BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dalam kebutuhannya untuk mengindentifikasikan diri, bekerja sama
maupun berinteraksi, para anggota suatu masyarakat tidak terlepas dari penggunaan sistem lambang bunyi yang lazim disebut dengan bahasa. (Kridalaksana, 2011:24) Para anggota masyarakat itu, dalam kapasitasnya sebagai pengguna bahasa, memiliki seperangkat aturan yang mereka kenal, yang menentukan struktur apa yang diucapkan dan dituliskannya. Struktur ini disebut dengan istilah grammar (tata bahasa). Seberapa pun primitifnya suatu masyarakat penutur bahasa, bahasanya sendiri digunakan menurut seperangkat aturan yang rapi dan sistematis. Hakikat bahwa bahasa merupakan sistem tentu saja bergantung pada persoalan pemakaian dan kebiasaan (usage). Masyarakat yang menggunakan bahasa inilah yang membuat dan mengubah aturan ini, dan adanya aturan ini karena para penggunanya menggunakan cara tertentu. Dengan berlandaskan pada kesepakatan umum mengenai aturan ini, maka masyarakat menggunakan bahasa dalam cara tertentu yang memiliki arti. (Alwasilah, 1993:7) Sehubungan dengan penggunaannya dalam cara tertentu yang memiliki arti inilah bahasa bersifat informatif dan komunikatif bagi masyarakat penggunanya, yang dalam hal ini secara khusus dapat diasumsikan terdiri atas pembicara, pendengar, penulis dan pembaca.
1
2
Fungsi bahasa sebagai alat informasi dan komunikasi hanya akan dapat tercapai apabila si pendengar atau si pembaca dapat memahami informasi yang disampaikan oleh si pembicara atau si penulis. Fungsi informatif dan komunikatif diselenggarakan dalam bentuk kalimat. (Parera, 2009:50) Berkenaan dengan hal di atas, dapatlah diketahui bahwa kalimat-kalimat yang digunakan di media massa, seperti surat kabar misalnya, memiliki sifat yang cukup jelas dalam menyampaikan informasi dan sekaligus dapat menjalin komunikasi yang erat antara jurnalis, kolumnis dan pembaca. Dengan demikian diharapkan para pembaca dengan mudah dapat memahami isi berita yang disampaikan oleh para jurnalis itu. Sejumlah kalimat, yang digunakan baik oleh para jurnalis maupun oleh para kolumnis dalam artikel berita dan artikel umum di surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post, dibentuk atas klausa-klausa. Yang dibahas dalam konteks ini adalah klausa utama dan klausa tambahan serta klausa atasan dan klausa bawahan. Tidak jarang klausa utama disebut juga dengan istilah klausa bebas, sedangkan klausa tambahan sering disebut juga dengan istilah klausa aditif (additive clause), yang fungsinya adalah memberi keterangan tambahan tanpa mengubah keterangan dalam klausa utama (Kridalaksana, 2011:124). Klausa aditif ditambahkan pada klausa utama dan berfungsi melengkapi informasi yang terdapat di dalamnya. Berbeda dengan unsur verba dalam klausa bebas yang dapat mengalami perubahan berdasarkan persesuaian/kongruensi (agreement, congruence, concord) dengan subjeknya, unsur verba dalam klausa aditif
bersifat tetap atau tidak
mengalami perubahan sintaksis. Konstruksi klausa aditif yang secara sintaksis
3
bersifat tetap inilah yang menjadi dasar ketertarikan penulis untuk membuat kajiannya. Perlu disampaikan pula bahwa tidak sedikit artikel yang disajikan dalam surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post yang memanfaatkan konstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} dalam perannya sebagai modifikator bebas, yang khususnya terletak di belakang klausa bebas, kalimat tunggal, atau bahkan kalimat majemuk bertingkat. Selain jurnalis dan kolumnis tetap yang bekerja pada harian itu, para jurnalis dan kolumnis tamu, yakni yang berasal dari manca negara sendiri maupun ekspatriat yang bekerja di Jakarta dan kota-kota besar lainnya, banyak yang menggunakan konstruksi sebagaimana tersebut di atas dalam tulisan-tulisan mereka. Hal ini dapat dianggap sebagai kekhususan yang terdapat dalam surat kabar tersebut. Kekhususan ini tampaknya merupakan ciri yang cukup menonjol dalam surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post itu. Sebagian besar artikel berita mengenai budaya, ekonomi, sosial, politik, dan bahkan artikel iklan yang termuat di dalamnya, berdasarkan pengamatan penulis, memanfaatkan unsur modifikator bebas di dalam kalimat-kalimatnya. Penggunaan konstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} yang berperan sebagai modifikator bebas dalam surat kabar tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan keanekaragaman kalimat, sebagaimana disampaikan oleh Marius dan Wiener (1988:229-230). Keanekaragaman kalimat mencerminkan efektivitas tentang sesuatu hal yang disampaikan di dalamnya. Efektivitas yang tercermin di dalam kalimat, selanjutnya dimaksudkan guna setidak-tidaknya mengurangi hal-hal yang dapat menimbulkan kebosanan bagi para pembaca, yaitu digunakannya suatu pola atau jenis kalimat tertentu yang sama secara terus-menerus, misalnya. Dengan berkurangnya hal-hal yang
4
menyebabkan timbulnya kebosanan, para pembaca diharapkan memperoleh kemudahan untuk memahami isi berita dan artikel-artikel lain yang ditulis dalam bahasa Inggris. Lebih lanjut, di antara media massa-media massa cetak berbahasa Inggris lainnya, surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post dapat menjadi sarana yang cukup mewakili bagi para pembaca pada umumnya guna meningkatkan penguasaan bahasa Inggris mereka, setidak-tidaknya secara pasif. Hal ini dikarenakan bahasa Inggris belum merupakan bahasa kedua melainkan masih merupakan bahasa asing di Indonesia, tidak seperti halnya di negara-negara ASEAN lainnya, seperti misalnya Singapura, Malaysia, Filipina dan lain sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan di atas, klausa aditif yang tidak mengalami perubahan sintaksis ini lazim disebut dengan istilah modifikator bebas (free modifier) berkonstruksi partisipel {–ing} dan {–ed}. Secara umum, di satu sisi, keduanya dapat diklasifikasikan sebagai modifikator peluas (nonrestrictive modifier). Di sisi lain, secara khusus, karena terletak di bagian akhir kalimat, keduanya dapat disebut sebagai postmodifikator peluas nonfinit (nonfinite nonrestrictive postmodifier) dengan konstruksi partisipel {–ing} dan {–ed}, yang sering dapat ditemukan dalam surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post. Konstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} yang berfungsi sebagai modifikator bebas ini akan dipaparkan sejelas yang dapat penulis lakukan pada halaman-halaman selanjutnya, dengan terlebih dulu dibahas apa dan di mana saja letaknya. Namun demikian, sebelum menginjak pembahasan tentang apa dan di mana saja letak modifikator bebas itu, perlu pula diketahui bahwa modifikator bebas merupakan bagian dari suatu kalimat. Kajian atas salah satu dari bagian-bagian
5
