1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang tentang pemasyarakatan telah dijelaskan bahwa sistem pemasyarakatan merupakan satu kesatuan penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum pemidanaan. Sayangnya masalah pemidanaan merupakan masalah yang kurang mendapat perhatian dalam perjalanan hukumnya, bahkan ada yang menyatakan sebagai anak tiri. Padahal hal tersebut berkaitan dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memungkinkan dapat dijatuhkannya pidana, maka masalah pemidanaan dan pidana merupakan masalah yang sama sekali tidak boleh dilupakan. Bagian yang terpenting suatu kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah stesel pidananya. Stesel pidana yang terdapat dalam KUHP tersebut dapat dijadikan ukuran sampai seberapa jauh tingkat peradaban suatu bangsa yang bersangkutan. Stesel pidana tersebut memuat aturan-aturan tentang jenis-jenis pidana dan juga memuat aturan tentang ukuran dan pelaksanaan pidana itu. Dari jenis, ukuran dan cara pelaksanaannya itu dapat dinilai bagaimana sikap bangsa itu melalui pembentukan undang-undangnya dan pemerintahannya terhadap warga negara masyarakatnya sendiri atau terhadap orang asing yang telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan pidana.1
1
Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Hlm 21.
2
1. Vos: Delik adalah feit yang dinyatakan dapat dihukum berdasarkan undang-undang. 2. Van Hammel: Delik adalah suatu serangan atau ancaman terhadap hakhak orang lain. 3. Simons: Delik dalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja boleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan oleh undangundang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum.2 Telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang dapat dihukum D. Simons menyebutkan bahwa unsur-unsur dari tindak pidana (strafbaar feit) terbagi menjadi 2 (dua) yaitu, unsur objektif dan unsur subjektif. Terhadap unsurunsur tersebut dapat diutarakan sebagai berikut : 1. Unsur Subjektif Unsur subyektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. a) Orang yang mampu bertanggung jawab; b) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan. 2. Unsur Objektif Unsur obyektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas: a) Perbuatan manusia, berupa: i. Perbuatan positif atau perbuatan negatif; ii. Berbust atau tidak berbuat atau membiarkan. b) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu; c) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.3 Dengan melihat pendapat di atas, maka dapat disimpulkan tindak pidana adalah perilaku manusia yang dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan sanksi pidana. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan merupakan induk dari sistem pelaksanaan pidana penjara dengan sistem pemasyarakatan, kemudian pengaturan khusus dalam pembinaan narapidana yang merupakan 2
bagian
dari
warga
binaan
pemasyarakatan
diatur
Situs Aeaila. Blogspot. Com. Tahun 2010. Macam-Macam Delik. on line diakses tanggal 6 Maret 2012. 3 Prof Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: FH. Universitas Diponogoro. Hlm. 40-41.
3
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan serta Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan penjelasan mengenai sistem pemasyarakatan yaitu sebagai berikut: “Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab”. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana peraturan yang lebih khusus mengatur mengenai pelaksanaan pembinaan narapidana memberikan pengertian mengenai pembinaan dalam Pasal 1 angka 1 yaitu sebagai berikut: “Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan”. Mengenai tujuan pemidanaan di dalam hukum pidana dikenal dengan adanya Teori Pembalasan, Teori Tujuan dan Teori Gabungan. Van Bemmelen seorang ahli pidana menganut teori gabungan mengatakan sebagai berikut: “Pidana bertujuan membalas kesalahan masyarakat. Tindakan ini dimaksudkan memeliharan tujuan. Jadi pidana dan
dan mengamankan mengamankan dan tindakan bertujuan
4
mempersiapkan untuk mengembalikan terpidana ke dalam kehidupan bermasyarakat”4 Pembinaan dan Pembimbingan tersebut ialah kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian yang meliputi hal-hal yang berkaitan dengan: 1. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2. Kesadaran berbangsa dan bernegara; 3. Intelektual; 4. Sikap dan perilaku; 5. Kesehatan jasmani dan rohani; 6. Kesadaran hukum; 7. Reintegrasi sehat dengan masyarakat; 8. Keterampilan kerja; 9. Latihan kerja dan produksi.5 Di jaman era globalisasi ini terjadi peningkatan tindak kejahatan yang dilakukan oleh wanita kian meningkat. Latar balakang mereka melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana sangatlah berfariasi, misalnya karena latar balakang ekonomi, salah dalam lingkungan pergaulan, kurangnya pengawasan dan perhatian dari orang tua serta masih banyak lainnya. Narapidana wanita yang melakukan tindak pidana dibina di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dengan tujuan narapidana wanita tersebut dapat menjadi warga negara yang baik. Narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga diberi pembelajaran keterampilan agar setelah ia kembali ke dalam lingkungan masyarakat narapidana tersebut mempunyai bekal keterampilan dimana ditujukan agar dapat membantu perekonomian di dalam keluarganya.
4
Andi Hamzah. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramit. Hlm. 32. 5 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.
5
Dalam perkembangan kejahatan akhir-akhir ini tidak sedikit wanita yang terlibat dalam tindak kejahatan yang sebelumnya hanya lazim dilakukan laki-laki, misalnya ikut serta dalam penodongan, perampasan kendaraan bermotor, pembunuhan atau bahkan otak perampokan. Maka citra wanita yang seolah-olah lebih bertahan terhadap kejahatan mulai pudar. Kenyataan ini menimbulkan keprihatinan di sementara kalangan wanita, sebab sampai sekarang secara diamdiam wanita dianggap sebagai benteng terakhir meluasnya kriminalitas. Belum lama ini marak kejahatan atau dugaan penipuan yang dilakukan kaum wanita. Hot news yang mengemuka diberbagai media massa sekarang adalah kasus penipuan bernilai ratusan juta hingga belasan miliar rupiah yang dilakukan dua sosok wanita. Pertama adalah Selly Yustiawati, lewat aksi tiputipunya yang mampu meraup ratusan juta rupiah. Kedua Melinda Dee, wanita cantik yang menjadi petinggi salah satu bank terkenal. Dengan gaya white collar crime, Melinda disebut telah menggelapkan uang nasabah di bank tempat dia bekerja hingga mencapai kisaran Rp 17 miliar. Kedua wanita tersebut hingga kini masih menjadi sorotan media massa, seiring proses penanganan kasusnya yang terus bergulir.6 Masyarakat yang sehat mempunyai daya tahan yang cukup terhadap kejahatan, baik dilakukan oleh masyarakat itu sendiri maupun orang luar. Disetiap negara pasti ada kejahatan, baik dinegara maju maupun dinegara berkembang seperti di Indonesia. Kejahatan tidak akan lenyap dengan sendirinya namun demikian perlu dilakukan usaha-usaha penanggulangan terhadap kejahatan. Salah 6
Iqbal Wahyu Purwito, Wanita Zaman Kini Makin http://iqbaljavanese.blogspot.com/2011/04/duh-gusti-mengapa-wanita-kinisemakin.html, on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
Berani,
6
satu cara untuk menanggulangi kejahatan ialah dengan cara menerapkan hukum pidana. Menurut ketentuan dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang termasuk pidana pokok dan pidana tambahan adalah : a. pidana pokok: 1. Pidana mati; 2. Pidana penjara; 3. Pidana Kurungan; 4. Pidana Denda. b. pidana tambahan: 1. Pencabutan hak-hak; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman putusan hakim. Pelaksanaan pidana penjara di Indonesia dilakukan dengan sistem pemasyarakatan, suatu pernyataan di atas sebagai arah tujuan, pidana penjara dapat juga menjadi cara untuk membimbing dan membina narapidana. 7 Pembinaan kepada warga binaan narapidana di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN), tidak akan berjalan baik jika Rumah Tahanan Negara (RUTAN) tidak tertib. Mantan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalatta mengemukakan, masalah kelebihan kapasitas yang dialami hampir seluruh Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di Indonesia mengakibatkan suasana yang padat (crowded), sehingga proses pembinaan tidak berjalan dengan baik.8 Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum, yang dihuni oleh pencuri, perampok, penipu, pembunuh, tetapi juga ditempati oleh pemakai, kurir, pengedar dan bandar narkoba dan 7
Priyatno Dwidja. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama. Hlm. 97-98. 8 Administrator Hukum HAM. Menuju Keseimbangan Komposisi Lapas/Rutan. Article.http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=885&Ite mid=54 on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
7
sebagai suatu keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara warga binaan pemasyarakatan dengan masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya sistem pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan didasarkan oleh UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Undang-undang pemasyarakatan itu menguatkan usahausaha untuk mewujudkan suatu sistem pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan. Secara umum, Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan adalah dua lembaga yang memilik fungsi berbeda, meski berbeda pada prinsipnya, Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan memiliki beberapa persamaan. Kesamaan Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan di antaranya, baik merupakan Unit Pelaksana Teknis dibawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Pasal 2 ayat (1) PP No. 58 Tahun 1999. Selain itu, penempatan penghuni Rumah Tahanan Negara maupun Lembaga Pemasyarakatan sama-sama berdasarkan penggolongan umur, jenis kelamin, dan jenis tindak pidana atau kejahatan, dalam Pasal 12 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 dan Pasal 7 PP No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, tugas dan tanggungajawab perawatan tahanan. Sebagai tambahan, berdasarkan Pasal 38 ayat (1) jo. Penjelasan PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP, Menteri dapat menetapkan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara. Kemudian,
dengan
adanya
Surat
Keputusan
Menteri
Kehakiman
No.
M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan
8
Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara, maka Lembaga Pemasyarakatan dapat beralih fungsi menjadi Rumah Tahanan Negara, dan begitu pula sebaliknya.9 Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1983, di tiap kabupaten atau kotamadya dibentuk Rumah Tahanan Negara. Namun kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini Rumah Tahanan Negara difungsikan untuk menampung narapidana seperti halnya di Lembaga Pemasyarakatan disebabkan kabupaten dan kotamadya belum memiliki Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini dapat kita ketahui dengan cara mengakses secara online disitus smslap.ditjenpas.go.id, disinilah kita dapat mengetahui dengan detail Rumah Tahanan Negara maupun Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia. Mengingat kondisi Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang ada di Indonesia berdasarkan informasi dari berbagai sumber telah melebihi kapasitas, karenan terdakwa yang telah menjalani hukuman di Rumah Tahanan Negara (RUTAN), yang seharusnya pindah dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) untuk menjalani hukuman ke Lembaga Pemasyarakatan, banyak yang tetap berada di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) hingga masa hukuman mereka selesai. Pembinaan terhadap narapidana diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Dengan demikian jika warga binaan di 9
Bung prokol, Perbedaan dan Persamaan lembaga pemasyarakatan dan Rutan, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4b22ef6f96658 on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
9
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) kelak bebas dari hukuman, mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat, lingkungannya dan dapat hidup secara wajar seperti sediakala. Fungsi Pemidanaan tidak lagi sekedar hanya efek jera saja melainkan juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan yang ada di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Walaupun hal ini sangat kontradiktif apabila dibandingkan dengan visi dan
misi
pemasyaratan
sebagai
tempat
pembinaan
narapidana,
agar
keberadaannya dapat diterima kembali oleh masyarakat sewaktu bebas. Perlu bagi kita untuk sejenak melihat kembali tujuan pengadaan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) sebagai tempat untuk membina dan menyiapkan seorang narapidana kelak menjadi lurus, lebih baik dan siap terjun kembali ke dalam masyarakatan. Hukum itu sendiri sebenarnya sudah memberi peringatan bahwa barang siapa yang mengadakan pelanggaran hukum baik itu laki-laki ataupun wanita dapat dihukum yang sesuai dengan perbuatannya. Hal tersebut telah dijelaskan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 2, yang merumuskan sebagai berikut: “Ketentuan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi orang yang dalam Indonesia melakukan sesuatu perbuatan yang boleh dihukum (peristiwa pidana).” Saat seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi. Sesuai Undang-undang No. 12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana dimana mereka yang kehilangan kemerdekaannya tetapi hanya untuk sementara waktu dalam menjalani hukuman yang telah di vonis oleh pengadilan
10
di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Walaupun terpidana kehilangan kemerdekaannya, tetapi masih adanya hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Atas dasar uraian di atas penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian
lebih
jauh
tentang
“PELAKSANAAN
PEMBINAAN
NARAPIDANA WANITA DI RUMAH TAHANAN NEGARA (RUTAN) KELAS II B PURBALINGGA” (studi di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Pubalingga). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga?
2.
Faktor-faktor apa yang mendorong dan menghambat pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
C. Tujuan Penelitian Adapun berkaitan dengan permasalah yang telah dirumuskan maka penulisan ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui bagaimana penegak hukum terhadap pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
11
2.
Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong dan penghambat yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan kita semua tentang pentingnya mengetahui bagaimana suatu proses pelaksanaan pembinaan didalam Rumah Tahana Negara (RUTAN). b. Untuk memberikan informasi kepada kita semua, bahwa Rumah Tahanan Neagara bukan hanya sebagai tempat menghukum terpidana saja, tetapi untuk menjalani pelaksanaan pembinaan kepada para narapidana wanita agar dapat kembali bermasyarakat setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN). 2. Kegunaan Praktis a. Untuk memberikan masukan dan sumbangan pikiran yang berguna bagi civitas akademika maupun masyarakat tentang pentingnya pembinaan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) khususnya bagi narapidana wanita. b. Untuk memberikan informasi dan kepada para penegak hukum, khususnya para petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) agar dapat membimbing dan membina para narapidana wanita dengan layak dan sesuai aturan yang berlaku.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Tentang Rumah Tahanan Negara A. Sejarah Rumah Tahanan Negara Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di Indonesia, tempat tersebut di kenal dengan istilah penjara. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni
Rumah
Tahanan
Negara
(RUTAN)
adalah
warga
binaan
pemasyarakatan bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim, maupun dengan status narapidana. Pegawai negeri sipil yang menangangi pembinaan narapidana dan tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di sebut dengan Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih di kenal dengan istilah sipir penjara. Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, dimana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan
hukuman,
namun
tugas
yang
jauh
lebih
berat
adalah
mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang.
13
Serta perlu kita ketahui pada tahun 2012 jumlah Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di Indonesia berjumlah sebanyak 428 dengan jumlah
penghuninya
144
ribu
orang,
dan
jumlah
petugas
Lembaga
Pemasyarakatan dan Runmah Tahanan Negara seluruh indonesia pada tahun 2012 ada 30 ribu orang.10 Namun demikian sejarah dari penjara kelembaga pemasyarakatan tak serta-merta ada begitu saja, tapi ternyata telah melalui proses panjang yang cukup berliku-liku dimulai sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang itu tentu dalam upaya perbaikan terhadap pelanggar hukum baik yang berada dalam penahanan sementara maupun yang sedang menjalani pidana. Upaya tersebut tidak hanya terjadi pada bangsa kita, tapi juga pada bangsa-bangsa lain sejalan dengan pergerakan kemerdekaannya terutama setelah perang dunia kedua.11 Pergerseran sistem pelaksanaan pidana penjara dari sistem pemenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan telah memberikan perubahan besar dalam konsep pemidanaan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat pembinaan adalah rumah penjara bagi narapidana dan rumah pendidikan negara bagi anak yang bersalah secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dam reintegrasi sosial
10
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Lembaga Pemasyarakatan, http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan on line diakses tanggal 6 Maret 2012. 11 Akhmad sekhu, Sejarah dari Penjara ke Lapas Napi Juga Manusia, http://sejarah.kompasiana.com/2010/07/21/sejarah-dari-penjara-ke-lapas-napi-jugamanusia/ on line diakses tanggal 6 maret 2012.
