BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Di Indonesia, angka kematian bayi yang disebabkan oleh penyakit infeksi masih tinggi. Hal ini dibuktikan oleh data Riskesdas (2007) bahwa penyebab kematian bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Penyakit diare termasuk ke dalam sepuluh penyakit yang sering menimbulkan kejadian luar biasa. Berdasarkan laporan yang diperoleh dari Surveilans Terpadu Penyakit bersumber data KLB (STP KLB) tahun 2010, frekuensi
KLB
diare
menempati
urutan
ke
enam
setelah
DBD,
chikungunya, keracunan makanan, difteri, dan campak (Depkes RI, 2011). Sedangkan, prevalensi pneumonia pada bayi di Indonesia adalah 0,76% dengan rentang antar provinsi sebesar 0-13,2% (Riskesdas, 2007). Hubungan antara pola menyusui bayi (ASI eksklusif, ASI predominan, dan ASI parsial) dengan penyakit telah dibuktikan pada penelitian Mihrshahi, et al (2008). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara prevalensi diare dan ISPA pada bayi dengan ASI eksklusif dan ASI predominan, sedangkan bayi dengan ASI parsial, memiliki prevalensi diare dan ISPA yang lebih tinggi dibanding bayi dengan pola menyusui yang lainnya. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada awal kelahiran sampai enam bulan pertama kehidupan di Indonesia masih kurang. ASI merupakan makanan alami pertama untuk bayi, memberikan semua energi dan gizi bayi untuk kebutuhan bulan pertama kehidupan, dan terus diberikan
1
2
sampai setengah atau lebih dari kebutuhan gizi bayi (WHO,2009). Menurut data dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayi sampai usia enam bulan hanya sebesar 5,5%. Persentase tertinggi yang mendapatkan ASI eksklusif adalah pada bayi dengan usia dibawah dua bulan yaitu sebanyak 48,3%. Padahal bayi yang tidak diberi ASI secara penuh pada enam bulan pertama kehidupan, mempunyai risiko terkena diare 30x lebih besar dibandingkan dengan yang diberikan ASI selama enam bulan penuh (Depkes RI, 2007). Menurut Gibney et al (2008), rasa takut yang tidak berdasar bahwa ASI yang mereka hasilkan tidak cukup dan/atau memiliki mutu yang jelek, teknik pemberian ASI yang salah, dan kekurangan dukungan dari pelayanan kesehatan menjadi penyebab ibu tidak memberikan ASI eksklusif. Selain itu, menurut Fikawati dan Syafiq (2010), terdapat bermacam-macam alasan yang menjadi penyebab ibu tidak memberikan ASI eksklusif, yaitu budaya pemberian makanan prelaktal, pemberian susu formula dikarenakan ASI tidak keluar, ASI dihentikan karena bayi atau ibu sakit, ibu yang harus bekerja, dan ibu yang ingin mencoba susu formula. Adanya faktor pemungkin penting yang menyebabkan terjadinya kegagalan pemberian ASI eksklusif yaitu karena ibu tidak difasilitasi dengan program Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Menurut
Roesli
(2008), IMD yang dilakukan ibu pada satu jam
pertama setelah kelahiran bayi, akan melatih naluri bayi untuk menemukan puting
ibu
secara
mandiri.
Kesempatan
emas
yang
menentukan
3
keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya secara optimal terdapat pada satu jam pertama setelah bayi dilahirkan. Menurut
WHO
(2009),
di
negara
berkembang,
IMD
dapat
menyelamatkan sebanyak 1.45 juta jiwa setiap tahun karena IMD berguna untuk mengurangi kematian terutama yang disebabkan oleh penyakit diare dan infeksi saluran pernafasan pada anak-anak. Dari penelitian lain yang dilakukan Chien et al. (2007), diketahui bahwa bayi yang diberi kesempatan untuk IMD memiliki kemungkinan lebih besar memperoleh ASI eksklusif dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi kesempatan IMD. Menurut Fikawati dan Syafiq (2003), terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI segera dengan pemberian ASI eksklusif. Hal tersebut ditunjukkan pada hasil yang menyatakan bahwa ibu yang memberikan ASI ≤ 30 menit setelah kelahiran mempunyai kemungkinan 28 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif selama empat bulan dibandingkan dengan ibu yang tidak memberikan ASI segera. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan informasi lebih lanjut mengenai hubungan antara IMD, ASI eksklusif, dan kejadian penyakit infeksi pada bayi usia 0-6 bulan.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1.
Apakah terdapat perbedaan pemberian ASI antara ibu yang menjalani IMD dengan ibu yang tidak menjalani IMD?
4
2.
Apakah terdapat hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian penyakit infeksi pada bayi usia 0-6 bulan?
3.
Apakah terdapat hubungan antara pelaksanaan IMD dengan kejadian penyakit infeksi pada bayi usia 0-6 bulan?
C.
Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Melihat apakah ada hubungan antara pelaksanaan IMD, ASI eksklusif, dengan penyakit infeksi pada bayi usia 0-6 bulan.
2.
Tujuan Khusus a.
Mengetahui gambaran mengenai pelaksanaan IMD, ASI eksklusif, dengan penyakit infeksi pada bayi usia 0-6 bulan di Puskesmas Tegalrejo,
Puskesmas
Jetis,
dan
Puskesmas
Mergangsan
Yogyakarta. b.
