BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang penelitian Dalam rangka pembangunan perekonomian nasional, sektor keuangan khususnya industri perbankan merupakan salah satu komponen terpenting sebagai pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan sektor keuangan khususnya dunia perbankan akan berpengaruh secara langsung terhadap iklim dan arah pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, kemajuan ataupun kesulitan yang dihadapi sektor perbankan, akan berdampak luas terhadap upaya pembangunan perekonomian nasional (Peraturan pemerintah No.17 Tahun 1999 tentang BPPN). Pengaruh dan kontribusi bank dalam meningkatkan iklim investasi di Indonesia dapat dilihat dari fungsinya dalam pembangunan suatu negara. Fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediasi antara pihak penyimpan dana (depositors) dengan pihak peminjam dana ( borrowers). Dalam praktiknya, sektor perbankan melakukan penghimpunan dana dari masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kebijakan kredit. Fungsi kredit ini yang menjadi salah satu kontribusi sektor perbankan dalam pengembangan iklim investasi di negara ini. Selain itu, kebijakan penyaluran kredit yang dilakukan oleh sektor perbankan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan laba dari salah satu usaha perbankan melalui pendapatan bunga kredit dari para debitur (Fitriana, 2012).
1
2
Sebagaimana telah diketahui sekarang ini persaingan antar bank semakin tinggi. Fenomena bermunculannya bank-bank yang semakin banyak dengan variasi kredit dan produk yang ditawarkan, mengakibatkan persaingan yang besar pula sehingga untuk mengantisipasinya pihak perbankan berlomba-lomba menyalurkan kredit sebesar mungkin dengan tetap harus menjaga kehati-hatian dalam melakukan kebijakan perkreditannya melalui analisa kredit maupun kebijakan dalam pengelolaanya, diantaranya dengan memberikan berbagai kemudahan dalam pemberian kredit baik dari segi jangka waktu yang relatif bervariasi, bunga yang relatif lebih kecil, maupun fasilitas yang mudah terjangkau (Rosmiyanti, 2010). Akan tetapi, tetap saja tidak semua penyaluran kredit akan memberikan keuntungan kembali. Karena seringkali pengembalian kredit yang disalurkan tidak berjalan dengan lancar dan pada kenyataannya tidak pernah bisa lepas dari adanya kredit bermasalah. Tentu saja kredit bermasalah akan berdampak pada kerugian bank yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan, maupun pendapatan bunga tidak dapat diterima, artinya bank kehilangan kesempatan mendapat bunga (Ismail, 2010: 123). Pada dasarnya semua bisnis tidak terlepas dari resiko kegagalan. Demikian pula dengan dunia perbankan. Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank mengandung resiko yaitu berupa tidak lancarnya pembayaran kredit atau dengan kata lain kredit bermasalah (Non Performing Loan ) sehingga akan mempengaruhi kinerja bank. Semakin tinggi angka pemberian kredit yang disalurkan oleh bank
3
maka akan semakin tinggi pula risiko timbulmya kredit bermasalah, begitu pula sebaliknya (Fitriana, 2012). Dalam penyaluran kreditnya, bank harus siap menghadapi risiko kredit yang menyebabkan kredit tersebut menjadi bermasalah. Untuk itu, bank harus melakukan perencanaan dan analisis kredit agar bisa mendeteksi kemungkinan terjadi risiko kredit. Dapat dibayangkan jika suatu bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara bank terus menghimpun dana dari masyarakat sehingga dana yang terhimpun dari masyarakat sangat besar sudah dapat dipastikan bahwa bank akan mengalami kerugian karena bank harus membayar bunga simpanan kepada masyarakat sementara bank tidak menerima bunga dari kredit yang disalurkan. Kesalahan dalam penyaluran dana tentu saja akan lebih merugikan lagi jika tidak dimanajemen dengan baik. Hal itu dapat menyebabkan banyaknya jumlah kredit bermasalah (Ismail, 2010: 121). Rasio NPL merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank yang kemudian digunakan untuk menilai pertumbuhan kredit pada suatu bank, karena nilai rasio NPL yang tinggi adalah indikator gagalnya bank dalam mengelola bisnis antara lain timbul masalah likuiditas (ketidakmampuan membayar pihak ketiga), rentabilitas (uang tidak bisa ditagih), solvabilitas (modal berkurang), sedangkan laba yang merosot adalah salah satu imbasnya karena praktis bank kehilangan sumber pendapatan di samping harus menyisihkan pencadangan sesuai kolektibilitas kredit (Dwihandayani, 2009:1). Terhadap kredit bermasalah yang timbul tersebut diperlukan penanganan dengan segera oleh pihak bank agar tidak berkelanjutan menjadi kredit macet
4
yang jika persentasenya terus meningkat akan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank. Oleh karena itu pihak bank wajib menerapkan serta melaksanakan prinsip kehati-hatian yang terkait dengan pemberian kredit (Rosmilia, 2009). Bank memiliki suatu batasan dalam melakukan ekspansi kredit agar dapat menjaga
likuiditasnya
dan
terhindar
dari
kebangkrutan.