kalimat dapat dikategorikan sebagai analisis tekstual. Dalam hal ini dinyatakan bahwa peneliti meneliti teks yang setiap aspeknya merupakan hasil pilihan— pilihan memanfaatkan suatu cara untuk mendeskripsikan seseorang, suatu tindakan atau proses yang telah ditentukan; pilihan memanfaatkan suatu cara dalam penyusunan kalimat; pilihan menyertakan suatu fakta atau opini atau argumen, dan sebagainya (Richardson, t.t.:38). Lebih lanjut, analisis tentang pilihan-pilihan yang disebutkan di atas [...] covers traditional forms of linguistic analysis—analysis of vocabulary and semantics, the grammar of sentences and smaller units, and the sound system (‗phonology‘) and writing system. But it also includes analysis of textual organisation above the sentence, including the ways in which sentences are connected together (‗cohesion‘) and things like the organisation of turn-taking in interviews or the overall structure of a newspaper article (Fairclough 1995a dalam Richardson, t.t.:38) ‗[...] mencakup bentuk-bentuk tradisional analisis linguistik— analisis kosa kata dan semantik, tata kalimat dan bagianbagiannya yang lebih kecil, dan tata suara (‗fonologi‘) serta tata tulis. Akan tetapi analisis tentang pilihan-pilihan ini juga termasuk analisis penataan tekstual di atas tataran kalimat, termasuk cara penggabungan kalimat (‗kohesi‘), dan hal-hal seperti penataan giliran dalam wawancara atau struktur artikel surat kabar secara keseluruhan.‘ Pembahasan tentang kalimat tidak pernah lepas dari pembahasan tentang sintaksis. Dijelaskan oleh Reah (2002:73) bahwa ―Syntax is an important factor in the way a text creates meaning. The way in which elements within a clause are ordered can give weighting to one or more aspects, or reduce, or remove others. The relationship between elements has a fundamental role here.‖ ‗Sintaksis merupakan faktor penting dalam rangka terciptanya makna di dalam wacana. Penyusunan unsur-unsur dalam suatu klausa memberi bobot terhadap, atau mengurangi, atau menghilangkan salah satu atau lebih aspek yang ada. Hubungan antar unsur dalam hal ini memiliki peranan yang penting.‘
6
Chaer (2003:207-213) menyatakan bahwa yang dibicarakan dalam sintaksis adalah kata yang memiliki hubungan dengan kata lain sebagai suatu satuan ujaran. Dinyatakan pula bahwa pembicaraan tentang sintaksis mencakup (1) struktur sintaksis yang berhubungan dengan masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis; serta alat-alat yang digunakan untuk membangun struktur itu, (2) satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat dan wacana; dan (3) hal-hal yang memiliki hubungan dengan sintaksis, yaitu modus, aspek, dan sebagainya. Selanjutnya, fungsi sintaksis berkaitan erat dengan peristilahan seperti misalnya subjek, predikat, objek, dan keterangan. Kategori sintaksis berhubungan dengan nomina, verba, ajektiva, dan numeralia. Yang berhubungan dengan peran sintaksis adalah pelaku, penderita, dan penerima. Terkait dengan hal yang disampaikan pada butir (2) di atas, Kridalaksana (2011:103), Warriner (1958:36), dan Chaer (2003:239-241) berpendapat bahwa kalimat adalah satuan bahasa atau satuan sintaksis yang susunannya terdiri dari konstituen dasar, yang, secara aktual dan potensial, bisa berupa satu atau lebih klausa, serta dilengkapi dengan intonasi final. Yang dimaksudkan dengan intonasi final adalah intonasi yang memberi ciri kalimat, yaitu intonasi deklaratif, intonasi interogatif, intonasi imperatif, dan intonasi seru. Dalam bahasa tulis, intonasi deklaratif dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif dengan tanda tanya; intonasi imperatif dengan tanda titik; dan intonasi seru dengan tanda seru. Meskipun biasanya dinyatakan berupa klausa, konstituen dasar itu bisa tidak berupa klausa, yakni bisa juga berupa kata atau frase. Yang mungkin tidak sama adalah status kekalimatannya. Kalimat yang konstituen dasarnya berupa klausa tentu saja menjadi kalimat mayor atau kalimat bebas, yakni kalimat yang
7
sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat. Sebaliknya, kalimat yang konstituen dasarnya berupa kata atau frase tidak dapat menjadi kalimat bebas, melainkan hanyalah menjadi kalimat minor dan klausa terikat. Berdasarkan sejumlah kriteria dan sudut pandang tertentu, kalimat dapat dibagi menjadi kalimat inti dan non-inti. Kalimat inti, yang juga biasa disebut dengan kalimat dasar, dapat dibentuk dari klausa inti yang lengkap dan memiliki sifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Kalimat dengan struktur berikut ini merupakan contoh kalimat inti:
(1) Health officials are running warnings on local radio stations. NP
VP
NP
(The Jakarta Post) Berdasarkan polanya, contoh (1), menurut Guth (1975:137) Chaer (2003:235), dan Kridalaksana (2011:124) dapat disebut dengan klausa bebas, yaitu klausa yang secara potensial dapat menjadi kalimat mayor atau kalimat bebas, yang terdiri dari unsur-unsur: Health officials are running warnings on local radio stations. S P/V O (The Jakarta Post) Kalimat inti dapat dikembangkan melalui berbagai proses, yang antara lain adalah proses transformasi penambahan. Kalimat (1) di atas adalah contoh kalimat yang diasumsikan belum mengalami proses transformasi penambahan frase-frase dan klausa-klausa dengan konstruksi partisipel {–ing}, sedangkan kalimat (2) berikut ini sudah, yakni dengan ditambahkannya sejumlah klausa dengan konstruksi partisipel {–ing}. Kalimat ini merupakan salah satu contoh kalimat yang diambil
8
dari salah satu artikel dalam surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post edisi 13/4/2011: (2) Health officials are running warnings on local radio stations, putting up posters in schools, holding talks and 1
2
handing out literature about the dangers. 3 (The Jakarta Post) Yang tercetak dengan huruf miring bergaris bawah dan ditandai dengan nomer 1, 2, dan 3 di bawahnya dalam contoh kalimat (2) di atas adalah rangkaian klausa hasil proses transformasi penambahan. Lebih jelasnya, dengan dipisahkan oleh tanda baca koma dari klausa bebas yang ada di depannya, ketiga klausa berkonstruksi partisipel {–ing} di atas merupakan klausa-klausa verba nonfinit (nonfinite verb clauses), yang tidak dapat berubah secara sintaksis meskipun verba yang ada pada kalimat dasar, yang terletak di depannya, berubah seiring dengan perubahan kala dan/atau perubahan jumlah subjek dari jamak ke tunggal atau sebaliknya. Rangkaian frase verba nonfinit di atas berfungsi sebagai modifikator (modifier). Penggunaan modifikator sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam ragam tulis, misalnya makalah dan jurnal ilmiah, karya sastra seperti novel dan cerita pendek, ataupun berita di surat kabar dan majalah. Modifikator memiliki jenis dan fungsi yang cukup beragam. Jenis-jenis kata seperti nomina, ajektiva, adverbia, dan preposisi, misalnya, dapat berperan sebagai unsur pembentuk modifikator. Demikian juga jenis-jenis frase dan klausa seperti misalnya frase/klausa partisipel {–ing}, frase/klausa partisipel {–ed}, dan
9
