BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai,
karena dipicu oleh berbagai peristiwa yang mengguncang sendi-sendi kehidupan manusia. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan Hak Asasi Manusia yang hanya boleh dicabut oleh pemberi kehidupan tersebut. Berbicara mengenai aborsi tentunya kita berbicara tentang kehidupan manusia karena aborsi erat kaitannya dengan wanita dan janin yang ada dalam kandungan wanita. 1 Aborsi pada umumnya adalah suatu fenomena yang ada pada masyarakat. Aborsi bisa dikatakan sebagai kegiatan yang “tersembunyi” karena dalam praktiknya aborsi sering tidak terlihat, bahkan cenderung malah ditutup-tutupi oleh pelakumaupun oleh masyarakat, bahkan mungkin oleh Negara. Hal ini karena dipengaruhi oleh hukum formal dannilai-nilai sosial, budaya, agama yang hidup dalam masyarakat. 2 Sejak tahun 2009 hingga tahun 2013, kasus aborsi di Jawa Timur mengalami peningkatan sebesar 5% setiap tahunnya dan 30% pelaku aborsi adalah remaja. Sejak tahun 2012 hingga 2014 bulan Juli, kasus aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta orang dengan rician per tahun kasus aborsi 750 ribu per tahun atau 7 ribu dalam sehari dan 30% pelakunya adalah remaja SMP dan SMA.Jawa Timur kasus aborsi setiap tahunnya terus mengalami peningkatan 5% dan 30 % adalah remaja. Dari data Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur pada tahun
1
Charisdiono.M. Achadiat, Dinamika Etika Dan Hukum Kedokteran,Buku Kedokteran,Jakarta, 2007, hlm. 12. 2 M. Taufiqurrokhman, Studi Komparasi Antara Hukum Islam Dan Hukum Pidana Indonesia Tentang Aborsi, Yogyakarta, 2012, Diakses Pada Tanggal 18 Maret 2015.
2009 ada 12.614 kasus, tahun 2010 ada 13.742 kasus, tahun 2011 ada 14.398 kasus, tahun 2012 ada 14.519 kasus, dan tahun 2013 ada 15.176 kasus. 3 Kontroversi
tentang
aborsi
perspektiflegalistic-normatifmaupun
tersebut
dapat
dilihat
sosiologis-psikologis.
dari
Dalam
segi kedua
perspektiftersebut memiliki implikasi yang berlainan. Klaimkebenaran yang memposisikan pelaku aborsi sebagai delikpidana, dan harus dihukum. 4 Hukum aborsi yang seharusnya berlaku di Indonesia perlu dikaitkan dengan pengertian aborsi baik dari segi medis maupun psikologis. Aborsi yang dilakukan secara sengaja (Abortus Provocatus) merupakan salah satu masalah hukumyang peka yang berkaitan dengan profesi kedokteran, paling banyak disahkan dan menimbulkan dua pendapat yang saling bertentangan, disatu pihak tetap menentang dan dilain pihak dengan berbagai pertimbangan pengusahakan agar terdapat pengendoran atau legalisasi hukum. 5 Hukumpositif yang berlaku di Indonesia, masih terdapat perdebatan dan pertentangan, baik pro maupun kontra mengenai persoalan persepsi atau pemahaman mengenai Undang-Undang yang ada sampai saat ini. Kitab UndangUndang Hukum Pidana (selanjutnya dalam penulisan skripsi ini akan disingkat menjadi KUHP) Undang-Undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan Perundang-Undangan terkait lainnya.Hukumpositif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan Abortus Provocatus Medicalis. Aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai Abortus Provocatus Criminalis. Aborsi itu sendiri 3
Chilmi Ardiantofani, 30 Persen Kasus Aborsi Di Jatim Pelakunya Remaja, Surabayanews, Diakses Pada Tanggal 8 April 2014. 4 Dewi Indraswati, “Fenomena Kawin Muda Dan Aborsi, Mizan, Jakarta, 1999, hlm. 132. 5 Abdul Mun’im Idries, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa Aksara Publisher Pamulang, hlm. 269.
