BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang Emas telah muncul sebagai salah satu logam yang paling mahal dengan
mencapai harga tinggi di pasar internasional. Kenaikan harga emas sebanding dengan peningkatan permintaan pasar yang semakin meningkat. Sebagian besar emas diaplikasikan di berbagai industri berteknologi tinggi karena mempunyai sifat fisika dan kimia yang unik (Dephanche dan Macaskie, 2008). Selama tiga dekade terakhir, emas banyak digunakan di industri listrik dan elektronik karena mempunyai konduktivitas listrik yang sangat baik dan ketahanannya terhadap korosi (Khunathai dkk., 2012). Pada PCB telepon seluler merupakan salah satu komponen perangkat elektronik yang mengandung 200 gram Au per ton PCB. Pengambilan kembali logam emas dari PCB seperti di telepon seluler dan komputer, diharapkan menjadi sumber daya yang lebih baik (Shibata dan Okuda, 2002). Tabel I.1
Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009)
Logam Cu Al Fe Ni Pb Sn Ag Au Pd
Kandungan (%) 9,700 5,800 9,200 0,690 2,240 2,150 0,060 0,023 0,010
Harga ($/kg) 3,600 1,700 0,400 10,500 1,200 13,000 315,000 24.434,000 6.100,000
Nilai (%) 4,800 1,350 0,510 0,990 0,370 3,840 2,600 77,170 8,380
Yu dkk. (2009) melakukan penelitian mengenai nilai ekonomi komponen logam pada Printed Circuit Board (PCB). Logam emas dalam limbah elektronik tersebut memilki kandungan yang relatif sedikit dibandingkan dengan logam yang lainnya, terlihat pada Tabel I.1. Namun setelah dikonversikan menjadi nilai harga,
1
emas memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi diantara kandungan logam yang lainnya. Emas menjadi sangat menarik untuk dilakukan pengambilan kembali (recovery) karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Pengambilan kembali emas dari larutan telah memperoleh perhatian yang signifikan, karena emas telah hadir dalam jumlah yang cukup besar di bagian elektronik (Nakajima dkk., 2003). Metode pengambilan kembali emas dapat diterapkan di berbagai limbah, walaupun sering kali membutuhkan energi yang besar dan tidak ramah lingkungan (seperti sianidasi). Berbagai metode konvensional untuk pengambilan kembali emas seperti pengendapan kimia (Zhao,2006), karbon aktif (Jia dkk., 1998), ekstraksi pelarut (Cortina dkk., 1998) dan resin pertukaran ion (Warshawsky dkk., 2000) memiliki kelemahan yang signifikan, meliputi penggunaan reagen dan energi dalam jumlah yang besar, biaya yang tinggi, dan menghasilkan limbah lumpur (sludge) yang beracun atau produk limbah lain yang memerlukan pembuangan lanjutan (Kozin dan Melekhin, 2004). Biosorpsi merupakan metode sederhana sebagai alternatif pengambilan kembali logam. Biosorpsi didasarkan atas interaksi logam atau senyawa lainnya di situs aktif atau gugus fungsi yang terdapat dalam beberapa jenis biomassa (Volesky, 2003). Baru-baru ini perhatian telah dialihkan ke arah biomaterial, hasil produk samping atau limbah industri skala besar, dan bahan limbah pertanian. Keunggulan dari biosorpsi dibandingkan dengan metode konvensional adalah harga pembuatannya yang rendah, efisiensi tinggi, meminimalkan limbah lumpur sisa proses fisika atau kimia, dan kemungkinan pengambilan kembali logam. Bahan pertanian yang mengandung selulosa menunjukkan kapasitas biosorpsi yang potensial terhadap logam (Sud dkk., 2007). Kulit kelengkeng mengandung banyak selulosa, lignin, dan beberapa senyawa flavonoid, yang menguntungkan terkait dengan kemampuannya dalam mengikat ion logam berat dari limbah perairan. Kulit kelengkeng digunakan sebagai adsorben ion logam yang ramah lingkungan dengan biaya yang rendah karena memanfaatkan limbah rumah tangga. Adsorben kulit kelengkeng pertama kali digunakan untuk menghilangkan larutan ion logam berat Pb(II) dari limbah air pencucian mesin cetak (Huang dkk., 2010). 2
Tabel I.2
