BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC) dan sulfur heksafluorida (SF6) di atmosfer sudah menimbulkan dampak lingkungan dengan naiknya suhu udara di bumi. Konsentrasi CO2 di atmosfer terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Karbon dioksida dilepaskan oleh pembakaran bahan-bahan hidrokarbon seperti bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, gas alam), atau biomassa (kayu, dll.), oleh deforestasi dan kerusakan hutan. Pemanasan global memiliki dampak besar pada hutan-hutan di dunia. Ekosistem hutan bisa menjadi sumber dan penyerap karbon. Ekosistem hutan dapat membantu mengurangi konsentrasi C di atmosfir melalui proses fotosintesis. CO2 di udara diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disekuestrasi dalam organ tumbuhan seperti batang, cabang, ranting, daun, bunga, dan buah. Sehingga dengan mengukur jumlah C yang disimpan dalam biomassa pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang mampu diserap tumbuhan (IPCC, 2000). Dalam Protokol Kyoto telah diakui 3 alternatif penurunan emisi yang terdiri dari Joint Implementation, Clean Development Mechanism (CDM) dan Emission Trading. Joint Implementation (implementasi bersama) adalah kerja sama antar negara maju untuk mengurangi emisi GRK di negaranya. CDM
1
adalah solusi antara negara maju dan negara berkembang, di mana negara maju berinvestasi di negara berkembang dalam proyek yang dapat mengurangi emisi GRK dengan imbalan sertifikat pengurangan emisi atau Certified Emission Reductions (CER) bagi negara maju tersebut. Emission Trading (Perdagangan emisi) adalah perdagangan emisi antar negara maju (Murdiyarso, 2003). Indonesia sebagai negara berkembang memiliki peran yang sangat penting dalam upaya penurunan emisi. Upaya penurunan emisi yang bisa dilakukan melalui kegiatan CDM meliputi proyek energi terbarukan (misal: tenaga matahari, angin, gelombang, panas bumi, air dan biomassa), menurunkan tingkat konsumsi bahan bakar (efisiensi energi), mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar lain yang lebih rendah tingkat emisi GRKnya (pengganti bahan bakar, misal: minyak bumi menjadi gas), dan jenis-jenis lain seperti pemanfaatan gas metan dari pengelolaan sampah. Selain penurunan emisi, kegiatan yang bisa dilakukan dalam CDM ialah penyerapan emisi (carbon sink) yang bisa dilakukan di sektor kehutanan, karena hutan dapat menyerap emisi GRK. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan yang tepat mengenai jumlah karbon yang terkandung di dalam pohon (Murdiyarso, 2003). Perubahan penggunaan lahan dan kehutanan (Land use change and forestry) merupakan penyumbang emisi karbon terbesar kedua setelah sektor industri, yaitu menyumbang sekitar 15 - 20% dari total emisi dunia. Pada umumnya terdapat 3 (tiga) kategori mitigasi perubahan iklim untuk sektor kehutanan, yaitu peningkatan manajemen hutan, Aforestasi/Reforestasi, dan menghindari penebangan hutan dan degradasi hutan (REDD). Dari ketiga kategori
2
tersebut, REDD mempunyai potensi pengurangan emisi karbon yang paling besar. Melalui mekanisme CDM (yang notabene satu-satunya mekanisme yang melibatkan negara berkembang dalam Protokol Kyoto), sektor kehutanan dapat berperan melalui proyek Afforestasi/Reforestasi (A/R CDM) (Kardono, 2010). Afforestasi adalah upaya menghutankan areal yang pada masa 50 tahun lalu bukan merupakan hutan. Sedangkan reforestasi adalah upaya menghutankan kembali areal yang dulunya pernah menjadi hutan. Pasar CDM didominasi oleh proyek-proyek industri energi (56%), disusul oleh proyek-proyek dibidang penanganan limbah/sampah (17%), fugitive emission of fuels (6%), pertanian (5%), dan industri manufaktur (4,5%). Dalam skema voluntary, prosentase proyek sektor kehutanan lebih besar yaitu sekitar 11.5% dari total nilai transaksi perdagangan karbon voluntary. Proyek kehutanan dalam skema voluntary diantaranya juga berupa proyek-proyek yang bersifat avoided deforestation. Pasar karbon sektor Kehutanan kemungkinan besar akan bertambah besar terkait dengan isu REDD. Reduction Emission from Deforestation and Degradation(REDD), akan memperluas prospek sektor kehutanan dalam perdagangan karbon. Deforestasi sebagian besar disumbang oleh negara-negara berkembang dan setengahnya dilakukan oleh 2 negara yaitu Brasil dan Indonesia. Mengurangi deforestasi dan degradasi hutan berarti mengurangi emisi (Kardono, 2010). Pada akhir tahun 1980-an Pemerintah Indonesia mencanangkan program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Pembangunan HTI terutama dimaksudkan untuk merehabilitasi lahan-lahan dalam kawasan hutan tidak produktif. Di masa depan peran HTI untuk memasok kebutuhan kayu akan