dapat terjadi baik akibat perbuatan manusia (Abortus Provocatus) maupun karena sebab-sebab alamiah, yakni terjadi dengan sendirinya, dalam arti bukan karena perbuatan manusia (Abortus Spontanus). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan masih banyak terdapat perdebatan mengenai pelegalan terhadap aborsi yang dilakukan oleh korban perkosaan. 6Tidakterdapat Pasalyang secara jelas mengatur mengenai aborsi terhadap korban perkosaan. Pandanganyang menafsirkan bahwa aborsi terhadap korban perkosaan disamakan dengan indikasi medis sehingga dapat dilakukan karena memiliki dampak terhadap gangguan pisikis si ibu dan juga dapat mengancam nyawa si ibu. Disatu sisiada juga yang memandang bahwa aborsi terhadap korban perkosaan disamakan dengan tindakan kriminal karena kehamilan tersebut dipandang tidak membahayakan kesehatan fisik si ibu. Banyaknya pertentangan terhadap Undang-Undang Kesehatan yang lama maka digantilah Undang-Undang Kesehatan yang lama dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.Mengenailegalisasi aborsi terhadap korban perkosaan telah termuat dengan jelas di dalam Pasal 75 ayat (2). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan khususnya Pasal 75, aborsi itu dilarang terkecuali ada indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Tindakan aborsi akibat perkosaan hanya dapat dilakukan bila kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid berakhir Indikasi medis inilah yang menimbulkan kontroversi, karena dikaitkan dengan asumsi adanya pembenaran legalisasi aborsi. Legalisasi aborsi korban perkosaan
6
Ninik Maryani, Malpraktek Kedokteran, Bina Aksara, Jakarta, 2011, hlm. 25.
ini bertujuan untuk melindungi masa depan korban pemerkosaan. Peraturanbaru ini menyulut kontroversi yang akan semakin memudahkan jalan bagi aborsi. 7 KUHP dengan tegas melarang aborsi dengan alasan apapun, Sedangkan Undang-Undang Kesehatan memperbolehkan aborsi atas indikasi kedaruratan medis maupun karena adanya korban perkosaan. Aborsi dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang KesehatanTetap ada batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar, misalnya kondisi kehamilan maksimal 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir. Pemerintahtelah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. ketentuan legalitas aborsi terhadap kehamilan akibat perkosaan ini diperkuat dalam Pasal 31 ayat (2) yang mengatakan bahwa tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan kehamilan akibat perkosaan dan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir. 8 Pengaturanmengenai tindakan aborsi ini sekaligus sebagai salah satu upaya bangsa untuk mencapai tujuan Pembangunan Nasionalnya sebagaimana yang dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan Negara Nasional Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 9
7
Mariyadi, Legalisasi Aborsi Korban Perkosaan Perspektif Hukum Indonesia Ham Dan Hukum Islam, Https://Jurnalalahkamstainpalopo.Diakses Pada Tanggal 18 Februari 2015. 8 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, Jakarta, 21 Juli 2014. 9 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Indonesia Tahun 1945, Alinea 4.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 10 segala sesuatu yang berhubungan denganpelaksanaan pemerintahyang berkaitan dengan tujuan hidup masyarakat harus sesuai dengan hukum. Termaksud dalam upaya perlindungan Hak Asasi Manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. 11untuk itu, perlu dilakukan pembaruan, pembangunan, dan pengaturan di segala bidang. Salah satu aturan yang perlu dikembangkan dan diatur dengan jelas yaitu bidang hukum dan kesehatan, khususnya mengenai tindakan aborsi yang berkaitan langsung terhadap perlindungan bagi hak hidup manusia. Dengan uraian di atas tersebut, merupakan suatu hal yang penting untuk membahas mengenai tindakan aborsi sehingga para pihak dapat mengerti secara jelas mengenai aturan terhadap tindakan aborsi ini. Oleh karena itu, maka dipilih skripsi dengan judul “Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Islam.”