frase absolut. Pada hakikatnya, istilah modifikator berasal dari kata dasar berupa verba dalam bahasa Inggris ―(to) modify.‖ Di dalam bukunya yang berjudul Understanding and Using English Grammar Azar (1989:A-3) menyatakan bahwa ―The word modify means ―change a little.‖ Adjectives give a little different meaning to a noun: intelligent student, lazy student, good student. ‗Kata modify memiliki arti ‗mengubah sedikit.‘ Ajektiva-ajektiva dapat menambah sedikit makna yang berbeda pada suatu nomina, sebagai contoh intelligent student, lazy student, good student.‘ Secara lebih komprehensif, Warriner (1958:6-7) menjelaskan bahwa ―Modify means to change. In grammar to modify a word means to change the meaning of the word by making the meaning more definite. Adjectives, then, are words used to make the meaning of nouns or pronouns more definite. An adjective may modify a noun or pronoun by telling what kind it is. For example: green dress; tall building; great beauty; strong man; he is fat. An adjective may point out which one; for example: this box, these pencils, the approaching train, the last car. An adjective may tell how many; for example: many players, few lessons, three dollars.‖ ‗Memodifikasi mengandung arti mengubah. Dalam tata bahasa, memodifikasi suatu kata berarti mengubah maknanya dengan cara membuatnya menjadi lebih pasti. Sehubungan dengan hal itu, ajektiva dapat mengubah nomina atau pronomina dengan cara menjelaskan apa jenisnya. Sebagai contoh: baju hijau; gedung tinggi; kecantikan luar biasa; orang kuat; dia gemuk. Ajektiva dapat menjelaskan yang mana; misalnya: kotak ini, pensil-pensil ini, kereta api yang mendekat, mobil terakhir. Ajektiva dapat menjelaskan berapa banyak; misalnya banyak pemain, sedikit pelajaran, tiga dolar.‘ Sehubungan dengan verba ―(to) modify‖ yang telah didefinisikan di atas, istilah modifikator dipaparkan oleh Kridalaksana (2011:156) dalam penjelasannya sebagai berikut: ―unsur yang membatasi, memperluas, atau menyifatkan suatu induk dalam frase; dalam frase nominal berupa ajektiva, frase ajektival, preposisi, frase preposisional, atau klausa terikat;
10
dalam frase verbal berupa adverbia atau frase adverbial misalnya yang kelihatan itu dalam frase orang yang kelihatan itu.‖ Selanjutnya, menurut Marius dan Wiener (1988:799) modifikator (modifiers) adalah: ―Any word or group of words used as an adjective or adverb to qualify another word or group of words. Modifiers help set off elements from other elements in a class. The red truck is set off from trucks that are not red, and the horse in the field is set off from horses not in the field.‖ ‗Kata atau kelompok kata yang digunakan sebagai ajektiva atau adverbia untuk memberi sifat atau menerangkan kata atau kelompok kata yang lain. Modifikator berfungsi lebih menonjolkan atau membedakan unsur-unsur yang satu dari unsur-unsur yang lain dalam suatu kelompok. Sebagai contoh: ‗The red truck‘ (Truk yang berwarna merah) membedakan truk dimaksud dari truk-truk yang berwarna lain. ‗The horse in the field‘ (Kuda yang ada di tanah lapang) membedakan kuda dimaksud dari kuda-kuda lain yang berada bukan di tanah lapang)‘ Kata ‗truck‘ dalam frase ―the red truck‖ di atas disebut juga dengan istilah inti frase yang berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu kata ‗red‘, adalah komponen yang ‗mengubah‘ atau ‗membatasi‘ sehingga disebut pewatas atau modifikator, dan berlaku sebagai komponen bawahan yang terletak di depan kata kepala (head/headword), sehingga disebut juga dengan istilah pramodifikator (premodifier). Atas dasar kategori intinya, frase ‗the red truck‘ merupakan frase nominal yang kata kepalanya berupa nomina. Sedangkan frase berikutnya ‗in the field‘ adalah frase preposisional yang merupakan bentuk ringkas dari
klausa subordinatif yang pronomina relatif (relative pronoun)
‗that/which‘ dan verba bantu (auxiliary) ‗is‘ yang
menyertainya dapat
dilesapkan. Dengan kata lain, komponen ‗in the field‘, yang merupakan frase preposisional itu, menjadi modifikator terikat (bound modifier) bagi frase nomina
11
‗the horse‘, dan karena terletak di belakang inti ‗the horse‘, maka modifikator tersebut lazim disebut postmodifikator (postmodifier); demikian pula halnya frase ‗yang kelihatan itu‘ dalam contoh yang dikemukakan oleh Kridalaksana di atas. Selain berbentuk frase preposisional seperti dalam contoh di atas, postmodifikator dalam bahasa Inggris juga memiliki bentuk partisipel {–ing}, seperti dalam contoh-contoh berikut ini: (3) The boy sitting close to me is my eldest child. Yang tercetak dengan huruf miring di atas adalah frase ajektiva, yang menurut Azar (1989:257) merupakan bentuk ringkas klausa ajektiva, dan sekaligus berfungsi sebagai modifikator pembatas (restrictive modifier) pada contoh (4) berikut ini: (4) The boy who is sitting close to me is my eldest child. Sedangkan klausa yang tercetak dengan huruf miring berikut ini adalah klausa ajektiva/relatif, dan berfungsi sebagai postmodifikator peluas (nonrestrictive modifier). (5) The boy, who is sitting close to me, is my eldest child. Pada contoh (3) di atas, konstruksi partisipel {–ing} lazim disebut sebagai frase ajektiva, yang merupakan modifikator bagi frase nominal ‗the boy‘ sebagai referennya. Pada contoh (4) konstruksi partisipel {–ing} disebut dengan klausa ajektiva karena di dalamnya terdapat pronomina relatif ‗who‘ yang berkedudukan sebagai subjek, diikuti dengan verba yang berupa verba bantu ‗is‘, dan menunjuk kembali pada frase nominal yang berada tepat di depannya, yang juga merupakan referennya, yaitu ‗the boy‘. Verba bantu ‗is‘ adalah verba finit, dan dapat berubah
12
apabila ‗kala‘ (tense) yang melekat padanya, dan/atau subjek yang mendahuluinya juga berubah. Baik frase ajektiva maupun klausa ajektiva yang ada pada contoh (3) dan (4) dianggap penting karena menjelaskan ―anak laki-laki yang mana‖ yang dimaksudkan dalam kedua contoh tersebut. Oleh sebab itu, tanda baca koma, baik di antara frase maupun di antara klausa ajektiva tersebut tidak perlu digunakan. Selanjutnya, frase dan klausa ajektiva di atas memiliki sifat membatasi frase nomina ‗the boy‘ dan diklasifikasikan masing-masing sebagai frase dan klausa pembatas (restrictive phrase dan restrictive clause), khususnya sebagai postmodifikator pembatas (restrictive postmodifier) karena keduanya terletak di belakang frase nominal ‗the boy‘. Sebaliknya, klausa ajektiva pada contoh (5) tidak dianggap perlu menjelaskan ―anak laki-laki yang mana‖ yang dimaksudkan dalam contoh tersebut, karena klausa tersebut hanyalah merupakan keterangan tambahan. Dengan demikian, tanda baca koma perlu ditambahkan di belakang frase nomina ‗the boy‘, dan klausa ajektiva tersebut dapat diklasifikasikan sebagai klausa
nonrestriktif/peluas
(nonrestrictive
clause),
khususnya
sebagai
postmodifikator nonrestriktif/peluas (nonrestrictive postmodifier). Dengan masing-masing secara berurutan berfungsi sebagai postmodifikator pembatas dan peluas, frase ajektiva pada contoh (3) tidak mengalami perubahan sintaksis meskipun (a) subjek
berubah dari tunggal menjadi jamak atau
sebaliknya, dan (b) verba bantu ‗is‘ berubah sesuai dengan berubahnya kala. Dengan demikian, konstruksi partisipel {–ing} pada frase ajektiva tersebut dapat diklasifikasikan sebagai frase verba nonfinit (nonfinite verb phrase). Perubahan sintaksis baru terlihat pada klausa ajektiva pada kalimat (4) dan (5), yakni apabila subjek berubah dari tunggal menjadi jamak dan verba bantu berubah seiring