Adsorpsivitas larutan ion Pb(II) dengan adsorben kulit kelengkeng (volume larutan Pb(NO3)2 25 mL, temperatur 30 ℃, dan waktu pengocokan 2 jam) (Huang dkk., 2010) Konsentrasi Pb(II) Inisial (mg/L) 100 200 300
Adsorpsivitas Pb(II) (%) Kulit kelengkeng Kulit kelengkeng kering segar 84,2 84,5 83,3 83,0 79,8 80,2
Selulosa alami (tanpa modifikasi) memiliki kapasitas adsorpsi dan stabilitas yang rendah, karena keterikatan ketiga gugus hidroksil pada cincin yang sama membuat halangan sterik pada selulosa, sehingga tidak mudah diakses oleh reaksi kimia akibat daerah kristalin dalam matriks polimer selulosa. Modifikasi oleh reaksi kimia seperti eterifikasi, esterifikasi, halogenasi, dan oksidasi dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi dan stabilisasi struktural selulosa alami terhadap ion logam (O’Connell dkk., 2008; Pangeni dkk., 2012). Pemilihan metode modifikasi kimia pada biopolimer alami, seperti polisakarida sangat penting dilakukan dalam perkembangan berkelanjutan sumber daya terbarukan (Adel dkk., 2010). Metode modifikasi dengan asam sulfat pekat, berperan sebagai katalis untuk terjadinya reaksi kondensasi (hilangnya molekul air). Konsep yang mendasari metode ini adalah membentuk ikatan –C–O–C– sebagai situs aktif yang ikut berinteraksi dengan Au(III) (Khunathai dkk., 2012). Pangeni dkk. (2012) melakukan penelitian mengenai selektivitas pengambilan kembali Au(III) menggunakan kapas yang mengandung selulosa dengan dimodifikasi asam sulfat pekat, menyatakan bahwa hampir tidak ada ion logam yang terserap selain Au(III) dan secara kuantitatif teradsorpsi atas semua variasi konsentrasi asam klorida yang diuji. Menunjukkan bahwa gel selulosa pada kapas termodifikasi asam sulfat pekat sangat selektif dalam mengadsorpsi Au(III) dibandingkan ion logam lainnya yang diuji, terlihat pada Gambar I.1.
3
Gambar I.1 Efek konsentrasi HCl pada adsorpsi variasi ion logam terhadap gel selulosa pada kapas termodifikasi asam sulfat (volume larutan 10 cm3, konsentrasi ion 0,1 mM, berat kering gel 10 mg, waktu pengocokan 48 jam, temperatur 303 K) (Pangeni dkk., 2012) Akan dikembangkan pemanfaatan kulit kelengkeng dengan komponen selulosa, yang dimodifikasi asam sulfat pekat untuk menghasilkan ikatan taut silang. Selulosa taut silang dari kulit kelengkeng akan digunakan sebagai biosorben logam emas yang bernilai ekonomis tinggi. Penelitian ini difokuskan pada studi kinetika dan termodinamika adsorpsi Au(III) oleh selulosa taut silang dari kulit kelengkeng, dengan penentuan harga parameter termodinamika seperti nilai kapasitas maksimum adsorpsi (𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 ), energi bebas Gibbs (∆𝐺°), entalpi adsorpsi (∆𝐻°), dan entropi (∆𝑆°) serta penentuan parameter kinetika yaitu orde reaksi (𝑛), konstanta laju reaksi (𝑘), dan energi aktivasi (Ea ). I.2 1.
Tujuan Penelitian Menentukan nilai kapasitas adsorpsi maksimum (𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠 ), energi bebas Gibbs (∆𝐺°), entalpi adsorpsi (∆𝐻°), dan perubahan entropi (∆𝑆°) adsorpsi Au(III) oleh selulosa taut silang dari kulit kelengkeng pada temperatur 28, 40, 50, dan 60 ℃.
2.
Menentukan orde reaksi (𝑛), konstanta laju reaksi (𝑘), dan energi aktivasi (Ea ) adsorpsi Au(III) oleh selulosa taut silang dari kulit kelengkeng pada temperatur 28, 40, 50, dan 60 ℃. 4
I.3 1.
Manfaat Penelitian Memberikan solusi pemilihan adsorben yang mudah diperoleh dan diproses, dengan biaya yang rendah, dan ramah lingkungan.
2.
Memberikan alternatif metode pengambilan kembali (recovery) emas dari model limbah (seperti limbah elektronik) menggunakan biosorben kulit kelengkeng taut silang, sehingga berbasis Green Chemistry dengan prinsip reduce, dan recycle.
3.
Mengembangkan studi mengenai aspek termodinamika dan kinetika pada adsorpsi Au(III) oleh selulosa taut silang dari kulit kelengkeng.
5