B.
Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat adalah
sebagai berikut: 1.
Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia
2.
Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Islam
3.
Bagaimana Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum positif di Indonesia dan Hukum Islam 10
Lihat Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang DasarNegara Kasatuan Indonesia Republik Indonesia Tahun 1945. 11 Penjelasan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
C.
Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skipsi ini adalah sebagai
berikut: 1.
Untuk mengetahui Peraturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia.
2.
Untuk mengetahui Peraturan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Islam.
3.
Untuk mengetahui Perbandingan Tindak Pidana Aboris Menurut Hukum positif di Indonesia dan Hukum Islam.
D.
Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah:
1.
Secara Teoritis Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian
untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya dibidang ilmu hukum baik dalam konteks teoridan asas-asas hukum, serta memperdalam mengenai aspek hukum terhadap tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Inonesia dan hukum Islam. 2.
Secara Praktis Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih
dan bahan masukan terhadap perkembangan hukum di Indonesia dan memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan dan pedoman bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam upaya dan pengambangan hukum positif dan hukum Islammengenai ketentuan tindakPidana Aborsi.
E. Keaslian Penelitian “Perbandingan Tindak Pidana Aborsi Menurut Hukum Positif di Indonesia dan Hukum Islam.”yang diangkat penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti secaraadministrasi dan judul skripsi tersebut ada beberapa penulis sebelumnya, setidaknya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang menulis terkait dengan aborsi dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.Jadi, penulisan dan pembahasan skripsi ini dengan mengangkat judul tersebut di atas dapat dikatakan asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang
jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Penyusunan skripsi ini
berdasarkan referensi buku-buku, media cetak, dan media elektronik serta bantuan dari berbagai pihak. Semua ini merupakan implikasi dari proses menemukan kebenaran
ilmiah,
sehingga
pengangkatan
judul
di
atas
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F.
Tinjauan Kepustakaan
1.
Tindak pidana Secara dogmatis masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana
adalah membicarakan tiga hal, yaitu: a.
Perbuatan yang dilarang;
b.
Orang yang melakukan perbutan yang dilarang itu;
c.
Pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran itu.
a.
Perbuatan yang dilarang Mengenai kata “perbuatan yang dilarang” dalam hukum pidana mempunyai
banyak istilah yang berasal dari bahasa Belanda “Het strafbare feit” yang diterjemahkandalam Bahasa Indonesia, antara lain: 1.
Perbuatan yang dilarang hukum,
2.
Perbuatan yang dapat dihukum,
3.
Perbuatan pidana,
4.
Peristiwa pidana, dan
5.
Delik (berasal dari bahasa latin “delictum”). 12 Selanjutnya ia juga menyatakan bahwa menurut wujudnya atau sifatnya,
perbuatan-perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil. 1)
R. Tresna Peristiwa pidana ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia
yang bertentang dengan Undang-Undang atau Peraturan Perundang-Undangan lainnya terhadap peraturan mana diadakan tindakan penghukuman. Perbuatandapat disebut peristiwa pidana, perbuatan itu harus memenuhi beberapa syarat yaitu: 1.
Harus ada suatu perbuatan manusia.
2.
Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan umum.
12
M.Hamdan,Tindak Pidana Suap Dan Money Politik,Pustaka Bangsa Press , Medan, 2005,
hlm.8.
3.
Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkan.
4.
Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.
5.
Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukum di dalam UndangUndang.
2)
R. Soesilo Tindak pidana yaitu suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh
Undang-Undang yang apabila dilakuakan atau diabaikan, maka orang yang melakukan atau mengabaikan itu diancam dengan hukuman. Dalam hal ini, tindak pidana itu juga terdiri dari dua unsur yaitu : 1.
Unsur yang Bersifat Objektif.
2.
Unsur yang Bersifat Subjektif. 13
(1)
Unsur Objektif, itu meliputi :
a.