13
dengan perubahan kala yang menyertainya. Dalam bahasa Indonesia pronomina relatif ‗who‘ dan/atau ‗that‘ pada contoh (4) dan (5) berarti ‗yang‘ (Kridalaksana, 2011:201). Kalimat (3), meskipun frase ajektifnya tidak disertai dengan pronomina relatif ‗who‘ dan/atau ‗that‘, dan kalimat (4) berturut-turut dapat mengandung makna dalam bahasa Indonesia sebagai berikut: ―Anak laki-laki yang duduk di dekat saya adalah anak tertua saya.‖
(Tanda baca koma tidak perlu digunakan di depan
pronomina relatif ‗yang‘ maupun di depan kata ‗adalah‘ khususnya pada kalimat (4)) Sebaliknya, kalimat (5) dapat diterjemahkan dengan memanfaatkan tanda baca koma di depan pronomina relatif ‗yang‘ dan di depan kata ‗adalah‘ (di antara klausa ajektiva peluas): ―Anak laki-laki, yang duduk di dekat saya, adalah anak tertua saya.‖ Di samping frase dan klausa ajektiva yang sudah dipaparkan pada contohcontoh (3), (4), dan (5), postmodifikator berkonstruksi partisipel {–ing} juga dapat diketahui melalui contoh kalimat yang sudah disinggung pada halaman terdahulu, yaitu contoh kalimat nomer (2): (2) Health officials are running warnings on local radio stations, putting up posters in schools, holding talks and handing out literature about the dangers. (Yang tercetak dengan huruf miring adalah modifikator bebas atau postmodifikator peluas; kalimat ini diambil dari
14
surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post edisi 13/4/2011.) Kalimat (2) di atas terdiri dari satu klausa bebas yang diikuti oleh tiga buah klausa dengan konstruksi partisipel {–ing}. Ketiga klausa tersebut berfungsi sebagai modifikator bebas (free modifier) atau, dalam konteks kalimat di atas, postmodifikator peluas, khususnya postmodifikator peluas nonfinit (nonfinite nonrestrictive postmodifier). Hubungan antara klausa bebas dan klausa-klausa nonfinit berkonstruksi partisipel {–ing} di belakangnya tidak dapat diwujudkan dengan memanfaatkan pronomina relatif ‗yang‘ karena klausa-klausa tersebut bukan klausa relatif/ajektiva yang menerangkan frase nomina yang berada tepat di depannya, melainkan klausa-klausa partisipel {–ing} yang menerangkan frase nomina yang berperan sebagai subjek klausa bebas itu sendiri. Karena yang melakukan tindakan ‗memasang poster di sekolah-sekolah‘, ‗menyelenggarakan diskusi-diskusi‘ dan ‗membagikan selebaran mengenai bahaya yang mungkin timbul‘ bukanlah stasiun-stasiun radio lokal, maka kalimat (2) tidak kemudian bermakna sebagai berikut: (2‘) ―Para pejabat dinas kesehatan menyampaikan peringatan melalui stasiun-stasiun radio lokal yang memasang poster di sekolah-sekolah, menyelenggarakan diskusi-diskusi dan membagikan selebaran mengenai bahaya yang timbul.‖ Kalimat tersebut, dalam bahasa Indonesia, selayaknya memiliki makna seperti di berikut ini:
15
(2‖)―Para pejabat dinas kesehatan menyampaikan peringatan melalui stasiun-stasiun radio lokal, dan juga memasang poster di sekolah-sekolah, menyelenggarakan diskusidiskusi serta membagikan selebaran-selebaran mengenai bahaya yang timbul.‖ Jadi jelaslah sekarang arti kalimat di atas, yaitu bahwa poster dipasang bukan oleh stasiun-stasiun radio lokal, diskusi-diskusi diselenggarakan bukan oleh stasiun-stasiun radio lokal, demikian pula selebaran mengenai bahaya yang timbul dibagikan bukan oleh stasiun-stasiun radio lokal, melainkan oleh para pejabat dinas kesehatan yang sekaligus juga menyampaikan peringatan. Dengan demikian, yang paling tepat untuk menjaga hubungan antara klausa bebas yang mengawali kalimat di atas dengan klausa-klausa berkonstruksi partisipel {–ing} yang ada di belakangnya bukanlah pronomina relatif ‗who/that‘ melainkan kata-kata dan frase-frase yang berperan sebagai konjungsi seperti misalnya: dan, dan juga, sekaligus, dan sekaligus, dan pada saat yang sama, dan pada kesempatan yang sama juga, sambil, sembari, seraya. Lebih lanjut, terkait dengan konjungsi-konjungsi di atas, pola konstruksi partisipel {–ing} yang khususnya terletak di belakang klausa bebas, dan berfungsi sebagai modifikator bebas serta berperan sebagai ajektiva yang menerangkan subjek klausa bebas itu, bila dialihbahasakan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, memiliki makna yang cenderung bersifat temporal atau berfungsi sebagai adverbia waktu (adverb of time). Seperti telah disinggung di atas, klausa berkonstruksi partisipel {–ing} yang digunakan sebagai kalimat contoh di atas memiliki fungsi sebagai modifikator
16
bebas atau postmodifikator peluas nonfinit yang menerangkan bukan unsur-unsur selain subjek klausa bebas yang terletak di depannya. Pada dasarnya, serangkaian modifikator bebas tersebut merupakan klausa-klausa yang setara dengan klausa bebas yang terletak di depannya, namun mengalami proses perubahan sintaksis sehingga akhirnya menjadi klausa-klausa partisipel bebas (free participial clauses), serta berada di belakang tanda baca koma. Jadi, kalimat nomer (2) itu sesungguhnya dapat diuraikan menjadi empat unit klausa bebas dengan makna yang berbeda satu sama lain namun dengan subjek yang sama, yaitu: (2a) Health officials are running warnings on local radio stations. (2b) Health officials are putting up posters in schools. (2c) Health officials are holding talks. (2d) Health officials are handing out literature about the dangers. Konstruksi partisipel {–ing} yang akan dikaji dalam penelitian ini berupa klausa, sebagaimana telah disinggung di atas. Sekilas konstruksi partisipel {–ing} yang berupa frase mirip dengan yang berupa klausa, namun apabila diperhatikan secara seksama maka keduanya ternyata memiliki perbedaan yang cukup jelas. Sesuai dengan letaknya, keduanya berada di belakang kepala frase. Akan tetapi, frase dan klausa ajektiva terletak langsung/tepat di belakang kata atau frase nominal yang diterangkannya (anteseden), sedangkan konstruksi partisipel {–ing} yang dicontohkan terakhir terletak agak lebih jauh dari kata atau frase nominal yang diterangkannya. Dalam kasus-kasus tertentu, khususnya apabila klausa bebasnya berupa kalimat/wacana langsung (direct speech), maka kata atau frase nominal yang berperan sebagai subjek berada (sangat) dekat dengan klausa
17
berkonstruksi partisipel {–ing} yang menerangkannya, yaitu, tepatnya, di depan klausa tersebut. Frank (1972:306-7) menjelaskan bahwa pada hakikatnya konstruksi frase partisipel {–ing} merupakan salah satu dari konstruksi-konstruksi verbal selain gerund, infinitive, dan absolute yang fungsinya bukanlah sebagai verba, melainkan nomina, ajektiva, atau adverbia. Selanjutnya, Frank juga menyatakan bahwa ―The Subject of the Main Verb is the ―Subject‖ of the Participial Construction. Such structures appear more often with the –ing participle. They may be considered as having a function intermediate between adverbial and adjectival.‖
‗Subjek verba utama merupakan ―subjek‖ konstruksi partisipel.