14
agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi Warga Binaan Masyarakat yang bertangungjawab bagi diri sendiri, keluarga dan Lingkungan masyarakatnya. 12 B. Pengertian Rumah Tahanan Negara Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Rumah Tahanan Negara (RUTAN) didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula cabang Rumah Tahanan Negara. Di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN), ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.13 Apa yang terlintas dibenak kita ketika mendengar kata penjara, sebuah tempat yang sangat menakutkan bagi tahanan maupun narapidana karena harus dikurung dalam jeruji besi sehingga tentu saja tidak bisa kemana-mana, seperti yang sering kita saksikan dalam keseharian misalkan contoh dari penjara dimana penjara konon atau dahulu, berasal dari kata penjera, yang itu berarti tempat untuk membuat orang jera. Dalam kamus umum bahasa Indonesia penjara adalah bangunan tempat untuk mengurung orang yang terkena hukuman, bui, Lembaga Pemasyarakatan. Istilah yang terakhir yaitu Lapas, kurang akrab ditelinga, tapi kedengarannya tidak 12
Penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Rumah Tahanan Negara, http://id.wikipedia.org/wiki/ on line diakses tanggal 6 Maret 2012. 13
15
seseram dengan penjara. Lembaga Pemasyarakatan adalah bangunan tempat mengurung orang yang sudah divonis, sedangkan orang yang belum divonis ditempatkan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN).14 Rumah Tahanan Negara atau Lembaga Pemasyarakatan kedudukannya kini dalam kondisi yang paradoks, dimana pada satu sisi harus memperhatikan hak-hak penghuni dan di sisi lain petugas harus dapat melaksanakan ketertiban dan penegakan hukum. Apalagi sekarang seiring era reformasi bergulir di negeri ini wacana hak asasi manusia begitu gencarnya ditegakkan, baik itu dari lembaga swadaya masyarakat, praktisi hukum, bahkan sampai pada masyarakat umum dengan penerapan program bernama keluarga sadar hukum (kadarkum). Narapidana
adalah
orang
yang
melakukan
kejahatan
sehingga
mengharuskan dirinya dikurung dalam penjara. narapidana adalah manusia, dan sangat wajar kalau mereka tetap ingin diperlakukan sebagai manusia. Sebagaimana pernah ditegaskan Sahardjo tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia.15 C. Fungsi Rumah Tahanan Negara Rumah Tahanan Negara (RUTAN) mempunyai tugas melaksanakan perawatan terhadap tersangka atau terdakwa untuk melaksanakan tugas tersebut di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang mempunyai fungsi sebagai berikut:
14
W.J.S. Purwodarminto. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm 150. 15
Mrbambang.wordpress.com. on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
16
1. Memberikan pelayanan terhadap tahanan; 2. Memberikan pemeliharaan keamanan dan tata tertib; 3. Memberikan pengelolaan terhadap tahanan; 4. Memberikan urusan tata usaha kepada tahanan. Sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai sumber daya organisasi yang dapat meningkatkan daya kompetensi organisasi. Peningkatan daya kompetensi organisasi dapat dicapai bila sumber daya manusia dikembangkan kualitasnya yaitu melalui pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Dengan pengembangan kualitas tersebut diharapkan semua sumber daya manusia dapat memberikan kontribusi secara optimal untuk mencapai suatu tujuan yang didapat selama terpidana mengalami masa tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) untuk mendapatkan suatu pembinaan untuk bekal saat tahanan itu bebas dan kembali kedalam lingkungan masyarakat. 2. Tinjauan Tentang Pembinaan Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, beradab dan sangat menjunjung tinggi hukum. Dalam alenia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung konsep tujuan negara baik secara khusus maupun umum. Secara khusus, tujuan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdasakan kehidupan bangsa, sedangkan secara umum adalah untuk ikut melaksanakan ketertiban yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.16 Pencapaian tujuan itu tentulah harus dilaksanakan oleh segenap komponen bangsa termasuk dalam konsep pemidanaan, pelaksanaan dan pembinaannya. 16
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogjakarta: Paradigma. Hlm. 160-161.
17
Secara umum tujuan pembinaan maupun pemidanaan tersebut dapat dikategorikan menjadi dua teori besar yaitu teori pembalasan (absolut/retribusi) yang lebih menekankan bahwa pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana, artinya setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar-menawar dan teori tujuan (utilitarian) yang memandang bahwa pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat. Pidana dijatuhkan bukan quia peccatum est (karena orang melakukan kejahatan) melainkan ne peccatum (supaya orang tidak melakukan kejahatan). Dalam perkembangan pembinaan dan pemidanaan kemudian muncul pemikiran mengenai teori ketiga yaitu teori gabungan yang menganggap bahwa pembalasan sebagai asas dari pidana dan bahwa beratnya pidana tidak boleh melampaui suatu pembalasan yang adil, namun lebih berpendirian pada perbuatan yang dilakukan dengan pidana yang di jatuhkan.17 Dalam proses pembinaan narapidana oleh Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dibutuhkan adanya suatu sarana dan prasarana pedukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi: A. Sarana Gedung Rumah Tahanan Negara Gedung Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri sebagian besar 17
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni. Hlm. 10.
18
bangunan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan warisan kolonial, dengan kondisi infrastruktur yang terkesan angker dan keras. Tembok yang tinggi mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram bagi penghuninya. Dengan demikian adanya contoh tentang keadaan sarana gedung Rumah Tahanan Negara (RUTAN) tepatnya di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga ini yang melebihi kapasitas. Dari 4 narapidana wanita, walaupun adanya pemisahan tempat antara narapidana laki-laki dengan narapidana wanita. Mantan Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga Hernowo Sugiastanto mengatakan kondisi Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B di Purbalingga sudah melebihi kapasitas dan hapir diseluruh Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia yang Kapasitas idealnya 80 orang namun karena tidak memungkinkan diisi hingga 120 orang. Serta jumlah ruangan perkamar yang idealnya untuk 12 orang terpaksa harus diisi 20 orang hingga 24 orang. 18 Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga merencanakan untuk ikut melakukan pembenahan
Rumah Tahanan Negara
(RUTAN). Pada kepemimpinan Bupati Triono Budi Sasongko, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga direncanakan dipindah diwilayah pinggiran kota Purbalingga tidak dipusat kota seperti saat ini. Selain itu Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang dilengkapi dengan pelatihan baik pelatihan perbengkelan, pelatihan pertanian, perikanan, dan pelatihan usaha lainnya.
18
http://radarbanyumas. co. id. Administrator, 2010 daya tampung rutan lebihi kapasitas. on line diakses tanggal 18 April 2012.
19
Perpindahan itupun dipertimbangkan agar fasilitas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) lebih manusiawi. Lokasi Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B yang berada persis dipojokan alun-alun Purbalingga itu seringkali membuat rasa tidak manusiawi penghuninya, dikarenan ketika ada acara yang diselenggarakan di alun-alun yang biasanya ramai misalkan acara hiburan pengajian akbar, orkestra, dan tontonan-tontonan lainnya penghuni Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga atau narapidana hanya dapat mendengarkan saja dari dalam.19 B.
Pembinaan Narapidana Wanita Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Rumah Tahanan Negara
(RUTAN) sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, seandainya berfungsipun, hasilnya tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksi. Pembinaan warga binaan pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dilaksanakan secara intra mural (didalam Rumah Tahanan Negara) dan secara ekstra mural (diluar Rumah Tahanan Negara). Pembinaan ekstra mural yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) disebut asimilasi, yaitu proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkan mereka kedalam kehidupan masyarakat. Narapidana wanita diberikan bimbingan pemasyarakatan dimana yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan dan diharapkan narapidana yang telah
19
http //radarbanyumas. co. id/indekpbg on line diakses tanggal 18 April 2012.
20
melaksanakan bimbingan mempunyai pelaksanaan lebih menonjol daripada sebelum ia masuk ke dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Pengetahuan kolerasi antara kedudukan wanita dan kriminalitas perlu juga mendapatkan perhatian sebab peranan wanita dalam masyarakat sekarang lebih menonjol daripada tahun-tahun sebelumnya. C. Petugas Pembinaan di Rumah Tahanan Negara Berkenaan dengan masalah petugas pelaksanaan pembinaan Rumah Tahanan Negara (RUTAN), ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri. Mengingat sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan baik yang dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan. Secara umum kinerja petugas pada Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga belum maksimal. Hal ini dapat diketahui masih tingginya individualismenya antar sub seksi dalam interen organisasi yang berakibat kurangnya kerjasama dalam berorganisasi meningkatkan pembinaan terhadap binaannya, kurang baiknya koordinasi dengan instansi penegak hukum dan kurangnya sarana dan prasarana kerja yang mana dalam pelaksanaan tugas masih menggunakan sistem manual berakibat pelayanan menjadi lamban dan tidak maksimal. Padahal pada perkembangan jaman teknologi sekarang ini yang mengunakan
sistem
informasi
manajemen
dengan
dukungan
teknologi
komputerisasi, Internet dan lain-lain yang serba canggih dan modern belum
21
tersedianya di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Akibat dari hal tersebut diatas pelaksanaan tugas pokok serta petugas di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) belum sesuai harapan dimana masih banyak diterima keluhan warga binaan pemasyarakatan dan masyarakat dalam pemberitaan media massa perihal pelaksanaan pembinaan yang kurang sempurnanya. pelaksanaan petugas dalam melakukan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yang masih bersifat negatif, walaupun sudah banyak melakukan pembenahan-pembenaha yang lebih berarah positif. Sistem
kepenjaraan
kita
yang
sebelumnya
menganut
berbagai
perundangan warisan kolonial, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan UUD 1945, telah berangsur dirubah dan diperbaiki dimana perbaikan itu meliputi petugas serta cara melakukan pelaksanaan pembinaan kepada narapidana. kemudian didalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan telah dihapus dan diubah dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Dimana sistem pembinaan bagi narapidana telah berubah dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Perubahan dari Rumah Penjara menjadi Lembaga Pemasyarakatan, bukan semata-mata hanya secara fisik merubah atau mendirikan bangunannya saja, melainkan yang lebih penting menerapkan konsep pemasyarakatan dengan cara membekali petugas dalam melakukan pelaksanaan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Serta perubahan fisik Rumah Tahanan Negara (RUTAN) baru justru berbeda dengan
22
konsep pemasyarakatan. Disini dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, Tentang Pemasyarakatan, dengan berbagai peraturan pelaksanaannya telah sesuai dengan tahun 1964, dan pesan moral UUD 1945. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dinyatakan bahwa sistem pembinaan dilaksanakan berdasarkan azas dibawah ini: a. b. c. d. e. f. g.
Pengayoman; Persamaan perlakuan dan pelajaran; Pendidikan; Pembimbingan; Penghormatan harkat dan martabat manusia; Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orangorang tertentu.
Dalam pembinaan terhadap narapidana tidak boleh mengesampingakan hak-hak yang dimilik oleh narapidana itu sendiri, karena hak-hak narapidana dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, dalam Pasal 14 UndangUndang tersebut mengatur tentang hak-hak yang dimiliki oleh narapidana. Adapun hak-hak tersebut yaitu: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; mendapatkan pendidikan dan pengajaran; mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; menyampaikan keluhan; mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; mendapatkan pembebasan bersyarat; mendapatkan cuti menjelang bebas dan;
23
m.mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selanjutnya pelaksanaan pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pelaksanaan pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Begitu pentingnya Rumah Tahanan Negara (RUTAN) serta petugas-petugas yang melakukan pelaksanaan pembinaan terhadap narapidananya.
24
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Yang dimaksud dengan metode kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriftif-analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai kesatuan yang utuh. Dengan kata lain seorang peneliti yang menggunakan metode kualitatif tidaklah semata-mata bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran belaka, akan tetapi untuk memahami kebenaran tersebut.20 Metode pendekatan yang dipergunakan adalah yuridis sosiologis, yaitu pendekatan yang menekankan pada pencarian-pencarian. Yuridis itu sendiri adalah suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga sosiologis yaitu berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat. Keajegan-keajegan (empirical regularitis) karena mengkonstruksi hukum sebagai refleksi kehidupan masyarakat itu sendiri didalam praktek.21 B. Metode Survei Survei merupakan pengamatan atau penyelidikan yang kritis untuk mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu di dalam daerah atau lokasi tertentu atau suatu studi ekstensif yang dipolakan untuk
20 21
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Hlm. 250. Ronny Hanitiyo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Hlm.
11.
25
memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan. Penelitian survei merupakan kegiatan penelitian yang memiliki tiga tujuan penting diantaranya:22 1. Mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu; 2. Mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang untuk dibandingkan; 3. Menentukan hubunngan sesuatu yang hidup di antara kejadian spesifik.23 Penelitian dengan menggunakan survei juga merupakan metode baik guna mengukur sikap orientasi penduduk dalam populasi besar terhadap suatu kasus sosial. Kegiatan peneitian survei dapat diidentifikasikan sejak seorang peneliti melakukan persiapan perencanaan, menentukan strategi sampling yang hendak digunakan, mendiskusikan instrumen pengumpul data seperti angket dan wawancara, bagaimana menyampaikan instrumen tersebut kepada responden sebagai kelengkapan teknik survei, sampai akhirnya mengidentifikasi beberapa prosedur yang tepat agar dapat memproses dan menganalisis untuk memperoleh hasil penelitian.24 C. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara dekriptif analasis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.25
22
Ikhsanudin, 2011, tentang penelitian, http://ikhsanudin Blogspot.com. on line diakses tanggal 15 mei 2012. 23 Alim sumarno, 2012, pennelitian survei, http://Blog. Elearning. Unesa. Ac. Id. On line diakses tanggal 15 mei 2012. 24 Ibid. 25 Ronny Hanitiyo Soemitro, Metode Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986. Hlm. 250.
26
D. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada lembaga yang terkait, yaitu di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, karena pada dasarnya Rumah Tahanan Negara Kelas II B di Purbalingga kurang adanya respon atau perhatian yang baik dari wilayah kabupaten Purbalingga, contohnya dalam proses pembinaan narapidana wanita yaitu kurang memadainya perlengkapan atau sarana yang dapat digunakan untuk melatih narapidana melakukan pelatihan-pelatihan dimana pelatihan tersebut digunakan sebagai bekal setelah narapidana bebas dan kembali lagi dalam kehidupan di masyarakat. E. Informan dalam penelitian Untuk melaksanakan penelitian tersebut ditentukan Informan Penelitian sebagai data primer kualitatif. Informan penelitian yang menjadi sumber data adalah: i.
Petugas Rumah Tahanan; Kasub sie Pelayanan Tahanan, Kasub sie Pembinaan, kasub sie Pengelolaan.
ii.
Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga
F. Teknik Pengambilan Informan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling atau sering juga disebut sebagai metode penarikan sampel yang bertujuan. Untuk memilih unsur-unsur dari sampel, maka perlu ditetapkan terlebih dahulu syaratsyarat yang harus dipenuhi.26
26
Soerjono Soekanto, ibid. Hlm. 196.
27
Persyaratan tersebut antara lain meliputi: a. Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama populasi; b. Subjek yang diambil sebagai sampel harus benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi; c. Penentuan dengan teliti dalam studi pendahuluan; Jadi metode purposive sampling merupakan metode dengan cara menetapkan terlebih dahulu siapa yang menjadi sumber data dan data apa yang diperoleh dari sumber data.27 G. Jenis dan Sumber Data Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Sumber data primer Data Primer atau data dasar yang diperoleh langsung dari buku-buku literatur dan perundang-undangan serta sumber dari masyarakat, dalam hal ini yang berkaitan dan relevan dengan penelitian.28 b. Sumber data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan-bahan melalui studi pustaka, data sekunder mencakup bahan hukum primer (norma, peraturan dasar, perundang-undangan dan lain-lain), bahan hukum
27
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia Jakarta, 1990. Hlm. 51 Cet. 4. 28 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Hlm. 12.
28
sekunder yaitu penjelasan bahan hukum primer, bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.29 H. Teknik Pengumpulan Data a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian yaitu di Rumah Tahanan Negara Purbalingga, dengan menggunakan metode: a. 1 Interview (Wawancara) Bebas Terpimpin Wawancara adalah Suatu cara yang dipergunakan untuk tujuan tertentu guna mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap berhadap muka dengan orang tersebut.30 Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara bebas namun terpimpin
dengan
mempersiapkan
terlebih
dahulu
pertanyaan-
pertanyaan tetapi masih di mungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara.31 a. 2 Observasi (Pengamatan) Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada obyek penelitian.32
29
Ibid. Hlm.12-13. Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Gramedia, Jakarta, 1986. Hlm.129. 31 Ronny Hanitijo Soemitro, op. Cit. Hlm. 107. 32 Hadari, Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1995. Hlm.100. 30
29
Selain menggunakan wawancara, pengumpulan data primer juga dapat dilakukan dengan cara observasi. Teknik observasi merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati langsung dilapangan. Mengamati bukan hanya melihat, tetapi juga merekam, menghitung, mengukur dan mencatat kejadian. b. Data Sekunder, Data yang diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek atau materi penelitian. I.
Instrumen Penelitian Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri
dengan sejumlah daftar pertanyaan untuk mendapatkan data dari informan dan alat perekam suara untuk merekam jawaban-jawaban dari informan dalam penelitian. Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisais data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya.33
33
Sugiono, Memehami Penelitian Kualitatif , Alfabeta, Bandung, 2010. Hlm. 60.
30
J.