Perbuatan manusia yaitu perbuatan yang positif atau suatu perbuatan yang negatif yang menyebabkan pidana.
b.
Akibat perbuatan manusia yaitu akibat yang terdiri atas merumuskan atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum, yaitu norma agama hukum itu perlu ada supaya dapat dihukum.
c.
Keadaan-keadaan sekitar perbuatan itu, keadaan-keadaan ini bisa jadi terdapat pada waktu melakukan perbuatan.
d.
Sifat melawan hukum dan sifat dapat dipindahkan perbuatan itu melawan hukum, jika bertentangan dengan Undang-Undang.
13
Ibid. hlm.8-9.
(2)
Unsur Subjektif Unsur yang ada dalam diri sipelaku itu sendiri yaitu kesalahan dari orang
yang melanggar aturan-aturan pidana artinya pelanggaran itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pelanggar. 14 Perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana apabila perbuatan: a.
Malawan hukum.
b.
Merugikan masyarakat.
c.
Dilarang oleh aturan pidana.
d.
Pelakunya diancam dengan hukuman pidana Perbuatan itu menjadi suatu tindak pidana adalah dilarang oleh aturan
pidana dan pelakunya diancam dengan pidana, sedangkan melawan hukum dan merugikan masyarakat menunjukan sifat perbuatan tersebut. Perbuatan yang bersifat melawan hukum dan merugikan masyarakat belum tentu hal itu merupakan suatu tindak pidana (Pasal 1 KUHP) yang diancamkan terhadap pelakunya. Perbuatan yang bersifat melawan hukum dan yang merugikan masyarakat banyak sekali, tetapi baru masuk dalam lapangan hukum pidana apabila telah ada larangan oleh peraturan pidana dan pelakunya diancam dengan hukuman.
14
Ibid. hlm 9-10.
Untuk mengetahui apakah sesuatu perbuatan itu merupakan tindak pidana atau tidak, haruslah dilihat pada ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku (Hukum Positif). Bagi kita sekarang ini ketentuan-ketentaun hukum pidana itu termuat di dalam: 1.
KUHP.
2.
Undang-Undang/Peraturan-peraturan
Pidana
lainya
yang
merupakan
ketentuan hukum pidana diluar KUHP. KUHPyang berlaku sekarang ini, tindak pidana ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kejahatan (yang diatur dalam buku kedua) dan pelanggaran (yang diatur dalam buku tiga). Apa kriteria yang dipergunakan untuk mengelompokan dari dua bentuk tindak pidana ini, KUHPsendiri tidak ada memberikan penjelasan sehingga orang beranggapan bahwa kejahatan tersebut adalah perbuatan atau tindak pidana berat, dan pelanggaran itu adalah perbuatan-perbuatan atau tindak pidana yang lebih ringan, hal ini juga didasari bahwa pada kejahatan umumnya sanksi pidana yang diancam adalah lebih barat dari pada pelanggaran. 15 Hukumpidana dikenal beberapa jenis tindak pidana, diantaranya adalah: 1.
Tindak Pidana Formil Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya dititik
beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Jika tindak pidana tersebut telah selesai dengan perbuatan yang dilarang sebagaimana yang tercantum/dirumuskan dalam peraturan Perundang-Undang (pidana) misalnya Pasal 362 KUHP perbuatan yang dilarang tersebut mengambil milik orang lain.
15
Ibid. hlm 10-11.
2.
Tindak Pidana Materil Tindak pidana materil tindak pidana yang perumusannya dititik beratkan
kepada akibat yang dilarang (dalam suatu Undang-Undang). Jadi tindak pidana ini baru selesai apabila akibat yang dilarang (dari suatu perbuatan)itu telah terjadi. Misalnya Pasal 338 KUHP, akibat yang dilarang tersebut adalah hilangnya nyawa orang lain. 3.
Tindak Pidana Comisionis Tindak pidana comisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran
terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. 4.