Struktur demikian seringkali muncul dalam bentuk partisipel {–ing}, dan dianggap memiliki fungsi antara ajektiva dan adverbia‘. Sehubungan dengan hal ini, tanda baca koma digunakan apabila konstruksi partisipel diketahui terletak tidak di dekat bagian awal kalimat (subjek). Ditambahkan pula oleh Frank (1972:312-3) bahwa konstruksi partisipel dimungkinkan memiliki makna-makna yang bersifat temporal (time), kausal (cause), cara (manner), dan hasil (result). Senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh Frank di atas, Marius dan Wiener (1988:797) mendefinisikan free modifier (modifikator bebas) sebagai ―A modifier, usually in the form of the present or past participle, serving as an adjective modifying the subject but appearing after the verb.‖ ‗Modifikator bebas, biasanya berbentuk partisipel kini {–ing} dan partisipel lampau {–ed}, berperan sebagai ajektiva yang menerangkan/membatasi subjek tetapi terletak di belakang verba‘.
18
Namun demikian, dalam hal distribusinya, menurut Harp dan Klarner (www.en.softonic.com/s/pdf-modifier), selain terletak di belakang kalimat dasar (final modifier), modifikator bebas juga dapat terletak di depan (initial modifier), hanya saja makna keduanya berbeda satu sama lain. Sebagai contoh: Posisi belakang : (6) She ran into the kitchen, tossing her books on the table. (Ia (perempuan) berlari ke dalam dapur, dan kemudian melemparkan buku-bukunya di atas meja di dapur itu.) Posisi depan
: (7) Tossing her books on the table, she ran into the kitchen. (Ia (perempuan) melemparkan bukubukunya di atas meja, dan kemudian berlari ke dalam dapur.)
Dalam hal ini, frase berkonstruksi partisipel {–ing} yang berada pada posisi belakang, atau yang berada di belakang klausa bebas, berfungsi sebagai ajektiva. Akan tetapi, frase berkonstruksi partisipel {–ing} yang khususnya berada pada posisi depan pada kalimat kedua di atas dapat memiliki kecenderungan berfungsi sebagai adverbia. Hal ini disebabkan frase partisipel {–ing} tersebut lebih menerangkan tindakan yang dilakukan verba ‗ran‘ daripada menerangkan subjek klausa bebas ‗she‘. (Swan, 1989:455; Frank, 1972:307) Kalimat di atas dapat diparafrase/diubah menjadi
dengan diawali
konjungsi subordinatif ‗after‘ sehingga
19
(8)
After she (had) tossed her books on the table, she ran into the kitchen.
yang maknanya dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: ‗Setelah melemparkan buku-bukunya di atas meja, ia (perempuan) berlari ke dalam dapur.‘ Harp dan Klarner juga menyatakan bahwa modifikator bebas dapat menempati posisi di tengah-tengah kalimat (medial modifier). Sebagai contoh adalah frase nominal yang tercetak dengan huruf miring berikut ini: Posisi tengah
: (9) The test, a comprehensive history final, lasted a full two hours.
Dengan demikian dapat dikemukakan suatu anggapan bahwa modifikator bebas, yang pada dua kalimat contoh sebelumnya berturut-turut berada pada posisi belakang dan depan itu, dapat pula ditempatkan di tengah-tengah kalimat. Dalam hal ini, konstruksi partisipel {–ing} yang terletak di tengah-tengah kalimat dapat juga disebut dengan istilah aposisi (apposition), sehingga kalimat berubah menjadi (10)The girl, tossing her books on the table, ran into the kitchen. ‗Gadis itu, setelah/sambil melemparkan buku-bukunya di atas meja, kemudian berlari menuju dapur.‘
20
Menurut Quirk dkk. (1985:1303), konstruksi partisipel {–ing} yang berperan sebagai modifikator tengah (medial modifier) dapat disebut dengan istilah aposisi lemah (weak apposition) karena tersusun dari kelas sintaksis yang berbeda, yaitu bahwa ‗the girl‘, yang merupakan subjek, adalah frase nomina, sedangkan aposisinya (frase yang menjelaskannya dan berada di belakangnya) adalah klausa berkonstruksi partisipel {–ing}. Contoh-contoh lain tentang digunakannya modifikator bebas terdapat pada kalimat-kalimat pada surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post edisi 13/4/2011, yang disertai dengan maknanya dalam bahasa Indonesia: Tercetak dengan huruf miring berikut adalah klausa-klausa nonfinit berkonstruksi partisipel {–ing}: (11) Hundred of thousands of caterpillars have also descended on parts of Java over the last two weeks, eating up vegetation and swarming through residential areas. ‗Ratusan ribu ulat muncul secara tidak terduga di sejumlah wilayah di pulau Jawa selama lebih dari dua minggu terakhir ini, dan menggerogoti tanaman serta memenuhi area-area pemukiman.‘ (12) The journalist who took the photographs, however, contested the claim, saying he had at least 60 photos of the legislator accessing the porn from a folder on the tablet. ‗Meskipun demikian, wartawan yang mengambil foto-foto itu menyampaikan bantahan, serta memberikan penjelasan bahwa ia memiliki (di dalam kameranya) sekurang-
21
kurangnya 60 bingkai foto anggota DPR yang sedang membuka situs porno pada perangkat tablet miliknya itu.‘ (13) The boy, identified as Rendi, sent text messages to his best friend, Son, from atop the tower on Monday night, promising to kill himself after his parents refused to buy him the motorcycle of his dreams, according to police. ‗Remaja laki-laki, yang dikenal bernama Rendi, mengirim pesan-pesan singkat kepada sahabatnya, Son, dari puncak menara pemancar pada Senin malam, dan mengancam bahwa ia akan bunuh diri setelah kedua orang tuanya menolak membelikannya sepeda motor yang telah lama menjadi idamannya itu, demikian keterangan polisi.‘ (14) NATO officials yesterday reported that another 25 tanks belonging to Qaddafi‘s forces had been destroyed by air strikes,
providing a much-needed boost to the rebels‘
effort to halt advances by the regime. (Para pejabat NATO kemarin melaporkan bahwa lagi-lagi sejumlah 25 unit tank milik tentara Qaddafi telah dilumpuhkan melalui serangan-serangan udara, dan sekaligus memberikan dukungan yang sangat diharapkan terhadap upaya para pembangkang guna menghentikan langkah rezim (yang berkuasa).‘ (15) ―This system is aimed at cutting bureaucratic red tape,‖ BNP2TKI head Muhammad Jumhur Hidayat said, adding
22
the online system could also protect migrant workers from possible risk of human trafficking. (Klausa nonfinit berkonstruksi partisipel {–ing}; wacana langsung (direct speech) yang subjeknya berada di antara klausa bebas dan klausa nonfinit) ‗―Sistem ini dimaksudkan untuk memangkas birokrasi,‖ ujar kepala BNP2TKI Muhammad Jumhur Hidayat, dan ia juga menambahkan bahwa sistem terhubung ini juga dapat melindungi
para
TKI
dari
kemungkinan
risiko
perdagangan manusia. (16) It has been in the defense of its commitment to release the hostages, suggesting that it would stick to diplomacy and negotiation rather than pursue a rescue operation. ‗Pemerintah
mempertahankan
komitmennya
dalam
upayanya membebaskan para sandera, dan sekaligus lebih mempertimbangkan
pentingnya
diplomasi
dan
perundingan daripada menjalankan operasi penyelamatan.‘ 1.2
Rumusan Masalah Uraian dalam latar belakang di atas menjadi dasar tersusunnya sejumlah
rumusan masalah, yaitu: 1. Jenis pola verba apa sajakah yang membentuk klausa-klausa nonfinit berkonstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} yang berperan sebagai modifikator bebas dalam kalimat-kalimat pada surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post?