Metode Pengolahan Data
Proses pengolahan data mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut:34 i. Editing (to edit artinya membetulkan) adalah memeriksa atau meneliti data yang telah diperoleh untuk menjelaskan apakah sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan. Di dalam tahap editing yang diperiksa adalah: -
Adanya jawaban atas pertanyaan
yang diajukan dan
kelengkapan jawaban. -
Apakah jawaban itu benar atau salah atau kurang tepat.
-
Apakah jawabannya seragam untuk pertanyaan yang sama konsistensinya.
Selanjutnya di dalam editing dilakukan pembetulan data yang keliru, menambahkan data yang kurang, melengkapi data yang belum lengkap. ii. Coding yaitu mengkategorisasikan data dengan cara pemberian kode-kode atau simbol-simbol menurut kriteria yang diperlukan pada daftar pertanyaan dan pada pertanyaan-pertanyaannya sendiri dengan maksud untuk dapat ditabulasikan. iii. Tabulasi yaitu memindahkan data dari daftar pertanyaan ke dalam tabel-tabel yang telah dipersiapkan untuk maksud tersebut.
34
Ronny Hanitijo Soemitro, op. Cit. Hlm. 64-68.
31
iv. Menganalisis data merupakan kegiatan pengkajian terhadap hasil pengolahan data, yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan baik perumusan-perumusan atau kesimpulan-kesimpulan. K. Metode Pengujian Data Dalam penelitian ini validitas atau keabsahan data diperiksa dengan metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi menurut Denzin dibagi menjadi 4 (empat), yaitu: i.
Triangulasi Sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif .
ii.
Triangulasi Metode, terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan beberapa teknik pengumpulan data, dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
iii.
Triangulasi Peneliti, yakni dengan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan. Pengambilan data dilakukan oleh beberapa orang.
32
iv.
Triangulasi Teori, yakni melakukan penelitian tentang topik yang sama dan datanya dianalisa dengan menggunakan beberapa perspektif teori yang berbeda.35 Dalam penelitian ini variasi teknik yang digunakan adalah triangulasi
model sumber. Hal ini dilakukan karena pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi yang dilakukan terhadap Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita di Rutan Purbalingga. L. Metode Penyajian Data Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun secara sistematis, artinya data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan penelitian. M. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh di analisis dengan model analisis kualitatif. Hal ini dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asasasas dan informasi-informasi
yang
bersifat
ungkapan monografis dari
responden.36
35
Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011. Hlm. 330. 36 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia Indonesia Jakarta, 1990. Hlm. 51.
33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Keadaan Umum Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga a. Sejarah, Lokasi dan Kondisi Bangunan Rumah Tahanan Nagara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga merupakan bangunan peningalan kolonial Belanda yang didirikan pada tahun 1825. Pada waktu itu dibawah naungan Departemen Van Yustitie. Perubahan nama Lembaga Pemasyarakatan
(LAPAS)
menjadi
Rumah
Tahanan
Negara
(RUTAN)
merupakan perwujudan pelaksanaan KUHAP mengenai pemisahan penenmpatan antara tahanan dan narapidana. Perubahan ini terjadi pada tahun 1986 berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04-PR.07.03 tahun 1985 tentang Pembentukan Rumah Tahanan Negara. Rumah Tahanan Nagara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga beralamat dijalan Alun-Alun Selatan No. 1 Purbalingga yang mempunyai batas sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: SMA Muhammadiyah 1 Purbalingga.
b. Sebalah Selatan
: Komplek Pertokoan.
c. Sebelah Barat
: Alun-Alun Purbalingga.
d. Sebelah Timur
: Bangunan Rumah Penduduk.
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga berdiri pada tanah seluas 7.057,00 m² dengan luas bangunan 4.654,00 m². Kondisi bangunan masih dalam keadaan baik dan mengalami dua kali renovasi yaitu pada
34
tahun 1991 dan tahun 2001 untuk lantai dan kantor, yang selama ini menggunakan anggaran Departemen Hukum dan HAM RI. Kapasitas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) kelas II B Purbalingga 78 orang dengan bangunan yang terdiri dari gedung perkantoran, piliklinik, ruang kunjungan, ruang pengasingan, blok wanita, blok tahanan, mushola, blok narapidana, lapangan tenis, aula, lapangan voli, ruang bimbingan kegiatan, gudang, dapur, taman dan pos jaga (pos atas dan pos bawah). Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga juga memiliki sebuah klinik yang dilengkapi dengan peralatan medis sederhana sehingga kurang mendukung kelancaran dalam melakukan pelayanan medis pasien, tenaga medis yang ada hanya berjumlah 1 orang perawat Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yang dibantu oleh staff kesehatan. b. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: N.04-PR.07.03 tahun 1985 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Klasifikasi Rumah Tanahan Negara, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga memiliki struktur organisasi sebagai beriku:
35
Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara (RUTAN) KELAS II B PURBALINGGA
Ka. RUTAN Herwan Sariwan, Bc.IP. S.H
Ka. Sub sie KPR
Ka. Pelayanan Tahanan
Eko Budi Susetyo, Amd.IP, S.H.
M. Junaidi, . Amd. IP, S.Sos.
Regu Pengaman
Ka. Kasub Sie Pengelolan Suratman, Aks.
Pembinaan dan Penyuluhan Hukum
********************** Helmi Najih, Amd.IP, S.H. Sumber: Sub Seksi Pengelolaan, tanggal 11 juni 2012 Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga bertanggung jawab langsung kepada koordinator Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI Propinsi Jawa Tengah. Kepala RUTAN Purbalingga mempunyai tugas melaksanakan perwatan terhadap tersangka atau terdakwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa Sub Seksi yang mempunyai tugastugas sebagai berikut:
36
1) Sub Seksi Pelayanan Tahanan Sub seksi pelayanan tahanan mempunyai tugas dan fungsifungsi sebagai berikut: a) Melakukan administrasi, membuat statistik dan dokumentasi tahanan serta memberikan perawatan dan pemeliharaan kesehatan tahanan; b) Mempersiapkan pemberian bantuan hukum dan penyuluhan bagi tahanan; c) Memberikan bimbingan kegiatan bagi tahanan. Sub seksi pelayanan tahanan dikoordinir oleh seorang Kepala sub seksi yang dibantu oleh beberapa stafnya dalam melaksanakan tugas administrasi dan perawatan, bantuan hukum dan penyuluhan serta bimbingan kegiatan bagi tahanan. Staf
administrasi
dan
perawatan
mempunyai
tugas
melakukan pencatatan tahanan dan barang-barang bawaannya, membuat statistik dan dokumentasi serta memberikan perawatan dan mengurus kesehatan tahanan. Sedangkan staf bantuan hukum dan penyuluhan tahanan mempunyai tugas mempersiapkan pemberian bantuan hukum atau kesempatan mendapat bantuan hukum dari penasehat hukum, menyediakan bahan bacaan bagi tahanan.
Staf
bimbingan
kegiatan
mempunyai
mempersiapkan bimbingan kegiatan bagi tahanan.
tugas
37
2) Sub Seksi Pengelolaan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Sub seksi. pengelolaan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
a) Melakukan urusan keuangan dan perlengkapan; b) Melakukan urusan rumah tangga dan kepegawaian. Sub seksi pengelolaan RUTAN dikoordinir oleh seorang Kepala sub seksi yang dibantu oleh stamya dalam melaksanakan tugas urusan keuangan dan perlengkapan serta tugas umum. Staf urusan
keuangan
dan
perlengkapan
bertugas
melakukan
pengelolaan keuangan dan perlengkapan RUTAN. Staf umum bertugas melakukan urusan rumah tangga dan kepegawaian. 3) Kesatuan Pengamanan Rumah Tahanan Negara (KPR) Kesatuan Pengamanan RUTAN mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut: a) Melakukan administrasi keamanan dan ketertiban; b) Melakukan pengamanan dan pengawasan terhadap tahanan; c) Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban RUTAN; d) Melakukan penerimaan, penempalan dan pengeluaran tahanan serta memonitor keamanan dan ketertiban pada tingkat pemeriksaan; e) Membuat laporan dan berita acara pelaksanaan tugas pengamanan dan penertiban.
38
Kesatuan Pengamanan RUTAN dipimpin oleh seorang Kepala yang membawahi regu pengamanan RUTAN. Kepala kesatuan pengamanan ini bertugas mengkoordinir seluruh petugas kesatuan pengamanan untuk menjalankan tugasnya dengan tugas yang telah ditentukan. Tugas dan kewajiban dari staf kesatuan pengamanan adalah sebagai berikut: a) Melaksanakan tata usaha keamanan dan ketertiban; b) Menyediakan dan menyalurkan sarana-sarana keamanan dan ketertiban; c) Mencatat
inventaris
keamanan
dan
ketertiban
serta
cadangannya; d) Membantu melancarkan pelaksanaan tugas teknis keamanan dan ketertiban. Tugas dan kewajiban dari Kepala regu pengamanan dijelaskan sebagai berikut: a) Mengatur semua anggota regu pengamanan yang menjadi tanggung jawabnya; b) Mengerjakan
buku
tugas
pengamanan
atau
mencatat
pembagian tugas, inventaris, instruksi, kejadian-kejadian; c) Mengawasi dan meneliti tata tertib pembagian makanan, kebersihan kamar-kamar atau blok-blok; d) Mengawasi dan meneliti penjagaan pos-pos, kamar-kamar dan sebagainya;
39
e) Dalam hal kericuhan mengambil langkah-langkah pengamanan pertama dan segera melaporkan kepada Kepala Rumah Tahanan Negara; f) Memeriksa dan meneliti sah atau tidaknya surat-surat perintah penahanan; g) Memeriksa dan meneliti kembali semua izin keluar bagi Tahanan yang dikeluarkan oleh pihak yang menaiian dan telah mendapat persetujuan dari Kepala Rumah Tahanan Negara; h) Memeriksa dan meneliti izin keluar dan masuk barang-barang dari atau ke Rumah Tahanan Negara; Adapun tugas dan kewajiban dari anggota regu pengamanan adalah sebagai berikut: b) Harus datang selambat-lambatnya 15 menit sebelum jam dinasnya; c) Jika berhalangan hadir harus membcritahukan kepada Kepala regu pengamanan; d) Dilarang
meninggalkan
pos
tanpa
izin
Kepala
regu
pengamanan; e) Dilarang menjadi penghubung antara tahanan dengan pihak manapun secara tidak sah; f) Wajib mentaati semua ketentuan yang berlaku.
40
4) Petugas Tata Usaha Petugas tata usaha mempunyai tugas melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan. c. Prosedur Penempatan dan Fasilitas Penempatan Pada umumnya narapidana yang ada merupakan bekas tahanan yang berasal dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga juga. Jadi prosedur penempatan narapidana setetah divonis hakim, sub seksi pelayanan tahanan mengganti register A menjadi register B dan menghitung tanggal ekspirasi kemudian diserahkan kepada Kepala KPR untuk ditempatkan pada blok narapidana. Mengenai
penerimaan
tahanan
sesuai
dengan
Prosedur
Tetap
Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Portir, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut: a) Menerima dan meneliti keabsahan surat pengantar atau surat perintah penahanan dari instansi atau pejabat yang berwenang yang dibawa oleh petugas pengawal. b) Apabila ada keraguan terhadap keabsahan surat-surat maka melalui Kepala regu pengamanan menyerahkan hal tersebut kepada KPR. c) Mencocokkan nama tahanan sesuai yang tertera dalam surat pengantar atau surat perintah penahanan atau penetapan penahanan dari pejabat yang berwenang.
41
d) Menyerahkan surat-surat dan tahanan kepada Kepala regu pengamanan. e) Mencatat masuknya tahanan ke dalam buku tahanan, buku laporan pengamanan dan petugas portir. 2. Karupam (Kepala Regu Pengamanan), yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut: a) Menerima
dan
meneliti
keabsahan
surat-surat
serta
mencocokkannya dengan nama tahanan. b) Melakukan penggeledahan badan dan barang bawaan dengan Berita Acara Penggeledahan. c) Atas nama Kepala RUTAN bersama-sama petugas pengawal dari instansi asal tahanan menandatangani Berita Acara Penerimaan tahanan. d) Menyimpan dan mengamankan secara tertib surat-surat dan barang bawaan tahanan. e) Memerintahkan petugas untuk menempatkan tahanan dalam blok atau kamar PENALING. f) Segera melaporkan kepada Kepala KPR tentang adanya tahanan baru. g) Melakukan pencatatan penerimaan ke dalam buku laporan tugas pengamanan serta pada papan lalu lintas tahanan RUTAN.
42
h) Menyerahkan surat dan barang bawaan tahanan serta tugas pengamanan selanjutnya kepada Karupam malam dan Karupam malam kepada Karupam pagi. i) Apabila ada keragu-raguan terhadap kesehatan tahanan maka wajib menghubungi tenaga medis/paramedis/petugas perawatan RUTAN untuk datang dan melakukan peraeriksaan kesehatan terhadap tahanan. j) Karupam pagi menyerahkan surat-surat dan barang bawaan tahanan ke unit administrasi dan perawatan. 3. Petugas blok/kamar PENAL1NG, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut: a) Menempatkan tahanan ke dalam kamar hunian yang telah dipersiapkan. b) Membuat laporan pelaksanaan penempatan tahanan ke dalam buku laporan. c) Pada pelaksanaan tugas keesokan harinya melalui Karupam menyerahkan tahanan ke unit perawatan untuk diperiksa kesehatannya. d) Menerima dan memasang kartu nama tahanan dari unit pelayanan tahanan untuk ditempelkan pada pintu sebelah luar kamar hunian.