Tindak Pidana Omisionis Tindak pidana omisionis adalah tindak pidana yang berupa pelanggaran
terhadap perintah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Misalnya Pasal 522 KUHP, tidak menghadap sebagai saksi dimuka pengadilan. 5.
Dolus dan Culpa Dolusadalah tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja sedangkan culpa
tindak pidana yang dilakukan dengan kelalaian atau karena kealpaan. 6.
Tindak Pidana Aduan (Klachtdelic) Tindakpidana yang dilakukan itu baru dapat dilakukan penuntutan, apabila
ada pengaduan. Jadi jika tidak ada pengaduan, maka tindak pidana tersebut tidak akan dituntut. Misal Pasal 284 KUHP, tindak pidana perzinahan, dengan demikaian delik aduan ini dapat diketahui langsung dari bunyi rumusan Pasal. 16 Dalam KUHP, tentang pelaku ini diatur dalam pasal 55, yaitu :
16
Ibid. hlm. 12-13.
(1)
Dihukum sebagai orang yang melakukan tindak pidana : a.
Orang yang melakukan, yang menyuruh malakukan atau turut melakukan perbuatan itu;
b.
Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk malakukan suatu perbuatan.
(2)
Tentang orang tersebut dalam sub 2 itu yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh karena mereka itu,serta dengan akibatnya Berdasarkan ketentuan Pasal 55 KUHP tersebut dapat diketahui bahwa
orang yang dapat dihukum sebagai pelaku tindak pidana dapat diklasifikasikan atas: a. Mereka yang melakukan tindak pidana b. Mereka yang menyuruh orang lain untuk melakukan tindak pidana. c. Mereka yang ikut serta melakukan tindak pidana danMereka yang menggerakan orang lain untuk melakukan tindak pidana. 17 7.
Pidana Yang Diancamkan Tentang pidana yang diancamkan terhadap si pelaku, yaitu hukuman yang
dapat dijatuhkan kepada setiap pelaku yang melanggar Undang-Undang, baik hukuman yang berupa hukuman pokok maupun hukuman tambahan. 18 Dalam Pasal 10 KUHP terjemahan resmi oleh Tim Penerjemah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman, berbunyi: 17
Mohammad Ekaputra Dan Abul Khair, Percobaan Dan Penyertaan, USU Press Medan, 2009, hlm 43. 18 M. Hamdan,Op.Cit, hlm. 14.
a.
Pidana pokok:
1) Pidana mati; 2) Pidana penjara; 3) Pidana kurungan; 4) Pidana denda; 5) Pidana tutupan. b.
Pidana tambahan:
1) Pencabutan hak-hak tertentu; 2) Perampasan barang-barang tertentu; 3) Pengumuman putusan hakim. 19
2.
Aborsi Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenaldengan
istilah ”abortus”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan seltelur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.Secara defenisi ialah berhentinya dan dikeluarkannya kehamilan sebelum 20 minggu dihitung dari haid terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram atau panjang janin kurang dari 25 cm. 20 Aborsi (pengguguran) berbeda dengan keguguran. Aborsi atau pengguguran kandungan
adalah
terminasi
(penghentian)
kehamilan
yang
disengaja
(AbortusProvocatus). Yakni kehamilan yang diprovokasikan dengan berbagai
19
Mohammad Ekaputra Dan Abul Khair, Op.Cit, hlm. 20-21. Maria Ulfah Anshor, Wan Nedra Dan Sururin, Aborsi Dalam Perspektif Fiqih Kontemporer, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesi , Jakarta, 2002, hlm. 3. 20
macam sehingga terjadi pengguguran. 21Menggugurkan kandungan yang dalam bahasa Arabnya Ijhadhmerupak bentuk mashdar dari alhadha, yang artinya, wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam keadaan belum sempurna penciptaannya. Atau, secara bahasa juga bisa dikatakan, lahirnya janin karena dipaksa atau karena lahir dengan sendirinya. 22Aborsi adalah berakhirnya kehamilan dapat terjadi secara spontan akibat kelainan fisik atau akibat penyakit biomedis internalatau mungkin sengaja melalui campur tangan manusia. 23 Aborsi atau abortus adalah pengakhiran kehamilan baik belum cukup waktu, yaitu di bawah usia 20 sampai 28 minggu, maupun belum cukup berat, yaitu di bawah 400 gram sampai 1000 gram. Anak baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya mencapai 1000 gram atau usia kehamilan 28 minggu. Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak antara 500 gram sampai 999 gram, disebut partus immaturus. 24 Aborsi atau abortus menurut hukum pidana, yaitu kejahatan yang dilakukan dengan suatu perbuatan yang mengakibatkan kandungan lahir sebelum waktunya melahirkan menurut alam. Tindakkejahatan terhadap pengguguran kandungan ini diartikan juga sebagai pembunuhan anak yang berencana, dimana pada pengguguran kandungan harus ada kandungan (vrucht) atau bayi (kidn) yang hidup yang kemudian dimatikan. Persamaan inilah yang juga menyebabkan tindak pidana penguguran (abortus) dimasukkan kedalam titel buku II KUHP tentang kejahatan terhadap nyawa orang. 21
Dadang Hawari, Aborsi Dimensi Psikorelgi, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2006,
hlm .62. 22
M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2008, hlm. 229. Abul Fadl Monsin Ebrahim, Aborsi Kontrasepsi Dan Mengatasi Kemandulan, mizan, bandung, 1997, hlm. 125. 24 Fakultas Kedokteran UNPAD, Obstetri Patologi, UNPAD, Elstrar,Bandung, 1984, hlm. 7. 23
3.
Hukum positif Hukum Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang
berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam Negara Indonesia. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa Kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'ah Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap dalam PerundangUndangan Atau Yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara. Dengan singkatnya dapat dikatakan, bahkan ia ingin mengetahui hukum yang berlaku sekarang ini di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hukum yang sedang berlaku di dalam suatu negara itu dipelajari, dijadikan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang objeknya ialah hukum yang sedang berlaku dalam
suatu
Negara,
Constitutum). 25Ius
disebut
constitutum
ilmu
pengetahuan
(hukum
positif),
hukum yaitu
positif hukum
(Ius yang
berlakusekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Singkatnya, hukum yang berlaku bagi masyarakat pada suatu waktu, dalam suatu 25
Kansil Dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2011, hlm. 3.
tempat tertentu. Para sarjana ada juga menamakan hukum positif itu “Tata hukum.” 26 Hukum positif disamping aturan-aturan hukum tertentu yang pernah berlaku dan sudah diganti dengan aturan hukum baru yang sejenis dan berlaku sebagai hukum positif baru. 27Tiap-tiap bangsa memiliki hukumnya sendiri, seperti terhadap bahasa dikenal tata bahasa, demikian juga terhadap hukum dikenal juga tata hukum. Tiap-tiap bangsa mempunyai tata hukumnya sendiri. Tahun 1945 Negara Indonesia mengunifikasi serta mengkodifikasi hukum positif buatan Belanda yang diberlakukan bagi masyarakat di Hindia Belanda yang dibagi dalam 3 golongan penduduk, yaitu: golongan Eropah, golongan Timur Asing, dan golongan Bumiputra. 28Dasar dari peraturan Belanda tersebut sebenarnya adalah hukum buatan VOC (Verenige Oost Indische Companie), yang merupakan multinational company pertama di Nusantara. Perusahaan dagang multinasional milik kolonial Belanda yang dibentuk oleh 14 warga Belanda bagi manajemen penjajahan dinegara jajahan di Asia Tenggara ditengah kemelut ekonomi dalam negeri Kerajaan Belanda yang terjerat hutang yang besar pasca perang dengan negara-negara tetangganya dan menuju kebangkrutan. Hukum khusus yang mereka buat tersebut sesungguhnya memang khusus untuk diberlakukan bagi para inlander/masyarakat jajahan Belanda di Hindia Belanda. Tidakmengherankan sikap krusial pilihan hukum para penegak hukum Indonesia sampai hari ini masih memprihatinkan. Hukum harus ditegakkan dan keadilan harus dijujurkan vivat justitia vereat mudus (walaupun langit akan runtuh 26
C.S.T Kansil, Pangantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 73. 27 R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 5 28 C.S.T Kansil, Op.Cit, hlm. 90.