23
2. Apakah fungsi sintaksis dan terdistribusi di mana sajakah modifikator bebas yang terbentuk dari klausa-klausa nonfinit berkonstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} yang terdapat dalam kalimat-kalimat pada surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post? 3. Makna apa sajakah yang terdapat pada modifikator bebas yang terbentuk dari klausa-klausa nonfinit berkonstruksi {–ing} dan {–ed} dalam kalimat-kalimat pada surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan beberapa masalah yang dikaji, penelitian ini bertujuan: 1. Mendeskripsikan pola verba yang membentuk klausa-klausa nonfinit berkonstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} yang berperan sebagai modifikator bebas dalam kalimat-kalimat yang terdapat pada surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post. 2. Menjelaskan fungsi sintaksis dan distribusi modifikator bebas yang terbentuk dari klausa-klausa nonfinit berkonstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} dalam kalimat-kalimat yang terdapat pada surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post. 3. Menjelaskan makna modifikator bebas yang terbentuk dari klausa-klausa nonfinit berkonstruksi {–ing} dan {–ed} dalam kalimat-kalimat pada surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini secara umum memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis, yang penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis
24
Secara teoretis, penelitian ini memberikan sumbangan terhadap kajian sintaksis yang membahas suatu fenomena yang sering muncul di surat kabar, majalah, makalah dan jurnal ilmiah, orasi ilmiah dan sebagainya, yang khususnya berbahasa Inggris. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman untuk memahami perbedaan-perbedaan yang ada pada konstruksi partisipel {–ing} dan {–ed},
khususnya yang
berperan sebagai modifikator bebas. 2. Manfaat Praktis Kajian ini secara praktis memberikan manfaat bagi pembaca untuk memahami dan selanjutnya menggunakan modifikator bebas dengan benar. Pemahaman tentang dan penggunaan modifikator bebas khususnya dalam bahasa tulis, apalagi yang sifatnya formal, sangat penting bagi masyarakat pengguna bahasa. Kemampuan memahami pokok-pokok pikiran yang disampaikan dalam bahasa tulis, melalui kalimat-kalimat yang di dalamnya terdapat konstruksi-konstruksi modifikator bebas, akan menghindarkan pengguna bahasa, dalam hal ini misalnya masyarakat pembaca, dan juga para praktisi seperti penerjemah dan penulis, dari kerancuan pemahaman. Selanjutnya kerancuan pemahaman, terutama dalam bahasa tulis, tentu saja dapat mengakibatkan kekeliruan-kekeliruan dalam hal penerapan kaidah-kaidah bahasa secara praktis, yang sebenarnya tidak perlu terjadi. 1.5
Tinjauan Pustaka Terkait dengan penelitian ini terdapat sejumlah penelitian yang sudah dibuat
terlebih dulu, yakni
25
1. Penelitian tentang konstruksi partisipel –ing dilakukan oleh Junaidah Nur (2009), yang meneliti klausa adverbial waktu dalam tesisnya yang berjudul Klausa Adverbial Waktu dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (Analisis Kontrastif). Dalam tesisnya itu Junaidah Nur memaparkan bahwa klausa adverbial waktu juga dapat diubah menjadi bentuk participle (V-ing) dengan melesapkan konjungsi dan subjek dari klausa adverbial tersebut. Proses perubahan klausa adverbial waktu menjadi bentuk participle ini mensyaratkan adanya subjek yang sama dalam klausa adverbial waktu dan klausa utamanya. Kalimat-kalimat contoh yang digunakannya untuk menjelaskan bentuk participle (V –ing) antara lain: (a) After we finished breakfast, we went for a walk, yang berubah menjadi (b) Having finished breakfast, we went for a walk. Kajiannya tentang klausa adverbial dengan bentuk participle (V –ing) dalam bahasa Inggris terutama terfokus pada posisi klausa tersebut di bagian depan kalimat, sehingga fungsinya adalah sebagai pramodifikator (premodifier). Junaidah Nur tidak menyinggung tentang klausa sejenis yang letaknya ada di bagian belakang kalimat dan berperan sebagai postmodifikator. 2. Penelitian Rina Susilawati dalam tesisnya yang berjudul Penggunaan Bentuk Non-Finit Pada Intisari Artikel Penelitian Dalam Jurnal Berbahasa Inggris. Rina membahas partisipel –ing sebagai atribut yang dapat
hadir
setelah/mengikuti
nomina
yang
diterangkannya
(postmodifier). Sebagai postmodifikator, partisipel –ing dapat dibedakan
26
menjadi dua, yaitu restriktif dan nonrestriktif (peluas). Partisipel –ing restriktif membatasi nomina yang diterangkannya, misalnya Students arriving late will not be permitted to enter the lecture hall (Frank, 1985:307) (sic). Dalam kalimat ini arriving late membatasi referen students. Begitu pula dalam kalimat The Johnsons have bought a house resembling a barn dan The men being interviewed by the police is my daughter. Rina memaparkan bahwa informasi yang termuat dalam konstruksi partisipel –ing restriktif memerankan peran penting sehingga jika konstruksi ini dihilangkan dari kalimat niscaya akan tersisa kalimat yang meskipun masih gramatikal tetapi secara semantik makna kalimat tersebut sudah berbeda. Partisipel –ing nonrestriktif, sebaliknya, tidak membatasi nomina yang diterangkannya, seperti dalam contoh Henry, arriving late, was not permitted to enter the lecture hall (Frank, 1985: 307) (sic). Dalam kalimat ini, arriving late tidak membatasi referen Henry. Sama halnya dengan kalimat Finally the Smiths arrived, resembling a couple out of the twenties dan William, not having heard the dinner, did not eat last night. Ditambahkan oleh Rina bahwa beberapa ahli bahasa bahkan mengklasifikasikan frase partisipel nonrestrictive sebagai adverbial terkait dengan kemampuannya menempati tiga posisi adverbial, yaitu di awal, di tengah, dan di akhir kalimat, dan juga kemampuannya menunjukkan makna-makna adverbial. Dengan interpretasi semacam ini, Frank (1972: 307) berpendapat bahwa frasa nonrestriktif dapat dianggap
27
membatasi baik verba maupun keseluruhan kalimat. Namun demikian, Rina tidak membuat kajian tentang postmodifikator yang referennya tidak berada langsung di depannya, yaitu postmodifikator yang disebut oleh Marius dan Wiener (1988:797) sebagai modifikator bebas, yang pada hakikatnya dapat juga diklasifikasikan sebagai postmodifikator peluas (nonrestriktif) nonfinit. 3. James Gonzales, seorang guru bahasa Inggris yang menulis sebuah artikel berjudul Beyond the Compound Sentence di Internet menjelaskan bahwa pada dasarnya penggunaan modifikator bebas jauh lebih efektif daripada penggunaan kalimat-kalimat majemuk setara, khususnya dalam ragam tulis. Kalimat-kalimat majemuk setara yang terlalu sering ditulis oleh para pembelajar/siswa dalam esai (karangan yang terdiri dari beberapa alinea) mereka seringkali menimbulkan kesalahan-kesalahan seperti comma splice dan run-on. Kesalahan yang disebut comma splice terjadi ketika dua klausa bebas dihubungkan hanya dengan tanda baca koma, dan kesalahan run-on terjadi karena dua klausa bebas saling beriringan tanpa tanda baca apa pun, misalnya: (17) Fuel emissions at Yosemite National Park can disrupt the delicate ecological balance, [A] authorities have acted against pollution [B] they banned the automobile in Yosemite Valley. (Marius dan Wiener, 1988:295) [A] Comma splice: tanda baca koma dianggap terlalu lemah untuk memisahkan dua klausa bebas: (1) Fuel emissions at Yosemite National Park can disrupt the delicate ecological balance, (2) authorities have