43
4. Kepala KPR, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut: a) Melakukan pengecekan ulang identitas atau jati diri tahanan. b) Memberikan penjelasan tentang hak, kewajiban dan peraturan tata tertib RUTAN. c) Memerintahkan petugas blok atau kamar PENALING untuk melaksanakan penempatan kamar. d) Berdasarkan berpenyakit
keterangan menular
unit
perawatan,
ditempatkan
pada
tahanan kamar
yang khusus
karantina. 5. Kepala RUTAN, yang tugas-tugasnya dijelaskan sebagai berikut: a) Bertanggung jawab terhadap penerimaan, pendaftaran dan penempatan tahanan. b) Menandatangani buku-buku register A yaitu mencatat tahanan Penyidik Polisi (A I), tahanan Jaksa (A II), tahanan Hakim Pengadilan Negeri (A III), tahanan Hakim Pengadilan Tinggi (A IV), tahanan Hakim Mahkamah Agung (A V), register D yaitu untuk mencatat barang-barang bawaan tahanan atau narapidana yang dititipkan termasuk uang dan register H yaitu mencatat tahanan atau narapidana yang sakit. Sedangkan mengenai fasilitas ruangan yang digunakan oleh penghuni (narapidana dan tahanan) di RUTAN Purbalingga terdiri dari:
44
1) Kamar hunian Terdiri dari 3 (tiga) blok yaitu blok wanita 2 (dua) kamar, blok tahanan 5 (lima) kamar dan blok narapidana 6 (enam) kamar serta 2 (dua) kamar pengasingan. Kondisi kamar hunian baik dan bersih terawat, lantai dari keramik, tempat tidur papan kayu jati, tikar dan bantal dari RUTAN. WC dalam keadaan bersih terawat, pencahayaan cukup baik dari listrik maupun alami dari jendela ventilasi. 2) Ruang ibadah Bagi yang muslim terdapat mushola yang dapat menampung semua penghuni untuk mengikuti ibadah dan dilengkapi dengan kitab suci Al’Quran serta buku-buku tentang keagaman. 3) Ruang bimbingan kegiatan, ruang pakaryan, pertanian, peternakan dan aula. 4) Tempat olahraga Terdapat lapangan tenis, lapangan volley, lapangan bulutangkis dan RUTAN juga menyediakan sarana tenis meja serta papan catur. 5) Kamar mandi umum 6) Ruang besukan.37
37
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
45
2. Kondisi Narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga Pelaksanaan penempatan narapidana pada blok human merupakan wewenang Kesatuan Pengamanan RUTAN. Kondisi narapidana di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga memiliki 3 (tiga) blok yaitu 1 (satu) blok wanita, 1 (sutu) blok tahanan, 1 (satu) blok narapidana. Blok tahanan dan narapidana yang ada tidak memiliki tembok pembatas yang jelas. Karena keberadaan narapidana, RUTAN Purbalingga membagi satu blok tersebut menjadi dua yaitu dari kamar no. 2 (dua) sampai kamar no, 6 (enam) terdiri dari satu deretan blok bangunan digunakan untuk tahanan yang masing-masing kamar dihuni tiga sampai empat orang tahanan. Kamar no. 7 (tujuh) sampai kamar no. 12 (dua belas) terdiri dari satu deretan blok bangunan berbeda dari blok tahanan tanpa memiliki tembok pembatas. Blok narapidana mempunyai 6 (enam) kamar yang masing-masing kamar dihuni lima orang, kecuali kamar no. 8 (delapan) berisi enam orang narapidana. Kamar pengasingan yang ada sebenarnya adalah kamar no. 1 (satu) yang dibagi menjadi dua bagian dengan pembatas tembok. Blok wanita yang ada sebenarnya adalah kamar
46
pengasingan yang terdiri dari dua kamar yang dibatasi dengan tembok pembatas yang tertutup. Dilihat dari pola bangunan yang ada, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga sebenarnya kurang layak untuk ditempatkan narapidana karena fasilitas ruangan-ruangan yang dimiliki kurang mendukung untuk dilakukan penempatan narapidana dan tahanan. Seharusnya antara kamar narapidana dan kamar tahanan dipisahkan dengan blok yang mempunyai tembok pembatas yang jelas. Dengan tidak memiliki tembok pembatas antara blok tahanan dan blok narapidana mengakibatkan tahanan dan narapidana (terutama para tamping) dapat berhubungan secara langsung sehingga antar sesama penghuni dapat melakukan komunikasi secara bebas seperti bercanda atau aktifitas lainnya untuk menghilangkan kejenuhannya. Terkadang dari bercanda tersebut dapat menyinggung perasaan terutama tahanan yang kondisinya masih labil akibat penderitaan yang baru dialaminya. Dari hal tersebut dapat menimbulkan emosi yang berakibat perkelahian antar penghuni. Dimungkinkan juga dapat terjadi tindak kekerasan atau tindak pemerasan yang dilakukan oleh narapidana terhadap tahanan. 2. Penempatan narapidana di Rumah Tahanan Negam (RUTAN) Kelas II B Purbalingga tidak membedakan berdasarkan jenis kejahatan dan umur, kecuali kawanan atau komplotan (kelompok
47
narapidana yang melakukan tindak kejahatan yang sama dan dalam satu tempat kejadian perkara). Penempatan narapidana ini dilakukan berdasarkan pengamatan dari KPR ketika narapidana tersebut menjadi tahanan, dilihat dari watak kebiasaan (contoh : pemarah, sabar atau gampang tersinggung) tiap-tiap individu karena rata-rata narapidana yang ada tersebut dapat disimpulkan bahwa narapidana tersebut cocok dicampur dengan harapan dapat terjadi kontrol sosial antar sesama penghuni kamar. Kontrol sosial adalah apabila terjadi keributan (perkelahian) antar sesama penghuni kamar tersebut salah satu penghuni dapat menjadi penengah dan dapat menyelesaikan masalah tersebut. Penempatan narapidana yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga tidak berdasarkan jenis kejahatan dan umur sehingga dari sisi pembinaan hal ini tidak sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan
bahwa
penempatan
narapidana
berdasarkan penggolongan umur dan jenis kejahatan. Dilihat dari sisi keamanan, pencampuran tersebut sangat rawan terjadinya gangguan keamanan yang dilakukan oleh penghuni terhadap penghuni lainnya, terutama untuk pencampuran antara narapidana anak dengan narapidana dewasa. 3. Narapidana yang membantu petugas dapur ditempatkan pada kamar tersendiri yaitu di kamar no. 12 (dua belas) dengan tujuan
48
agar mempermudah dalam hal melakukan kegiatan memasak terutama pada pagi hari dan sore hari. Mereka harus dikeluarkan untuk memasak makanan sebelum jadwal makan penghuni yang telah ditentukan sehingga pada saatnya memasak petugas cukup hanya membuka kamar no. 12 (dua belas) yang tempatnya dekat pintu keluar menuju ke dapur agar para narapidana tersebut tidak terlalu menggangu penghuni lain terutama pada pagi hari saat penghuni lain masih tidur. 4. Untuk narapidana anak sementara ditempatkan dengan narapidana pemuda yang pengawasannya diperhatikan. Penempatan ini dilakukan karena atas dasar kemanusiaan. Pencampuran anak dengan orang dewasa atas dasar pengamatan dari KPR kemudian disetujui oleh Kepala RUTAN. Dilihat dari kajian teoritis tentang penempatan narapidana khususnya berdasarkan umur merupakan bagian dari pembinaan, pencampuran antara narapidana dewasa dengan anak dapat mengakibatkan perubahan dari segi pola pemikiran dan perubahan kejiwaan yang dapat berakibat kurang baik bagi kehidupannya ketika menjadi orang dewasa. Sebenarnya anak masih perlu pendidikan dan bermain sebagai
seorang anak walaupun
narapidana anak tersebut dicampur dengan narapidana dewasa yang mempunyai kelakuan atau kebiasaan yang baik.
49
5. Narapidana yang termasuk dalam kawanan atau komplotan ditempatkan pada kamar berbeda, dipisahkan dengan narapidana satu dengan yang lain. Hal ini dilakukan dengan harapan mereka dapat bersatu kembali dan hidup dengan rukun. Dilihat
dari
jenis
kejahatan
memang sama,
tetapi
berdasarkan karakteristik kejahatan yang berkelompok perlu dilakukan
pemisahan
supaya
mencegah
perencanaan
yang
destruktif (perencanaan yang dapat menimbulkan gangguan keamanan). Pencampuran narapidana yang mempunyai latar belakang permusuhan sangat riskan untuk dilakukan karena dikhawatirkan
dapat
terjadi
gangguan
keamanan
seperti
perkelahian di dalam kamar hunian. 6. Bagi narapidana yang mempunyai penyakit menular, dipisahkan penempatannya pada ruang pengasingan yang masih dapat berhubungan dengan penghuni lain. 7. Kamar pengasingan yang tertutup dengan tembok digunakan untuk penghuni wanita yang pada saat masih kosong tidak digunakan sebagai ruang hunian. Kamar pengasingan yang masih kosong sebenarnya
dapat
digunakan
sementara
untuk
penempatan
narapidana yang perlu dipisahkan. 8. Untuk penempatan di luar kamar hunian disesuaikan dengan program pembinaan yang ada yaitu pembinaan pada bimbingan kegiatan pada ruang pakaryan, Ruang pakaryan, lapangan tenis,
50
dapur dan lapangan bola volley terletak di samping bangunan blok yang dibatasi oleh tembok sehingga keluar masuknya narapidana dapat dikontrol oleh petugas penjagaan karena harus melewati pintu penghubung sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan. Pemeriksaan dipintu masuk menuju blok dimaksudkan agar dapat mencegah terjadinya gangguan keamanan seperti narapidana yang membawa senjata tajam dari ruang pakaryan. Mushola dan lapangan olahraga pada hari Jumat digunakan untuk kegiatan sholat jumat dan olahraga yang diikuti semua penghuni. Seluruh kegiatan dilakukan pada jam kantor yaitu jam 07.30 WIB sampai dengan jam 13.00 WIB agar pegawai lain dapat turut melakukan pengawasan. Bagi yang tidak mengikuti kegiatan tetap di dalam kamar hunian. 9. Penempatan penghuni dikamar mandi umum dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Kamar mandi tersebut letaknya di belakang blok tahanan dan tempatnya tertutup sehingga pengawasannya kurang. Penempatan penghuni narapidana seperti ini sangat rawan untuk terjadi gangguan keamanan seperti perkelahian antar penghuni karena masalah pembagian air yang kurang adil oleh tamping atau penghuni yang pertama kali mandi atau terdapat masalah dengan penghuni lain yang terjadi sebelumnya.
51
10. Aula sampai saat ini masih dipinjam oleh Rumah Penyimpanan Barang Sitaan dan Rampasan Negara (RUPBASAN) Purbalingga sehingga tidak dapat digunakan untuk tempat penyuluhan atau kegiatan lainnya. 3. Pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga. Sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai sumber daya organisasi yang dapat meningkatkan daya kompetensi organisasi. Peningkatan daya kompetensi organisasi dapat dicapai bila sumber daya manusia dikembangkan kualitasnya yaitu melalui pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Dengan pengembangan kualitas tersebut diharapkan semua sumber daya manusia dapat memberikan kontribusi secara optimal untuk mencapai suatu tujuan yang didapat selama terpidana mengalami masa tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, untuk mendapatkan suatu pembinaan untuk bekal saat tahanan itu bebas dan kembali kedalam lingkungan masyarakat. Berdasarkan hasil interview dengan Petugas RUTAN Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012 tentang pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, dapat di ungkapkan dalam tabel berikut ini:
52
Tabel 1. Hasil Wawancara Dengan Petugas Tentang Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga Kode Informan
Hasil Wawancara
yang Helmi Najih, Amd, IP, -Pembinaan dilakukan meliputi S.H. (Sub Sie pembinaan jasmani dan Pembinaan) rochani. Pembinaan jasmani melalui pemberian ketermpilanketerampilan, pembinaan rochani dengan memberikan ceramahceramah keagamaan yang dapat berkerjasama dengan ormas-ormas keagamaan serta instansi terkait. Suratman, Aks. -Fasilitas Rumah (Kasub Sie Tahanan Negara Pengelolaan (RUTAN) Kelas II B Tahanan). Purbalingga lainnya adalah berupa bengkel kerja dan sarana olah raga. Bengkel kerja sendiri sudah secara maksimal dimanfaatkan dan berjalan dengan baik karena telah tersedia tenaga ahli dan mesinmesin besar yang dapat digunakan narapidana untuk menghasilkan sesuatu. Adapun yang telah dihasilkan bengkel kerja RUTAN Purbalingga adalah sapu glagan, keset, mebelair, souvenir, kolam ikan dan alat-alat pertanian
Substansi
Tema
Tujuan
-Pembinaan jasmani dan rochani kepada narapidana wanita yang dapat berkerjasama dengan instansi terkait.
-Bentuk pembinaan yang dilakukan Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga kepada narapidana wanita.
Membentuk suatu karakter kepada narapidana wanita agar menjadi lebih baik.
-Memberikan materi Pembinaan keterampilan kepada narapidana wanita.
-Pembinaan ketermpilan narapidana wanita.
Membekali narapidana wanita dengan keterampilan agar saat kembali ke masyarakat dapat beradaptasi dan diterima dengan baik.
53
M. Junaidi, Amd, IP, S. SoS. (Kasub Sie Pelayanan)
-Selain kurang memadai perawatan medis, stok obat-obatan yang ada pun sangat terbatas, sehingga sangat kurang membantu proses penyembubuhan narapidana atau tahanan yang sakit. Bilamana ada narapida atau tahanan yang sakit dideritanya tergolong serius dan harus segera mendapatkan tindak lebih lanjut maka pihak petugas Rumah Tahanan Negara dengan persetujuan dokter Rumah Tahanan Negara klas II B Purbalingga pasien tersebut dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Sumber: Data Primer yang sudah Diolah
-Pembinaan dan sistem perawatan kesehatan kepada narapidana wanita
-Kurangnya fasilitas perlengkapan medis. -Penanganan narapidana wanita yang sakit. -Kerjasama antara Rmah Tahanan Negara dengan rumah sakit terdekat Memberikan pelayanan kesehatan untuk narapidana wanita.
Mempelakukan narapidana wanita yang berlandasakan sesuai dengan hak asasi manusia
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tangal 12 Juni 2012, ada berbagai macam pembinaan yang diterima oleh narapidana wanita. Dimana pembinaan itu sangat bermanfaat dan bertujuan membentuk karakter serta membekali narapidana wanita saat kembali dilingkungan keluarga dan masyarakat.
54
Tabel 2: Hasil Wawancara Dengan Narapidana Wanita Tentang Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga Kode Informan
Hasil Wawancara
Mawar (bukan nama sebenarnya).
-Kegiatan diikuti disini yaitu apel pagi setiap hari senin, pengajian setiap hari rabu dan sabtu, hari selasa diisi dari Depag, olahraga dari hari selasa sampai hari sabtu. Setiap hari ada pembinaan spiritual seperti pengajian sholat lima waktu. Ada juga pembinaan kemandirian seperti menjait, melukis, membuat hiasan dinding, mumbuat vas bunga. -Selama tinggal di RUTAN Purbalingga sudah menerima pembinaan dari pihak RUTAN Purbalingga, pembinaan yang pernah diterima diantaranya kerajinan kristik, kegiatan kerochanian. Dan kegiatan yang paling bermanfaat adalah menjait membuat kerajinan tanggan untuk hiasan dinding. -Tentang pembinaan di RUTAN Purbalingga sangat berguna bagi diri sendiri dan teman-taman narapidana wanita lainnya. Disini kami diajarkan banyak keterampilan yang bisa kami manfaatkan saat didalam RUTAN Purbalingga untuk bisa mendapatkan penghasilan. Hasil keterampilan selain bisa dijual juga bisa kami
Melati (bukan nama sebenarnya).
Matahari (bukan nama sebenarnya).
Substansi
Implikasi
-Pembinaan yang diterima oleh narapidana wanita. -Kegiatan yang dilakukan narapidana wanita didalam RUTAN Purbalingga.
Meningkatkan keterampilan narapidana wanita yang bermanfaat setelah bebas dari RUTAN Purbalingga.
-Mengetahui tentang pembinaan yang diterima untuk dapat membekali diri.
Untuk medapatkan pengetahuan dan keahlian yangt harus dimiliki oleh seseorang untuk bekal menjalani hidup.
-Hasil pembinaan di RUTAN Purbalingga dapat menghasilkan uang bagi narapidana wanita.
Meningkatkan kemandirian narapidana wanita untuk menghasilkan uang sendiri tanpa tergantung terhdap bantuan orang lain.
55
manfaatkan secara pribadi. Kenanga (bukan -Selain pembinaan kegiatan nama sebenarnya). seperti keterampilan, olahraga, dan keagamaan adapula pembinaan mengenai mental dan moral, pembinaan tersebut bertujuan supaya narapidana wanita tidak mengulangi kembali kejahatan yang pernah dilakukan dan melatih mental narapidan wanita saat berada dilingkungan masyarakat. Sumber: Data primer yang sudah diolah
-Pembinaan di RUTAN Purbalingga juga melingkupi pembinaan psikologi pada narapidana wanita.
Pembinaan tersebut dapat menjadikan narapidana wanita menjadi orang yang lebih baik daripada sebelumnya.
Dari hasil wawancara dengan narapidana wanita didalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pembinaan dapat diterima dengan baik oleh narapidana wanita, dengan pembinaan tersebut dapat menjadikan suatu kegiatan yang bermanfaat didalam RUTAN Purbalingga serta dapat menghasilkan materi dari hasil pelatihan pembinaan. Selain pembinaan mengenai kegiatan jasmani adapula pembinaan mengenai kerochanian untuk membentuk mental dan karakter narapidana wanita RUTAN Purbalingga. Pada waktu dilakukan pengambilan data 11 Juni 2012 jumlah narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara Kelas (RUTAN) II B Purbalingga adalah 4 narapidana. Selama berada di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga semua narapidana wanita telah menerima pembinaan secara baik. Tabel 3. Jumlah Petugas Rumah Tahanan Negara kelas II B Purbalingga No. 1. 2.
Jenis Kelamin Frekuensi Pria 46 Wanita 8 Jumlah 54 Sumber: Data primer yang sudah diolah
Prosentase 85% 15% 100%
56
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa jumlah Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga 54 orang yang terdiri dari 46 Petugas laki-laki dan 8 petugas perempuan. Tabel 4. Pelaksanaan Pemberian Pembinaan Narapidana Wanita No. 1. 2.
Jenis Kelamin Frekuensi Pria 0 Wanita 4 Jumlah 4 Sumber: Data primer yang sudah diolah
Prosentase 0% 100% 100%
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa penulis mengambil 4 orang responden yang semua respondennya adalah Wanita dengan prosentase 100 % yang terdiri dari 2 orang responden dari pegawai Rumah Tahanan Negara (RUTAN) kelas II B Purbalingga dan 4 orang responden adalah narapidana wanita yang sedang menjalani proses pemidanaan serta mendapatkan pembinaan. Dimana hal diatas dengan metodelogi penelitian yang penulis gunakan. Tabel 5. Pendidikan Petugas Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purabalingga No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pendidikan Terakhir SD SMP SMA D3 S1 S2 Jumlah
Frekuensi 1 1 38 0 14 0 54
Prosentase 2% 2% 70% 0% 26% 0% 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bawha pada umumnya Pendidikan petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B adalah tamatan SMA yaitu 38 orang petugas dengan prosentase 70 %, 14 orang berpendidikan S1 dengan
57
prosentase 26 %, SMP ada 1 orang dengan prosentase 2 %, SD ada 1 orang dengan prosentase 2 %, , D3 dan S2 tidak ada. Tabel 6. Usia Responden Narapidana Wanita No. 1. 2. 3. 4.
