BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki lahan marginal dengan kadar air rendah atau kering dan kadar garam tinggi di daerah pesisir pantai. Garis pesisir pantai di Indonesia mencapai 106.000 km dengan potensi luas lahan marginal 1.060.000 ha yang tersebar di beberapa pulau. Di Pulau Jawa, daerah marginal yang potensial dikembangkan sebagai lahan pertanian mencapai 81.000 km2. Hal ini merupakan prospek yang baik untuk pengembangan pertanian meskipun pengelolaannya belum maksimal (Yuwono, 2009). Kendala pengembangan dan pengelolaan pada lahan marginal, diantaranya adalah kemampuan tanah dalam menahan air. Makin besar ukuran partikel tanah, makin berkurang luas permukaan antar partikel dan jumlah air yang didapat dari tanah (Dwidjoseputro, 1980). Kendala lainnya yaitu cekaman garam, yang menurut Syakir dkk, (2008) diartikan sebagai suatu keadaan dimana garam dapat larut dalam jumlah yang berlebih dan berakibat buruk bagi pertumbuhan tanaman. UN-FAO (2005), menyebutkan bahwa tingginya kadar garam tanah adalah masalah umum dijumpai di daerah dengan curah hujan rendah. Kadar garam tanah yang tinggi jika dikombinasikan dengan irigasi dan drainase buruk, dapat mengakibatkan hilangnya kesuburan tanah secara permanen dan produksi hasil tanaman rendah (Staples and Toenniessen, 1984).
1
2
Jenis garam klorida, sulfat dan bikarbonat dari natrium, kalsium dan magnesium, masing-masing akan memberikan berbagai tingkat salin (Syakir dkk., 2008). Senyawa garam yang dominan pada tanah salin di daerah pantai adalah natrium klorida (NaCl). NaCl mengandung unsur natrium sebagai unsur hara fungsional bagi tumbuhan. Pada konsentrasi rendah, peran utama natrium dalam tanaman adalah menjaga keseimbangan turgor (Marschner, 1986), membuka stomata dan pada tanaman lada Na berperan menggantikan sebagian fungsi kalium (Maslahah dkk., 2001). Unsur lain pada NaCl adalah klor yang diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Cl- dan merupakan unsur hara mikro esensial yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Fungsi klor berkaitan langsung dengan pengaturan tekanan osmosis di dalam sel tanaman (Syakir dkk., 2008). Tingginya kadar garam dalam tanah akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman (Salisbury dan Ross, 1995), termasuk penurunan produktivitas tanaman pada gandum (Tavakkoli et al., 2011; Oliveira et al., 2013) dan cabai (Yiu et al., 2012). Fungsi fisiologis (Oliveira et al., 2013) dan perubahan struktur anatomi tanaman juga dapat dipengaruhi oleh cekaman garam, misalnya pada buah cabai (Purnama, 2009), akar Atriplex halimus (Boughalleb et al., 2009), daun Imperata cylindrica (Hameed and Ashraf, 2011), daun bugenvil (Miranti, 2013). Selain itu, tingginya kadar garam dapat menyebabkan keracunan pada barley (Tavakkoli et al., 2011; Oliveira et al., 2013), kedelai (Yuniati, 2004) dan dapat menyebabkan kematian tanaman (Staples and Toenniessen, 1984). Garam dapat mempengaruhi pertumbuhan
3
tanaman karena penyerapan unsur penyusun garam secara berlebihan menjadikan tanaman mengalami keracunan yang berakibat penurunan penyerapan air (cekaman air) dan penurunan dalam penyerapan unsur penting bagi tanaman. Gejala awal munculnya kerusakan tanaman oleh garam tanah adalah warna daun lebih gelap daripada warna normal yang hijau-kebiruan, ukuran daun yang lebih kecil dan batang dengan jarak tangkai daun yang lebih pendek (UN-FAO, 2005; Pranasari, 2012). Jika permasalahannya lebih parah, daun akan menjadi kuning (klorosis) dan tepi daun mati mengering terbakar dan berwarna kecoklatan (UN-FAO, 2005). Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu dengan buah tergolong sayuran multiguna. Tanaman cabai, termasuk anggota suku Solanaceae dengan daya adaptasi cukup baik pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan dan umumnya dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 meter dari permukaan laut (dpl) (PPPH, 2011). Menurut Utaminingsih (2012), cabai yang umum dijual di pasar tradisional untuk dikonsumsi adalah cabai keriting (Capsicum annuum L. var. longum Sendt), cabai merah besar (Capsicum annuum L. var. abreviata Eingerhuth), dan cabai rawit (Capsicum ftutescens L.). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2013), produksi cabai besar di Indonesia tahun 2012 sebesar 954.363 ton dengan luas lahan panen sekitar 120.275 hektar dengan rata-rata produktivitas 7,93 ton/hektar. Dibandingkan dengan tahun 2011 dan 2010, tahun 2012 mengalami kenaikan produksi sebesar 65.511 ton (7,37%), yang disebabkan oleh kenaikan produktivitas
4
sebesar 0,59 ton/hektar (8,04%) sementara luas lahan mengalami penurunan sebesar 788.000 hektar (0,65%). Fluktuasi harga buah cabai disebabkan karena tingkat produktivitas, penyakit, hama dan perubahan iklim yang mengakibatkan curah hujan tidak menentu. Curah hujan yang tidak menentu membuat ketersediaan air tanah rendah. Cabai mempunyai prospek yang baik di dalam maupun di luar negeri. Buah cabai umumnya dimanfaatkan sebagai bahan penyedap makanan. Meningkatnya permintaan buah cabai oleh konsumen diupayakan dengan peningkatkan produksi cabai nasional melalui perluasan areal tanam. Pemanfaatan lahan marginal berkadar garam tinggi seperti daerah rawa pasang surut pantai merupakan salah satu pilihan dalam peningkatan produksi cabai. Sebelumnya sudah banyak dilakukan penelitian tentang cekaman garam dan metode untuk membuat tanaman lebih toleran terhadap cekaman garam. Metode yang digunakan antara lain dengan perlakuan cekaman garam awal rendah pada tanaman jagung guna memperbaiki kemampuan tanaman untuk lebih tahan terhadap garam (Suwignyo dkk., 2010). Menurut Suwignyo dkk., (2010) perlakuan yang diberikan terhadap tanaman dapat meningkatkan daya toleransi tanaman terhadap salinitas. Perlakuan cekaman NaCl rendah pada awal fase vegetatif belum pernah dilakukan pada tanaman cabai. Karena alasan itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toleransi dengan melihat pertumbuhan dan tanggapan anatomis tanaman cabai keriting yang diberi cekaman NaCl rendah pada awal fase vegetatif.
5
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annuum L.) terhadap cekaman NaCl rendah pada awal fase vegetatif? 2. Bagaimana tanggapan anatomis akar, batang dan daun tanaman cabai keriting (Capsicum annuum L.) terhadap cekaman NaCl rendah pada awal fase vegetatif? 3. Berapa konsentrasi NaCl rendah yang optimal untuk pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annuum L.) pada perlakuan NaCl?
C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annuum L.) terhadap cekaman NaCl rendah pada awal fase vegetatif. 2. Mengkaji tanggapan anatomis akar, batang dan daun tanaman cabai keriting (Capsicum annuum L.) terhadap cekaman NaCl rendah pada awal fase vegetatif. 3. Mengetahui konsentrasi NaCl rendah yang optimal untuk pertumbuhan tanaman cabai keriting (Capsicum annuum L.) pada perlakuan NaCl.
D. Manfaat Penelitian 1. Memberi informasi ilmiah dalam bidang bioteknologi untuk meningkatkan produktivitas cabai dalam kondisi cekaman NaCl.
6
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi semua pihak yang membutuhkan tentang toleransi tanaman cabai terhadap cekaman NaCl rendah pada awal fase vegetatif.