Hal
tersebut
dimungkinkan terjadi oleh karena adanya risko-risiko yang ditanggung oleh perbankan seperti risiko kredit, risiko likuiditas, risiko suku bunga dan risiko kecukupan modal. Untuk tujuan-tujuan diatas yang akan dicapai oleh masingmasing pihak, para pemakai laporan keuangan perbankan harus dapat mengetahui dengan baik bagaimana mekanisme pemberian kredit maupun pinjaman dalam bentuk selain uang, kemampuan mendapatkan laba usaha dan tingkat risiko yang dihadapi oleh bank tersebut dengan harapan hasil analisis tersebut dapat memberikan gambaran memadai mengenai bank yang di teliti (Farid, 2009). Hal ini yang harus diperhatikan oleh PT. Bank BJB tbk sebagai bank pemerintah yang terus mengalami perkembangan usaha baik melalui ekspansi kredit, penyediaan jasa, maupun penyaluran kredit. PT. Bank BJB tbk mencatat pertumbuhan kredit sebesar 65,4 persen di akhir kuartal I 2013 dari Rp. 3,06 triliun menjadi Rp. 5,1triliun. Menurut dirut Bank BJB Bien Subiantoro, pada saat yang sama prinsip kehati-hatian terus dilaksanakan dengan menjaga portofolio rasio kredit bermasalah sehingga NPL ( Non Performing Loan ) mencapai 5,7 persen namun secara total bank, NPL gross terjaga di level 2,1 persen. Kemudian Bank BJB juga membukukan asset Rp. 63,68 triliun pada triwulan I 2012
5
meningkat dari Rp. 46,66 triliun pada periode sama tahun sebelumnya. Laba pada triwulan pertama ini meningkat menjadi Rp. 270 milyar dari Rp. 260 milyar pada periode yang sama tahun sebelumnya (Bien Subiantoro, 2013). Dari keterangan diatas, penulis dapat mengidentifikasi jika penyaluran kredit meningkat dengan kredit bermasalah dapat dijaga dengan baik maka asset akan bertambah dan laba perbankan pun akan meningkat. Akan tetapi tidak selalu kredit bermasalah itu dapat dijaga dalam posisi yang sama setiap periodenya. Adakalanya kredit bermasalah tersebut mengalami peningkatan setiap periodenya yang tentu saja akan sangat berpengaruh terhadap laba perbankan. Seperti yang diketahui Bank BJB merupakan bank milik pemerintah, sehingga Bank BJB memiliki kontribusi penting di dalam pembangunan perekonomian daerah. Selain dari itu setiap tahunnya penyaluran kredit dan penyimpanan dana di Bank BJB terus meningkat meski tidak di pungkiri potensi terjadinya kredit bermasalah tetap ada. Demikian dari penyaluran kredit inilah yang menjadi keuntungan yang diperoleh oleh Bank BJB tetapi tidak selamanya penyaluran kredit ini berjalan lancar, adakalanya penyaluran kredit ini tidak berjalan dengan lancar, sehingga mengakibatkan kerugian bagi Bank BJB (Rosmiyanti, 2010). Risiko kredit harus di antisipasi oleh bank melalui suatu proses penilaian serta analisis kredit yang benar dan tepat. Proses analisis tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk menilai prospek calon debitur dan memperhitungkan kemungkinan terjadinya kegagalan debitur dalam membayar kembali kredit yang diterimanya. Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum memberikan kredit,
