaan Sampah di Lokasi yang Berbeda
1.8
Hipotesis
Pada penelitian ini, peneliti mencoba merumuskan jawaban sementara, yaitu: a. terdapat perbedaan persepsi masyarakat terhadap sampah di ketiga daerah penelitian yang memiliki topografi yang berbeda.
30
b. terdapat perbedaan pengelolaan sampah, apabila di Desa Plumbon dengan topografi berbukit masih banyak masyarakat yang mengelolanya dengan sistem on-site, di Lingkungan Manggung dengan topografi agak berombak mengelolanya dengan sistem off-site dan sebagian on-site, dan untuk masyarakat di Lingkungan Badranasri, dengan topografi datar mengelolanya dengan sistem off-site. c. Persepsi masyarakat terhadap keefektifan pengelolaan sampah dari berbagai macam aspek lebih dirasakan oleh masyarakat di daerah topografi datar dan agak berombak di Kecamatan Karanganyar dibandingkan dengan daerah topografi berbukit di Kecamatan Tawangmangu.
1.9
Batasan Operasional Efektifitas adalah suatu ukuran untuk melihat seberapa tingkat keefektifan yang dirasakan masyarakat yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang untuk menangani sampah yang dihasilkan setiap harinya. Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui oleh seseorang. Penghasil Sampah adalah setiap orang yang menghasilkan sampah. Perilaku merupakan perbuatan yang nyata yang dilakukan setiap orang. Persampahan adalah semua hal yang berkaitan dengan sampah.
31
Persepsi adalah tanggapan ataupun lensa konseptual yang ada pada diri individu berfungsi sebagai kerangka analisis untuk memahami suatu masalah, karena dipengaruhi oleh daya persepsi, maka pemahaman terhadap suatu isu sesungguhnya sangat subyektif. Rumah Tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan tempat tinggal bersama serta makan dari satu dapur. Sampah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan terbuang oleh pemilik/ pemakai sebelumnya, tetapi masih dapat digunakan jikalau dikelola dengan prosedur yang benar (Basriyanto, 2007). Sikap merupakan kesadaran individu yang dipengaruhi oleh perasaan ataupun emosi untuk bereaksi mengelola sampah, unsur dalam sikap dilihat dari penilaian positif atau negatif. Sistem on-site yaitu pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masing-masing sumber dan umumnya pada lokasi masing-masing sumber, baik dengan cara ditimbun, didaur-ulang, dan lainnya. Sistem off-site yaitu pengelolaan sampah yang dilakukan oleh sumber pada lokasi tertentu dan mempunyai jarak yang cukup jauh. Proses pengelolaan persampahan off-site perkotaan pada umumnya dilakukan melalui lima tahap, yaitu pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan pembuangan akhir.
32