E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai cekaman garam pada tumbuhan telah dilakukan antara lain Miranti (2013), yang menunjukan bahwa temperatur, intensitas cahaya dan kadar garam tinggi di lingkungan pantai berpengaruh terhadap arah pertumbuhan akar ciplukan (Physalis angula L.), warna batang tapak dara (Catharanthus roseus var.roseus), penggandaan lapisan palisade daun bugenvil (Bougainvillea spectabilis). Penelitian Yuniati (2004), menunjukan bahwa tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merrill) yang diberi perlakuan NaCl dengan konsentrasi 70, 80, 90, dan 100 mM pada media basal berpengaruh pada pertumbuhan tunas dan akarnya. Pemberian NaCl dengan konsentrasi diatas 70 mM pada tanaman kedelai varietas Tidar, Sriyono, Lokan, Si Cing, Yellow Biloxy dan Lumut memperlihatkan gejala keracunan pada akar dan tunas apikal. Syakir dkk. (2008), menunjukan bahwa perlakuan NaCl pada sambiloto (Andrographis paniculata Nees) menyebabkan penurunan luas daun, berat segar dan berat kering akar. Penelitian Boboy (2011), menunjukan bahwa tanaman tomat yang diberi air siraman dari aras yaitu 0 (kontrol), 2,5 dS.m-1 (salin rendah), dan 5 dS.m-1 (salin sedang) menyebabkan penurunan laju
7
transpirasi, laju konduktivitas stomata, tetapi meningkatkan ketebalan daun, tajuk akar, ion Na serta prolin. Pada tanaman cabai (Capsicum annuum L.), cekaman garam berpengaruh terhadap struktur eksokarpium pada buah, berupa kenaikan tebal parikarpium, penurunan tebal plasenta, jumlah, panjang, dan lebar giant cell (dinding sel tipis tersusun dari selulose), serta diameter buah (Purnama, 2009). Penelitian Suwignyo dkk. (2010), menunjukan bahwa pada salinitas 45mM dengan salinitas awal 15 mM dapat meningkatkan toleransi tanaman jagung varietas Arjuna, Sukmaraga dan Bisma. Toleransi yang dimaksud adalah dapat memperbaiki kemampuan tanaman untuk lebih tahan terhadap kondisi salin pada fase vegetatif bila kemudian mengalami kondisi yang salin yang lebih tinggi. Yiu et.al. (2012), menunjukan bahwa tanaman cabai (Capsicum annuum L.) yang diberi perlakuan 150 mM NaCl dengan intensitas penyiraman yang berbeda (3, 6, 9 hari) dapat menghambat pemanjangan akar dan tunas, menurunkan berat segar dan berat kering cabai, kadar klorofil dan rasio asimilasi CO2 tetapi meningkatkan akumulasi prolin. Tanaman yang diberi NaCl dan catechin (C6H6O) tanaman lebih toleran terhadap salinitas. Penelitian mengenai pertumbuhan dan tanggapan anatomi tanaman cabai keriting yang diberi cekaman NaCl rendah pada awal fase vegetatif belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penting. Tabel 1 menunjukkan sejumlah penelitian yang pernah dilakukan mengenai cekaman garam pada tanaman.
8
Tabel 1. Penelitian Mengenai Cekaman Garam pada Tanaman Peneliti Yuniati (2004)
Syakir dkk. (2008)
Spesies Glycine Merrill
Penelitian
max
[L.] Penapisan galur kedelai Glycine max (L.) Merrill toleran terhadap NaCl Andrographis Pengaruh salinitas paniculata Nees (NaCl) terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu sambiloto
Purnama (2009)
Capsicum L.
annuum Perkembangan dan Kandungan kapsaisin dimedium tanah pantai
Suwignyo dkk, (2010)
Zea mays
Toleransi jagung salinitas perlakuan awal rendah Tanggapan tomat salinitas
Boboy (2011)
Yiu et.al. (2012)
Miranti (2013)
tanaman terhadap dengan cekaman
Hasil Pemberian konsentrasi NaCl mulai dari 70 mM memperlihatkan gejala keracunan pada akar dan tunas apical Tingkat salinitas tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah cabang, namun berpengaruh terhadap indeks luas daun, berat segar batang dan berat kering batang. Perkembangan buah menunjukan perubahan struktur eksokarpium. Kandungan kapsaisin tertinggi terdapat pada buah cabai merah yang ditumbuhkan pada medium tanam berkadar garam 1,10 dS.m. Perlakukan cekaman garam awal rendah dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi cekaman garam.
tanaman Konsentrasi garam yang tinggi terhadap menyebabkan penurunan laju transpirasi, laju konduktivitas stomata, peningkatan tebal daun, peningkatan tajuk akar dan peningkatan ion K/Na serta toleransi prolin dan sukrosa. Capsicum annuum Modulasi cekaman NaCl menghambat pertumbuhan L. NaCl pada biji cabai tanaman (penurunan panjang akar oleh catechin dan tunas, berat segar dan berat kering), penurunan klorofil dan penurunan rasio asimilasi CO2 serta terjadi akumulasi prolin. Sedangkan perlakuan NaCl dan catechin tanaman lebih toleran terhadap salinitas. Bougainvillea Struktur morfologi dan Tingginya konsentrasi garam spectabilis anatomi tumbuhan menyebabkan penggandaan lapisan yang hidup ditepi palisade pada mesofil daun pantai Parangtritis sehingga daun menjadi lebih tebal.
Lycopersicum esculentum Mill.