Mengetahui perbedaan pemberian ASI antara ibu yang menjalani IMD dengan ibu yang tidak menjalani IMD.
c.
Mengetahui hubungan antara ASI eksklusif dengan kejadian penyakit infeksi pada bayi usia 0-6 bulan.
d.
Mengetahui hubungan antara pelaksanaan IMD dengan kejadian penyakit infeksi pada bayi usia 0-6 bulan.
D.
Manfaat Penelitian 1.
Penelitian menggunakan metode kohort prospektif sehingga hasil penelitian dapat memberikan gambaran mengenai pelaksanaan IMD,
5
ASI eksklusif, dan kejadian penyakit infeksi dengan variabel yang lebih terkontrol. 2.
Hasil penelitian akan menjadi landasan dasar promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif yang lebih optimal. Hasil penelitian ini mampu memberikan gambaran waktu yang tepat dalam melakukan promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif. Secara tidak langsung, promosi kesehatan yang tepat akan menyebabkan peningkatan status gizi dan kesehatan ibu dan anak pada umumnya.
3.
Hasil penelitian dapat memberikan gambaran mengenai pelaksanaan IMD, ASI eksklusif, dengan penyakit infeksi pada bayi usia 0-6 bulan serta hasil terbaru mengenai hubungan ketiganya.
E.
Keaslian Penelitian 1.
Penelitian
Fikawati
dan
Syafiq
(2010),
dengan
judul
“Kajian
Implementasi dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini di Indonesia”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji implementasi dan kebijakan ASI eksklusif dan IMD di Indonesia secara deskriptif berdasarkan studi-studi yang ada. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masih rendahnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia dan masih kurang optimalnya fasilitas IMD. Hal ini dibuktikan pada hasil analisis kebijakan yang menunjukkan bahwa kebijakan mengenai ASI eksklusif belum lengkap dan belum komprehensif. Selain itu juga ditemukan bahwa IMD belum secara eksplisit dimasukkan dalam kebijakan. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah kesamaan maksud yaitu untuk melihat
6
hubungan antara IMD dengan ASI eksklusif. Perbedaannya terletak pada tujuan penelitian, tempat dan waktu penelitian, dan metode penelitian. 2.
Penelitian
Wijayanti
(2010)
yang
berjudul
“Hubungan
antara
Pemberian ASI Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang menunjukkan bahwa dari 60 bayi sebagai subjek penelitian, terdiri atas 30 bayi mendapatkan ASI eksklusif, enam bayi diantaranya menderita diare dan 24 bayi lainnya tidak menderita diare. Sedangkan pada bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, terdapat 20 anak yang menderita diare, dan sepuluh anak yang tidak menderita diare. Hasil signifikansi menghasilkan p<0,05 dengan nilai signifikan 0,000 yang berarti signifikan atau bermakna. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah kesamaan variabel dan kesamaan tujuan untuk melihat signifikansi hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 0-6 bulan. Perbedaannya terletak pada tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, metode dan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam mengambil data. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode cross sectional,
7
oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan metode kohort prospektif agar hasil yang didapatkan lebih valid. 3.
Penelitian Mihrshahi, et al (2008) yang berjudul “Association between Infant Feeding Patterns and Diarrhoeal And Respiratory Illness: A Cohort Study in Chittagong, Bangladesh”. Tujuan penelitian adalah untuk membandingkan prevalensi diare
dan ISPA pada bayi
berdasarkan status menyusui. Penelitian ini menggunakan metode kohort prospektif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat morbiditas yang signifikan di wilayah pedesaan Bangladesh. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki prevalensi tujuh hari diare yang signifikan lebih rendah (p = 0,03;CI 1,10-5,69) dan prevalensi tujuh hari ISPA yang juga signifikan lebih rendah (p < 0,01;CI 1,33-4,00) dibandingkan kelompok yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah kesamaan dengan metode yang digunakan dan kesamaan pada tujuan yaitu untuk mengukur hubungan antara ASI eksklusif dan penyakit infeksi (diare dan ISPA). Perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan terletak pada variabel bebas yang
digunakan, variabel bebas dari penelitian Mihrshahi adalah status menyusui,
sedangkan
pada
penelitian
yang
akan
dilakukan
menggunakan IMD dan durasi pemberian ASI sebagai variabel bebas yang kedua. Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan dapat memaparkan lebih luas mengenai salah satu hal yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.
8
4.
Penelitian Fikawati dan Syafiq (2003) yang berjudul “Hubungan antara Menyusui Segera (Immediate Breastfeeding) dan Pemberian ASI Eksklusif sampai dengan Empat Bulan”. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ibu yang melakukan immediate breastfeeding kurang dari sama dengan 30 menit setelah kelahiran memiliki kemungkinan 2-8 kali lebih besar untuk memberikan ASI eksklusif sampai usia bayi empat bulan. hal tersebut dapat dilihat dari nilai Odds ratio (OR) dan p value yang kurang dari 0,05. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah kesamaan pada tujuan yaitu untuk melihat hubungan antara menyusui segera dengan pemberian ASI secara eksklusif. Perbedaannya terletak pada subjek yang digunakan, penelitian Fikawati dan Syafiq menggunakan subjek ibu yang memiliki bayi berusia dibawah satu tahun, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan subjek ibu melahirkan. Selain itu, perbedaan penelitian ini juga terletak pada desain penelitian.