6
bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur. Dalam proses analisis pemberian kredit, selain kelengkapan data pendukung permohonan kredit bank juga melakukan penilaian kelengkapan dan kebenaran informasi dari calon debitur, wawancara, catatan bank, atau arsip bank mengenai riwayat pinjaman, dan data lain yang dapat dipakai sebagai sumber informasi (Lihani, 2013). Berdasarkan ketentuan dan kriteria yang ada pada standar operasional prosedur kredit Bank BJB cabang utama, kredit bermasalah yaitu sebagai berikut : 1. Terdapat tunggakan pokok dan bunga pinjaman yang melampaui 90 hari sampai dengan 180 hari (kolektibilitas kurang lancar). 2. Terdapat tunggakan pokok dan bunga pinjaman yang melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari (kolektibilitas diragukan). 3. Terdapat tunggakan melampaui 270 hari (kolektibilitas macet). Hal ini terjadi karena analisis kredit tidak berdasarkan data yang akurat atau kualitas data rendah sehingga hal ini menyebabkan data-data calon debitur tidak akurat dan berkualitas yaitu banyaknya debitur yang mengalami kegagalan di dalam usahanya. Berdasarkan ketentuan di atas, maka permasalahan kredit bermasalah pada Bank BJB cabang utama, dapat dilihat dari daftar jumlah kolektibilitas debitur periode 2007-2012, sebagai berikut
7
TABEL 1.1 REKAPITULASI POSISI KREDIT CABANG UTAMA PERIODE 2007-2012 (Dalam satuan rupiah) KOLEKTIBILITAS DEBITUR Dalam Kurang Lancar
Perhatian
Tahun
Diragukan
Macet
JUMLAH
NPL
( Rp )
( Rp )
( Rp )
(%)
Lancar ( Rp )
Khusus ( Rp ) ( Rp )
2007
100,114,692,591
19,854,186,996
2,608,629,835
1,731,256,350
1,228,682,647
125,537,448,419
4,44
2008
51,301,285,783
5,012,296,519
222,432,186
397,033,914
551,590,847
57,484,639,249
2,04
2009
53,163,916,776
9,955,336,576
134,300,788
418,317,553
99,965,065
63,771,836,758
1,02
2010
776,940,350,956
5,740,646,944
1,029,270,053
1,003,132,738
5,653,897,596
790,367,298,287
0,97
2011
1,014,453,304,226
50,572,016,982
633,228,586
1,111,864,122
13,795,418,529
1,080,565,,832,445
1,44
2012
975,990,375,458
8,592,245,407
975,759,068
2,735,933,480
11,790,716,841
1,000,085,030,254
1,55
Sumber : Rekapitulasi posisi kredit Bank BJB Cabang Utama Bandung periode 2007-2012
8
TABEL 1.2 REKAPITULASI POSISI KREDIT CABANG UTAMA PERIODE 2007-2012 (Dalam persen)
KOLEKTIBILITAS DEBITUR
Dalam Kurang Lancar
perhatian
( %)
khusus
Tahun
Diragukan
Macet
(%)
(%)
lancar (%)
JUMLAH
JUMLAH
KREDIT
NPL
(%)
( %)
(%)
2007
79,75
15,81
2,08
1,38
0,98
100
4,44
2008
89,24
8,72
0,39
0,69
0,96
100
2,04
2009
83,36
15,62
0,21
0,65
0,16
100
1,02
2010
98,3
0,73
0,13
0,13
0,71
100
0,97
2011
93,89
4,67
0,06
0,10
1,28
100
1,44
2012
97,6
0,85
0,10
0,27
1,18
100
1,55