hukum harus tetap ditegakkan). Hukum yang berlaku di Indonesia terdiri dari Undang-Undang Dasar 1945, KUHP, KUHPer, KUHD, KUHAP, UUPA UndangUndang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Kode Etik Kedokteran Indonesia, UndangUndang KDRT,Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri kesehatan, Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Acara Perdata, Hukum Internasional, Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Acara Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Agraria, Hukum Perburuhan, Hukum Lingkungan, Hukum Pajak. Di dalam skripsi ini saya hanya khusus membahas mengenai KUHP, UndangUndang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi.
Hukum Islam Ulama sependapat bahwa dalam syari’ah Islam telah terdapat segala hukum yang mengatur tindak-tanduk manusia, baik perkataan maupun perbuatan. Hukum-hukum ini adakalanya disebutkan secara jelas dan tegas dan adakalanya pula tidak disebutkan secara jelas dan tegas, tetapi hanya dikemukakan dalam bentuk dalil-dalil dan kaidah-kaidah secara umum. Untuk memahami hukum dalam bentuk yang disebut
pertama(secara jelas dan tegas) tidak diperlukan
ijtihad, tetapi cukup diambil begitu saja dalam nash dan diamalkan, karena memang sudah jelas dan tegas di sebutkan syari’ah (Allah dan RasulNya).Hukum Islam dalam bentuk ini disebutkan Al-NushushAl-Muqaddasah atau
wahyu murni.Untukmengetahui hukum Islam dalam bentuk kedua (tidak disebutkan secara jelas dan tegas) diperlukan upayayang sungguh-sungguh oleh para Mujtahid untuk menggali hukum yang terdapat dalam nash melalui pengkajian dan pemahaman yang mendalam. Seluruh hukum yang ditetapkan melalui cara seperti yang terakhir ini disebut fiqih. Dua bentuk hukum itulah yang disebut sebagi hukum Islam. 29 Istilahhukum Islam tidak dijumpai dalam Al-Qur’an maupun Hadits Nabi SAW. Dua sumber hukum Islam ini hanya menggunakan istilah syari’ah yang secara bahasa berarti jalan yang lempang, jalan yang dilalui air terjun. 30Bisa juga berarti jalan setapak menuju sumber air atau tempat orang mengambil air minum dan diberi tanda yang jelas terlihat oleh mata. Kata ini juga berarti jalan menuju sumber air sebagai sumber kehidupan yang harus diikuti, atau juga jalan kehidupan. Wacana kajian hukum di kalangan ahli hukum barat ditemukan istilah barat Islamic Law yang diindonesiakan menjadi Hukum Islam. Tetapi tidak ditemukan fakta, mana yang lebih dahulu menggunakan istilah tersebut. Artinya, apakah istilah Hukum Islam yang dikenal di Indonesia merupakan terjemahan dari literatur Barat, Islami Law, atau terjemahan bebas Hukm Al-Syar’iy. Yang jelas, para ahli berpendapat bahwa istilah hukum Islam adalah khas Indonesia sebagai terjemahan dari syariah atau Hukm Al-Syar’iy. 31 Istilah hukum Islam biasanya disebut dengan beberapa istilah atau nama yang masing-masing menggambarkan sisi atau karakteristik tertentu hukum
29
Alaiddin Koto, Filsafat Hukum Islam, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm.
24. 30
Tm. Hasbin Ashshiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, Bulan Bintang, Jakarta, 1978, hlm. 7. Ibid.