28
acted against pollution. Kesalahan semacam ini dapat dikoreksi dengan, misalnya, menambahkan konjungsi koordinatif ‗and‘ di belakang tanda baca koma di antara kedua klausa bebas tersebut. [B]
Run-on: akhir dari satu klausa bebas tidak ditandai dengan tanda
baca titik. Koreksi yang dapat dilakukan pada kesalahan semacam ini adalah dengan menambahkan tanda baca titik di belakang kata ‗pollution‘. Selanjutnya, huruf ―t‖ pada kata ―they‖ diubah dengan huruf kapital sehingga ―They banned the automobile in Yosemite Valley‖ menjadi klausa bebas yang mandiri. Esai yang baik, menurut Gonzales, biasanya memiliki hanya dua atau tiga kalimat majemuk setara saja. Dijelaskan pula oleh Gonzales bahwa penggunaan kalimat majemuk setara bukannya tidak baik, tetapi kalimat-kalimat semacam itu sebaiknya terdiri dari klausa-klausa yang memiliki hubungan yang erat dan dihubungkan dengan benar satu sama lain, seperti misalnya dengan memanfaatkan tanda baca koma, titik koma dan juga konjungsi koordinatif. Meskipun demikian, ia menjelaskan bahwa penggunaan kalimat-kalimat majemuk yang terlalu sering akan bersifat monoton. Ditekankan pula olehnya bahwa menambahkan modifikator-modifikator bebas pada klausa bebas dapat menciptakan variasi kalimat, yang antara lain adalah cumulative sentence (kalimat kumulatif). Sumber: https://www.google.com/url?q=http://www.epcc.edu/faculty/jgonzales/Documents/Be yond%2520the%2520Compound%2520Sentence.pdf&sa=U&ei=gA2IUMqPOsTrmAXmuI HQCA&ved=0CA0QFjAD&client=internal-udscse&usg=AFQjCNHca24gLXyiC_163cJZb5xadf-tFg : 24/10/2012, 22:15
29
1.6
Landasan Teori Pada subbab ini dijelaskan sejumlah aspek dan/atau istilah penting yang
terkait erat dengan kajian tentang modifikator bebas berkonstruksi partisipel {– ing} dan {–ed}, yang antara lain adalah sebagai berikut: 1.
Verba finit (Finite verb) Verba yang dipengaruhi oleh nomina dan/atau pronomina yang berperan sebagai subjek, dan juga kala, yang menjelaskan sesuatu aktifitas yang dilakukan di masa lampau, kini, dan yang akan datang. Jika pronomina yang mengacu pada orang pertama tunggal, dan yang berperan sebagai subjek, diubah menjadi pronomina yang mengacu pada orang ketiga tunggal, seperti misalnya ‗He‘ menjadi ‗They‘, maka verba, khususnya yang dipengaruhi masa kini, akan berubah, misalnya ‗goes‘ menjadi ‗go‘, ‗eats‘ menjadi ‗eat‘, ‗sings‘ menjadi ‗sing‘, ‗reads‘ menjadi ‗read‘, dan sebagainya. Verba finit akan mengalami perubahan apabila ‗kala‘ yang mempengaruhinya berubah, misalnya dari masa kini ke masa lampau, dari masa kini ke masa yang akan datang, dan sebagainya,
(Leech dan Svartvik, 1979:304; Marius dan Wiener,
1988:797; Kridalaksana, 2011:255; Parera, 2009:45). Sebagai contoh: I am / you are / he is here. He reads (They read) the paper every morning. 2.
Frase verba finit dan nonfinit (Finite and Nonfinite verb phrases) Frase verba finit berbentuk verba finit, yakni bisa operator, yaitu verba bantu dalam suatu frase verba atau bentuk kala kini (simple present) atau bentuk kala lampau (past tense). Sebagai contoh:
30
studies He
English studied
Sebaliknya, konstruksi infinitif (to) call, partisipel {–ing} (calling), dan partisipel {–ed} (called) adalah bentuk-bentuk verba nonfinit. Dalam klausa-klausa bebas, verba nonfinit pada umumnya berada di belakang verba finit yang merupakan unsur pertama dalam frase verba. Namun demikian, frase-frase tersebut dapat muncul pada unsur-unsur lain pada klausa bebas, seperti misalnya subjek dan objek. FINITE VERB PHRASE He smokes.
NON-FINITE VERB PHRASE To smoke like that must be dangerous.
He is smoking.
I hate him smoking.
Smoke!
He
entered
the
office,
smoking a big cigar (Quirk, 1986:72). 3.
Klausa nonfinit Modifikator bebas sesungguhnya dapat juga berupa klausa nonfinit (nonfinite clause), yang dinyatakan oleh Leech dan Svartvik (1979) sebagai klausa yang unsur verbanya adalah frase verba nonfinit, yakni yang terdiri atas unsur-unsur nonfinit seperti misalnya (a) konstruksi partisipel {–ing}, (b) konstruksi pertisipel {–ed}, dan (c) konstruksi infinitif. Klausa-klausa nonfinit pada umumnya dapat dibentuk tanpa subjek.
31
4.
Modifikator bebas (Free modifier) Modifikator bebas, sebagaimana dijelaskan oleh Marius dan Wiener (1988:797), adalah modifikator, yang pada umumnya berbentuk partisipel {–ing} atau partisipel {–ed} (present atau past participle), yang berperan sebagai ajektiva dan menerangkan subjek. Modifikator bebas tersebut terletak di belakang verba klausa bebas. Modifikator bebas dapat diperluas tanpa mengacaukan struktur kalimat: Hank Williams began his country music career as a young boy in Alabama, playing nightclubs called bloodbuckets, writing songs between engagements, drinking too much whiskey, making his way painfully to the Grand Ole Opry and national fame. Dijelaskan lebih lanjut oleh Frank (1972:308) bahwa tanda baca koma dapat digunakan jika konstruksi partisipel tidak memiliki hubungan langsung dengan unsur kalimat yang berada tepat di depannya: She just stood there, wondering what to do next. She‘s sitting at her desk, writing a long letter to her mother. Konstruksi partisipel seperti terlihat pada contoh-contoh di atas, bagaimanapun juga, lebih tepat disebut sebagai modifikator peluas terhadap subjek. Swan (1989:455), dengan konsep pemikiran yang sama seperti yang dikemukakan oleh Marius dan Wiener, serta Frank, menjelaskan
32
bahwa pada umumnya subjek klausa partisipel sama dengan subjek klausa utama dalam sebuah kalimat: My wife had a long talk with Sally, explaining why she didn‘t want the children to play together. (My wife adalah subjek explaining.) Dalam fungsinya sebagai modifikator terhadap subjek yang terletak di bagian akhir kalimat, maka konstruksi partisipel {–ing} di atas dapat disebut sebagai postmodifikator peluas nonfinit karena konstruksi-konstruksi partisipel {–ing} pada contoh-contoh yang dikemukakan oleh ketiga ahli bahasa tersebut merupakan klausa verba yang tidak dapat mengalami perubahan sintaksis seandainya subjek dan verba berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam hal persesuaian ( concord/agreement) di antara subjek dan verba tersebut. 5.