Sumber : Rekapitulasi Posisi Kredit Bank BJB Cabang Utama Bandung Periode 2007-2012
Kredit bermasalah yaitu kredit yang tergolong pada “kurang lancar”, “diragukan”, dan “macet”.Berdasarkan data diatas kredit bermasalah pada tahun 2007 yaitu 4,44% dan mengalami penurunan pada tahun 2008 sebesar 2.4% sehingga persentasenya menjadi 2,04% dan mengalami penurunan kembali di tahun 2009 sebesar 1,02% yaitu menjadi 1,02% dan mengalami penurunan kembali di tahun 2010 sebesar 0,05% yaitu menjadi 0,97% lalu kembali
9
mengalami peningkatan di tahun 2011 sebesar 0,47 % yaitu menjadi 1,44% dan pada tahun 2012 mengalami peningkatan kembali sebesar 0,11% menjadi 1,55%. Pada tahun 2008 pada kredit “kurang lancar”, kredit “diragukan” dan “kredit macet” mengalami penurunan sehingga kredit bermasalah mengalami penurunan dari tahun 2007 menjadi 2,04%. Pada tahun 2009 persentase kredit dalam kredit “kurang lancar”, kredit “diragukan” dan “kredit macet” mengalami penurunan kembali sehingga kredit bermasalah mengalami penurunan kembali dari tahun 2008 menjadi 1,02%. Pada tahun 2010 persentase kredit dalam kredit “kurang lancar” dan “diragukan” mengalami penurunan dan kredit macet pengalami peningkatan, sehingga kredit bermasalah pun mengalami penurunan dari tahun 2009 menjadi 0,97%. Pada tahun 2011 persentase kredit dalam kredit “kurang lancar” dan kredit “diragukan” mengalami penurunan dan “kredit macet” mengalami peningkatan sehingga kredit bermasalah pun mengalami peningkatan kembali dari tahun 2010 menjadi 1,44%. Pada tahun 2012 persentase kredit dalam kredit “kurang lancar”, dan kredit “diragukan” mengalami peningkatan dan “kredit macet” mengalami penurunan sehingga kredit bermasalah pun mengalami peningkatan kembali dari tahun 2011 menjadi 1,55%.
10
TABEL 1.3 LABA BANK BJB CABANG UTAMA PERIODE 2007-2012 (Dalam satuan rupiah)
Tahun
Total pendapatan
Total biaya
LABA
2007
465,299,297,761
278,116,723,011
187,182,574,750
2008
529,537,535,660
280,044,687,866
249,492,847,794
2009
652,625,416,325
383,324,837,035
269,300,579,290
2010
746,276,538,118
391,217,513,749
355,059,024,369
2011
869,707,676,502
520,493,749,585
349,213,926,917
2012
873,525,873,248
570,822,915,310
302,702,957,938
Sumber :Laporan Laba Rugi Bank BJB Cabang Utama Bandung Periode 2007-2012
Berdasarkan data diatas, pada tahun 2008 laba meningkat sebesar Rp. 62,310,273,044 dari tahun 2007 menjadi Rp. 249,492,847,794. Pada tahun 2009 laba kembali mengalami peningkatan sebesar Rp. 19,807,731,496 dari tahun 2008 menjadi Rp. 269,300,579,290. Pada tahun 2010 laba kembali mengalami peningkatan sebesar Rp. 85,758,445,079 dari tahun 2009 menjadi Rp. 355,059,024,369. Pada tahun 2011 laba mengalami penurunan sebesar Rp. 5,845,097,452 dari tahun 2010 menjadi Rp. 349,213,926,917. Pada tahun 2012 laba mengalami penurunan kembali sebesar Rp. 46,510,968,979 dari tahun 2011 menjadi Rp. 302,702,957,938.