Usia Responden 19 Tahun 30Tahun 45Tahun 54 Tahun Jumlah
Frekuensi 1 1 1 1 4
Prosentase 25% 25% 25% 25% 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui usia responden dari narapidana adalah yang berusia 19 tahun 1 orang dengan prosentase 25 %, berusia 30 tahun 1 orang dengan prosentase 25 %, berusia 45 tahun 1 orang dengan prosentase 25 % dan yang berusia 54 tahun 1 orang dengan prosentase 25 %. Tabel 7. Pendidikan terakhir Responden Narapidana Wanita No. 1. 2. 3.
Pendidikan Responden SMP SMA S1 Jumlah
Frekuensi 2 1 1 4
Prosentase 50% 25% 25% 100%
Sumber : Data primer yang sudah diolah Berdasarkan tabel 7 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir dari narapidana yang menjadi responden adalah 2 orang narapidana berpendidikan SMP dengan prosentase 50%, 1 orang narpidana berpendidikan SMA dengan prosentase 25 % prosentase 25 %.
dan 1 orang narapidana berpendidikan S1 dengan
58
Tabel 8. Pekerjaan Terakhir Responden Narapidana No. 1. 2. 3.
Usia Responden Wiraswasta Buruh Ibu rumah tangga Jumlah
Frekuensi 1 2 1 4
Prosentase 25% 50% 25% 100%
Sumber : Data primer yamh sudah diolah Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa pekerjaan terakhir dari narapidana yang menjadi responden adalah 1 orang wiraswasta dengan prosentase 25 %, 2 orang buruh dengan prosentase 50 % dan 1 orang ibu rumah tangga dengan prosentase 25 %. Tabel 9. Jenis Tindak Pidana yang Dilakukan Responden Narapidana Wanita No. 1. 2. 3. 4.
Nama Responden Penipuan Perampokan Zina Pembuangan Bayi Jumlah
Frekuensi 1 1 1 1 4
Prosentase 25% 25% 25% 25% 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa jenis tindak pidana yang dilakukan responden adalah sebagai berikut: jenis tindak pidana Penipuan dilakukan oleh 1 orang dengan prosentase 25 %, jenis tindak pidana Perampokan dilakukan oleh 1 orang dengan prosentase 25 %, tindak pidana zina ada 1 orang dengan prosentase 25 %., dan untuk tindak pidana pembuangan bayi 1 orang dengan prosentase 25 %. Tabel 10. Lama Pidana Responden Narapidana Wanita No. 1. 2.
Lama Pidana 3 bulan 1-3 tahun Jumlah
Frekuensi 1 3 4
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Prosentase 25% 75% 100%
59
Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa lama pidana yang dijalani responden adalah sebagai berikut: 3 bulan ada 1 orang dengan prosentase 25 %, 13 tahun ada 3 orang dengan prosentase 75 %. Tabel 11. Responden Narapidana Wanita Mengetahui Adanya Pembinaan No. 1. 2. 3. 4.
Nama Responden Mawar Melati Matahari Kenanga Prosentase
Mengetahui 100%
Tidak mengetahui 0%
Sumber: Data primer yang sudah diolah Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa responden yang mengetahui mengenai Pembinaan adalah 4 (empat) orang atau dengan prosentase 100 %. Nama responden tidak disebut dengan nama yang sebenarnya sebagai penghormatan terhadap hak-hak narapidana. Tabel 12. Tanggapan Responden dan keluarga mengenai Pembinaan Narapidana Wanita No. 1. 2.
Tanggapan Keluarga Senang Tidak Senang Jumlah
Frekuensi 4 0 4
Prosentase 100% 0% 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa tanggapan dari responden dengan adanya Pembinaan adalah senang dengan prosentase 100 %. Tabel 13. Kelengkapan Pembinaan Narapidana Wanita No. 1. 2.
Kelengkapa Prasyarat Lenkap Tidak Lengkap Jumlah
Frekuensi 4 0 4
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Prosentase 100% 0% 100%
60
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa kelengkapan pembinaan narapidana wanita baik itu berupa syarat Adminitratif ataupun peralatan pembinaan telah terpenuhi dan semua responden sudah melengkapi syarat tersebut dalam prosentase 100 %. Tabel 14. Lama Responden Narapidana Wanita Mengikuti Pembinaan No. 1. 2.
Lama Pengajuan 2-3 Bulan 1-2 Tahun Jumlah
Frekuensi 1 3 4
Prosentase 25% 75% 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa lamanya responden mendapatkan Pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B adalah sebagai berikut: 2-3 bulan ada 1 orang dengan prosentase 25 %, 1-2 tahun ada 3 orang dengan prosentase 75 %. Tabel 15. Sudah Mendapatkan Pembinaan No. 1. 2.
Keterangan Belum mendapatkan Sudah mendapatkan Jumlah
Frekuensi 0 4 4
Prosentase 0% 100% 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa dari semua responden sudah mendapatkan pembinaan dengan prosentase 100%. Proses pembinaan narapidana wanita bertujuan agar nantinya narapidana wanita setelah bebas dapat diterima dalam masyarakat lagi namun tujuan utama atau pokok dari pembinaan narapidana wanita adalah, yait:
61
a. Untuk memperbaiki pribadi dari narapidana itu sendiri; b. Untuk membuat narapidana bahagia dunia akhirat; c. Untuk membuat narapidana berpartisipasi aktif dan positif dalam masyarakat dalam pembangunan; d. Untuk membuat narapidana dapat memiliki keterampilan khusus agar tidak melakukan tindak pidana lagi. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor K.P. 10. 13/3/1 tertanggal 8 Pebruari 1965, Proses Pemasyarakatan memiliki beberapa tahapan: 1. Tahap Awal Dalam tahap ini biasanya bagi narapidana yang telah menjalani kurang lebih 1/3 masa pidananya dan proses pengamanannya bersifat maksimal (Maximum Security). Tahap awal ini terdiri dari: a. Admisi dan Orientasi Pada masa ini adalah masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan bagi narapidana, paling lama 1 bulan. b. Pembinaan Kepribadian, yaitu: i. Pembinaan Kesadaran Beragama; ii. Pembinaan Kesadaran Berbangsa Dan Bernegara; iii. Pembinaan Kemampuan Intelektual atau Kecerdasan; iv. Pembinaan Kesadaran Hukum.
62
2. Tahap Lanjutan Ada dua tahap yaitu tahap 1/3-1/2 masa pidana narapidana dan tahap 1/2-2/3 masa pidana narapidana. Proses pengamanannya bersifat sedang (medium security). Tahap 1/3-1/2 masa pidana Narapidana meliputi: a. Pembinaan Kepribadian Lanjutan Program pembinaan ini merupakan lanjutan pembinaan kepribadian pada tahap awal. b. Pembinaan Kemandirian: i. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri; ii. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil; iii. Ketrampilan yang dikembangkan sesuai dengan bakatnya atau kemampuan masing-masing; iv. Ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau pertanian, perkebunan, dengan teknologi tinggj. 3. Tahap Lanjutan yang disebut Asimilasi. Dalam tahap ini biasanya bagi narapidana yang telah menjalani 1/2-2/3 masa pidananya dan proses pengamanannya bersifat sedang (medium security). Tahap asimilasi ini adalah tahap dimana membaurkan narapidana ke luar lembaga pemasyarakatan. Narapidana memiliki kesempatan untuk melanjutkan sekolah, kerja mandiri, bakti sosial, olahraga, kerja pada pihak luar, cuti
63
mengunjungi keluarga, menjalankan ibadah. Tahap ini dengan pengamanan yang bersifat minimum security. 4. Tahap Akhir Dalam tahap ini biasanya bagi narapidana yang telah menjalani 2/3 masa pidana-bebas, masa pidananya dan proses pengamanannya bersifat (minimum security), Tahap ini adalah pembebasan bersyarat sampai narapidana bebas sebenarnya. Tujuan dari tahap ini adalah agar narapidana tidak melanggar hukum lagi. Narapidana dapat berpartisipasi secara aktif dan positif dalam pembangunan (menjadi manusia mandiri), dan hidup berbahagia dunia dan akhirat. Ketiga tahap diatas harus melalui penilaian dalam sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) karena sidang TPP ini merupakan dewan tertinggi dalam proses pemasyarakatan. Sidang TPP ini menentukan tahap pembinaan yang akan dijalani oleh narapidana. Ketentuan Sidang TPP tersebut didasarkan pada Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 8 Februari 1997 No. K.P.10.13/3/1 dijelaskan sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan pemasyarakatan adalah suatu proses dimana narapidana pada waktu masuk lembaga pemasyarakatan berada pada keadaan tidak harmonis dengan masyarakat, sejak itu lalu narapidana mengalami pembinaan yang tidak lepas dari dan bersama dengan unsurunsur lain dalam masyarakat yang bersangkutan tersebut, sehingga pada akhimya narapidana dengan masyarakat sekelilingnya merupakan suatu keutuhan dan keserasian (keharmonisan) hidup dan penghidupan, sehingga tersembuhlah dari segi-segi yang merugikan (negatif).”
64
Berdasarkan petunjuk teknis bidang pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan tahun 1986 telah menentukan wujud pembinaan yang disesuaikan dengan tahap-tahap pembinaan itu. Adapun wujud pembinaannya; a) Pendidikan umum; b) Pendidikan mental atau spiritual; c) Pendidikan ketrampilan; d) Kegiatan sosial; e) Kegiatan rekreasi. Di dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan/Bina Tuna Warga Nomor KP. 10.13/3/31 Tentang Pemasyarakatan sebagai proses, maka hendaknya disalurkan tahap demi tahap guna menghindari kegagalan dari akibatakibat lain yang tidak diinginkan. Pentahapannya dapat sebagai berikut; 1. Hendaknya
narapidana
pada
waktu
datang
di
Lembaga
Pemasyarakatan dikenal dan diketahui dahulu apa kekurangan atau kelebihannya. Sebab-sebab sampai ia melakukan pelanggaran, dan lain-lain hal ikhwal tentang dirinya. Dengan bahan-bahan tersebut dapat direncanakan dan lalu dilakukan usaha-usaha pembinaan terhadapnya (terutama usaha-usaha pendidikan). 2. Jika pembinaan narapidana dan hubungan dengan masyarakat telah berjalan selaras selama 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya dan menurut pendapat Dewan Pembinaan Pemasyarakatan sudah dicapai cukup kemajuan dalam proses (antara lain narapidana cukup lancar dan telah menunjukkan perbaikan dalam kelakuan,
65
kecakapan, dan sebagainya), maka dipindah dari lembaga pemasyarakatan biasa ke Lembaga Pemasyarakatan Terbuka (minimum security). Di tempat baru ini narapidana diberi tanggung jawab yang lebih besar, lebih-lebih dalam tanggung jawab terhadap masyarakat luar, bersamaan itu pula untuk rasa harga diri, sehingga masyarakat luar memiliki kepercayaan terhadap narapidana. 3. Jika sudah dijalani kurang lebih setengah masa pidana yang sebenarnya dan menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan proses pemasyarakatan telah mencapai kemajuan yang lebih, baik mengenai narapidana maupun unsur-unsur masyarakat, maka wadah proses diperluas, ialah dimulai dengan usaha asimilasi narapidana pada kehidupan masyarakat luar, seperti mengikutkan pada sekolah umum, beribadah dan berolahraga dengan umum, bekerja pada swasta atau instansi lain, berpariwisata dan sebagainya. Segala sesuatu masih dalam pengawasan dan bimbingan petugas-petugas pemasyarakatan. 4. Apabila sudah dijalani 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya, sedikit-dikitnya 9 bulan dapat diberikan pelepasan bersyarat, kalau proses berjalan lancar dengan baik. Pada tahap ini wadah proses pemasyarakatan berupa masyarakat luar yang luas, sedang pengawasan dan bimbingan menjadi lebih kurang, sehingga akhirnya narapidana tersebut dapat hidup dalam keadaan harmonis dengan masyarakat luas di atas kaki sendiri. Tujuan pemidanaan
66
dalam Sistem Pemasyarakatan adalah mengembalikan narapidana ke tengah masyarakat agar menjadi warga negara yang baik, berguna dan bertanggung jawab. Pembinaan yang dipilih sesuai dengan kebijakan penghukuman ini adalah segala jenis program treatment (pembinaan) bagi narapidana dimana selagi mereka menjalani sisa pidananya, mereka telah diberi kesempatan untuk kembali ke tengah masyarakat dengan pengawasan tertentu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan disebutkan bahwa pembinaan dibagi atas dua bagian yaitu: 1. Pembinaan Kepribadian 2. Pembinaan Kemandirian Berpedoman pada ketentuan tersebut, maka Program Pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga berdasarkan hasil penelitian yaitu: 1. Pembinaan Spiritual Pembinaan ini bertujuan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME, melalui pembinaan kesadaran beragama. Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan keimanan Narapidana terutama memberikan pengertian agar narapidana dapat menyadari akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya. Pembinaannya berupa pengajian dari petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dan Departemen Agama, sholat jumat
67
berjamaah dan kunjungan dari ormas Islam serta masyarakat yang dilaksanakan di mushola RUTAN. 2. Pembinaan Kesadaran Berbangsa Dan Bernegara Usaha ini dilaksanakan melalui pemahaman wawasan kebangsaan, termasuk menyadarkan narapidana agar dapat berbakti menjadi warga negara yang baik dan berbakti pada nusa dan bangsa. Pembinaannya dapat berupa penyuluhan hukum dari Polres Purbalingga, penyuluhan hukum oleh petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dan pengarahan saat apel oleh petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas IIB Purbalingga. 3. Pembinaan Kemandirian Merupakan kegiatan pembinaan yang bertujuan meningkatkan kemampuan Narapidana melalui program kerja. Pembinaannya berupa pemberian keterampilan hanya begi yang mempunyai minat. Pemberian keterampilan yang biasa dilakukan yaitu membuat sapu dan keterampilan kayu. Sedangkan keterampilan yang lain yaitu handicraft atau kerajinan tangan dan pengolahan kayu limbah. 4. Pembinaan Olahraga dan Kesenian Kegiatan ini dimaksudkan untuk membentuk jiwa yang sehat serta mengembangkan kemampuan di bidang olahraga yang dimiliki masing-masing narapidana antara lain sepak bola, bola volley,
68
bulutangkis, serta tenis meja dan kemampuan dalam bermain musik seperti kemampuan memainkan alat musik seperti gitar, drum, bas, ataupun keyboard, dan juga mengasah kemampuan dalam vokal. 5. Pembinaan Mengintegrasikan Diri dengan Masyarakat Bertujuan untuk memperbaiki hubungan antara narapidana dengan masyarakat dengan memberikan kesempatan mengembangkan aspek-aspek pribadinya, memberikan keleluasaan yang lebih besar untuk
berintegrasi
kemasyarakatan,
dengan
bekerja
pada
masyarakat pihak
dalam
ketiga,
kegiatan
melanjutkan
pendidikan umum, dan beribadah bersama masyarakat. Pembinaan dalam pemasyarakatan mengandung pengertian bahwa memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Sasaran yang perlu dibina adalah pribadi dan budi pekerti narapidana yang didorong untuk membangkllkan rasa harga diri pada diri sendiri dan pada orang lain serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat dan selanjutnya berpotensi utnuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. 38
38
Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Yogyakarta, Liberty, 1986, hlm 187.
69
4.
Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga. Data primer ini diperoleh oleh penulis melalui wawancara dengan para
responden. Responden yang dimaksud adalah: 1. Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yang diwakili oleh Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan. 2. Narapidana pidana wanita yang berjumlah 4 orang. Tabel 16: Hasil Wawancara Dengan Petugas Tentang Faktor Penghambat dan Pendorong Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga Kode Informan
Hasil Wawancara
Substansi
-Faktor pendorong -Dalam pembinaan narapidana pelaksanaana wanita sebagian besar pembinaan berasal dari Purbalingga, narapidana serta adanya dukungan dari pihak ketiga seperti wanita di masyarakat, ormas-ormas, RUTAN dan instansi pemerintah ikut Purbalingga ada antusias dalam pelaksanaan bebebrapa faktor pembinaan, para narapidana pendorong dan wannitapun menyambut dan penghambat. menerima dengan baik. -Faktor penghambat untuk pembinaan kepribadian tidak ada. Kalau untuk pembinaan keterampilan hambatannya instruktur khusus pembinaan keterampilan tidak ada dan kurangnya pendanaan. Sumber: Data primer yang sudah diolah.
Helmi Najih, Amd, IP, S.H. (Sub Sie Pembinaan)
Tema
Tujuan
-Faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di RUTAN Purbalingga.