31
tersebut, setidaknya ada empat nama yang sering dikaitkan kepada hukum Islam, yaitu, syari’ah, fiqih, hukum syarak, dan qanun.Syari’ah biasanya dipakai dalam dua pengertian, dalam arti luas dan dalam arti sempit. Dalam arti luas, syari’ahmerujuk kepada himpunan norma atau petunjuk yang bersumber kepada wahyu Illahi untuk mengatur sistem kepercayaan dan tingkah laku konkret manusia dalam berbagai dimensi hubungan. Syari’ah dalam arti luas meliputi dua aspek agama Islam, yaitu akidah dan amaliah. 32
G.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:
1.
Sifat/Jenis Penelitian Untuk
menghasilkan
karya
tulis
ilmiah
yang
baik
dan
dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan faktafakta/dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian padadasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu objek yang mudah terpegang di tangan. 33 Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat,
membina,
serta
mengembangkan
ilmu
pengetahuan.
Ilmu
pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar
penelitian-penelitian
yang
dilakukan
oleh
pengasuh-pengasuhnya.
32
Abdul WahidMushofa, , Hukum Islam Kontemporer, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.
1. 33
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 27.
Terutamadisebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan mendalami. 34 Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia, merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian. 35 Sifat atau jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan aspek hukum terhadap tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam. 2.
Bahan Hukum Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder adalah
mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya. 36 Adapun data sekunder yang dimaksud adalah: a.
Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer adalah dokumen-dokumen hukum yang mengikat dan
diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti Peraturan Perundang-Undangan. Dalam penulisan skripsi ini Peraturan Perundang-Undangan yang digunakan ialah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
34
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984,
hlm. 30. 35
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm.
27. 36
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hlm. 30.
Tentang kesehatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. b.
Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian terkait dengan aborsi, seperti, buku-buku, jurnal-jurnal, serta karya tulis ilmiah lainnya maupun tulisan-tulisan yang terdapat pada website yang terpercaya yang mengulas tentang praktik mengenai tindak pidana aborsi dan hal lainnya yang berkaitan dengan pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan di dalam penulisan skripsi ini. c.
Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah
bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kamus bahasa umum, kamus hukum, serta bahanbahan hukum di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data di dalam penulisan skripsi ini. 3.
Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah
melalui metode studi pustaka (library research) yang merupakan pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan buku-buku, Peraturan Perundang-Undangan, karya ilmiah, dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan skripsi ini, yang semua itu dimaksudkan untuk memperolah data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.
4.
Analisis Data Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam
penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akandibahas. analisis data dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan penelitian, menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada, serta menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif dan induktif kualitatif. Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulisan skripsi ini dapat mendeskripsikan mengenai aspek hukum terhadap tindak pidana aborsi menurut hukum positif di Indonesia dan hukum Islam berdasarkan permasalahan yang diteliti.
H.
Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar
membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lain, maka penulis membaginya kedalam beberapa bab dan diantara bab-bab terdiri pula atas sub bab. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II
PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA Dalam bab ini akan khusus membahas mengenai Tindak pidana Aborsi menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Tindak pidana Aborsi menurut Undang-Undang Kesehatan (Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan dikaitkan juga dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Ahun 2014)yang dibagai menjadi Abortus provocatus criminalis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Abortus provocatus medicalis menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
BAB III
PENGATURAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM ISLAM Dalam bab ini akan membahas mengenai Aborsi Menurut Pendangan Hukum Islam, Aborsi Setelah Ditiupkan Ruh Menurut Hukum Islam,dan Aborsi Sebelum Ditiupkan Ruh Menurut Hukum Islam.
BAB IV
PERBANDINGAN TINDAK PIDANA ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN HUKUM ISLAM Dalam bab ini akan membahas mengenai perbandingan tindak pidana aborsi ditinjau dari Sumber Hukum, Perbuatan Aborsi, tujuan dilarangnya, dan Sanksi Pidana.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan membahas mengenai Kesimpulan dan Saran dari penulis yang diperoleh dari penulisan skripsi ini.