11
Beberapa masalah yang terdapat di dalam analisis pemberian kredit yang disebabkan oleh : 1. Personality, keyakinan dari pihak bank bahwa debitur mempunyai moral, watak ataupun sifat yang positif dalam pengambilan kredit karena walaupun debitur tersebut mampu untuk menyelesaikan kewajibannya tetapi tidak mempunyai itikad baik tentu akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit seperti debitur kredit Bank BJB cabang utama yang tidak memiliki itikad baik untuk melunasi angsuran kreditnya kepada bank sehingga mengalami tunggakan dalam pembayaran angsuran dan tentu saja akan berpengaruh buruk terhadap laba perbankan. 2. Purpose, keyakinan dari pihak bank bahwa debitur mempunyai tujuan yang jelas atas pengambilan kreditnya. Tujuan pengambilan kredit ini untuk melakukan usaha. Seperti halnya debitur Bank BJB cabang utama banyak yang menggunakan dana kreditnya untuk kepentingan konsumtif pribadi dan tidak digunakan untuk kepentingan usaha sehingga usaha menjadi kekurangan modal dan menyebabkan debitur tidak mampu membayar tunggakan sehingga akan berpengaruh buruk terhadap laba perbankan. 3. Prospect, keyakinan dari pihak bank terhadap usaha debitur di masa yang akan datang apakah akan menguntungkan atau tidak. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit. Pada debitur Bank BJB cabang utama banyak yang mengalami tunggakan, hal ini disebabkan oleh kegagalan prospek usaha yang dijalankan sehingga
12
debitur mengalami kerugian dan pada akhirnya debitur tidak mampu membayar tunggakan kredit. Hal ini tentu saja akan berdampak buruk terhadap laba perbankan. 4. Payment, keyakinan dari pihak bank bahwa debitur mempunyai penghasilan yang cukup untuk melunasi kreditnya dan berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit. Seperti halnya banyak debitur Bank BJB yang mengalami kegagalan di dalam usahanya sehingga mereka tidak memiliki penghasilan. Hal ini mengakibatkan debitur tidak dapat melunasi hutangnya dan tentu hal ini akan berdampak buruk pada laba perbankan (bankbjb.co.id).
1.2 Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kredit bermasalah pada Bank BJB Cabang Utama periode 2007-2012 ? 2. Bagaimana laba pada Bank BJB Cabang Utama periode 2007-2012 ? 3. Bagaimana pengaruh kredit bermasalah terhadap laba pada Bank BJB Cabang Utama periode 2007-2012 ?
13
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dipaparkan di atas, tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui kredit bermasalah yang terjadi Bank BJB Cabang Utama periode 2007-2012. 2. Untuk mengetahui laba pada Bank BJB Cabang Utama periode 2007-2012. 3. Untuk mengetahui pengaruh kredit bermasalah terhadap laba perusahaan pada Bank BJB cabang Utama periode 2007-2012.
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh kredit bermasalah ( NPL ) terhadap laba perusahaan pada perusahaan Bank BJB cabang utama Bandung diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung di harapkan bagi : 1.4.1
Pengembangan ilmu Bagi peneliti Diharapkan penelitian ini dapat memberikan
pengetahuan,
wawasan, dapat dijadikan perbandingan antara teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan praktek yang terjadi di lapangan, serta merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat sarjana pada Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Widyatama Bandung.
14
1.4.2
Pemecahan masalah 1. Bagi pihak perusahaan Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya meminimalisir terjadinya kredit bermasalah sehingga perusahaan dapat memaksimalkan laba perusahaan. 2. Bagi pihak debitur Memberikan informasi mengenai kredit bermasalah dan dampaknya terhadap laba perusahaan, serta sebagai masukan kepada debitur bahwa kredit bermasalah yang terjadi akan berdampak buruk terhadap laba perusahaan sehingga di harapkan debitur dapat menyelesaikan segala bentuk kredit yang dilakukan dengan tepat waktu. 3. Bagi pihak lain Memberikan tambahan pengetahuan dan menjadi bahan referensi ataupun rujukan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya yang menggunakan topik yang sama atau berkaitan dengan topik ini.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bank BJB cabang utama yang berlokasi di Jl. Braga No.12 Kota Bandung 40111.Waktu penelitian dari bulan Maret 2014 sampai dengan selesai.