-Dapat mengantisipasi hambatan dan meningkatkan faktor pendorong untuk kelancaran pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di RUTAN Purbalingga.
70
Tabel 17: Hasil Wawancara Dengan Narapidana Wanita Tentang Faktor Penghambat dan Pendorong Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita Di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga Kode Informan Mawar (bukan nama sebenarnya).
Hasil Wawancara
-Faktor pendorong, pelaksanaan pembinaan sangat berarti. Khususnya pembinaan spiritual, memberikan bekal rochani bagi kehidupan dengan adanya pengajian-pengajian, kunjungan dari ormas Islam, sholat berjamaah. Apalagi bagi narapidana wanita yang mengikuti pembinaan keterampilan, diajari membuat kristik, dan keterampilan menjait. -Faktor penghambat Tidak ada hambatan dalam pembinaan, karena dalam menjalaninya dengan nyaman, hubungan dengan petugaspun baik-baik saja. Melati -Faktor pendorong, jadi (bukan nama banyak kegiatan, yang dapat sebenaranya). diikui oleh narapidana wanita seperti membuat sapu, memasak, bersih-bersih. Jadinya tidak bosen di bingker karena diselingi banyak kegiatan. Pembinaan spiritualnya juga lancar, dibina oleh petugas dan kadang-kadang ada pengajian dari Depag sehingga mendekatkan kita pada Yang Maha Kuasa.
Substansi
Implikasi
-Tidak adanya faktor yang menghambat dalam pelaksanaan pembinaan narapidana wanita RUTAN Purbalingga.
Dimana ditekankan agar narapidana wanita mengetahui cara pembinaan yang baik dan benar, melaksanakan pembinaan keterampilan serta mengetahui manfaat dari pelaksanaan pembinaan.
-Pelaksanaan pembinaan narapidana wanita dapat menjadi kegiatan yang positif.
Dapat menjadikan suatu pembinaan yang berguna bagi kehidupan narapidana wanita di kemudian hari.
71
Hubungan antara narapidana wanita di RUTAN Purbalingga baik, dengan petugaspun juga baik. -Faktor penghambat secara pribadi tidak ada faktor yang menghambat. -Faktor pendorong, -Menerima Matahari pembinaannya baik serta pembinaan secara (bukan nama bermakna bagi kehidupan sebenarnya). positif. Masih ada sehari-hari, menjadikan serta faktor penghambat menyadarkan kita akan pentingnya kehidupan. dalam penyampaian Pelaksanaan pembinaan pembinaan. dapat mendekatkan diri kepada ALLAH SWT. -Faktor penghambat, secara pribadi penghambatnya saat pembinaan khusus ke rochanian cara penyampaian ceramahennya kurang menaraik sehingga membuat ngantuk. Kenanga -faktor pendorong secara - Karena (bukan nama umum, pemberi pembinaan pelaksanaan sebenarnya). menyampaikan pembinaan sudah pembinaannya dengan baik terjadwal maka dan jelas sehingga membuat pelaksanaan narapidana wanita antusias pembinaan di dan tertarik mengikuti RUTAN pelaksanaan pembinaan di Purbalingga dapat RUTAN Purbalingga. Dan berjalan dengan juga pelaksanaan pembinaan lancar. narapidana wanita terjadwal dengan baik. -Fator penghamba, selama menjalani hukuman di RUTAN Purbalinnga tidak ada hambatan dalam menerima pembinaan. Sumber: Data primer yang sudah diolah
Adanya pembenahan dalam penyampaian pembinaan kepada narapidana wanita di RUTAN Purbalingga.
Pelaksanaan pembinaan yang sudah berjalan dengan baik untuk tetap dipertahankan dan di tingkatkan lagi di kemudian hari.
72
Penempatan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) menjadi masalah bagi petugas RUTAN Purbalingga dalam menyiapkan narapidana wanita kembali menjadi manusia Indonesia seutuhnya karena tugas pokok dan fungsi RUTAN adalah perawatan tahanan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 1999 tentang Syarat dan Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan. Dengan keberadaan narapidana wanita di RUTAN Purbalingga, berarti juga bahwa RUTAN Purbalingga harus melakukan pembinaan untuk mencapai tujuan Pemasyarakatan. RUTAN Purbalingga dapat melakukan pembinaan dalam kemandirian dan pembinaan kepribadian. RUTAN Purbalingga memiliki fasilitas atau ruanganruangan yang mendukung pembinaan seperti masjid atau ruang ibadah, aula, ruangan bimbingan latihati kerja, perpustakaan, ruangan kunjungan, ruang kesehatan serta ruangan hunian yang memadai termasuk ruang isolasi dan sebagainya. Permasalahannya adalah di dalam RUTAN Purbalingga dihuni oleh dua pelanggar hukum yang mempunyai status yang berbeda yaitu tahanan dan narapidana. Percampuran antara tahanan dan narapidana dapat mengakibatkan dampak negatif bagi tahanan, narapidana dan petugas RUTAN. Apalagi jika memperhatikan fasilitas RUTAN yang serba kekurangan, kemungkinan hal itu dapat terjadi sangat besar oleh karena itu petugas harus dapat mencegah atau mengatasi masalah yang timbul terutama mengenai masalah penempatan penghuni di RUTAN Purbalingga.
73
B. Pembahasan 1.
Pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Purbalingga. Pada penulisan skripsi ini, penulis memfokuskan penelitian pada
pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga. Tujuan pembinaan terhadap narapidana wanita untuk membentuk narapidana wanita seperti yang diamanatkan Pasal 2 UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan sebagai berikut: “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.” Pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dilaksanakan berdasarkan Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Membahas tentang kepenjaraan (Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan) dan pembinaan narapidana didalamnya pada dasarnya merupakan pembicaraan tentang “sistem hukuman”, suatu cara yang merupakan alat untuk mengatasi anggota-anggota masyarakat yang melanggar kaidah-kaidah hukum dari suatu negara tertentu. W. A. Bonger meyatakan bahwa sejak abad ke 18 terlihat adanya suatu perubahan yang sedang berlangsung dalam peradilan. Dulu hakim sedikit atau sama sekali tidak memikirkan keadaan pribadi penjahat. Jika sudah terbukti kesalahanya, tinggal kewajiban para hakim dengan tidak memandang bagaimana keadaan terdakwa dijatuhi hukuman. Hukuman (dalam segala bentuknya) pada
74
awalnya merupakan “pembalasan denda” bahkan pada mula sekali dalam masyarakat yang mau sederhana anggota masyarakat yang dirugikan langsung membalas yang merugikan dengan menghukum orang yang merugikan, namun setelah peranan masyarakat (negara) makin besar maka timbul perubahan dimana “pembalasan” dari pihak yang dirugikan baik menurut kesusilaan yang terdapat dalam masyarakat maupun dalam hukum pidana. Sehingga masalah hukuman sepenuhnya dijatuhkan oleh Negara. Perkembangan selanjutnya memandang sebagai sebagai cara yang mengandung dua unsur:39 1. Memuaskan rasa dendam dan benci para anggota suatu kelompok (artinya agar kelompok puas maka penjahat dihukum). 2. Melindungi masyarakat, (la defece sociale) agar masyarakat terhindar gangguan penjahat ditindak atau dihukum serta diisolir dari masyarakat. Pada
akhirnya
makna
hukuman
ini
Bonger
melihat
adanya
perkembangan negara dan masyarakat mulai memperhatikan bahwa penting pula memperhatikan pendidikan terhadap mereka yang dihukum penjara, agar nantinya dapat menjadi Warga masyarakat yang baik kembali.40 Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang pada prakteknya diberikan pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Berdasarkan Pasal 2 UU No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, pelaksanaan pembinaan kepribadiaan di RUTAN Purbalingga yang meliputi penyuluhan hukum, pengajian, sholat 39
Soedjono Dirdjosisworo, sejarah dan azas-azas penologi, CV Armico, Bandung, 1984, hlm 181. 40 Ibid. Hlm 182.
75
berjamaah, kunjungan-kunjungan, mengikuti senam pagi, olahraga dan kebersihan lingkungan dalam rangka untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, meliputi pembinaan mengenai keterampilan seperti menjait, melukis, kristik, dan membuat kerajinan tangan, dalam rangka narapidana wanita dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Narapidana wanita di RUTAN Purbalingga ada 4 (empat) orang dan semuanya telah menerima pembinaan baik pembinaan kepribadian maupun kemandirian.41 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dalam Pasal 2 ayat (l) menyatakan: “Program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian.” Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, maka pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yaitu diberikan pembinaan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, meliputi pembinaan
41
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
76
mengenai keterampilan seperti menjait, melukis, kristik, membuat kerajinan tangan. Sarana dan prasaran keterampilan menjait, melukis, kristik semuanya disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga, namun untuk tenaga ahli yang dapat mendampingi narapidana wanita dalam pembinaan keterampilan masih terbatas. Pembinaan kepribadian yang dilaksanakan meliputi: a. Penyuluhan hukum Diadakan penyuluhan hukum baik dari petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga maupun dari Humas Polres Purbalingga. Pembinaan ini menanamkan pemahaman bagi narapidana terhadap norma dan kaidah hukum agar tidak melanggar hukum. Kesadaran hukum ini membawa keinginan bagi narapidana wanita untuk tidak lagi melanggar hukum yang berlaku karena ini akan sangat merugikan diri mereka sendiri maupun orang lain. Selama kehilangan kemerdekaan
bergerak,
narapidana
harus
dikenalkan
kepada
masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Hal ini sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang tidak lepas dari masyarakat. b. Pengajian Pengajian dilaksanakan setiap hari Rabu dan Sabtu, Kadang-kadang hari selasa ada pengajian yang diselenggarakan oleh Departemen Agama (DEPAG) Kabupaten Purbalingga. Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan melalui kesadaran beragama. Usaha ini diperlukan untuk memberi pengertian agar narapidana wanita dapat menyadari akibat dari perbuatan yang telah dilakukannya
77
selama ini termasuk menyadarkan narapidana agar menjadi warga negara yang dapat memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara. c. Sholat berjamaah Dilakukan sholat bersama 5 (lima) waktu serta sholat jumat dengan petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga di mushola yang ada di lingkungan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga. Bagi yang beragama Nasrani diadakan kegiatan untuk beribadah yaitu setiap minggu ke gereja dengan diantar dan dijemput oleh petugas keamanan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan, maka terhadap narapidana wanita ditanamkan normanorma hidup dan kehidupan serta diberi kesempatan untuk merenungkan perbuatan salah yang pernah diperbuat. Narapidana wanita dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk menumbuhkan rasa hidup kemasyarakatannya. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia tersesat. Tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana wanita bahwa ia itu penjahat. Narapidana wanita harus diperlakukan sebagai manusia, segala bentuk label yang negatif yang melekat pada narapidana wanita hendaknya sedapat mungkin dihapuskan.
78
d. Kunjungan-kunjungan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga mempunyai hubungan yang baik dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) di Kabupaten Purbalingga. Hal ini berdampak positif dengan adanya kunjungan-kunjungan dari ormas wanita Islam di Kabupaten Purbalingga. e. Mengikuti senam pagi Senam pagi dilaksanakan setiap hari yaitu hari selasa sampai dengan hari sabtu. Hal ini dimaksudkan agar narapidana wanita tetap terjaga kesehatannya. f. Olahraga Olahraga yang ada yaitu bola voli, bulutangkis, tennis meja dengan sarana dan prasarana yang telah ada di lingkungan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga. g. Kebersihan lingkungan Dilaksanakan di lingkungan Rumah Tahanan Negara, (RUTAN) Kelas II B Purbalingga seperti mencabuti rumput, bersih-bersih dan menyapu ruangan. Sistem atau model pembinaan yang dilaksanakan oleh Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga ini cukup baik. Dengan berbagai jenis keterampilan serta pembimbingan dari para petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga membuat mereka banyak memperoleh manfaat yang baik. Upaya pembinaan dan bimbingan yang demikian itu telah sesuai pula
79
dengan dasar pembaharuan pidana yang mengandung aspek menempuh upaya baru terhadap narapidana. Sistem pembinaan tersebut sesuai dengan pendapat Sahardjo yang meyatakan dengan singkat tujuan pidana penjara ialah pemasyarakatan yang mengandung makna bahwa tidak hanya masyarakat yang diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga orang-orang yang menurut Suhardjo telah tersesat diayomi oleh pohon beringin dan diberikan bekal hidup sehingga akan menjadi Kaula yang berfaedah di dalam masyarakat Indonesia. Dengan pernyataan Sahardjo maka penjara di Indonesia diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan. 42 Narapidana
wanita
sebagai
manusia
yang
dibina
harus
bisa
dikembangkan rasa tanggung jawabnya untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera dalam masyarakat agar selanjutnya berpotensi untuk menjadi manusia yang berpribadi luhur dan bermoral tinggi. Dengan demikian sasaran pembinaan tertuju pada pribadi dan budi pekerti narapidana wanita tersebut. Pentahapan proses pemasyarakatan dan upaya pembinaannya secara operasional berusaha untuk menjauhkan narapidana wanita secara bertahap dari lingkungan buruk tembok penjara dan mendekatkan narapidana pada hakekat hidup manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem pemasyarakatan merupakan suatu perubahan dalam pelaksanaan pidana penjara yang kaitannya deagan perlakuan terhadap narapidana wanita berdasarkan paham humanisme dan berdasar filsafat Pancasila sebagai dasar dalam membina narapidana. Pihak
42
Op. Cit. Soedjono Dirdjosisworo. Hlm 185.
80
keluarga dan masyarakat juga diberi kesempatan untuk ikut membina sehingga narapidana metasa bahwa dia tetap diakui eksistensinya sebagai anggota masyarakat. Pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga berdasarkan hasil penelitian dalam prakteknya telah sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pembinaan dan
Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Dimana dalam Pasal 3 menyatakan bahwa Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi hal-hal yang berkaitan dengan: a. ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa; Narapidana wanita mendapatkan pembinaan keagamaan menurut dengan kepercayaannya. Pembinaan yang diterima seperti sholat lima waktu dan sholat jum’at, membaca Al’Quran serta buku-buku keagaman yang disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga, pengajian rutin setiap minggu dilaksanakan, penyuluhan dari Depag, serta bagi yang beragama non muslim dapat menjalankan ibadahnya dengan diantar
Ketempat
peribadahannya, karena
di
dalam
RUTAN
Purbalingga hanya ada fasilitas mushola. b. kesadaran berbangsa dan bernegara; Mengikuti upacara bendera, memperingati serta merayakan hari besar nasional serpeti memperingati hari pahlawan, kesaktian pancasila, hari kartini dan kebangkitan nasional.
81
c. intelektual; Petugas RUTAN Purbalingga menyediakan buku-buku bacaan koran, majalah, serta buku-buku lain dimana agar narapidana wanita dapat berkembang dan memiliki wawasan yang luas. d. sikap dan perilaku; Pembinaan mengenai karakter narapidana wanita serta kesempatan mengembangkan aspek-aspek kepribadian dan kemandirian. Yang dilakuakan oleh petugas RUTAN Purbalingga dan dilaksanakan oleh narapidana wanita. e. kesehatan jasmani dan rohani; Adanya fasilitas olahraga untuk kebugaran jasmani dan tersedianya fasilitas kesehatan bagi narapidana wanita yang sakit. Keagamaan, hiburan-hiburan serta adanya waktu besuk kunjungan bertemu keluarga di RUTAN Purbalingga. f. kesadaran hukum; Adanya pembinaan tentang penyuluhan hukum oleh pihak Polres Purbalingga dan petugas RUTAN Purbalingga. Pembinaan tersebut bertujuan meningkatkan kesadaran hukum narapidana wanita agar pada saat narapidana tersebut berbaur dengan mayarakat dapat diterima dengan baik. g. reintegrasi sehat dengan masyarakat; Meningkatkan kesadaran serta dapat lebih menghargai diri sendiri dan menghargai orang lain serta masyarakat.
82
h. keterampilan kerja; dan Adanya
pelaksanaan
pembinaan
kemandirian.
Seperti
menjait
membuat kerajinan kristik. i. latihan kerja dan produksi. Berkerjasama dengan pihak ketiga (masyarakat) seperti perusahaan mebeler. Untuk memproduksi barang mentah yang kemudian diolah menjadi barang siap jual. Sistem pemasyarakatan dimulai dengan menerima narapidana dan menyelesaikan pencatatan secara administratif, yang disusul dengan observasi atau identifikasi mengenai pribadinya secara lengkap oleh satu Petugas Pemasyarakatan. Setelah selesai kemudian ditentukan bentuk dan cara perlakuan (treatment) yang akan ditempuh, antara lain penempatannya untuk tinggal, pekerjaan yang akan diberikan, pendidikan atau pelajaran yang akan ditempuhnya. Disamping diberi keterangan tentang hak dan kewajiban serta tata cara hidup dalam
lembaga.