Kalimat inti Chaer (2003:241) memberikan penjelasan bahwa kalimat inti sesungguhnya sama dengan kalimat dasar yang merupakan bentukan dari klausa inti yang lengkap, bersifat deklaratif, aktif atau netral, dan afirmatif.
6.
Klausa
bebas/klausa
atasan
(independent
clause)
dan
klausa
terikat/klausa bawahan (dependent clause) Dijelaskan oleh Warriner (1958:66) bahwa klausa bebas adalah klausa yang memiliki gagasan yang lengkap dan dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. Klausa jenis ini oleh Chaer (2003:236) disebut dengan istilah klausa atasan.
33
Sebaliknya, klausa terikat, yang oleh Chaer (2003:236) disebut dengan istilah klausa bawahan, adalah klausa yang tidak menyampaikan gagasan yang lengkap dan tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat. 7.
Kalimat kumulatif (cumulative sentence) terdiri dari klausa bebas yang diperluas dengan adanya sejumlah modifikator bebas dan konstruksi absolut (absolutes), di belakangnya. Dengan demikian, kalimat yang terbentuk karena proses perluasan itu menjadi kaya akan ragam struktur dan makna. Sebagai contoh antara lain adalah kalimat nomer [2] di atas: Health officials are running warnings on local radio stations, putting up posters in schools, holding talks and handing out literature about the dangers. (Yang tercetak dengan huruf miring adalah klausa-klausa partisipel {– ing} dan merupakan modifikator bebas; The Jakarta Post edisi 13/4/2011) The motorcycle spun out of control, leaving the highway, plunging down the ravine, crashing through a fence, coming to rest at last on its side. (Yang tercetak dengan huruf miring adalah frase-frase partisipel {–ing} dan merupakan modifikator bebas.) (Marius dan Wiener, 1988: 219).
8.
Konstruksi absolut atau frase absolut adalah frase yang terbentuk atas dasar penggabungan nomina dan/atau pronomina dengan frase partisipel {–ing} maupun frase partisipel {–ed} tanpa verba bantu di
34
antara keduanya. Konstruksi absolut juga lazim digunakan dalam kalimat kumulatif. Sebagai contoh: The house stood silently on a hill, baking in the hot sunshine, its broken windows gaping open to the ragged fields, its roof collapsing, its rotting doors hanging open, its glory departed. (Yang tercetak dengan huruf miring adalah frase-frase absolut dengan konstruksi patisipel {– ing} dan partisipel {–ed}) (Marius dan Wiener, 1988:219) 9.
Menurut Kridalaksana (2011:196-7) yang dimaksudkan dengan pola adalah pengaturan atau susunan unsur-unsur bahasa yang sistematis menurut keteraturan dalam bahasa. Unsur-unsur bahasa yang berupa klausa dengan konstruksi partisipel juga ditandai dengan pola. Pola yang diterapkan pada klausa berkonstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} adalah pola verba (verb patterns). Verba menurut Hornby (1981:xxviii) merupakan kata terpenting dalam sebuah kalimat. Verba dasar yang berinfleksi {–ing} (V –ing) dan verba dasar yang berinfleksi {–ed} (V –ed2) merupakan verba-verba yang menandai klausa-klausa berkonstruksi {–ing} dan {–ed}, dan merupakan dua dari lima bentuk verba dalam bahasa Inggris. Adapun tiga bentuk verba selebihnya adalah verba dasar itu sendiri base form), verba berinfleksi {–s} (–s form/V –s), dan verba berinfleksi {–ed} (past/V –ed1). (Quirk dkk., 1972:70-1; Quirk dan Greenbaum, 1973:27; Close, 1975:12; Leech dan Svartvik 1975:242-3; Quirk dkk., 1985:96)
35
1.7
Metode Penelitian Yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian kualitatif. Dinyatakan oleh Bogdan dan Biklen (1986) bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif dan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 1.
Pengumpulan data Dalam penelitian ini metode penyediaan data yang diterapkan adalah metode simak atau observasi. Metode simak adalah menyimak penggunaan bahasa secara tertulis atau lisan (Mahsun, 2005:92); Jati Kesuma, 2007:43). Peneliti menggunakan teknik dasar yang berupa teknik catat. Dalam hal ini peneliti mencatat, mengkategorisasi dan mengklasifikasi data yang diperoleh (Mahsun, 2005:133). Objek kajian dalam penelitian ini adalah kalimat-kalimat dalam media massa cetak berbahasa Inggris The Jakarta Post. Data dibatasi hanya mengenai konstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} yang merupakan modifikator bebas yang menerangkan subjek klausa bebas dan verba pada klausa bebas sebagai bagian dari kalimat majemuk bertingkat. Bagian yang akan diteliti adalah klausa dengan konstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} . Setiap berita tertulis dalam surat kabar tersebut diidentifikasi apakah di dalamnya terdapat konstruksi partisipel {–ing} bebas.
dan {–ed} yang berfungsi sebagai modifikator
Seluruh data yang diidentifikasi akan dianalisis sesuai
dengan tujuan penelitian.
36
2.
Analisis data Metode yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama, kedua dan ketiga adalah metode agih. Metode agih, menurut Sudaryanto (1993), adalah metode penelitian yang menggunakan alat penentu dari dalam bahasa yang bersangkutan itu sendiri. Metode agih disebut juga dengan metode distribusional. (Sudaryanto, 1993:13; Jati Kesuma, 2007:47)
3.
Penyajian Hasil Analisis data Penyajian hasil analisis data dilakukan secara informal, yakni dengan menggunakan klausa.
1.8
Sistematika Penulisan Laporan Penelitian Laporan penelitian ini akan disajikan dengan sistematika sebagai berikut: BAB I
menyajikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode penelitian, dan sistematika penulisan laporan penelitian. BAB II menyajikan
pola-pola
verba
berkonstruksi partisipel {–ing}dan {–ed}
pada
klausa-klausa
yang dapat berperan
sebagai modifikator bebas pada kalimat-kalimat yang terdapat di surat kabar The Jakarta Post. BAB III menyajikan fungsi sintaksis dan distribusi klausa-klausa berkonstruksi partisipel{ –ing} dan {–ed} sebagai modifikator bebas pada kalimat-kalimat pada surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post.
37
BAB IV menyajikan makna yang melekat pada klausa-klausa berkonstruksi partisipel {–ing} dan {–ed} sebagai modifikator bebas pada surat kabar berbahasa Inggris The Jakarta Post. BAB V menyajikan kesimpulan dan saran, sedangkan data dan sumber data dimuat dimuat pada bagian lampiran.
38