3
semakin penting, karena pasokan kayu dari hutan alam akan terus menurun. Pembangunan hutan tanaman industri memiliki tujuan utama menghasilkan kayu secara cepat dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Selain menghasilkan kayu, hutan tanaman juga mengikat karbon selama masa pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pengikatan karbon oleh tanaman
melalui fotosintesis akan meningkatkan jumlah karbon yang diserap oleh tanaman sehingga mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer (Departemen Kehutanan, 2000). Eukaliptus merupakan salah satu jenis pilihan dalam mengembangkan hutan tanaman industri, sebagai suplai bahan baku industri pulp dan kertas. Eukaliptus merupakan jenis tanaman cepat tumbuh yang dapat dipanen pada umur lima hingga tujuh tahun (Leksono, 2003). Pertumbuhan eukaliptus yang cepat merupakan salah satu peluang untuk meningkatkan serapan karbon yang lebih cepat dalam ekosistem daratan. Kemampuan tanaman eukaliptus dalam mengikat karbon
masih dalam tahap penelitian yang dilakukan terus sampai saat ini
khususnya dalam mendukung isu iklim global yang bisa dimanfaatkan dari hutan tanaman industri. PT. Wirakarya Sakti merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang HTI untuk bahan baku produksi pulp dan kertas. Terdapat berbagai jenis tanaman yang diusahakan untuk mensuplai bahan baku pulp diantaranya Acacia mangium, Acacia Crassicarpa, dan Eucalyptus pellita. Dalam hal ini, pengusahaan tanaman Eucalyptus pellita diupayakan sebagai pengganti tanaman Acacia mangium di beberapa bagian HTI karena mampu tumbuh lebih baik di
4
tanah mineral dan juga lebih resisten dari serangan kera ekor panjang dibandingkan dari jenis Akasia. Daur teknis yang ditetapkan pada tanaman Eucalyptus pellita ini yaitu 5 tahun, hal ini dikarenakan tujuan dari penanaman untuk suplai bahan baku pulp dan kertas sehingga daur yang ditetapkan sangat singkat.
1.2. Rumusan Masalah Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan terkait dengan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Seberapa besar tegakan Eucalyptus pellita pada suatu HTI mampu menyimpan biomassa dan karbon pada berbagai organ tanamannya? 2. Bagaimana hubungan antara diameter batang tanaman Eucalyptus pellita terhadap simpanan biomassa dan karbonnya? 3. Seberapa besar potensi tanaman Eucalyptus pellita di PT. Wirakarya Sakti dalam simpanan biomassa dan karbonnya? 4. Seberapa besar serapan gas CO2 (karbondioksida) pada tanaman Eucalyptus pellita di PT. Wirakarya Sakti?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui simpanan biomassa dan karbon yang terkandung pada berbagai organ tanaman Eucalyptus pellita yang ada di HTI PT. Wirakarya Sakti, Jambi.
5
2. Menyusun persamaan allometrik untuk mengetahui biomassa dan karbon yang terkandung pada berbagai organ tanaman Eucalyptus pellita yang ada di HTI PT. Wirakarya Sakti. 3. Mengetahui potensi biomassa dan karbon pada hutan tanaman industri jenis Eucalyptus pellita di PT.Wirakarya Sakti. 4. Mengetahui serapan gas CO2 (karbondioksida) pada hutan tanaman industri jenis Eucalyptus pellita di PT. Wirakarya Sakti.
1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai kandungan biomassa dan karbon yang mampu disimpan pada berbagai organ pohon Eucalyptus pellita pada suatu HTI serta mengetahui persamaan alometrik untuk hubungan diameter pohon Eucalyptus pellita terhadap simpanan biomassa dan karbonnya pada berbagai organ tanamannya. Selain itu juga dengan hasil dari penelitian ini dapat diketahui potensi kandungan biomassa dan karbon areal hutan tanaman industri jenis Eucalyptus pellita di PT. Wirakarya Sakti serta perannya dalam membantu penyerapan CO2 sebagai salah satu gas rumah kaca.
6