Pemasyarakatan
Setelah
berjalan
diadakan
dengan
beberapa
lama
mengikutsertakan
pertemuan narapidana
Petugas yang
bersangkutan, dievaluair keadaannya maju atau mundur tingkah lakunya. Perlakuan selanjutnya ditentukan oleh Petugas sesuai dengan kemajuan atau kemundurannya, setelah dilakukan koreksi seperlunya. Usaha evaluasi semacam ini dilakukan secara berkala dan akhirnya bila terus ada kemajuan dan sudah tiba waktunya narapidana disusulkan dilepas dengan perjanjian, tetapi bila tidak maka narapidananya sampai habis masa pidananya. 43
43
Ibid. Hlm. 189.
83
Selama dalam Lembaga, sebagai hasil usaha Petugas bila ada kemajuan dapat kepada narapidana diperlonggar kebebasannya, hingga makin dekat pergaulannya dengan masyarakat, bila berupa mendapat pekerjaan maupun pendidikan olah raga, olah kesenian, kesempatan beribadat, dan lain-lain di luar lembaga bersama masyarakat, dan juga dengan keluarganya. Dengan demikian secara progressip narapidana setapak demi setapak dengan kemajuan pribadinya, mendekati hari lepasnya. Usaha perlepasan dengan perjanjian merupakan mata rantai terakhir dari usaha pembinaan dalam sistem pemasyarakatan, disamping remisi yang diberikan pada tiap-tiap tanggal 17 Agustus bila berkelakuan baik. Untuk membantu naiknya kemajuan nilai narapidana, kepadanya diberikan pendidikan dan pelajaran dalam bidang ilmu pengetahuan, kesenian, keagamaan dan keterampilan.44 Disamping pendidikan dan pelajaran, adanya pekerjaan pekerjaan dengan mesin jahit, tangan, pertanian dan lain-lain merupakan sarana penting dalam pembinaannya, demi perkembangan daya kerjanya dan demi pencaharian nafkahnya kemudian serta bantuannya dalam pengembangan ekonomi nasional. Hak-hak narapidana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam prakteknya berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga hak-hak yang telah didapatkan antara lain:
44
Ibid. Hlm 189.
84
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya: Bagi yang beragama muslim disediakan mushola untuk tempat beribadah, sedangkan yang beragama non muslim pihak RUTAN Purbalingga dapat mengantarkan ke tempat peribadahannya. b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani: Perawatan rohani dapat diterima melalui ibadah sesuai agama dan kepercayaan, sedangkan perawatan jasmani dengan adanya fasilitas olahraga yang disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga. c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran: Narapidana wanita mendapat pendidikan serta pengajaran seperti membuat kerajinan tangan dan penyuluhan sebagai bekal narapidana wanita. d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak: Bagi narapidana wanita yang sakit mendapatkan pengobatan gratis dari pihak RUTAN Purbalingga serta makan-makanan yang layak dan bergizi. e. Menyampaikan keluhan: Narapidana wanita dapat menyampaikan keluhan-keluhan kepada petugas RUTAN Purbalingga apabila ada permasalahan. f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang:
85
Narapidana wanita mendapatkan bimbingan serta hiburan melalui buku dan media massa yang telah disediakan oleh pihak RUTAN Purbalingga. g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan: Apabila narapidana wanita dalam membuat kerajinan tangan dan dapat dijual maka hasil dari penjualan barang tersebut narapidana wanita juga dapat memperoleh keuntungannya. h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya: Adanya izin dari pihak RUTAN apabiala narapidana wanita mendapatkan kunjungan. i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi): dapat diperoleh apabila perilaku narapidana wanita tergolong baik. j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga: Hal ini dapat diperoleh narapidana wanita apabila narapidana akan bebas dari hukuman. k. Mendapatkan pembebasan bersyarat: Pembebasan ini diperoleh narapidana wanita dengan adanya ketentuan yang harus dijalani terlebih dahulu. l. Mendapatkan cuti menjelang bebas dan: Apabila narapidana sudah tinggal sebentar masa tahanannya.
86
m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku: Ini didapat narapidana wanita apabila narapidana wanita berkelakuan baik selama tinggal di dalam RUTAN Purbalingga. Wanita mempunyai kodrat yang berbeda dengan laki-laki, ada beberapa hak khusus yang diterima oleh narapidana wanita dimana hak tersebut berbeda dengan hak narapidana laki-laki. Narapidana wanita mendapatkan hak khusus diantaranya pada saat menstruasi, hamil, melahirkan, dan menyusui. Pada saat narapidana wanita menstruasi, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purbalingga menyiapkan seperti pembalut yang dapat digunakan oleh narapidana wanita. Pada saat narapidana wanita hamil, RUTAN Purbalingga menyiapkan pelayanan kesehatan ibu hamil seperti imunisasi dan pemberian vitamin secara teratur, ketika narapidana
wanita
melahirkan
maka pihak RUTAN Purbalingga
akan
mengantarkan narapidana wanita kerumah sakit di wilayah RUTAN Purbalingga. Dalam hal pembiayaan narapidana wanita untuk perawatan menstruasi, kehamilan, melahirkan, dan menyusui, didanai oleh pihak RUTAN Purbalingga serta adanya bantuan dana dari keluarga narapidana wanita yang bersangkutan. 45 Dalam menjalankan pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di RUTAN Purbalingga berdasarkan hasil penelitian telah sesuai dengan asas-asas dalam UU Nomor. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Dimana asas-asas tersebut dituangkan dalam Pasal 5 sebagai berikut:
45
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
87
a. Pengayoman; Yang dimaksud dengan pengayoman adalah perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan
diulanginya
tindak
pidana
oleh
warga
binaan
Pemasyarakatan,juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan Pemasyarakatan
agar
menjadi
warga
yang
berguna
di
dalammasyarakat. b. Persamaan perlakuan dan pelajaran; Adanya perlakuan dan pemberian materi yang sama terhadap narapidana wanita di RUTAN Purabalingga tanpa membedakan latar belakang, pendidikan, usia, jabatan dari narapidana wanita. c. Pendidikan; Pendidikan yang diterima narapidana wanita sesuai dengan pancasila misalnya keagamanan, ketersmpilan, kenegaraan, kemasyarakatan. d. Pembimbingan; Adanya suatu bimbingan untuk meningkatkan jiwa kekeluargaan, dan menunaikan ibadah. e. Penghormatan harkat dan martabat manusia; Yang dimaksud dengan penghormatan harkat dan martabat manusia adalah
bahwa
sebagai
orang
yang
tersesat
warga
pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia .
binaan
88
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; Yang dimaksud dengan kehilangan kemerdekaan merupakan satusatunya penderitaan adalah warga binaan pemasyarakatan harus berada dalam RUTAN untuk jangka waktu tertentu, sehingga negara mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya menjadi lebih baik. g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu. Yang dimaksud dengan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu adalah bahwa walaupun warga binaan pemasyarakatan berada di RUTAN, tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam RUTAN dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga. Didalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga asas-asas tersebut sudah diterapkan serta berjalan dengan baik dimana sesuai dengan harapan para petugas yang melaksanakan pembinaan. Karena pada dasarnya narapidana juga mempunyai hak-hak seperti manusia pada umumnya, seperti yang
ditegaskan Sahardjo, tiap orang adalah manusia dan harus
diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan
89
pada narapidana bahwa ia itu penjahat. Sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia. Politik penyelenggaraan sistem pemasyarakatan sebagai pelaksanaan pembinaan narapidana, berdasarkan azas Pancasila:46 a. Bahwa dalam usaha pemberian perlindungan pada masyarakat dan individu terhadap kejahatan tidak hanya dicapai dengan usaha-usaha pencegahan baik dalam arti kata sampit maupun luas, dan dengan usaha-usaha
pengendalian
penguasaan
kejahatan
melalui
law
enforcement saja, akan tetapi juga dengan pencegahan pengulangan kejahatan melalui teknik perlakuan yang dasar penilaiannya dititik beratkan
kepada
proses
perkembangan
dari
potensi-potensi
penyesuaian yang positif, alamian dan insaniah sebagai satu proses keadilan yang bertujuan memulihkan fitrah kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antara manusia terpidana dengan pribadinya sendiri, sesama manusianya, masyarakatnya dan alamnya di bawah ridho Tuhan Yang Maha Esa. b. Masyarakat Indonesia sedang membangun dan narapidana adalah warganegara, yang dalam hal tanggung jawab terhadap terciptanya tujuan bangsa sama nilainya dengan warganegara lainnya, sehingga harus turut atau diturutsertakan dalam pembangunan, yang bila tidak akan menurunkan nilai martabatnya sebagai warganegara.demi kehidupan sendiri dan kehidupan keluarganya yang ditinggalkan,
46
Ibid. Hlm 190-191.
90
sesuai dengan keadaan kehidupan tiap keluarga, di mana tiap kepala keluarga wajib dapat menghasilkan dengan karyanya kebutuhan akan kehidupannya, termasuk keluarganya maka narapidana wajib berkarya seperti halnya seorang kepala keluarga. Dengan demikian ia dapat mengidupi diri dan keluarganya tanpa memberatkan biaya pemerintah (umum), dan disampingnya dengan karyanya juga menambah secara langsung kemakmuran umum sebagai imbalan terhadap perbuatannya yang telah merugikan dan melatih diri dalam keterampilan bekerja. c. Narapidana sebagai titipan Tuhan, memiliki hidup kerokhanian dan mengharapkan akan kebahagiaan abadi di akhirat nanti, wajib dibina dan dibimbing ke arah tata kehidupan yang sesuai demi tercapainya tujuan tersebut. Usaha ini, dengan adanya azas Pancasila, menjadi menonjol hingga wajib diselenggarakan dengan sebaik-baiknya usahausaha pendidikan atau pelajaran dan peribadatan agama dengan peralatan atau perlengkapan yang mencukupi. Bila usah ini benarbenar berhasil, berarti bahwa seluruh tujuan Pemasyarakatan telah berhasil pula, karena dengan demikian narapidana telah pula dapat memenuhi apa yang ditentukan oleh ayat-ayat diatas. Pada Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyebutkan mengenai hak narapidana diantaranya mengenai pengurangan masa pidana (remisi), asimilasi, dan pembebasan bersyarat. Pada dasarnya Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Purbalingga sudah mengusulkan memenuhi hak narapidana untuk mendapatkan asimilasi, dan pembebasan
91
bersyarat kepada Kementrian Hukum dan Ham. Tetapi belum dapat dilaksanakan oleh pihak RUTAN Purbalingga karena untuk asimilasi kepada narapidana wanita masih belum menemukan tempat untuk melaksanakan asimilasi tersebut karena masih sulit berkejasama dengan pihak ketiga. Salah satu kendala dalam melaksanakan asimilsi adalah kualitas sumber daya manusia narapidana wanita masih relatif rendah. Hak narapidana wanita di RUTAN Purbalingga untuk mendapatkan pembebasan bersyarat belum dapat dilaksanakan, karena belum ada izin dari Kementrian Hukum dan Ham, serta narapidana wanita belum memenuhi syarat substantif dan syarat administratif. Hak narapidana wanita di RUTAN Purbalingga untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan (remisi) sudah dapat dilaksanakan. Pengurangan masa hukuman (remisi) diterima narapidana wanita setiap tahun. Diantaranya remisi hari raya Idhul fitri dan hari kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus.47 Berdasarkan pembahasan di atas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga telah melakukan pelaksanaan pembinaan narapidana wanita telah sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam UU No 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
47
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najih selaku Staf Pelayanan Tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
92
Tabel 18. Hasil Wawancara Rencana Penerapan Pembinaan Kemandirian Setalah Narapidana Wanita Selesai Masa Hukuman No 1.
Kode Informan
Pembinaan Kemandirian
Hasil Wawancara
Mawar (bukan
- keterampilan seperti
Setelah masa hukuman
nama sebenarnya)
menjait, melukis, kristik,
selasai
dan membuat kerajinan
Purbalingga
tangan.
menerima
dari
RUTAN dan pembinaan
maka
akan
memanafaatkan pembinaan yang pernah diterima,
misalnya
menjahit. 2.
Melati (bukan
Pembinaan yang diterima
nama sebenarnya)
di RUTAN Purbalingga sangat bermanfaat dan setelah masa hukumman selesai keterampilan yang diperolah
dapat
diterapkan di perusahan atau di pabrik. 3.
Matahari (bukan
Setelah masa hukuman
nama sebenarnya)
selesai, ingin menerapkan hasil
pembinaan
pernah
diterima
RUTAN
yang di
Purbalingga
menjadi seorang penjait. Supaya tidak tergantung pada
orang
lain
dapat hidup mandiri.
dan
93
4.
Kenanga (bukan
Selama tinggal di RUTAN
nama sebenarnya)
Purbalingga menerima
banyak pembinaan
kemandirian yang dapat dimanfaatkan.
Tetapi
setelah masa hukuman selesai
pertama
yang
ingin dilakukan adalah pulang kampung terlebih dahulu. ada
Karena
belum
rencana
untuk
memanfaatkan pembinaan tersebut. Sumber: Data primer yang sudah diolah Berdasar Tabel 18 dapat diketahui pembinaan kemandirian dapat bermanfaat bagi narapidana wanita setelah masa hukuman selesai. Serta pembinaan kemandirian tersebut dapat diterapkan di lingkungn masyarakat hal ini sesuai dengan tujuan pembinaan kemandirian iu sendiri. Untuk berhasilnya pembinan terpidana diperlukan perlengkapanperlengkaan, terutama bermacam-macam bentuk lembaga, yang sesuai dengan tingkatan pengembangan semua segi kehidupan terpidana dan tenaga-tenaga pembina yang cukup cakap dan penuh rasa pengabdian.48 Disamping itu masyarakat yang turut bertanggung jawab tentang adanya pelanggaran hukum, wajib diturut sertakan secara langsung dalam usaha pembinaan terpidana dan digerakan agar menerima kembali terpidana yang telah
48
Ibid. Hlm 200.
94
lepas dari lembaga sebagai salah seorang warga negara yang membantunya dalam menempuh hidup barunya.49 Usaha pembinaan terpidana dimulai sejak hari pertama ia masuk dalam lembaga hingga pada saat ia dilepas dari lembaga dan setelahnya dilanjutkan dengan usaha pembimbingan lanjutan yang diselenggarakan oleh instansi-instansi pemerintah atau sewasta bila masih diperlukan. Usaha pembinaan dilakukan dengan mengingat pribadi tiap terpidana, secara prograsif sesuai dengan cepat atau lambatnya kemajuan sikap, tingkah laku terpidana. Secara berkala perkembangannya diteliti oleh suatu Dewan Pemasyarakatan yang menentukan rencana pembinaan untuk selanjutnya, dan penempatannya pada lembaga yang sesuai.50 Usaha pembinaan ditujukan terhadap hidup kejiwaannya untuk memperkembangkan daya cipta, rasa, karsa, agar jujur, halus, sopan susila serta dapat mengengkang nafsunya dan suka mengabdi pada Tuhan; terhadap hidup jasmaniahnya serta daya karyanya agar sehat, kuat dan mampu berdiri sendiri dengan mendapatkan nafkah yang halal dan cukup terhadap pribadinya sebagai individu dan anggota masyarakat yang penuh serta suka mengabdi pada masyarakat dan negara hingga lebih sadar akan kewajiban serta haknya sebagai warga dan menghormati hukum.51 Untuk menjaga agar terpidana tidak terasing dari masyarakat dimana ia akan kembali nanti, terpidana perlu dipergaulkan dengan masyarakatnya, khususnya keluarganya. Hubungan mana makin lama makin cepat dan diperluas 49
Ibid. Hlm 200. Ibid. Hlm 200. 51 Ibid. Hlm 201. 50
95
sejalan dengan kemajuan terpidana dalam perkembangannya dan menjelang hari lepasnya. Demi kemungkinan pelaksanaan pembinaannya terpidana dapat dipindah dari lembga dengan penjagaan maksimum, ke medium, dan ke minimum yang dapat berupa lembaga terbuka.52 Pergaulan terhadap masyarakat luar, diwujudkan dengan kunjungankunjungan organisasi atau perorangan yang berkecimpung dalam bidang keagamaan atau sosial ke dalam lembaga pada hari-hari besar atau nasional atau pada hari-hari tertentu. Pergaulan tersebut dilakukan juga dengan mengirimkan terpidana secara kelompok atau perorangan keluar lembaga untuk keperluan perlombaan olahraga, beribadah, belajar atau mencari pekerjaan, dengan pengawasan .53 Organisasi dan perorangan tersebut diatas dapat membantu terpidana dalam menyelesaikan kesulitan yang menyangkut keluarganya, pekerjaannya dan lain-lain. Dengan cara pergaulan dengan masyarakat seperti tersebut diatas masyarakat turut serta secara langsung dalam pembinaan terpidana.54 2.
Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga. Hukum didalam negara berkembang dapat berperan untuk mengubah
pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional dan modern, dalam hal ini hukum berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Konsepsi ini membawa suatu konsekuensi 52
Ibid. Hlm 201. Ibid. Hlm 201. 54 Ibid. Hlm 201. 53
96
bahwa perubahan yang diinginkan berjalan dengan teratur dan terencana. Hukum disini mungkin dapat mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung didalam mendorong terjadinya perubahan sosial.55 Bekerjanya hukum merupakan proses yang kompleks, bukan hanya sekedar menegakkan aturan yang telah ditetapkan akan tetapi para penegak hukum dihadapkan pada kualitas dari aturan itu sendiri, sarana dan prasarana yang digunakan, kualitas penegak hukum dan kepentingan institusinya serta masyarakat yang memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda-beda. Bekerjanya hukum tidak dapat dilihat sebagai sesuatu yang linier dan deterministik seperti pandangan kaum positifistik, sebab disana akan terlihat berbagai pertentangan kepentingan yang masing-masing ingin didahulukan. Pelaksanaan pembinaan narapidana merupakan masalah penegakan hukum. Sehubungan dengan masalah penegakan hukum ini, Soerjono Soekanto berpendapat bahwa masalah pokok daripada penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak negatif atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor yang berkaitan dengan penegakan hukum. Faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut: 56
55
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Rajawali Press, 1988, hml 100. 56 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1990, hlm 9.
97
a. Faktor hukumnya sendiri dalam hal undang-undang. Dampak negatif dari faktor penegakan hukum. Hukum yang dibahas dibatasi pada undang-undangnya saja, undang-undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh Penguasa pusat maupun daerah yang sah. Gangguan terhadap penegakan hukum yang berasal dari undang-undang kemungkinan disebabkan oleh: 1. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang yang mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum. 2. Belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk menempatkan undang-undang. 3. Ketidak jelasan arti kata-kata dalam undang-undang yang mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya. Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa asas yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang positif. Asas-asas tersebut antara lain.57 1. Undang-Undang tidak berlaku surut. 2. Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, 3. mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. 4. Undang-Undang yang bersifat khusus menyampingkan undangundang yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama.
57
Ibid Hlm 10.
98
5. Undang-Undang yang berlaku belakangan, membatalkan undangundang yang berlaku terdahulu. 6. Undang-Undang tidak dapat diganggu guat. 7. Undang-Undang
merupakan
suatu
sarana
untuk
mencapai
kesejahteraan spiritual dan materiel bagi masyarakat maupun pribadi, melalui pelestaian ataupun pembaharuan. Dalam kenyataan penegakan hukum, sering terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan hukum, penyelenggaraan hukum bukan hanya merupakan sebuah penegakan hukum dalam kenyataan tertulis saja, akan tetapi juga harus mengandung penyerasian antara nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian, keadilan dan kemanfaatan. Dampak positif dari faktor penegakan hukum dalam hal undang-undang adalah terlaksananya penyelenggaraan hukum yang sesuai antara kepastian hukum, keadilan, kedamaian dan kemanfaatan. b. Faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun
yang menerapkan. Yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Secara sosiologis, maka setiap penegakan hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Permasalahan yang timbul dari faktor penegakan hukum yaitu penerapan peran penegakan hukum. Halangan yang memerlukan penanggulangan tersebut adalah antara lain dampak negatifnya:
99
1. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi; 2. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi; 3. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sangat sulit untuk membuat suatu proyeksi; 4. Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material; 5. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme. Aparat penegak hukum merupakan sesuatu yang sangat penting dalam pelaksanaan hukum, tanpa mereka hukum sulit tercapai, meski dengan keberadaanya hukum hanya dalam posisi mungkin bisa tercapai. Bukan hanya tentang permasalahan ada atau tidaknya penegak hukum, tapi baik atau tidaknya kualitas penegak hukum akan sangat mempengaruhi kualitas hukum. Jadi dampak positifnya adalah semakin baik kualitas penegak hukumnya maka semakin baik pula kualitas hukumnya. c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan akan berlangsung dengan lancar dan mencapai tujuan. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup
100
tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Dampak negatif faktor sarana dan fasilitas penegakan hukum, biasanya faktor pendukung ini
dijadikan sebagai
faktor utama
dalam
keikutsertaan para aparat hukum dalam mengabdi pada negara, sehingga
sekarang bisa
dilihat,
para
aparat
penegak
hukum
mementingkan kemewahan dari sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. dalam kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang sebagian besar kurang mampu, kelengkapan dan kemewahan fasilitas tetap menjadi prioritas utama dalam penegakan hukum. Dampak positif faktor sarana dan fasilitas penegakan hukum, dengan dilengkapinya sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam penegakan hukum maka proses penegakan hukum akan berjalan baik dan lancar. d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Dampak negatif faktor masyarakat dalam penegakan hukum, pendapat masyarakat mengenai hukum ikut mempengaruhi penegakan hukum dengan kepatuhan hukum. Salah satu pendapat masyarakat yaitu mengenai arti hukum yang dianggap identik dengan petugas (penegak sebagai pribadi). Pendapat tersebut menyebabkan masyarakat akan mematuhi hukum jika ada petugas. Dampak positif faktor masyarakat dalam penegakan hukum, penegakan hukum yang dilakukan untuk sebuah keadilan dan kedamaian bagi
101
masyarakat akan menuntut masyarakatnya untuk banyak berparisipasi. Kesadaran masyarakat sangatlah penting sehingga ketika masyarakat menjalankan hukum karena takut, maka hukum akan berlalu begitu saja. Lain halnya ketika masyarakat melaksanakan hukum karena kesadaraannya maka hukum akan berjalan dengan baik. e. Faktor kebudayaan yakni sebagai hasil karya, cita dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Hukum harus dibuat sesuai dengan kondisi masyarakat dan tidak boleh bertentangan dengan kebudayaan yang hidup di masyarakat. Kebudayaan yang berkembang di Indonesia sangat beragam. Setiap daerah terdiri dari suku bangsa dengan bahasa dan adat istiadat yang berbeda dengan suku bangsa di daerah lain. Kemajemukan ini berpengaruh terhadap usaha penegakan hukum di Indonesia. Ketentuan yang diatur dalam suatu peraturan perundangundangan dapat berlaku bagi suatu daerah tapi belum tentu bisa dilaksanakan di daerah lain. Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka faktor yang paling berpengaruh dalam pelaksanaan pembinaan narapidana wanita sebagai di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga adalah faktor penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan. Hakim sebagai salah satu penegak hukum, dalam hal ini putusan hakim yang dijatuhkan terhadap seseorang yang dijatuhi pidana kurungan sebagai pidana pokok sangat
102
berpengaruh
terhadap
proses
pembinaan
narapidana
sehingga
sebelum
menjatuhkan putusan diharapkan hakim bebar-benar memper-timbangkan putusannya. Jika dipandang tidak perlu menjatuhkan pidana kurungan maka hakim sebaiknya tidak perlu menjatuhkan pidana kurungan tersebut. Faktor pendorong pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yaitu adanya dukungan dari pihak ketiga seperti masyarakat, ormas-ormas, dan instansi pemerintah ikut antusias dalam pelaksanaan pembinaan. Para narapidana wanitapun menyambut dan menerima dengan baik sehingga dapat memudahkan untuk menyampaikan pelaksanaan pembinaan. Narapidana wanita adalah manusia yang memiliki spesifikasi tertentu, secara umum narapidana wanita adalah manusia biasa seperti wanita-wanita lainnya, namun kita tidak dapat begitu saja menyamakan, sehingga tidak harus diberantas. Bagaimanapun juga narapidana wanita adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi lebih produktif. Narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga menyambut dengan baik pelaksanaan pembinaan narapidana wanita khususnya mengenai pelaksanaan
pembinaan
tentang
jasmani
dan
kerochanian
yang
dapat
mendekatkan diri kepada Allah Swt menjadiakan kepribadian yang lebih baik. Pelaksanaan pembinaan keterampilan yang diterima oleh narapidana wanita sangatlah bermanfaat sebagai kegiatan yang positif dan meningkatkan kemandirian. Pelaksanaan pembinaan dapat berjalan dengan baik dan lancar karena sudah terjadwal. Faktot-faktor tersebut sangat penting karena dapat
103
berfungsi sebagai faktor pendorong terlaksananya pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dengan baik. Pembinaan kemandirian yang diberikan kepada narapidana wanita misalnya membuat meja, lemari, sapu, kristik, menjahit dan keterampilan tangan dari kayu. Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga sudah berusaha mencoba kerjasama dengan pabrik atau perusahaan pengrajin kayu di Kabupaten Purbalingga untuk menyiapkan bahan mentah agar dapat dikerjakan oleh narapidana wanita. Tetapi masih mengalami hambatan karena respon dan kepedulian mereka terhadap narapidara masih kurang. Pabrik atau perusahaan yang akan diajak kerjasama masih memperhatikan untung ruginya karena mereka takut kalau nantinya narapidana membuat kesalahan-kesalahan dalam proses produksi. Selain itu masalah pendanaan pelaksanaan pembinaan kemandirian serta kurangnya pelatih khusus pelaksanaan pembinaan mengenai keterampilan sehingga menjadi suatu kendala serta menjadi faktor penghambat pelaksanaan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.58
58
Berdasarkan hasil wawancara dengan Helmi Najib selaku Staf Pelayanan Tahanan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga pada tanggal 11 Juni 2012.
104
BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Pelaksanaan pembinaan terhadap narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga yaitu pelaksanaan pembinaan kepribadian dan kemandiriaan. Narapidana wanita Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga hanya ada 4 orang. yang semuanya telah menerima, Pembinaan kepribadian tersebut meliputi: a) Penyuluhan hukum; b) Pengajian; c) Sholat berjamaah; d) Kunjungan-kunjungan; e) Mengikuti senam pagi; f) Olahraga; g) Kebersihan lingkungan. Pembinaan kemandirian yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, meliputi pembinaan mengenai keterampilan seperti menjait, melukis, kristik, dan membuat kerajinan tangan. Pelaksanaan pembinaan kemandiriaan berguna untuk narapidan wanita setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga. Dengan adanya pelaksanaan pembinaan kemandirian
105
diharapkan narapidana wanita mempunyai keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk bekal mencari penghasilan tanpa tergantung dengan orang lain. 2) Faktor pendorong pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di RUTAN Purbalingga adalah pelaksanaan pembinaan narapidana wanita sebagian besar berasal dari Purbalingga, serta adanya dukungan dari pihak ketiga seperti masyarakat, ormas-ormas, dan instansi pemerintah ikut antusias dalam pelaksanaan pembinaan, para narapidana wanitapun menyambut dan menerima dengan baik, adapun faktor penghambat pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dimana Petugas RUTAN Purbalingga sudah mencoba kerjasama dengan pabrik atau perusahaan pengrajin kayu di Kabupaten Purbalingga untuk menyiapkan bahan mentah agar dapat dikerjakan oleh narapidana wanita. Tetapi masih mengalami hambatan karena respon dan kepedulian mereka terhadap narapidara masih kurang. Pabrik atau perusahaan yang akan diajak kerjasama masih memperhatikan untung ruginya karena mereka takut kalau nantinya narapidana membuat kesalahan-kesalahan dalam proses produksi. Selain itu masalah pendanaan pelaksanaan pembinaan kemandirian serta kurangnya pelatih khusus pelaksanaan pembinaan mengenai keterampilan sehingga menjadi suatu kendala serta menjadi faktor penghambat pelaksanaan pembinaan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
106
B. Saran Setelah melakukan penelitian terhadap Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga dan memperhatikan data yang penulis peroleh, maka penulis mencoba memberikan saran sebagai bahan evaluasi, yaitu sebagai berikut: 1. Untuk lebih menunjang profesionalisme dan kualitas pembinaan narapidana perlu dibentuk dan dibangun Lembaga Pemasyarakatan yang terpisah dari Rumah Tahanan Negara di Wilayah Kabupaten Purbalingga agar tidak terjadi Over capacity, dimana seyogyanya Rumah Tahanan Negara hanya sebagai tempat tahanan bukan tempat narapidana. Serta perlu ditingkatkan juga kesejahteraan dan rotasi atau mutasi Petugas Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga agar tidak terjadi kejenuhan dan dapat meningkatkan kinerja Petugas RUTAN Purbalingga. 2. Proses pengintergrasian yang lebih luas dan memberikan pembinaan kepada masyarakat agar masyarakat lebih memahami arti pentingnya pelaksanaan pembinaan narapidana wanita saat menjalani hukuman Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga, perlunya peningkatan koordinasi antara instansi terkait agar terjadi hubungan yang harmonis dan koorpratif sehingga mempermudah proses birokrasi dan administrasi yang bermuara pada cepatnya proses pelaksanaan pembinaan narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Purbalingga.
107
DAFTAR PUSTAKA Literatur: Dirdjosisworo Soedjono. 1984. Sejarah dan azas-azas penologi, Bandung.CV Armico. Hamzah Andi. 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramit. Hlm. 32 Hadari, Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koentjoroningrat. 1986. Gramedia.
Metode-Metode
Penelitian
Masyarakat.
Jakarta:
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogjakarta: Paradigma. Lexy J. Maleong. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-teori Kebijakan Pidana. Bandung. Poernomo Bambang . 1986. Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Yogyakarta: Liberty. Hlm 187. Prof Sudarto. 1990. Hukum Pidana I. Semarang: FH. Universitas Diponogoro. Hlm. 4041
Priyatno Dwidja. 2006. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama. Ronny Hanitiyo Soemitro. 1986. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press. _____________________,1990. Metodologi Penelitian dan Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung. Soekanto Soerjono . 1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press. ________________2007. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada. ________________1990. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. _______________1988. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Rajawali Press, Hlm 100.
108
_______________1990. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegukan Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Hlm 9. Sugiono. 2010. Memehami Penelitian Kualitatif , Alfabeta, Bandung. W.J.S. Purwodarminto. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Moeljatno. Tahun 2003. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Nomor. 8 Tahun 1981. Aneka Ilmu. Undang-Undang Nomor. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 Tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan Dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan Pemerintah Nomor. 58 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang Tugas Dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan. Peraturan Pemerintah Nomor. 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan Pemerintah Nomor. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.01.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Pembentukan Rumah Tahanan Negara. Sumber lain: Akhmad sekhu, Sejarah dari Penjara ke Lapas Napi Juga Manusia, http://sejarah.kompasiana.com/2010/07/21/sejarah-dari-penjara-ke-lapasnapi-juga-manusia/ on line diakses tanggal 6 maret 2012. Administrator Hukum HAM. Menuju Keseimbangan Komposisi Lapas/Rutan. Article.http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=vie w&id=885&Itemid=54. on line diakses tanggal 6 maret 2012.
109
Alim sumarno, 2012, pennelitian survei, http://Blog. Elearning. Unesa. Ac. Id. On line diakses tanggal 15 mei 2012. Bung prokol, Perbedaan dan Persamaan lembaga pemasyarakatan dan Rutan, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4b22ef6f96658 on line diakses tanggal 6 Maret 2012. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Lembaga Pemasyarakatan, http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan on line diakses tanggal 6 Maret 2012. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, Rumah Tahanan Negara, http://id.wikipedia.org/wiki/ on line diakses tanggal 6 Maret 2012. http://radarbanyumas. co. id/indekpbg on line diakses tanggal 18 April 2012. http://radarbanyumas. co. id. Administrator, 2010 daya tampung rutan lebihi kapasitas. on line diakses tanggal 18 April 2012. Iqbal
Wahyu Purwito, Wanita Zaman Kini Makin Berani, http://iqbaljavanese.blogspot.com/2011/04/duh-gusti-mengapa-wanitakini-semakin.html, on line diakses tanggal 6 Maret 2012.
Ikhsanudin, 2011, tentang penelitian, http://ikhsanudin Blogspot.com. on line diakses tanggal 15 mei 2012. Mrbambang.wordpress.com. on line diakses tanggal 6 maret 2012 . Situs Aeaila. Blogspot. Com. Tahun 2010. Macam-Macam Delik. on line diakses tanggal 6 Maret 2012.